PENDAHULUAN
Subarachnoid block telah digunakan secara luas dan aman selama kurang
lebih 100 tahun, terutama untuk operasi-operasi pada daerah abdomen bawah,
perineum dan ekstremitas bawah. Anestesi regional secara intratekal ini
merupakan suatu alternatif yang dapat diberikan untuk analgesia selama tindakan
operasi dan untuk memberikan analgesia pada periode dini pasca operasi1.
Anestesi regional dibandingkan dengan anestesi umum mempunyai
banyak keuntungan, diantaranya relatif lebih murah, pengaruh sistemik yang
kecil, menghasilkan analgesi yang adekuat dan mampu mencegah respon stres
secara lebih sempurna. Saat ini anestesi regional semakin berkembang dan meluas
pemakaiannya2.
Subarachnoid block bertujuan utama memblok saraf sensoris untuk
menghilangkan sensasi nyeri. Namun subarachnoid block juga memblok saraf
motorik sehingga mengakibatkan paresis/paralisis di miotom yang selevel dengan
dermatom yang diblok. Disamping itu juga memblok saraf otonom dan yang lebih
dominan memblok saraf simpatis sehingga terjadi vasodilatasi dan penurunan
tekanan darah3. Hipotensi adalah efek samping yang paling sering terjadi pada
subarachnoid block, dengan insidensi 38% dengan penyebab utama adalah
blokade saraf simpatis4.
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1 Definisi
Subarachnoid block (subaraknoid) adalah anestesi regional dengan
tindakan penyuntikan obat anestetik lokal ke dalam ruang subaraknoid.
Subarachnoid block/subaraknoid disebut juga sebagai blok spinal intradural atau
tulang belakang penting artinya dalam klinik untuk menentukan tinggi lesi pada
medula spinalis dan juga untuk mencapainya pada pembedahan1,6.
Lapisan yang harus ditembus untuk mencapai ruang sub arakhnoid dari
luar yaitu kulit, subkutis, ligamentum supraspinosum, ligamentum flavum dan
duramater. Arakhnoid terletak antara duramater dan piamater serta mengikuti otak
sampai medula spinalis dan melekat pada duramater. Antara arakhnoid dan
piamater terdapat ruang yang disebut ruang sub arakhnoid6.
Duramater dan arakhnoid berakhir sebagai tabung pada vertebra sakral 2,
sehingga di bawah batas tersebut tidak terdapat cairan serebrospinal. Ruang sub
arakhnoid merupakan sebuah rongga yang terletak sepanjang tulang belakang
berisi cairan otak, jaringan lemak, pembuluh darah dan serabut saraf spinal yang
berasal dari medula spinalis. Pada orang dewasa medula spinalis berakhir pada
sisi vertebra lumbal 2. Dengan fleksi tulang belakang medula spinalis berakhir
pada sisi bawah vertebra lumbal1,6.
Subarachnoid block memblok akar serabut saraf (nervus) pada daerah
subarakhnoid, dimana daerah medula spinalis dimulai dari foramen magnum
sampai lumbal 1 (L1) pada dewasa, lumbal 2 (L2) pada anak-anak dan lumbal 3
pada bayi, sedangkan saccus duralis, ruang subarakhnoid dan ruang subdural
berakhir di sakral 2 (S2) pada dewasa dan sakral 3 (S3) pada anak-anak7 .
2.3 Mekanisme Kerja Subarachnoid Block
Zat anestesi lokal memberikan efek terhadap semua sel tubuh, dimana
tempat kerjanya khususnya pada jaringan saraf. Penggunaan pada daerah
meradang tidak akan memberi hasil yang memuaskan oleh karena meningkatnya
keasaman jaringan yang mengalami peradangan sehingga akan menurunkan
aktifitas dari zat anestesi lokal9. Anestesi lokal mencegah pembentukan dan
konduksi impuls saraf, efeknya pada aksoplasma hanya sedikit saja. Sebagaimana
diketahui, potensial aksi saraf terjadi karena adanya peningkatan sesaat (sekilas)
pada permeabilitas membran terhadap ion Na akibat depolarisasi ringan pada
membran. Proses inilah yang dihambat oleh obat anestesi lokal dengan kanal Na+
yang peka terhadap perubahan voltase muatan listrik (voltase sensitive Na+
channels). Dengan bertambahnya efek anestesi lokal di dalam saraf, maka ambang
rangsang membran akan meningkat secara bertahap, kecepatan peningkatan
potensial aksi menurun, konduksi impuls melambat dan faktor pengaman (safety
factor) konduksi saraf juga berkurang. Faktor-faktor ini akan mengakibatkan
penurunan kemungkinan menjalarnya potensial aksi, dan dengan demikian
mengakibatkan kegagalan konduksi saraf.
Ada kemungkinan zat anestesi lokal meninggikan tegangan permukaan
lapisan lipid yang merupakan membran sel saraf, sehingga terjadi penutupan
saluran (channel) pada membran tersebut sehingga gerakan ion (ionik shift)
melalui membran akan terhambat. Zat anestesi lokal akan menghambat
perpindahan natrium dengan aksi ganda pada membran sel berupa9 :
1. Aksi kerja langsung pada reseptor dalam saluran natrium.
Cara ini akan terjadi sumbatan pada saluran, sehingga natrium tak dapat
keluar masuk membran. Aksi ini merupakan hampir 90% dari efek blok.
Percobaan dari Hille menegaskan bahwa reseptor untuk kerja obat anestesi
lokal terletak di dalam saluran natrium.
2. Ekspansi membran.
Bekerja non spesifik, sebagai kebalikan dari interaksi antara obat dengan
reseptor. Aksi ini analog dengan stabilisasi listrik yang dihasilkan oleh zat
non-polar lemak, misalnya barbiturat, anestesi umum dan benzocaine.
Untuk dapat melakukan aksinya, obat anestesi lokal pertama kali harus
dapat menembus jaringan, dimana bentuk kation adalah bentuk yang diperlukan
untuk melaksanakan kerja obat di membran sel. Jadi bentuk kation yang
bergabung dengan reseptor di membran sel yang mencegah timbulnya potensial
aksi. Agar dapat melakukan aksinya, obat subarachnoid block pertama sekali
harus menembus jaringan sekitarnya8.
Tabel.1. Beberapa jenis obat anestesi lokal yang dipakai pada subarachnoid
block.
Potensi dan lama kerja anestesi lokal berhubungan dengan sifat individual
zat anestesi lokal dan ditentukan oleh kecepatan absorpsi sistemiknya, sehingga
semakin tinggi tingkat daya ikat protein pada reseptor, semakin panjang lama
kerja anestesi lokal tersebut10.
Potensi dan lama kerja dapat ditingkatkan dengan meningkatkan
konsentrasi dan dosis. Potensi yang kuat berhubungan dengan tingginya kelarutan
dalam lemak, karena hal ini akan memungkinkan kelarutan dan memudahkan obat
anestesi lokal mencapai membran sel. Terjadinya vasokontriksi akan menghambat
serta
memperpanjang
efek,
sedangkan
vasodilatasi
akan
meningkatkan
subarachnoid block jika berat jenis obat lebih besar dari berat jenis CSS
(hiperbarik), maka akan terjadi perpindahan obat ke dasar akibat gravitasi. Jika
lebih kecil (hipobarik), obat akan berpindah dari area penyuntikan ke atas. Bila
sama (isobarik), obat akan berada di tingkat yang sama di tempat penyuntikan.
Pada suhu 37C cairan serebrospinal memiliki berat jenis 1,003-1,0088.
Perlengkapan lain berupa kain kasa steril, povidon iodine, alcohol, dan
duk steril juga harus disiapkan. Dikenal 2 macam jarum spinal, yaitu jenis yang
ujungnya runcing seperti ujung bamboo runcing (Quincke-Babcock atau Greene)
dan jenis yang ujungnya seperti ujung pensil (whitacre). Ujung pensil banyak
digunakan karena jarang menyebabkan nyeri kepala pasca penyuntikan spinal8.
2.5 Teknik Subarachnoid block
Posisi duduk atau posisi tidur lateral dekubitus dengan tusukan pada garis
tengah ialah posisi yang paling sering dikerjakan. Biasanya dikerjakan di atas
meja operasi tanpa dipindah lagi dan hanya diperlukan sedikit perubahan posisi
pasien. Perubahan posisi berlebihan dalam 30 menit pertama akan menyebabkan
menyebarnya obat. Adapun langkah-langkah dalam melakukan subarachnoid
block adalah sebagai berikut4 :
1. Setelah dimonitor,tidurkan pasien misalkan dalam posisi lateral dekubitus.
Beri bantal kepala,selain enak untuk pasienjuga supaya tulang belakang
stabil. Buat pasien membungkuk maximal agar processus spinosus mudah
teraba. Posisi lain adalah duduk.
2. Penusukan jarum spinal dapat dilakukan pada L2-L3, L3-L4, L4-L5.
Tusukan pada L1-L2 atau diatasnya berisiko trauma terhadap medulla
spinalis.
3. Sterilkan tempat tusukan dengan betadin atau alkohol.
4. Beri anestesi lokal pada tempat tusukan,misalnya dengan lidokain 1-2% 23ml.
5. Cara tusukan median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar 22G,
23G, 25G dapat langsung digunakan. Sedangkan untuk yang kecil 27G
atau 29G dianjurkan menggunakan penuntun jarum yaitu jarum suntik
biasa semprit 10cc. Tusukkan introduser sedalam kira-kira 2cm agak
sedikit kearah sefal, kemudian masukkan jarum spinal berikut mandrinnya
ke lubang jarum tersebut. Jika menggunakan jarum tajam (QuinckeBabcock) irisan jarum (bevel) harus sejajar dengan serat duramater, yaitu
pada posisi tidur miring bevel mengarah keatas atau kebawah, untuk
menghindari kebocoran likuor yang dapat berakibat timbulnya nyeri
kepala pasca spinal. Setelah resensi menghilang, mandrin jarum spinal
dicabut dan keluar likuor, pasang semprit berisi obat dan obat dapat
dimasukkan pelan-pelan (0,5ml/detik) diselingi aspirasi sedikit, hanya
untuk meyakinkan posisi jarum tetap baik. Kalau yakin ujung jarum spinal
pada posisi yang benar dan likuor tidak keluar, putar arah jarum 90
biasanya likuor keluar.
6. Posisi duduk sering dikerjakan untuk bedah perineal misalnya bedah
hemoroid (wasir) dengan anestetik hiperbarik. Jarak kulit-ligamentum
flavum dewasa 6cm.
mutlak
untuk
subarachnoid
block,
sekarang
mungkin
menentukan
kelainan
apapun
pada
anatomi
sebelum
mencoba
subarachnoid block14.
2.8 Komplikasi
Komplikasi analgesia spinal dibagi menjadi komplikasi dini dan
komplikasi lambat. Komplikasi berupa gangguan pada sirkulasi, respirasi dan
gastrointestinal14.
Komplikasi sirkulasi14:
1. Hipotensi
Tekanan darah yang turun setelah subarachnoid block sering
terjadi. Biasanya terjadinya pada 10 menit pertama setelah suntikan,
sehingga tekanan darah perlu diukur setiap 10 menit pertama setelah
9
10
11
bupivakain selain dari kerjanya yang panjang adalah sifat blockade motorisnya
yang lemah. Toksisitasnya lebih kurang sama dengan tetrakain 16. Bupivakain juga
mempunyai lama kerja yang lebih panjang dari lignokain karena mempunyai
kemampuan yang lebih besar untuk mengikat protein. Untuk menghilangkan nyeri
pada persalinan, dosis sebesar 30 mg akan memberikan rasa bebas nyeri selama 2
jam disertai blokade motoris yang ringan. Analgesik paska bedah dapat
berlangsung selama 4 jam atau lebih, sedangkan pemberian dengan tehnik anestesi
kaudal akan memberikan efek analgesik selama 8 jam atau lebih. Pada dosis 0,25
0,375 % merupakan obat terpilih untuk obstetrik dan analgesik paska bedah.
Konsentrasi yang lebih tinggi (0,5 0,75 %) digunakan untuk pembedahan.
Konsentrasi infiltrasi 0,25 - 0.5 %, blok saraf tepi 0,25 0,5 %, epidural 0,5
0,75 %, spinal 0,5 %. Dosis maksimal pada pemberian tunggal adalah 175 mg.
Dosis rata-ratanya 3 4 mg / kgBB17.
Farmakokinetik bupivakain dalam ruang subarakhnoid.
Obat bupivakain segera setelah penyuntikan subarakhnoid
akan
12
BAB III
KESIMPULAN
1. Subarachnoid block (subaraknoid) adalah anestesi regional dengan
tindakan penyuntikan obat anestetik lokal ke dalam ruang subaraknoid.
2. Subarachnoid block menyebabkan penurunan potensial aksi pada
membran sehingga terjadilah kegagalan konduksi saraf.
3. Subarachnoid block memblok akar serabut saraf (nervus) pada daerah
subarakhnoid, dimana daerah medula spinalis dimulai dari foramen
magnum sampai lumbal 1 (L1) pada dewasa, lumbal 2 (L2) pada anakanak dan lumbal 3 pada bayi, sedangkan sacus duralis, ruang
subarakhnoid dan ruang subdural berakhir di sakral 2 (S2) pada dewasa
dan sakral 3 (S3) pada anak-anak.
4. Indikasi untuk dilakukannya subarachnoid
block
adalah
untuk
13
DAFTAR PUSTAKA
1. Gunawan, S. G. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. FKUI. Jakarta. 2007. Hal
786-787.
2. Bridenbaugh PO, Greene NM, Brull SJ. Spinal (Subarachnoid) Neural
Blockade. In : Cousins MJ, Bridenbaugh PO eds. Neural Blockade in Clinical
Anesthesia and Management of Pain. Third Edition. Philadelphia : LippincottRaven. 1998. Pages 203-209
3. Marwoto.2000. Mula dan lama kerja antara lidokain, lidokain-bupivakain dan
bupivakain pada blok epidural. Dalam: Kumpulan makalah pertemuan ilmiah
berkala X-IDSAI. Bandung; 520-521.
4. Dobson, M. B. Subarachnoid block dalam Buku Penuntun Praktis Anestesi.
EGC. Jakarta. 1994. Hal 101-104.
5. Covino BG, Scott DB, Lambert DH. Handbook of Spinal Anesthesia and
Analgesia. Mediglobe. Fribourg. 1994. Pages 71-104.
6. Latief SA, Surjadi K, Dachlan MR. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edisi 1.
FKUI. Jakarta. 2001. Hal 124-127.
7. Snell R, Liliana S. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi 6.
EGC. Jakarta. 2006.
8. Morgan GE, Mikhail MS. Regional Anesthesia and Pain Management. In
Clinical Anasthesiology. Forth Edition. New York. Pretince Hall International
Inc. 2006. Pages 266-267.
9. Mansjoer, Arif, dkk. Subarachnoid block dalam Buku Kapita Selekta
Kedokteran. Edisi 3. Aesculapius. Jakarta. 2000. Hal 261-264.
10. Katzung BG. Basic and Clinical Pharmacology. Terjemahan Sjabana D,
Isbandiati E, Basori A. Edisi 8. Penerbit Salemba Medika. Jakarta. 2002. Hal
170-171.
14
11. Hodgson PS, Liu SS. 2001. Local Anesthetics. In Textbook Clinical
15