Nama Mahasiswa
NIM
: 11.2014.041
TandaTangan :
A. IDENTITAS PASIEN
Nama lengkap
: Tn. I (2016.00.84.14)
Status perkawinan
: Menikah
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Wiraswasta
Pendidikan
: SD
Alamat
B. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara Autoanamnesis pada Sabtu, 12 Maret 2016, pukul 11.33 WIB di
IGD RS Bayukarta.
Keluhan Utama:
Pasien datang dengan keluhan Nyeri Perut.
Keluhan Tambahan:
Sulit BAB (+), Mual (+), Napsu makan berkurang, Kembung (+), sesak (+), lemas (+), kepala
pusing (+)
Tn. I usia 65 tahun datang ke IGD diantar keluarganya dengan keluhan nyeri perut
yang mendadak telah dirasakan sejak 3 hari yang lalu, keluhan diawali oleh muntah yang
kemudian nyeri perut dirasakan terus memberat dan meluas, pasien mengaku perutnya sering
kembung dalam 1 minggu terakhir dan tidak bisa kentut & BAB 3 hari sebelum masuk RS
(SMRS), nafsu makan berkurang, dan mual. Selain itu pasien juga mengeluhkan perutnya
terasa keras dan kaku karena menahan sakit, lemas, terkadang keluar keringat dingin, sesak
nafas, badan meriang dan kepala pusing. Riwayat Hipertensi dan DM disangkal, alergi
disangkal. Pasien mengkonsumsi obat-obatan serta jamu-jamuan.
Riwayat Penyakit Dahulu (Tahun)
Riwayat Keluarga
C. PEMERIKSAAN JASMANI
Pemeriksaan Umum
Kesadaran
: Compos mentis
Keadaan umum
Tekanan darah
: 160/90 mmHg
Nadi
: 100x/menit,regular
Suhu
: 37,0oC
Pernapasan (Frekuensi)
: 24x / menit
Kepala
: Normocephaly
Mata
: Conjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/-, reflex cahaya +/+, pupil
isokor
Telinga
Hidung
Tenggorokan
Dada
Bentuk
: Simetris
Paru-paru
Inspeksi
Depan
Kiri
Kanan
Simetris saat statis dan dinamis Simetris saat statis dan dinamis
Simetris saat statis dan dinamis Simetris saat statis dan dinamis
- Tidak ada benjolan
- Tidak ada benjolan
Kiri
Kanan
Kiri
Kanan
Palpasi
Perkusi
Auskultas
i
Belakang
Kiri
Kanan
Jantung
Inpeksi
Palpasi
Perkusi
Bataskanan jantung
Auskultas
i
Abdomen
Inspeksi
warna kulit sama dengan sekitar, darm kontour dan darm steifung tidak nampak
Auskultasi
Palpasi
lapang perut terutama hipokondic sinistra, hepar dan lien tidak teraba, ballotemen
ginjal tidak teraba
Perkusi
Ekstremitas
Akral
: Hangat
Sianosis
: Tidak ditemukan
Edema
: Tidak ditemukan
D. STATUS LOKALIS
Regio Abdomen
Inspeksi
warna kulit sama dengan sekitar, darm kontour dan darm steifung tidak nampak
Auskultasi
Perkusi
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
LABORATORIUM
o Pemeriksaan saat di IGD, 12 Maret 2016
o
a
Pemeriksa
n saat di ruangan
rawat inap, 13 maret
2016
o Pemeriksaan di ruangan, 18
Maret 2016
F. DIAGNOSIS BANDING
G. DIAGNOSIS KERJA
Peritonitis e/c perforasi gaster
H. PENATALAKSANAAN
1. Rencana terapi
a) Tindakan resusitasi Airway, Breathing, Circulation
b) Restorasi cairan IVFD RL (guyur) 1000cc
c) Pencegahan infeksi Ceftriaxone 1g/12 jam
d) Terapi simptomatik Ranitidin 1A/12 jam
e) Pasang NGT dan Dauer Catheter Balans cairan
2. Rencana diagnostic
a) Informed Consent
b) Cek H2TL, Ureum Kreatinin, Elektrolit
c) Rontgen thorax dan abdomen
d) Konsul Anastesi
e) Laparotomi exsplorasi
FOLLOW UP
Tanggal 12 Maret 2016
S
O
A
p
Nyeri perut (+) sejak 3 hari SMRS, BAB (-) 3 hr, Kentut (-), Nyeri kepala (+)
KU : Tampak Kesakitan Berat, Lemah, Kes : Compos mentis
VS : TD : 160/90 mmHg
Mata : CA -/-, Si -/Dada : S I-II reg, gallop (-), murmur (-), SNV +/+, Rh -/-, Wh -/Abdo: Peristaltik menurun, NT (+) hampir seluruh lapang perut, distensi (+),
defense muskular (+), Countor (-), pemb. Hepar (-)
Ext : Edema -/-, akral hangat
Peritonitis e/c Perforasi Gaster
Terapi : IVFD RL (guyur) 1000cc
Ceftriaxone 1gr/12 jam
Ranitidin 1A/12jam
Pasang DC dan NGT
Pasien dipersiapkan operasi ( Cito)
Pasien di puasakan
Pasien di rawat di ICU setelah operasi
Diagnostik : Cek H2TL, Ureum dan kreatinin, Elektrolit, EKG, Rontgen Thorax,
Rontgen Abdomen 3 posisi
A
p
A
p
Pasien sudah dapat diajak bicara, nyeri bekas op (+), mual (-), muntah (-)
KU : TSS, Lemah
Kes : Compos mentis
VS : TD : 175/84 mmHg
Suhu : 36,7
N : 98 x/mnt
RR : 20 x/mnt
Mata : CA -/-, SI -/Hidung: terpasang NGT
Dada : S I-II reg, gallop (-), murmur (-), SNV +/+, Rh -/-, Wh -/Abdo: Tegang, Peristaltik menurun, Rembesan darah (+) terpasang drain (2)
Ext : Edema -/-, akral hangat
Terpasang kateter 450cc, drain perut 5cc, CVP 7,5
Post Op Laparotomy Explorasi + Repair Gaster HP-2 e/c Perforasi Gaster
Terapi : IVFD Kambiven : D 10% :RL
Terpacef 2x1 gr
Diet 50 cc Susu/2 jam / NGT
Clear peroral 10 sendok/ 1jam
Balans cairan, Obs. KU dan VS
Raber dr. Tony Sp.PD
Cek H2TL, Ureum kreatinin, Elektrolit
S
O
A
p
Pasien mengeluh nyeri bekas op (+), flatus (-), mual (+), muntah (-)
KU : TSS, Lemah
Kes : Compos mentis
VS : TD : 158/82 mmHg
Suhu : 37,2
N : 124 x/mnt
RR : 22 x/mnt
Mata : CA -/-, SI -/Hidung: terpasang NGT (2)
Dada : S I-II reg, gallop (-), murmur (-), SNV +/+, Rh -/-, Wh -/Abdo: Tegang, Peristaltik menurun, NT (+) Epigastric dan Iliac Sinistra,
Rembesan darah (+) terpasang drain (2)
Ext : Edema -/-, akral hangat
Terpasang kateter 500cc
Post Op Laparotomy Explorasi + Repair Gaster HP-3 e/c Perforasi Gaster
Terapi : Lanjut
Piracetam 1gr/12 jam
Diet lanjut
Balans cairan, Obs. KU dan VS
Boleh pindah ruang perawatan
A
p
A
P
Pasien mengeluh nyeri bekas op (+), batuk berdahak, demam (+), BAK (+)
KU : TSS, Lemah
Kes : Compos mentis
VS : TD : 130/80 mmHg
Suhu : 37,8
N : 130 x/mnt
RR : 25x/mnt
Mata : CA -/-, SI -/Hidung: terpasang NGT (2) 60cc
Dada : S I-II reg, gallop (-), murmur (-), SNV +/+, Rh +/+, Wh -/Abdo: Supel, Peristaltik menurun, NT (+) Epigastric dan Iliac Sinistra, Teraba
panas, Rembesan nanah (+) terpasang drain (2)
Ext : Edema -/-, akral hangat
Terpasang kateter 350cc
Post Op Laparotomy Explorasi + Repair Gaster HP-5 e/c Perforasi Gaster
Terapi : Lanjut
Piracetam 1gr/12 jam
Diet susu per NGT 50 cc/2 jam
Clear fluid mulut 20cc/2jam
Balans cairan, Obs. KU dan VS
A
p
Pasien mengeluh BAB cair dan sering, nyeri post op, rembesan nanah (+), batuk
berdahak
KU : TSS, Lemah
Kes : Compos mentis
VS : TD : 130/80 mmHg
Suhu : 37,8
N : 130 x/mnt
RR : 25x/mnt
Mata : CA -/-, SI -/Hidung: terpasang NGT (2) 60cc
Dada : S I-II reg, gallop (-), murmur (-), SNV +/+, Rh +/+, Wh +/-, perkusi
redup/sonor
Abdo: Supel, Peristaltik menurun, NT (+) Epigastric dan Iliac Sinistra, Teraba
panas, Rembesan nanah (+) terpasang drain (2)
Ext : Edema -/-, akral hangat
Terpasang kateter 350cc
Post Op Laparotomy Explorasi + Repair Gaster HP-5 e/c Perforasi Gaster, susp
efusi pleura
Terapi : Lanjut
Piracetam 1gr/12 jam
Diet susu per NGT 50 cc/2 jam
TINJAUAN PUSTAKA
Perforasi gastrointestinal merupakan suatu bentuk penetrasi yang komplek dari
dinding lambung, usus halus, usus besar akibat dari bocornya isi dari usus ke dalam rongga
perut. Perforasi dari usus mengakibatkan secara potensial untuk terjadinya kontaminasi
bakteri dalam rongga perut (keadaan ini dikenal dengan istilah peritonitis). Perforasi lambung
berkembang menjadi suatu peritonitis kimia yang disebabkan karena kebocoran asam
lambung kedlam rongga perut. Perforasi dalam bentuk apapun yang mengenai saluran cerna
merupakan suatu kasus kegawatan bedah.
Pada anak-anak cedera yang mengenai usus halus akibat dari trauma tumpul perut
sangat jarang dengan insidensinya 1-7 %. Sejak 30 tahun yang lalu perforasi pada ulkus
peptikum merupakn penyebab yang tersering. Perforasi ulkus duodenum insidensinya 2-3
kali lebih banyak daripada perforasi ulkus gaster. Hampir 1/3 dari perforasi lambung
disebabkan oleh keganasan pada lambung. Sekitar 10-15 % penderita dengan divertikulitis
akut dapat berkembang menjadi perforasi bebas. Pada pasien yang lebih tua appendicitis
acuta mempunyai angka kematian sebanyak 35 % dan angka kesakitan 50 %. Faktor-faktor
utama yang berperan terhadap angka kesakitan dan kematian pada pasien-pasien tersebut
adalah kondisi medis yang berat yang menyertai appedndicitis tersebut.
Perforasi pada saluran cerna sering disebabkan oleh penyakit-penyakit seperti ulkus
gaster, appendicitis, keganasan pada saluran cerna, divertikulitis, sindroma arteri mesenterika
superior,dan trauma.
A. Anatomi dan Fisiologi Lambung
1. Anatomi
Lambung terletak oblik dari kiri ke kanan menyilang di abdomen atas tepat di bawah
diafragma. Dalam keadaan kosong lambung menyerupai tabung bentuk J, dan bila penuh,
berbentuk seperti buah pir raksasa. Kapasitas normal lambung adalah 1 sampai 2 liter. Secara
anatomis lambung terbagi atas fundus, korpus, dan antrumpilorikum atau pilorus. Sebelah
kanan atas lambung terdapat cekungan kurvatura minor, dan bagian kiri bawah lambung
terdapat kurvatura mayor. Sfingter pada kedua ujung lambung mengatur pengeluaran dan
pemasukan yang terjadi. Sfingter kardia atau sfingter esofagus bawah, mengalirkan makanan
masuk ke dalam lambung dan mencegah refluks isi lambung memasuki esofagus kembali.
Daerah lambung tempat pembukaan sfingter kardia dikenal dengan nama daerah kardia. Di
saat sfingter pilorikum terminal berelaksasi, makanan masuk ke dalam duodenum, dan ketika
berkontraksi sfingter ini akan mencegah terjadinya aliran balik isi usus ke dalam lambung.
Sfingter pilorus memiliki arti klinis yang penting karena dapat mengalami stenosis
(penyempitan pilorus yang menyumbat) sebagai penyulit penyakit ulkus peptikum.
Abnormalitas sfingter pilorus dapat pula terjadi pada bayi. Stenosis pilorus atau piloro
spasme terjadi bila serabut otot di sekelilingnya mengalami hipertrofi atau spasme sehingga
sfingter gagal berelaksasi untuk mengalirkan makanan dari lambung ke dalam duodenum.
Bayi akan memuntahkan makanan tersebut dan tidak mencerna serta menyerapnya. Keadaan
ini mungkin dapat diperbaiki melalui operasi atau pemberian obat adrenergik yang
menyebabkan relaksasi serabut otot.
Lambung tersusun atas empat lapisan. Tunika serosa atau lapisan luar merupakan
bagian dari peritonium viseralis. Dua lapisan peritonium viseralis menyatu pada kurvatura
minor lambung dan duodenum kemudian terus memanjang ke hati, membentuk omentum
minus. Lipatan peritonium yang keluar dari satu organ menuju ke organ lain disebut sebagai
ligamentum. Jadi omentum minus (disebut juga ligamentum hepatogastrikum atau
hepatoduodenalis) menyokong lambung sepanjang kurvatura minor sampai ke hati. Pada
kurvatura mayor, peritonium terus ke bawah membentuk omentum majus, yang menutupi
usus halus dari depan seperti sebuah apron besar. Sakus omentum minus adalah tempat yang
sering terjadi penimbunan cairan (pseudokista pankreatikum) akibat penyulit pankreatitis
akut.
Tidak seperti daerah saluran cerna lain, bagian muskularis tersusun atas tiga lapis dan
bukan dua lapis otot polos: lapisan longitudinal di bagian luar, lapisan sirkular di tengah, dan
lapisan oblik di bagian dalam. Susunan serabut otot yang unik ini memungkinkan berbagai
macam kombinasi kontraksi yang diperlukan untuk memecah makanan menjadi partikelpartikel yang kecil, mengaduk dan mencampur makanan tersebut dengan cairan lambung, dan
mendorongnya ke arah duodenum.
Submukosa tersusun atas jaringan areolar longgar yang menghubungkan lapisan
mukosa dan lapisan muskularis. Jaringan ini memungkinkan mukosa bergerak dengan
gerakan peristaltik. Lapisan ini juga mengandung pleksus saraf, pembuluh darah, dan saluran
limfe.
Mukosa, lapisan dalam lambung, tersusun atas lipatan-lipatan longitudinal disebut
rugae, yang memungkinkan terjadinya disternsi lambung sewaktu diisi makanan. Terdapat
beberapa tipe kelenjar pada lapisan ini dan dikategorikan menurut bagian anatomi lambung
yang ditempatinya. Kelenjar kardia berada di dekat orifisium kardia dan menyekresikan
mukus. Kelenjar fundus atau gastrik terletak di fundus dan pada hampir seluruh korpus
lambung. Kelenjar gastrik memiliki tiga tipe sel utama. Sel-sel zimogenik (chief cell)
menyekresikan pepsinogen. Pepsinogen diubah menjadi pepsin dalam suasana asam. Sel-sel
parietal menyekresikan asam hidroklorida (HCL) dan faktor intrinsik. Faktor intrisik
diperlukan untuk absorbsi vitamin B12 di dalam usus halus. Kekurangan faktor intrinsik akan
mengakibatkan terjadinya anemia pernisiosa. Sel-sel mukus (leher) ditemukan di leher
kelenjar fundus dan menyekresikan mukus. Hormon gastrin diproduksi oleh sel G yang
terletak pada daerah pilorus lambung. Gastrin merangsang kelenjar gastrik untuk
menghasilkan asam hidroklorida dan pepsinogen. Substansi lain yang disekresi dalam
lambung adalah enzim dan berbagai elektrolit, terutama ion natrium, kalium dan klorida.
Persarafan lambung sepenuhnya berasal dari sistem saraf otonom. Suplai saraf
parasimpatis untuk lambung dan duodenum dihantarkan ke dan dari abdomen melalui saraf
vagus. Trunkus vagus mencabangkan ramus gastrika, pilorika, hepatika, dan seliaka.
Persarafan simpatis melalui saraf splanchnicus major dan ganglia seliaka. Serabut-serabut
aferen menghantarkan impuls nyeri yang dirangsang oleh peregangan, kontraksi otot, serta
peradangan, dan dirasakan di daerah epigastrium abdomen. Serabut-serabut aferen simpatis
menghambat motilitas dan sekresi lambung. Pleksus saraf mienterikus (Auerbach) dan
2. Fisiologi Lambung
Fungsi lambung:
1) Fungsi motorik
Pengaturan sekresi lambung dapat dibagi menjadi fase sefalik, gastrik, dan
intestinal. Fase sefalik sudah dimulai bahkan sebelum makanan masuk lambung,
yaitu akibat melihat, mencium, memikirkan, atau mengecap makanan. Fase ini
diperantarai seluruhnya oleh saraf vagus dan dihilangkan dengan vagotomi. Sinyal
neurogenik yang menyebabkan fase sefalik berasal dari korteks serebri atau pusat
nafsu makan. Impuls eferen kemudian dihantarkan melalui saraf vagus ke
lambung. Hal ini mengakibatkan kelenjar gastrik terangsang untuk menyekresi
HCL, pepsinogen, dan menambah mukus. Fase sefalik menghasilkan sekitar 10%
dari sekresi lambung normal yang berhubungan dengan makanan.
Fase gastrik dimulai saat makanan mencapai antrum pilorus. Distensi
antrum juga dapat menyebabkan terjadinya rangsangan mekanis dari resptorreseptor pada dinding lambung. Impuls tersebut berjalan menuju medula melalui
aferen vagus dan kembali ke lambung melalui eferen vagus; impuls ini
merangsang pelepasan hormon gastrin dan secara langsung juga merangsang
kelenjar-kelenjar lambung. Gastrin dilepas dari antrum dan kemudian dibawa oleh
aliran darah menuju kelenjar lambung, untuk merangsang sekresi. Pelepasan
gastrin juga dirangsang oleh PH alkali, garam empedu di antrum, dan terutama
oleh protein makanan dan alkohol. Membran sel parietal di fundus dan korpus
lambung mengandung reseptor untuk gastrin, histamin, dan asetilkolin, yang
merangsang sekresi asam. Setelah makan, gastrin dapat bereaksi pada sel parietal
secara langsung untuk sekresi asam dan juga dapat merangsang pelepasan
histamin dari mukosa untuk sekresi asam.
Fase sekresi gastrik menghasilkan lebih dari duapertiga sekresi lambung
total setelah makan, sehingga merupakan bagian terbesar dari total sekresi
lambung harian yang berjumlah sekitar 2000 ml. Fase gastrik dapat terpengaruh
oleh reseksi bedah pada antrum pilorus, sebab disinilah pembentukan gastrin.
1
0
C. Etiologi
Cedera tembus yang mengenai dada bagian bawah atau perut (contoh:
trauma tertusuk pisau)
Appendicitis akut: kondisi ini masih menjadi salah satu penyebab umum
perforasi usus pada pasien yang lebih tua dan berhubungan dengan hasil
akhir yang buruk.
Luka usus yang berhubungan dengan endoscopic : luka dapat terjadi oleh
ERCP dan colonoscopy.
Penyakit inflamasi usus : perforasi usus dapat muncul pada paien dengan
colitis ulceratif akut, dan perforasi ileum terminal dapat muncul pada
pasien dengan Crohns disease.
Benda asing ( misalnya tusuk gigi atau jarum pentul) dapat menyebabkan
perforasi oesophagus, gaster, atau usus kecil dengan infeksi intra abdomen,
peritonitis, dan sepsis.
D. Patofisologi
Secara fisiologis, gaster relatif bebas dari bakteri dan mikroorganisme
lainnya karena kadar asam intraluminalnya yang tinggi. Kebanyakan orang yang
mengalami trauma abdominal memiliki fungsi gaster yang normal dan tidak
berada pada resiko kontaminasi bakteri yang mengikuti perforasi gaster.
Bagaimana pun juga mereka yang memiliki maslah gaster sebelumnya berada
pada resiko kontaminasi peritoneal pada perforasi gaster. Kebocoran asam
lambung kedalam rongga peritoneum sering menimbulkan peritonitis kimia. Bila
kebocoran tidak ditutup dan partikel makanan mengenai rongga peritoneum,
peritonitis kimia akan diperparah oleh perkembangan yang bertahap dari
peritonitis bakterial. Pasien dapat asimptomatik untuk beberapa jam antara
peritonitis kimia awal dan peritonitis bakterial lanjut.
Mikrobiologi dari usus kecil berubah dari proksimal samapi ke distalnya.
Beberapa bakteri menempati bagian proksimal dari usus kecil dimana, pada
bagian distal dari usus kecil (jejunum dan ileum) ditempati oleh bakteri aerob
12
E. Gejala klinik
Nyeri perut hebat yang makin meningkat dengan adanya pergerakan disertai
nausea, vomitus, pada keadaan lanjut disertai demam dan mengigil.
F. Pemeriksaan fisik
Palpasi dengan halus, perhatikan ada tidaknya massa atau nyeri tekan. Bila
ditemukan tachycardi, febris, dan nyeri tekan seluruh abdomen
mengindikasikan suatu peritonitis. rasa kembung dan konsistensi sperti
adonan roti mengindikasikan perdarahan intra abdominal.
13
Pemeriksaan rektal dan bimanual vagina dan pelvis : pemeriksaan ini dapat
membantu menilai kondisi seperti appendicitis acuta, abscess tuba ovarian
yang ruptur dan divertikulitis acuta yang perforasi.
G. Pemeriksaan Penunjang
Sejalan dengan penemuan klinis, metode tambahan yang dapat dilakukan
adalah : foto polos abdomen pada posisi berdiri, ultrasonografi dengan vesika
urinaria penuh, CT-scan murni dan CT-scan dengan kontras. Jika temuan foto
Rontgen dan ultrasonografi tidak jelas, sebaiknya jangan ragu untuk menggunakan
CT-scan, dengan pertimbangan metode ini dapat mendeteksi cairan dan jumlah
udara yang sangat sedikit sekali pun yang tidak terdeteksi oleh metode yang
disebutkan sebelumnya.
1. Radiologi
Perforasi gastrointestinal adalah penyebab umum dari akut abdomen.
Isi yang keluar dari perforasi dapat mengandung udara, cairan lambung
dan duodenum, empedu, makanan, dan bakteri. Udara bebas atau
pneumoperitoneum terbentuk jika udara keluar dari sistem gastrointestinal.
Hal ini terjadi setelah perforasi lambung, bagian oral duodenum, dan usus
besar. Pada kasus perforasi usus kecil, yang dalam keadaan normal tidak
mengandung udara, jumlah udara yang sangat kecil dilepaskan. Udara
bebas terjadi di rongga peritoneum 20 menit setelah perforasi.
Manfaat penemuan dini dan pasti dari perforasi gaster sangat penting,
karena keadaan ini biasanya memerlukan intervensi bedah. Radiologis
memiliki peran nyata dalam menolong ahli bedah dalam memilih prosedur
diagnostik dan untuk memutuskan apakah pasien perlu dioperasi. Deteksi
pneumoperitoneum minimal pada pasien dengan nyeri akut abdomen
14
karena perforasi gaster adalah tugas diagnostik yang paling penting dalam
status kegawatdaruratan abdomen. Seorang dokter yang berpengalaman,
dengan menggunakan teknik radiologi, dapat mendeteksi jumlah udara
sebanyak 1 ml. dalam melakukannya, ia menggunakan teknik foto
abdomen klasik dalam posisi berdiri dan posisi lateral decubitus kiri.
Untuk melihat udara bebas dan membuat interpretasi radiologi
dapat dipercaya, kualitas film pajanan dan posisi yang benar sangat
penting. Setiap pasien harus mengambil posisi adekuat 10 menit sebelum
pengambilan foto, maka, pada saat pengambilan udara bebas dapat
mencapai titik tertinggi di abdomen. Banyak peneliti menunjukkan
kehadiran udara bebas dapat terlihat pada 75-80% kasus. Udara bebas
tampak pada posisi berdiri atau posisi decubitus lateral kiri. Pada kasus
perforasi karena trauma, perforasi dapat tersembunyi dan tertutup oleh
kondisi
bedah
patologis
lain.
Posisi
supine
menunjukkan
15
3. CTscan
CT scan abdomen adalah metode yang jauh lebih sensitif untuk mendeteksi
udara setelah perforasi, bahkan jika udara tampak seperti gelembung dan saat
pada foto rontgen murni dinyatakan negatif. Oleh karena itu, CT scan sangat
efisien untuk deteksi dini perforasi gaster. Ketika melakukan pemeriksaan, kita
perlu menyetel jendelanya agar dapat membedakan antara lemak dengan udara,
karena keduanya tampak sebagai area hipodens dengan densitas negatif. Jendela
untuk parenkim paru adalah yang terbaik untuk mengatasi masalah ini. Saat CT
scan dilakukan dalam posisi supine, gelembung udara pada CT scan terutama
berlokasi di depan bagian abdomen. Kita dapat melihat gelembung udara bergerak
jika pasien setelah itu mengambil posisi decubitus kiri. CT scan juga jauh lebih
baik dalam mendeteksi kumpulan cairan di bursa omentalis dan retroperitoneal.
Walaupun sensitivitasnya tinggi, CT scan tidak selalu diperlukan berkaitan dengan
biaya yang tinggi dan efek radiasinya. Jika kita menduga seseorang mengalami
perforasi, dan udara bebas tidak terlihat pada scan murni klasik, kita dapat
menggunakan substansi kontras nonionik untuk membuktikan keraguan kita.
Salah satu caranya adalah dengan menggunakan udara melalui pipa nasogastrik
10 menit sebelum scanning. Cara kedua adalah dengan memberikan kontras yang
dapat larut secara oral minimal 250 ml 5 menit sebelum scanning, yang
membantu untuk menunjukkan kontras tapi bukan udara. Komponen barium tidak
dapat diberikan pada keadaan ini karena mereka dapat menyebabkan
pembentukkan granuloma dan adesi peritoneum. Beberapa penulis menyatakan
bahwa CT scan dapat memberi ketepatan sampai 95%.
24
H. Penatalaksanaan
Penderita yang lambungnya mengalami perforasi harus diperbaiki keadaan
umumnya sebelum operasi. Pemberian cairan dan koreksi elektrolit, pemasangan pipa
nasogastrik, dan pemberian antibiotik mutlak diberikan. Jika gejala dan tanda-tanda
peritonitis umum tidak ada, kebijakan nonoperatif mungkin digunakan dengan terapi
antibiotik langsung terhadap bakteri gram-negatif dan anaerob.
Tujuan dari terapi bedah adalah :
1) Koreksi masalah anatomi yang mendasari
2) Koreksi penyebab peritonitis
3) Membuang setiap material asing di rongga peritoneum yang dapat menghambat
fungsi leukosit dan mendorong pertumbuhan bakteri (seperti darah, makanan,
sekresi lambung).
Laparotomi dilakukan segera setelah upaya suportif dikerjakan. Jahitan saja
setelah eksisi tukak yang perforasi belum mengatasi penyakit primernya, tetapi tindakan
ini dianjurkan bila keadaan umum kurang baik, penderita usia lanjut dan terdapat
peritonitis purulenta. Bila keadaan memungkinkan, tambahan tindakan vagotomi dan
antrektomi dianjurkan untuk mencegah kekambuhan.
Perforasi gaster pada periode neonatal
Meskipun perforasi gaster jarang terjadi, penyakit ini lebih sering terjadi pada
anak daripada dewasa, dan biasanya terjadi di ICU neonatal. Tiga mekanisme telah
diajukan untuk perforasi gaster pada neonatal: traumatik, iskemi dan spontan. Etiologi
spesifik dapat sulit ditentukan karena bayi biasanya sakit dan patologi aktual
menyediakan hanya sedikit petunjuk. Kebanyakan perforasi gaster adalah akibat trauma
iatrogenik.
Cedera paling umum adalah akibat pemasangan pipa orogastrik atau nasogastrik
yang terlalu bertenaga. Perforasi biasanya di sepanjang kurvatura mayor dan tampak
sebagai luka tusuk atau laserasi pendek. Perforasi gaster traumatik dapat muncul
sebagai akibat distensi gaster yang hebat selama ventilasi tekanan positif selama
25
terisolasi, drainse peritoneal saja dapat tercukupi. Udara bebas persisten atau asidosis
berkelanjutan dan bukti peritonitis mengamanatkan eksplorasi bedah. Perbaikan bedah
kebanyakan perforasi terdiri dari debrideman dan penutupan dua lapis gaster. Suatu
gastrostomi mungkin menjamin. Reseksi lambung signifikan sebaiknya dihindari.
kerusakan sering melibatkan dinding posterior lambung sepanjang kurvatura mayor
membuat pembagian omentum gastrokolik dan eksplorasi dinding lambung posterior
diperlukan bahkan jika gangguan ditemukan juga di dinding anterior. Area multipel dari
cedera harus dikecualikan. Terapi suportif yang baik post operatif bersama dengan
penggunaan antibiotik spektrum luas secara intravena diperlukan.
Faktor yang paling penting yang mempengaruhi angka ketahanan hidup tampaknya
adalah interval antara onset gejala dan dimulainya terapi definitif, luas kontaminasi
peritonel, derajat prematuritas dan keparahan konsekuensi asfiksia. Berkaitan dengan
masalah-masalah yang berhubungan dengan sepsis dan gagal napas sering ditemukan
pada bayi prematur, angka mortalitas perforasi gaster menjadi tinggi, berkisar antara 45%
sampai 58%.
I. Komplikasi
Komplikasi pada perforasi gaster, sebagai berikut:
1) Infeksi Luka, angka kejadian infeksi berkaitan dengan muatan bakteri pada gaster
2) Kegagalan luka operasi
Kegagalan luka operasi (kerusakan parsial atau total pada setiap lapisan luka
operasi) dapat terjadi segera atau lambat.
Faktor-faktor berikut ini dihubungkan dengan kegagalan luka operasi :
Malnutrisi
Sepsis
Uremia
Diabetes mellitus
27
Terapi kortikosteroid
Obesitas
Batuk yang berat
Hematoma (dengan atau tanpa infeksi)
3) Abses abdominal terlokalisasi
4) Kegagalan multiorgan dan syok septic :
a) Septikemia adalah proliferasi bakteri dalam darah
yang menimbulkan manifestasi sistemik, seperti
kekakuan, demam, hipotermi (pada septikemia
gram negatif dengan endotoksemia), leukositosis
atau leukopenia (pada septikemia berat),
takikardi, dan kolaps sirkuler.
b) Syok septik dihubungkan dengan kombinasi hal-hal berikut :
Hilangnya tonus vasomotor
Peningkatan permeabilitas kapiler
Depresi myokardial
Pemakaian leukosit dan trombosit
Penyebaran substansi vasoaktif kuat, seperti histamin,
serotonin
dan
prostaglandin,
peningkatan permeabilitas kapiler
menyebabkan
a) Usia lanjut
b) Ketergantungan obat
c) Demensia
d) Abnormalitan metabolik
e) Infeksi
f) Riwayat delirium sebelumnya
g) hipoksia
h) Hipotensi Intraoperatif/postoperative
J. Prognosis
Apabila tindakan operasi dan pemberian antibiotik berspektrum luas cepat
dilakukan maka prognosisnya dubia ad bonam. Sedangkan bila diagnosis,
tindakan, dan pemberian antibiotik terlambat dilakukan maka prognosisnya
menjadi dubia ad malam.
Hasil terapi meningkat dengan diagnosis dan penatalaksanaan dini. Faktor-faktor
berikut akan meningkatkan resiko kematian :
1) Usia lanjut
2) Adanya penyakit yang mendasari sebelumnya
3) Malnutrisi
4) Timbulnya komplikasi
29
KESIMPULAN
Perforasi gastrointestinal merupakan suatu bentuk penetrasi yang komplek dari
dinding lambung, usus halus, usus besar akibat dari bocornya isi dari usus ke dalam
rongga perut. Perforasi dari usus mengakibatkan secara potensial untuk terjadinya
kontaminasi bakteri dalam rongga perut ( keadaan ini dikenal dengan istilah peritonitis).
Perforasi pada saluran cerna sering disebabkan oleh penyakit-penyakit seperti
ulkus gaster, appendicitis, keganasan pada saluran cerna, divertikulitis, sindroma arteri
mesenterika superior, trauma.
Penatalaksanan tergantung penyakit yang mendasarinya. Intervensi bedah hampir
selalu dibutuhkan dalam bentuk laparotomy explorasi dan penutupan perforasi dengan
pencucian pada rongga peritoneum (evacuasi medis). Terapi konservatif di indikasikan
pada kasus pasien yang non toxic dan secara klinis keadaan umumnya stabil dan biasanya
diberikan cairan intravena, antibiotik, aspirasi NGT, dan dipuasakan pasiennya.
DAFTAR PUSTAKA
abdomen. Med Clin North Am. 2008 May. 92(3):599-625, viii-ix. [Medline].
5. Intestinal
Perforation.
Diunduh
dari
re
31