Anda di halaman 1dari 31

KEPANITERAAN KLINIK STATUS ILMU BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA


SMF BEDAH
RUMAH SAKIT BAYUKARTA

Nama Mahasiswa

: Ance Novita Simbolon

NIM

: 11.2014.041

TandaTangan :

Dokter Pembimbing : dr. Ade Sigit Mayangkoro Sp.B

A. IDENTITAS PASIEN
Nama lengkap

: Tn. I (2016.00.84.14)

Jenis kelamin : Laki-laki

Tempat / tanggal lahir : Karawang, 1 Januari 1951

Suku bangsa : Sunda

Status perkawinan

: Menikah

Agama

: Islam

Pekerjaan

: Wiraswasta

Pendidikan

: SD

Alamat

: Kp. Gunung Bubut RT/ RW 11/04


Cinta Wargi Tegal Waru, Karawang

Waktu pasien masuk : Sabtu , 12 Maret 2016 pkl. 11:33 WIB

B. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara Autoanamnesis pada Sabtu, 12 Maret 2016, pukul 11.33 WIB di
IGD RS Bayukarta.
Keluhan Utama:
Pasien datang dengan keluhan Nyeri Perut.
Keluhan Tambahan:
Sulit BAB (+), Mual (+), Napsu makan berkurang, Kembung (+), sesak (+), lemas (+), kepala
pusing (+)

Riwayat Penyakit Sekarang:

Tn. I usia 65 tahun datang ke IGD diantar keluarganya dengan keluhan nyeri perut
yang mendadak telah dirasakan sejak 3 hari yang lalu, keluhan diawali oleh muntah yang
kemudian nyeri perut dirasakan terus memberat dan meluas, pasien mengaku perutnya sering
kembung dalam 1 minggu terakhir dan tidak bisa kentut & BAB 3 hari sebelum masuk RS
(SMRS), nafsu makan berkurang, dan mual. Selain itu pasien juga mengeluhkan perutnya
terasa keras dan kaku karena menahan sakit, lemas, terkadang keluar keringat dingin, sesak
nafas, badan meriang dan kepala pusing. Riwayat Hipertensi dan DM disangkal, alergi
disangkal. Pasien mengkonsumsi obat-obatan serta jamu-jamuan.
Riwayat Penyakit Dahulu (Tahun)

Riwayat asma disangkal

Riwayat alergi disangkal

Riwayat penyakit tekanan darah tinggi disangkal

Riwayat penyakit kencing manis disangkal

Riwayat operasi sebelumnya disangkal

Riwayat perut sering kembung disangkal

Riwayat trauma disangkal

Riwayat mengkonsumsi obat-obatan dibenarkan, pasien memiliki riwayat minum obat


anti nyeri yang dibeli sendiri di apotek untuk menobati nyeri dikedua lututnya,
kebiasaan minum obat anti nyeri sudah dilakukan lebih dari 1 tahun yang lalu dan
semakin sering mengkonsumsi dalam 3 bulan terakhir.

Riwayat Keluarga

Riwayat asma disangkal

Riwayat alergi disangkal

Riwayat penyakit tekanan darah tinggi disangkal

Riwayat penyakit kencing manis disangkal

C. PEMERIKSAAN JASMANI
Pemeriksaan Umum
Kesadaran

: Compos mentis

Keadaan umum

: Tampak sakit berat

Tekanan darah

: 160/90 mmHg

Nadi

: 100x/menit,regular

Suhu

: 37,0oC

Pernapasan (Frekuensi)

: 24x / menit

Kepala

: Normocephaly

Mata

: Conjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/-, reflex cahaya +/+, pupil
isokor

Telinga

: normotia, membran timpani utuh, sekret (-), serumen (-)

Hidung

: Normosepta, darah (-), sekret (-)

Tenggorokan

: Tonsil T1-T1, faring tidak hiperemis.

Dada
Bentuk

: Simetris

Paru-paru
Inspeksi

Depan
Kiri
Kanan

Simetris saat statis dan dinamis Simetris saat statis dan dinamis
Simetris saat statis dan dinamis Simetris saat statis dan dinamis
- Tidak ada benjolan
- Tidak ada benjolan

Kiri

- Fremitus taktil simetris

- Fremitus taktil simetris

- nyeri tekan (-)


- Tidak ada benjolan

- nyeri tekan (-)


- Tidak ada benjolan

Kanan

- Fremitus taktil simetris

- Fremitus taktil simetris

Kiri
Kanan

- nyeri tekan (-)


Sonor di seluruh lapang paru
Sonor di seluruh lapang paru
- Suara vesikuler

- nyeri tekan (-)


Sonor di seluruh lapang paru
Sonor di seluruh lapang paru
- Suara vesikuler

- Wheezing (-), Ronki (-)


- Suara vesikuler

- Wheezing (-), Ronki (-)


- Suara vesikuler

- Wheezing (-), Ronki (-)

- Wheezing (-), Ronki (-)

Palpasi

Perkusi
Auskultas
i

Belakang

Kiri
Kanan

Jantung
Inpeksi

Ictus cordis tidak tampak

Palpasi

Ictus cordis teraba pada sela iga V linea midclavicula kiri

Perkusi

Bataskanan jantung

linea sternalis kanan

Auskultas

Batas kiri jantung


Linea midclavicula kiri
Batas atas jantung
ICS II linea parasternal kiri
BJ I/II reguler, murmur (-), gallop S3(-) S4 (-)

i
Abdomen

Inspeksi

: Distended, lebih tinggi dari dada, simetris, tidak nampak hematom,

warna kulit sama dengan sekitar, darm kontour dan darm steifung tidak nampak

Auskultasi

: Peristaltik (Bising Usus) menurun

Palpasi

: Tidak teraba massa, didapatkan defans muskuler, nyeri tekan seluruh

lapang perut terutama hipokondic sinistra, hepar dan lien tidak teraba, ballotemen
ginjal tidak teraba

Perkusi

: Hipertimpani, tidak ada nyeri ketok CVA

Ekstremitas

Akral

: Hangat

Sianosis

: Tidak ditemukan

Edema

: Tidak ditemukan

D. STATUS LOKALIS
Regio Abdomen

Inspeksi

: Distended, lebih tinggi dari dada, simetris, tidak nampak hematom,

warna kulit sama dengan sekitar, darm kontour dan darm steifung tidak nampak

Auskultasi

: Peristaltik (Bising Usus) menurun

Perkusi

: Hipertimpani, tidak ada nyeri ketok CVA


Palpasi
Defans muskular lokal
(+)
Nyeri tekan (+) diseluruh
lapang perut terutama
hipokondric sinistra.

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
LABORATORIUM
o Pemeriksaan saat di IGD, 12 Maret 2016

o
a

Pemeriksa

n saat di ruangan
rawat inap, 13 maret
2016

o Pemeriksaan di ruangan, 14 Maret 2016

o Pemeriksaan di ruangan, 18
Maret 2016

F. DIAGNOSIS BANDING

Peritonitis e/c appendicitis perforasi

Abdominal pain e/c gastritis erosiva

Peritonitis e/c perforasi gaster

G. DIAGNOSIS KERJA
Peritonitis e/c perforasi gaster

H. PENATALAKSANAAN
1. Rencana terapi
a) Tindakan resusitasi Airway, Breathing, Circulation
b) Restorasi cairan IVFD RL (guyur) 1000cc
c) Pencegahan infeksi Ceftriaxone 1g/12 jam
d) Terapi simptomatik Ranitidin 1A/12 jam
e) Pasang NGT dan Dauer Catheter Balans cairan
2. Rencana diagnostic

a) Informed Consent
b) Cek H2TL, Ureum Kreatinin, Elektrolit
c) Rontgen thorax dan abdomen
d) Konsul Anastesi
e) Laparotomi exsplorasi

FOLLOW UP
Tanggal 12 Maret 2016
S
O

A
p

Nyeri perut (+) sejak 3 hari SMRS, BAB (-) 3 hr, Kentut (-), Nyeri kepala (+)
KU : Tampak Kesakitan Berat, Lemah, Kes : Compos mentis
VS : TD : 160/90 mmHg
Mata : CA -/-, Si -/Dada : S I-II reg, gallop (-), murmur (-), SNV +/+, Rh -/-, Wh -/Abdo: Peristaltik menurun, NT (+) hampir seluruh lapang perut, distensi (+),
defense muskular (+), Countor (-), pemb. Hepar (-)
Ext : Edema -/-, akral hangat
Peritonitis e/c Perforasi Gaster
Terapi : IVFD RL (guyur) 1000cc
Ceftriaxone 1gr/12 jam
Ranitidin 1A/12jam
Pasang DC dan NGT
Pasien dipersiapkan operasi ( Cito)
Pasien di puasakan
Pasien di rawat di ICU setelah operasi
Diagnostik : Cek H2TL, Ureum dan kreatinin, Elektrolit, EKG, Rontgen Thorax,
Rontgen Abdomen 3 posisi

Tanggal 13 Maret 2016 (Ruang ICU)


S
O

A
p

Pasien sudah sadar namun pasien belum dapat di ajak bicara.


KU : TSB, Lemah
Kes : Somnolen
VS : TD : 120/70 mmHg
Suhu : 36,7
N : 133 x/mnt
RR : 11x/mnt
Mata : CA -/-, SI -/Hidung: terpasang NGT
Dada : S I-II reg, gallop (-), murmur (-), SNV +/+, Rh -/-, Wh -/Abdo: Tegang, Peristaltik menurun, Rembesan darah (+) terpasang drain (2)
Ext : Edema -/-, akral hangat
Terpasang kateter 100cc
Post Op Laparotomy Explorasi + Repair Gaster HP-1 e/c Perforasi Gaster
Terapi : IVFD Kambiven : D 10% :RL
Terpacef 2x1 gr
Clear fluid 50 cc/ 2 jam via NGT kecil
Balans cairan, Obs. KU dan VS

Tanggal 14 Maret 2016 (Ruang ICU)


S
O

A
p

Pasien sudah dapat diajak bicara, nyeri bekas op (+), mual (-), muntah (-)
KU : TSS, Lemah
Kes : Compos mentis
VS : TD : 175/84 mmHg
Suhu : 36,7
N : 98 x/mnt
RR : 20 x/mnt
Mata : CA -/-, SI -/Hidung: terpasang NGT
Dada : S I-II reg, gallop (-), murmur (-), SNV +/+, Rh -/-, Wh -/Abdo: Tegang, Peristaltik menurun, Rembesan darah (+) terpasang drain (2)
Ext : Edema -/-, akral hangat
Terpasang kateter 450cc, drain perut 5cc, CVP 7,5
Post Op Laparotomy Explorasi + Repair Gaster HP-2 e/c Perforasi Gaster
Terapi : IVFD Kambiven : D 10% :RL
Terpacef 2x1 gr
Diet 50 cc Susu/2 jam / NGT
Clear peroral 10 sendok/ 1jam
Balans cairan, Obs. KU dan VS
Raber dr. Tony Sp.PD
Cek H2TL, Ureum kreatinin, Elektrolit

Tanggal 15 Maret 2016 (Ruang ICU)

S
O

A
p

Pasien mengeluh nyeri bekas op (+), flatus (-), mual (+), muntah (-)
KU : TSS, Lemah
Kes : Compos mentis
VS : TD : 158/82 mmHg
Suhu : 37,2
N : 124 x/mnt
RR : 22 x/mnt
Mata : CA -/-, SI -/Hidung: terpasang NGT (2)
Dada : S I-II reg, gallop (-), murmur (-), SNV +/+, Rh -/-, Wh -/Abdo: Tegang, Peristaltik menurun, NT (+) Epigastric dan Iliac Sinistra,
Rembesan darah (+) terpasang drain (2)
Ext : Edema -/-, akral hangat
Terpasang kateter 500cc
Post Op Laparotomy Explorasi + Repair Gaster HP-3 e/c Perforasi Gaster
Terapi : Lanjut
Piracetam 1gr/12 jam
Diet lanjut
Balans cairan, Obs. KU dan VS
Boleh pindah ruang perawatan

Tanggal 16 Maret 2016 (Ruang ICU)


S
O

A
p

Pasien mengeluh nyeri bekas op (+), flatus (+), sudah BAB 1x


KU : TSS, Lemah
Kes : Compos mentis
VS : TD : 150/95 mmHg
Suhu : 36,9
N : 115 x/mnt
RR : 24x/mnt
Mata : CA -/-, SI -/Hidung: terpasang NGT (2) 60cc
Dada : S I-II reg, gallop (-), murmur (-), SNV +/+, Rh -/-, Wh -/Abdo: Supel, Peristaltik menurun, NT (+) Epigastric dan Iliac Sinistra, Teraba
panas, Rembesan darah (+) terpasang drain (2)
Ext : Edema -/-, akral hangat
Terpasang kateter 200cc
Post Op Laparotomy Explorasi + Repair Gaster HP-4 e/c Perforasi Gaster
Terapi : Lanjut
Piracetam 1gr/12 jam
Diet susu per NGT 50 cc/2 jam
Clear fluid mulut 20cc/2jam
Balans cairan, Obs. KU dan VS
Boleh pindah ruang perawatan

Tanggal 17 Maret 2016 (Ruang Lukas 2)


S
O

A
P

Pasien mengeluh nyeri bekas op (+), batuk berdahak, demam (+), BAK (+)
KU : TSS, Lemah
Kes : Compos mentis
VS : TD : 130/80 mmHg
Suhu : 37,8
N : 130 x/mnt
RR : 25x/mnt
Mata : CA -/-, SI -/Hidung: terpasang NGT (2) 60cc
Dada : S I-II reg, gallop (-), murmur (-), SNV +/+, Rh +/+, Wh -/Abdo: Supel, Peristaltik menurun, NT (+) Epigastric dan Iliac Sinistra, Teraba
panas, Rembesan nanah (+) terpasang drain (2)
Ext : Edema -/-, akral hangat
Terpasang kateter 350cc
Post Op Laparotomy Explorasi + Repair Gaster HP-5 e/c Perforasi Gaster
Terapi : Lanjut
Piracetam 1gr/12 jam
Diet susu per NGT 50 cc/2 jam
Clear fluid mulut 20cc/2jam
Balans cairan, Obs. KU dan VS

Tanggal 18 Maret 2016 (Ruang Lukas 2)


S
O

A
p

Pasien mengeluh BAB cair dan sering, nyeri post op, rembesan nanah (+), batuk
berdahak
KU : TSS, Lemah
Kes : Compos mentis
VS : TD : 130/80 mmHg
Suhu : 37,8
N : 130 x/mnt
RR : 25x/mnt
Mata : CA -/-, SI -/Hidung: terpasang NGT (2) 60cc
Dada : S I-II reg, gallop (-), murmur (-), SNV +/+, Rh +/+, Wh +/-, perkusi
redup/sonor
Abdo: Supel, Peristaltik menurun, NT (+) Epigastric dan Iliac Sinistra, Teraba
panas, Rembesan nanah (+) terpasang drain (2)
Ext : Edema -/-, akral hangat
Terpasang kateter 350cc
Post Op Laparotomy Explorasi + Repair Gaster HP-5 e/c Perforasi Gaster, susp
efusi pleura
Terapi : Lanjut
Piracetam 1gr/12 jam
Diet susu per NGT 50 cc/2 jam

Clear fluid mulut 20cc/2jam


Balans cairan, Obs. KU dan VS

TINJAUAN PUSTAKA
Perforasi gastrointestinal merupakan suatu bentuk penetrasi yang komplek dari
dinding lambung, usus halus, usus besar akibat dari bocornya isi dari usus ke dalam rongga
perut. Perforasi dari usus mengakibatkan secara potensial untuk terjadinya kontaminasi
bakteri dalam rongga perut (keadaan ini dikenal dengan istilah peritonitis). Perforasi lambung
berkembang menjadi suatu peritonitis kimia yang disebabkan karena kebocoran asam
lambung kedlam rongga perut. Perforasi dalam bentuk apapun yang mengenai saluran cerna
merupakan suatu kasus kegawatan bedah.
Pada anak-anak cedera yang mengenai usus halus akibat dari trauma tumpul perut
sangat jarang dengan insidensinya 1-7 %. Sejak 30 tahun yang lalu perforasi pada ulkus
peptikum merupakn penyebab yang tersering. Perforasi ulkus duodenum insidensinya 2-3
kali lebih banyak daripada perforasi ulkus gaster. Hampir 1/3 dari perforasi lambung
disebabkan oleh keganasan pada lambung. Sekitar 10-15 % penderita dengan divertikulitis
akut dapat berkembang menjadi perforasi bebas. Pada pasien yang lebih tua appendicitis
acuta mempunyai angka kematian sebanyak 35 % dan angka kesakitan 50 %. Faktor-faktor
utama yang berperan terhadap angka kesakitan dan kematian pada pasien-pasien tersebut
adalah kondisi medis yang berat yang menyertai appedndicitis tersebut.
Perforasi pada saluran cerna sering disebabkan oleh penyakit-penyakit seperti ulkus
gaster, appendicitis, keganasan pada saluran cerna, divertikulitis, sindroma arteri mesenterika
superior,dan trauma.
A. Anatomi dan Fisiologi Lambung
1. Anatomi
Lambung terletak oblik dari kiri ke kanan menyilang di abdomen atas tepat di bawah
diafragma. Dalam keadaan kosong lambung menyerupai tabung bentuk J, dan bila penuh,
berbentuk seperti buah pir raksasa. Kapasitas normal lambung adalah 1 sampai 2 liter. Secara
anatomis lambung terbagi atas fundus, korpus, dan antrumpilorikum atau pilorus. Sebelah

kanan atas lambung terdapat cekungan kurvatura minor, dan bagian kiri bawah lambung
terdapat kurvatura mayor. Sfingter pada kedua ujung lambung mengatur pengeluaran dan
pemasukan yang terjadi. Sfingter kardia atau sfingter esofagus bawah, mengalirkan makanan
masuk ke dalam lambung dan mencegah refluks isi lambung memasuki esofagus kembali.
Daerah lambung tempat pembukaan sfingter kardia dikenal dengan nama daerah kardia. Di
saat sfingter pilorikum terminal berelaksasi, makanan masuk ke dalam duodenum, dan ketika
berkontraksi sfingter ini akan mencegah terjadinya aliran balik isi usus ke dalam lambung.
Sfingter pilorus memiliki arti klinis yang penting karena dapat mengalami stenosis
(penyempitan pilorus yang menyumbat) sebagai penyulit penyakit ulkus peptikum.
Abnormalitas sfingter pilorus dapat pula terjadi pada bayi. Stenosis pilorus atau piloro
spasme terjadi bila serabut otot di sekelilingnya mengalami hipertrofi atau spasme sehingga
sfingter gagal berelaksasi untuk mengalirkan makanan dari lambung ke dalam duodenum.
Bayi akan memuntahkan makanan tersebut dan tidak mencerna serta menyerapnya. Keadaan
ini mungkin dapat diperbaiki melalui operasi atau pemberian obat adrenergik yang
menyebabkan relaksasi serabut otot.
Lambung tersusun atas empat lapisan. Tunika serosa atau lapisan luar merupakan
bagian dari peritonium viseralis. Dua lapisan peritonium viseralis menyatu pada kurvatura
minor lambung dan duodenum kemudian terus memanjang ke hati, membentuk omentum
minus. Lipatan peritonium yang keluar dari satu organ menuju ke organ lain disebut sebagai
ligamentum. Jadi omentum minus (disebut juga ligamentum hepatogastrikum atau
hepatoduodenalis) menyokong lambung sepanjang kurvatura minor sampai ke hati. Pada
kurvatura mayor, peritonium terus ke bawah membentuk omentum majus, yang menutupi
usus halus dari depan seperti sebuah apron besar. Sakus omentum minus adalah tempat yang
sering terjadi penimbunan cairan (pseudokista pankreatikum) akibat penyulit pankreatitis
akut.

Tidak seperti daerah saluran cerna lain, bagian muskularis tersusun atas tiga lapis dan
bukan dua lapis otot polos: lapisan longitudinal di bagian luar, lapisan sirkular di tengah, dan
lapisan oblik di bagian dalam. Susunan serabut otot yang unik ini memungkinkan berbagai
macam kombinasi kontraksi yang diperlukan untuk memecah makanan menjadi partikelpartikel yang kecil, mengaduk dan mencampur makanan tersebut dengan cairan lambung, dan
mendorongnya ke arah duodenum.
Submukosa tersusun atas jaringan areolar longgar yang menghubungkan lapisan
mukosa dan lapisan muskularis. Jaringan ini memungkinkan mukosa bergerak dengan
gerakan peristaltik. Lapisan ini juga mengandung pleksus saraf, pembuluh darah, dan saluran
limfe.
Mukosa, lapisan dalam lambung, tersusun atas lipatan-lipatan longitudinal disebut
rugae, yang memungkinkan terjadinya disternsi lambung sewaktu diisi makanan. Terdapat
beberapa tipe kelenjar pada lapisan ini dan dikategorikan menurut bagian anatomi lambung
yang ditempatinya. Kelenjar kardia berada di dekat orifisium kardia dan menyekresikan
mukus. Kelenjar fundus atau gastrik terletak di fundus dan pada hampir seluruh korpus
lambung. Kelenjar gastrik memiliki tiga tipe sel utama. Sel-sel zimogenik (chief cell)
menyekresikan pepsinogen. Pepsinogen diubah menjadi pepsin dalam suasana asam. Sel-sel
parietal menyekresikan asam hidroklorida (HCL) dan faktor intrinsik. Faktor intrisik
diperlukan untuk absorbsi vitamin B12 di dalam usus halus. Kekurangan faktor intrinsik akan
mengakibatkan terjadinya anemia pernisiosa. Sel-sel mukus (leher) ditemukan di leher
kelenjar fundus dan menyekresikan mukus. Hormon gastrin diproduksi oleh sel G yang
terletak pada daerah pilorus lambung. Gastrin merangsang kelenjar gastrik untuk
menghasilkan asam hidroklorida dan pepsinogen. Substansi lain yang disekresi dalam
lambung adalah enzim dan berbagai elektrolit, terutama ion natrium, kalium dan klorida.
Persarafan lambung sepenuhnya berasal dari sistem saraf otonom. Suplai saraf
parasimpatis untuk lambung dan duodenum dihantarkan ke dan dari abdomen melalui saraf
vagus. Trunkus vagus mencabangkan ramus gastrika, pilorika, hepatika, dan seliaka.

Persarafan simpatis melalui saraf splanchnicus major dan ganglia seliaka. Serabut-serabut
aferen menghantarkan impuls nyeri yang dirangsang oleh peregangan, kontraksi otot, serta
peradangan, dan dirasakan di daerah epigastrium abdomen. Serabut-serabut aferen simpatis
menghambat motilitas dan sekresi lambung. Pleksus saraf mienterikus (Auerbach) dan

submukosa (Meissner) membentuk persarafan intrinsik dinding lambung dan


mengoordinasi aktivitas motorik dan sekresi mukosa lambung.
Seluruh suplai darah di lambung dan pankreas (serta hati, empedu, dan
limpa) terutama berasal dari arteri seliaka atau trunkus seliakus, yang
mempercabangkan cabang-cabang yang menyuplai kurvatura minor dan major.
Dua cabang arteri yang penting dalam klinis adalah arteria gastroduodenalis dan
arteria pankreatikoduodenalis (retroduodenalis) yang berjalan sepanjang bulbus
posterior duodenum. Ulkus pada dinding posterior duodenum dapat mengerosi
arteri ini dan menyebabkan terjadinya perdarahan. Darah vena dari lambung dan
duodenum, serta yang berasal dari pankreas, limpa, dan bagian lain saluran
gastrointestinal, berjalan ke hati melalui vena porta.

2. Fisiologi Lambung
Fungsi lambung:
1) Fungsi motorik

Fungsi menampung : Menyimpan makanan sampai makanan tersebut


sedikit demi sedikit dicerna dan bergerak pada saluran cerna.
Menyesuaikan peningkatan volume tanpa menambah tekanan dengan
relaksasi reseptif otot polos; diperantarai oleh nervus vagus dan dirangsang
oleh gastrin

Fungsi mencampur : Memecahkan makanan menjadi partikel-partikel kecil


dan mencampurnya dengan getah lambung melalui kontraksi otot yang
mengelilingi lambung. Konstraksi peristaltik diatur oleh suatu irama listrik
dasar.

Fungsi pengosongan lambung : Diatur oleh pembukaan sfingter pilorus


yang dipengaruhi oleh viskositas, volume, keasaman, aktivitas osmotik,
keadaan fisik, serta oleh emosi, obat-obatan, dan olahraga. Pengosongan
lambung diatur oleh faktor saraf dan hormonal, seperti kolesistokinin.

2) Fungsi pencernaan dan sekresi


a) Pencernaan protein oleh pepsin dan HCL dimulai disini; pencernaan
karbohidrat dan lemak oleh amilase dan lipase dalam lambung kecil
peranannya. Pepsin berfungsi memecah putih telur menjadi asam amino
(albumin dan pepton). Asam garam (HCL) berfungsi mengasamkan
makanan, sebagai antiseptik dan desinfektan, dan membuat suasana asam
pada pepsinogen sehinhha menjadi pepsin.
b) Sintesis dan pelepasan gastrin dipengaruhi oleh protein yang dimakan,
peregangan antrum, alkalinisasi antrum, dan rangsangan vagus.
c) Sekresi faktor intrinsik memungkinkan absorpsi vitamin B12 dari usus
halus bagian distal.
d) Sekresi mukus membentuk selubung yang melindungi lambung serta
berfungsi sebagai pelumas sehingga makanan lebih mudah diangkut.
e) Sekresi bikarbonat, bersama dengan sekresi gel mukus, tampaknya
berperan sebagai barier dari asam lumen dan pepsin.

Pengaturan sekresi lambung dapat dibagi menjadi fase sefalik, gastrik, dan

intestinal. Fase sefalik sudah dimulai bahkan sebelum makanan masuk lambung,
yaitu akibat melihat, mencium, memikirkan, atau mengecap makanan. Fase ini
diperantarai seluruhnya oleh saraf vagus dan dihilangkan dengan vagotomi. Sinyal
neurogenik yang menyebabkan fase sefalik berasal dari korteks serebri atau pusat
nafsu makan. Impuls eferen kemudian dihantarkan melalui saraf vagus ke
lambung. Hal ini mengakibatkan kelenjar gastrik terangsang untuk menyekresi
HCL, pepsinogen, dan menambah mukus. Fase sefalik menghasilkan sekitar 10%
dari sekresi lambung normal yang berhubungan dengan makanan.
Fase gastrik dimulai saat makanan mencapai antrum pilorus. Distensi
antrum juga dapat menyebabkan terjadinya rangsangan mekanis dari resptorreseptor pada dinding lambung. Impuls tersebut berjalan menuju medula melalui
aferen vagus dan kembali ke lambung melalui eferen vagus; impuls ini
merangsang pelepasan hormon gastrin dan secara langsung juga merangsang
kelenjar-kelenjar lambung. Gastrin dilepas dari antrum dan kemudian dibawa oleh
aliran darah menuju kelenjar lambung, untuk merangsang sekresi. Pelepasan
gastrin juga dirangsang oleh PH alkali, garam empedu di antrum, dan terutama
oleh protein makanan dan alkohol. Membran sel parietal di fundus dan korpus
lambung mengandung reseptor untuk gastrin, histamin, dan asetilkolin, yang
merangsang sekresi asam. Setelah makan, gastrin dapat bereaksi pada sel parietal
secara langsung untuk sekresi asam dan juga dapat merangsang pelepasan
histamin dari mukosa untuk sekresi asam.
Fase sekresi gastrik menghasilkan lebih dari duapertiga sekresi lambung
total setelah makan, sehingga merupakan bagian terbesar dari total sekresi
lambung harian yang berjumlah sekitar 2000 ml. Fase gastrik dapat terpengaruh
oleh reseksi bedah pada antrum pilorus, sebab disinilah pembentukan gastrin.

Fase intestinal dimulai oleh gerakan kimus dari lambung ke duodenum.


Fase sekresi lambung diduga sebagian besar bersifat hormonal. Adanya protein
yang tercerna sebagian dalam duodenum tampaknya merangsang pelepasan gastrin
usus, suatu hormon yang menyebabkan lambung terus-menerus menyekresikan
sejumlah kecil cairan lambung. Meskipun demikian, peranan usus kecil sebagai
penghambat sekresi lambung jauh lebih besar.
Distensi usus halus menimbulkan refleks enterogastrik, diperantarai oleh
pleksus mienterikus, saraf simpatis dan vagus, yang menghambat sekresi dan
pengosongan lambung. Adanya asam (PH kurang dari 2,5), lemak, dan hasil-hasil
pemecahan protein menyebabkan lepasnya beberapa hormon usus. Sekretin,
kolesitokinin, dan peptida penghambat gastrik (Gastric-inhibiting peptide, GIP),
semuanya memiliki efek inhibisi terhadap sekresi lambung.
Pada periode interdigestif (antara dua waktu pencernaan) sewaktu tidak ada
pencernaan dalam usus, sekresi asam klorida terus berlangsung dalam kecepatan
lambat yaitu 1 sampai 5 mEq/jam. Proses ini disebut pengeluaran asam basal
(basal acid output, BAO) dan dapat diukur dengan pemeriksaan sekresi cairan
lambung selama puasa 12 jam. Sekresi lambung normal selama periode ini
terutama terdiri dari mukus dan hanya sedikit pepsin dan asam. Tetapi, rangsangan
emosional kuat dapat meningkatkan BAO melalui saraf parasimpatis (vagus) dan
diduga merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya ulkus peptikum.
B. PERFORASI GASTER
Perforasi gastrointestinal adalah penyebab umum dari akut abdomen.
Penyebab perforasi gastrointestinal adalah : ulkus peptik, inflamasi divertikulum
kolon sigmoid, kerusakan akibat trauma, perubahan pada kasus penyakit Crohn,
kolitis ulserasi, dan tumor ganas di sistem gastrointestinal. Perforasi paling sering
adalah akibat ulkus peptik lambung dan duodenum. Perforasi dapat terjadi di
rongga abdomen (perforatio libera) atau adesi kantung buatan (perforatio tecta).
Pada anak-anak cedera yang mengenai usus halus akibat dari trauma tumpul perut
sangat jarang dengan insidensinya 1-7 %. Sejak 30 tahun yang lalu perforasi pada

1
0

ulkus peptikum merupakan penyebab yang tersering. Perforasi ulkus duodenum


insidensinya 2-3 kali lebih banyak daripada perforasi ulkus gaster. Hampir 1/3 dari
perforasi lambung disebabkan oleh keganasan pada lambung. Sekitar 10-15%
penderita dengan divertikulitis akut dapat berkembang menjadi perforasi bebas.
Pada pasien yang lebih tua appendicitis acut mempunyai angka kematian
sebanyak 35 % dan angka kesakitan 50 %. Faktor-faktor utama yang berperan
terhadap angka kesakitan dan kematian pada pasien-pasien tersebut adalah kondisi
medis yang berat yang menyertai appedndicitis tersebut.

C. Etiologi

Cedera tembus yang mengenai dada bagian bawah atau perut (contoh:
trauma tertusuk pisau)

Trauma tumpul perut yang mengenai lambung. Lebih sering ditemukan


pada anak-anak dibandingkan orang dewasa.

Obat aspirin, NSAID (misalnya fenilbutazon, antalgin,dan natrium


diclofenac) serta golongan obat anti inflamasi steroid diantaranya
deksametason dan prednisone. Sering ditemukan pada orang dewasa.

Kondisi yang mempredisposisi : ulkus peptikum, appendicitis akut,


divertikulosis akut, dan divertikulum Meckel yang terinflamasi.

Appendicitis akut: kondisi ini masih menjadi salah satu penyebab umum
perforasi usus pada pasien yang lebih tua dan berhubungan dengan hasil
akhir yang buruk.

Luka usus yang berhubungan dengan endoscopic : luka dapat terjadi oleh
ERCP dan colonoscopy.

Fungsi usus sebagai suatu komplikasi laparoscopic: faktor yang mungkin


mempredisposisikan pasien ini adalah obesitas, kehamilan, inflamasi usus
akut dan kronik dan obstruksi usus.

Infeksi bakteri: infeksi bakteri ( demam typoid) mempunyai komplikasi


menjadi perforasi usus pada sekitar 5 % pasien. Komplikasi perforasi pada
pasien ini sering tidak terduga terjadi pada saat kondisi pasien mulai
membaik

Penyakit inflamasi usus : perforasi usus dapat muncul pada paien dengan
colitis ulceratif akut, dan perforasi ileum terminal dapat muncul pada
pasien dengan Crohns disease.

Perforasi sekunder dari iskemik usus (colitis iskemik) dapat timbul.

Perforasi usus dapat terjadi karena keganasan didalam perut atau


limphoma

Radiotherapi dari keganasan cervik dan keganasan intra abdominal lainnya


dapat berhubungan dengan komplikasi lanjut, termasuk obstruksi usus dan
perforasi usus.

Benda asing ( misalnya tusuk gigi atau jarum pentul) dapat menyebabkan
perforasi oesophagus, gaster, atau usus kecil dengan infeksi intra abdomen,
peritonitis, dan sepsis.

D. Patofisologi
Secara fisiologis, gaster relatif bebas dari bakteri dan mikroorganisme
lainnya karena kadar asam intraluminalnya yang tinggi. Kebanyakan orang yang
mengalami trauma abdominal memiliki fungsi gaster yang normal dan tidak
berada pada resiko kontaminasi bakteri yang mengikuti perforasi gaster.
Bagaimana pun juga mereka yang memiliki maslah gaster sebelumnya berada
pada resiko kontaminasi peritoneal pada perforasi gaster. Kebocoran asam
lambung kedalam rongga peritoneum sering menimbulkan peritonitis kimia. Bila
kebocoran tidak ditutup dan partikel makanan mengenai rongga peritoneum,
peritonitis kimia akan diperparah oleh perkembangan yang bertahap dari
peritonitis bakterial. Pasien dapat asimptomatik untuk beberapa jam antara
peritonitis kimia awal dan peritonitis bakterial lanjut.
Mikrobiologi dari usus kecil berubah dari proksimal samapi ke distalnya.
Beberapa bakteri menempati bagian proksimal dari usus kecil dimana, pada
bagian distal dari usus kecil (jejunum dan ileum) ditempati oleh bakteri aerob

12

(E.Coli) dan anaerob ( Bacteriodes fragilis (lebih banyak)). Kecenderungan


infeksi intra abdominal atau luka meningkat pada perforasi usus bagian distal.
Adanya bakteri di rongga peritoneal merangsang masuknya sel-sel
inflamasi akut. Omentum dan organ-organ visceral cenderung melokalisir proses
peradangan, mengahasilkan phlegmon (ini biasanya terjadi pada perforasi kolon).
Hypoksia yang diakibatkannya didaerah itu memfasilisasi tumbuhnya bakteri
anaerob dan menggangu aktifitas bakterisidal dari granulosit, yang mana
mengarah pada peningkatan aktifitas fagosit daripada granulosit, degradasi sel-sel,
dan pengentalan cairan sehingga membentuk abscess, efek osmotik, dan
pergeseran cairan yang lebih banyak ke lokasi abscess, dan diikuti pembesaran
absces pada perut. Jika tidak ditangani terjadi bakteriemia, sepsis, multiple organ
failure dan shock.

E. Gejala klinik
Nyeri perut hebat yang makin meningkat dengan adanya pergerakan disertai
nausea, vomitus, pada keadaan lanjut disertai demam dan mengigil.

F. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan pada area perut: periksa apakah ada tanda-tanda eksternal


seperti luka, abrasi, dan atau ekimosis. Amati pasien: lihat pola pernafasan
dan pergerakan perut saat bernafas, periksa adanya distensi dan perubahan
warna kulit abdomen. Pada perforasi ulkus peptikum pasien tidak mau
bergerak, biasanya dengan posisi flexi pada lutut, dan abdomen seperti
papan.

Palpasi dengan halus, perhatikan ada tidaknya massa atau nyeri tekan. Bila
ditemukan tachycardi, febris, dan nyeri tekan seluruh abdomen
mengindikasikan suatu peritonitis. rasa kembung dan konsistensi sperti
adonan roti mengindikasikan perdarahan intra abdominal.

13

Nyeri perkusi mengindikasikan adanya peradangan peritoneum

Pada auskultasi : bila tidak ditemukan bising usus mengindikasikan suatu


peritonitis difusa.

Pemeriksaan rektal dan bimanual vagina dan pelvis : pemeriksaan ini dapat
membantu menilai kondisi seperti appendicitis acuta, abscess tuba ovarian
yang ruptur dan divertikulitis acuta yang perforasi.

G. Pemeriksaan Penunjang
Sejalan dengan penemuan klinis, metode tambahan yang dapat dilakukan
adalah : foto polos abdomen pada posisi berdiri, ultrasonografi dengan vesika
urinaria penuh, CT-scan murni dan CT-scan dengan kontras. Jika temuan foto
Rontgen dan ultrasonografi tidak jelas, sebaiknya jangan ragu untuk menggunakan
CT-scan, dengan pertimbangan metode ini dapat mendeteksi cairan dan jumlah
udara yang sangat sedikit sekali pun yang tidak terdeteksi oleh metode yang
disebutkan sebelumnya.
1. Radiologi
Perforasi gastrointestinal adalah penyebab umum dari akut abdomen.
Isi yang keluar dari perforasi dapat mengandung udara, cairan lambung
dan duodenum, empedu, makanan, dan bakteri. Udara bebas atau
pneumoperitoneum terbentuk jika udara keluar dari sistem gastrointestinal.
Hal ini terjadi setelah perforasi lambung, bagian oral duodenum, dan usus
besar. Pada kasus perforasi usus kecil, yang dalam keadaan normal tidak
mengandung udara, jumlah udara yang sangat kecil dilepaskan. Udara
bebas terjadi di rongga peritoneum 20 menit setelah perforasi.
Manfaat penemuan dini dan pasti dari perforasi gaster sangat penting,
karena keadaan ini biasanya memerlukan intervensi bedah. Radiologis
memiliki peran nyata dalam menolong ahli bedah dalam memilih prosedur
diagnostik dan untuk memutuskan apakah pasien perlu dioperasi. Deteksi
pneumoperitoneum minimal pada pasien dengan nyeri akut abdomen
14

karena perforasi gaster adalah tugas diagnostik yang paling penting dalam
status kegawatdaruratan abdomen. Seorang dokter yang berpengalaman,
dengan menggunakan teknik radiologi, dapat mendeteksi jumlah udara
sebanyak 1 ml. dalam melakukannya, ia menggunakan teknik foto
abdomen klasik dalam posisi berdiri dan posisi lateral decubitus kiri.
Untuk melihat udara bebas dan membuat interpretasi radiologi
dapat dipercaya, kualitas film pajanan dan posisi yang benar sangat
penting. Setiap pasien harus mengambil posisi adekuat 10 menit sebelum
pengambilan foto, maka, pada saat pengambilan udara bebas dapat
mencapai titik tertinggi di abdomen. Banyak peneliti menunjukkan
kehadiran udara bebas dapat terlihat pada 75-80% kasus. Udara bebas
tampak pada posisi berdiri atau posisi decubitus lateral kiri. Pada kasus
perforasi karena trauma, perforasi dapat tersembunyi dan tertutup oleh
kondisi

bedah

patologis

lain.

Posisi

supine

menunjukkan

pneumoperitoneum pada hanya 56% kasus. Sekitar 50% pasien


menunjukkan kumpulan udara di abdomen atas kanan, lainnya adalah
subhepatika atau di ruang hepatorenal. Di sini dapat terlihat gambaran oval
kecil atau linear. Gambaran udara bentuk segitiga kecil juga dapat tampak
di antara lekukan usus. Meskipun, paling sering terlihat dalam bentuk
seperti kubah atau bentuk bulan setengah di bawah diafragma pada posisi
berdiri. Football sign menggambarkan adanya udara bebas di atas
kumpulan cairan di bagian tengah abdomen.
2. Ultrasonografi
Ultrasonografi adalah metode awal untuk kebanyakan kondisi akut
abdomen. Pemeriksaan ini berguna untuk mendeteksi cairan bebas dengan
berbagai densitas, yang pada kasus ini adalah sangat tidak homogen
karena terdapat kandungan lambung. Pemeriksaan ini khususnya berharga
untuk mendeteksi cairan bebas di pelvik kecil menggunakan teknik
kandung kemih penuh. Kebanyakan, ultrasonografi tidak dapat mendeteksi
udara bebas.

15

3. CTscan
CT scan abdomen adalah metode yang jauh lebih sensitif untuk mendeteksi
udara setelah perforasi, bahkan jika udara tampak seperti gelembung dan saat
pada foto rontgen murni dinyatakan negatif. Oleh karena itu, CT scan sangat
efisien untuk deteksi dini perforasi gaster. Ketika melakukan pemeriksaan, kita
perlu menyetel jendelanya agar dapat membedakan antara lemak dengan udara,
karena keduanya tampak sebagai area hipodens dengan densitas negatif. Jendela
untuk parenkim paru adalah yang terbaik untuk mengatasi masalah ini. Saat CT
scan dilakukan dalam posisi supine, gelembung udara pada CT scan terutama
berlokasi di depan bagian abdomen. Kita dapat melihat gelembung udara bergerak
jika pasien setelah itu mengambil posisi decubitus kiri. CT scan juga jauh lebih
baik dalam mendeteksi kumpulan cairan di bursa omentalis dan retroperitoneal.
Walaupun sensitivitasnya tinggi, CT scan tidak selalu diperlukan berkaitan dengan
biaya yang tinggi dan efek radiasinya. Jika kita menduga seseorang mengalami
perforasi, dan udara bebas tidak terlihat pada scan murni klasik, kita dapat
menggunakan substansi kontras nonionik untuk membuktikan keraguan kita.
Salah satu caranya adalah dengan menggunakan udara melalui pipa nasogastrik
10 menit sebelum scanning. Cara kedua adalah dengan memberikan kontras yang
dapat larut secara oral minimal 250 ml 5 menit sebelum scanning, yang
membantu untuk menunjukkan kontras tapi bukan udara. Komponen barium tidak
dapat diberikan pada keadaan ini karena mereka dapat menyebabkan
pembentukkan granuloma dan adesi peritoneum. Beberapa penulis menyatakan
bahwa CT scan dapat memberi ketepatan sampai 95%.

24

H. Penatalaksanaan
Penderita yang lambungnya mengalami perforasi harus diperbaiki keadaan
umumnya sebelum operasi. Pemberian cairan dan koreksi elektrolit, pemasangan pipa
nasogastrik, dan pemberian antibiotik mutlak diberikan. Jika gejala dan tanda-tanda
peritonitis umum tidak ada, kebijakan nonoperatif mungkin digunakan dengan terapi
antibiotik langsung terhadap bakteri gram-negatif dan anaerob.
Tujuan dari terapi bedah adalah :
1) Koreksi masalah anatomi yang mendasari
2) Koreksi penyebab peritonitis
3) Membuang setiap material asing di rongga peritoneum yang dapat menghambat
fungsi leukosit dan mendorong pertumbuhan bakteri (seperti darah, makanan,
sekresi lambung).
Laparotomi dilakukan segera setelah upaya suportif dikerjakan. Jahitan saja
setelah eksisi tukak yang perforasi belum mengatasi penyakit primernya, tetapi tindakan
ini dianjurkan bila keadaan umum kurang baik, penderita usia lanjut dan terdapat
peritonitis purulenta. Bila keadaan memungkinkan, tambahan tindakan vagotomi dan
antrektomi dianjurkan untuk mencegah kekambuhan.
Perforasi gaster pada periode neonatal
Meskipun perforasi gaster jarang terjadi, penyakit ini lebih sering terjadi pada
anak daripada dewasa, dan biasanya terjadi di ICU neonatal. Tiga mekanisme telah
diajukan untuk perforasi gaster pada neonatal: traumatik, iskemi dan spontan. Etiologi
spesifik dapat sulit ditentukan karena bayi biasanya sakit dan patologi aktual
menyediakan hanya sedikit petunjuk. Kebanyakan perforasi gaster adalah akibat trauma
iatrogenik.
Cedera paling umum adalah akibat pemasangan pipa orogastrik atau nasogastrik
yang terlalu bertenaga. Perforasi biasanya di sepanjang kurvatura mayor dan tampak
sebagai luka tusuk atau laserasi pendek. Perforasi gaster traumatik dapat muncul
sebagai akibat distensi gaster yang hebat selama ventilasi tekanan positif selama
25

resusitasi bag-mask atau ventilasi mekanik untuk gagal napas.


Mekanisme perforasi iskemik sulit diterangkan karena kasus ini dihubungkan
dengan kondisi stress fisiologis berat seperti prematuritas hebat, sepsis, dan asfiksia
neonatal. Perforasi gastrik iskemik telah dilaporkan dalam hubungan dengan
enterokolitis nekrotikans. Karena stress ulcer gaster telah dilaporkan pada berbagai bayi
yang sakit kritis, telah diajukan bahwa perforasi gaster sebagai akibat dari nekrosis
transmural.
Perforasi gaster spontan pernah dilaporkan terjadi pada bayi yang sehat, biasanya dalam
minggu pertama kehidupan terutama antara hari ke 2 sampai ke 7. Istilah spontan
menyatakan penyebab yang bukan akibat enterokolitis nekrotikan atau iskemia, trauma
dari intubasi gastrik, obstruksi intestinal atau insuflasi aksidental selama bantuan
ventilasi. Meskipun stress perinatal dan prematuritas tidak umum dihubungkan, tidak
ada faktor predisposisi yang dapat diidentifikasi pada setidaknya20% kasus.
Satu hipotesis adalah bahwa perforasi spontan berkaitan dengan defek kongenital dinding
muskuler gaster. Namun penemuan patologis yang sama belum pernah dilaporkan.
Perforasi gastroduodenal telah dihubungkan dengan terapi steroid postnatal untuk
mencegah atau terapi BPD. Kebanyakan bayi diberi makan secara normal sampai saat
terjadi perforasi. Gambaran patologis dan klinis konsisten dengan overdistensi mekanik
daripada iskemia sebagai penyebab perforasi. Tanda dan gejala perforasi gaster biasanya
mereka dengan gejala akut abdomen disertai sepsis dan gagal napas. Pemeriksaan
abdominal adanya distensi abdominal yang signifikan. Vomitus adalah gejala yang tidak
konsisten. Konfirmasi radiografi akan pneumoperitoneum masif adalah sugestif dan studi
kontras untuk mengkonfirmasi diagnosis tidak diindikasikan. Tanda-tanda syok
hipovolemik dan sepsis melengkapi gambaran klinik. Perforasi pada bayi baru lahir
merupakan kegawatdaruratan bedah. Karena ukuran yang besar dan tempat perforasi
yang proksimal, bayi-bayi ini dapat mendapat pneumoperitoneum dengan progresifitas
cepat yang dihubungkan dengan bahaya kardiopulmoner. Sebelum intervensi bedah,
selama evaluasi dan resusitasi bayi, dekompresi jarum abdomen dengan kateter intravena
besar mungkin diperlukan. Pipa nasogastrik sebaiknya dipasang ketika resusitasi cepat
dikerjakan. Pada bayi dengan berat lahir yang sangat rendah yang mengalami perforasi
26

terisolasi, drainse peritoneal saja dapat tercukupi. Udara bebas persisten atau asidosis
berkelanjutan dan bukti peritonitis mengamanatkan eksplorasi bedah. Perbaikan bedah
kebanyakan perforasi terdiri dari debrideman dan penutupan dua lapis gaster. Suatu
gastrostomi mungkin menjamin. Reseksi lambung signifikan sebaiknya dihindari.
kerusakan sering melibatkan dinding posterior lambung sepanjang kurvatura mayor
membuat pembagian omentum gastrokolik dan eksplorasi dinding lambung posterior
diperlukan bahkan jika gangguan ditemukan juga di dinding anterior. Area multipel dari
cedera harus dikecualikan. Terapi suportif yang baik post operatif bersama dengan
penggunaan antibiotik spektrum luas secara intravena diperlukan.
Faktor yang paling penting yang mempengaruhi angka ketahanan hidup tampaknya
adalah interval antara onset gejala dan dimulainya terapi definitif, luas kontaminasi
peritonel, derajat prematuritas dan keparahan konsekuensi asfiksia. Berkaitan dengan
masalah-masalah yang berhubungan dengan sepsis dan gagal napas sering ditemukan
pada bayi prematur, angka mortalitas perforasi gaster menjadi tinggi, berkisar antara 45%
sampai 58%.

I. Komplikasi
Komplikasi pada perforasi gaster, sebagai berikut:
1) Infeksi Luka, angka kejadian infeksi berkaitan dengan muatan bakteri pada gaster
2) Kegagalan luka operasi
Kegagalan luka operasi (kerusakan parsial atau total pada setiap lapisan luka
operasi) dapat terjadi segera atau lambat.
Faktor-faktor berikut ini dihubungkan dengan kegagalan luka operasi :
Malnutrisi
Sepsis
Uremia
Diabetes mellitus
27

Terapi kortikosteroid
Obesitas
Batuk yang berat
Hematoma (dengan atau tanpa infeksi)
3) Abses abdominal terlokalisasi
4) Kegagalan multiorgan dan syok septic :
a) Septikemia adalah proliferasi bakteri dalam darah
yang menimbulkan manifestasi sistemik, seperti
kekakuan, demam, hipotermi (pada septikemia
gram negatif dengan endotoksemia), leukositosis
atau leukopenia (pada septikemia berat),
takikardi, dan kolaps sirkuler.
b) Syok septik dihubungkan dengan kombinasi hal-hal berikut :
Hilangnya tonus vasomotor
Peningkatan permeabilitas kapiler
Depresi myokardial
Pemakaian leukosit dan trombosit
Penyebaran substansi vasoaktif kuat, seperti histamin,
serotonin
dan
prostaglandin,
peningkatan permeabilitas kapiler

menyebabkan

Aktivasi komplemen dan kerusakan endotel kapiler


c) Infeksi gram-negatif dihubungkan dengan prognosis yang lebih buruk
dari gram-positif, mungkin karena hubungan dengan endotoksemia.
5) Gagal ginjal dan ketidakseimbangan cairan, elektrolit, dan pH
6) Perdarahan mukosa gaster. Komplikasi ini biasanya dihubungkan dengan
kegagalan sistem multipel organ dan mungkin berhubungan dengan defek
proteksi oleh mukosa gaster
7) Obstruksi mekanik, sering disebabkan karena adesi postoperatif
8) Delirium post-operatif. Faktor berikut dapat menyebabkan predisposisi
delirium postoperatif:
28

a) Usia lanjut
b) Ketergantungan obat
c) Demensia
d) Abnormalitan metabolik
e) Infeksi
f) Riwayat delirium sebelumnya
g) hipoksia
h) Hipotensi Intraoperatif/postoperative

J. Prognosis
Apabila tindakan operasi dan pemberian antibiotik berspektrum luas cepat
dilakukan maka prognosisnya dubia ad bonam. Sedangkan bila diagnosis,
tindakan, dan pemberian antibiotik terlambat dilakukan maka prognosisnya
menjadi dubia ad malam.
Hasil terapi meningkat dengan diagnosis dan penatalaksanaan dini. Faktor-faktor
berikut akan meningkatkan resiko kematian :
1) Usia lanjut
2) Adanya penyakit yang mendasari sebelumnya
3) Malnutrisi
4) Timbulnya komplikasi

29

KESIMPULAN
Perforasi gastrointestinal merupakan suatu bentuk penetrasi yang komplek dari
dinding lambung, usus halus, usus besar akibat dari bocornya isi dari usus ke dalam
rongga perut. Perforasi dari usus mengakibatkan secara potensial untuk terjadinya
kontaminasi bakteri dalam rongga perut ( keadaan ini dikenal dengan istilah peritonitis).
Perforasi pada saluran cerna sering disebabkan oleh penyakit-penyakit seperti
ulkus gaster, appendicitis, keganasan pada saluran cerna, divertikulitis, sindroma arteri
mesenterika superior, trauma.
Penatalaksanan tergantung penyakit yang mendasarinya. Intervensi bedah hampir
selalu dibutuhkan dalam bentuk laparotomy explorasi dan penutupan perforasi dengan
pencucian pada rongga peritoneum (evacuasi medis). Terapi konservatif di indikasikan
pada kasus pasien yang non toxic dan secara klinis keadaan umumnya stabil dan biasanya
diberikan cairan intravena, antibiotik, aspirasi NGT, dan dipuasakan pasiennya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Pieter, John, editor : Sjamsuhidajat,R. dan De Jong, Wim, Bab 31 : Lambung


dan Duodenum, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 3, EGC : Jakarta, 2011. Hal.
643-9.
2. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 4, Jilid 2, editor : Mansjoer, Arif., Suprohalta.,
Wardhani, Wahyu Ika., Setiowulan, Wiwiek., Fakultas Kedokteran UI, Media
Aesculapius, Jakarta : 2014.
3. Sarath Chandra S, Siva Kumar S. Definitive or conservative surgery for
perforated gastric ulcer? - An unresolved problem. Int J Surg. 2008 Dec 25.
[Medline].
4. Langell JT, Mulvihill SJ. Gastrointestinal perforation and the acute
30

abdomen. Med Clin North Am. 2008 May. 92(3):599-625, viii-ix. [Medline].
5. Intestinal

Perforation.

Diunduh

dari

http://emedicine.medscape.com/article/195537-overview#a0103. Pada 10 April


2016.
6. Ergul, E. and Gozetlik, E.O. Emergency spontaneous gastric perforations: ulcus
versus cancer.Langenbecks Arch Surg. 2009; 394: 643646
7. Sylvia A.Price, Lorraine M. Wilson, Patofisiologi Konsep Klinis proses-proses
penyakit volume 1, Edisi 6, EGC : Jakarta, 2006
8. http://www.medcyclopaedia.com/library/topics/volume_vii/g/gastric_ruptu

re

Gharehbaghy, Manizheh M., Rafeey, Mandana., Acute Gastric Perforation in


Neonatal Period, available from www.medicaljournal- ias.org/14_2/Gharehbaghy.pdf
9. Sofi, Amela., Beli, erif., Linceder, Lidija., Vrci, Dunja., Early
radiological diagnostics of gastrointestinal perforation .2007

31

Anda mungkin juga menyukai