PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Menurut database Cochrane, episiotomi pertama kali dijelaskan pada 1741
oleh Sir Fielding Ould di sebuah esai tentang kebidanan. Episiotomi adalah
pembesaran bedah dari lubang vagina oleh sayatan di perineum (kulit dan otot),
sebagian besar dilakukan dengan menggunakan gunting untuk memfasilitasi
kelahiran bayi dan untuk mencegah robekan perineum spontan dan berat.
Di seluruh dunia, tingkat episiotomi naik secara substansial pada abad ke20. Pada saat itu ada juga peningkatan bagi perempuan untuk melahirkan di
rumah sakit dan dokter. Meskipun episiotomi telah menjadi salah satu prosedur
bedah yang paling umum dilakukan di dunia, itu diperkenalkan di praktek klinis
tanpa bukti ilmiah yang kuat dari tingkat keuntungannya. Pada sebuah penelitian
terdapat hasil dilakukannya episiotomy yang berbeda-beda sejak tahun 2000 dari
yang terendah 9,7% (Swedia) sampai yang paling tinggi 100% (Taiwan) 0,4. Di
Asia, tingkat episiotomi pada tahun 2005 bervariasi yaitu 42-98%. Di Cina,
tingkat episiotomy diperkirakan adalah 82%, di Viet Nam 2013 dan di Hong
Kong 2006 lebih dari 85%. Bagi wanita nulipara, tingkat episiotomi setinggi
91% di Nepal pada 2001 dan 98% di Hong Kong.
Penelitian oleh Lede dkk. Pada tahun 1996 adalah yang pertama untuk
melakukan episiotomi rutin. Sejak itu, penggunaan rutin episiotomi sebagian
besar telah dipertanyakan oleh lembaga nasional dan internasional, misalnya
Royal College of Obstetricians & Gynaecologists, Inggris; College National des
Gyncologues Obsttriciens Franais, Perancis (CNGOF); dan Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) 2009 Cochrane oleh Carroli dari hasil episiotomi dapat
menyebabkan seperti bekas jahitan dan asimetri, dan juga fistula, peningkatan
perdarahan, hematoma, nyeri, edema, infeksi, dehiscence, dan biaya yang
berlebihan. Ulasan ini termasuk delapan studi (5541 wanita). Ditemukan bahwa
mengurangi episiotomi memiliki manfaat: ada sedikit trauma pada posterior
perineum, sedikit jahitan, penyembuhan komplikasi lebih sedikit, dan tidak ada
perbedaan dalam trauma vagina / perineum, inkontinensia urin atau beberapa
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Episiotomi
Episiotomi merupakan istilah untuk suatu insisi di perineum. Tidak semua ibu
memerlukan episiotomy untuk pelahiran namun pengalaman yang matang
diperlukan untuk menentukan kapan episiotomy tidak diperlukan.
Insisi ini dibuat : 1) Bila robekan perineal immenen, sehingga dapat
mencegah kerusakan yang tidak terkendali, 2) Untuk mengurangi tekanan pada
kepala janin premature yang masih lunak, 3) Untuk melancarkan pelahiran jika
kelahiran tertunda oeh perineum yang kaku, 4) Untuk memberikan ruangan yang
adekuat untuk kelahiran dengan bantuan. (David.T.Y. Liu, 2008)
Episiotomi adalah suatu insisi bedah yang dilakukan pada perinium untuk
janin. Meskipun dahulu dilakukan secara rutin, kajian sistemik terhadap buktibukti memastikan bahwa praktik ini harus dibatasi sesuai kebutuhan klinis
3
(Renfrew dkk, 1998) dan tidak boleh menjadi bagian dari asuhan rutin selama
pelahiran spontan. (Helen Baston, 2012)
Pada mas lalu dainjurkan untuk melakukan episiotomy secara rutun. Yang
tujuannya untuk mencegah rupture secara berlebihan pada perineum, membuat
tepi luka rata agar memudahkan penjahitan, mencegah penyulit atau tahanan pada
kepala dan ineksi, tetapi hal itu tidak didukung oleh bukti-bukti ilmiah yang
cukup sebaliknya hal ini tidak boleh diartikan bahewa episiotomy diperbolehkan,
karena ada indikasi tertentu untuk dilakukan episiotomy.
2.2 Jenis Jenis Episiotomi.
1) Insisi Medial
Dibuat pada bidang anatomis dan cukup nyaman. Terdapat lebih sedikit
perdarahan dan mudah untuk diperbaiki. Akan tetapi, aksesnya terbatas dan
insisi memberikan resiko perluasan rectum, sehingga insisi ini hanya
digunakan oleh individu yang berpengalaman.
2) Insisi Mediolateral
Insisi ini aman, mudah untuk dilakukan sehingga paling sering digunakan.
Guntingan harus dimulai pada titik tengah lipatan kulit tipis dibelakang vulva
dan diarahkan ke tuberositas iskial ke bantalan iskorektal.
3) Insisi berbentuk J
Jenis insisi ini memiliki keuntungan insisi media dan memberikan akses
yang lebih baik daripada pendekatan mediolateral. Insisi lateral dibuat
tangensial kearah bagian anus yang berwarna cokelat. Teknik ini paling baik
dilakukan oleh dokter bedah yang berpengalaman. (David.T.Y. Liu, 2008)
5. Minta asisten untuk menunjukkan vial pada anda dan periksa (obat,
dosis, kejernihan cairan, dan tanggal kadaluarsa) anastesi lokal.
6. Sementara asisten memegang vial mengarah kebawah, posisikan jarum
kedalam bagian tengah penutup karet dan masukkan sejumlah udara
7. Sedot 10 ml lidokain 0,5 % (atau 5 ml lidokain 1%) dan periksa
jumlahnya bersama asisten
8. Jika tangan dominan anda adalah tangan kanan, selipkan jari telunjuk
dan jari tengah tangan kiri anda diantara bagian presentasi janin dan
perineum, menghadap kebawah, dan buat kulit perineum dapat diakses.
9. Diantara kontraksi , masukkan jarum kedalam perineum disepanjang
garis yang dimasudkan sebagai lokasi episiotomi. Tarik alat penyedot
dan, jika tidak ada darah yang masuk kedalam semprit, injeksika 2-3
ml. Ulangi pada setiap sisi lokasi episiotomi
10. Buang jarum dan semprit kedalam tempat pembuangan benda tajam
yang tepat.
11. Jaga kondisi janin dan ibu memungkinkan, tunggu hingga 2 kontraksi.
7
12. Jika tangan dominan anda adalah tangan kanan, selipkan jari telunjuk
dan jari tengah tangan kiri anda diantara bagian presentasi janin dan
perineum, menghadap kebawah.
13. Dengan tangan kanan, ambil gunting dengan tangan terbuka dan
posisikan diantara bagian presentasi janin dan perineum, diatas tempat
yang dimaksudkan sebagai lokasi episiotomi.
14. Pada puncak kontraksi berikutnya, dan dengan usaha ibu mendekatkan
bagian presentasi janin ke perinium, gerakkan bilah gunting pada sudut
kanan kulit dan lakukan satu kali pemotongan.
15. Berikan tekanan yang seimbang pada bagian presentasi yang turun
dengan tangan kiri. Beritahukan kepada ibu tentang kemajuannya.
16. Posisikan ulang gunting episiotomi yang sudah dipakai jauh diujung
lapangan kerja steril, diatas klem tali pusat.
17. Lanjutkan pelahiran dengan wajar.
18. Tekan lokasi episiotomi dengan sebuah bantalan steril, jika terjadi
perdarahan aktif.
19. Dokumentasikan indikasi, persetujuan, anastesi lokal, posisi, dan
kehilangan darah.
11
BAB III
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Setiap wanita memiliki hak untuk mendapatkan layanan kesehatan yang
terbaik, yang meliputi hak untuk perawatan kesehatan yang terhormat selama
kehamilan dan persalinan. Ini termasuk juga memberikan perempuan informasi
dalam perawatan bersalin, berdasarkan informasi tentang perlunya dan nilai dari
prosedur tertentu.
Termasuk episiotomy rutin. Episiotomi rutin perlu diinformasikan karena
pertimbangan dampak-dampak dari episiotomy rutin yang dilakukan. Jenis-jenis
episiotomy terdapat Insisi Medial, Insisi Mediolateral, dan Insisi berbentuk J.
yang dalam prosedurnya memiliki persiapan dan pelaksanaan yang benar dan
tepat. Faktor Mempengaruhi Tingginya Angka Episiotomy Rutin meliputi takut
robek, kurangnya pengetahuan ibu bersalin tentang episiotomy, kamar bersalin
kewalahan mengatasi tingginya angka persalinan, dan vagina tetap utuh.
Kerugian dari episiotomy adalah pada 10% ibu nyeri dan rasa tidak nyaman
akan berakhir 3-18 bulan setelah pelahiran, sebanyak 20% ibu akan mengalami
dispareuni superfisial sekitar 3 bulan, sebanyak 3-10% ibu melaporkan
inkontinensia usus (30% inkontinensia flatus), sebanyak 20% ibu mengalami
inkontenensia urine, dan kerusakan sfingter anal samar terjadi pada 36% setelah
pelahiran pervaginam dan terjadi pada 70% (rentang 54-88%) walaupun robekan
derajat 3 dan 4 diperbaiki.
3.2 Saran
Para tenaga kesehatan disarankan untuk mengurangi episiotomy rutin dan jika
bisa tindakan episotomy pada setiap persalinan tidak dilakukan dikarenakan
banyaknya dampak-dampak neagatif dari seringnya dilakukan episiotomy seperti
yang telah diuraikan diatas, maka saat tenaga kesehatan menolong seorang
pasien
untuk
melakukan
persalinan
tindakan
episiotomy
DAFTAR PUSTAKA
12
sebaiknya
Helen, Baston dan Jennifer Hall. 2012. Persalinan. Jakarta : Kedokteran EGC.
Liu, David. 2008. Manual Persalinan Edisi 3. Jakarta : Kedokteran EGC.
Uripmi, Lia. 2011. Buku Saku Praktik Bidan. Jakarta : Kedokteran EGC.
BMJ.www.bmj.com.(http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1114265/?
report=reader). Volume 317. 14 November 1998. Diakses pada tanggal 3
September 2015.
Melo et al. 2014. Selective episiotomy vs. Implementation of a non episiotomy
protocol: a randomized clinical trial. Reproductive Health 11: 66. (
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4142063/?report=reader).
Diakses pada tanggal 3 September 2015.
No Name. 2012. The Authors BJOG An International Journal of Obstetrics and
GynaecologyRCOG.
(http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3489037/?report=reader).
BJOG. 2012 May; 119 (6): 724-730. Diakses pada tanggal 3 September 2015.
Science, Elsevier. 2015. Reasons for routine episiotomy: A mixed-methods study in a
large
maternity
hospital
in
Phnom
Penh,
Cambodia.
13