Anda di halaman 1dari 20

Makalah TB Paru Pada Anak

LAPORAN KASUS

TB PARU PADA ANAK


DI POLI ANAK RSUD MARTAPURA

DI SUSUN OLEH :
TRIYA YUNITA
S.10.786
IV B

AKADEMI KEBIDANAN SARI MULIA BANJARMASIN


2012

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR .........................................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................................1
A. Latar Belakang....................................................................................................... 1
B. Tujuan...................................................................................................................... 2
C. Manfaat.................................................................................................................. 2
BAB II TINJAUAN TEORI................................................................................................3
A. Pengertian................................................................................................................ 3
B. Etiologi.................................................................................................................... 3

C. Klasifikasi............................................................................................................... 3
D. Gejala Klinis............................................................................................................ 4
E. Patofisiologi............................................................................................................. 6
F. Epidemiologi dan penularan TBC............................................................................ 7
G. Komplikasi.............................................................................................................. 8
H. Pencegahan.............................................................................................................. 8
I. Penatalaksanaan........................................................................................................9
BAB III TINJAUAN KASUS.............................................................................................15
A. Subjective Data....................................................................................................... 15
B. Objective Data......................................................................................................... 18
C. Assesment................................................................................................................20
D. Planning.................................................................................................................. 20
BAB IV PEMBAHASAN................................................................................................... 23
BAB V PENUTUP............................................................................................................... 25
A. Kesimpulan..............................................................................................................25
B. Saran........................................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................27

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tuberculosis (TB) merupakan penyakit infeksi bakteri menahun yang disebabkan
oleh Mycobakterium tuberculosis, suatu basil tahan asam yang ditularkan melalui udara
(Asih, 2004). Penyakit ini ditandai dengan pembentukan granuloma pada jaringan yang
terinfeksi. Komplikasi penyakit TB paru bila tidak ditangani dengan benar akan
menimbulkan komplikasi seperti: pleuritis, efusi pleura, empiema, laryngitis dan TB usus.
Penderita tuberkulosis di kawasan Asia terus bertambah. Sejauh ini, Asia termasuk kawasan
dengan penyebaran tuberkulosis (TB) tertinggi di dunia. Setiap 30 detik, ada satu pasien di
Asia meninggal dunia akibat penyakit ini. Sebelas dari 22 negara dengan angka kasus TB
tertinggi berada di Asia, di antaranya Banglades, China, India, Indonesia, dan Pakistan.
Empat dari lima penderita TB di Asia termasuk kelompok usia produktif (Kompas, 2007). Di
Indonesia, angka kematian akibat TB mencapai 140.000 orang per tahun atau 8 persen dari
korban meninggal di seluruh dunia. Setiap tahun, terdapat lebih dari 500.000 kasus baru TB,
dan 75 persen penderita termasuk kelompok usia produktif. Jumlah penderita TB di Indonesia
merupakan ketiga terbesar di dunia setelah India dan China.
Menurut Diah Erti Mustikawati, Kepala sub bidang direktorat pengendalian penyakit
Tuberkulosis Kemenkes, jumlah penderita TB paru-paru anak pada 2011 mencapai 10%
hingga 12% dari seluruh jumlah kasus TB. Berdasarakan data Riskesdas 2007 (Balitbangkes,
2008), pada 2010, Indonesia menduduki urutan ke-4 jumlah penderitaTB terbanyak didunia
dengan 450 ribu kasus.
Saat ini secara epidemilogi menurut WHO terdapat lebih dari 250 ribu anak terserang
TB dengan angka kematian 100 ribu anak setiap tahunnya. Biasanya anak penderita TB yang
beresiko mengalami kematian adalah anak yang mengalami TB berat, seperti TB milier, TB
meningitis, TB usus, dan TB hati. Resiko kematian tinggi lainnya juga di alami oleh bayi
berusia kurang dari 6 bulan, anak dengan gizi buruk, serta anak yang terkena HIV atau
penyakit ganas lainnya.

Berdasarkan data yang terkumpul di poli anak RSUD. Ratu Zalecha Martapura,
tercatat 493 penderita TB paru-paru mulai dari januari sampai dengan juni 2012. 72 penderita
pada bulan januari, 76 penderita pada bulan februari, 87 penderita di bulan maret, 91
penderita pada bulan april, 85 penderita pada bulan mei, dan 82 penderita pada bulan juni.
Pada kasus TB paru ini terdapat 1,6% diantaranya berusia dibawah 6 bulan.

a.
b.
c.
d.
e.

B. Tujuan
1. Tujuan umum.
Untuk megetahui asuhan kebidanan Anak I yang menderita TB Paru di wilayah RSUD. Ratu
Zalecha Martapura.
2. Tujuan Khusus
Untuk menjelaskan definisi TB Paru
Untuk menjelaskan penyebab penyakit TB Paru, tanda dan gejala serta patofisiologinya
dalam tubuh.
Untuk menjelasan cara penularan TB paru
Untuk menjelaskan pencegahan dan pengobatan TB paru
Untuk menjelaskan peran bidan dalam melaksanakan asuhan kebidanan pada anak dengan
TB paru..
C. Manfaat
1. Untuk mengetahui definisi TB Paru.
2. Untuk mengetahui penyebab penyakit TB Paru, tanda dan gejala serta
patofisiologinya dalam tubuh.
3. Uuntuk mengetahui cara penularan TB paru
4. Untuk mengetahui pencegahan dan pengobatan TB paru.
5. Untuk mengetahui peran bidan dalam melaksanakan asuhan kebidanan pada anak
dengan TB Paru.

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim paru.
Tuberculosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, terutama meningen, ginjal,
tulang, dan nodus limfe (Suzanne dan Brenda, 2002).
Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim paru
(Smeltzer, 2002).
Tuberkulosis atau TB ( singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah TBC ) adalah suatu
penyakit yang disebabkan oleh infeksi kompleks Mycobacterium
tuberculosis (id.wikipedia.org ).
Berdasarkan beberapa definisi mengenai tuberkulosis diatas, maka dapat dirumuskan
bahwa tuberculosis (TB) paru adalah suatu penyakit infeksius yang disebabkan kuman
Mycobacterium tuberculosis yang menyerang parenkim paru, bersifat sistemis sehingga
dapat mengenai organ tubuh lain, terutama meningen, tulang, dan nodus limfe.
B. Etiologi
Jenis kuman berbentuk batang, ukuran panjang 1-4/um dan tebal 0,3-0,6/um.
Sebagian besar kuman berupa lemak/lipid sehingga kuman tahan terhadap asam dan lebih

tahan terhadap kimia , fisik, sifat lain dari kuman ini adalah aerob yang menyukai daerah
yang banyak oksigen, dalam hal ini lebih menyenangi daerah yang tinggi kandungan
oksigennya yaitu daerah apikal paru, daerah ini yang menjadi prediksi pada penyakit
Tuberkulosis.
C. Klasifikasi
Berdasarkan terapi WHO membagi tuberculosis menjadi 4 kategori :
1. Kategori I : ditujukan terhadap kasus baru dengan sputum positif dan kasus baru dengan batuk
TB berat.
2. Kategori II : ditujukan terhadap kasus kamb uh dan kasus gagal dengan sputum BTA positf.
3. Kategori III : ditujukan terhadap kasus BTA negatif dengan kelainan paru yang tidak luas dan
kasus TB ekstra paru selain dari yang disebut dalam kategori I.
4. Kategori IV : ditujukan terhadap TB kronik.
D. Gejala Klinis
Tuberkulosis sering dijuluki the great imitator yaitu suatu penyakit yang
mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan gejala umum
seperti lemah dan demam. Pada sejumlah penderita gejala yang timbul tidak jelas sehingga
diabaikan bahkan kadang-kadang asimtomatik.

Gambaran klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, gejala


respiratorik dan gejala sistemik:
1. Gejala respiratorik, meliputi:
a. Batuk
Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering dikeluhkan.
Mula-mula bersifat non produktif kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila sudah
ada kerusakan jaringan.
b. Batuk darah
Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa garis atau
bercak-bercak darak, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk
darak terjadi karena pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya batuk darah tergantung dari
besar kecilnya pembuluh darah yang pecah.
c. Sesak napas
Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-hal
yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax, anemia dan lain-lain.
d. Nyeri dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini timbul apabila
sistem persarafan di pleura terkena.
2. Gejala sistemik, meliputi:
a. Demam
Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan malam hari mirip
demam influeza, hilang timbul dan makin lama makin panjang serangannya sedang masa
bebas serangan makin pendek.
b. Gejala sistemik lain
Gejala sistemik lain ialah keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan serta malaise.
Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu-bulan, akan tetapi penampilan
akut dengan batuk, panas, sesak napas walaupun jarang dapat juga timbul menyerupai gejala
pneumonia.
E. Patofisiologi

Tempat masuk kuman M. Tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran pencernaan


dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi tuberkulosis (TBC) terjadi melalui udara,
yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal
dari orang yang terinfeksi.
Tuberkulosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas perantara sel.
Sel efektorya adalah makrofag, sedangkan limfosit (biasanya sel T) adalah sel
imunoresponsifnya. Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi
sebagai suatu unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil ; gumpalan yang lebih besar
cenderung tertahan di saluran hidung dan cabang besar bronkhus dan tidak menyebabkan
penyakit. Setelah berada dalam ruang alveolus, basil tuberkel ini membangkitkan reaksi
peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut dan memfagosit bakteri
namun tidak membunuh organisme tersebut. Setelah hari-hari pertama leukosit diganti oleh
makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia
akut. Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa yang
tertinggal, atau proses dapat juga berjalan terus, dan bakteri terus difagosit atau berkembangbiak di dalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju ke kelenjar getah bening
regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu
sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid, yang dikelilingi oleh limfosit. Reaksi ini
membutuhkan waktu 10 20 hari .
Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat dan seperti keju,
isi nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa. Bagian ini disebut dengan lesi primer. Daerah yang
mengalami nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi di sekitarnya yang terdiri dari sel
epiteloid dan fibroblast, menimbulkan respon yang berbeda. Jaringan granulasi menjadi lebih
fibrosa membentuk jaringan parut yang akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang
mengelilingi tuberkel.
Lesi primer paru-paru dinamakan fokus Ghon dan gabungan terserangnya kelenjar
getah bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks Ghon. Respon lain yang dapat
terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan, dimana bahan cair lepas kedalam bronkhus
dan menimbulkan kavitas. Materi tuberkular yang dilepaskan dari dinding kavitas akan
masuk kedalam percabangan trakheobronkial. Proses ini dapat terulang kembali di bagian
lain di paru-paru, atau basil dapat terbawa sampai ke laring, telinga tengah, atau usus. Lesi
primer menjadi rongga-rongga serta jaringan nekrotik yang sesudah mencair keluar bersama
batuk. Bila lesi ini sampai menembus pleura maka akan terjadi efusi pleura tuberkulosa.
Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan meninggalkan jaringan
parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen bronkhus dapat menyempit dan tertutup oleh
jaringan parut yang terdapat dekat perbatasan rongga bronkus. Bahan perkejuan dapat
mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung sehingga kavitas penuh
dengan bahan perkejuan, dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak terlepas. Keadaan
ini dapat menimbulkan gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan
bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif.
Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme yang
lolos melalui kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil, yang
kadang-kadang dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lain. Jenis penyebaran ini
dikenal sebagai penyebaran limfohematogen, yang biasanya sembuh sendiri. Penyebaran
hematogen merupakan suatu fenomena akut yang biasanya menyebabkan tuberkulosis milier.
Ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme
masuk kedalam sistem vaskuler dan tersebar ke organ-organ tubuh.
F. Epidemiologi dan Penularan TBC

Dalam penularan infeksi Mycobacterium tuberculosis hal-hal yang perlu diperhatikan


adalah :
1. Reservoir, sumber dan penularan
Manusia adalah reservoir paling umum, sekret saluran pernafasan dari orang dengan lesi aktif
terbuka memindahkan infeksi langsung melalui droplet.
2. Masa inkubasi
Yaitu sejak masuknya sampai timbulnya lesi primer umumnya memerlukan waktu empat
sampai enam minggu, interfal antara infeksi primer dengan reinfeksi bisa beberapa tahun.
3. Masa dapat menular
Selama yang bersangkutan mengeluarkan bacil Turbekel terutama yang dibatukkan atau
dibersinkan.
4. Immunitas
Anak dibawah tiga tahun paling rentan, karena sejak lahir sampai satu bulan bayi diberi
vaksinasi BCG yang meningkatkan tubuh terhadap TBC.

G. Komplikasi
Menurut Depkes RI (2002), merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada penderita
tuberculosis paru stadium lanjut yaitu :
Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat mengakibatkan kematian
karena syok hipovolemik atau karena tersumbatnya jalan napas.

Atelektasis (paru mengembang kurang sempurna) atau kolaps dari lobus akibat retraksi
bronchial.

Bronkiektasis (pelebaran broncus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat pada
proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, dan
ginjal.Komplikasi yang dapat timbul akibat tuberkulosis lainnya yaitu terjadi pada sistem
pernafasan dan di luar sistem pernafasan. Pada sistem pernafasan antara lain menimbulkan
pneumothoraks, efusi pleural, dan gagal nafas, sedang diluar sistem pernafasan menimbulkan
tuberkulosis usus, meningitis serosa, dan tuberkulosis milier.

H. Pencegahan
Imunisasi BCG pada anak balita, Vaksin BCG sebaiknya diberikan sejak anak masih kecil
agar terhindar dari penyakit tersebut.
Bila ada yang dicurigai sebagai penderita TBC maka harus segera diobati sampai tuntas agar
tidak menjadi penyakit yang lebih berat dan terjadi penularan.

Jangan minum susu sapi mentah dan harus dimasak.


Bagi penderita untuk tidak membuang ludah sembarangan.
Pencegahan terhadap penyakit TBC dapat dilakukan dengan tidak melakukan kontak udara
dengan penderita, minum obat pencegah dengan dosis tinggi dan hidup secara sehat.
Terutama rumah harus baik ventilasi udaranya dimana sinar matahari pagi masuk ke dalam
rumah.
Tutup mulut dengan sapu tangan bila batuk serta tidak meludah/mengeluarkan dahak di
sembarangan tempat dan menyediakan tempat ludah yang diberi lisol atau bahan lain yang
dianjurkan dokter dan untuk mengurangi aktivitas kerja serta menenangkan pikiran.

I. Penatalaksanaan
1. Promotif

a. Penyuluhan kepada masyarakat apa itu TBC


b. Pemberitahuan baik melalui spanduk/iklan tentang bahaya TBC, cara penularan, cara
pencegahan, faktor resiko.
c. Mensosialisasiklan BCG di masyarakat.
2. Preventif
a. Vaksinasi BCG
b. Menggunakan isoniazid (INH)
c. Membersihkan lingkungan dari tempat yang kotor dan lembab.
d. Bila ada gejala-gejala TBC segera ke Puskesmas/RS, agar dapat diketahui secara dini.
3. Kuratif
a. Obat TB yang digunakan (Medika Mentosa)
1). Isoniazid
INH adalah obat antituberkulosis yang efektif saat ini bersifat bakterisid dan sangat efektif
terhadap kuman dalam keadaan metabolit aktif yaitu kuman yang sedang berkembang dan bersifat
bakteriostatik terhadap kuman yang diam. Obat ini efektif pada intrasel dan ekstrasel kuman, dapat
berdifusi kedalam seluruh jaringan dan cairan tubuh termasuk cairan serebrospinal (CSS), cairan
pleura, cairan asites, jaringan caseosa dan angka timbulnya reaksi simpang (adverse reaction)
sangat rendah. Dosis harian INH biasa diberikan 5-15 mg/kgBB/hari, max 300 mg/hari, secara
peroral, diberikan 1x pemberian. INH yang tersedia umumnya dalam bentuk tablet 100 mg dan 300
mg dan dalam bentuk sirup 100 mg/5 ml.
INH mempunyai 2 efek toksik utama yaitu hepatotoksik dan neuritis perifer, tetapi keduanya
jarang terjadi pada anak, tetapi frekuensinya meningkat dengan bertambahnya usia. Hepatotoksik
mungkin terjadi pada remaja atau anak-anak dengan tuberkulosis berat. Idealnya perlu pemantauan
kadar transaminase pada 2 bulan pertama. Hepatotoksik akan meningkat apabila INH diberikan
bersama dengan Rifampisin dan PZA. Penggunaan INH bersama dengan fenobartbital atau fenitoin
dapat meningkatkan resiko hepatotoksik. INH tidak dilanjutkan pemberiannya pada keadaan kadar
transaminase serum naik lebih dari 3x harga normal atau terjadi manifestasi klinik hepatitis, berupa
mual, muntah, nyeri perut dan kuning.
Neuritis perifer timbul akibat inhibisi kompetitif karena metabolisme piridoksin. Kadar piridoksin
berkurang pada anak yang menggunakan INH tetapi manifestasi klinisnya jarang sehingga tidak
diperlukan piridoksin tambahan. Manifestasi klinis neuritis perifer yang paling sering adalah mati rasa
atau kesemutan pada tangan dan kaki. Piridoksin diberikan 1x sehari 25-50 mg atau 10 mg piridoksin
tiap 100 mg INH.
Manifestasi alergi atau hipersensitivitas yang disebabkan INH jarang terjadi. Efek samping yang
jarang terjadi antara lain pelagra, anemia hemolitik pada pasien dengan defisiensi enzim G6PD, dan
reaksi mirip lupus yang disertai ruam dan artritis.
2). Rifampisin
Rifampisin bersifat bakteriosid pada intrasel dan ekstrasel, dapat memasuki semua jaringan,
dapat membunuh kuman semi-dormand yang tidak dapat dibunuh oleh INH. Rifampisin diabsorpsi
dengan baik melalui sistem gastrointestinal pada saat perut kosong, dan kadar serum puncak
tercapai dalam 2 jam. Saat ini rifampisin diberikan dalam bentuk oral dengan dosis 1020mg/kgbb/hari, maksimal 600mg/hari dengan dosis 1 kali pemberian perhari. jika diberikan bersama
INH, dosis rifampisin tidak melebihi 15mg/kgbb/hari dan dosis INH tidak melebihi 10mg/kgbb/hari.
Seperti halnya INH, rifampisin didistribusikan secara luas ke jaringan dan cairan tubuh, termasuk
CSS. Ekskresi rifampisin terutama terjadi melalui traktus biliaris. Kadar yang efektif juga dapat
ditemukan diginjal dan urin. Efek samping rifampisin lebih sering terjadi daripada INH.

Efek

samping

rifampisin

adalah

gangguan

gastrointestinal

(mual

dan

muntah)

dan

hepatotoksisitas (ikterus atau hepatitis) yang biasanya ditandai oleh peningkatan kadar transaminase
serum yang asimptomatik. Rifampisin dapat menyebabkan trombositopenia. Rifampisin umumnya
tersedia dalam sediaan kapsul 150 mg, 300 mg dan 450 mg. sehingga kurang sesuai untuk
digunakan pada anak-anak dengan berbagai kisaran berat badan.
3). Pirazinamid
Pirazinamid adalah derivat dari nikotinamid berpenetrasi baik pada jaringan dan cairan tubuh
termasuk SSP, cairan serebrospinal, bakterisid hanya pada intrasel pada suasana asam, diresorbsi
baik pada saluran pencernaan. Pemberian PZA secara oral dengan dosis 15-30mb/kgbb/hari dengan
dosis maksimal 2g/hari. Pirazinamid tersedia dalam bentuk tablet 500mg. efek samping PZA adalah
hepatotoksisitas, anoreksia, dan iritasi saluran cerna. Reaksi hipersensisitivitas dan hiperurisemia
jarang timbul pada anak.
4). Etambutol
Etambutol jarang diberikan pada anak karena potensi toksisitasnya pada mata. Dosis etambutol
(EMB) 15-20mg/kg/hari. Maksimal 1,25g/hari dengan dosis tunggal. Ekskresi terutama lewat ginjal
dan saluran cerna. EMB tersedia dalam tablet 250mg dan 500mg. Memiliki aktivitas bakteriostatik dan
berdasarkan pengalaman, dapat mencegah timbulnya resistensi terhadap obat-obat lain. EMB dapat
bersifat bakteriosid, jika diberikan dengan dosis tinggi dengan terapi intermiten. EMB tidak
berpenetrasi baik pada SSP, demikian juga pada keadaan meningitis. EMB ditoleransi dengan baik
pada dewasa dan anak-anak pada pemberian oral dengan dosis 1 atau 2 kali sehari. Kemungkinan
toksisitas utama adalah neuritis optik dan buta warna merah-hijau. Tidak terdapat laporan toksisitas
optik pada anak-anak.
5). Streptomisin
Streptomisin bersifat bakteriosid dan bakteriostatik. Kuman ekstraseluler pada keadaan basa
atau netral, jadi tidak efektif membunuh kuman intraseluler. Streptomisin dapat diberikan secara IM
dengan dosis 15-40 mg/kgBB/hari, maksimal 1 gram perhari, kadar puncak 40-50 mikrogram
permilliliter dalam waktu 1-2 jam. Streptomicin sangat baik melewati selaput otak yang meradang,
tetapi tidak dapat melewati selaput otak yang tidak meradang. Streptomisin berdifusi dengan baik
pada jaringan dan cairan pleura, dieksresi melalui ginjal. Toksisitas utama streptomisin terjadi pada
nervus kranial VIII yang mengganggu keseimbangan dan pendengaran berupa telinga berdengung
(tinismus) dan pusing.
b. Panduan obat TB
Prinsip dasar pengobatan TB adalah minimal 2 macam obat dan diberikan dalam waktu
relatif lama (6-12 bulan). Pengobatan TB dibagi dalam 2 fase yaitu fase intensif (2 bulan pertama)
dan sisanya sebagai fase lanjutan. Pemberian paduan obat ini ditujukan untuk mencegah terjadinya
resistensi obat dan untuk membunuh kuman intraseluler dan ekstraseluler. Sedangkan pemberian
obat jangka panjang selain untuk membunuh kuman, juga untuk mengurangi kemungkinan terjadinya
relaps.
Pengobatan tetap dibagi dalam dua tahap yakni

1). Tahap intensif ( initial ), dengan memberikan 4 5 macam obat anti TB per hari dengan
tujuan :
- Mendapatkan konversi sputum dengan cepat ( efek bakterisidal )
- Menghilangkan keluhan dan mencegah efek penyakit lebih lanjut
- Mencegah timbulnya resistensi obat
2). Tahap lanjutan ( continuation phase ), denga hanya memberikan 2 macam obat per hari atau
secara intermitten dengan tujuan :

- Menghilangkan bakteri yang tersisa (efek sterilisasi )


- Mencegah kekambuhan
Pemberian dosis diatur berdasarkan berat badan yakni kurang dari 33 kg, 33 50 kg
dan lebih dari 50 kg.
Pengobatan dibagi atas 4 katagori yakni :
a). Katagori I
Ditujukan terhadap :
- Kasus baru dengan sputum negative
- Kasus baru dengan bentuk TB berat seperti meningitis, TB diseminata, perikarditis,
peritonitis, pleuritis, spondilitis dengan gangguan neurologis, kelainan paru yang luas dengan
BTA negatif, TB usus, TB genito urinarius.

Pengobatan tahap intensif adalah dengan paduan 2RHZS ( E ). Bila setelah dua bulan BTA
menjadi negatif, diteruskan dengan tahap lanjutan. Bila setelah dua bulan masih positif, tahap
intensif diperpanjang lagi selama 2 4 minggu dengan 4 macam obat. Pada populasi dengan
resistensi primer terhadap INH rendah pada tahap intensif cukup diberikan 3 macam obat
yakni RHZ.

Pengobatan tahap lanjutan adalah dengan paduan 4 RH atau 4R3H3. Pasien dengan TB berat
( meningitis, TB diseminata, spondilitis dengan kelainan neurologis ), R dan H harus
diberikan setiap hari selama 6 7 bulan. Paduan obat alternatif adalah 6 HE ( T ).
b). Kategori II
Ditujukan terhadap :
- Kasus kambuh
- Kasus gagal dengan sputum BTA positif

Pengobatan tahap intensif selama 3 bulan dengan 2 RHZE/1RHZE. Bila setelah tahap
intensif BTA menjadi negatif, maka diteruskan dengan tahap lanjutan. Bila setelah 3 bulan
tahap intensif BTA tetap positif, maka tahap intensif tersebut diperpanjang lagi 1 bulan
dengan RHZE. Bila setelah 4 bulan BTA masih juga positif pengobatan dihentikan selama 2
3 hari, lalu diperiksa biakan dan resistensi terhadap BTA dan pengobatan diteruskan dengan
tahap lanjutan. Bila pasien masih mempunyai data resistensi BTA dan ternyata BTA masih
sensitif terhadap semua obat dan setelah tahap intensif BTA menjadi negatif, maka tahap
lanjutan harus diawasi dengan ketat di RS rujukan. Kemungkinan konversi sputum masih
cukup besar. Bila data menunjukkan resiten terhadap R dan H, maka kemungkinan
keberhasilan menjadi kecil.

Pengobatan tahap lanjutan adalah dengan paduan 5 RHE atau paduan 5 R3H3E3 yang perlu
diawasi dengan ketat. Bila sputum BTA masih tetap positif setelah selesai tahap lanjutan,
maka pasien tidak perlu diobati lagi.
c). Kategori III
Ditujukan terhadap :
- Kasus BTA negatif dengan kelainan paru yang tidak luas.
- Kasus TBC ekstra paru selain yang disebut dalam kategori I
Pengobatan tahap intensif dengan panduan 2 RHZ atau 2 R3H3Z3
Pengobatan tahap lanjutan dengan panduan 2RH atau 2 R3H3. Bila kelainan paru lebih luas
dari 10 cm2 atau pada TB ekstra paru yang belum remisi sempurna, maka tahap lanjutan
diperpanjang lagi dengan H saja selama empat bulan lagi. Paduan obat alternatif adalah 6 HE
(T)
d). Kategori IV
Ditujukan terhadap kasus TB kronik.
Prioritas pengobatan disini rendah, terdapat resistensi terhadap obat-obat anti TB
(sedikitnya R dan H), sehingga masalahnya jadi rumit. Pasien mungkin perlu dirawat

beberapa bulan dan diberikan obat-obat anti TB tingkat dua yang kurang begitu efektif, lebih
mahal dan lebih toksis.
Di negara yang maju dapat diberikan obat-obat anti TB eksperimental sesuai dengan
sensitivitasnya, sedangkan di negara yang kurang mampu cukup dengan pemberian H seumur
hidup dengan harapan dapat mengurangi infeksi dan penularan
c. Evaluasi hasil pengobatan
Evaluasi pengobatan dilakukan setelah 2 bulan. Diagnosis TB pada anak sulit dan tidak jarang
terjadi salah diagnosis. Apabila berespon pengobatan baik yaitu gejala klinisnya hilang dan terjadi
penambahan berat badan, maka pengobatan dilanjutkan. Apabila respon setelah 2 bulan kurang baik,
yaitu gejala masih ada, tidak terjadi penambahan berat badan, maka obat anti TB tetap diberikan
dengan tambahan merujuk ke sarana lebih tinggi atau ke konsultan paru anak.
Apabila setelah pengobatan 6-12 bulan terdapat perbaikkan klinis, seperti berat badan
mengingkat, napsu makan membaik, dan gejala-gejala lainnya menghilang, maka pengobatan dapat
dihentikan. Jika masih terdapat kelainan gambaran radiologis maka dianjurkan pemeriksaan
radiologis ulangan.
d. Pengobatan dengan non medika mentosa
1). Pendekatan DOTS
DOTS adalah strategi yang telah direkomendasi oleh WHO dalam pelaksanaan program
penanggulangan TB. Penanggulangan dengan strategi DOTS dapat memberikan angka kesembuhan
yang tinggi. Sesuai dengan rekomendasi WHO, maka strategi DOTS terdiri atas 5 komponen, yaitu
sebagai berikut.
- komitmen politis dari para pengambil keputusan termasuk dukungan dana.
- Diagnosis TBC dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis
- Pengobatan dengan panduan OTA jangka pendek dengan pengawasan langsung oleh pengawas
menelan obat (PMO)
- Kesinambungan persediaan OAT jangka pendek dengan mutu terjamin
- Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan pemantauan dan evaluasi program
penganggulangan TBC
2). Sumber penularan dan case finding
Sumber penularan adalah orang dewasa yang menderita TB aktif dan melakukan kontak erat
dengan anak tersebut. Pelacakan dilakukan dengan cara pemeriksaan radiologis dan BTA sputum
(pelacakan sentripetal). Selain itu perlu dicari pula anak lain di sekitarnya yang mungkin tertular
dengan uji tuberkulin. Pelacakan tersebut dilakukan dengan cara anamnestik, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang, yaitu uji tuberkulin.
3). Aspek sosial ekonomi

Pengobatan tuberkulosis tidak terlepas dari masalah sosio ekonomi, karena pengobatan TB
memerlukan kesinambungan pengobatan dalam jangka waktu yang cukup lama, maka
memerlukan biaya yang cukup besar. Edukasi ditujukan kepada pasien dan keluarganya agar
mengetahui tentang tuberkulosis. Pasien TB anak tidak perlu diisolasi. Aktifitas fisik pasien
TB anak tidak perlu dibatasi, kecuali pada TB berat.
BAB III
TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEBIDANAN PADA ANAK SAKIT
DENGAN TB PARU
DI RSUD. RATU ZALECHA MARTAPURA

Hari/tanggal pengkajian
Jam pengkajian
Tempat pengkajian

: 05 Juli 2012
: 10.00 wita
: Poli Anak RSUD. Ratu Zalecha Martapura

A. SUBJEKTIF DATA
1. Identitas Anak
Nama
: An. I
Umur
: 1 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Orang tua

AYAH

IBU

Nama

Tn.B

Ny.E

Umur

36 tahun

26 tahun

2. Kelu
han
Utama

Agama

Islam

Islam

Ibu

Suku/Bangsa

Jawa/Indonesia

Banjar/Indonesia

Pendidikan

SMA

SMA

Pekerjaan

Swasta

IRT

Alamat

Asam-asam Rt.18/08,
Asam-asam Rt.18/08,
Pelaihari
Pelaihari
mengatakan tampak benjolan pada leher anak, sesak nafas, keluar keringat pada malam hari
dan ingin memeriksakan keadaan anaknya.
3. Riwayat Prenatal
a.

Kehamilan ke

b. Tempat ANC
c.

Imunisasi TT

:I
: Puskesmas dan bidan
: lengkap

d. Obat yang pernah diminum selama hamil : Fe, Kalk, B12


e.

Masalah yang pernah dialami sejak hamil :


No Kehamilan/masalah

UK

Tindakan

Oleh

Ket

10
Konseling & health
minggu education

bidan

Susah tidur
Intranatal

a.

Persalinan ke

:I

4. Ri
w
ay
at

b. Tempat Persalinan

: Bidan

c.

: tidak ada

Masalah saat Persalinan

d. Cara Persalinan
e.

Lama Persalinan :

f.

Kala I
: 10 jam
Kala II
: 45 menit
Keadaan bayi saat lahir
Keadaan Umum
Segera menangis
PB
: 49cm
BB
: 2600 gram

: spontan pervaginam

- Kala III
- Kala IV

: 6 menit
: 2 jam

: baik
: ya

5. Riwayat Kesehatan
a.

Anak

anak tidak pernah menderita penyakit menular seperti TBC dan hepatitis,penyakit menurun
seperti asma dan DM, penyakit menahun seperti jantung.
b. Keluarga
Dari pihak keluarga pernah menderita penyakit menular seperti TBC, tidak pernah
menderita hepatitis, penyakit menurun seperti asma dan DM,penyakit menahun seperti
jantung.
6. Status Imunisasi
Jenis Imunisasi

Waktu Pemberian

Tempat Pelayanan

Vit. K

Segera setelah lahir

Bidan

Hbo

0-7 hari

Bidan

Hepatitis B1

2 bulan

Puskesmas

Hepatitis B2

3 bulan

Puskesmas

Hepatitis B3

4 bulan

Puskesmas

BCG

1 bulan

Puskesmas

Polio 1

2 bulan

Puskesmas

Polio 2

3 bulan

Puskesmas

Polio 3

4 bulan

Puskesmas

Polio 4

9 bulan

Puskesmas

DPT 1

2 bulan

Puskesmas

DPT 2

3 bulan

Puskesmas

DPT 3

4 bulan

Puskesmas

Campak

9 bulan

Puskesmas

7. Kebutuhan Biologis
a.

Kebutuhan Nutrisi
Jenis yang dikonsumsi
Frekuensi
Banyaknya

: nasi, sayur, ikan, telur, buah, susu


: 2x sehari
: piring

b. Eliminasi
BAB
Frekuens i
Konsistensi
Warna
Masalah
c.

BAK
frekuensi
warna
bau
masalah

: 1x sehari
: lembek
: kuning
: tidak ada

: 4x sehari
: kuning
: pesing
: tidak ada

Personal Hygiene
Mandi
Gosok gigi
Ganti pakaian
Penggunaan popok anti tembus

: 2x sehari (dibantu orang tua)


: 2x sehari (dibantu orang tua)
: sesuai kebutuhan
: tidak menggunakan

8. Data Psikososial dan Spiritual orang tua dan keluarga


a.

Tanggapan anak tentang keadaan dirinya

: Belum mengerti tentang dirinya

b. Tanggapan keluarga terhadap anaknya

: Baik

c.

Pengambil Keputusan dalam keluarga

: Ayah

d.

Pengetahuan keluarga tentang perawatan anak : Baik, keluarga mengetahuinya dari tenaga
kesehatan

B. OBJEKTIF DATA
1. Pemeriksaan Umum
a.

Keadaan Umum

: Baik

b. Kesadaran

:Compos mentis

c.

:- Nadi

TTV
- Suhu

: 36,5 0C

2. Pemeriksaan Antropometri

: 99x/menit

- Respirasi

: 37x/menit

BB
PB
Lingkar Kepala
Lingkar Dada
Lila

: 8 kg
: 68 cm
: 36 cm
: 34 cm
: 11 cm

3. Pemeriksaan Khusus
Kepala

: kulit kepala bersih, pertumbuhan rambut merata, tidak ada benjolan

Muka

: tidak tampak pucat, tidak ada oedem

Mata

: simetris, konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik

Telinga

: simetris, bersih, tidak ada pengeluaran serumen

Hidung

: simetris, tidak tampak cuping hidung, tidak tampak sumbatan jalan

nafas
Mulut

: bibir tidak tampak pucat, tidak ada sariawan, pertumbuhan gigi

merata
Leher

: tampak pembengkakan vena jugularis dan tidak tampak

pembengkakan kelenjar tiroid


Dada

: pernafasan simetris antara inspirasi dan ekspirasi,

Mamae

: simetris, tidak ada pengeluaran cairan pada putting susu

Abdomen

: tidak tampak benjolan

Ekstremitas atas

: simetris, jari tangan lengkap, tidak terdapat sindaktil dan

polidaktil
Ekstremitas bawah

: simetris, tidak tampak fraktur, jari kaki lengkap, tidak terdapat

sindaktil dan polidaktil


Genetalia

: tidak dilakukan pemeriksaan

4. Pemeriksaan Perkembangan Anak


a. Kemampuan Bahasa Anak
No Kemampuan

Umur pencapaian

1
2
3
4

0 bulan
3 bulan
4 bulan
10 bulan

Menangis
Mengoceh
Tertawa
Berbicara 2 kata
Ex : mama, papa

b. Kemampuan Motorik Halus


No Kemampuan
1
2
3
4
5
6

Umur Pencapaian

Mengenggam
Menggigit mainan
Menunjuk mainan
Mengambil mainan
Duduk
Mencoret-coret

4 bulan
5 bulan
7 bulan
7 bulan
8 bulan
11 bulan

c. Kemampuan Motorik Kasar


No
Kemampuan
1
Refleks menggenggam benda yang
menyentuh telapak tangan.
2
Menegakkan kepala saat
ditelungkupkan.
3.
Tengkurap.
4.
Berguling ke kanan dan ke kiri.
5
Melempar benda yang dipegang
6
Merangkak ke segala arah.
7
Duduk tanpa bantuan.
8
Berdiri dengan bantuan.
9
Bertepuk tangan

d. Adaptasi sosial
No
Kemampuan
1.
Menangis untuk mengekspresi kan
ketidaknyamanan
2
Menatap dan tersenyum
3.
Menempelkan kepala bila merasa
4.
nyaman dalam pelukan/gendongan
5. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
:
- Hb
:12,7 gr%
- Jumlah leukosit
: 9700/mm3
- Jumlah trombosit : 549.000/mm3
- LED
:

Umur Pencapaian
1 bulan
3 bulan

3 bulan
4 bulan
6 bulan
8 bulan
8 bulan
9 bulan
9 bulan
Umur pencapaian
0 bulan
3 bulan
3 bulan
3 bulan

- Jumlah eritrosit
- SGOT
- SGPT

: 4,92/mm3
: 25 U/I
: 18 U/I

Radiologi
: Thorax
- Bercak infiltrat di paracardial dan perihiller dengan pemadatan limfonodi hillus minimal,
curiga e.c. spesifik proses
- Kedua sinus c.f lancip
- Konfigurasi cor normal

C. ASSESMENT
Diagnosa Kebidanan : An. I, umur 1 tahun dengan TB paru
Masalah

: Benjolan di leher belakang

Kebutuhan

: Konseling, health education dan Kolaborasi dengan dokter

D. PLANNING
1. Memberitahu orang tua pasien hasil pemeriksaan yaitu :
-

BB
: 8 kg
- PB
: 65 cm
Nadi
: 99x/menit
- Respirasi
: 38x/menit
- Temp
:36,5 0C
- Hb
:12,7 gr%
- Jumlah eritrosit
: 4,92/mm3
- SGOT
: 25 U/I
- Jumlah leukosit
: 9700/mm3
- SGPT
: 18 U/I
3
- Jumlah trombosit
: 549.000/mm
- LED
:
Hasil pemeriksaan Radiologi: Thorax
- Bercak infiltrat di paracardial dan perihiller dengan pemadatan limfonodi hillus minimal,
curiga e.c. spesifik proses.
- Kedua sinus c.f lancip
orang tua pasien mengetahui hasil pemeriksaan anaknya bahwa terdapat flek pada paruparu atau biasa di sebut dengan TB paru

2. Memberitahu orang tua pasien tentang TB paru : Tuberculosis paru adalah penyakit infeksi
pada paru yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis, yaitu suatu bakteri tahan asam.
Orang tua pasien mengerti tentang TB paru
3. Memberitahu orang tua cara penularan TB paru, yaitu : kontak langsung dengan penderita TB
paru, makanan, droplet ( dahak/liur), alat-alat makanan dan alat mandi yang dipakai bersama
dengan penderita TB paru,
orang tua mengerti cara penularan TB paru
4.Menganjurkan orang tua agar anaknya tidak meludah sembarangan, apabila batuk anjurkan
untuk di tutup. Hal ini dimaksudkan agar tidak menular pada orang lain.
Orang tua bersedia melaksanakan anjuran yang di berikan
5. Menganjurkan orang tua untuk memberikan nutrisi yang cukup untuk anaknya seperti
makanan dengan gizi seimbang : nasi, bubur, sayur (sawi, bayam, wortel, kentang, dll), telur,
ikan, buah-buahan, dan susu sebagai tambahan ataupun pendamping asi. Dan memberikan
makanan sedikit tapi sering guna memenuhi kebutuhan nutrisi anaknya
Orang tua mengerti dan bersedia melaksanakan anjuran yang diberikan
6. Menganjurkan orang tua agar anaknya mendapatkan istirahat yang cukup, serta menganjurkan
orang tua untuk mengawasi kegiatan anaknya dan hindari terlalu banyak bermain atau
beraktivitas agar anak tidak kelelahan yang bisa menyebabkan anak sesak napas, karena
ketidakseimbangan suplai oksigen. Dan untuk mengurangi kebutuhan metabolik serta
menghemat energi untuk proses penyembuhan.
Orang tua mengerti dan bersedia melaksanakan anjuran yang di berikan.

7. Menganjurkan orang tua untuk menjaga kebersihan anaknya, menjaga kebersihan rumah,
memperbaiki saluran ventilasi untuk memperlancar udara yang keluar masuk, usahakan sinar
matahari bisa masuk ke dalam rumah agar rumah terhindar dari kuman dan bakteri.
Orang tua bersedia melaksanakan anjuran yang sudah di berikan
8. Memberikan orang tua obat anti TB untuk anaknya, yaitu :
- Isoniasid 50 mg 1x1 tablet/hari
- Pirazinamid 150mg 1x1/hari
- Rifamicin 75mg 1x1/hari
- B6 (Pirodoksin) 100mg 1x1 tablet/hari
Untuk obat anti TB, di minum secara teratur setiap hari saat perut kosong (setelah bangun
tidur) dan vitamin b6 diminum setelah makan. Konsumsi obat tidak boleh terputus sampai 6
bulan untuk proses penyembuhan.
orang tua mengerti dan bersedia memberikan obat anti Tb sesuai anjuran
9. Memberitahu orang tua efek samping dari pemberian obat dan penatalaksanaan keluhan
antara lain :
Efek samping
Penyebab
Penatalaksanaan
Tidak ada nafsu makan, mual,
Semua OAT diminum malam
Rifamisin
sakit perut
sebelum tidur
Nyeri Sendi
Pirasinamid
Beri Aspirin
Kesemutan s/d rasa terbakar di
Beri vitamin B6 (piridoxin)
INH
kaki
100mg per hari
Warna kemerahan pada air seni
Tidak perlu diberi apa-apa, tapi
Rifampisin
(urine)
perlu penjelasan kepada pasien.
Berikan dulu anti - histamin,
Gatal dan kemerahan kulit
Semua jenis OAT
sambil meneruskan OAT
dengan pengawasan ketat.
Hentikan semua OAT sampai
Ikterus tanpa penyebab lain
Hampir semua OAT
ikterus menghilang.
Bingung dan muntah muntah
Hentikan semua OAT, segera
Hampir semua OAT
(permulaan ikterus karena obat)
lakukan tes fungsi hati.
Orang tua mengerti penjelasan yang diberikan
10. Menjelaskan pada orang tua bahwa anaknya di rujuk kembali ke puskesmas yang terdekat
dengan rumah untuk mempermudah proses penyembuhan anaknya.
orang tua mengerti penjelasan yang di berikan
11. Menganjurkan orang tua untuk melakukan kunjungan ulang setiap 2 bulan 1 kali untuk
mengetahui keberhasilan pengobatan yang di berikan. Dan melakukan kunjungan ulang pada
bulan ke-6 ( sebelum obat habis ) untuk evaluasi apakah ada respon baik dari pengobatan
yang di lakukan, seperti peningkatan berat badan,napsu makan membaik, dan gejala-gejala
lainnya menghilang, maka pengobatan dapat dihentikan. Jika masih terdapat kelainan
gambaran radiologis maka anjurkanuntuk melakukan pemeriksaan `laboratorium
dan radiologis ulangan
Orang tua bersedia melaksanakan anjuran yang di berikan

BAB IV
PEMBAHASAN

Pada bab ini akan di bahas mengenai kesenjangan antara teori dan tinjauan kasus
pelaksanaan manajemen asuhan kebidanan pada an. I umur 1 tahun menderita penyakit TB
Paru di Poli Anak BLUD. Ratu Zalecha Martapura.
TB paru ini merupakan penyakit infeksi pada paru yang disebabkan oleh
mycobacterium tuberculosis. Penyakit TB paru ini menular melalui udara, dahak, kontak
langsung dengan penderita TB, dan dari makanan.
Faktor-faktor yang menyebabkan seseorang terinfeksi oleh mycobacterium tuberculosis :
Herediter : resistensi seseorang terhadap infeksi kemungkinan diturunkan secara genetic.
Jenis kelamin : angka kematian dan kesakitan lebih banyak terjadi pada anak perempuan.
Usia : pada masa bayi kemungkinan terinfeksi sangat tinggi
Nutrisi: status nutrisi yang kurang.
A.

Pengkajian dan Analisa Data Dasar

Pengumpulan data dasar merupakan proses manajemen asuhan kebidanan yang di


tujukan untuk pengumpulan informasi mengenai kesehatan fisik, psikososial maupun
spiritual. Pengumpulan data di lakukan melalui anamnese, pemeriksaan fisik dengan cara
inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi serta pemeriksaan penunjang yaitu laboratorium.
Menurut teori yang ada, TB paru ini merupakan penyakit infeksi pada paru yang
disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis. Berdasarkan studi kasus An. I dengan TB
paru, maka di lakukan pengobatan secara intensif sampai 6 bulan.
B.
Merumuskan diagnosa/ masalah aktual
Dalam menegakkan suatu diagnosa atau masalah kebidanan, harus berdasarkan pada
pendekatan asuhan kebidanan yang didukung dan di tunjang oleh beberapa data, baik data
subjektif maupun data objektif serta pemeriksaan penunjang seperti Laboratorium dan
Radiologi..
Pada study kasus An. I, di peroleh diagnosa An. I umur 1 tahun dengan TB
Paru , tampak flek-flek di paru pada hasil foto thorax.
C.

Rencana asuhan kebidanan

Pada manajemen asuhan kebidanan suatu rencana tindakan yang komprehensif di


tujukan pada indikasi apa yang timbul berdasarkan kondisi klien serta hubungan dengan
masalah yang di alami klien. Rencana tindakan harus di setujui oleh orang tua klien dan
semua tindakan yang diambil harus berdasarkan rasional yang relevan dan di akui
kebenarannya.
Pada An. I umur 1 tahun dengan TB Paru, penulis merencanakan asuhan kebidanan
berdasarkan diagnosa yaitu inform consent, beri support pada keluarga dan klien, berikan
obat anti TB yaitu Isoniasid 50 mg 1x1 tablet/hari, Pirazinamid 150mg 1x1/hari, Rifamicin
75mg 1x1/hari, B6 (Pirodoksin) 100mg 1x1 tablet/hari
D.
Evaluasi
Evaluasi manajemen asuhan kebidanan merupakan langkah akhir dari proses
manajemen asuhan kebidanan dalam mengevaluasi pencapaian tujuan.

Pada tinjauan pustaka, evaluasi yang berhasil dilakukan adalah pemberian obat anti
TB pada klien, serta pendidikan kesehatan antara lain :
Anjuran untuk memberikan nutrisi yang cukup untuk klien
Anjuran untuk mencegah penularan
Anjuran untuk menjaga kebersihan rumah dan perbaikan ventilasi
Anjuran untuk pemberian obat anti TB sesuai dosis
Orang tua mengerti dan bersedia melaksanakan anjuran yang sudah di berikan

BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
TB masih merupakan masalah mortalitas dan morbiditas di negara-negara
berkembang. TB merupakan penyakit yang dapat dicegah dengan pemberian imunisasi BCG
pada anak dan pengobatan sumber infeksi, yaitu penderita Tb dewasa. Disamping itu dengan
adanya penyakit karena HIV, maka perhatian pada penyakit TB harus lebih ditingkatkan.
Diagnosis TB pada anak sering sulit karena gambaran rontgen paru dan gambaran klinis tidak
selalu khas dan sedangkan penemuan basil TB sulit.
TB paru disebabkan oleh Mycobakterium tuberculosis yang merupakan batang aerobic
tahan asam yang tumbuh lambat dan sensitif terhadap panas dan sinar UV. Bakteri yang
jarang sebagai penyebab, tetapi pernah terjadi adalah M. Bovis dan M. Avium. Tanda dan
Gejala: Penurunan berat badan, Anoreksia, Dispneu, Sputum purulen/hijau, mukoid/kuning,
Demam, Batuk, Sesak nafas, Nyeri dada, Malaise.
Obat anti tuberkulosis yang digunakan adalah :
Isoniazid (INH) : selama 6-12 bulan
1. Dosis terapi
: 5-10 mg/kgBB/hari diberikan sekali sehari
2. Dosis profilaksis
: 5-10 mg/kgBB/hari diberikan sekali sehari
3. Dosis maksimum
: 300 mg/hari
Rifampisin ( R ) : selama 6-12 bulan
1. Dosis
: 10-20 mg/kgBB/hari sekali sehari
2. Dosis maksimum
: 600 mg/hari
Pirazinamid (Z) : selama 2-3 bulan pertama
1. Dosis
: 25-35 mg/kgBB/hari diberikan 2 kali sehari
2. Dosis maksimum
: 2 gram/hari
Etambutol (E) : selama 2-3 bulan pertama
1. Dosis
: 15-20 mg/kgBB/hari diberikan sekali atau 2 kali sehari
2. Dosis maksimum
: 1250 mg/hari
Streptomisin (S) : selama 1-2 bulan pertama
1. Dosis
: 15-40 mg/kg/hari diberikan sekali sehari intra muskular
2. Dosis maksimum
: 1 gram/hari
B. SARAN
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka penulis mengemukakan beberapa saran :
1. Saran untuk tenaga kesehatan
a. Diharapkan seorang tenaga kesehatan agar lebih profesional dengan pengetahuan dan
ketrampilan yang dimiliki sehingga dapat mendeteksi dini kasus-kasus patologi khususnya
dalam kasus TB paru pada anak

b. Diharapkan seorang tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugasnya di perlukan adanya


kerjasama antar tim dan di perlukan ketersediaan dana dan prasarana yang memadai dan
meningkatkan mutu pelayanan asuhan pada klien.
c. Dalam mengikuti program pengobatan maka perlu kiranya petugas kesehatan perlu
ditingkatkan intensitas dalam melakukan bimbingan, pengawasan terhadap penderita (seperti
istilah menjemput bola bukan menunggu bola) secara rutin dan kontinu.
d. Untuk meningkatkan kepatuhan penderita TBC paru dalam mengikuti program pengobatan
maka perlu ditingkatkan penyuluhan baik dor to dor atau pun secara kolektif kepada
penderita TBC.
2. Saran untuk Rumah Sakit
Sebaiknya pihak rumah sakit lebih meningkatkan pelayanan pada klien dengan TB paru
khususnya pada anak untuk menurunkan angka penderita TB paru pada anak yang semakin
meningkat.
3. Saran untuk institusi
Untuk mendapatkan hasil yang diharapkan, penerapan asuhan kebidanan dalam
pemecahan masalah harus lebih di tingkatkan dan di kembangkan mengingat proses tersebut
sangat bermanfaat dalam membina tenaga kesehatan khususnya bidan dan menciptakan
sumber daya manusia yang berpotensi dan profesional.

DAFTAR PUSTAKA
Ngastyah. 2005. Perawatan Anak Sakit edisi 2. EGC : Jakarta
Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu kebidanan.2009.Jakarta : P.T.Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
http://healthblogtbcanak.blogspot.com/
http://childrengrowup.wordpress.com/2012/05/06/tuberkulosis-atau-tb-tbc-pada-anak/
http://referensikedokteran.blogspot.com/2010/07/tb-paru-pada-anak-i.html
http://zumrohhasanah.wordpress.com/2010/12/31/makalah-tb-paru/
http://p4bciamis.wordpress.com/2010/07/03/pengertian-tb-paru/
http://nursingisbeautiful.wordpress.com/2010/10/09/asuhan-keperawatan-tb-paru/
http://mualimrezki.blogspot.com/2010/06/asuhan-keperawatan-tb-pada-anak.html

Anda mungkin juga menyukai