PENDAHULUAN
Hampir 80% anak dengan DDH adalah anak perempuan, sehingga diduga
DDH terkait dengan estrogen tambahan yang diproduksi pada fetus
perempuan yang dapat meningkatkan kelemahan ligamen. 60% DDH terdapat
pada panggul kiri, 20% pada panggul kanan, dan 20% pada kedua panggul.
Panggul kiri lebih sering terkena karena panggul kiri teradduksi terhadap
lumbosakral ibu pada kebanyakan posisi intrauterin (Storer& Skaggs, 2006).
3. Etiologi dan Faktor Risiko
Etiologi dari DDH belum jelas, tetapi kondisi DDH diduga terkait
dengan beberapa faktor. Salah satu faktor yang mempengaruhi adalah latar
belakang ras, terutama Native Americans dan Laplanders, prevalensi DDH
hampir 25-50 kasus per 1000 individu dibanding dengan populasi lain.
Prevalensi DDH sangat rendah pada daerah Cina selatan dan populasi kulit
hitam. Disposisi genetik juga diduga terkait, karena frekuensi DDH 10 kali
lebih tinggi pada anak yang orangtuanya memiliki DDH (Tamai, 2015;
Agarwal &Gupta, 2011).
Faktor lain yang diduga mempengaruhi adalah posisi intrauterin dan
jenis kelamin. Jenis kelamin perempusan, anak pertama yang dilahirkan, dan
posisi sungsang meningkatkan prevalensi DDH. Prevalensi DDH pada anak
perempuan yang lahir dengan posisi sungsang dilaporkan sebanyak 1 dalam
15 individu. Kelainan muskuloskeletal lain seperti metatarsus adductus dan
torticollis, dan oligohidramnion juga diduga terkait dengan kejadian DDH.
Panggul kiri lebih sering terkena dibandingkan dengan panggul kanan karena
pada kebanyakan posisi intrauterin panggul kiri berhadapan dengan sakrum
ibu, sehingga memaksa terjadinya posisi adduksi. Kebudayaan membedung
bayi juga dapat berakibat DDH karena membuat panggul bayi dalam kondisi
adduksi (Tamai, 2015; Agarwal &Gupta, 2011).
4. Diagnosis
Diagnosis
DDH
ditegakkan
terutama
dengan
anamnesis,
simetris pada paha, keterbatasan gerakan atau fleksibilitas pada salah satu
ekstremitas inferior, dan abnormalitas cara berjalan seperti pincang. Suara
klik atau pop juga dapat ditemukan pada anak dengan DDH. Nyeri
biasanya tidak dirasakan pada anak, nyeri biasanya ditemukan pada dewasa
muda dengan displasia panggul (AAOS, 2013).
Pada pasien dengan faktor risiko seperti anak pertama, jenis kelamin
perempuan, presentasi sungsang, dan riwayat keluarga DDH, pemeriksaan
fisik panggul saat lahir wajib dilakukan. Lipatan kulit yang asimetris
ditemukan hampir 25% pada bayi normal. Bayi dengan usia kurang dari 3
bulan, pemeriksaan yang paling sering dilakukan adalah tes Ortolani dan tes
Barlow. Pada tes Ortolani, pemeriksa melakukan abduksi pada kaki bayi
dengan posisi bayi supinasi. Pemeriksaan ini bertujuan untuk memasukkan
caput femur ke asetabulum. Tes ortolani positif jika terdapat bunyi klik saat
trokanter mayor ditekan ke dalam dan terasa caput yang keluar masuk ke
asetabulum, dan jika sudut abduksi kurang dari 60o. Normalnya, sudut
abduksi mencapai 65o sampai 80o (Agarwal & Gupta, 2011).
Tes Barlow adalah manuver yang bertujuan untuk menguji DDH
dengan cara mengeluarkan caput femur dari asetabulum. Pemeriksa
melakukan adduksi kaki bayi dan ibu jari pemeriksa diletakkan di lipatan
paha. Tes Barlow positif jika kaput dapat teraba oleh ibu jari pemeriksa dan
terdapat bunyi klik (Agarwal & Gupta, 2011).
Pada bayi usia 3-6 bulan, kelemahan panggul berkurang, dan
panggul dapat tetap berada pada posisi dislokasi diluar asetabulum sehingga
kegunaan tes Ortolani dan Barlow berkurang. Tanda Galeazzi dapat positif
pada anak dengan usia leih tua. Pemeriksaan Galeazzi dilakukkan dengan
posisi anak supinasi, lalu pemeriksa memfleksikan femur dan dekatkan kaki
kiri dan kaki kanan bayi. Tanda Galeazzi positif jika lutut anak tidak sama
panjang. Pada anak yang sudah dapat berjalan dapat dilakukan tes
Tradelenberg. Anak diminta untuk berdiri dengan satu
kaki secara
bergantian. Saat berdiri pada kaki dengan DDH akan terlihat otot panggul
menjauhi garis tubuh. Normalnya otot panggul akan mempertahankan posisi
agar tetap lurus (Storer& Skaggs, 2006).
Gambar 6. A. Garis Hilgenreiner dan garis Perkin pada panggul dengan DDH
(panggul kiri); B. Garis Shenton pada panggul dengan DDH (panggul kiri)
6. Tatalaksana
Tujuan tatalaksana DDH adalah untuk mencapai dan menjaga agar
caput femoris tetap berada di dalam asetabulum, baik secara terbuka atau
tertutup. Semakin dini tatalaksana diterapkan, maka tingkat kesuksesan
semakin tinggi,dan insidensi displasia residual dan komplikasi jangka
panjang semakin rendah (Storer& Skaggs, 2006).
Panggul yang mengalami subluksasi sering sembuh secara spontan
dan dapat diobservasi selama dua minggu tanpa perlakuan khusus. Secara
teori teknik double atau triple-diaper akan mencegah adduksi panggul, tetapi
tidak didapatkan perbedaan yang signifikan dengan bayi yang tanpa
intervensi (Storer& Skaggs, 2006).
Pada bayi dengan usia 6 bulan, terapi pilihan yang dilakukan adalah
reduksi tertutup dan imobilisasi dengan Pavlik Harness. Pavlik Harness
memposisikan panggul dalam kondisi fleksi dan abduksi. Reduksi panggul
harus dikonfirmasi dengan USG setelah 3 minggu. Pavlik Harness biasanya
dilakukan minimal 6 minggu total dan 6 minggu sebagian pada bayi yang
lebih muda, dan mungkin lebih lama pada anak yang lebih tua. Jika panggul
yang mengalami DDH tidak terreduksi dalam 3 minggu, maka terapi tidak
diteruskandan dilanjutkan dengan terapi alternatif. Hasil jangka panjang dari
Pavlik Harness menunjukkan angka kesuksesan hingga 95% untuk displasia
asetabulum dan subluksasi, dan mencapai 80% untuk dislokasi (Storer&
Skaggs, 2006).
Indikasi pemasangan Pavlik Harness pada anak dengan DDH antara
lain panggul yang masih reducible, anak belum dapat berdiri dan merangkak.
Gambaran radiologis terdapataksis collum dan caput femur yang mengarah
pada kartilago triradiat saat panggul dalam posisi fleksi. Orang tua juga harus
dapat mengikuti aturan pemakaian Pavlik Harness. Semakin bertambahnya
usia anak, berkembangnya kontraktur jaringan lunak, perubahan sekunder
pada asetabulum, tingkat keberhasilan Pavlik Harness menurun (Kurniawan
& Fauzi, 2014).
Gambar 10. Penggunaan hip spica cast setelah dilakukan reduksi bilateral
tertutup
Jika panggul tidak tereduksi dengan reduksi tertutup, maka
diperlukan reduksi terbuka. Reduksi terbuka pada panggul anak dengan DDH
melibatkan pemanjangan tendon panggul, menyingkirkan halangan dari
reduksi, dan memperkencang kapsul panggul setelah reduksi tercapai. Pada
usia 18 bulan, dapat diperlukan osteotomi femoral dengan atau tanpa
osteotomi pelvis untuk rekonstruksi dan menjaga agar panggul tetap berada
dalam posisi reduksi (Storer& Skaggs, 2006).
Tujuan terapi operatif dari DDH adalah membuat sendi panggul
kembali normal, untuk menunda atau mencegah onset osteoartritis prematur.
Intervensi yang dilakukan semakin dini akan memperbesar kemungkinan
perkembangan sendi normal, karena kemampuan remodelling besar (Storer&
Skaggs, 2006).
Terapi juga dapat ditentukan berdasarkan klasifikasi Graf. Terapi
berdasarkan klasifikasi Graf terdapat pada tabel 2 (Kurniawan & Fauzi,
2014).
Tabel 2. Anjuran Terapi Berdasarkan Klasifikasi Graf
IV. KESIMPULAN
1. DDH menggambarkan adanya abnormalitas panggul yang terjadi sejak
lahir, dimana caput femoris dan asetabulum tidak segaris atau tumbuh
secara abnormal atau keduanya.
2. DDH cenderung menurun dalam keluarga. DDH lebih sering menyerang
panggul kiri dan lebih banyak terjadi pada bayi perempuan, anak pertama,
dan bayi dengan presentasi sungsang, riwayat keluarga DDH, dan
oligohidramnion.
3. Pemeriksaan fisik yang digunakan untuk menegakkan diagnosis DDH
adalah pemeriksaan Ortolani, Barlow, Galeazzi dan Tradelenberg.
4. Pemeriksaan penunjang yang digunakan untuk menegakkan diagnosis
DDH adalah radiografi dan USG. Radiografi dan USG juga digunakan
untuk menentukan klasifikasi DDH.
5. Tatalaksana DDH meliputi penggunaan Pavlik Harness, reduksi tertutup
dan reduksi terbuka.
V. DAFTAR PUSTAKA
Agarwal A, Gupta N. 2011. Risk Factors and Diagnosis of Developmental of Hip
in Children. Journal of Clinical Orthopaedics and Trauma 3: pp 10-14.
American Academy of Orthopaedic Surgeons. 2013. Developmental Dislocation
(Dysplasia)
of
the
Hip
(DDH).
Available
at:
http://orthoinfo.aaos.org/PDFs/A00347.pdf ( Diakses pada 29 April
2016).
Kurniawan A, Fauzi A. 2014. Application of Pavlik Harness in Developmental
Dysplasia of the Hip (DDH). Jurnal Kesehatan Universitas Lampung
4(8): pp 208-217.
Morrissy RT, Weinstein SL. 2006. Lovell and Winters Pediatric Orthopaedics
Volume 1. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
Narayanan U, Mulpuri K, Sankar WN, Clarke NMP, Hosalkar H, Price CT. 2014.
Reliability of a New Radiographic Classification for Developmental
Dysplasia of the Hip. Journal of Pediatric Orthopaedics: pp 1-7.
Storer SK, Skaggs DL. 2006. Developmental Dysplasia of the Hip. A Family
Physician 74: pp 1310-1316.
Tamai