Pendahuluan
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis, sebagian besar akan menyerang organ paru karena penularannya secara inhalasi,
sehingga disebut TB Paru. Tetapi, juga dapat mengenai jaringan tubuh lain yang disebut TB
ekstraparu, seperti pleura, kelenjar getah bening, abdomen, kulit, persendian, dan selaput
otak.
Penyakit TBC dapat menyerang siapa saja dan dimana saja. Setiap tahunnya, penderita TB di
Indonesia bertambah dengan seperempat juta kasus baru TBC dan sekitar 140.000 kematian
terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh TBC. Bahkan Indonesia adalah negara ketiga terbesar
dengan masalh TBC di dunia. Menurut laporan Penanggulangan TBC Global yang
dikeluarkan oleh WHO pada tahun 2004, angka insidensi TBC pada tahun 2002 mencapai
555.000 kasus dan 46% diantaranya diperkirakan merupakan kasus baru.
Terapi untuk tuberkulosis sendiri sudah ditemukan dan digunakan dengan cara
kombinasi untuk menghindari resistensi terhadap obat. Karena merupakan penyakit yang
kronik maka pengobatan dilakukan dalam jangka lama dan bersifat rutin. Beberapa pasien
yang lalai dalam menjalani pengobatan tuberkulosis karena beberapa faktor dapat putus obat
dalam masa pengobatan. Putus berobat dalam menjalani pengobatan tuberkulosis adalah satu
dari penyebab terjadinya kegagalan pengobatan disamping karena pengobatan tidak teratur,
pemberian regimen pengobatan yang tidak sesuai dan adanya resistensi obat.
Anamnesis
Anamnesis merupakan suatu kegiatan tanya jawab antar dokter dengan pasien atau
keluarga pasien seputar penyakit pasien. Tanya jawab ini meliputi keluhan utama, riwayat
penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, dan riwayat
sosial/ekonomi. Anamnesis ini bertujuan untuk menegakkan diagnosa dan memudahkan
dokter untuk melakukan pengobatan terhadap pasien. Berdasarkan kondisi pasien, anamnesis
dibagi 2 tipe, yaitu autoanamnesis yang dilakukan apabila pasien dalam keadaan sehat dan
dapat menceritakan kondisinya secara lancar. Atau alloanamnesis, apabila pasien sudah tidak
sanggup untuk bercerita atau jika pasien adalah anak kecil dan bayi.
Pada skenario ini, pasien datang dengan kondisi sadar sehingga mampu
dilakukan autoanamnesis. Dalam anamnesis didapatkan hasil;
1. Keluhan utama
Tidak ada keluhan, dalam kasus ini Pasien hanya ingin mengetahui kondisi
penyakitnya saja.
2. Riwayat penyakit sekarang
Apakah ada batuk atau tidak? Jika ada apakah episodik atau resisten? Apakah
sering batuk. Faktor pencetus yang dapat menyebabkan batuk?
Apakah saat batuk ada dahak/ sputum? Jika ya, bagaimana warnanya?
Apakah ada darah? Apakah ada lendir? Nanah? Bagaimana kekentalannya?
Berapa volumenya? Sehari berapa kali bisa mengeluarkan dahak?
Apakah ada rasa sesak napas? Kapan? Apakah terus menerus atau jarang?
Faktor pencetus timbulnya sesak napas?
Apakah ada keringat malam hari?
Tanyakan juga gejala penyerta, seperti apakah ada demam, penurunan berat
badan, anoreksia, malaise
Apakah sudah diimunisasi BCG sebelumnya?
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien menderita TB paru dan memiliki riwayat pengobatan TB 2x. yang pertama
hanya diminum selama 3 bulan. Sekarang sudah menjalani yang kedua, dan sudah
berlangsung selama 6 bulan tetapi obat kali ini dalam bentuk suntikan.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Apakah keluarga pasien juga memiliki penyakit yang berhubungan dengan sistem
pernapasan, seperti asma, tuberkulosis? Apakah ada yang merokok? Apakah ada anak
kecil atau keluarga yang belum diimunisasi BCG dirumah?
5. Riwayat Sosial-Ekonomi
Apakah pasien dulunya mengkonsumsi rokok?minum alkohol? Bagaimana
lingkungan tempat tinggalnya? Apakah nyaman dan berudara bersih? Apakah padat
penduduk? Apakah rumah sudah memiliki ventilasi yang memadai? Pekerjaan pasien
apakah berhubungan dengan polusi?
Pemeriksaan Fisik
Dari hasil pemeriksaan fisik pasien, didapatkan
1. Keadaan Umum, keadaan umum pasien dapat dibagi menjadi tampak sakit ringan,
sakit sedang, atau sakit berat. Kondisi pasien saat datang dalam kasus ini adalah
tampak sakit sedang.
2. Kesadaran, tingkat kesadaran yang dapat dilihat dibedakan menjadi Compos mentis
(sadar sepenuhnya), apatis, delirium (penurunan kesadaran), somnolen (keadaan
setengah mengantuk), sopor (mengantuk yang amat dalam), semi-koma, dan koma.
Kondisi pasien saat datang dalam kasus ini adalah compos mentis.
Pemeriksaan Penunjang
Dari hasil pemeriksaan penunjang yang sudah dilakukan pada pasien tersebut 7 bulan yang
lalu ;
Hb 10 g/dL
Ht 30%
Leukosit 9900
Trombosit 160.000
LED 70 ml/jam
BTA (7 bulan yang lalu) +3
BTA (sekarang) +3
Karena sudah diketahui sebelumnya pasien menderita TB paru, maka selanjutnya akan
dilakukan pemeriksaan penunjang seputar tuberkulosis
1. Pemeriksaan Darah
Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian karena hasilnya kadang-kadang
meragukan, hasilnya tidak sensitive dan juga tidak spesifik. Pada saat tuberkulosis
baru mulai aktif, maka akan didapatkan jumlah leukosit yang sedikit meninggi
dengan hitung jenis pergeseran kekiri. Jumlah limfosit masih dibawah normal. Laju
endap darah mulai meningkat.1
2. Pemeriksaan Serologi
a. Pemeriksaan Takahasi
Pemeriksaan ini dapat menunjukan proses tuberkulosis apakah masih aktif
atau tidak. Kriteria positif yang digunakan di Indonesia adalah titer 1/128.
Pemeriksaan ini juga kurang mendapat perhatian karena angka-angka positif
palsu dan negatif palsunya masih besar.
b. Peroksidase Anti Peroksida (PAP-TB)
Belakangan banyak dipakai. Beberapa peneliti menyatakan nilai sensitivitas
dan spesifitasnya cukup tinggi (85-95%). Tetapi beberapa masih meragukan
karena kurang bermanfaat sebagai sarana tunggal diagnosis TB. Prinsip dasar
uji PAP-TB ini adalah menentukan adanya antibodi IgG yang spesifik
terhadap antigen M. tuberculosis.
c. Uji Mycodot
Hampir sama cara dan nilainya dengan uji PAP-TB. Disini yang dipakai
adalah antigen LAM (Lipoarabinomannan) yang dilekatkan pada suatu alat
berbentuk sisir plastic. Sisir ini dicelupkan ke dalam serum pasien. Antibodi
spesifik anti LAM dalam serum akan terdeteksi sebagai perubahan warna
pada sisir yang intensitasnya sesuai dengan jumlah antibodi. 1
3. Pemeriksaan Sputum
Gambaran tuberkulosis milier terlihat berupa bercak halus yang umumnya tersebar
merata pada seluruh lapang paru. Gambaran rardiologis lain yang sering menyertai
tuberkulosis paru adalah penebalan pleura (pleuritis), massa cairan di bagian bawah
paru (efusi pleura/empyema), bayangan hitam radiolusen dipinggir paru/pleura
(pneumothoraks). Pada satu foto dada sering didapatkan bermacam-macam bayangan
sekaligus seperti infiltrate, garis-garis fibrotik, kalsifikasi, kavitas, maupun
atelektasis, dan emfisema.1
Differential Diagnosis
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik serta penunjang, didapatkan differential diagnosis
berupa;
Multi Drug Resistant Tuberculosis (MDR)/ Resisten Ganda
Resistensi ganda menunjukan Mycobacterium tuberculosis resisten terhadap
pengobatan tuberkulosis pada umumnya, terutama rifampisin dan INH dengan atau OAT
lainnya. Secara umum, resistensi obat tuberkulosis dibagi menjadi;
1. Resistensi primer, apabila pasien sebelumnya tidak pernah mendapat pengobatan TB.
2. Resistensi inisial, apabila tidak diketahui pasti apakah pasiennya sudah pernah ada
riwayat pengobatan sebelumnya atau tidak.
3. Resistensi sekunder, apabila pasien telah punya riwayat pengobatan sebelumnya. 3
Laporan pertama tentang resistensi ganda datang dari Amerika Serikat, khususnya pada
pasien TB dengan AIDS yang menimbulkan angka kematian 70-90% dalam rentang 4-16
minggu. Laporan WHO tentang TB tahun 2004 menyatakan bahwa sampai 50 juta orang telah
terinfeksi oleh kuman tuberkulosis yang resisten terhadap obat anti tuberkulosis. TB paru
kronik sendiri sering disebabkan oleh MDR.3
Beberapa faktor sebagai penyebab terjadinya resistensi ganda :
Fenomena addition syndrome, obat ditambahkan dalam paduan yang tak berhasil
Pemberian obat anti tuberkulosis (OAT) untuk pengobatan MDR-TB menurut PMDT
(Programmatic Management of Drug-resistant Tuberculosis) dibagi atas 5 kelompok
berdasarkan potensi dan efikasi obat;
1. Kelompok 1, obat oral lini pertama adalah kelompok obat yang paling efektif dan
paling baik ditoleransi oleh tubuh, yaitu pirazinamid dan etambutol.
dapat dikurangi dengan pemberian OAT yang efektif pra dan pasca bedah, serta fisioterapi
dan drainase postural. 4
Total Drug Resistant TB (TDR)
Completely/totally drug resistant tuberculosis didefinisikan sebagai bentuk yang
paling parah dari tuberkulosis resisten obat yang resisten terhadap pengobatan dengan semua
lini pertama dan semua lini kedua dan lini ketiga (semua obat OAT). Perkembangan resistensi
ini dikaitkan dengan buruknya manajemen / pengobatan TB serta fakta pada TDR telah
dihasilkan mutasi genom bakteri yang lebih lanjut melampaui yang terlihat di XDR dan
MDR. Sampai saat ini belum ada pengobatan untuk mengobati dan menyembuhkan TDR,
dimana angka kematian individu penderita TDR adalah 100%. Strain baru dari XDR
M.tuberculosis humanis ini sangat virulen dan sangat menular baik pada individu
imunokompeten dan yang memperoleh sel-imunitas adaptif dari penggunaan kedua lini obat;
semua individu imunokompetent dan semua penderita TB aktif. Dengan demikian individu
penderita TDR harus diisolasi pada fasilitas kesehatan khusus di mana barrier ketat diberikan
sampai mati. Peralatan yang digunakan umumnya sekali pakai dan larutan hipoklorit harus
digunakan untuk membersihkan, serta semua limbah bekas pemakaian harus segera dibakar
sebagai limbah klinis. Hanya pelayan kesehatan yang khusus dan terlatih yang boleh
melakukan kontak minimal dengan pasien.4
Working Diagnosis
Dari semua diagnosis tersebut, maka yang paling tepat adalah Tuberkulosis paru putus obat.
Pasien dalam kasus ini diduga mengalami TB putus obat. Hal ini berdasarkan riwayat
penyakit pasien yang sebelumnya menjalani terapi OAT namun konsumsi obat dihentikan
setelah penggunaan selama 3 bulan. Selanjutnya dikatakan pasien melanjutkan pengobatan
dan sudah berlangsung selama 6 bulan. Dari hasil pemeriksaan sputum pasien didapatkan
BTA+3, yang mana tidak mengalami perubahan sejak 7 bulan sebelumnya.
Definisi
Tuberkulosis Paru Putus Obat
Putus berobat menurut Depkes RI adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan
atau lebih dengan BTA positif.3
Etiologi
Tuberkulosis adalah penyakit sistem pernapasan yang disebabkan oleh bakteri batang
tahan asam (BTA) yaitu Mycobacterium tuberculosis. Bakteri tahan pada udara kering
maupun dalam keadaan dingin, namun tumbuhnya lambat dan sensitif pada paparan panas
dan sinar UV. Di dalam jaringan, bakteri hidup sebagai parasit intraselular yakni dalam
sitoplasma makrofag. Sifat lain dari kuman ini adalah bersifat aerob. Dalam hal ini tekanan
oksigen pada bagian apikal paru-paru lebih tinggi dibandingkan bagian lain sehingga
merupakan tempat predileksi bakteri.
Bakteri ini berbentuk batang aerob yang tidak membentuk spora. Mikobakterium
tidak dapat diklasifikasikan menjadi gram-positif atau gram-negatif. Teknik pewarnaan ZiehlNeelsen digunakan untuk mengidentifikasi bakteri tahan asam. Lingkungan yang sangat padat
dan pemukiman di wilayah perkotaan kemungkinan besar telah mempermudah proses
penularan dan berperan sekali atas peningkatan jumlah kasus TB. Proses terjadinya infeksi
8
oleh M. tuberculosis biasanya secara inhalasi, sehingga TB paru merupakan manifestasi klinis
yang paling sering dibanding organ lainnya. Penularan penyakit ini sebagian besar melalui
inhalasi basil yang mengandung droplet nuclei, khususnya yang didapat dari pasien TB paru
dengan batuk berdarah atau berdahak yang mengandung basil tahan asam (BTA). 5
Epidemiologi
Walaupun pengobatan TB yang efektif sudah tersedia tapi sampai saat ini TB masih
tetap menjadi problem kesehatan dunia yang utama. Pada bulan Maret 1993 WHO
mendeklarasikan TB sebagai global helath emergency. TB dianggap sebagai masalah
kesehatan dunia yang penting karena lebih kurang 1/3 penduduk dunia terinfeksi oleh
mikobakterium TB. Sebagian besar dari kasus TB ini (95%) dan kematiannya (98%) terjadi di
negara-negara yang sedang berkembang. Di antara mereka 75% berada pada usia produktif
yaitu 20-49 tahun. Karena penduduk yang padat dan tingginya prevalensi maka lebih dari
65% kasus-kasus TB yang baru dan kematian yang muncul terjadi di Asia.
Indonesia sekarang berada pada ranking kelima negara dengan beban TB tertinggi di
dunia. Estimasi prevalensi TB semua kasus adalah sebesar 660.000. Berdasarkan survei
kesehatan rumah tangga 1985 dan survei kesehatan nasional 2001, TB menempati ranking
nomor 3 sebagai penyebab kematian tertinggi di Indonesia. 1
Patofisiologi
Tuberkulosis primer
Penularan tuberkulosis paru terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersihkan keluar
menjadi droplet nuclei dalam udara sekitar kita. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam
udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang
buruk dan kelembapan. Dalam suasana lembab dan gelap kuman tahan berhari-hari sampai
berbulan-bulan. Bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang sehat, ia akan menempel pada
saluran pernapasan atau jaringan paru. Partikel dapat ke alveolar bila ukuran partikel kurang
dari 5 mikrometer. Kuman akan dihadapi oleh netrofil, kemudian baru makrofag. Kebanyakan
partikel ini akan mati atau dibersihkan oleh makrofag keluar dari percabangan trakeobronkial
bersama gerakan silia dengan sekretnya.
Bila kuman menetap pada jaringan paru, berkembang biak dalam sitoplasma
makrofag. Disini ia dapat terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Kuman yang bersarang di
jaringan paru akan berbentuk sarang tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut sarang primer.
Sarang primer ini dapat terjadi disetiap bagian jaringan paru. Bila menjalar sampai ke pleura,
maka terjadilah efusi pleura. Kuman dapat juga masuk melalui saluran gastrointestinal,
jaringan limfe, orofaring, dan kulit, terjadi limfadenopati regional kemudian bakteri masuk ke
dalam vena dan menjalar ke saluran organ paru, otak, ginjal, dan tulang. Bila masuk ke arteri
pulmonalis maka terjadilah penjalaran ke seluruh bagian paru menjadi TB milier. Dari
serangan primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis
lokal), dan juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening hilus (limfadenitis regional). Semua
proses ini memakan waktu 3-8 minggu.1
Kompleks primer ini selajutkan akan dapat menjadi :
- Sembuh sama sekali tanpa menimbulkan cacat. Ini banyak terjadi
- Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas,berupa garis-garis fibrotik, klasifikasi
hilus, keadaan ini terdapat pada lesi pneumonia yang luas > 5mm dan 10%
diantaranya dapat menjadi reaktivasi lagi karena kuman yang dorman.
Tuberkulosis Sekunder
Kuman yang dorman pada tuberkulosis primer akan muncul bertahun-tahun
kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis dewasa (tuberkulosis post primer =
Tb pasca primer =Tb sekunder). Mayoritas reinfeksi mencapai 90%. Tuberkulosis sekunder
terjadi karena imunitas menurun seperti pada pasien dengan malnutrisi, alkohol, penyakit
maligna, diabetes, AIDS, gagal ginjal. Tuberkulosis pasca primer ini dimulai dengan sarang
dini yang berlokasi diregio atas paru (bagian apikal-posterior lobus superior atau inferior).
Invasinya adalah kedaerah parenkim paru dan tidak ke nodus hiler paru. 1
Sarang dini ini juga mula-mula juga terbentuk sarang peneumonia kecil. Dalam 3-10 minggu
sarang ini menjadi tuberkel yakni suatu gronuloma yang terdiri dari sel-sel Histiosit dan sel
Datia-Langhans (sel besar dengan banyak inti) yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan
berbagai jaringan ikat. 1
Tb pasca primer juga dapat berasal dari infeksi eksogen dari usia muda menjadi Tb usia tua.
Tergantung dari jumlah kuman, virulensinya, dan imunitas pasien, sarang dini dapat menjadi :
-
Disini lesi sangat kecil, tetapi berisi bakteri yang sangat banyak. Kavitas dapat a).
Meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonia baru. Bila isi kavitas ini masuk kedalam
peredaraan darah arteri, maka akan terjadi Tb milier. Dapat juga masuk ke paru sebelahnya
atau tertelan dan masuk kelambunbg dan selanjutnya keusus jati Tb usus. Sarang ini
selanjutnya mengikuti perjalanan seperti yang disebutkan terlebih dahulu. Bisa juga terjadi Tb
endobrokial dan Tb endotrakeal atau empiema bila ruptur ke pleura; b). Memadapt dan
membungkus diri sehingga menjadi tuberkuloma. Tuberkuloma ini dapat mengapur dan
menyembuhkan atau dapat aktif kembali cair dan dapat menjadi kavitas lagi. Komplikasi
kronik kavitas adalah kolonisasi oleh fungus seperti aspergilus dan kemudian menjadi
mycetoma; c). Besih dan menyembuh, disebut open healed menjadi kecil. Kadang-kadang
10
berakhir sebagai kavitas yang terbungkus, menciut dan berbentuk seperti bintang disebut
stellate shaped.1
Secara keseluruhan terdapat 3 macam sarang yakni :
1. Sarang yang sudah sembuh. Sarang bentuk ini tidak perlu diobatilagi.
2. Sarang aktif eksudatif. Sarang bentuk ini perlu pengobatan sempurna
3. Sarang antara aktif dan sembuh. Sarang bentuk ini dapat sembuh spontan, tetapi
mengingat dapat kembalinya eksaserbasi kembali, sebaiknya diberikan pengobatan
yang sempurna.1
Manifestasi Klinis
Keluhan yang dirasakan pada pasien tuberkulosis dapat bermacam-macam atau malah pasien
ditemukan Tb paru yang asimtomatik dalam pemeriksaan kesehatan. Gejala klinis
tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu gejala lokal (respiratorik dan gejala
sistemik.2
Gejala Lokal (Respiratorik)
1. Batuk. Batuk baru timbul apabila proses penyakit telah mengiritasi bronkus. Batuk
ibni diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar. Batuk lebih dari 2
minggu yang selanjutanya akan terjadi peradangan bronkus. Sifat batuk dimulai dari
batuk kering (non-produktif) kemudian setelah timbulnya peradangan akan menjadi
batuk yang menghasilakan sputum (batuk produktif). Batuk produktif ini berguna
untuk membuang produk ekskresi peradangan. Sputum dapat bersifat mukoid atau
purulen.
2. Batuk darah. Batuk darah adalah keadaan lanjut dari batuk dimana pecahnya embuluh
darah. Berat dan ringannya batuk darah bergantung pada besar dan kecilnya
pembuluh darah yang pecah. Batuk darah tidak selalu timbul akibat pecahnya
aneurisma melainkan dapat terjadi juga pada ulserasi mukosa bronkus. Kebanyakan
batuk darah pada tuberkulosis terjadi pada kavitas.
3. Nyeri Dada. Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul akibat inflitasi
radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pluritis. Terjadi gesekan
pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan napasnya.
4. Ronki. Terjadi karena penumpukan cairan atau lendir didalam paru, terutama
terdengar pada bagian apikal paru.
5. Dispneu. Gejala ini ditemukan pada penyakit yang lanjut karena kerusakan paru yang
cukup lama. Pada walanya gejala ini tidak di dapatkan. 1,2
Gejala Sistemik
1. Demam. Biasanya subfebril, menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-kadang
panas tubuh mencapau 40-410C. Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar,
tetapi kemudian dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya, sehingga pasien merasa
tidak pernah terbebas dari penyakit. Keadaan ini sangat diperngaruhi oleh sistem
11
imun dan berat ringannya infeksi bakteri. Serangan demam dapat terjadi setelah 3
bulan, 6 bulan, dan 9 bulan.
2. Keringat malam. Keringat malam bukanlah gejala yang patogmonosis untuk penyakit
tuberkulosis paru. Keringat malam umumnya baru timbul pada proses lanjut, kecuali
pada orang-orang dengan vasomotor labil, keringat malam dapat timbul dini.
Penatalaksanaan
Medika Mentosa
Dalam riwayat kemoterapi terhadap tuberkolosis dahulu dipakai 1 macam obat saja.
Kenyatannya dengan pemakaian obat tunggal ini banyak terjadi resistensi karena sebagian
besar kuman tuberkolosis memang dapat dibinasakan tetapi sebagian kecil tidak, kelopok
kecil yang resisten ini malah berkembang biak dengan leluasa. Untuk mencegah terjadinya
resistensi ini, terapi tuberkolosis dilakukan dengan memakai paduan obat, sedikitnya
diberikan 2 macam obat yang bersifat bakterisid.
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan
fase lanjutan 4 atau 7 bulan, sehingga lama pengobatan keseluruhan menjadi 6-9 bulan.
Paduan obat anti tuberculosis (OAT) yang digunakan terdiri dari paduan obat utama dan
tambahan. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah INH (H), Rifampisin (R),
Pirazinamid (Z), Streptomisin (S) dan Etambutol (E). Obat H dan R merupakan obat yang
paling efektif, E dan S dengan kemampuan menengah, sedangkan Z adalah yang terkecil
efektivitasnya.
Jenis obat tambahan lainnya (lini 2) yaitu Kanamisin, Amikasin, Kuinolon, obat lain
masih dalam penelitian yaitu makrolid dan amoksilin + asam klavulanat dan beberapa obat
berikut yang belum tersedia di Indonesia antara lain : Kapreomisin, Sikloserino, PAS (dulu
tersedia), Derivat rifampisin dan INH, Thioamides (ethionamide dan prothionamide). Obat
disajikan dengan kemasan obat tunggal (disajikan secara terpisah masing-masing H, R, S, Z,
E) dan obat kombinasi dosis tetap (FDC = Fixed Doses Combination).
Paduan obat yang dipakai di indonesia dan dianjurkan juga oleh WHO adalah: 2
RHZ/4 RH dengan variasi 2 RHS/4RH, 2 RHZ/4R3H3, 2 RHS/4R2H2. Untuk tuberkolosis
paru yang berat (milier) dan tuberkolosis ekstraparu, terapi tahap lanjutan diperpanjang
menjadi 7 bulan sehingga paduannya menjadi 2 RHZ/7 RH, dll. Dengan pemberian terapi
jangka pendek akan didapat beberapa keuntungan seperti waktu pengobatan lebih singkat,
biaya keseluruhan untuk pengobatan menjadi lebih rendah, jumlah pasien yang membangkang
menjadi berkurang, dan tenaga pengawas pengobatan menjadi lebih hemat/efisien. 2
Isoniazid (INH) mempunyai kemampuan bakterisidal TB ynag kuat. Mekanisme
kerjanya adalah menghambat cell wall biosintesis pathway. INH dianggap sejenis obat yang
aman, efek samping utamanya adalah hepatitis dan neuropati perifer.
Rifampisin juga merupakan obat anti TB yang ampuh, dia menghambat polimerase
RNA. Efek samping penggunaan obat ini adalah hepatitis, trombositopenia, dan flu like
syndrome.
Pirazinamid hanya diberikan untuk 2 bulan pertama pengobatan. Efek samping
hepatotoksisitas dan hiperurisemia. Etambutol satu-satunya obat lapis pertama yang memiliki
12
efek bakteriostatis, tetapi bila dikombinasikan dengan INH dan rifampisin terbukti bisa
mencegah terjadinya resisten obat.
Obat lapisan kedua dicadangkan untuk pengobatan kasus-kasu resisten multi obat.
Streptomisin merupakan salah satu obat antituberkulos pertama yang ditemukan. streptomisin
merupakan antibioktik golongan aminoglikosida yang harus diberikan secara parenteral da
bekerja mencegah pertumbuhan organisme ekstraselular. Kekurangan obat ini adalah efek
samping toksik pada saraf kranial kedelapan yang dapat menyebabkan disfungsi vestibular
dan/ hilangnya pendengaran.1,2
Pengobatan TB memerlukan waktu sekurang-kurangnya 6 bulan agar dapat mencegah
perkembangan resistensi obat. Oleh karena itu, WHO telah menerapkan strategi DOTS
dimana terdapat petugas kesehatan tambahan yang berfungsi secara ketat mengawasi pasien
minum obat untuk memastikan kepatuhannya.
1. Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3
Selama 2 bulan minum obat INH, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol setiap hari
(tahap intensif), dan 4 bulan selanjutnya minum obat INH dan rifampisin tiga kali
dalam seminggu (tahap lanjutan).
Diberikan kepada:
i. Penderita baru TB paru BTA positif.
ii. Penderita TB ekstra paru (TBC di luar paru-paru) berat.
2. Kategori 2 : HRZE/5H3R3E3
Diberikan kepada:
i.
Penderita relaps.
Pada TB paru kasus kambuh menggunakan 5 macam OAT pada fase intensif
selama 3 bulan (bila ada hasil uji resistensi dapat diberikan obat sesuai hasil
uji resistensi). Lama pengobatan fase lanjutan 5 bulan atau lebih, sehingga
paduan obat yang diberikan :
2RHZES / 1RHZE / 5RHE. Bila diperlukan pengobatan dapat diberikan
lebih lama tergantung dari perkembangan penyakit.
Bila tidak ada / tidak dilakukan uji resistensi, maka alternatif diberikan
paduan obat : 2 RHZES/1 RHZE/5 R3H3E3
ii.
Penderita gagal terapi.
Pengobatan sebaiknya berdasarkan hasil uji resistensi dengan menggunakan
minimal 5 OAT (minimal 3 OAT yang masih sensitif).
Bila tidak ada / tidak dilakukan uji resistensi, maka alternatif diberikan
paduan obat : 2 RHZES/1 RHZE/5 H3R3E3
iii.
Penderita dengan pengobatan setelah lalai minum obat.
Pasien TB paru kasus lalai berobat, akan dimulai pengobatan kembali sesuai
dengan kriteria sebagai berikut :
a. Berobat > 4 bulan
BTA saat ini negatif
- Klinis dan radiologi tidak aktif atau ada perbaikan maka
pengobatan OAT dihentikan.
13
Komplikasi
Penyakit TB paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi.
Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan komplikasi lanjut;
Komplikasi dini: pleuritis, efusi pleura, empiema, laringitis, usus, Poncets
arthropathy
Komplikasi lanjut: Obstruksi jalan napas SOPT (Sindrom Obstruksi Pasca
Tuberkulosis), kerusakan parenkum berat fibrosis paru, sindrom gagal napas
dewasa (ARDS), sering terjadi pada TB milier dan kavitas TB. 2
Kesimpulan
Diagnosis pada kasus, - laki-laki usia 35 dengan riwayat pengobatan TB 2x, pertama
selama 3 bulan dan kedua sudah berlangsung 6 bulan, dengan BTA +++ yang tidak
berubah sebelum dan sesudah pengobatan yang kedua, - adalah TB putus obat. Hal ini
dikonfirmasi dengan pemeriksaan sputum BTA yang masih positive dan tidak berkurang.
Konfirmasi lebih lanjut dapat didapatkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang lainnya, serta pemeriksaan uji resistensi obat untuk menyingkirkan
kemungkinan positivenya BTA akibat resistensi obat.
Daftar Pustaka
1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, penyunting. Buku ajar
ilmu penyakit dalam. Jakarta: Interna Publishing; 2009.h. 868-9.
2. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit 2. Edisi ke6. Jakarta: EGC; 2014. h. 855.
3. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). Tuberkulosis Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta, 2014.
4. Tamsil TA, Nawas A, Sutoyo DK. Pengobatan Multidrugs Resistant Tuberculosis
(MDR-TB) dengan Paduan Jangka Pendek. J Respir Indo : 2014:34(2):109-21.
5. Brooks GF, Butel JS, Morse SA. Mikrobiologi kedokteran jawetz, melnick, dan
adelberg. Edisi ke-23. Jakarta: EGC; 2008.h.325-7.
15