Anda di halaman 1dari 22

BAB II

TINJAUAN GEOLOGI

2.1

Geologi Regional Cekungan Jawa Timur Utara


Daerah penelitian terletak pada Cekungan Jawa Timur Utara seperti yang

ditunjukkan pada Gambar 2.1. Cekungan Jawa Timur Utara merupakan salah satu
cekungan belakang busur yang terbukti menghasilkan hidrokarbon. Cekungan ini
merupakan salah satu cekungan tersier di Indonesia yang terletak dibagian utara Jawa
Timur dan terbentang dari arah barat-timur kurang lebih sepanjang 250km, meliputi
kota Semarang sampai dengan Surabaya dengan lebar 60-70km. Berlokasi pada batas
aktif tenggara Sundaland, tenggara Asia, Cekungan Jawa Timur Utara tercatat
sebagai cerita geodinamik aktif (Satyana, 2003). Cekungan berkembang dari
cekungan samudra di depan zona subduksi Kapur hingga ke belakang busur
cekungan, belakang busur vulkanik sampai ke selatan. Cekungan ini berakhir di
sebelah barat Busur Karimunjawa, melewati daerah timur hingga area laut dalam
Cekungan Lombok, dan dangkalan bagian utara hingga tinggian Paternoster. Tiga
konfigurasi struktur utama dapat ditetapkan dari utara ke selatan : Northern Platform,
Central Deep, dan Southern Uplift (Gambar 2.1), sepanjang sayap utara dari busur
vulkanik Jawa saat ini (Satyana, 2003). Daerah telitian ini merupakan cekungan
belakang busur Tersier yang terletak di sepanjang sayap selatan dari Cekungan Jawa
Timur Utara diantara Central High dan Southern Basin.

Gambar 2.1 Habitat minyak dan gas bumi Cekungan Jawa Timur Utara
(Satyana, 2003).
Sepanjang sejarah Tersier, sebagian dari daerah telitian memanjang dengan
arah sumbu timur-barat dari pusat pengendapan (depocenter). Selama waktu Tersier
Awal, area ini berada dalam tektonik ekstensional yang ditandai oleh berkembangnya
rift basin. Dua arah orientasi struktur utama dapat dikenali di Jawa Timur yaitu trend
struktur timur-barat yang dikenal RMKS (Rembang Madura Kangean Sakala)
structural gain, dan trend struktur timurlaut-baratdaya yang dikenal sebagai pola
Meratus. Arah struktur RMKS dan Meratus telah diketahui sebagai pemicu
terbentuknya cekungan sedimen Paleogen. Dua structural gain ini telah mengalami
beberapa periode deformasi, dengan tektonisme kompleks Tersier Akhir (PlioPlestosen) yang menumpangtindihkan sebagian besar gaya tektonik awal
sebelumnya. Perkembangan struktur terakhir mencerminkan interaksi yang kompleks

dicirikan oleh sesar naik kompresional dan inversi dari struktur extensional tua serta
rezim strike-slip.
Sedimentasi pada cekungan ini mulai dari umur Tersier hingga sekarang
terdiri dari 15.000 kaki lebih dari pengukuran pada umur Eosen sampai sekarang dan
terendapkan secara tidak selaras di atas batuan dasar. Batuan Miosen dan Oligosen
tersingkap di Pegunungan Selatan yang terletak di selatan busur vulkanik. Hingga ke
utara busur, dua komponen utama yang berbeda teramati: Zona Kendeng dan Tuban
Ridge (North Rembang Zone) dimana terdapat singkapan batuan berumur Miosen
hingga Plestosen.
2.2

Fisiografi Regional
Cekungan Jawa Timur bagian utara secara fisiografi terletak di antara pantai

Laut Jawa dan sederetan gunung api yang berarah barat-timur pada bagian
selatannya. Cekungan ini terdiri dari dua buah pegunungan yang berjalan sejajar
dengan arah barat-timur dan dipisahkan oleh suatu depresi diantaranya.
Cekungan Jawa Timur merupakan cekungan back-arc pada ujung tenggara
Paparan Sunda yang dibatasi oleh Busur Karimunjawa dan Paparan Sunda di bagian
barat, ke utara oleh Tinggian Meratus, ke arah timur oleh Tinggian MasalemboDoang dan ke selatan oleh jalur volkanik Jawa (Sribudiyani dkk., 2003).
Cekungan Jawa Timur bagian utara (Gambar 2.2) dapat dibagi menjadi 3
satuan fisiografi (van Bemmelen, 1949) yang dapat dikaitkan dengan tektonik
daerahnya. Adapun pembagian satuan fisiografi ini berturut-turut dari selatan ke
utara yakni sebagai berikut:

Zona Kendeng
Zona Kendeng terletak di utara gunung api yang terdiri dari endapan berumur
Kenozoikum Muda yang pada umumnya terlipat kuat disertai dengan sesarsesar sungkup dengan kemiringan ke arah Selatan. Panjang jalur Kendeng
adalah 250 km dan lebar maksimumnya adalah 40 km. Pegunungan Kendeng
yang merupakan bagian dari zona ini terdiri dari daerah-daerah yang berbukit
dan terjal. Penggambaran topografi daerah ini banyak dipengaruhi oleh
struktur-struktur geologi.

Depresi Randublatung
Depresi Randublatung berada di antara Zona Kendeng dan Zona Rembang.
Depresi Randublatung pada umumnya merupakan satuan dataran rendah yang
berarah barat timur dengan permukaan dasarnya merupakan akibat erosi di
antara daerah Cepu dan Bojonegoro. Dalam depresi tersebut terdapat
beberapa antiklin pendek dan kubah-kubah seperti Pegat, Ngimbang, Grigis
dan Dander. Sepanjang dataran depresi ini mengalir Sungai Bengawan Solo
yang sejajar dengan arah utara selatan yang sumber airnya didapatkan dari
pegunungan Kendeng atau pegunungan Rembang. Depresi ini sebagian besar
ditempati oleh sedimen klastik halus dari Formasi Lidah yang berumur
Kuarter dan pada inti-inti antiklinnya kadang ditemukan napal dari Formasi
Mundu.

Gambar 2. 2 Pembagian Cekungan Jawa Timur bagian utara berdasarkan fisiografi


dan struktur (van Bemmelen, 1949).

Zona Rembang
Zona Rembang membentang sejajar dengan Zonar Kendeng dan dipisahkan
oleh Depresi Randublatung. Pada zona ini terdapat suatu dataran tinggi yang
merupakan antiklinorium barat timur sebagai hasil dari gejala tektonik
Tersier Akhir yang dapat ditelusuri hingga P. Madura dan Kangean. Zona
Rembang dapat dibagi menjadi Antiklinorium Rembang Utara dan
Antiklinorium Cepu di bagian Selatan. Kedua antiklinorium tersebut
dipisahkan oleh depresi Blora Kendeng. Batas antara Zona Rembang dan
Zona Randublatung kurang jelas dan tidak teratur kecuali di timur yang
dibatasi oleh patahan Kujung dan depresi Kening Blora.

2.3

Struktur Regional
Proses yang kompleks dalam menghasilkan cekungan formasi di Indonesia

memperlihatkan asalmulanya pada sebuah interaksi pergerakan antara lempeng India,


Eurasia, Australia, dan Pasifik (Hall, 2002). Dalam kerangka pergerakan lempeng

utama, sejumlah besar lempengan mikro yang rigid bisa disatukan, batas-batas yang
mempengaruhi cekungan formasi dan deformasi. Demikian cekungan-cekungan
seharusnya tidak dipertimbangkan karena ada dalam sebuah bagian yang kuat secara
tektonik, tetapi mereka berkembang dan secara kompleks berubah merespon pada
kecepatan dan arah pergerakan lempeng dan jenis interaksinya (Hall, 2002).
Identifikasi pada suksesi interaksi lempeng yang berakibat pada kejadian tektonik
mempengaruhi lempeng Mikro Sunda pada umur Kapur Miosen.
a. Kapur Akhir Tersier Awal (70 35 M.A.)
Selama periode ini, sejaman dengan pergerakan timurlaut Lempeng
Australia menghasilkan subduksi di bawah Lempeng Mikro Sunda sepanjang
Sutur Jawa Meratus. Aktivitas Magmatisme Kapur Akhir dapat dilacak
secara menerus dari timurlaut Sumatra ke Jawa hingga tenggara Kalimantan
(Gambar 2.3).

Gambar 2. 3 Kerangka Tektonik Pulau Jawa pada 70 35 M.A. (Sribudiyani


et al., 2003).

Di Jawa Barat Formasi Jatibarang menggambarkan seri endapan


vulkanik dalam orientasi utara selatan graben depresi berasosiasi dalam
rezim ekstensional dalam busur magmatik terangkat. Bentukan cekungan
depan busur berkembang di bagian selatan dari Jawa Barat dan Pegunungan
Serayu Selatan di Jawa Tengah. Formasi Ciletuh dan Karangsambung di
Kompleks Lok Ulo mewakili endapan sedimen di dalam cekungan depan
busur yang tak stabil. Pengisi cekungan yang terdiri dari mudstone padat
terlipat dengan sisipan batupasir, batupasir konglomeratan dan batugamping,
endapan turbidit dan mass-flow juga hadir disana (Martodjojo, 1998).
Pada Kapur Akhir Eosen Awal, sebuah pecahan lempeng kontinental
mungkin lepas dari Benua Gondwana di selatan, bergerak ke arah timurlaut
mendekati zona subduksi. Hadirnya allochthonous micro continent pada area
tenggara Asia telah diamati dan dilaporkan oleh banyak peneliti (AudleyCharles, et al., 1988; Bergman, et al., 1996; Metcalfe, 1994; dan Parkinson, et
al., 1998). Perpecahan dari mikro kontinen dengan eastern margin dari
Lempeng Mikro Sunda disebabkan karena aktivitas magmatik kala Eosen
berhenti dan mengangkat zona subduksi, membentuk kompleks Meratus.
Rifting menjauh dari batas lempeng dan meregang berasosiasi dengan
pergerakan sepanjang hadirnya regional sesar di dalam pecahan kontinen.
Butiran dari kontinental batuan dasar dipengaruhi oleh pola cekungannya.
Lempengan global berkumpul di region tenggara Asia terjadi pada Miosen
Tengah hingga Akhir, terdiri atas kolisi dari India dengan Asia dan perubahan
kecepatan dari pergerakan Lempeng Pasifik (Tapponnier, et al., 1986). Kolisi

10

dari India dan Asia mengakibatkan perkembangan Cekungan Thailand,


Malaysia, dan Natuna Barat. Sistem cekungan Sumatra dan Jawa juga
dibentuk selama periode ini.
b. Oligosen Miosen Awal (35 20 M.A.)
Secara umum diterima bahwa dari Oligosen Awal secara luas
penurunan drastis dari pergerakan lempeng terjadi, (Hall, 2002). Bagian utara
Lempeng Australia melambat dari 18 cm/tahun menjadi hanya 3 cm/tahun.
Secara langsung konsekuensi dari penurunan pergerakan lempeng ini akan
membuat sudut subduksi meningkat. Itu diusulkan bahwa selama periode ini,
karena pergerakan lempeng terangkat secara umum berpengaruh di dalam
seluruh region tenggara dari Sundaland (Gambar 2.4).

Gambar 2. 4 Kerangka Tektonik Pulau Jawa pada 35 20 M.A. (Sribudiyani


et al., 2003).
Selama periode ini Laut China selatan menjadi sebuah pusat
pemekaran bawah laut aktif. Dibagian utara pertemuan dari lempeng India

11

membuat regime tektonik kompresional di region Sumatra dan Jawa (depan


busur) mengakibatkan inversi cekungan. Rasio pertemuan dari lempeng India
dengan Microplate Sunda stabil pada 5 hingga 6 cm/tahun (Hall, 2002).
Kebalikannya, cekungan belakang busur menjadi dominan bergerak strikeslip utara selatan sepanjang sesar utara-selatan yang ada.
c. Miosen Tengah Miosen Akhir (20 5 M.A.)
Perubahan ke arah selatan dari batas lempeng India Australia
berakhir, diikuti oleh aktivitas magma yang berlanjut menempati hampir
seluruh pulau Jawa. Di bagian utara, berkembang cekungan belakang busur,
dibagi menjadi beberapa sub cekungan, yang dipisahkan oleh tinggian batuan
dasar, dikontrol oleh sesar blok batuan dasar tinggal di utara selatan,
mengingat di baratdaya dan Jawa Tengah sistem sesar timurlaut-baratdaya
dan baratlaut-tenggara signifikan terlihat lebih jelas (Gambar 2.5).

Gambar 2. 5 Kerangka Tektonik Pulau Jawa pada 20 5 M.A. (Sribudiyani


et al., 2003).

12

Diperkirakan pecahan basemen secara kuat mengontrol konfigurasi


cekungan batuan dasar, dan konsekuensinya juga sedimentasi Miosen.
Reaktifasi sepanjang sesar itu menghasilkan mekanisme transtensi dan
transpresi berasosiasi dengan sedimentasi turbidit di bagian yang surut. Di
seluruh bagian timur Jawa Timur, bagaimanapun, dominasi batuan dasar dari
timur barat, karena terutama dapat diamati baik mengontrol Lembah
Kendeng dan Madura. Batuan di barat-timur membentuk bagian dari
pembebanan pecahan kontinen sebelumnya tertranspor dari selatan dan
bertabrakan dengan Sundaland sepanjang Sutur Meratus (struktur timurlautbaratdaya). Pada periode ini, tektonik kompresi karena subduksi bagian utara
telah berubah dari sesar batuan dasar barat-timur ke pergerakan strike-slip
(Manur and Barraclough, 1994). Banyak model telah disetujui untuk
menjelaskan kompleks geologi dari cekungan Jawa Timur, bagaimanapun,
mereka adalah model geologi regional dan tidak aktual fakta geologi
lapangan seperti umur stratigrafi dan struktur lokal. Model ideal ditujukan
untuk menjawab beberapa dari ketidakpastian fakta-fakta geologi yang
teramati di lapangan Jawa Timur. Model dikembangkan berdasarkan geologi
aktual data dari subsurface dan surface mapping. Bagaimanapun, model ini
tidak hanya menjawab kompleks Cekungan Jawa Timur.
Pertama kebanyakan batuan dasar di Jawa Timur mengandung bagian
onsore terbuat dari kontinental, yang bernama Micro-continent Jawa Timur.
Kedua, distribusi dari Formasi Ngimbang dikontrol oleh depresi timurlautbaratdaya dan barat-timur.

13

2.4

Stratigrafi Regional
Klasifikasi stratigrafi cekungan Jawa Timur Utara oleh Sharaf, et al. (2006),

dari tua ke muda (Gambar 2.6) :


a) Formasi Kujung
Formasi ini pada bagian bawah terdiri dari karbonat reef (Darman dan
Sidi, 2000, vide Sharaf, et al., 2005). Pada bagian tengah terdiri dari
perselingan serpih dan foram plankton dengan litologi chalky. Sedangkan
pada bagian atas perselingan antara fasies chalky dan grainstone dengan
struktur scoure dan load cast pada permukaannya. Umur formasi ini
didapatkan pada Akhir-Awal Oligosen hingga Awal Miosen.
b) Formasi Tuban
Formasi ini tersebar luas sepanjang Cekungan Jawa Timur, dengan
umur Burdigalian hingga Langhian (Ardhana et al., 1993, vide Sharaf, et al.,
2006). Litologi penyusun formasi ini sangat bervariasi, namun ditentukan
menjadi tiga litologi penyusun utama, yakni batupasir, batugamping dan
serpih. Batupasir dan batugamping Formasi Tuban tersingkap baik di sebelah
barat daerah Rembang sementara serpih Formasi Tuban tebal dan melimpah
di bagian timur daerah Rembang. Batupasir Tuban merupakan endapan
subtidal hingga intertidal, perselingan batupasir struktur bioturbasi,
batulanau, dan lapisan serpih dengan fosil foraminifera besar, lapisan tipis
koral dan pecahan moluska, secara khas pada bagian atas formasi.
Batugamping Tuban tersingkap baik dengan arah barat-timur. Dengan litologi
kandungan fosil yang kaya dan dicirikan oleh lapisan koral masif. Sementara
14

serpih Formasi Tuban merupakan endapan masif, tak berstruktur kaya serpih
hijau dan foraminifera plankton. Formasi Tuban diinterpretasikan sebagai
campuran karbonat silisiklastik paparan dengan progradasi delta yang
berasosiasi dengan karbonat paparan dan build-up.
c) Formasi Ngrayong
Formasi ini tersingkap baik sepanjang antiklin Lodan dan sungai
Prantakan. Umur Unit stratigrafi Ngrayong adalah Miosen Tengah (Ardhana
et al. 1993; Lunt et al. 2000, vide Sharaf, et al., 2006). Lapisan Ngrayong
yang tersingkap jarang mengandung fosil, mengandung dibagian bawah pasir
lempungan dan serpih yang bergradasi ke atas hingga perselingan pasir
sedang halus disisipi oleh mudstone dan lapisan batubara. Pada atas formasi
mengandung

batupasir

kasar

dan

bervariasi.

Formasi

Ngrayong

diinterpretasikan sebagai progradasi delta tidal.


d) Member Bulu dari Formasi Wonocolo
Formasi Wonocolo pada area ini mengandung basal karbonat yang
ditumpangi oleh endapan tebal serpih dan marl dengan batupasir tipis
dibeberapa interval. Member Bulu membentuk sebuah karbonat yang masif
dan resisten dengan ketebalan 10 20 meter. Dua buah litologi yang teramati
yakni karbonat berlapis bagus yang kaya akan foraminifera besar bentos dan
planar koral, dan karbonat pasiran mengandung fosil-fosil. Member Bulu
membaji di atas Formasi Ngrayong. Berdasarkan pengukuran umur, Member
Bulu berumur Late Serravallian hingga Early Tortonain yang diambil dari

15

fosil Cycloclypeus annulatus (Ardhana et al. 1993; Lunt et al. 2000, vide
Sharaf, et al., 2005).

Gambar 2. 6 Stratigrafi Regional Cekungan Jawa Timur Utara (Sharaf et al., 2005).
2.5

Petroleum System Cekungan Jawa Timur Utara


Secara struktur dan stratigrafi Cekungan Jawa Timur Utara merupakan

cekungan back arc Indonesia terkompleks yang juga merupakan most wanted area
untuk petroleum di Indonesia (Satyana 2008). Batuan tertua yang tersingkap di

16

bagian ini berumur Miosen Akhir yang kebanyakan mengandung minyak. Migas
biasanya banyak ditemukan di basin-basin Tersier yang terbentuk sekitar 50 juta
tahun yang lalu. Migas merupakan senyawa hidrogen (H) dan karbon (C) dengan
variasi yang sangat beragam dan biasanya disebut Hidrokarbon yang mempunyai
karakteristik untuk cenderung naik ke permukaan dari batuan induknya ( 30 km)
dibawah permukaan ke batuan reservoar melalui struktur-struktur yang biasanya
terbentuk akibat aktivitas tektonik di daerah tersebut. Jadi migas terbentuk,
bermigrasi dan terperangkap dalam batuan penyusun terpenting dari kerak bumi
(Moehadi, 2010). Petroleum system merupakan kajian atau studi yang akan
mendeskripsikan hubungan secara genetis antara sebuah batuan induk yang aktif,
komponenkomponen

geologi,

proses-proses

yang

dibutuhkan

dari

tahap

pembentukan hingga terakumulasinya hidrokarbon. Petroleum system ini terdiri dari


5 unsur penting yaitu:
1. Adanya batuan induk yang matang (kitchen area), yaitu suatu batuan yang
mempunyai harga Temperatur Time Index (TTI) 15-500.
2. Adanya batuan cadangan (reservoar), yaitu batuan yang mempunyai
porositas dan permeabilitas yang baik yang memungkinkan menjadi tempat
penampungan hidrokarbon (minyak, kondensat dan gas).
3. Adanya batuan penutup, yaitu batuan kedap fluida (impermeable) dan
terletak diatas batuan reservoir yang akan berfungsi sebagai penutup yang
menghalangi keluarnya fluida dari batuan reservoir tersebut.
4. Adanya mekanisme migrasi sebagai jalan bagi hidrokarbon (minyak dan
gas) dari batuan induk kebatuan waduk.

17

5. Adanya pemerangkapan, yaitu suatu bentuk geometri atau bentuk tinggian


dari batuan waduk yang memungkinkan hidrokarbon terakumulasi dan
terperangkap di geometri tersebut.
Kelima faktor dari sebuah petroleum system ini biasanya ditampilkan dalam
sebuah chart (Gambar 2.7) yang memperlihatkan hubungan antara umur geologi dan
kelima elemen dalam petroleum system. Petroleum system ini akan sangat
berpengaruh dalam melakukan analisa keberadaan akumulasi hidrokarbon, dari hasil
pemboran eksplorasi, telah terbukti bahwa keberhasilan terjadi ketika kelima faktor
tersebut diatas terpenuhi sedangkan kegagalan disebabkan oleh tidak terpenuhinya
salah satu atau lebih faktor-faktor tersebut diatas. Berikut ini pembahasan mengenai
kelima aspek penting dalam petroleum system di Cekungan Jawa Timur Utara.

Gambar 2.7 Petroleum System Chart Cekungan Jawa Timur Utara


(Moehadi, 2010).
18

2.5.1

Batuan Induk (Source Rock)


Batuan induk (source rock) adalah batuan yang mempunyai banyak

kandungan material (TOC 0.1 % - 4.0 %) yang terakumulasi, terawetkan, dan


termatangkan secara termal. Batuan induk ini biasanya merupakan batuan yang
mempunyai sifat mampu mengawetkan kandungan material seperti batu lempung
atau batuan yang memang mengandung banyak material organik seperti batu
gamping. Disamping kaya akan material organik, syarat untuk dapat menjadi batuan
induk yang baik adalah mengalami proses pematangan secara termal, proses
pematangan inipun juga berbeda-beda tiap jenis kerogen.
Dari hasil pengujian beberapa sample minyak, nilai TOC batuan induk di
Cekungan Jawa Timur Utara menunjukan fair to good (~1- 2.3 %), Kerogen tipe II
dan III, kedalaman kematangan dimulai dari 1500-2600 m. dan diasumsikan
hidrokarbon dihasilkan sejak Miosen Tengah (10 Ma). Analisa contoh minyak di
Ngasinan, Trembul, Ngrayong, dan Kawengan menunjukan batuan induk diendapkan
di lingkungan fluvio-deltaic dimana terjadi pengendapan yang cepat yang merupakan
salah satu cara untuk mencegah rusaknya material dan biasanyapengendapan yang
cepat ini dicirikan dengan perlapisan batuan endapan yang tebal. Batuan induk
(source rock) untuk minyak dari lapangan Kawengan adalah Formasi NgimbangEosen dan untuk kasus pada lapangan Kawengan kitchen area untuk minyak ini
diasumsikan pada daerah Kening Through (Doust, 2007).
Hasil studi JOB Pertamina-santa Fe Tuban (1999) yang kemudian diadopsi
oleh Pertamina Trend Team Jatim (1999), berdasarkan data sumur pemboran
menyebutkan bahwa Formasi Ngimbang ini berkembang cukup tebal di rendahan.

19

Kening Through dan Ngimbang Basin. Di atas tinggian Cepu, Formasi Ngimbang
berkembang tipis bahkan cenderung tidak berkembang. Begitu juga hasil studi yang
dilakukan oleh Joint study Pertamina-Anadarko (2000). Kajian dengan menggunakan
data sumur dan data seismic juga menyatakan hal yang sama (Yudantoro, 2005).
2.5.2

Jalur Migrasi (Migration Pathway)


Migrasi merupakan proses perpindahan hidrokarbon yang telah terbentuk dari

batuan induk ke tempat dimana hidrokarbon dapat terakumulasi dan memiliki nilai
ekonomis untuk dieksplorasi. Proses migrasi ini biasanya terjadi melalui batuan
porous atau bidang sesar yang arahnya cenderung menuju ke atas (permukaan) atau
tempat yang bertekanan yang lebih rendah.
Migrasi secara umum dibagi menjadi dua yaitu migrasi primer dan migrasi
sekunder. Migrasi primer adalah pergerakan hidrokarbon keluar dari batu induknya
menuju batuan reservoar yang arahnya bisa ke atas, kesamping atau bahkan kebawah
tergantung posisi reservoar yang terdekat, sedangkan migrasi sekunder adalah
pergerakan hidrokarbon dari satu reservoar ke reservoar lainnya, migrasi sekunder ini
akan selalu mengarah ke atas secara vertikal melalui patahan ataupun up-dip dan
kesamping (Moehadi, 2010).
Dalam penelitian ini diasumsikan bahwa selain menuju ke permukaan arah
migrasi akan tegak lurus dengan arah struktur cekungan yang arahnya dominan timur
barat, maka kemungkinan arah migrasi hidrokarbon di Cekungan Jawa Timur Utara
ini akan cenderung menuju ke permukaan atau cenderung ke arah utara selatan.

20

Proses migrasi ini hanya akan berhenti ketika hidrokarbon tersebut


terperangkap dalam suatu jebakan atau trap sehingga terakumulasi dan tidak bisa
mengalami pergerakan lagi.
Berdasarkan salah satu hasil review G&G yang dilakukan oleh DOH-JBT
PERTAMINA disebutkan bahwa setidaknya terdapat tiga model migrasi yang dibuat
untuk melakukan pendekatan dalam menganalisa proses migrasi hidrokarbon di
daerah penelitian.
Migrasi Model-1 adalah migrasi primer terjadi pada interval waktu Miosen Tengah
Miosen Atas, dimana hidrokarbon dari Formasi Ngimbang bermigrasi melalui
carrier-bed (vertikal-lateral), masuk ke perangkap reservoar sembulan karbonat
Formasi Kujung-Tuban yang tumbuh langsung diatas Basement. Migrasi model ini
berlangsung pada pemerangkapan hidrokarbon di struktur Mudi, Sukowati, Banyu
Urip, Cendana, Jambaran dll.
Migrasi Model-2 adalah migrasi primer yang terjadi pada interval waktu Pliosen
Recent, dimana hidrokarbon yang ter-generate dari Formasi Ngimbang masuk
langsung ke struktur perangkap akibat tektonik Plio-Pleistocene (NgrayongWonocolo-Ledok) melalui media jalur patahan. Migrasi ini berlangsung di
pemerangkapan hidrokarbon pada lapangan Gabus, Tungkul, Trembul, Metes,
Banyuasin, Semanggi, Ledok, Nglobo, dan Banyubang.
Model Migrasi-3 adalah migrasi sekunder yang terjadi setelah tektonik PlioPleistosen, dimana hidrokarbon yang sudah terperangkap pada lapisan reservoir
sembulan karbonat Kujung-Tuban, akibat pengaruh aktifitas tektonik dan perubahan
konfigurasi kemiringan lapisan batuan akhirnya bermigrasi lagi masuk ke perangkap

21

batupasir Ngrayong, Wonocolo, Ledok dan Lidah. Model migrasi ini diduga terjadi
dalam proses pengisian Lapangan Kawengan, dimana lapisan batuan Formasi
Ngrayong miring down-dip ke arah selatan dan timur, dan mengalami kontak
langsung dengan puncak sembulan karbonat Mudi, Sukowati, Banyuurip. Minyak
yang sudah terperangkap dalam ke tiga struktur tersebut diduga bermigrasi lagi
mengisi struktur Lapangan Kawengan. Hal inilah yang membedakan jumlah
akumulasi minyak di struktur Kawengan jauh lebih banyak dibandingkan dengan
lapangan-lapangan obyektif Ngrayong lainnya.
2.5.3

Batuan Reservoar
Reservoar adalah suatu jenis batuan atau lapisan yang karena porositas dan

permeabilitasnya yang baik sehingga mampu untuk menjadi tempat akumulasi


hidrokarbon. Suatu reservoar dikatakan baik ketika batuan tersebut mempunyai
porositas (10 30 %) dan permeabilitas (5 500 milidarcy) yang baik karena
nantinya rongga-rongga atau pori-pori yang saling berhubungan ini akan sangat
mempengaruhi besar kecilnya daya tampung dari suatu batuan reservoar.
Secara teoritis semua batuan baik batuan beku maupun batuan metamorf
dapat bertindak sebagai batuan reservoir namun pada kenyataannya 99% batuan
reservoir adalah batuan sedimen (Gambar 2.8). Dan pada umumnya sekarang ini
hanya dikenal dua macam batuan yang dapat bertindak sebagai batuan reservoar
yang baik, yaitu batupasir dan batugamping.

22

Gambar 2.8 Statistik batuan reservoir.


Dari hasil evaluasi beberapa Lapangan minyak di Cekungan Jawa Timur
Utara dikatakan bahwa formasi-formasi yang berpotensi sebagai batuan reservoir di
Cekungan Jawa Timur Utara ditunjukkan dalam Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Batuan reservoar di Cekungan Jawa Timur.

Namun sekarang ini batuan yang berfungsi sebagai reservoar hidrokarbon yang
utama di daerah Rembang Cekungan Jawa Timur Utara adalah batu pasir Ngrayong
yang berumur Miosen Tengah.

23

2.5.4

Perangkap (Trap)
Trap atau Perangkap merupakan sebuah konfigurasi dari struktur atau

perlapisan, dimana batuan reservoar atau batuan permeabel berada disekelilingnya


dan dilingkupi oleh batuan penutup yaitu batuan yang sifatnya impermeable.
Sehingga dari jebakan ini tercipta suatu kondisi yang mampu menahan minyak dan
gas bumi agar dapat berkumpul atau terakumulasi didalamnya. Secara umum
perangkap atau jebakan hidrokarbon dibagi menjadi 2 yaitu perangkap struktur
(structural trap) dan perangkap stratigrafi (stratigraphic trap).
Prangkap struktur merupakan target eksplorasi yang paling sering dicari, hal
ini dikarenakan jenis perangkap ini mudah dideteksi dan sampai saat ini sudah
menyediakan lebih dari 3/4 cadangan minyak bumi di dunia. Pada umumnya
perangkap struktur ini merupakan sebuah antiklin yang pembentukannya akan sangat
berkaitan erat dengan aktifitas tektonik didaerah tersebut.
Perangkap stratigrafi merupakan jebakan yang terbentuk dan berhubungan
dengan perubahan tipe batuan baik secara lateral maupun vertikal dan
ketidakselarasan. Jebakan ini hanya menyediakan sekitar 13% dari cadangan minyak
dunia.
Sebagian besar jebakan yang berkembang di Cekungan Jawa Timur adalah
perangkap struktur dan stratigrafi yang terbentuk pada kala Miosen, yaitu carbonate
build-up pada masa Oligosen akhir-Miosen Awal dan struktur uplift yang terjadi pada
masa Miosen Awal-Miosen Akhir.

24

2.5.5

Batuan Penyumbat (Seal Rock)


Berikutnya suatu 33reservoar tidak akan berarti tanpa kehadiran batuan

penutup yang sifatnya impermeabel dan biasanya berbutir sangat halus dimana
butiran satu sama lain sangat rapat sehingga hidrokarbon yang sudah sampai di
batuan reservoar itu terperangkap dan terakumulasi ditempat itu saja. Secara umum
batuan yang biasanya dapat berperan sebagai batuan penutup (seal rock) adalah
shale, evaporite (salt), dan batuan karbonat (limestone & dolomite) (Gambar 2.9).
Batuan yang berfungsi sebagai seal atau batuan penyumbat di Cekungan Jawa
Timur Utara adalah batulempung Wonocolo yang berumur Miosen Akhir dan pada
Lapangan Kawengan dengan Formasi Kujung sebagai Reservoir batuan penutup
(seal) adalah lapisan batulempung yang tebal dari Formasi Tuban.

Gambar 2.9 Statistik batuan seal.

25

Anda mungkin juga menyukai