Anda di halaman 1dari 28

1

BAB 1
PENDAHULUAN
Penyakit eksantema adalah suatu penyakit yang bermanifestasi sebagai
erupsi difus pada kulit yang berhubungan dengan penyakit sistemik yang biasanya
disebabkan oleh infeksi. Mekanisme terjadinya lesi kulit adalah kerusakan sel
akibat invasi organisme patogen, produksi toksin oleh organisme, dan respon
imun penjamu. Pada awal abad ke 20 yaitu pada era pravaksinasi, klasifikasi
penyakit eksantema didasarkan pada urutan kejadian dalam masa perkembangan
anak. Campak disebut sebagi first disease, demam skarlet sebagai second disease,
rubela sebagai third disease, forth disease yang digambarkan oleh Duke tapi tidak
dianggap sebagai golongan tersendiri karena bermanifestasi sebagai demam
skarlet dan rubela,eritrema infeksiosa sebagai fifth disease dan roseola infantum
sebagai sixth disease.(1)
Campak merupakan penyakit serius yang sangat menular yang disebabkan
oleh virus. Rerata kasus campak sekitar 549.000 dan 495 kematian akibat campak
yang dilaporkan setiap tahun di Amerika Serikat selama masa dekase sebelum
vaksin campak hidup dilisensikan tahun 1963. Namun ada kemungkinan bhawa
rata-rata 3 hingga 4 juta orang terinfeksi campak pertahunnya namun sebagian
besar kasus tidak dilaporkan. Campak dinyatakan tersingkir dari Amerika Serikat
pada tahun 2000, jumlah kasus campak berkisar dari yang terendah yaitu 37 kasus
pada tahun 2004 dan tertinggi 667 pada tahun 2014. Sebagian besar kasus terjadi
pada orang yang tidak divaksinasi campak. (2) Campak masih merupakan penyakit
lazim di banyak negara, orang-orang yang infektif masuk ke negara ini mungkin

menginfeksi masyarakat Amerika Serikat dan wisatawan Amerika Serikat yang


keluar negeri berisiko terpajan disana.(3) Seratus empat belas kasus KLB (kejadian
luar biasa campak) di 21 provinsi dengan total jumlah kasus sebanyak 2408
penderita di Indonesia selama tahun 2007, namun terdapat pola penurunan kasus
KLB campak. Provinsi dengan kasus KLB campak terbanyak campak terbanyak
adalah Gorontalo dan Sulawesi tengah dengan jumlah 354 kasus dan 411 kasus,
sedangkan provinsi Aceh terdapat 36 kasus.(4) Campak merupakan penyakit
infeksi virus akut yang menular ditandai dengan 3 stadium yaitu: stadium kataral,
stadium erupsi dan stadium konvalesen.(5) Tanpa imunisasi, penyakit campak akan
menyerang hampir setiap anak dan mampu menyebabkan cacat dan kematian
karena komplikasinya seperti pneumonia, diare, otitis media, dan ensefalitis
terutama pada anak kurang gizi.(6)

BAB 2
LAPORAN KASUS
2.1

Identitas

Nama

: An. MA

Jenis kelamin

: Laki-laki

Tanggal lahir

: 29-10-2014

Alamat

: Mancang, Samudera

Suku Bangsa

: Aceh

Agama

: Islam

No. MR

: 40.12.50

Tanggal MRS

: 22-2-2016

Tanggal Keluar

: 1-3-2016

Nama Ayah

: Tn. SB

Umur

: 30 tahun

Pekerjaan

Nama Ibu

: Ny. M

Umur

: 26 tahun

Pekerjaan

: IRT

2.2

Wiraswasta

Alloanamnesis
Alloanamnesis dengan orang tua pasien, tanggal 23 Februari 2016 pukul

08.00 WIB.
1. Keluhan Utama
Demam
2. Keluhan Tambahan

Ruam merah, mencret, batuk, sesak, muntah, mual, penurunan nafsu makan,
hidung tersumbat
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUCM diantar oleh orang tua pasien dengan keluhan
demam yang dialami sekitar 4 hari SMRS. Mata merah dan berair dialami pasien
saat demam di rumah. Menurut pengakuan ibu pasien, pasien mengalami
munculnya ruam merah yang dialami sekitar 1 hari SMRS. Ruam merah awalnya
muncul dibelakang telinga, leher dan wajah. Sekarang pasien mengalami ruam
merah hingga ke tangan. Raum merah disertai gatal disangkal oleh ibu pasien.
Selain ruam merah, pasien juga mengalami mencret yang dialami sekitar 4 hari
yang lalu, mencret berupa air dan ampas dengan frekuensi 4 kali sehari. BAB
berdarah dan berlendir disangkal oleh ibu pasien. Muntah, mual, dan penurunan
nafsu makan dikeluhkan pasien selama 4 hari.
Os juga mengalami batuk yang dialami sekitar 4 hari. batuk yang dialami
pasien seperti menggonggong. Batuk berdahak dan berdarah disangkal oleh ibu
pasien. Batuk disertai dengan sesak. Napas berbunyi disangkal oleh ibu pasien.
Pasien juga mengalami hidung tersumbat sekitar 3 hari, cairan hidung yang
dikeluar pasien berwarna putih bening.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Menurut pengakuan ibu pasien, pasien menderita patent ductus arteriosus dan
sering kontrol kesehatan di poli anak RSUCM
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Abang pasien pernah mengalami keluhan yang sama dengan pasien dan
pernah dirawat di rumah sakit sekitar 1 minggu yang lalu.
6. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Selama kehamilan ibu memeriksa kehamilan ke bidan dengan frekuensi
trimester 1 sebanyak 1 kali, trimester 2 sebanyak 1 kali, trimester 3 sebanyak 1

kali. Selama kehamilan ibu pasien mengaku tidak pernah sakit berat/rawat inap di
rumah sakit. Menurut pengakuan ibu pasien, ia mederita hipertensi selama
kehamilan dan pernah mengalami trauma saat usia kehamilan 4 bulan. Riwayat
muntah berlebih (-), kejang(-), asma(-), diabetes militus(-), dan infeksi(-) selama
kehamilan disangkal. Os merupakan anak ke 3 dari 3 bersaudara lahir secara
sectio caesarea di RSUCM, BBL 3800 gr, lahir cukup bulan. Saat lahir pasien
dirawat di NICU dengan riwayat biru pada tubuh dan tidak segera menangis.
Riwayat kejang dan kuning setelah lahir disangkal.
7. Riwayat Imunisasi
Ibu pasien mengaku mendapatkan imunisasi lengkap sampai usia saat ini.
8. Riwayat Makanan
Pasien mendapatkan ASI dan susu formula sejak lahir sampai usia sekarang.
Pasien mulai diberi nasi saring sejak usia 6 bulan hingga sekarang. Pasien tidak
pernah mengkonsumsi nasi padat sampai saat ini.
9. Riwayat Psikososial
Pasien adalah anak ke 3 dari 3 bersaudara. Anak tinggal serumah dengan ibu,
ayah dan 2 orang abang , ventilasinya baik, air minum, mandi dan cuci sehari-hari
berasal dari air sumur. Keluarga termasuk ke dalam golongan sosio-ekonomi
rendah.
10. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan.
- Umur 2 bulan pasien mulai bisa bersuara seperti bilang aaaaaaaa
- Umur 4 bulan pasien mulai bisa telungkup
- Umur 7 bulan pasien mulai bisa duduk dan merangkak
- Umur 12 bulan pasien mulai bisa berjalan dengan tertatah-tatah dan sudah
-

bisa memanggil yah dan mak


Hingga saat ini pertumbuhan dan perkembangan pasien tidak mengalami
gangguan maupun keterlambatan

2.3 Pemeriksaan Fisik


A. Status Present
1. Keadaan umum : Lemah

2. Kesadaran: Compos Mentis


3. Tanda Vital
Nadi

: 168 kali/menit

Respirasi

: 44 kali/menit

Suhu

: 38,4oC

Tekanan darah

: Tidak dievaluasi

4. Data Antropometri
Berat Badan

: 10 kg

Tinggi badan

: 77 cm

5. Status Gizi
Berdasarkan Rumus Status Gizi menurut Waterlow (1972)
BB/TB % = BB Aktual x 100%
BB Baku untuk TB aktual
= 91% (Gizi Baik)
Berdasarkan skor z
BB/U : -1 SD s/d 0 SD (Gizi Baik)
PB/U : -2 SD s/d -1 SD (Normal)
BB/PB: 0 SD s/d +1 SD (Normal)
IMT/U: 0 SD s/d +1 SD (Normal)
B.
1.

2.

Status Generalis
Kulit
Warna : Sawo matang
Sianosis: (-)
Ikterus : (-)
Edema : (-)
Kepala
Rambut: Hitam, sukar dicabut

Mata : konjungtiva palpebra inferior pucat (-/-), konjuntiva hiperemis (+/


+), sklera ikterus (-/-), refleks cahaya (+/+)
Telinga: simetris, ruam makulopapular dibelakang telinga (+)
Hidung: sekret (+), deviasi septum (-), napas cuping hidung (+)
Mulut :bibir kering (+), sariawan (+)
3.

Leher
Pembesaran

kelenjar

getah

bening

(-),

kaku

kuduk

(-),

ruam

makulopapular (+)
4.
Thoraks
Inspeksi
: pergerakan simetris, retraksi dinding dada (+)
Palpasi
: stem fremitus tidak dilakukan
Perkusi
: tidak dilakukan
Auskultasi
: vesikuler di kedua lapangan paru
5. Jantung
Inspeksi
: ictus cordis tidak terlihat
Palpasi
: ictus cordis teraba
Perkusi
: batas jantung kesan tidak membesar
Auskultasi
: BJ I>II, murmur (+)
6. Abdomen
Inspeksi
: simetris
Palpasi
: hepar tidak teraba, limpa tidak teraba
Perkusi
: timpani (+)
Auskultasi
: bising usus meningkat
7. Ekstremitas
Ekstremitas Superior : akral hangat (+), ruam makulopapular (+), edema
(-) sianosis (-)
Ekstremitas Inferior : akral hangat (+), ruam makulopapular (-), edema
(-), sianosis (-)
2.4 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan
Hb
LED
Eritrosit
Leukosit
Hematokrit
MCV
MCH
MCHC

24 Februari 2016
Darah Rutin
Hasil
11
4,2
8,8
32,9
78
26
33,4

Nilai Normal
13-18
<15
4,5-6,5
4-11
37-47
76-96
27-32
30-35

RDW
Trombosit
2.5 Diagnosis
Diagnosis banding
Diagnosis kerja

15,3
320

11-15
150-450

: Morbili + PDA
Roseola infantum + PDA
Rubella + PDA
: Morbili + PDA

2.6 Penatalaksanaan Awal


a. O2 0,5-1 liter/menit
b. IVFD RL 10 gtt/i
c. Injeksi Ranitidin 50 mg 1/3 ampul / 12 jam
d. Paracetamol 120 mg 3 x cth 1
e. Cetirizin 5 mg 1x
f. Mucos drop 15 mg 2 x 0,4 cc
g. Salicil talc
2.7 Prognosis
Quad ad vitam
Quad ad fuctionam
Quad ad sanactionam

: ad bonam
: ad bonam
: ad bonam

2.8 Status Follow Up


Tgl
H+2
23.2.2016

S
Demam (+), muntah
(-), bintik merah (+),
batuk (+), dahak (-),
sesak (+), mencret
(+), BAK (+), nafsu
makan
menurun,
sariawan (+)

O
A
P
HR: 168 x/i
Morbili + O2 0,5-1 liter/
RR: 44 x/i
PDA
menit
T: 38,4oC
IVFD RL 30
Napas
cuping
gtt/i (micro)
hidung (+), ruam
Inj.
makulopapular
Cefrtiaxon
(+) wajah, leher,
350 mg/ 12
dan dibelakang
jam
telinga, tangan,
Inj. Ranitidin
konjungtiva
50 mg
hiperemis
(+),
ampul / 12
rhinorea (+)
jam
Paracetamol
syr 120 mg
3x cth 1
Lacto B 3 x
sachet

H+3
24.2.2016

Demam (+), ruam


merah ( ), batuk (+),
dahak (-), sesak ( ),
mencret (+),muntah
(-) ,BAK (+), nafsu
makan ( ), sariawan
(+)

Cetirizin syr
5mg 1 x
cth
Mucos drop
15 mg 2 x 0,4
cc
Salbutamol 3
x 0,8 mg
(pulv)
Furosemid 2
x 2,5 mg
(pulv)
Sprinolacton
2 x 3,125 mg
(pulv)
Salicil talc
HR: 120 x/i
Morbili + O2 0,5-1 liter/
RR: 51 x/i
sindrom
menit
T: 38oC
croup + IVFD
NCH (+), retraksi
Asering 30
PDA
suprasternal (+),
ggt/i (micro)
retraksi
Inf.
retrosternal (+),
Paracetamol
ruam
15 cc/ 4 jam
makulopapular
(suhu >38oC)
(+)
diperut,
Inj.
stridor inspirator
Cefotaxime
konjungtiva
400 mg/ 12
hiperemis
(+),
jam
rhinorea (+)
Inj.
Gentamisin
30 mg/ 12
jam
Inj. Ranitidin
50 mg
ampul/
12
jam
Inj.
Dexametason
loading dose
5mg, 6 jam
kemudian
ampul/ 8 jam
Mucos drop

10

H+4
25.2.2016

Demam ( ), mencret
(+),muntah (-) sesak
( ), batuk (+), dahak
(-), bintik merah (+),
BAK (+), nafsu
makan ( ), sariawan
(+)

15 mg 2 x 0,5
cc
Lacto B 3 x
sachet
Cetirizin syr
5 mg 1x
cth
Paracetamol
Syr 120 mg 3
x
1
cth
Furosemid 2
x 2,5 mg
(pulv)
Sprinolacton
2 x 3,125 mg
(pulv)
Salicil talc
HR: 117 x/i
Morbili + IVFD
RR: 44 x/i
sindrom
Asering 30
T: 36,7oC
croup + gtt/i (micro)
Ruam
PDA + Inf.
makulopapular
stomatitis Paracetamol
(+) diperut
15 cc/ 4 jam
NCH
(+),
(> 38oC)
konjungtiva
Inj.
hiperemis
(-),
Cefotaxime
rinorea(-)
400 mg/ 12
jam
Inj. Ranitidin
50 mg
ampul/
12
jam
Inj.
Gentamisin
30mg/ 12 jam
Inj.
Dexametason
5
mg

ampul/ 8 jam
Mucos drop
15 mg 2x 0,5
cc
Cetirizin syr
5 mg 1x

11

H+5
26.2.2016

Demam (+), ruam


merah (+) di perut,
paha,
dan
kaki,
mencret ( ), batuk
(+), dahak (-), sesak (
), BAK (+), nafsu
makan ( ), sariawan
(+)

cth
Lacto B 3 x
sachet
Salbutamol 3
x 0,8 mg
(pulv)
Pedilis syr 1x
1 cth
Furosemid 2
x 2,5 mg
(pulv)
Sprinolacton
2 x 3,125 mg
(pulv)
Konstantia
drop 1 x 0,6
cc
Salicil Talc
HR:120 x/i
Morbili + IVFD
RR: 40 x/i
sindrom
Asering 30
T: 38,5
croup + gtt/i (micro)
Ruam
PDA + Inf.
makulopapular
stomatitis Paracetamol
(+) diperut paha
15 cc/ 4 jam
dan kaki
(> 38oC)
Inj.
Cefotaxime
400 mg/ 12
jam
Inj.
Gentamisin
30mg/ 12 jam
Inj. Ranitidin
50 mg
ampul/
12
jam
Inj.
Dexametason
5
mg

ampul/ 8 jam
Mucos drop
15 mg 3 x 0,5
cc Cetirizin
syr 5 mg 1x

12

cth
Salbutamol 3
x 0,8 mg
(pulv)
Pedilis syr 1x
1 cth
Furosemid 2
x 2,5 mg
(pulv)
Sprinolacton
2 x 3,125 mg
(pulv)
Konstantia
drop 1 x 0,6
cc
Salicil Talc
H+6
27.2.2016

Demam (-), ruam


merah (+) diseluruh
tubuh,
mencret
(-),muntah (-) batuk
(+), dahak (-), sesak
(-), nafsu makan
(+),sariawan (+)

HR: 123 x/i


RR: 37 x/i
T: 36,8oC
Ruam
makulopapular
(+)

Morbili +
sindrom
croup +
PDA +
stomatitis

IVFD
Asering 30
gtt/i (micro)
Inf.
Paracetamol
15 cc/ 4 jam
(> 38oC)
Inj.
Cefotaxime
400 mg/ 12
jam
Inj. Ranitidin
50 mg
ampul/
12
jam
Inj.
Gentamisin
30mg/ 12 jam
Inj.
Dexametason
5
mg

ampul/ 8 jam
Mucos drop
15 mg 3 x 0,5
cc Cetirizin
syr 5 mg 1x
cth

13

Salbutamol 3
x 0,8 mg
(pulv)
Pedilis syr 1x
1 cth
Furosemid 2
x 2,5 mg
(pulv)
Sprinolacton
2 x 3,125 mg
(pulv)
Konstantia
drop 1 x 0,6
cc
Salicil Talc
H+7
28.2.2016

Demam (-), mencret


(-),muntah (-), ruam
merah ( ), batuk (+),
dahak (-), sesak (-),
BAB (-), BAK (+),
nafsu makan (+),
sariawan (+)

HR: 98 x/i
RR: 38 x/i
T: 36,6oC
Ruam
makulopapular( )

Morbili +
sindrom
croup +
PDA +
stomatitis

IVFD
Asering 30
gtt/i (micro)
Inf.
Paracetamol
15 cc/ 4 jam
(> 38oC)
Inj.
Cefotaxime
400 mg/ 12
jam
Inj. Ranitidin
50 mg
ampul/
12
jam
Inj.
Gentamisin
30mg/ 12 jam
Inj.
Dexametason
5
mg

ampul/ 8 jam
Mucos drop
15 mg 3 x 0,5
cc Cetirizin
syr 5 mg 1x
cth
Salbutamol 3

14

H+8
29.2.2016

Demam (-), batuk


(+), dahak (-), sesak
(-), ruam merah ( ),
mencret (-) BAB (+),
BAK (+), nafsu
makan (+), sariawan
(+)

HR: 100 x/i


RR: 30 x/i
T: 36,6 oC
Ruam
makulopapular( )

x 0,8 mg
(pulv)
Pedilis syr 1x
1 cth
Furosemid 2
x 2,5 mg
(pulv)
Sprinolacton
2 x 3,125 mg
(pulv)
Konstantia
drop 1 x 0,6
cc
Salicil Talc
Morbili + IVFD
sindrom
Asering 20
croup + gtt/i (micro)
PDA + Inj.
stomatitis Cefotaxime
400 mg/ 12
jam
Inj. Ranitidin
50 mg/ 12
jam
Inj.
Gentamisin
30mg/ 12 jam
Mucos drop
15 mg 3 x 0,5
cc
Cetirizin 1 x
cth
Salbutamol 3
x 0,8 mg
(pulv)
Pedilis syr 1x
1 cth
Furosemid 2
x 2,5 mg
(pulv)
Sprinolacton
2 x 3,125 mg
(pulv)
Konstantia

15

H+9
1.3.2016

Demam (-), batuk


( ), dahak (-), sesak
(-), ruam merah (-),
mencret (-), BAB
(+), BAK (+), nafsu
makan (+), sariawan
(+)

HR: 95 x/i
RR: 30 x/i
T: 36,5oC
Makula
hiperpigmentasi
pada kulit (+)

drop 1 x 0,6
cc
Salicil Talc
Morbili + Cefixime 2 x
sindrom
15 mg (pulv)
croup + Metil
PDA + prednisolon 3
stomatitis x 1,5 mg
(pulv)
Mucos drop
15 mg 3 x 0,5
cc
Pedilis syr 1
x1
cth
Furosemid 2
x 2,5 mg
(pulv)
Sprinolacton
2 x 3,125 mg
(pulv)
Konstantia
drop 1 x 0,6
cc
PBJ

BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
3.1

Definisi
Penyakit campak adalah penyakit menular dengan gejala bercak

kemerahan berbentuk makulopopular selama 3 hari atau lebih yang sebelumnya


didahului panas badan 38oC atau lebih juga disertai salah satu gejala batuk pilek
atau mata merah.(7)

16

3.2

Etiologi
Campak adalah virus RNA dari famili Paramixovirus, genus Morbilivirus.

Selama masa prodromal dan selama waktu singkat sesudah ruam tampak, virus
ditemukan dalam dalam sekresi nasofaring, daran dan urin. Virus dapat tetap aktif
selama sekurang-kurangnya 34 jam dalam suhu kamar.(3,8)
3.3

Sumber dan Cara Penularan


Sumber penularan adalah manusia sebagai penderita. Penularan melalui

percikan ludah dan transmisi melalui udara terutama melalui batuk, bersin atau
sekresi hidung. Masa penularan 4 hari sebelum timbul rash, puncak penularan
pada saat stadium prodromal, yaitu pada 1-3 hari pertama sakit. Masa inkubasi
berlangsung antara 10-14 hari dimulai sejak terjadinya paparan sampai timbulnya
gejala-gejala klinis pertama. Pada masa ini apabila timbul gejala hanya sedikit
sekali.(7)

3.4

Epidemiologi
Rerata kasus campak sekitar 549.000 dan 495 kematian akibat campak

yang dilaporkan setiap tahun di Amerika Serikat selama masa dekase sebelum
vaksin campak hidup dilisensikan tahun 1963. Namun ada kemungkinan bahwa
rata-rata 3 hingga 4 juta orang terinfeksi campak pertahunnya namun sebagian
besar kasus tidak dilaporkan. Campak dinyatakan tersingkir dari Amerika Serikat
pada tahun 2000, jumlah kasus campak berkisar dari yang terendah yaitu 37 kasus
pada tahun 2004 dan tertinggi 667 pada tahun 2014. Sebagian besar kasus terjadi

17

pada orang yang tidak divaksinasi campak. (2) Campak masih merupakan penyakit
lazim di banyak negara, orang-orang yang infektif masuk ke negara ini mungkin
menginfeksi masyarakat Amerika Serikat dan wisatawan Amerika Serikat yang
keluar negeri berisiko terpajan disana.(3)
Seratus empat belas kasus KLB (kejadian luar biasa campak) di 21
provinsi dengan total jumlah kasus sebanyak 2408 penderita di Indonesia selama
tahun 2007, namun terdapat pola penurunan kasus KLB campak. Provinsi dengan
kasus KLB campak terbanyak campak terbanyak adalah Gorontalo dan Sulawesi
tengah dengan jumlah 354 kasus dan 411 kasus, sedangkan provinsi Aceh terdapat
36 kasus.(4)
3.5

Patogenesis
Manusia merupakan satu-satunya penjamu alamiah untuk virus campak,

meskipun banyak spesies lain termasuk monyet, anjing dan mencit yang dapat
terinfeksi secara eksperimental. Virus dapat masuk ke dalam tubuh manusia
melalui saluran napas, tempat virus melakukan multiplikasi lokal kemudian
infeksi menyebar ke jaringan limfoid regional tempat terjadinya multiplikasi yang
lebih lanjut. Viremia primer menyebarkan virus yang kemudian bereplikasi dalam
sistem retikuloendotelial. Akhirnya viremia sekunder berkembang biak di
permukaan epitel tubuh termasuk kulit, saluran napas, dan konjungtiva, tempat
terjadinya replikasi lokal.(9)
Campak dapat bereplikasi di dalam limfosit tertentu yang membantu
penyebaran ke seluruh tubuh. Sel multinukleus raksasa dengan inklusi intraseluler
terlihat di dalam jaringan limfoid di seluruh tubuh (kelenjar getah bening, tonsil,

18

dan apendiks). Kejadian yang digambarkan tersebut terjadi dalam masa inkubasi,
yang khas berlangsung selama 8-12 hari tetapi dapat berlangsung hingga 3
minggu pada orang dewasa.(9)
Selama fase prodromal (2-4 hari) dan 2-5 hari pertama ruam, virus
terdapat dalam air mata, sekret nasal dan tenggorok, urin serta darah. Ruam
mukopapular yang khas muncul sekitar 14 hari ketika antibodi yang bersirkulasi
terdeteksi, viremia menghilang dan demam mereda. Ruam terjadi akibat interaksi
sel imun T dengan sel yang terinfeksi virus di dalam pembuluh darah kecil dan
berlangsung sekitar 1 minggu.(9)
3.6

Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari campak dapat terlihat dalam 3 stadium yaitu:(3,5,8)

a.

Fase prodromal
Fase prodromal berlangsung 3-5 hari dan ditandai dengan demam ringan

sampai sedang, batuk kering, dan koryza dan konjungtivitis. Bercak koplik yang
hampir selalu mendahului ini, tanda patognomonis campak yang umumnya
muncul pada 2-3 hari. Enantem atau bintik-bintik merah biasanya ada pada
pallatum durum dan molle. Bercak koplik merupakan bitnik putih keabu-abuan,
biasanya sebesar butir pasir dengan aerola sedikit kemerahan terkadang
hemoragik. Bercak ini muncul dan menghilang dengan cepat biasanya 12-18 jam.
Radang konjungtiva dan fotofobia dapat mengesankan campak sebelum muncul
bercak koplik.
b.
Fase erupsi
Stadium ini ditandai dengan timbulnya ruam. Suhu naik mendadak ketika
ruam muncul dan sering mencapai 40-40,50C. Pada kasus tidak terkomplikasi
ketika ruam muncul pada tungkai dan kaki, pada sekitar 2 hari gejala-hejala

19

menghilang dengan cepat. Penderita sampai saat ini mungkin tampak sangat sakit,
tetapi dalam 24 jam sesudah suhu turun mereka pada dasarnya tampak baik. ruam
biasanya mulai sebagai makula tidak jelas pada bagian lateral leher, dibelakang
telinga, sepanjang garis pertumbuhan rambut dan pada bagian posterior pipi. Lesi
sendiri-sendiri menjadi semakin makulopapuler sebagi ruam menyebar dengan
cepat pada seluruh muka, leher, lengan atas, dan bagian atas dada pada sekitar 24
jam pertama. Selama 24 jam berikutnya ruang menyebar ke seluruh punggung,
abdomen, seluruh lengan dan paha. Ketika ruam akhirnya mencapai kaki pada hari
ke 2-3, ruam ini menghilang dari muka. Hilangnya ruam menuju ke bawah pada
urutan yang sama dengan ketika ruam yang muncul.
c.
Fase konvalesen
Erupsi berkurang, meninggalkan bekas kecoklatan yang dikenal dengan
hiperpigmentasi, tetapi lama-lama akan hilang sendiri. Selain hiperpigmentasi
pada anak indonesia sering ditemukan pula kulit yang bersisik. Hiperpigmentasi
ini merupakan gejala patognomonik utnuk campak. Pada penyakit lain denagn
eritrema atau eksantema ruam kulit menghilang tanpa hiperpigmentasi. Suhu
menurun sampai menjadi normal kecuali bila ada komplikasi.
3.7

Diagnosis
Definisi kasus klinis untuk campak adalah setiap penderita dengan ruam

makulopapular generalisata, demam 38oC atau lebih tinggi, dan diikuti dengan
salah 1 berikut yaitu batuk, pilek, dan konjuntivitis. (10) Isolasi virus atau
pemeriksaan

antibodi

biasanya

tidak

diperlukan.

Pemeriksaan

PCR

memperlihatkan sensitivitas dan spesifititas dalam mendeteksi sekuens virus


campak pada spesimen klinis (apusan tenggorok, serum, CSS) sebelum dan

20

setelah awitan ruam. Dari semua tes serologi, penentuan antibodi hemaglutinasi
inhibiasi (HI) campak atau ELISA yang paling praktis. Dalam 1-2 hari serangan
ruam, antibodi serum terhadap berbagai antigen campak dapat dideteksi, antibodi
ini meningkat cepat sesudah itu untuk mencapai titer puncak dalam 2-4 minggu
berikutnya. Teknik sitologi untuk melihat sel raksasa multinuklear disekret hidung
pada periode prodromal dan untuk mendeteksi sel mengandung inklusi di urin,
baik saat ruam muncul atau sesaat setelah itu, sangat membantu diagnosis. Hasil
laboratorium biasanya ditemukan neutropenia dan limfopenia yang jelas selama
masa prodromal dan masa ruam.(11)
3.8

Diagnosis Banding
Diagnosis banding campak adalah sebagai berikut:(3,8)
a.
b.

Roseola infantum (eksantema subitum)


Ruam pada roseola infantum tampak ketika demam menghilang.
Rubella
Rubella merupakan penyakit yang lebih ringan, tanpa batuk dan
limfadenopati yang berbeda, yang biasanya terbatas pada nodus
limfatikus belakang leher, suboksipital, dan nodus limfatikus belakang

c.

d.

telinga.
Ruam akibat obat
Akibat penggunaan

obat barbiturat,

hidantoin,

penisilin, dan

sulfonamid
Meningokoksemia
Meningokoksemia biasanya disertai dengan ruam yang mirip dengan
campak, tetapi batuk dan konjungtivitis biasanya tidak ada. Pada kasus

e.

meningokoksemia akut akan dijumpai ruam khas purpura ptekie


Demam skarlet

21

Demam skarlet akan dijumpai ruam papuler halus difus dengan


susunan daging angsa diatas dasar eritrematosa relatif mudah
dibedakan.
3.9

Klasifikasi Kasus Campak


Klasifikasi kasus campak adalah sebagai berikut:(7)

a.

Pasti secara Laboratorium : Kasus campak klinis yang telah dilakukan


konfirmasi laboratorium dengan hasil positif terinfeksi virus campak (IgM
positif).

b.

Pasti secara Epidemiologi : semua kasus klinis yang mempunyai hubungan


epidemiologi dengan kasus yang pasti secara laboratorium atau dengan
kasus pasti secara epidemiologi yang lain ( biasanya dalam kasus KLB).

c.

Bukan Kasus Campak (Discarded) : Kasus tersangka campak, yang setelah


dilakukan pemeriksaan laboratorium, hasilnya negatif atau kasus tersangka
campak yang mempunyai hubungan epidemiologis dengan rubella.

d.

Kematian Campak : Kematian dari seorang penderita campak pasti (klinis,


laboratorium maupun epidemiologi) yang terjadi dalam 30 hari setelah
timbul rash, bukan disebabkan oleh hal-hal lain seperti : trauma atau
penyakit kronik yang tidak berhubungan dengan komplikasi campak.

3.10

Komplikasi
Kebanyakan kematian terkait campak disebabkan oleh komplikasinya.

Komplikasi lebih sering terjadi pada anak-anak dibawah usia 5 tahun atau di atas
20 tahun. Komplikasi yang paling serius termasuk kebutaan, ensefalitis, diare
berat dan dehidrasi, infeksi telinga, atau infeksi pernapasan berat seperti

22

pneumonia. Campak yang lebih parah mungkin terjadi pada anak dengan gizi
buruk atau orang dengan sistem imun yang lemah akibat HIV/AIDS atau penyakit
lainnya.(12)
Bagian sistem tubuh yang paling sering menjadi komplikasi campak
adalah traktus respiratorius, tetapi gastroenteritis juga dapat terjadi. Pneumonia
dapat disebabkan oleh virus campak sendiri dan lesinya adalah interstisial.
Pneumonia campak pada pasien dengan infeksi HIV sering mematikan dan tidak
selalu disertai dengan ruam. Namun bronkopneumonia lebih sering terjadi akibat
bakteri seperti streptokokus hemolitikus, pneumokokus, H. Influenza tipe B,
atau stafilokokus. Laringotrakeobronkitis berat (croup) bisa menyebabkan
sumbatan aliran udara sehingga memerlukan trakeostomi, terutama anak usia
dibawah 3 tahun.(3,10)
Keratokonjungtivitis asimtomatis jinak yang menyertai campak dapat
menetap selama 4 bulan. Lesi dapat dilihat hanya dengan biomikroskop lampu
celah. Lesi kornea yang lebih berat dapat terjadi pada pasien campak yang kurang
gizi. Komplikasi yang paling menakutkan sesudah campak adalah komplikasi
sistem saraf pusat. Ensefalomielitis merupakan hal yang paling sering. Kejang,
perubahan kesadaran dan perubahan tiba-tiba menjadi koma sering menandai
awitas ensefalomielitis; demam kembali timbul dan terjadi leukositosis perifer
yang jelas. Angka kematian berkisar 10-25% dan sekuele yang bermakna berupa
kelainan motorik, intelek, dan emosi terjadi pada 20-50% penderita yang selamat
dari kematian.(11)
Tabel 3.1 Komplikasi infeksi virus campak
Viral
Bakterial

Etiologi tidak pasti

23

Laringotrakeobronkitis
Bronkiolitis
Pneumonitis
Gastroenteritis
Keratokonjungtivitis
Miokarditis
Adenitis
mesentrikaapendisitis
Pneumonia interstisial
Ensefalomielitis
dan
komplikasi ssp lainnya
Ensefalitis campak imuno
supresif
Panensefalitis
sklerosing
subakut
Sumber(11)
3.11

Otitis media
Sinusitis

Purpura trombisitopenia
Depresi hipersensitivitas kulit
lambat
Mastoiditis
Eksaserbasi tuberkulosis dan
fibrosis kistik
Pneumonia
Malnutrisi
Noma (cancrum Sindrom nefrotik
oris)
Furunkulosis

Penatalaksanaan
Sedatif, antipiretik untuk demam tinggi, tirah baring dan masukan cairan

yang cukup dapat diberikan. Kelembaban ruangan perlu dijaga untuk kasus
laringitis atau batuk yang mengiritasi secara berlebihan dan paling baik
mempertahankan ruangan hangat daripada dingin. Penderita harus dilindungi dari
terpajan cahaya yang kuat selama masa fotopobia. Pemberian pengobatan ynag
lebih spesifik seperti penggunaan antimikroba yang tepat harus digunakan untuk
mengobati komplikasi infeksi bakteri sekunder. Pemberian antivirus kurang
efektif, pemberian ribavirin menghambat replikasi virus campak in vitro namun
tidak terlihat hasil yang nyata pada pemberian in vivo.(3,13)
Campak dapat menurunkan cadangan vitamin A yang menimbulkan
ringginya insiden xeroftalmia dan ulkus kornea pada anak yang gizi kurang, WHO

24

menganjurkan pemberian suplemen vitamin A dosis tinggi di semua daerah


dengan defisiensi vitamin A. Suplemen vitamin A juga memperlihatkan penurunan
frekuensi dan keparahan dari pneumonia dan laringotrakeobronkitis akibat
kerusakan virus campak pada epitel traktus respiratorius bersilia. Pada bayi usia
dibawah 1 tahun diberikan vitamin A sebanyak 100.000 IU dan untuk pasien yang
lebih tua diberikan 200.000 UI. Dosis ini diberikan sesegera mungkin etelah
diketahui terserang campak. Dosis kedua diberikan hari berikutnya, bila terlihat
tanda kekurangan vitamin A di mata dan diulangi 1 sampai 4 minggu kemudian.(11)
3.12

Pencegahan
Pencegahan campak dapat diberikan imuniasi aktif dan pasif:

a.

Imunisasi aktif
Imunisasi campak awal dapat diberikan pada usia 12-15 bulan tetapi

mungkin diberikan lebih awal pada daerah dimana penyakit terjadi. Di indonesia
saat ini masih dianjurkan memberikan vaksin morbili pada anak berumur 9 bulan
ke atas. Tiap dosis dari vaksin yang sudah dilarutkan mengandung virus morbili
tidak kurang dari 1000 TCID50 dan neomisin B sulfat tidak lebih dari 50
mikrogram. Vaksin ini diberikan secara subkutan sebanyak 0,5 mL. Imunisasi
kedua terhadap campak biasanya diberikan sebabagi measle-mumps-rubella
(MMR). Dosis ini dapat diberikan saat anak masuk sekolah atau saat masuk ke
perguruan tinggi.(3,5)
Efek profilasis vaksin hidup mencapai 97%. Vaksin yang dilemahkan
menimbulkan reaksi yang ringan. Respon demam terjadi pada 5-15% anak dengan
memberikan gambaran sedikit rasa tidak nyaman. Observasi terus-menerus pada
anak yang mendapatkan vaksin hidup 20-25 tahun yang lalu memperlihatkan

25

antibodi yang menetap dan efek protektif yang lebih baik dibandingkan dengan
yang menderita campak secara alami.(11)
Anergi terhadap tuberkulin dapat berkembang dan menetap selama 1 bulan
atau lebih sesudah pemberian vaksin campak yang dilemahkan. Anak dengan
infeksi tuberkulosis aktif harus mendapatkan terapi antituberkulosis bila vaksin
campak hidup diberikan. Uji tuberkulin sebelum atau bersama dengan imunisasi
aktif terhadap campak dapat dilakukan. Penggunaan vaksin campak hidup tidak
dianjurkan untuk wanita hamil atau untuk anak dengan tuberkulosis yang tidak
diobati. Kontraindikasi pemberian vaksin hidup pada anak dengan leukemia dan
orang yang mendapat obat imunosupresif karena risiko infeksi progresif menetap
seperti pneumonia sel raksasa. Anak dengan infeksi HIV harus mendapatkan
vaksin campak karena mortalitas campak tinggi pada kelompok ini dan merekan
menoleransi vaksin dengan baik. walaupun ada riwayat telah mendapatkan
imunisasi campak, anak ini harus mendapatkan gamma globulin sesudah
pemajanan dengan campak dengan dosis 0,5 mL/kg (maksimal 15 mL).(3)
b.
Imunisasi pasif
Campak dapat dicegah dengan pemberian dengan pemberian
imunoglobulin serum (gamma globulin) dengan dosis 0,25 mL/kg diberikan
secara subkutan dalam 5 hari sesudah pemanjanan tetapi lebih baik sesegera
mungkin. Jika diberikan lebih dari 6 hari, maka imunoglobulin tidak dapat
diandalkan untuk mencegah atau memodifikasi penyakit. Oleh karena sifat
kekebalannya alaminya sementara, imunisasi pasif harus diikuti dengan imunisasi
aktif dalam 3 bulan sesudah itu dan menjaga masukan cairan agar tidak dehidrasi.
(3,5)

26

BAB 4
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1
1.

Kesimpulan
Pada penderita dapat ditegakkan diagnosis sebagai morbili

2.

berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.


Pada penderita ini, tatalaksana yang dapat diberikan berupa O 2 0,51 liter/menit, IVFD Asering 30 gtt/i (micro), Inf. Paracetamol 15
cc/ 4 jam (> 38oC) ,Inj. Cefotaxime 400 mg/ 12 jam, Inj.
Gentamisin 30mg/ 12 jam, Inj. Ranitidin 50 mg ampul/ 12 jam
,Inj. Dexametason 5 mg ampul/ 8 jam, Lacto B 3x Sachet,
Mucos drop 15 mg 3 x 0,5 cc Cetirizin syr 5 mg 1x cth,
Salbutamol 3 x 0,8 mg (pulv), Pedilis syr 1x 1 cth, Furosemid 2 x

3.

2,5 mg (pulv), Sprinolacton 2 x 3,125 mg (pulv), Salicil Talc.


Hasil follow up yang dilakukan selama 9 hari, menunjukkan
adanya perbaikan klinis, disebabkan karena adanya tirah baring
yang optimal, kepatuhan minum obat dari penderita, dan adanya
intervensi gizi sehingga terjadi peningkatan sistem imun untuk
mengeliminasi virus penyebab morbili.

4.2
1.

Saran
Penderita disarankan untuk melakukan kontrol setiap bulannya
dipoli anak untuk menilai perkembangan anak terkait patent ductus

2.

arteriosus.
Penderita disarankan untuk melakukan kontrol mingguan di poli
anak untuk menilai hasil terapi terkait komplikasi dari campak.

27

DAFTAR PUSTAKA
1. Rahayu, T & Tumbelaka, AR 2012, Gambaran klinis penyakit
eksantema akut pada anak, Sari pediatri, vol. 4, no. 3, diakses 6 Maret
2016, http://saripediatri.idai.or.id
2. Center for Disease Control and Prevention 2015, Measles, diakses 6
Maret 2016, http://www.cdc.gov/measles/hcp/
3. Maldonado, Y 2000, Campak, dalam Ilmu kesehatan anak Nelson, eds.
RE Behrman, R Kliegman & AM Alvin, EGC, Jakarta.
4. Subangkit 2012, Kejadian luar biasa campak di Indonesia tahun 2007,
diakses 6 Maret 2016, http://www.kalbemed.com
5. FK UI 1985, Buku kuliah ilmu kesehatan anak, Infomedika, Jakarta.
6. Departemen Kesehatan RI 2009, Kampanye imunisasi campak di
Aceh, Sumatera Utara, dan Maluku Utara, diakses 6 Maret 2016,
http://www.depkes.go.id/
7. Kemenkes RI 2011, Buku Pedoman Penyelidikan dan Penanggulangan
Kejadian Luar Biasa Penyakit Menular dan Keracunan Pangan
(Pedoman Epidemiologi Penyakit).

28

8. Mandal, BK, Wilkins, EGL, Dunbar, EM, White, RTM 2006, Penyakit
Infeksi, Erlangga, Jakarta.
9. Brooks, GF, Butel, JS & Morse, SA 2008, Mikrobiologi Kedokteran
Jawetz, Melnick, & Adelberg, EGC, Jakarta.
10. Duru, CO, Peterside, O & Adeyemi, O 2014, A 5 year review of
childhood

measles

hospital,JMMS,

at

vol.

the
5,

Niger
no.

4,

Delta

University

diakses

Maret

teaching
2016,

http://www.interesjournals.org
11. Katz, SL 2006, Campak, dalam Buku ajar pediatri Rudolph, eds. AM
Rudolph, JIE Hoffman & CD Rudolph, EGC, Jakarta.
12. World Health Organization 2015, Measles, diakses 6 Maret 2016,
http://www.who.int
13. NHC
2015,
Measles,

diakses

Maret

http://www.nhs.uk/Conditions/Measles/Pages/Treatment.aspx

2016,

Anda mungkin juga menyukai