Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Karina
BAB I
LAPORAN KASUS
I.
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn. NS
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia
:45 tahun
Pekerjaan
: Mabes TNI
Alamat
: Pekayon RT 13/01 No. 12 Ps. Rebo Jakarta Timur
Agama
: Islam
II.
ANAMNESIS
Autoanamnesis pada tanggal 1 Juli 2014,pukul 11.30WIB
Keluhan Utama
Keluhan Tambahan
Karina
Tidak ada.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada keluarga yang mempunyai keluhan yang sama dengan pasien.
III. PEMERIKSAAN FISIK(1Juli 2014,pukul 11.30WIB)
KeadaanUmum
: Baik
Kesadaran
: Composmentis
Tanda-tandavital
:75 x/menit
Respirasi
: 20 x/menit
Suhu
: 360C
Status Generalis
Kepala
Mata
THT
Leher
Thoraks
Jantung
Pulmo
Abdomen
: Datar, nyeri tekan (-), bising usus (+), hepar dan lien tidak
teraba
Ekstremitas
Status Dermatologikus
Lokasi
Efloresensi
Karina
Karina
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak ada
V.
RESUME
Tn. NS, usia 45 tahun, 2hari SMRS terdapat bercak eritema yang
timbul di pagi hari pada dorsum manus dextra, yang diikuti dengan
timbulnya bula pada sore hari. Bercak eritema disertai rasa gatal dan perih.
1 hari SMRS bercak eritematos meluas secara linear, timbul krusta
berukuran lentikular. Pasien memiliki riwayat kontak dengan serangga.
Riwayat kebiasaan, pasien tidur dalam kamar yang terang dengan ventilasi
jendela yang terbuka. Pada status generalis tidak ditemukan kelainan. Pada
status dermatologikus :
Lokasi
: Pergelangan punggung tangan kanan
Efloresensi
:
Bercak eritematosa, multiple, bentuk bulat sampai dengan linear dengan
ukuran 0,2 cm 0,5 cm.
Karina
VI.
DIAGNOSIS KERJA
Dermatitis venenata
PENATALAKSANAAN
1. Non Medikamentosa
a. Menghindari pajanan terhadap serangga penyebab
b. Menyarankan pasien untuk tidak menggaruk lesi
2. Medikamentosa :
Sistemik
Antihistamin: Cetirizine tablet 1 x 10 mg selama 10 hari
Topikal
PROGNOSIS
1. Quo ad vitam
: ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Dermatitis Venenata
5
Krim 5 gr
oles 2x sehari
pada luka
keropeng
Karina
Pendahuluan
Dalam kehidupan sehari-hari kita selalu berinteraksi dengan bahanbahan yang
mungkin dapat menimbulkan iritan maupun alergi bagi seseorang dan belum tentu
bagi individu lain. Bahan-bahan ini dapat menimbulkan kelainan pada kulit sesuai
dengan kontak yang terjadi. Kelainan ini disebut dermatitis kontak.1
Penyebab dermatitis kadang-kadang tidak diketahui, sebagian besar
merupakan respon kulit terhadap agen eksogen maupun endogen. Dermatitis
kontak ini dibagi menjadi Dermatitis Kontak Iritan dan Dermatitis Kontak Alergi.
Dalam makalah ini akan dijelaskan tentang Dermatitis Kontak Iritan.
Dermatitis kontak iritan lebih banyak tidak terdeteksi secara klinis
disebabkan
antara kontak dengan bahan iritan serta munculnya ruam tidak dapat
diperkirakannya. Dermatitis muncul segera setelah pajanan dan tingkat
keparahannya ditentukan berdasarkan kuantitas, konsentrasi, dan lamanya terpajan
oleh bahan iritan tersebut.3 Penanganan dermatitis kontak tidak selamanya mudah
karena banyak dan seringnya faktor-faktor tumpang tindih yang memicu setiap
kasus dermatitis.9 Pencegahan bahan-bahan iritasi kulit adalah strategi terapi yang
utama pada dermatitis kontak iritan.6
I.
DEFINISI 1
Karina
DKI adalah penyakit kulit akibat kerja yang paling sering ditemukan,
diperkirakan sekitar 70%-80% dari semua penyakit kulit akibat kerja. DKI dapat
diderita oleh semua orang dari berbagaigolongan umur, ras dan jenis kelamin.
Jumlah penderita DKI diperkirakan cukup banyak terutama yang berhubungan
dengan pekerjaan (DKI akibat kerja).Insiden dari penyakit kulitakibat kerja di
beberapa negara adalah sama, yaitu 50-70 kasus per 100.000 pekerja
pertahun.Pekerjaan dengan resiko besar untuk terpapar bahan iritan yaitu
pemborong, pekerja industrimebel, pekerja rumah sakit (perawat, cleaning
services, tukang masak), penata rambut, pekerjaindustri kimia, pekerja logam,
penanam bunga, pekerja di gedung.
Pada DKI akibat serangga khususnya yang disebabkan kumbang Paederus
kejadiannya meningkat pada musim penghujan, karena cuaca yang lembab
merupakan lingkungan yang sesuai bagi organisme penyebab dermatitis venenata
(misal: Genus Paederus). Paederus dermatitis terjadi di seluruh bagian dunia,
khususnya daerah beriklim tropis seperti Indonesia, dan pernah dilaporkan
kejadian yang merebak di Australia, Malaysia, Srilanka, Nigeria, Kenya, Iran,
Uganda, Okinawa, Sierra Leone, Argentina, Brazil, Venezuela, Ecuador, India.
III. Etiologi 1,2,3
Dermatitis kontak iritan adalah penyakit multifaktor dimana faktor eksogen
(iritan dan lingkungan) dan faktor endogen sangat berperan.1
Faktor Eksogen
Selain dengan asam dan basa kuat, tidak mungkin untuk memprediksi
potensial iritan sebuah bahan kimia berdasarkan struktur molekulnya. Potensial
iritan bentuk senyawa mungkin lebih sulit untuk diprediksi. Faktor-faktor yang
dimaksudkan termasuk : (1) Sifat kimia bahan iritan: pH, kondisi fisik,
konsentrasi, ukuran molekul, jumlah, polarisasi, ionisasi, bahan dasar, kelarutan ;
(2) Sifat dari pajanan: jumlah, konsentrasi, lamanya pajanan dan jenis kontak,
pajanan serentak dengan bahan iritan lain dan jaraknya setelah pajanan
sebelumnya ; (3) Faktor lingkungan: lokalisasi tubuh yang terpajan dan suhu, dan
Karina
Karina
dermatitis
venenata
spesies
serangga
yang
paling
sering
dermatitis.
Paederus
banyakdisebabkan oleh
dermatitis
sendiri
di
Indonesia
paling
dewasa panjang
Karina
tepukan keras pada kumbang ini diatas kulit akan memicu pengeluaran bahan
aktifnya yang berupa paederin.3
Gambar. Paederus sp
Paederus merupakan makhluk nocturnal dan tertarik dengan cahaya putih dan
terang. Hemolimfe dari paederus mengandung suatu bahan aktif yakni paederin
yang kemudian menyebabkan keluhan gatal, rasa panas tebakar, kemerahan pada
kulit yang timbul dalam 12-48 jam setelah kulit terpapar.Paederin yang berumus
kimia
C25H45O9N
adalah
sebuah
struktur
amida
dengan
dua
cincin
tetrahydropyran.3
10
Karina
mengaktifasi sel mast melepaskan histamin, LT dan PG lain, dan PAF, sehingga
memperkuat perubahan vaskular.3
DAG dan second messengers lain menstimulasi ekspresi gen dan sintesis
protein, misalnya interleukin-1 (IL-1) dan granulocyte-macrophage colony
stimulating factor (GMCSF). IL-1 mengaktifkan sel T-helper mengeluarkan IL-2
dan mengekspresi reseptor IL-2, yang menimbulkan stimulasi autokrin dan
proliferasi sel tersebut.3
Keratinosit juga membuat molekul permukaan HLA-DR dan adesi intrasel-1
(ICAM-1). Pada kontak dengan iritan, keratinosit juga melepaskan TNF, suatu
sitokin proinflamasi yang dapat mengaktifasi sel T, makrofag dan granulosit,
menginduksi ekspresi molekul adesi sel dan pelepasan sitokin.3
Rentetan kejadian tersebut menimbulkan gejala peradangan klasik di tempat
terjadinya kontak di kulit berupa eritema, edema, panas, nyeri, bila iritan kuat.
Bahan iritan lemah akan menimbulkan kelainan kulit setelah berulang kali kontak,
dimulai dengan kerusakan stratum korneum oleh karena delipidasi yang
menyebabkan desikasi dan kehilangan fungsi sawarnya, sehingga mempermudah
kerusakan sel dibawahnya oleh iritan.2,3
V. Gejala Klinik 4,5
Gejala klinik yang terjadi sangat beragam, bergantung pada sifat iritan. Iritan
kuat memberi gejala akut, sedang iritan lemah memberi gejala kronis meskipun
faktor individu dan lingkungan sangat berpengaruh.
Kelainan kulit bergantung pada stadium penyakit, pada stadium akut kelainan
kulit berupa eritema, edema, vesikel, atau bula, erosi dan eksudasi, sehingga
tampak basah. Stadium sub akut, eritema berkurang, eksudat mengering menjadi
krusta, sedang pada stadium kronis tampak lesi kronis, skuama, hiperpigmentasi,
likenifikasi, papul, mungkin juga terdapat erosi atau ekskoriasi karena garukan. 4
Stadium tersebut tidak selalu berurutan, bisa saja sejak awal suatu dermatitis
memberi gambaran klinis berupa kelainan kulit stadium kronis demikian pula
efloresensinya tidak selalu harus polimorfik,mungkin hanya oligomorfik.4
Pada paederus dermatitis, lesi biasanya terjadi pada bagian tubuh yang tidak
tertutupi, misalnya tangan, kaki juga leher dan wajah, khususnya area periorbital,
11
Karina
Minor
Onset dimulai 2 minggu setelah
paparan
12
Didominasi
oleh
Karina
makula
Pada
perubahan
morfologi
menunjukkantingkat konsentrasi
sedangkan
kulit
waktu
kontak
Pemeriksaan Fisik
Menurut Rietschel dan Flowler, kriteria dignosis primer untuk DKI sebagai
berikut :6
- Makula eritema, hiperkeratosis, atau fisura predominan setelah terbentuk
-
vesikel
Tampakan kulit berlapis, kering, atau melepuh
Bentuk sirkumskripta tajam pada kulit
Rasa tebal di kulit yang terkena pajanan
13
Karina
Perbedaan
DKI
DKA
Keluhan
Nyeri, gatal
Lesi
Bahan
tergantung
konsentrasi bahan,
hanya pada orang
yang mengalami
Reaksi yang
muncul
hipersensitivitas
Proses reaksi
hipersensitivitas tipe
4
2. Dermatitis Atopi
Merupakan keadaan radang kulit kronis dan residif, disertai dengan gatal yang
umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak. Sering berhubungan
dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi pada keluarga
penderita.6 Oleh karena itu, pemeriksaan IgE pada penderita dengan suspek
DKI dapat dilakukan untuk mengurangi kemungkinan diagnosis dermatitis
atopi.6
IX. Terapi8,9
Penatalaksanaan dari dermatitis kontak iritan dapat dilakukan dengan
memproteksi atau menghindarkan kulit dari bahan iritan. Selain itu, prinsip
pengobatan penyakit ini adalah dengan menghindari bahan iritan, melakukan
proteksi (seperti penggunaan sarung tangan), dan melakukan substitusi dalam hal
ini, mengganti bahan-bahan iritan dengan bahan lain.9
Selain itu, beberapa strategi pengobatan yang dapat dilakukan pada
penderita dermatitis kontak iritan adalah sebagai berikut:
14
Karina
juga
digunakan.
Sedangkan
antihistamin
mungkin
dapat
15
Karina
6. Emolien
Pelembab yang digunakan 3-4 kali sehari adalah tatalaksana yang sangat
berguna.
Menggunakan
emolien
ketika
kulit
masih
lembab
dapat
Prognosis8
Prognosisnya baik bila pasien menjauhi pajanan terhadap bahan iritan dan
DAFTAR PUSTAKA
16
Karina
1. Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., editor. Djuanda S., Sularsito SA., penulis.
Dermatitis Kontak. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi Kelima, Jakarta
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009, hal 129-138.
2. Anonim. 2009. Contact Dermatitis. Diunduh dari : URL:
http://nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article /000869..htm pada Selasa, 30
Juni 2014 pukul 16.00 WIB.
3. Hogan DJ. 2011. Contact Dermatitis Irritant. Diunduh dari : URL:
http://emedicine.medscape/ article/1049352-overview.htm pada Selasa, 30
Juni 2014 pukul 17.45 WIB.
4. Wolff K, Lowel AG, Stephen IK, Barbara AG, Amy SP, David JL, editor.
Fitzpatricks Dermatology in general medicine. 7th ed. New York: McGraw
Hill; 2008.p.396-401.
5. Wolff C, Richard AJ, and Dick S, editor. Fitzpatricks Color Atlas & Synopsis
Of Clinical Dermatology. 5th ed. New York: McGraw Hill; 2005.
6. Grand SS. 2008. Allergic Contact Dermatitis Versus Irritant Contact
Dermatitis. Diunduh dari : URL: http://wsiat.on.ca/english/mlo/allergic.htm
pada Selasa, 30 Juni 2014 pukul 17.00 WIB.
7. Ngan Vanessa. 2010. Irritant Contact Dermatitis. Diunduh dari : URL:
http://darmnetnz.org/dermatitis/contact-irritant.htm pada Selasa, 30 Juni 2014
pukul 18.00 WIB.
8. Bourke J, Coulson I, and English J. Guidelines For The Management Of
Contact Dermatitis: An Update. London: British Journal of Dermatology;
2008.p.946-54.
9. Gould Dinah.2003. Occupational Irritant Dermatitis in Healthcare Workers
Meeting the Challenge of Prevention. Diunduh dari : URL:http://sslinternational.com pada Selasa, 30 Juni 2014 pukul 16.00 WIB.
17