Anda di halaman 1dari 15

Diagnosis pada Tuberkulosis Putus Obat dan Penatalaksanaannya

Robby Darmawan Pangestu


102012118
Sp_ace21@yahoo.com
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510

Pendahuluan
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis, sebagian besar akan menyerang organ paru karena penularannya secara inhalasi,
sehingga disebut TB Paru. Tetapi, juga dapat mengenai jaringan tubuh lain yang disebut TB
ekstraparu, seperti pleura, kelenjar getah bening, abdomen, kulit, persendian, dan selaput
otak.
Penyakit TBC dapat menyerang siapa saja dan dimana saja. Setiap tahunnya, penderita TB di
Indonesia bertambah dengan seperempat juta kasus baru TBC dan sekitar 140.000 kematian
terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh TBC. Bahkan Indonesia adalah negara ketiga terbesar
dengan masalh TBC di dunia. Menurut laporan Penanggulangan TBC Global yang
dikeluarkan oleh WHO pada tahun 2004, angka insidensi TBC pada tahun 2002 mencapai
555.000 kasus dan 46% diantaranya diperkirakan merupakan kasus baru.
Terapi untuk tuberkulosis sendiri sudah ditemukan dan digunakan dengan cara
kombinasi untuk menghindari resistensi terhadap obat. Karena merupakan penyakit yang
kronik maka pengobatan dilakukan dalam jangka lama dan bersifat rutin. Beberapa pasien
yang lalai dalam menjalani pengobatan tuberkulosis karena beberapa faktor dapat putus obat
dalam masa pengobatan. Putus berobat dalam menjalani pengobatan tuberkulosis adalah satu
dari penyebab terjadinya kegagalan pengobatan disamping karena pengobatan tidak teratur,
pemberian regimen pengobatan yang tidak sesuai dan adanya resistensi obat.
Anamnesis
Anamnesis merupakan suatu kegiatan tanya jawab antar dokter dengan pasien atau
keluarga pasien seputar penyakit pasien. Tanya jawab ini meliputi keluhan utama, riwayat
penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, dan riwayat
sosial/ekonomi. Anamnesis ini bertujuan untuk menegakkan diagnosa dan memudahkan
dokter untuk melakukan pengobatan terhadap pasien. Berdasarkan kondisi pasien, anamnesis
dibagi 2 tipe, yaitu autoanamnesis yang dilakukan apabila pasien dalam keadaan sehat dan
dapat menceritakan kondisinya secara lancar. Atau alloanamnesis, apabila pasien sudah tidak
sanggup untuk bercerita atau jika pasien adalah anak kecil dan bayi.
Pada skenario ini, pasien datang dengan kondisi sadar sehingga mampu
dilakukan autoanamnesis. Dalam anamnesis didapatkan hasil;
1. Keluhan utama

Tidak ada keluhan, dalam kasus ini Pasien hanya ingin mengetahui kondisi
penyakitnya saja.
2. Riwayat penyakit sekarang
Apakah ada batuk atau tidak? Jika ada apakah episodik atau resisten? Apakah
sering batuk. Faktor pencetus yang dapat menyebabkan batuk?
Apakah saat batuk ada dahak/ sputum? Jika ya, bagaimana warnanya?
Apakah ada darah? Apakah ada lendir? Nanah? Bagaimana kekentalannya?
Berapa volumenya? Sehari berapa kali bisa mengeluarkan dahak?
Apakah ada rasa sesak napas? Kapan? Apakah terus menerus atau jarang?
Faktor pencetus timbulnya sesak napas?
Apakah ada keringat malam hari?
Tanyakan juga gejala penyerta, seperti apakah ada demam, penurunan berat
badan, anoreksia, malaise
Apakah sudah diimunisasi BCG sebelumnya?
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien menderita TB paru dan memiliki riwayat pengobatan TB 2x. yang pertama
hanya diminum selama 3 bulan. Sekarang sudah menjalani yang kedua, dan sudah
berlangsung selama 6 bulan tetapi obat kali ini dalam bentuk suntikan.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Apakah keluarga pasien juga memiliki penyakit yang berhubungan dengan sistem
pernapasan, seperti asma, tuberkulosis? Apakah ada yang merokok? Apakah ada anak
kecil atau keluarga yang belum diimunisasi BCG dirumah?
5. Riwayat Sosial-Ekonomi
Apakah pasien dulunya mengkonsumsi rokok?minum alkohol? Bagaimana
lingkungan tempat tinggalnya? Apakah nyaman dan berudara bersih? Apakah padat
penduduk? Apakah rumah sudah memiliki ventilasi yang memadai? Pekerjaan pasien
apakah berhubungan dengan polusi?

Pemeriksaan Fisik
Dari hasil pemeriksaan fisik pasien, didapatkan
1. Keadaan Umum, keadaan umum pasien dapat dibagi menjadi tampak sakit ringan,
sakit sedang, atau sakit berat. Kondisi pasien saat datang dalam kasus ini adalah
tampak sakit sedang.
2. Kesadaran, tingkat kesadaran yang dapat dilihat dibedakan menjadi Compos mentis
(sadar sepenuhnya), apatis, delirium (penurunan kesadaran), somnolen (keadaan
setengah mengantuk), sopor (mengantuk yang amat dalam), semi-koma, dan koma.
Kondisi pasien saat datang dalam kasus ini adalah compos mentis.

3. Tanda-tanda Vital, merupakan pemeriksaan mengenai kondisi pasien dilihat dari


suhu, nadi, frekuensi napas, dan tekanan darah. Dari hasil pemeriksaan TTV
didapatkan hasil;
TD : 120/70 mmHg
N : 78x/ menit
RR: 20x/ menit
T : 37,5
4. PF di daerah Kepala, didapatkan :
Konjungtiva anemis
Pada leher tidak ditemukan pembesaran kelenjar getah bening
Sklera ikterik
Tiroid tidak teraba membesar
JVP atau Jugular Venous Pressure, merupakan tekanan sistem vena yang
diamati secara tidak langsung (indirek). Secara langsung (direk), tekanan
sistem vena diukur dengan memasukkan kateter yang dihubungkan dengan
sphygmomanometer melalui vena subclavia dextra yang diteruskan hingga
ke vena centralis (vena cava superior).Karena cara tersebut invasif,
digunakanlah vena
jugularis (externa
dexter)
sebagai
pengganti
sphygmomanometer dengan titik nol (zero point) di tengah atrium kanan.
Titik ini kira-kira berada pada perpotongan antara garis tegak lurus dari
angulus Ludovici ke bidang yang dibentuk kedua linea midaxillaris. Vena
jugularis tidak terlihat pada orang normal dengan posisi tegak. Ia baru terlihat
pada
posisi
berbaring
di
sepanjang
permukaan musculus
sternocleidomastoideus. JVP yang meningkat adalah tanda klasik hipertensi
vena (seperti gagal jantung kanan). Peningkatan JVP dapat dilihat sebagai
distensi vena jugularis, yaitu JVP tampak hingga setinggi leher; jauh lebih
tinggi daripada normal. Pada pengukuran pada pasien didapatkan JVP sebesar
5-2 cm H2O.
5. PF di daerah thorax, didapatkan ;
Suara napas bronkivesikuler pada auskultasi.
Tidak ada ronkhi
Tidak ada wheezing
Bunyi jantung 1-2 murni regular
Tidak ada gallop
Tidak ada murmur
6. PF di daerah abdomen ;
Perut datar tidak membuncit
Bising usus negative
7. PF di ekstremitas ;
Akral hangat
Sianosis negatif

Clubbing finger negatif


Edema negatif
Perfusi < 3 detik

Pemeriksaan Penunjang
Dari hasil pemeriksaan penunjang yang sudah dilakukan pada pasien tersebut 7 bulan yang
lalu ;
Hb 10 g/dL
Ht 30%
Leukosit 9900
Trombosit 160.000
LED 70 ml/jam
BTA (7 bulan yang lalu) +3
BTA (sekarang) +3
Karena sudah diketahui sebelumnya pasien menderita TB paru, maka selanjutnya akan
dilakukan pemeriksaan penunjang seputar tuberkulosis
1. Pemeriksaan Darah
Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian karena hasilnya kadang-kadang
meragukan, hasilnya tidak sensitive dan juga tidak spesifik. Pada saat tuberkulosis
baru mulai aktif, maka akan didapatkan jumlah leukosit yang sedikit meninggi
dengan hitung jenis pergeseran kekiri. Jumlah limfosit masih dibawah normal. Laju
endap darah mulai meningkat.1
2. Pemeriksaan Serologi
a. Pemeriksaan Takahasi
Pemeriksaan ini dapat menunjukan proses tuberkulosis apakah masih aktif
atau tidak. Kriteria positif yang digunakan di Indonesia adalah titer 1/128.
Pemeriksaan ini juga kurang mendapat perhatian karena angka-angka positif
palsu dan negatif palsunya masih besar.
b. Peroksidase Anti Peroksida (PAP-TB)
Belakangan banyak dipakai. Beberapa peneliti menyatakan nilai sensitivitas
dan spesifitasnya cukup tinggi (85-95%). Tetapi beberapa masih meragukan
karena kurang bermanfaat sebagai sarana tunggal diagnosis TB. Prinsip dasar
uji PAP-TB ini adalah menentukan adanya antibodi IgG yang spesifik
terhadap antigen M. tuberculosis.
c. Uji Mycodot
Hampir sama cara dan nilainya dengan uji PAP-TB. Disini yang dipakai
adalah antigen LAM (Lipoarabinomannan) yang dilekatkan pada suatu alat
berbentuk sisir plastic. Sisir ini dicelupkan ke dalam serum pasien. Antibodi
spesifik anti LAM dalam serum akan terdeteksi sebagai perubahan warna
pada sisir yang intensitasnya sesuai dengan jumlah antibodi. 1
3. Pemeriksaan Sputum

Pemeriksaan sputum sangat penting karena dapat ditemukannya kuman


BTA, diagnosis tuberkulosis dapat dipastikan. Disamping itu pemeriksaan sputum
juga dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang sudah diberikan.
Pemeriksaan ini mudah dan mudah sehingga dapat dikerjakan di lapangan. Tetapi
kadang tidak mudah untuk mendapatkan sputum, terutama pada pasien yang tidak
batuk atau batuk bukan produktif. Dalam hal ini dianjurkan satu hari sebelum
pemeriksaan, pasien dianjurkan untuk minum air sebanyak 2 liter dan diajarkan
refleks batuk. BTA sputum juga dapat ditemukan dari bilasan lambung bila sputum
sudah didapat, kuman BTA pun kadang-kadang sulit ditemukan. Kuman baru dapat
ditemukan bila bronkus yang terlibat proses penyakit ini terbuka keluar, sehingga
sputum yang mengandung kuman BTA mudah keluar.
Kriteria sputum positif adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang
kuman BTA pada satu sediaan. Dengan kata lain diperlukan 5.000 kuman dalam 1 mL
sputum. Untuk pewarnaan dianjurkan dengan Tan Tiam Hok (TTH) yang merupakan
modifikasi dari Kinyoun dan Gabbet.1
4. Tes Tuberkulin Intradermal
Teknik standar (tes Mantoux) adalah dengan menyuntikan tuberkulin sebanyak
0,1 ml yang mengandung 5 unit tuberkulin secara intrakutan, pada sepertiga atas
permukaan volar atau dorsal lengan bawh setelah kulit dibersihkan dengan alkohol.
Dianjurkan untuk memakai spuit tuberkulin sekali pakai. Untuk memperoleh reaksi
kulit yang maksimum diperlukan waktu antara 48-72 jam pasca penyuntikan dan
reaksi harus dibaca dalam periode tersebut, yaitu dalam cahaya terang dan posisi
lengan bawah ditekuk. Diameter indurasi harus dalam satuan millimeter. Hanya
indurasi (pembengkakan) teraba yang dinilai, eritem tidak dihitung. Tidak ada
indurasi (0 mm) bukan berarti hasilnya negatif. Interprestasi tes kulit menunjukan
adanya berbagai tipe reaksi. Daerah indurasi sebesar 5 mm atau lebih dianggap reaksi
positif pada kelompok tertentu, dan mencerminkan adanya sensitivitas yang berasal
dari infeksi dengan BTA. Daerah indurasi dengan diameter 10 mm atau lebih juga
positif, sedangkan indurasi sebesar 15 mm atau lebih juga diklasifikasikan positif
pada semua orang denga faktor resiko TB yang tidak diketahui. 2
5. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan ini merupakan cara praktis untuk menemukan lesi tuberkulosis.
Pemeriksaan ini memang membutuhkan biaya lebih dibandingkan pemeriksaan
sputum, tetapi memiliki lebih banyak keuntungan. Lokasi lesi tuberkulosis umumnya
di daerah apeks paru (segmen apikal lobus atas atau segmen apikal lobus bawah) atau
jika didaerah hilus dapat menyerupai tumor (misalnya pada tuberkulosis
endobronkial). Pada awal penyakit saat lesi masih merupakan sarang-sarang
pneumonia, gambaran radiologis berupa bercak-bercak seperti awan dan dengan
batas-batas yang tidak tegas. Bila lesi sudah meliputi jaringan ikat, maka bayangan
terlihat berupa bulatan dengan batas tegas. Lesi ini dikenal sebagai tuberkuloma. Pada
kavitas bayangannya berupa cincin yang mula-mula berdinding tipis. Lama-lama
dindingnya menjadi sclerosis dan terlihat menebal. Bila terjadi fibrosis terlihat
bayangan yang bergaris-garis.
Pada kalsifikasi bayangannya tampak sebagai bercak-bercak padat dengan
densitas yang tinggi. Pada atelectasis terlihat seperti fibrosis yang luas disertai
penciutan yang terjadi pada sebagian atau satu lobus maupun pada satu bagian paru.

Gambaran tuberkulosis milier terlihat berupa bercak halus yang umumnya tersebar
merata pada seluruh lapang paru. Gambaran rardiologis lain yang sering menyertai
tuberkulosis paru adalah penebalan pleura (pleuritis), massa cairan di bagian bawah
paru (efusi pleura/empyema), bayangan hitam radiolusen dipinggir paru/pleura
(pneumothoraks). Pada satu foto dada sering didapatkan bermacam-macam bayangan
sekaligus seperti infiltrate, garis-garis fibrotik, kalsifikasi, kavitas, maupun
atelektasis, dan emfisema.1

Differential Diagnosis
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik serta penunjang, didapatkan differential diagnosis
berupa;
Multi Drug Resistant Tuberculosis (MDR)/ Resisten Ganda
Resistensi ganda menunjukan Mycobacterium tuberculosis resisten terhadap
pengobatan tuberkulosis pada umumnya, terutama rifampisin dan INH dengan atau OAT
lainnya. Secara umum, resistensi obat tuberkulosis dibagi menjadi;
1. Resistensi primer, apabila pasien sebelumnya tidak pernah mendapat pengobatan TB.
2. Resistensi inisial, apabila tidak diketahui pasti apakah pasiennya sudah pernah ada
riwayat pengobatan sebelumnya atau tidak.
3. Resistensi sekunder, apabila pasien telah punya riwayat pengobatan sebelumnya. 3
Laporan pertama tentang resistensi ganda datang dari Amerika Serikat, khususnya pada
pasien TB dengan AIDS yang menimbulkan angka kematian 70-90% dalam rentang 4-16
minggu. Laporan WHO tentang TB tahun 2004 menyatakan bahwa sampai 50 juta orang telah
terinfeksi oleh kuman tuberkulosis yang resisten terhadap obat anti tuberkulosis. TB paru
kronik sendiri sering disebabkan oleh MDR.3
Beberapa faktor sebagai penyebab terjadinya resistensi ganda :

Pemakaian obat tunggal dalam pengobatan TB

Penggunaan paduan obat tidak adekuat

Pemberian obat yang tidak teratur

Fenomena addition syndrome, obat ditambahkan dalam paduan yang tak berhasil

Penyediaan obat yang tidak regular

Pemakaian OAT cukup lama.3

Pemberian obat anti tuberkulosis (OAT) untuk pengobatan MDR-TB menurut PMDT
(Programmatic Management of Drug-resistant Tuberculosis) dibagi atas 5 kelompok
berdasarkan potensi dan efikasi obat;
1. Kelompok 1, obat oral lini pertama adalah kelompok obat yang paling efektif dan
paling baik ditoleransi oleh tubuh, yaitu pirazinamid dan etambutol.

2. Kelompok 2, obat suntik yaitu kanamisin, amikasin, kapreomisin dan streptomisin.


Obat-obat ini bersifat bakterisidal, diberikan pada fase awal dalam dosis maksimal.
3. Kelompok 3, obat golongan fluorokuinolon, terdiri dari moksifloksasin, gatifloksasin,
levofloksasin, dan ofloksasin. Kelompok ini bersifat bakterisidal kuat dan digunakan
apabila bakteri masih sensitif dengan fluorokuinolon.
4. Kelompok 4, obat oral yang bersifat bakteriostatik kuat. Pilihan dalam kelompok ini
berupa etionamid, protionamid, sikloserin, dan asam para-aminosalisilat (PAS).
Penggunaan obat kelompok 4 ini dimulai dengan dosis rendah terlebih dahulu,
kemudian dosis dapat diekskalasi setelah 2 minggu karena sering menimbulkan
gangguan pencernaan dan hipotiroid.
5. Kelompok 5, merupakan kelompok obat-obatan yang tidak direkomendasikan oleh
WHO karena efiksasinya dalam pengobatan MDR-TB belum jelas. Contoh obat
kelompok ini yaitu klofazimin, amoksisilin-klavulanat, imipenem, klaritromisin, dan
isoniazid dosis tinggi.4
Paduan disusun menggunakan 4 kelompok obat yang direkomendasikan WHO dan diberikan
dalam fase intensif dan fase lanjutan. Pengobatan pada fase intensif disertai dengan
pemberian obat suntik (obat kelompok 2) selama minimal 6 bulan atau 4 bulan setelah biakan
negatif. Fase lanjutan diberikan setelah fase intensif. Beberapa prinsip panduan pengobatan
yang harus diperhatikan antara lain paduan terdiri dari 4 macam obat yang sudah terbukti
keefektifannya, pemberian obat harus berdasarkan riwayat pengobatan pasien sebelumnya,
dosis diberikan sesuai dengan berat badan pasien. 4
Extensively drug-resistant TB
Extensively drug-resistant TB (XDR-TB) adalah drug-resistant yang tahan terhadap
hampir semua obat yang digunakan untuk mengobati TB. Seperti halnya MDR, XDR resisten
terhadap termasuk dua terbaik obat lini pertama yaitu isoniazid dan rifampisin, ditambah lini
kedua obat yaitu fluoroquinolones dan setidaknya salah satu dari tiga obat suntik (yaitu,
amikasin, kanamisin, atau kapreomisin). Karena XDR TB resistan terhadap obat terampuh lini
pertama dan kedua, opsi pengobatan untuk pasien pasien yang tersisa menjadi kurang efektif
dan sering memiliki hasil pengobatan yang lebih buruk.
Pasien dengan MDR TB/XDR TB biasanya memiliki kavitas berdinding tebal dengan
bagian paru yang rusak. Pada daerah ini kaya akan kuman tuberkulosis yang bersarang dan
menjadi sumber infeksi. Oleh karena vaskularisasi yang kurang baik, terapi medikamentosa
tidak dapat mencapai daerah tersebut. Pengobatan hanya dengan medikamentosa memberikan
hasil yang tidak memuaskan dengan kurabilitas rendah, toksisitas tinggi serta pengobatan
membutuhkan waktu yang lama. Untuk kasus TDR (klinis dan laboratorium disetujui), baik
co-amoxiclav (625 mg / 8 jam) atau klaritromisin (1.000 mg / d), bersama dengan dosis tinggi
INH (15 mg / kg), yang diresepkan menunjukan tidak adanya perbaikan apapun. Tindakan
pembedahan dapat dilakukan setelah uji fungsi paru untuk memprediksi kemampuan paru
yang tersisa untuk mengkompensasi fungsi respirasi. Tindakan operatif dilakukan setelah
setidaknya 2-3 bulan pengobatan dengan OAT, beberapa penulis merekomendasikan
pembedahan setelah 6-8 bulan terapi medikamentosa. Setelah operasi pengobatan OAT
diteruskan dengan regimen yang telah ditentukan. Komplikasi yang dapat terjadi pada
pembedahan ini adalah fistel bronkopleura, empiema sampai kematian. Risiko komplikasi

dapat dikurangi dengan pemberian OAT yang efektif pra dan pasca bedah, serta fisioterapi
dan drainase postural. 4
Total Drug Resistant TB (TDR)
Completely/totally drug resistant tuberculosis didefinisikan sebagai bentuk yang
paling parah dari tuberkulosis resisten obat yang resisten terhadap pengobatan dengan semua
lini pertama dan semua lini kedua dan lini ketiga (semua obat OAT). Perkembangan resistensi
ini dikaitkan dengan buruknya manajemen / pengobatan TB serta fakta pada TDR telah
dihasilkan mutasi genom bakteri yang lebih lanjut melampaui yang terlihat di XDR dan
MDR. Sampai saat ini belum ada pengobatan untuk mengobati dan menyembuhkan TDR,
dimana angka kematian individu penderita TDR adalah 100%. Strain baru dari XDR
M.tuberculosis humanis ini sangat virulen dan sangat menular baik pada individu
imunokompeten dan yang memperoleh sel-imunitas adaptif dari penggunaan kedua lini obat;
semua individu imunokompetent dan semua penderita TB aktif. Dengan demikian individu
penderita TDR harus diisolasi pada fasilitas kesehatan khusus di mana barrier ketat diberikan
sampai mati. Peralatan yang digunakan umumnya sekali pakai dan larutan hipoklorit harus
digunakan untuk membersihkan, serta semua limbah bekas pemakaian harus segera dibakar
sebagai limbah klinis. Hanya pelayan kesehatan yang khusus dan terlatih yang boleh
melakukan kontak minimal dengan pasien.4

Working Diagnosis
Dari semua diagnosis tersebut, maka yang paling tepat adalah Tuberkulosis paru putus obat.
Pasien dalam kasus ini diduga mengalami TB putus obat. Hal ini berdasarkan riwayat
penyakit pasien yang sebelumnya menjalani terapi OAT namun konsumsi obat dihentikan
setelah penggunaan selama 3 bulan. Selanjutnya dikatakan pasien melanjutkan pengobatan
dan sudah berlangsung selama 6 bulan. Dari hasil pemeriksaan sputum pasien didapatkan
BTA+3, yang mana tidak mengalami perubahan sejak 7 bulan sebelumnya.

Definisi
Tuberkulosis Paru Putus Obat
Putus berobat menurut Depkes RI adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan
atau lebih dengan BTA positif.3

Etiologi
Tuberkulosis adalah penyakit sistem pernapasan yang disebabkan oleh bakteri batang
tahan asam (BTA) yaitu Mycobacterium tuberculosis. Bakteri tahan pada udara kering
maupun dalam keadaan dingin, namun tumbuhnya lambat dan sensitif pada paparan panas
dan sinar UV. Di dalam jaringan, bakteri hidup sebagai parasit intraselular yakni dalam
sitoplasma makrofag. Sifat lain dari kuman ini adalah bersifat aerob. Dalam hal ini tekanan
oksigen pada bagian apikal paru-paru lebih tinggi dibandingkan bagian lain sehingga
merupakan tempat predileksi bakteri.
Bakteri ini berbentuk batang aerob yang tidak membentuk spora. Mikobakterium
tidak dapat diklasifikasikan menjadi gram-positif atau gram-negatif. Teknik pewarnaan ZiehlNeelsen digunakan untuk mengidentifikasi bakteri tahan asam. Lingkungan yang sangat padat
dan pemukiman di wilayah perkotaan kemungkinan besar telah mempermudah proses
penularan dan berperan sekali atas peningkatan jumlah kasus TB. Proses terjadinya infeksi
8

oleh M. tuberculosis biasanya secara inhalasi, sehingga TB paru merupakan manifestasi klinis
yang paling sering dibanding organ lainnya. Penularan penyakit ini sebagian besar melalui
inhalasi basil yang mengandung droplet nuclei, khususnya yang didapat dari pasien TB paru
dengan batuk berdarah atau berdahak yang mengandung basil tahan asam (BTA). 5

Epidemiologi
Walaupun pengobatan TB yang efektif sudah tersedia tapi sampai saat ini TB masih
tetap menjadi problem kesehatan dunia yang utama. Pada bulan Maret 1993 WHO
mendeklarasikan TB sebagai global helath emergency. TB dianggap sebagai masalah
kesehatan dunia yang penting karena lebih kurang 1/3 penduduk dunia terinfeksi oleh
mikobakterium TB. Sebagian besar dari kasus TB ini (95%) dan kematiannya (98%) terjadi di
negara-negara yang sedang berkembang. Di antara mereka 75% berada pada usia produktif
yaitu 20-49 tahun. Karena penduduk yang padat dan tingginya prevalensi maka lebih dari
65% kasus-kasus TB yang baru dan kematian yang muncul terjadi di Asia.
Indonesia sekarang berada pada ranking kelima negara dengan beban TB tertinggi di
dunia. Estimasi prevalensi TB semua kasus adalah sebesar 660.000. Berdasarkan survei
kesehatan rumah tangga 1985 dan survei kesehatan nasional 2001, TB menempati ranking
nomor 3 sebagai penyebab kematian tertinggi di Indonesia. 1

Patofisiologi
Tuberkulosis primer
Penularan tuberkulosis paru terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersihkan keluar
menjadi droplet nuclei dalam udara sekitar kita. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam
udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang
buruk dan kelembapan. Dalam suasana lembab dan gelap kuman tahan berhari-hari sampai
berbulan-bulan. Bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang sehat, ia akan menempel pada
saluran pernapasan atau jaringan paru. Partikel dapat ke alveolar bila ukuran partikel kurang
dari 5 mikrometer. Kuman akan dihadapi oleh netrofil, kemudian baru makrofag. Kebanyakan
partikel ini akan mati atau dibersihkan oleh makrofag keluar dari percabangan trakeobronkial
bersama gerakan silia dengan sekretnya.
Bila kuman menetap pada jaringan paru, berkembang biak dalam sitoplasma
makrofag. Disini ia dapat terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Kuman yang bersarang di
jaringan paru akan berbentuk sarang tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut sarang primer.
Sarang primer ini dapat terjadi disetiap bagian jaringan paru. Bila menjalar sampai ke pleura,
maka terjadilah efusi pleura. Kuman dapat juga masuk melalui saluran gastrointestinal,
jaringan limfe, orofaring, dan kulit, terjadi limfadenopati regional kemudian bakteri masuk ke
dalam vena dan menjalar ke saluran organ paru, otak, ginjal, dan tulang. Bila masuk ke arteri
pulmonalis maka terjadilah penjalaran ke seluruh bagian paru menjadi TB milier. Dari
serangan primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis
lokal), dan juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening hilus (limfadenitis regional). Semua
proses ini memakan waktu 3-8 minggu.1
Kompleks primer ini selajutkan akan dapat menjadi :
- Sembuh sama sekali tanpa menimbulkan cacat. Ini banyak terjadi
- Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas,berupa garis-garis fibrotik, klasifikasi
hilus, keadaan ini terdapat pada lesi pneumonia yang luas > 5mm dan 10%
diantaranya dapat menjadi reaktivasi lagi karena kuman yang dorman.

Berkomplikasi dan menyebar secara: a). Perkontinuitatum, yakni menyebar


kesekitarnya, b). Secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun paru yang
disebelahnya. Kuman juga dapat tertelan bersama sputum dan ludah sehingga
menyebar ke usus, c). Secara limfogen, keorgan tubuh lain-lainnya, d). Secara
hematogen, ke organ tubuh lainnya.1

Tuberkulosis Sekunder
Kuman yang dorman pada tuberkulosis primer akan muncul bertahun-tahun
kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis dewasa (tuberkulosis post primer =
Tb pasca primer =Tb sekunder). Mayoritas reinfeksi mencapai 90%. Tuberkulosis sekunder
terjadi karena imunitas menurun seperti pada pasien dengan malnutrisi, alkohol, penyakit
maligna, diabetes, AIDS, gagal ginjal. Tuberkulosis pasca primer ini dimulai dengan sarang
dini yang berlokasi diregio atas paru (bagian apikal-posterior lobus superior atau inferior).
Invasinya adalah kedaerah parenkim paru dan tidak ke nodus hiler paru. 1
Sarang dini ini juga mula-mula juga terbentuk sarang peneumonia kecil. Dalam 3-10 minggu
sarang ini menjadi tuberkel yakni suatu gronuloma yang terdiri dari sel-sel Histiosit dan sel
Datia-Langhans (sel besar dengan banyak inti) yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan
berbagai jaringan ikat. 1
Tb pasca primer juga dapat berasal dari infeksi eksogen dari usia muda menjadi Tb usia tua.
Tergantung dari jumlah kuman, virulensinya, dan imunitas pasien, sarang dini dapat menjadi :
-

Direabsorbsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat.

Sarang yang mula-mula meluas, tetapi segerah menyembuh dengan serbukan


karingan fibrosis. Ada yang membungkus diri menjadi keras, meimbulkan
perkapuran. Sarang dini yang meluas sebagai granuloma berkembang dan
menghancurkan karingan ikat sekitarnya dan bagian tengahnya mengalami nekrosis,
menjadi lembek membentuk jaringan keju. Bila jaringan keju dibantukkan keluar
akan terjadilah kavitas. Kavitas ini mula-mula berdinding tipis, lama-lama dindingnya
menebal karena infiltrasi jaringan fibrosis dalam jumlah besar, sehingga menjadi
kavitas skelorik (kronik). Terjadilah perkijauan dan kavitas adalah karena hidrolisis
protein lipid protein lipid dan asam nukelat oleh enzim yang diproduksi oleh
makrofag, dan proses yang berlebihan sitokin dengan TNF-nya. Bentuk perkijauan
lain yang jarang adalah cryptic disseminated Tb yang terjadi pada immunodefisiensi
dan usia lanjut. 1

Disini lesi sangat kecil, tetapi berisi bakteri yang sangat banyak. Kavitas dapat a).
Meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonia baru. Bila isi kavitas ini masuk kedalam
peredaraan darah arteri, maka akan terjadi Tb milier. Dapat juga masuk ke paru sebelahnya
atau tertelan dan masuk kelambunbg dan selanjutnya keusus jati Tb usus. Sarang ini
selanjutnya mengikuti perjalanan seperti yang disebutkan terlebih dahulu. Bisa juga terjadi Tb
endobrokial dan Tb endotrakeal atau empiema bila ruptur ke pleura; b). Memadapt dan
membungkus diri sehingga menjadi tuberkuloma. Tuberkuloma ini dapat mengapur dan
menyembuhkan atau dapat aktif kembali cair dan dapat menjadi kavitas lagi. Komplikasi
kronik kavitas adalah kolonisasi oleh fungus seperti aspergilus dan kemudian menjadi
mycetoma; c). Besih dan menyembuh, disebut open healed menjadi kecil. Kadang-kadang

10

berakhir sebagai kavitas yang terbungkus, menciut dan berbentuk seperti bintang disebut
stellate shaped.1
Secara keseluruhan terdapat 3 macam sarang yakni :
1. Sarang yang sudah sembuh. Sarang bentuk ini tidak perlu diobatilagi.
2. Sarang aktif eksudatif. Sarang bentuk ini perlu pengobatan sempurna
3. Sarang antara aktif dan sembuh. Sarang bentuk ini dapat sembuh spontan, tetapi
mengingat dapat kembalinya eksaserbasi kembali, sebaiknya diberikan pengobatan
yang sempurna.1

Manifestasi Klinis
Keluhan yang dirasakan pada pasien tuberkulosis dapat bermacam-macam atau malah pasien
ditemukan Tb paru yang asimtomatik dalam pemeriksaan kesehatan. Gejala klinis
tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu gejala lokal (respiratorik dan gejala
sistemik.2
Gejala Lokal (Respiratorik)
1. Batuk. Batuk baru timbul apabila proses penyakit telah mengiritasi bronkus. Batuk
ibni diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar. Batuk lebih dari 2
minggu yang selanjutanya akan terjadi peradangan bronkus. Sifat batuk dimulai dari
batuk kering (non-produktif) kemudian setelah timbulnya peradangan akan menjadi
batuk yang menghasilakan sputum (batuk produktif). Batuk produktif ini berguna
untuk membuang produk ekskresi peradangan. Sputum dapat bersifat mukoid atau
purulen.
2. Batuk darah. Batuk darah adalah keadaan lanjut dari batuk dimana pecahnya embuluh
darah. Berat dan ringannya batuk darah bergantung pada besar dan kecilnya
pembuluh darah yang pecah. Batuk darah tidak selalu timbul akibat pecahnya
aneurisma melainkan dapat terjadi juga pada ulserasi mukosa bronkus. Kebanyakan
batuk darah pada tuberkulosis terjadi pada kavitas.
3. Nyeri Dada. Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul akibat inflitasi
radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pluritis. Terjadi gesekan
pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan napasnya.
4. Ronki. Terjadi karena penumpukan cairan atau lendir didalam paru, terutama
terdengar pada bagian apikal paru.
5. Dispneu. Gejala ini ditemukan pada penyakit yang lanjut karena kerusakan paru yang
cukup lama. Pada walanya gejala ini tidak di dapatkan. 1,2
Gejala Sistemik
1. Demam. Biasanya subfebril, menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-kadang
panas tubuh mencapau 40-410C. Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar,
tetapi kemudian dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya, sehingga pasien merasa
tidak pernah terbebas dari penyakit. Keadaan ini sangat diperngaruhi oleh sistem

11

imun dan berat ringannya infeksi bakteri. Serangan demam dapat terjadi setelah 3
bulan, 6 bulan, dan 9 bulan.
2. Keringat malam. Keringat malam bukanlah gejala yang patogmonosis untuk penyakit
tuberkulosis paru. Keringat malam umumnya baru timbul pada proses lanjut, kecuali
pada orang-orang dengan vasomotor labil, keringat malam dapat timbul dini.

3. Malaise dan Anoreksia. Tuberkulosis bersifat radang menahunsehingga dapat terjadi


rasa tidak enak badan, pegal-pegal nafsu makan berkurang, badan makin kurus sakit
kepal dan mudah lelah.1,2

Penatalaksanaan
Medika Mentosa
Dalam riwayat kemoterapi terhadap tuberkolosis dahulu dipakai 1 macam obat saja.
Kenyatannya dengan pemakaian obat tunggal ini banyak terjadi resistensi karena sebagian
besar kuman tuberkolosis memang dapat dibinasakan tetapi sebagian kecil tidak, kelopok
kecil yang resisten ini malah berkembang biak dengan leluasa. Untuk mencegah terjadinya
resistensi ini, terapi tuberkolosis dilakukan dengan memakai paduan obat, sedikitnya
diberikan 2 macam obat yang bersifat bakterisid.
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan
fase lanjutan 4 atau 7 bulan, sehingga lama pengobatan keseluruhan menjadi 6-9 bulan.
Paduan obat anti tuberculosis (OAT) yang digunakan terdiri dari paduan obat utama dan
tambahan. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah INH (H), Rifampisin (R),
Pirazinamid (Z), Streptomisin (S) dan Etambutol (E). Obat H dan R merupakan obat yang
paling efektif, E dan S dengan kemampuan menengah, sedangkan Z adalah yang terkecil
efektivitasnya.
Jenis obat tambahan lainnya (lini 2) yaitu Kanamisin, Amikasin, Kuinolon, obat lain
masih dalam penelitian yaitu makrolid dan amoksilin + asam klavulanat dan beberapa obat
berikut yang belum tersedia di Indonesia antara lain : Kapreomisin, Sikloserino, PAS (dulu
tersedia), Derivat rifampisin dan INH, Thioamides (ethionamide dan prothionamide). Obat
disajikan dengan kemasan obat tunggal (disajikan secara terpisah masing-masing H, R, S, Z,
E) dan obat kombinasi dosis tetap (FDC = Fixed Doses Combination).
Paduan obat yang dipakai di indonesia dan dianjurkan juga oleh WHO adalah: 2
RHZ/4 RH dengan variasi 2 RHS/4RH, 2 RHZ/4R3H3, 2 RHS/4R2H2. Untuk tuberkolosis
paru yang berat (milier) dan tuberkolosis ekstraparu, terapi tahap lanjutan diperpanjang
menjadi 7 bulan sehingga paduannya menjadi 2 RHZ/7 RH, dll. Dengan pemberian terapi
jangka pendek akan didapat beberapa keuntungan seperti waktu pengobatan lebih singkat,
biaya keseluruhan untuk pengobatan menjadi lebih rendah, jumlah pasien yang membangkang
menjadi berkurang, dan tenaga pengawas pengobatan menjadi lebih hemat/efisien. 2
Isoniazid (INH) mempunyai kemampuan bakterisidal TB ynag kuat. Mekanisme
kerjanya adalah menghambat cell wall biosintesis pathway. INH dianggap sejenis obat yang
aman, efek samping utamanya adalah hepatitis dan neuropati perifer.
Rifampisin juga merupakan obat anti TB yang ampuh, dia menghambat polimerase
RNA. Efek samping penggunaan obat ini adalah hepatitis, trombositopenia, dan flu like
syndrome.
Pirazinamid hanya diberikan untuk 2 bulan pertama pengobatan. Efek samping
hepatotoksisitas dan hiperurisemia. Etambutol satu-satunya obat lapis pertama yang memiliki

12

efek bakteriostatis, tetapi bila dikombinasikan dengan INH dan rifampisin terbukti bisa
mencegah terjadinya resisten obat.
Obat lapisan kedua dicadangkan untuk pengobatan kasus-kasu resisten multi obat.
Streptomisin merupakan salah satu obat antituberkulos pertama yang ditemukan. streptomisin
merupakan antibioktik golongan aminoglikosida yang harus diberikan secara parenteral da
bekerja mencegah pertumbuhan organisme ekstraselular. Kekurangan obat ini adalah efek
samping toksik pada saraf kranial kedelapan yang dapat menyebabkan disfungsi vestibular
dan/ hilangnya pendengaran.1,2
Pengobatan TB memerlukan waktu sekurang-kurangnya 6 bulan agar dapat mencegah
perkembangan resistensi obat. Oleh karena itu, WHO telah menerapkan strategi DOTS
dimana terdapat petugas kesehatan tambahan yang berfungsi secara ketat mengawasi pasien
minum obat untuk memastikan kepatuhannya.
1. Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3
Selama 2 bulan minum obat INH, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol setiap hari
(tahap intensif), dan 4 bulan selanjutnya minum obat INH dan rifampisin tiga kali
dalam seminggu (tahap lanjutan).
Diberikan kepada:
i. Penderita baru TB paru BTA positif.
ii. Penderita TB ekstra paru (TBC di luar paru-paru) berat.
2. Kategori 2 : HRZE/5H3R3E3
Diberikan kepada:
i.
Penderita relaps.
Pada TB paru kasus kambuh menggunakan 5 macam OAT pada fase intensif
selama 3 bulan (bila ada hasil uji resistensi dapat diberikan obat sesuai hasil
uji resistensi). Lama pengobatan fase lanjutan 5 bulan atau lebih, sehingga
paduan obat yang diberikan :
2RHZES / 1RHZE / 5RHE. Bila diperlukan pengobatan dapat diberikan
lebih lama tergantung dari perkembangan penyakit.
Bila tidak ada / tidak dilakukan uji resistensi, maka alternatif diberikan
paduan obat : 2 RHZES/1 RHZE/5 R3H3E3
ii.
Penderita gagal terapi.
Pengobatan sebaiknya berdasarkan hasil uji resistensi dengan menggunakan
minimal 5 OAT (minimal 3 OAT yang masih sensitif).
Bila tidak ada / tidak dilakukan uji resistensi, maka alternatif diberikan
paduan obat : 2 RHZES/1 RHZE/5 H3R3E3
iii.
Penderita dengan pengobatan setelah lalai minum obat.
Pasien TB paru kasus lalai berobat, akan dimulai pengobatan kembali sesuai
dengan kriteria sebagai berikut :
a. Berobat > 4 bulan
BTA saat ini negatif
- Klinis dan radiologi tidak aktif atau ada perbaikan maka
pengobatan OAT dihentikan.

13

Bila gambaran radiologi aktif, lakukan analisis lebih lanjut untuk


memastikan diagnosis TB dengan mempertimbangkan juga
kemungkinan penyakit paru lain.
BTA saat ini positif
Pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan
jangka waktu pengobatan yang lebih lama
b. Berobat < 4 bulan
Bila BTA positif, pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat
yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama
Bila BTA negatif, gambaran foto toraks positif TB aktif pengobatan
diteruskan
Jika memungkinkan seharusnya diperiksa uji resistensi terhadap OAT.
3. Kategori 3 : 2HRZ/4H3R3
Diberikan kepada: Penderita BTA (-) dengan kelainan paru tidak luas dan kasus
ekstrapulmonal.
4. Kategori 4: Diberikan pada kasus Tb kronik.
Pada pasien ini mungkin mengalami resistensi ganda, sehingga sputumnya harus
dikultur dan uji kepekaan obat. Jika telah ada hasil uji resistensi, sesuaikan dengan
hasil uji resistensi (minimal terdapat 3 macam OAT yang masih sensitif dengan H
tetap diberikan walaupun resisten) ditambah dengan obat lini 2 seperti kuinolon,
betalaktam, makrolid.1,2
Pencegahan
Kemoprofilaksis
Dengan menggunakan INH dengan dosis 10mg/kg/hari (maksimal 300mg) dengan lama
terapi 6-12 bulan ( 12 bulan untuk pasien HIV positif dan pasien dengan kelainan radiologis
dada). Kemmoprofilaksis dianjurkan pada kelompok berikut ini :
1. Anggota rumah tangga dan orang yang berhubungan erat dengan individu
yang baru terinfeksi tuberkulosis.
2. Orang yang baru terinfeksi
3. Orang dengan reaksi tes tuberkulin positif yang berada dalam situasi klinis
khusus, seperti meninggalkan faktor resiko terkena tuberkulosis. 2

Vaksinisasi BCG (bacillus Calmatte Guerin)


BCG adalah strain M. Bovis yang dilemahkan dan telah diberikan pada lebih dari 2
milyar orang sebagai vaksin terhadap tuberkulosis. Vaksin ini aman tetapi efektivitasnya agak
diperdebatkan. Vaksinasi dilakuakn hanya pada orang dengan tes kulit negatif terhadap
tuberkulin PPD 5 TU. Dosis yang biasa adalah 0,1 mg dalam 0,1 mL secara intradermal yang
menimbulkan reaksi kulit dalam 2-3 minggu berupa papula yang kemuadia berubah menjadi
vesikel dan sembuh dengan parut kecil. Tes tuberkulin kulit berulang harus diberikan
diberikan dalam waktu 2-3 bulan dengan reaksi positif yang menandakan resistensi, kerugian
BCG adalah bahwa vaksin ini dapat menimbulkan hipersensitivitas terhadap tuberkulin yang
dapat mengganggu nilai tes tuberkulin yang dilakukan untuk mendiagnosis tuberkuloasis.
Dari beberapa penelitian diketahui bahwa vaksinasi BCG yang telah dilakukan pada
anak-anak selama ini hanya memberikan daya proteksi sebagian saja, yakni 0-80%. Terapi
BCG masih tetap dipakai karena dapat mengurangi kemungkinan terhadap tuberkulosis berat
dan tuberkulosis ekstra paru lainnya. 2
14

Komplikasi
Penyakit TB paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi.
Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan komplikasi lanjut;
Komplikasi dini: pleuritis, efusi pleura, empiema, laringitis, usus, Poncets
arthropathy
Komplikasi lanjut: Obstruksi jalan napas SOPT (Sindrom Obstruksi Pasca
Tuberkulosis), kerusakan parenkum berat fibrosis paru, sindrom gagal napas
dewasa (ARDS), sering terjadi pada TB milier dan kavitas TB. 2

Kesimpulan
Diagnosis pada kasus, - laki-laki usia 35 dengan riwayat pengobatan TB 2x, pertama
selama 3 bulan dan kedua sudah berlangsung 6 bulan, dengan BTA +++ yang tidak
berubah sebelum dan sesudah pengobatan yang kedua, - adalah TB putus obat. Hal ini
dikonfirmasi dengan pemeriksaan sputum BTA yang masih positive dan tidak berkurang.
Konfirmasi lebih lanjut dapat didapatkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang lainnya, serta pemeriksaan uji resistensi obat untuk menyingkirkan
kemungkinan positivenya BTA akibat resistensi obat.

Daftar Pustaka
1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, penyunting. Buku ajar
ilmu penyakit dalam. Jakarta: Interna Publishing; 2009.h. 868-9.
2. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit 2. Edisi ke6. Jakarta: EGC; 2014. h. 855.
3. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). Tuberkulosis Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta, 2014.
4. Tamsil TA, Nawas A, Sutoyo DK. Pengobatan Multidrugs Resistant Tuberculosis
(MDR-TB) dengan Paduan Jangka Pendek. J Respir Indo : 2014:34(2):109-21.
5. Brooks GF, Butel JS, Morse SA. Mikrobiologi kedokteran jawetz, melnick, dan
adelberg. Edisi ke-23. Jakarta: EGC; 2008.h.325-7.

15

Anda mungkin juga menyukai