A. Pendahuluan
Dalam pembelajaran di kelas terdapat keterkaitan antara guru, siswa,
kurikulum, sarana dan prasarana. Pengelolaan kelas yang efektif dan efisien
adalah salah satu tugas seorang guru dalam setiap kegiatan pembelajaran di
kelas. Guru merupakan salah satu komponen penting yang menentukan
keberhasilan siswa dalam kegiatan pembelajaran.
Untuk mempelajari matematika diperlukan dorongan yang kuat dari dalam
diri siswa sendiri maupun dorongan dari luar diri siswa tersebut. Dorongan ini
lazim disebut dengan motivasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Sardiman (2011)
bahwa motivasi belajar merupakan faktor psikis yang bersifat non-intelektual.
Seseorang yang mempunyai motivasi tinggi akan melakukan sesuatu dengan
penuh semangat, terarah dan penuh rasa percaya diri. Hal ini berlaku juga pada
kegiatan belajar siswa. Siswa yang mempunyai motivasi belajar yang tinggi akan
1
lebih bersemangat dalam kegiatan belajarnya, dengan semangat yang tinggi serta
bersungguh-sungguh dalam belajar, maka prestasi belajar yang diperoleh akan
meningkat lebih optimal.
Perbedaan tingkat serap antara siswa pada sekolah umum dengan siswa
tunagrahita pun memiliki porsi yang berbeda dalam pembelajaran matematika.
Adapun menurut Grossman dalam Wardani(1996) anak tunagrahita adalah anak
yang memiliki kecerdasan intelektual (IQ) secara signifikan berada di bawah ratarata (normal) yang disertai dengan ketidakmampuan dalam menyesuaikan diri
dengan lingkungan dan semua ini berlangsung pada masa perkembangan.
Pengelompokan Anak Tunagrahita pada umumnya didasarkan pada taraf
intelegensinya, yang terdiri dari keterbelakangan ringan, sedang, dan berat.
Menurut Somantri (2007) dijelaskan bahwa kemampuan intelegensi anak
tunagrahita kebanyakan diukur dengan tes Stanford Binet dan Skala Weschler
(WISC). Dan klasifikasi anak tunagrahita dibagi menjadi tiga yaitu:
a. Tunagrahita Ringan
Tunagrahita ringan disebut juga maron atau debil. Kelompok ini memiliki
IQ antara 68-52 menurut Binet. Sedangkan menurut Skala Weschler (WISC) Anak
tunagrahita ringan merupakan salah satu klasifikasi anak tunagrahita yang
memiliki IQ 69-55. Mereka masih dapat belajar membaca, menulis, dan berhitung
sederhana sampai tingkat tertentu (Somantri, 2007).
b. Tunagrahita Sedang
Anak tunagrahita sedang disebut juga imbesil. Kelompok ini memiliki IQ
51-36 menurut Skala Binet dan 54-40 menurut Skala Weschler (WISC). Mereka
dapat didik mengurus diri sendiri, melindungi diri sendiri dari bahaya seperti
menghindari kebakaran, berjalan dijalan raya, berlindung dari hujan, dan
sebagainya (Apriyanto, 2012).
c. Tunagrahita Berat
Kelompok anak tunagrahita berat sering disebut idiot. Kelompok ini dapat
dibedakan lagi antara anak tunagrahita berat dan sangat berat. Tunagrahita berat
(severe) memiliki IQ antara 32-20 menurut Skala Binet dan antara 39-25 menurut
Skala Weschler (WISC). Tunagrahita sangat berat (profound) memiliki IQ dibawah
19 menurut Skala Binet dan IQ dibawah 24 menurut Skala Weschler (WISC).
Kemampuan mental yang dapat dicapai kurang dari tiga tahun atau empat tahun
(Wardani, 1996).
Anak tunagrahita berat memerlukan bantuan perawatan secara total dalam
berpakaian, mandi, makan, dan lain-lain. Bahkan mereka memerlukan
perlindungan dari bahaya sepanjang hidupnya (Apriyanto, 2012).
Beberapa karakteristik umum anak tunagrahita menurut Somantri (2007)
antara lain:
a. Keterbatasan Intelegensi
b. Keterbatasan Sosial
diambil secara acak, melihat pada tingkat tunagrahita yang masih dapat
diwawancara secara akrab.
Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini, teknik yang
akan peneliti gunakan adalah sebagai berikut :
a. Wawancara Mendalam
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan dilakukan
oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interview) yang mengajukan pertanyaan
dan pewawancara (interview) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu
(Moleong, 2007:186). Wawancara ini bertujuan untuk memperoleh informasi
secara mendalam tentang problematika metode pembelajaran matematika
dalam meningkatkan motivasi belajar pada siswa tunagrahita kelas X di SLB
Tunas Bangsa di Balikpapan.
b. Observasi
Penelitian ini menggunakan jenis observasi non partisipan dimana peneliti
tidak ikut serta terlibat dalam kegiatan yang subjek lakukan, tetapi observasi
dilakukan pada saat kegiatan belajar mengajar berlangsung. Pengamatan yang
dilakukan menggunakan pengamatan berstruktur yaitu dengan melakukan
pengamatan menggunakan pedoman observasi pada saat pengamatan
dilakukan.
c. Dokumentasi
Dokumentasi diambil berdasarkan kebutuhan penelitian berupa data-data yang
berhubungan dengan kegiatan belajar mengajar berupa silabus, rpp, buku
panduan dan data lainnya. Bahan dokumentasi menjadi salah satu acuan dasar
observasi selain wawancara untuk memperkuat fakta yang ditemukan di lokasi
penelitian.
Instrumen yang digunakan oleh peneliti dalam hal ini adalah instrumen
pokok dan instrumen penunjang. Instrumen pokok adalah manusia itu sendiri
sedangkan instrumen penunjang adalah pedoman observasi dan pedoman
wawancara. Dalam penelitian ini, agar pelaksanaannya terarah dan sistematis
maka disusun tahapan-tahapan penelitian. Menurut Moleong (2007: 127), ada
empat tahapan dalam pelaksanaan penelitian yaitu sebagai berikut :
a. Tahapan pra lapangan
Peneliti mengadakan survei pendahuluan yakni dengan mencari subjek
sebagai narasumber. Selama proses survei ini peneliti melakukan studi
lapangan terhadap latar penelitian, mencari data dan informasi tentang
pendidikan SLB di Balikpapan. Peneliti juga menempuh upaya konfirmasi
ilmiah melalui berbagai literatur buku dan referensi jurnal sebagai data
pendukung penelitian. Pada tahap ini peneliti melakukan penyusunan
rancangan penelitian yang meliputi garis besar metode penelitian yang
digunakan dalam melakukan penelitian berikut narasumber yang diajukan
sebagai acuan sumber data pada tanggal 8 April 2016.
b. Tahap pekerjaan lapangan
Dalam hal ini peneliti memasuki dan memahami latar penelitian dalam rangka
pengumpulan data. Pada tahap ini peneliti memasuki SLB Tunas bangsa
c.
d.
a.
b.
c.
: Matematika .
Standar kompetensi
Kompetensi dasar
Materi pokok
: Bilangan romawi
Di akhir pembelajaran
guru dan siswa bersama-sama menyimpulkan materi yang dipelajari. Teknik
evaluasi yang dilakukan guru adalah dengan evaluasi tertulis yang dilakukan tiap
selesai proses pembelajaran satu Kompetensi Dasar. Namun, guru juga melakukan
7
Guru
mampu
menyampaikan materi bilangan pengenalan bilangan romawi dengan metode
ceramah menggunakan media papan tulis. Dari hal ini menunjukkan dari materi
yang disampaikan pada siswa di kelas tersebut mampu diserap siswa. Kemudian
guru memberikan latihan soal yang mampu siswa kerjakan dan memberi pujian
berupa tepuk tangan dan pujian dari guru dan teman-teman sehingga memotivasi
siswa untuk bersemangat mengikuti pembelajaran matematika. Hal ini
menunjukkan pelaksanaan RPP materi bilangan pada siswa tunagrahita SLB
Tunas Bangsa Balikpapan Selatan kelas X berlangsung sesuai rencana.
Guru
menggunakan
metode pengulangan materi
pada pertemuan sebelumnya
kepada
siswa.
Alasan
digunakannya
metode
pengulangan supaya siswa
memahami dan tidak mudah
lupa
mengenai
operasi
bilangan.
Dalam
penyampaiannya,
metode
ekspositori menjadi perantara
bagi
guru
untuk
Gambar 1.4. Materi bilangan romawi yang dikerjakan
berkomunikasi dengan siswa
siswa.
karena mampu memancing
ketertarikan siswa untuk
terlibat dalam pembelajaran. Ketika penyampaian materi dirasa cukup, guru
memberikan latihan soal kepada siswa. Kegiatan ini digunakan untuk mengukur
kemampuan siswa dalam memahami materi yang telah disampaikan. Seringkali
penggunaan metode cooperative learning digunakan pada saat latihan soal untuk
mendukung kemampuan sosial siswa beserta pengalaman mengerjakan soal
bersama dengan bantuan siswa lain pada anak tunagrahita yang dimaksudkan
siswa
mampu
membangun
kerjasama yang baik dan positif
pada kegiatan di masa mendatang.
Hasil latihan dapat digunakan
sebagai acuan, apakah guru harus
mengulang
materi
atau
melanjutkan materi selanjutnya.
Dari hasil pengamatan terlihat
bahwa masih ada siswa yang belum
memahami materi sehingga guru
memberikan latihan soal yang
setara dengan sebelumnya. Guru
menuntun siswa dalam kelas untuk
Gambar 1.5. Siswa mengerjakan latihan soal di
memulai diskusi dengan memberi
papan tulis.
kesempatan siswa menuliskan hasil
di papan tulis.
Untuk metode yang digunakan yakni cooperative learning menurut Lie
(2007), bahwa model pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekedar belajar
kelompok, tetapi ada unsur-unsur dasar yang membedakannya dengan pembagian
kelompok yang dilakukan asal-asalan. Tidak semua kerja kelompok bisa dianggap
pembelajaran kooperatif, untuk itu harus diterapkan lima unsur model
pembelajaran gotong royong yaitu :
1.
2.
3.
4.
5.
10
4. Menyimpulkan (Generalization)
5. Mengaplikasikan (Aplication)
Adapun penelitian relevan yang sejalan dengan metode ekspositori yang
dilakukan Avridiana (2013 : 83) ini menjelaskan bahwa penggunaan metode
ekspositori pada pokok materi sistem persamaan linear dua variabel berjalan
dengan efektif berikut juga dengan kemampuan siswa dalam menggunakan
langkah-langkah penyelesaian secara sistematis sehingga memenuhi kategori yang
ditetapkan peneliti.
Pada observasi penelitian, metode ekspositori ini terdapat pada
keseluruhan kegiatan belajar mengajar, yaitu pembelajaran yang sistematis
berdasarkan RPP yang sudah disusun guru pengajar yang dalam hal ini merupakan
narasumber utama.
Sesuai dengan judul, diharapkan dengan metode yang digunakan tersebut
mampu memotivasi siswa untuk menyukai sehingga mudah memahami
pembelajaran matematika di kelas. Meski bahan ajar yang digunakan terbatas
pada kemampuan dasar untuk siswa tunagrahita, tidak menjadikan matematika
terasa mudah bagi mereka sama halnya dengan siswa normal yang mempelajari
matematika biasanya, butuh dimotivasi untuk menyukai, mampu memahami dan
mengaplikasikan pembelajaran matematika tersebut.
Salah satunya pada penelitian relevan tentang motivasi pada sekolah
normal dalam jurnal Al-Azhri (2013 : 203) menunjukkan adanya kecenderungan
usaha dalam belajar lebih rendah daripada semangat belajar yang terdapat di
dalam diri siswa. Diketahui penyebab paling dominan adalah adanya kemalasan
dalam mengerjakan tugas terlebih anggapan bahwa soal dan tugas itu terasa sulit
dan membosankan.
Dari penelitian itu saja, tidak menutup kemungkinan anggapan bahwa
matematika itu sulit dan membosankan juga mendera para siswa tunagrahita
meskipun dalam tingkat pembelajaran SMALB-C tidak sesulit pembelajaran pada
SMA normal yang mampu menurunkan motivasi siswa untuk belajar matematika.
Sehingga dibutuhkan metode pembelajaran yang mampu ditawarkan guru
pengajar secara menarik untuk memotivasi mereka.
Pada penelitian lain yang dilakukan Anggraeny (2014 : 740) menunjukkan
adanya kesulitan anak tunagrahita mengerti maksud dari pertanyaan sehingga
seringkali jawaban yang diberikan tidak sesuai dengan pertanyaan yang dimaksud.
Dari itu diharapkan guru SLB-C memiliki kreatifitas dalam mengajarkan materi
dan kesabaran ekstra agar mencapai tujuan pembelajaran. Hal ini tidak berbeda
dengan hasil wawancara yang dilakukan peneliti pada guru matematika di SLB
Tunas Bangsa.
Pada studi kasus yang dilakukan Utami (2014 : 853), menunjukkan
kendala bahwa keterbatasan mental pada intelektual anak tunagrahita
mengharuskan adanya bimbingan serta beberapa contoh yang jelas dari guru yang
kemudian mampu diserahkan kembali dalam bentuk pertanyaan pada siswa untuk
mempraktekkan cara mencari panjang keliling lingkaran secara mandiri.
11
D. Simpulan
Hasil penelitian mengenai proses pembelajaran matematika pada siswa
tungrahita dapat disimpulkan bahwa metode yang digunakan bersifat classical
yakni cooperative learning dan ekspositori. Yakni dijelaskan terlebih dahulu
materi berikut caranya baru kemudian didiskusikan. Hal ini dikarenakan
keterbatasan kemampuan penerimaan materi pada siswa tunagrahita sehingga
tidak memungkinkan menggunakan metode yang mengharuskan siswa mencari
materi secara individual seperti pada sekolah umum. Selain itu guru mampu
meningkatkan motivasi siswa berkebutuhan khusus untuk menghadapi pelajaran
matematika di kelas X SLB Tunas Bangsa Balikpapan Selatan dengan
menggunakan pujian dan penguatan pada pembelajaran berupa tepuk tangan dan
kata-kata menyemangati dari guru itu sendiri maupun teman-teman sebaya di
kelas tersebut. Sedangkan penyesuaian yang dilakukan guru kelas X SLB Tunas
Bangsa Balikpapan Selatan pada mata pelajaran matematika untuk memotivasi
siswa dalam mempelajari matematika berupa penyesuaian materi pada siswa
tunagrahita yang didominasi kesetaraan materi SMALB dengan materi SD pada
umumnya sehingga tidak menyulitkan siswa berikut juga penyesuaian pada sikap
guru yang mengutamakan kesabaran dalam mengajar siswa tunagrahita dengan
kemampuan penerimaan pembelajaran yang tidak maksimal. Berikut juga
reinforcement yang ternyata sangat berpengaruh dalam memotivasi siswa
tunagrahita dalam pembelajaran matematika. Sehingga meskipun media atau alat
pembelajaran tidak secanggih di sekolah umum , mereka tetap bersemangat
mengikuti pembelajaran matematika.
E. Daftar Pustaka
Al-Azhri, dkk. 2013. Analisis Motivasi Belajar Siswa MA Pembangunan UIN
Jakarta Pada Mata Pelajaran Matematika. Jurnal Prosiding Seminar
Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika. Volume 1. ISSN 9772338831. Jakarta : UIN Syarif Hidayatullah.
Anggraeny, dkk. 2014. Profil Pemecahan Masalah Siswa Tunagrahita Pada
Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Pendekatan Formal dan
Pendekatan Formal Divariasi Pendekatan Fungsional. Jurnal Elektronik
Pembelajaran
Matematika
Vol.2,
No.7.
ISSN:
2339-1685.
http://jurnal.fkip.uns.ac.id [On-line] diakses pada tanggal 11 April 2016,
22 : 26. Surakarta : Universitas Sebelas Maret.
Apriyanto, Nunung. 2012. Seluk-Beluk Tunagrahita dan Strategi Pembelajaran.
Jogjakarta : Javalitera.
Avridiana,dkk. 2013. Penyelesaian Soal Secara Sistematis Pada Materi Sistem
Persamaan Linear Dua Variabel Dengan Menggunakan Metode
Ekspositori. Jurnal Pendidikan Matematika STKIP PGRI Sidoarjo Vol. 1,
No. 2. ISSN: 2337-8166. Sidoarjo: STKIP PGRI.
Firmansyah, dkk. 2012. Keefektifan Model Pembelajaran Terhadap Kemampuan
Pemecahan Masalah Siswa SMP Kelas VII. Unnes Journal of Mathematics
12
Education.
Vol.1
No.2
ISSN:
2252-6927.
http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujme [On-line] diakses pada
tanggal 11 April 2016, 22:22. Semarang : Universitas Negeri Semarang.
Kurnia,dkk. 2014. Pengembangan Model Pembelajaran Berbasis Cooperative
Learning dalam Meningkatkan Motivasi Belajar Mahasiswa dan
Peningkatan Mutu Lulusan Alumni Fasilkom Unsri Berbasis E-Learning
(studi kasus: matakuliah pemrograman web). Jurnal Sistem Informasi
(JSI), VOL. 6, NO. 1. ISSN Print : 2085-1588. ISSN Online : 2355-4614.
http://ejournal.unsri.ac.id/index.php/jsi/index [On-line] diakses pada
tanggal 11 April 2016, 22:20. Palembang : Universitas Sriwijaya.
Kusuma,A.B. 2014. Pengembangan Lembar Kegiatan Siswa Matematika
Menggunakan Metode Kooperatif Learning. Jurnal Agri Sains Vol.5 No. 1.
ISSN : 2086-7719. Yogyakarta ; Universitas Mercu Buana.
Lie, Anita. 2007. Cooperative Learning. Jakarta : Grasindo.
Marlina,dkk. 2014. Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe ThinkPair-Share untuk meningkatkan Kemampuan Komunikasi dan Disposisi
Matematis Siswa di SMA Negeri 1 Bireun. Jurnal Didaktik Matematika
Vol.1 No.1. ISSN: 2355-4185. Banda Aceh : Universitas Syiah Kuala.
Moleong, Lexy J. 1988. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya Offset..
Sanjaya, Wina. 2008. Kurikulum dan Pembelajaran Teori dan Praktek
Pengembangan KTSP. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Sardiman. 2011. Interaksi dan Motivasi Belajar-Mengajar. Jakarta: Rajawali Pers.
Sekali, E.B.K. 2013. Pengaruh Model Pembelajaran dan Motivasi Belajar
Terhadap Hasil Belajar Geografi. Jurnal Saintech Vol. 05 No.01. ISSN :
2086-9681. Medan : FKIP Universitas Quality Medan.
Setianingsih, Ani. 2011. Upaya Peningkatan Prestasi Belajar Matematika Materi
Pokok FPB dan KPK melalui Learning Together Siswa Kelas VI Sekolah
Dasar Tahun Ajaran 2010-2011. Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya
vol. 6. ISSN: 2337-3253. Surabaya: Dinas Pendidikan Kota Surabaya.
Somantri, Sutjihati. 2007. Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung : PT. Refika
Aditama.
Utami, dkk. 2014. Strategi Guru dalam Membelajarkan Matematika Pada Materi
Lingkaran Kepada Anak Tunagrahita. Jurnal Elektronik Pembelajaran
Matematika Vol.2, No.8. ISSN: 2339-1685. http://jurnal.fkip.uns.ac.id
[On-line] diakses pada tanggal 11 April 2016, 22:24. Surakarta :
Universitas Sebelas Maret.
Wardani. 1996. Pengantar Pendidikan Luar Biasa. Jakarta : Universitas Terbuka.
13