Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN
Telinga tengah umumnya bebas dari kuman patogen. Walaupun terdapat mikroba
dinasofaring dan faring. Hal ini disebabkan karena telinga mempunyai mekanisme
pencegahan agar mikroba tidak dapat masuk ke telinga tengah. Mikroba tidak dapat masuk
oleh karena terhalang oleh silia mukosa tuba eustachius, ezim dan antibodi.

Otitis media

akut (OMA) masih merupakan masalah kesehatan khususnya pada anak-anak. Penyakit ini
terjadi terutama pada anak dari baru lahir sampai umur sekitar 7 tahun, dan setelah itu
insidennya mulai berkurang.1 Anak umur 6-11 bulan lebih rentan menderita OMA. Insiden
sedikit lebih tinggi pada anak laki-laki dibanding perempuan.

Broides et al pada tahun 1995-2006 di Negev, Israil menemukan prevalensi bakteri


penyebab OMA adalah H.influenza 48%, S.pneumoniae 42,9%, M.catarrhalis 4,8%,
Streptococcus grup A 4,3% pada pasien usia dibawah 5 tahun. Sedangkan Titisari
menemukan bakteri penyebab OMA pada pasien yang berobat di RSCM dan RSAB Harapan
Kita Jakarta pada bulan Agustus 2004 Februari 2005 yaitu S.aureus 78,3%, S.pneumoniae
13%, dan H.influenza 8,7%. 3 Sebagian kecil anak menderita penyakit ini pada umur yang
sudah lebih besar, pada umur empat dan awal lima tahun. Beberapa bersifat individual dapat
berlanjut menderita episode akut pada masa dewasa. Kadang-kadang, orang dewasa dengan
infeksi saluran pernafasan akut tapi tanpa riwayat sakit pada telinga dapat menderita OMA. 2
Prevalensi kejadian OMA banyak diderita oleh anak-anak maupun bayi dibandingkan
pada orang dewasa tua maupun dewasa muda. .1
Penatalaksanaan OMA tanpa komplikasi mendapat sejumlah tantangan unik. Pilihan
terapi OMA tanpa komplikasi berupa observasi dengan menghilangkan nyeri (menggunakan
asetaminofen atau ibuprofen), dan / atau antibiotik.5 Di Amerika Serikat (AS), kebanyakan
anak dengan OMA secara rutin mendapat antibiotik.6 Cepatnya perubahan spektrum patogen
menyebabkan sulitnya pemilihan terapi yang paling sesuai. Berkembangnya pengetahuan
baru tentang patogenesis OMA, perubahan pola resistensi, dan penggunaan vaksin baru
memunculkan tantangan yang lebih lanjut pada penatalaksanaan efektif pada OMA. 3 Food
and Drug Administration (FDA) menyetujui penggunaan vaksin pneumokokus konjugat
sebagai cara baru dalam menurunkan prevalensi OMA dan mencegah sekuele dari infeksi
telinga.3
Penulisan referat ini bertujuan untuk mengetahui definisi, etiologi, gejala klinis,
prosedur penegakkan diagnosis dan penatalaksanaan otitis media akut.
1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Otitis media adalah suatu peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah. 3
Otitis media akut didefinisikan bila proses peradangan pada telinga tengah yang terjadi secara
cepat dan singkat (dalam waktu kurang dari 3 minggu) yang disertai dengan gejala lokal dan
sistemik.3
B. Anatomi

Gambar 1. Anatomi Telinga11

Telinga tengah berbentuk kubus yang terdiri dari:3


1. Membran timpani yaitu membran fibrosa tipis yang berwarna kelabu mutiara. Berbentuk
bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu
liang telinga. Membran timpani dibagi ats 2 bagian yaitu bagian atas disebut pars flasida
(membrane sharpnell) dimana lapisan luar merupakan lanjutan epitel kulit liang telinga
sedangkan lapisan dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, dan pars tensa merupakan
bagian yang tegang dan memiliki satu lapis lagi ditengah, yaitu lapisan yang terdiri dari
serat kolagen dan sedikit serat elastin.
2. Tulang pendengaran yang terdiri dari maleus, inkus dan stapes. Tulang pendengaran ini
dalam telinga tengah saling berhubungan.
3. Tuba Eustachius, yang menghubungkan rongga telinga tengah dengan nasofaring.
2

Peradangan pada telinga tengah dapat dilihat dari membran timpani. Membran timpani
merupakan sebuah kerucut yang tidak teratur, puncaknya dibentuk oleh umbo. Membran
timpani orang dewasa berdiameter sekitar 9 mm dan membentuk sudut lancip yang
berhubungan dengan dinding inferior liang telinga luar. Anulus fibrosus dari membran
timpani mengaitkannya pada sulkus timpanikus. Selain itu, membran timpani melekat erat
pada maleus yaitu pada prosesus lateral dan umbo.3 Membran timpani dipisahkan menjadi
bagian atas pars flaksid (membran Shrapnell) dan bagian bawah pars tensa (membran
propria). 3
Membran timpani merupakan struktur trilaminar. Permukaan lateralnya dibentuk oleh
epitel skuamosa, sedangkan lapisan medial merupakan kelanjutan dari epitel mukosa dari
telinga tengah. Di antara lapisan ini terdapat lapisan jaringan ikat, yang dikenal sebagai pars
propria. Pars propria di umbo ini berguna untuk melindungi ujung distal manubrium. 3
Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada memban timpani disebut sebagai umbo.
Dari umbo bermula suatu reflek cahaya ke arah bawah yaitu pada pukul 7 untuk membran
timpani kiri dan pukul 5 untuk membran timpani kanan (Gambar 1).
Membran timpani dibagi menjadi 4 kuadran, dengan menarik garis searah dengan
prosesus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di umbo, sehingga
didapatkan bagian atas-depan, atas-belakang, bawah-depan serta bawah-belakang, untuk
menyatakan letak perforasi membran timpani. Di dalam telinga tengah terdapat tulang-tulang
pendengaran yaitu maleus, inkus dan stapes.3
Sumbatan pada tuba Eustachius merupakan faktor utama penyebab terjadinya OMA.
Tuba eustachius meluas sekitar 35 mm dari sisi anterior rongga timpani ke sisi posterior
nasofaring dan berfungsi untuk ventilasi, membersihkan dan melindungi telinga tengah.
Lapisan mukosa tuba dipenuhi oleh sel mukosiliar, penting untuk fungsi pembersihannya.
Bagian dua pertiga antromedial dari tuba Eustachius berisi fibrokartilaginosa, sedangkan
sisanya adalah tulang. Dalam keadaan istirahat, tuba tertutup. Pembukaan tuba dilakukan oleh
otot tensor veli palatini, dipersarafi oleh saraf trigeminal. Pada anak, tuba lebih pendek, lebih
lebar dan lebih horizontal dari tuba orang dewasa (Gambar 2). Panjang tuba orang dewasa
37,5 mm dan pada anak di bawah 9 bulan adalah 17,5 mm.3

Gambar 2. Membran timpani normal pada telinga kanan. 3


1 = pars flaksid; 2 = prosesus brevis maleus; 3 = tangan dari maleus;4 = umbo; 5 = resesus
supratuba; 6 = orifisium tuba; 7 = sel udara hipotimpani; 8 = tendon stapedius; c = chorda
tympani; I = inkus; P = promontorium;o=oval window; R=round window; T = tensor
timpani; A = annulus

Gambar 3. Perbedaan anatomi tuba Eustachius pada anak dan dewasa.1,3


C. Fisiologi
Terdapat 3 fungsi tuba Eustachius dalam memelihara fungsi telinga tengah yaitu fungsi
ventilasi, fungsi drainase dan fungsi proteksi.
1.

Fungsi ventilasi
Tuba Eustachius berfungsi mempertahankan tekanan udara sebesar 1 atmosfer di dalam

kavum timpani sama dengan tekanan udara luar agar system timpani-osikula dapat berfungsi
dengan sempurna. Secara fisiologis tuba Eustachius bekerja pada tekanan 0-500 mm H 2O.
4

Pada keadaan normal lumen tuba Eustachius hampir selalu tertutup dan baru terbuka ketika
menelan atau menguap, sehingga kavum timpani merupakan ruang tertutup berisi udara.
Tekanan udara di kavum timpani berangsur-angsur turun karena absorbs oksigen oleh mukosa
kavum timpani, yang mengakibatkan tekanan di kavum timpani lebih rendah dari pada
tekanan udara di dalam nasofaring

3,6

. dalam suatu penelitian Elner mengatakan bahwa

terjadi penurunan tekanan udara 30 sampai 65 H 2O dalam satu jam bila tuba Eustachius
tertutup terus. Pembukaan tuba Eustachius dapat terjadi secara aktif dan pasif. Pembukaan
lumen tuba Eustachius secara aktif terjadi akibat kontraksi muskulus tensor veli palatine pada
saat menelan, menguap atau mengunyah sehingga udara dari nasofaring dapat masuk ke
kavum timpani. Adanya fungsi ventilasi maka perubahan tekanan udara di dalam kavum
timpani dapat diseimbangkan kembali dengan terbukanya tuba Eustachius secara periodik.
Pada orang dewasa gerakan menelan terjadi sekali dalam satu menit dan dalam keadaan tidur
terjadi sekali dalam 5 menit, sedangkan pada bayi frekuensinya lebih sering.
Pembukaan tuba Eustachius secara pasif terjadi bila tekanan udara di dalam telinga
tengah lebih tinggi. dengan Pressure changer technique terlihat bahwa tuba Eustachius
terbuka secara pasif bila ada kelebihan tekanan + 15 mmHg atau + 200 mmH 2O di dalam
telinga tengah. Tetapi pembukaan tuba Eustachius tersebut kurang sempurna, sehingga
terdapat sisa tekanan + 3,6 mmHg atau + 48 mmH 2O yang baru hilang setelah tuba
Eustachius terbuka secara aktif oleh kontraksi otot. Dalam keadaan normal tuba Eustachius
tidak dapat menyesuaikan tekanan negative dalam telinga tengah tanpa pembukaan secara
aktif oleh aktifitas otot. Hal ini sesuai dengan pengamatan Ingelstedt (1980) bahwa aliran
udara di dalam lumen tuba Eustachius lebih mudah dari telinga tengah ke nasofaring dari
pada sebaliknya. 5,6

2. Fungsi drainase
Mukosa kavum timpani dan tuba Eustachius memiliki sel-sel yang menghasilkan
secret. Dengan fungsi drainase tuba Eustachius mengalirkan secret akibat aktivitas sel epitel
kolumnar bersilia pada mukosa tuba Eustachius dari kavum timpani kea rah nasofaring . 5,6
.3. Fungsi proteksi
Pada keadaan normal tuba Eustachius hampir selalu dalam keadaan tertutup, sehingga
akan menghalangi sekret dan kuman dari nasofaring masuk ke dalam kavum timpani

5,6

D. Etiologi
Otitis media dapat terjadi karena : 4
1. Sumbatan tuba Eustachius
Obstruksi tuba Eustachius merupakan suatu faktor penyebab dasar pada otitis media akut.
Oleh sebab itu, hilanglah sawar utama terhadap invasi bakteri karena pertahanan tubuh
pada silia mukosa tuba terganggu.
2. Perubahan tekanan udara secara tiba-tiba
3. Alergi
4. Infeksi
Kuman penyebab utama pada otitis media akut adalah bakteri piogenik seperti
Streptococcus sp., Staphilococcus aureus, Pneumococcus. Selain itu kadang-kadang
ditemukan juga Haemophillus influenza, Escherichia coli, Streptococcus anhemolitikus,
Proteus Vulgaris, dan Pseudomonas aeruginosa. Haemophillus influenza saring
ditemukan pada anak yang berusia di bawah 5 tahun. Beberapa contoh kuman penyebab
infeksi otitis media akut yaitu: Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenza (tipe
tidak dapat ditentukan), Streptococcus Grup A, Branhamella catarrhalis, Staphylococcus
aureus, Staphylococcus epidermidis; sedangkan pada bayi, bakteri pathogen yang
menyebabkan otitis media akut adalah Chlamydia trachomatis, Eschericia coli, dan
spesies Klebsiella.
5. Sumbatan
Sumbatan dapat berupa sekret, tampon, dan tumor.

E. Patofisiologi
Tuba Eustachius menghubungkan antara nasofaring dengan telinga tengah anterior.
Tuba Eustachius dilapisi oleh epitel lapisan saluran pernapasan dan dikelilingi oleh tulang
dan sebagian besar tulang kartilago. Tuba Eustachius anak berbeda dengan orang dewasa.
Tuba Eustachius pada anak lebih horizontal dan terdapat banyak folikel limfoid yang
mengengelilingi lubang pembukaan tuba dan torus tubarius.5,6
Tuba Eustachius secara normal tertutup pada saat istirahat dan membuka pada saat
menelan, mengunyah, dan menguap. Hal ini disebabkan karena kerja otot tensor veli palatini.
Tuba Eustachius melindungi telinga tengah dari sekresi nasofaring yang memberikan
drainase ke dalam nasofaring dan memberikan keseimbangan tekanan udara dengan tekanan
atmosfir yang terdapat pada telinga tengah. 5,6
6

Patogenesis otitis media akut sebagian besar anak-anak dimulai dengan infeksi saluran
nafas atas (ISPA) atau alergi sehingga terjadi kongesti dan edema pada mukosa saluran nafas
atas, termasuk nasofaring dan tuba Eustachius.8 Tuba Eustachius menjadi sempit sehingga
terjadi tekanan negatif pada telinga tengah. Bila keadaan demikian berlangsung lama, akan
menyebabkan refluks dan aspirasi virus dan bakteri dari nasofaring ke dalam tuba Eustachius.
Mukosa telinga tengah bergantung pada tuba Eustachius untuk mengatur proses ventilasi
yang berkelanjutan dari nasofaring.

5,6

Jika terjadi gangguan akibat obstruksi tuba, akan

mengaktivasi proses yang kompleks dari reaksi inflamasi dan terjadi efusi cairan ke dalam
telinga tengah.
Bila tuba Eustachius tersumbat, drainase telinga tengah terganggu, sehingga terjadi
infeksi serta terjadi akumulasi sekret di telinga tengah, kemudian terjadi proliferasi mikroba
patogen pada sekret. Akibat dari infeksi virus saluran nafas atas, sitokin dan mediatormediator inflamasi yang dilepaskan menyebabkan disfungsi tuba Eustachius. 5,6
Virus respiratori juga dapat meningkatkan kolonisasi dan adhesi bakteri sehingga
mengganggu pertahanan imun pasien terhadap infeksi bakteri. Jika sekret dan pus bertambah
banyak dari proses inflamasi lokal, pendengaran dapat terganggu karena membran timpani
dan tulang pendengaran tidak dapat bergerak bebas terhadap getaran. Akumulasi cairan yang
terlalu banyak akhirnya dapat merobek membran timpani akibat tekanannya yang meninggi.
5,6

Obstruksi tuba Eustachius dapat terjadi secara intraluminal dan ekstraluminal. Faktor
intraluminal adalah seperti akibat ISPA dimana proses inflamasi terjadi lalu timbul edema
pada mukosa tuba serta akumulasi sekret di telinga tengah. Selain itu, sebagian besar pasien
otitis media dihubungkan dengan riwayat fungsi abnormal dari tuba Eustachius sehingga
mekanisme pembukaan terganggu. Faktor ekstraluminal seperti tumor dan hipertrofi adenoid.
5,6

Gambar 4. Patofisiologi otitis media.3,5,7

F. Klasifikasi Otitis media akut


Otitis media akut dibedakan menjadi 5 stadium, yaitu: 3,5,7
1. Stadium oklusi tuba Eustachius
Pada stadium ini, terdapat sumbatan tuba Eustachius yang ditandai oleh retraksi membran
timpani akibat terjadinya tekanan intratimpani negatif dalam telinga tengah dengan adanya
absorpsi udara. Kadang-kadang membran timpani tampak normal (tidak ada kelainan) atau
berwarna keruh pucat. Efusi mungkin telah terjadi tetapi tidak dapat dideteksi. Stadium ini
sukar dibedakan dengan otitis media serosa yang disebabkan virus atau alergi. Tidak terjadi
demam pada stadium ini.
2. Stadium Hiperemis
Pada stadium hiperemis (gambar 5), tampak pembuluh darah yang melebar di membran
timpani atau seluruh membran timpani tampak hiperemis dan edema. Sekret yang telah
terbentuk mungkin masih bersifat eksudat yang serosa sehingga sukar terlihat. Hiperemis
disebabkan

oleh

oklusi

tuba

yang

berkepanjangan

sehingga

terjadinya

invasi

mikroorganisme piogenik. Inflamasi yang terjadi pada telinga tengah dan membran timpani
menyebabkan kongesti.

Stadium ini merupakan tanda infeksi bakteri yang menyebabkan pasien mengeluh otalgia,
telinga rasa penuh, dan edema. Pendengaran mungkin masih normal atau terjadi gangguan
ringan tergantung dari cepatnya proses hiperemis. Hal ini terjadi karena peningkatan tekanan
udara di kavum timpani. Gejala berkisar antar dua belas jam sampai satu hari.

3. Stadium
Stadium

supurasi
(gambar

ini

oleh

terbentuknya

atau

bernanah di

Gambar 5. Stadium hiperemis10

6)

ditandai

sekret eksudat purulen


telinga tengah dan juga

di sel-sel mastoid. Selain itu, edema pada mukosa telinga tengah menjadi lebih hebat dan sel
epitel superfisial hancur. Terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani menyebabkan
membran timpani menonjol atau bulging ke arah liang telinga luar.
Pada keadaan ini, pasien akan tampak sangat kesakitan, nadi dan suhu meningkat, dan
rasa nyeri yang bertambah hebat di telinga. Pasien selalu gaduh dan tidak dapat tidur
nyenyak. Dapat disertai dengan gangguan tuli konduktif.

Gambar 6. Stadium supurasi10


Pada bayi, demam tinggi dapat disertai muntah dan kejang. Stadium supurasi yang
berlanjut dan tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan iskemia membran timpani
9

akibat nekrosis mukosa dan submukosa membran timpani. Terjadi penumpukan nanah yang
terus berlangsung di kavum timpani dan akibat tromboflebitis vena-vena kecil menyebabkan
tekanan kapiler membran timpani meningkat lalu menimbulkan nekrosis. Daerah nekrosis
terasa lebih lembek dan berwarna kekuningan atau yellow spot.
Keadaan stadium supurasi dapat ditangani dengan cara miringotomi. Bedah kecil ini
dilakukan dengan cara menginsisi pada membran timpani sehingga nanah akan keluar dari
telinga tengah menuju liang telinga luar. Luka insisi pada membran timpani akan menutup
kembali. Apabila terjadi ruptur, lubang tempat perforasi lebih sulit menutup. Membran
timpani tidak akan menutup kembali jika membrannya tidak utuh lagi.
4. Stadium perforasi
Stadium perforasi (gambar 7) ditandai oleh ruptur membran timpani sehingga sekret
berupa nanah yang jumlahnya banyak akan mengalir dari telinga tengah ke liang telinga luar.
Kadang-kadang pengeluaran sekret bersifat pulsasi (berdenyut). Stadium ini disebabkan
terlambatnya pemberian antibiotik dan tingginya virulensi kuman. Setelah nanah keluar, anak
menjadi tenang, suhu tubuh menurun, dan dapat tidur nyenyak. Jika membran timpani tetap
perforasi dan pengeluaran sekret atau nanah tetap berlangsung melebihi tiga minggu, maka
keadaan ini disebut otitis media supuratif subakut. Jika berlangsung melebihi satu setengah
bulan sampai dua bulan disebut otitis media supuratif kronik.

5. Stadium
Keadaan

ini

akhir otitis media


dengan

Gambar 7. Stadium Perforasi10 perforasi

resolusi
merupakan

stadium

akut

diawali

yang

berkurangnya

atau

berhentinya otore. Stadium resolusi ditandai oleh membran timpani berangsur normal
(gambar 8) hingga perforasi membran timpani menutup kembali dan sekret purulen
berkurang dan akhirnya kering sehingga pendengaran kembali normal. Stadium ini terjadi

10

walaupun tanpa pengobatan jika membran timpani utuh, daya tahan tubuh baik, dan virulensi
kuman rendah.
Apabila stadium resolusi gagal terjadi maka akan berlanjut menjadi otitis media supuratif
kronik. Kegagalan stadium ini berupa perforasi membran timpani menetap dengan sekret
yang keluar terus menerus atau hilang timbul. Otitits media supuratif akut dapat
menimbulkan gejala sisa berupa otitis media serosa. Otitis media serosa terjadi jika sekret
menetap di kavum timpani tanpa mengalami perforasi membran timpani.

G. Manifestasi
Anak
yang

Gambar 8. Membran timpani10


Klinik
yang utuh
lebih dewasa

dengan

OMA biasanya datang dengan riwayat nyeri telinga atau otalgia mendadak. Namun demikian,
pada anak usia preverbal yang lebih muda, otalgia dicurigai dari tingkah laku anak yang suka
menarik-narik/menggosok

atau

terus

menerus

memegang

telinganya,

nangis

berlebihan/rewel, atau perubahan pada pola tidur anak yang disadari oleh orang tuanya, yang
seringkali dianggap gejala yang tidak spesifik. Beberapa studi mencoba untuk
mengkorelasikan skor gejala dengan diagnosis OMA. Sebuah pengkajian sistematis
mengidentifikasi empat artikel yang mengevaluasi keakuratan dari gejala. Otalgia ternyata
berguna untuk mendiagnosis OMA, namun demikian gejala ini hanya muncul pada 50% 60% kasus anak dengan OMA.
Dalam prakteknya, gejala klinis OMA sesungguhnya tidak terlalu khas, namun antara lain
bisa didapati gejala seperti: 5,6
1. Pada perjalanan yang biasa, anak yang menderita infeksi saluran pernapasan atas
beberapa hari secara mendadak menderita otalgia, demam, tidak enak secara menyeluruh
2. Pada bayi, gejala tersebut kurang terlokalisasi dan meliputi iritabilitas, diare, muntah,
anak gelisah dan sukar tidur, kejang-kejang, dan kadang memegang telinga yang sakit,
dan malaise serta suhu tubuh tinggi dapat sampai 39,5oC
3. Terdapat riwayat batuk pilek

11

4. Pada anak yang lebih besar atau pada orang dewasa, selain rasa nyeri terdapat pula
gangguan pendengaran berupa rasa penuh di telinga atau rasa kurang dengar
5. Apabila terjadi ruptur membran timpani, sekret mengalir ke liang telinga, suhu turun, dan
anak tertidur tenang
H. Diagnosis
1. Anamnesis
Diagnosis OMA dapat ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang cermat.
Gejala yang timbul bervariasi bergantung pada stadium dan usia pasien. Pada anak anak
umumnya keluhan berupa rasa nyeri di telinga dan demam. Biasanya ada riwayat infeksi
saluran pernafasan atas sebelumnya. Pada remaja atau orang dewasa biasanya selain nyeri
terdapat gangguan pendengaran dan telinga terasa penuh. Pada bayi gejala khas adalah panas
yang tinggi, anak gelisah dan sukar tidur, diare, kejang-kejang dan sering memegang telinga
yang sakit. 1,3,5

2. Pemeriksaan Fisik
Beberapa teknik pemeriksaan dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis OMA,
seperti otoskop. Dengan otoskop dapat dilihat adanya gendang telinga yang menggembung,
perubahan warna gendang telinga menjadi kemerahan atau agak kuning dan suram, serta
cairan di liang telinga.1,3,5

Gambar 9. Otitis media akut, tampak membran timpani eritem dan bulging. 3
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan peunjang yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan timpanometri..
Timpanometri merupakan suatu pemeriksaan yang mencangkup pemasangan sonde kecil
pada telinga luar dan pengukuran gerakan membran timpani setelah adanya tonus yang
terfiksasi, juga dapat digunakan untuk mengevaluasi mobilitas membran timpani. 3 Gambaran
timpanometri yang abnormal (adanya cairan atau tekanan negatif di telinga tengah)
merupakan petunjuk adanya gangguan pendengaran konduktif.
Pada otitis media akut dan otitis media efusi, mobilitas gendang telinga berkurang. Pada
otitis biasanya terdapat grafik berupa straight line atau yang disebut stiff ear .
12

Terdapat 4 jenis timpanogram yaitu:4


a.
b.
c.
d.
e.

Tipe A (normal)
Tipe AD (diskontinuitas tulang-tulang pendengaran)
Tipe AS (kekakuan rangkaian tulang pendengaran)
Tipe B (Cairan di dalam telinga tengah)
Tipe C (gangguan fungsi tuba Eustachius)

Gambar 10. Timpanometer

Gambar 11 .Timpanogram Normal

11

12

13

Gambar 12. Timpanogram Tipe As 12

Gambar 13. Timpanogram Tipe Ad 12

Gambar 14. Timpanogram Tipe B 12

14

Gambar 15. Timpanogram Tipe C12


Tabel 1. Definisi dan diagnosis OMA

Diagnosis OMA membutuhkan: 1) riwayat kejadian akut dari tanda dan gejala, 2)
adanya tanda efusi telinga tengah, dan 3) tanda dan gejala dari inflamasi telinga
tengah.

I.
Di

Elemen dari definisi OMA adalah di bawah ini:


1. Tanda dan gejala inflamasi telinga tengah dan efusi telinga tengah yang
bersifat mendadak dan baru terjadi.
2. Adanya tanda efusi telinga tengah yang diindikasikan oleh salah satu di
bawah ini:
a. Membran timpani yang bulging / menonjol
b. Pergerakan membran timpani yang terbatas atau tidak ada
c. Air fluid level di belakang membran timpani
d. Otore
3. Tanda atau gejala dari inflamasi telinga tengah yang diindikasikan oleh salah
satu di bawah ini:
a. Eritema yang jelas dari membran timpani ATAU
b. Otalgia yang nyata (rasa tidak nyaman yang jelas pada telinga yang

menyebabkan gangguan atau mengganggu aktivitas atau tidur)


agnosis banding
15

Diagnosis banding yang diambil adalah otitis eksterna, otomikosis, infeksi kronis liang
telinga, keratosis obliterans, kolesteatoma eksterna, dan otitis eksterna maligna
1. Otitis eksterna: adalah peradangan pada liang telinga akibat infeksi biasanya bakteri.
Terdapat 2 kemungkinan otitis eksterna akut, yaitu otitis eksterna sirkumskripta dan otitis
eksterna difus.1,4,5
2. Otitis eksterna sirkumsripta (furunkel = bisul)
Oleh karena kulit di sepertiga luar liang telinga mengandung adneksa kulit seperti folikel
rambut, kalenjar sebasea dan kalenjar serumen maka di tempat itu dapat terjadi infeksi pada
pilosebaseus sehingga membentuk furunkel. Kuman penyebabnya biasanya Staphylococcus
aureus atau Staphylococcus albus Gejalanya ialah rasa nyeri yang hebat, tidak sesuai dengan
besar bisul. Hal ini disebabkan karena kulit liang telinga tidak mengandung jaringan longgar
dibawahnya, sehingga rasa nyeri timbul pada penekanan perikondrium. Rasa nyeri dapat juga
timbul spontan pada waktu membuka mulut (sendi temporomandibula). Selain itu terdapat
juga gangguan pendengaran bila furunkel besar dan menyumbat liang telinga
Terapinya tergantung pada keadaan furunkel. Bila sudah menjadi abses, diaspirasi secara
steril untuk mengeluarkan nanahnya. Lokal diberikan antibiotika dalam bentuk salep, seperti
polymixin B atau bacitrasin atau antiseptik (asam asetat 2-5% dalam alcohol 2%). Kalau
dinding furunkel tebal, dilakukan insisi kemudian dipasang drainase untuk mengalirkan
nanahnya. Biasanya tidak perlu diberikan obat simtomatik seperti analgetik dan obat
penenang.

3. Otitis eksterna difus


Biasanya mengenai kulit liang telinga duapertiga dalam. Tampak kulit liang telinga
dalam. Tampak kulit liang telinga hiperemis dan edema dengan tidak jelas batasnya serta
terdapat furunkel. Otitis eksterna difus dapat juga terjadi sekunder pada otitis media supuratif
kronis. Gejalanya sama dengan otitis eksterna sirkumskripta. Kadang-kadang terdapat sekret
yang berbau. Sekret ini tidak mengandung lendir (musin) seperti sekret yang ke luar dari
kavum timpani pada otitis media. Pengobatannya ialah dengan memasukkan tampon tampon
yang mengandung antibiotika ke liang telinga supaya terdapat kontak yang baik antara obat
dengan kulit yang meradang.

16

4. Otomikosis
Infeksi jamur di liang telinga dipermudah oleh kelembaban yang tinggi di daerah tersebut.
Yang tersering ialah jamur Aspergilus. Kadang-kadang ditemukan juga Candida albicans atau
jamur lain. Gejalanya biasanya berupa rasa gatal dan rasa penuh di liang telinga, tetapi sering
pula tanpa keluhan .Pengobatannya ialah dengan membersihkan liang telinga. Larutan asam
asetat 2-5% dalam alkohol yang diteteskan ke liang telinga. Kadang-kadang diperlukan obat
antijamur sebagai salep yang diberikan secara topikal.
5. Infeksi kronis liang telinga
Infeksi bakteri maupun jamur yang tidak diobati dengan baik, trauma berulang, adanya
benda asing, penggunaan cetakan (mould) pada alat Bantu dengar (hearing aid) dapat
menyebabkan radang kronis. Akibatnya terjadi penyempitan liang telinga oleh pembentukan
jaringan parut atau sikatriks. Pengobatannya memerlukan operasi rekonstruksi liang telinga.

6. Keratosis obliterans dan Kolesteatoma eksterna


Keratosis obliterans adalah kelainan yang jarang terjadi. Biasanya secara kebetulan
ditemukan pada pasien dengan rasa penuh di telinga. Penyakit ini ditandai dengan
penumpukan deskuamasi epidermis di liang telinga sehingga membentuk gumpalan dan
menimbulkan rasa penuh serta kurang dengar. Bila tidak ditanggulangi dengan baik akan
terjadi erosi kulit dan bagian tulang liang telinga yang sering disebut sebagai kolesteatoma,
yang disertai dengan rasa nyeri yang hebat akibat peradangan setempat. Etiologinya belum
diketahui, sering terjadi pada pasien dengan kelainan paru kronik seperti bronkiektasis juga
pada pasien sinusitis.
Pemberian obat tetes telinga campuran alkohol atau gliserin dalam peroksida 3% selama 3
kali seminggu merupakan pengobatan dari penyakit ini. Pada pasien yang telah mengalami
erosi dilakukan tindakan bedah.
7. Otitis eksterna maligna
Otitis eksterna maligna merupakan tipe dari infeksi akut yang difus yang biasanya terjadi
pada penderita penyakit diabetes mellitus. Radang dapat meluas secara progresif ke lapisan
17

subkutis dan organ sekitarnya sehingga dapat menimbulkan kelainan berupa kondritis,
oeteitis, dan osteomielitis yang mengakibatkan kehancuran tulang temporal. Gejalanya rasa
gatal yang diikuti nyeri yang hebat dan sekret yang banyak serta pembengkakkan liang
telinga. Saraf fasial dapat terkena sehingga dapat menimbulkan paresis atau paralisis fasial.
Pengobatan tidak boleh ditunda-tunda yaitu dengan pemberian antibiotik dosis tinggi yang
dikombinasi dengan aminoglikosid. Disamping obat-obatan, juga diperlukan tindakan
debridemen.

J. Penatalaksanaan
1. Medikamentosa
Pengobatan OMA tergantung dari stadium penyakitnya, yaitu: 3
a. Stadium oklusi
Stadium pengobatan ini terutama bertujuan untuk membuka kembali tuba Eustachius
sehingga tekanan negatif di telinga tengah hilang.Untuk ini diberikan obat tetes hidung (HCL
efedrin 0,5% dalam larutan fisiologis (anak < 12 tahun) atau HCL 1% dalam larutan
fisiologik (anak > 12 tahun dan orang dewasa). Selain itu sumber infeksi harus diobati.
Antibiotik diberikan apabila penyebab penyakit adalah kuman, bukan oleh virus atau alergi.
b. Stadium hiperemis (presupurasi)
Obat untuk stadium ini ialah antibiotika, obat tetes hidung, dan analgetika. Antibiotika
yang dianjurkan ialah dari golongan penisilin atau ampisilin. Terapi awal diberikan penisilin
intramuskular agar didapatkan konsentrasi yang adekuat di dalam darah sehingga tidak terjadi
mastoiditis yang terselubung, gangguan pendengaran sebagai gejala sisa, dan kekambuhan.
Pemberian antibiotika dianjurkan minimal selama 7 hari. Bila pasien alergi terhadap penisilin
maka diberikan eritromisin. Pada anak, ampisilin diberikan dengan dosis 20-100 mg/kgBB
per hari dan dibagi dalam 4 dosis atau amoksisilin 40 mg/kgBB /hari dibagi dalam 3 dosis,
atau eritromisin 40mg/kgBB/hari
c. Stadium supurasi
Selain diberikan antibiotika, idealnya harus disertai dengan miringotomi bila membran
timpani masih utuh. Dengan miringotomi gejal-gejala klinis lebih cepat hilang dan ruptur
dapat dihindari.
d. Stadium perforasi
Sering terlihat sekret banyak keluar dan kadang-kadang terlihat sekret keluar secara
berdenyut (pulsasi). Pengobatan yang diberikan adalah obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5

18

hari serta antibiotika yang adekuat. Biasanya sekret akan hilang dan perforasi dapat menutup
kembali dalam waktu 7-10 hari.
e. Stadium resolusi
Membran timpani berangsur normal kembali, sekret tidak ada lagi, dan perforasi
membran timpani menutup.Bila tidak terjadi resolusi biasanya akan tampak sekret mengalir
di liang telinga luar melalui perforasi di membran timpani. Keadaan ini dapat disebabkan
karena berlanjutnya edema mukosa telinga tengah. Pada keadaan demikian, antibiotika yang
dianjurkan sampai 3 minggu. Bila 3 minggu setelah pengobatan masih tetap banyak,
kemungkinan telah terjadi mastoiditis. Bila OMA berlanjut dengan keluarnya sekret dari
telinga tengah lebih dari 3 minggu maka keadaan ini disebut otitis media supuratif subakut.
Bila perforasi menetap dan sekret tetap keluar lebih dari satu setengah bulan atau bulan maka
keadaan ini disebut otitis media supuratif kronik (OMSK).
Pada pengobatan OMA terdapat beberapa faktor resiko yang dapat menyebabkan
kegagaln terapi. Resiko tersebut digolongkan menjadi resiko tinggi kegagalan terapi dan
resiko rendah.
2. Terapi antibiotik
Antibiotik lini pertama pada OMA adalah amoksisilin, 50 mg/kg BB /hari, dibagi menjadi
tiga dosis. Amoksisilin digunakan karena efikasinya yang tinggi, spektrum yang sempit, efek
samping yang rendah dan biaya yang lebih murah. 10Jika pasien telah diterapi dengan
amoksisilin 30 hari sebelumnya atau memiliki sejarah OMA berulang yang tidak respon
amoksisilin, terapi amoksisilin dapat dikombinasikan dengan asam klavulanat. Pada pasien
yang alergi dengan penisilin dapat diberikan Cefuroxime dan Cefpodoxime.10
Pasien implan koklea yang terkena OMA dalam 2 bulan setelah implant dapat diberikan
ceftriaxone secara parenteral. Jika OMA terjadi 3 bulan setalah pemasangan implan, terapi
yang direkomendasikan adalah amoksisilin, dapat juga ditambahkan asam klavulanat.10
Durasi pengobatan antibiotik pada OMA : anak umur dibawah 2 tahun dapat dilakukan terapi
selama 10 hari, anak umur 2-6 tahun dilakukan terapi selama 7 hari, dan anak umur 5-7 tahun
dapat dilakukan terapi selama 5 sampai 7 hari.10
Jika terapi lini pertama tidak adekuat maka dapat dilakukan:10
a.

terapi amoksisilin lini pertama yang tidak adekuat dapat diberikan amoksisilin yang

ditambahkan dengan asam klavulanat.


b. Jika terapi lini pertama dan lini kedua amoksisilin tidak adekuat, dapat diberikan
ceftriaxone serta dilakukan kultur bakteri dan tes resisten.

19

Tabel 2. Terapi antibiotik untuk OMA10

3. Observasi
Indikasi untuk protokol observasi adalah: tidak ada demam, tidak ada muntah, pasien atau
orang tua pasien menyetujui penundaan pemberian antibiotik. Kontra indikasi relatif protokol
observasi adalah telah mendapat lebih dari 3 seri antibiotik dalam 1 tahun ini, pernah
mendapat antibiotik dalam 2 minggu terakhir, terdapat otorea.30 Pilihan observasi ini
mengacu pada penundaan pemberian antibiotik pada anak terpilih tanpa komplikasi untuk 72

20

jam atau lebih, dan selama waktu itu, penatalaksanaan terbatas pada analgetik dan simtomatis
lain.
Pemberian antibiotik dimulai jika pada hari ketiga gejala menetap atau bertambah.
Faktor-faktor kunci dalam menerapkan strategi observasi adalah: metoda untuk
mengklasifikasi derajat OMA, pendidikan orang tua, penatalaksanaan gejala OMA, akses ke
sarana kesehatan, dan penggunaan regimen antibiotik yang efektif jika diperlukan. Jika hal
tersebut diperhatikan, observasi merupakan alternatif yang dapat diterima untuk anak dengan
OMA yang tidak berat.
Metoda observasi ini masih menjadi kontroversi pada kalangan dokter anak di AS yang
secara rutin masih meresepkan antibiotik untuk OMA dan percaya bahwa banyak orang tua
mengharapkan resep tersebut. Sebagian kecil dokter sudah menerapkan metoda observasi.
Sebagian orang tua dapat menerima penerapan terapi observasi dengan pengontrolan nyeri
sebagai terapi OMA, sehingga penggunaan antibiotik dapat diturunkan. Penggunaan metoda
observasi secara rutin untuk terapi OMA dapat menurunkan biaya dan efek samping yang
ditimbulkan oleh antibiotik dan menurunkan

resistensi kuman terhadap antibiotik yang

umum digunakan.
4. Terapi simtomatis
Penatalaksanaan OMA harus memasukkan penilaian adanya nyeri. Jika terdapat nyeri,
harus memberikan terapi untuk mengurangi nyeri tersebut. Penanganan nyeri harus dilakukan
terutama dalam 24 jam pertama onset OMA tanpa memperhatikan penggunaan antibiotik.
Penanganan nyeri telinga pada OMA dapat menggunakan analgetik seperti: asetaminofen,
ibuprofen, preparat topikal seperti benzokain, naturopathic agent, homeopathic agent,
analgetik narkotik dengan kodein atau analog, dan timpanostomi / miringotomi.
5. Terapi bedah
Walaupun observasi yang hati-hati dan pemberian obat merupakan pendekatan pertama
dalam terapi OMA, terapi pembedahan perlu dipertimbangkan pada anak dengan OMA
rekuren, otitis media efusi (OME), atau komplikasi supuratif seperti mastoiditis dengan
osteitis. Beberapa terapi bedah yang digunakan untuk penatalaksanaan OMA termasuk
timpanosintesis, miringotomi, dan adenoidektomi.8 Timpanosintesis adalah pengambilan
cairan dari telinga tengah dengan menggunakan jarum untuk pemeriksaan mikrobiologi.
Risiko dari prosedur ini adalah perforasi kronik membran timpani, dislokasi tulang-tulang
pendengaran, dan tuli sensorineural traumatik, laserasi nervus fasialis atau korda timpani.
K. Komplikasi

21

Sebelum ada antibiotika, OMA dapat menimbulkan komplikasi yaitu abses sub-periosteal
sampai komplikasi yang berat (meningitis dan abses otak). Sekarang setelah ada antibiotika,
semua jenis komplikasi itu biasanya didapatkan sebagai komplikasi dari OMSK. 4Komplikasi
dari OMA dapat terjadi melalui beberapa mekanisme, yaitu melalui erosi tulang, invasi
langsung dan tromboflebitis. Komplikasi ini dibagi menjadi komplikasi intratemporal dan
intrakranial. Komplikasi intratemporal terdiri dari: mastoiditis akut, petrositis, labirintitis,
perforasi pars tensa, atelektasis telinga tengah, paresis fasialis, dan gangguan pendengaran.
Komplikasi intrakranial yang dapat terjadi antara lain yaitu meningitis, encefalitis,
hidrosefalus otikus, abses otak, abses epidural, empiema subdural, dan trombosis sinus
lateralis. 3
L. Prognosis
Prognosis OMA adalah baik. Gejala akan membaik antara 24-72 jam setelah pengobatan.
Relaps biasanya terjadi karena eradikasi yang kurang sempurna. Karena itu pasien
dinasihatkan untuk mengkonsumsi antibiotik secara tepat dan tetap melakukan kontrol
meskipun gejala telah membaik.9

22

BAB III
KESIMPULAN

Otitis Media Akut (OMA) merupakan peradangan sebagian atau seluruh


bagian mukosa telinga tengah, tuba Eusthacius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid
yang berlangsung mendadak yang disebabkan oleh invasi bakteri maupun virus ke
dalam telinga tengah baik secara langsung maupun secara tidak langsung sebagai
akibat dari infeksi saluran napas atas yang berulang.Diagnosis pasti dari OMA
memenuhi semua 3 kriteria: onset cepat, tanda-tanda efusi telinga tengah yang
dibuktikan dengan memperhatikan tanda mengembangnya membran timpani,
terbatas/tidak adanya gerakan membran timpani, adanya bayangan cairan di belakang
membran timpani, cairan yang keluar dari telinga, tanda-tanda peradangan telinga
bagian tengah, kemerahan pada membran timpani dan nyeri telinga yang
mengganggu tidur dan aktivitas normal(14).
Visualisasi dari membran timpani dengan identifikasi dari perubahan dan
inflamasi diperlukan, temuan pada otoskopi menunjukkan adanya peradangan yang
terkait dengan OMA, penonjolan (bulging) juga merupakan prediktor terbaik dari
OMA. Penatalaksanaan pada OMA terdapat sebuah kriteria untuk antibakteri
Perawatan atau Observasi pada Anak Dengan OMA, apabila anak <6 tahun dapat
diberi antibiotik walaupun diagnosis belum pasti, usia 6bulan-2tahun kalau sudah
pasti diagnosisnya OMA dapat diberi antibakteri dan kalau belum pasti bisa diberi
antibakteri apabila gejala makin berat dan observasi bila gejala ringan. Untuk usia
>2tahun, bisa diberi antibakteri bila gejala makin berat dan observasi jika gejala
ringan, dan apabila diagnosis belum pasti bisa di observasi dahulu.
Pilihan observasi untuk OMA mengacu untuk menunda pengobatan
antibakteri pada anak-anak yang dipilih untuk 48 sampai 72 jam. Keputusan untuk

23

mengamati atau mengobati didasarkan pada usia anak, kepastian diagnostik, dan
tingkat keparahan penyakit. Pilihan pertama pemberian antibiotik pada OMA adalah
dengan amoxycilin.

anak anak

ALGORITMA
Anamnesis
otoskop :
1.
2.

3.

gendang telinga yang


menggembung,
perubahan warna gendang
telinga
menjadi
kemerahan atau agak
kuning dan suram
cairan di liang telinga

Bonam

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Penunjang :
Timpanometri
Otitis
Penatalaksanaan
Komplikasi
Prognosis
media akut

1.
nyeri di telinga
2.
demam.
3. ada riwayat infeksi saluran
1. Komplikasi intratemporal
pernafasan atas sebelumnya.
mastoiditis
akut,
Remaja atau orang
dewasapetrositis,
labirintitis, perforasi pars tensa,
telinga tengah, paresis
1.atelektasis
nyeri telinga
2.fasialis,
terdapat gangguan
pendengaran
dan
gangguan
3.pendengaran.
telinga terasa penuh.
Pada bayi intrakranial
2. Komplikasi
meningitis,
encefalitis,
panas yang
tinggi,penyakit
1. 1.hidrosefalus
Tergantung
stadium
otikus,
abses
otak,
anak gelisah dan sukar
24tidur
2. 2.abses
Observasi
epidural, empiema subdural,
3.
diare
3. Terapi simptomatis
dan kejang-kejang
trombosis sinus lateralis.
4. 4. Terapi
antibiotic
5.
sering
memegang telinga yang
5. Terapi Bedah
sakit.

DAFTAR PUSTAKA
1. Efiaty AS, Nurbaiti, Jenny B, Ratna DR. Buku Ajar Ilmu Kesehatan : Telinga,
Hidung, Tenggorokan Kepala Leher. Edisi keenam. Jakarta FKUI, 2007: 1014, 65-74.
25

2. Thomas, Jan Peter et al. Acute Otitis Media- a Structured Approach.


Deutsches rzteblatt International. 2014 . h.155-157.
3.

Jacky Munilson, Yan Edward, Yolazenia, penatalaksanaan otitis media akut,


jurnal kedokteran dan kesehatan, volume 4, no 5. Departemen ilmu kesehatan

THT-KL Fakultas kedokteran Universitas Andalas. Padang. 2015


4. Donaldson JD. Acute Otitis Media. Updated Oct 28, 2011. Available from:
http://www.emedicine.medscape.com. Accessed February 6, 2012.
5.

Kong K, Coates HLC. Natural history, definitions, risk factors and burden of
otitis media. MJA.2009;191(9):S39-42.

6. American Academy of Pediatrics and American Academy of Family


Physicians. Diagnosis and management of acute otitis media. Clinical practice
guideline. Pediatrics 2004;113(5):1451-1465.
7. Ghanie A. Penatalaksanaan otitis media akut pada anak. Tinjauan pustaka.
Palembang: Departemen THT-KL FK Unsri/RSUP M.Hoesin;2010.
8. Kong K, Coates HLC. Natural history, definitions, risk factors and burden of
otitis media. MJA.2009;191(9):S39-42.
9. Sanna M, Russo A, De Donato G. Color atlas of otoscopy. From diagnosis to
surgery. New York:Thieme;1999.p.4.
10. Schilder AGM. Management of acute otitis media without antibiotics. In:
Alper CM, Bluestone CD, Caselbrant ML, Dohar JE, Mandel EM, editors.
Advanced therapy of otitis media. Ontario:BC Decker Inc;2004. p.44-8.

26

11. Grason-Stadler.GSI TympStar Version 2 Middle-Ear Analyzer [online] 2010


[cited

2010

November

4th].

Available

from

URL:

http://www.msrwest.com/gsi/tstar.pdf
12. Hidayat, B. Hubungan Antara Gambaran Timpanometri dengan Letak dan
Stadium Tumor pada Penderita Karsinoma Nasofaring di Departemen THTKL RSUP H. Adam Malik Medan [online] 2009 [cited 2010 November 4 th].
Available

from

URL:

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/6424/1/09E01722.pdf

27

Anda mungkin juga menyukai