Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Brain
Injury
adalah
suatu
kerusakan
congenital
ataupun
bersifat
Association
Of
Amerika
pada
cidera
kepala,
degeratif,
bukan
tetapi
atau
suatu
gangguan
trumatik
yang
dapat
kepala
merupakan
kerusakan
pada
kepala
yang
tempurung
kepala,
selaput
otak,
dan
jaringan
kepala
otak
perdarahan
adalah
yang
suatu
gangguan
disertai
atau
interstiil
dalam
traumatik
tanpa
substansi
dari
disertai
otak
tanpa
3. Patofisiologi
Cidera kepala
Terbuka
Perdaran
Tertutup
Nyeri
Resiko infeksi
Perdarahan intarakranial
TIK meningkat
Gang.
Perfusi
jaringan
cerebral
Kesaran menururn
Cardiac input
menurun
Resiko syok
hipovolemik
N. Prenikus
G3 Pola napas
Penu.
Cardiac
output
Reflek batuk
menurun
N.IX
Reflek Menelan
menurun
G3 perfusi cerebral
Kesadaran menurun
Penurunan control eliminasi
Perubahan
pola napas
Gang.
Pemenuhan
ADL
N. X
Inefektif
jalan napas
Perubahan
pola nutrisi
G3.
komunikasi
verbal
kesadaran,
konvulsi,
abnormalitas
pupil,
ditemukannya
&
adanya
pendengaran,
gangguan
disfungsi
sensori,
nadi
lemah,
pernapasan
dangkal,
kulit
c) Meliputi
kontisio
serebaral,
laserasi
atau
hematum intracranial
5. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan diagnostic
1) CT scan
Untuk
mengetahui
adanya
ventrikel, pembesaran
hemorargik,
keadaan
jaringan otak.
2) Sinar X
Mendeteksi
adanya
perubahan
struktur
tulang
menentukan
adanya
perubahan
metabolisme
otak
b. Pemeriksaan laboratorim
1) BGA
Untuk mengetahui ventilasi
atau oksigenasi
2) Kimia darah
Untuk melihat keseimbangan cairan dan elektrolit
6. Penatalaksanaan
a. Lakukan foto SCALP
b. Pasang
naCL
0,9%
dan
Rl
untuk
mengganti
cairan
pemeriksaan
darah
intramuscular
c.
Lakukan
pemerikasaan
TIK,
Asuhan Keperawatan
1. pengkajian
a. Identitas (klien dan penanggung jawab)
Meliputi: nama, umur, jenis kelamin, suku bangsa,
agama, status, pekerjaan dan alamat.
b. Keluhan utama
Keluhan utama MRS CKB biasanya datang dengan luka
terbuka dikepala, hematum, mual muntah sampai tidak
sadarkan diri.
c. Riwayat kesehatan
Mengkaji tentang proses terjadi peristiwa CKB dan
mengkaji
tentang
riwayat
penyakit
terdahulu
yang
pola
dirumah
(kehilangan
ganguan
aktivitas
sakit
nafsu
menelan
yang
makan,
seperti
(kotor
berkas
darah,
(nyeri
kepala,
pusing),
berkemih
(perubahan
tidak
klien
meliputi:
mengeluh
batuk),
pair),
dan
saat
makan/minum
mual-muntah,
personal
higine
kemanan-kenyamanan
eliminasi
disarai),
kesaradaran,
sebelum
(defekasi
aktivitas
letargi),
dan
istirahat
psikososial
e. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum: biasanya lemah
2) Kesadaran: apatis atau samnolen samapai dengan
koma,
GCS: 3-8
3) Tanda-tanda vital: biasanya terjadinya perubahan
tanda-tanda vital
4) Head to toe
a) Kepala:biasanya
hematum
dan
didapatkan
luka
lewat hidung,
luka
diarea
wajah,
robek,
perdarahan
b) Thorak.
Paru:
Pada
pasien
paru
dengan
bisanya
CKB,
pada
ditemukan:
pemeriksaan
perubahan
pola
Jantung
Pada
pasien
jantung
dengan
CKB,
bisanya
pada
pemeriksaan
ditemukan:
perubahan
pada
pasien
dengan
CKB,
pada
pada
pasien
dengan
CKB,
pada
tetutup
Pasien
cidera
dan
terbuka
kepala
sering
dan
fraktur.
datang
dalam
dapat
terjadi
kontraktur
karena
ketidakseimbangan
antagonis
yang
terjadi
antara
karena
otot-otot
rusak
atau
serebral:
menunjukkan
kelainan
mendeteksi
perubahan
struktur
tulang
Gas
masalah
Darah:
pernapasan
medeteksi
(oksigenasi)
ventilasi
jika
atau
terjadi
untuk
sebagai
mengkoreksi
akibat
keseimbangan
peningkatan
tekanan
intrakranial.
2. Dignosa keperawatan
a. Perubahan perfusi jaringan serebral b.d penghentian
aliran darah (hemoragi, hematoma); edema cerebral;
penurunan
TD
sistemik/hipoksia
(hipovolemia,
disritmia jantung)
b. Resiko
tinggi
kerusakan
pola
napas
neurovaskuler
tidak
(cedera
efektif
pada
b.d
pusat
integrasi
(trauma
atau
defisit
kognitif.
pembatasan
Penurunan
/kewaspadaan
kekuatan/tahanan.
keamanan,
misal:
Terapi
tirah
baring, imobilisasi.
f. Resiko tinggi terhadap infeksi b.d jaringan trauma,
kulit
rusak,
prosedur
silia,
stasis
Respon
inflamasi
Perubahan
cairan
invasif.
tubuh.
tertekan
integritas
Penurunan
Kekurangan
(penggunaan
sistem
tertutup
kerja
nutrisi.
steroid).
(kebocoran
CSS)
g. Resiko
tinggi
terhadap
perubahan
nutrisi
kurang
nutrien
otot
(penurunan
yang
tingkat
diperlukan
untuk
kesadaran).
mengunyah,
3. Rencana keperawatan
DX I
Diangnosa
Perubahan
Tutuan & KH
Intervensi
Setelah
1. Tentukan
dilakukan
faktor-faktor
perfusi
tindakan
yg
jaringan
selama 3x24
menyebabkan
jam
koma/penuruna
serebral
diharapkan
n perfusi
berhubungan
Klien dapat
jaringan otak
Mempertahanka
dan potensial
dengan
n tingkat
peningkatan
penghentian
kesadaran
TIK.
biasa/perbaik 2. Pantau /catat
aliran darah
an, kognisi,
status
(hemoragi,
dan fungsi
neurologis
motorik/senso
secara
hematoma);
rik.
teratur dan
edema
Kriteria
bandingkan
hasil:
dengan nilai
cerebral;
Tanda vital
standar GCS.
penurunan TD stabil dan
3. Evaluasi
tidak ada
keadaan
sistemik/hip
tanda-tanda
pupil,
oksia
peningkatan
ukuran,
TIK
kesamaan
(hipovolemia
antara kiri
, disritmia
dan kanan,
reaksi
jantung)
terhadap
cahaya.
4. Pantau tandatanda vital:
TD, nadi,
frekuensi
nafas, suhu.
5. Pantau intake
dan out put,
turgor kulit
dan membran
mukosa.
6. Turunkan
stimulasi
eksternal dan
berikan
kenyamanan,
Rasional
1. Penurunan
tanda/gejala
neurologis atau
kegagalan dalam
pemulihannya
setelah serangan
awal, menunjukkan
perlunya pasien
dirawat di
perawatan intensif.
2. Mengkaji tingkat
kesadaran dan
potensial
peningkatan TIK dan
bermanfaat dalam
menentukan lokasi,
perluasan dan
perkembangan
kerusakan SSP.
3. Reaksi pupil diatur
oleh saraf cranial
okulomotor (III)
berguna untuk
menentukan apakah
batang otak masih
baik. Ukuran/
kesamaan ditentukan
oleh keseimbangan
antara persarafan
simpatis dan
parasimpatis.
Respon terhadap
cahaya mencerminkan
fungsi yang
terkombinasi dari
saraf kranial
optikus (II) dan
okulomotor (III).
4. Peningkatan TD
sistemik yang
diikuti oleh
penurunan TD
diastolik (nadi
yang membesar)
merupakan tanda
seperti
lingkungan
yang tenang.
7. Bantu pasien
untuk
menghindari /
membatasi
batuk,
muntah,
mengejan.
8. Tinggikan
kepala pasien
15-45 derajad
sesuai
indikasi/yang
dapat
ditoleransi.
9. Batasi
pemberian
cairan sesuai
indikasi.
10. Berikan
oksigen
tambahan
sesuai
indikasi.
11. Berikan
obat sesuai
indikasi,
misal:
diuretik,
steroid,
antikonvulsan
, analgetik,
sedatif,
antipiretik.
terjadinya
peningkatan TIK,
jika diikuti oleh
penurunan
kesadaran.
Hipovolemia/hiperte
nsi dapat
mengakibatkan
kerusakan/iskhemia
cerebral. Demam
dapat mencerminkan
kerusakan pada
hipotalamus.
Peningkatan
kebutuhan
metabolisme dan
konsumsi oksigen
terjadi (terutama
saat demam dan
menggigil) yang
selanjutnya
menyebabkan
peningkatan TIK
5. Bermanfaat sebagai
ndikator dari
cairan total tubuh
yang terintegrasi
dengan perfusi
jaringan.
Iskemia/trauma
serebral dapat
mengakibatkan
diabetes insipidus.
Gangguan ini dapat
mengarahkan pada
masalah hipotermia
atau pelebaran
pembuluh darah yang
akhirnya akan
berpengaruh negatif
terhadap tekanan
serebral.
6. Memberikan efek
ketenangan,
menurunkan reaksi
fisiologis tubuh
dan meningkatkan
istirahat untuk
mempertahankan atau
menurunkan TIK.
7. Aktivitas ini akan
meningkatkan
tekanan intrathorak
dan intraabdomen
yang dapat
meningkatkan TIK.
8. Meningkatkan aliran
balik vena dari
kepala sehingga
akan mengurangi
kongesti dan oedema
atau resiko
terjadinya
peningkatan TIK.
9. Pembatasan cairan
diperlukan untuk
menurunkan edema
serebral,
meminimalkan
fluktuasi aliran
vaskuler TD dan
TIK.
10. Menurunkan
hipoksemia, yang
mana dapat
meningkatkan
vasodilatasi dan
volume darah
serebral yang
meningkatkan TIK.
11. Diuretik
digunakan pada fase
akut untuk
menurunkan air dari
sel otak,
menurunkan edema
otak dan TIK,.
Steroid menurunkan
inflamasi, yang
selanjutnya
menurunkan edema
jaringan.
Antikonvulsan untuk
mengatasi dan
mencegah terjadinya
aktifitas kejang.
Analgesik untuk
menghilangkan nyeri
. Sedatif digunakan
untuk mengendalikan
kegelisahan,
agitasi.
Antipiretik
menurunkan atau
mengendalikan demam
yang mempunyai
pengaruh
meningkatkan
metabolisme
serebral atau
peningkatan
kebutuhan terhadap
oksigen.
DX II
Diagnosa
Resiko
tinggi
pola napas
tidak
efektif
berhubunga
n dengan
kerusakan
neurovasku
ler
(cedera
pada pusat
pernapasan
otak).
Kerusakan
persepsi
atau
kognitif.
Obstruksi
trakeobron
khial.
Tujuan & KH
Setelah
diberikan
tindakan
keperawatan
selama 3x24
jam
diharapkan
klien dapat
mempertahanka
n pola
pernapasan
efektif.
Kriteria
evaluasi:
bebas
sianosis, GDA
dalam batas
normal
Intervensi
1. Pantau
frekuensi,
irama, kedalaman
pernapasan.
Catat
ketidakteraturan
pernapasan.
2. Pantau dan catat
kompetensi
reflek
gag/menelan dan
kemampuan pasien
untuk melindungi
jalan napas
sendiri. Pasang
jalan napas
sesuai indikasi.
3. Angkat kepala
tempat tidur
sesuai
aturannya,
posisi miirng
sesuai indikasi.
4. Anjurkan pasien
untuk melakukan
napas dalam yang
efektif bila
pasien sadar.
5. Lakukan
penghisapan
dengan ekstra
hati-hati,
jangan lebih
dari 10-15
detik. Catat
karakter, warna
dan kekeruhan
dari sekret.
Rasional
1. Perubahan dapat
menandakan
awitan
komplikasi
pulmonal atau
menandakan
lokasi/luasnya
keterlibatan
otak. Pernapasan
lambat, periode
apnea dapat
menandakan
perlunya
ventilasi
mekanis.
2. Kemampuan
memobilisasi
atau
membersihkan
sekresi penting
untuk
pemeliharaan
jalan napas.
Kehilangan
refleks menelan
atau batuk
menandakan
perlunaya jalan
napas buatan
atau intubasi.
3. Untuk memudahkan
ekspansi
paru/ventilasi
paru dan
menurunkan
adanya
kemungkinan
lidah jatuh yang
menyumbat jalan
6. Auskultasi suara
napas,
perhatikan
daerah
hipoventilasi
dan adanya suara
tambahan yang
tidak normal
misal: ronkhi,
wheezing,
krekel.
7. Pantau analisa
gas darah,
tekanan
oksimetri
8. Lakukan ronsen
thoraks ulang
9. Berikan oksigen.
10. Lakukan
fisioterapi dada
jika ada
indikasi.
napas.
4. Mencegah/menurun
kan atelektasis.
5. Penghisapan
biasanya
dibutuhkan jika
pasien koma atau
dalam keadaan
imobilisasi dan
tidak dapat
membersihkan
jalan napasnya
sendiri.
Penghisapan pada
trakhea yang
lebih dalam
harus dilakukan
dengan ekstra
hati-hati karena
hal tersebut
dapat
menyebabkan atau
meningkatkan
hipoksia yang
menimbulkan
vasokonstriksi
yang pada
akhirnya akan
berpengaruh
cukup besar pada
perfusi
jaringan.
6. Untuk
mengidentifikasi
adanya masalah
paru seperti
atelektasis,
kongesti, atau
obstruksi jalan
napas yang
membahayakan
oksigenasi
cerebral
dan/atau
menandakan
terjadinya
infeksi paru.
7. Menentukan
kecukupan
pernapasan,
keseimbangan
asam basa dan
kebutuhan akan
terapi.
8. Melihat kembali
keadaan
ventilasi dan
tandatandakomplikasi
yang berkembang
misal:
atelektasi atau
bronkopneumoni.
9. Memaksimalkan
oksigen pada
darah arteri dan
membantu dalam
pencegahan
hipoksia. Jika
pusat pernapasan
tertekan,
mungkin
diperlukan
ventilasi
mekanik.
10. Walaupun
merupakan
kontraindikasi
pada pasien
dengan
peningkatan TIK
fase akut tetapi
tindakan ini
seringkali
berguna pada
fase akut
rehabilitasi
untuk
memobilisasi dan
membersihkan
jalan napas dan
menurunkan
resiko
atelektasis/komp
likasi paru
lainnya.
DX III
Diagnosa
Resiko
Tujuan dan KH
Setelah
Intervensi
Rasional
1. Berikan
1. Cara
pertama
perawatan
untuk menghindari
tinggi
dilakukan
aseptik
dan
terjadinya
terhadap
tindakan
antiseptik,
infeksi
pertahankan
nosokomial.
infeksi b.d selama
3x24
tehnik
cuci
jaringan
jam diharapkan
tangan
yang 2. Deteksi
dini
baik.
perkembangan
trauma,
Klien
dapat
infeksi
kulit
Mempertahankan 2. Observasi
memungkinkan
daerah
kulit
untuk
melakukan
rusak,
normotermia,
yang
mengalami
tindakan
dengan
prosedur
bebas
tandakerusakan,
segera
dan
daerah
yang
pencegahan
invasif.
tanda infeksi.
terpasang
alat
terhadap
Penurunan
Kriteria
invasi,
catat
komplikasi
karakteristik
selanjutnya.
kerja
evaluasi:
dari
drainase
silia,
Mencapai
dan
adanya 3. Dapat
penyembuhan
inflamasi.
mengindikasikan
stasis
luka
tepat
perkembangan
cairan
waktu
3. Pantau
suhu
sepsis
yang
tubuh
secara
selanjutnya
tubuh.
teratur,
catat
memerlukan
Kekurangan
adanya
demam,
evaluasi
atau
menggigil,
tindakan
dengan
nutrisi.
diaforesis
dan
segera.
Respon
perubahan
fungsi
mental 4. Peningkatan
inflamasi
(penurunan
mobilisasi
dan
tertekan
kesadaran).
pembersihan
sekresi
paru
(penggunaan
4. Anjurkan
untuk
untuk menurunkan
steroid).
melakukan napas
resiko terjadinya
dalam,
latihan
pneumonia,
Perubahan
pengeluaran
atelektasis.
integritas
sekret
paru
secara
terus 5. Terapi profilatik
sistem
menerus.
dapat
digunakan
tertutup
Observasi
pada pasien yang
karakteristik
mengalami trauma,
(kebocoran
sputum.
kebocoran
CSS
CSS)
atau
setelah
5. Berikan
dilakukan
antibiotik
pembedahan untuk
sesuai indikasi
menurunkan resiko
terjadinya
infeksi
nosokomial.
Daftar pustaka
Abdul Hafid (1989), Strategi Dasar Penanganan Cidera
Otak. PKB Ilmu Bedah XI Traumatologi , Surabaya.
Doenges M.E. (2000), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman
Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan
Pasien. Edisi 3 . EGC. Jakarta.
Sjamsuhidajat, R. Wim de Jong (1997), Buku Ajar Ilmu
Bedah. Edisi Revisi. EGC, Jakarta.
Mansjoer, Arif. 200. kapita Selekta Kedokteran. EGC:
Jakarta
Bruner & Sudarth. 2000. Buku Ajar Keperawatan Medical
Bedah. EBG : Jakarta.