TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Akalasia esophagus adalah kelainan neuromuskular yang menyebabkan
kegagalan relaksasi sphincter esophagus yang secara radiologi tampak sebagai
penyempitan meruncing halus yang selalu terletak pada ujung bawah esophagus
(Armstrong P., Westie M., 1989). Secara histopatologik kelainan ini ditandai oleh
degenerasi ganglia pleksus mienterikus, akibatnya terjadi stasis makanan dan
selanjutnya akan timbul pelebaran esophagus. Keadaan ini akan menimbulkan
gejala dan komplikasi tergantung dari berat dan lamanya kelainan yang terjadi
(Bakry, 2006)
Akalasia merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan tidak adanya
peristalsis korpus esophagus bagian bawah dan sfingter esophagus bawah (SEB)
yang hipertonik sehingga tidak bisa mengadakan relaksasi secara sempurna pada
waktu menelan makanan. (Bakry, 2006)
2.2 Anatomi
Sistem pencernaan (traktus digestivus)
terbagi menjadi saluran cerna atas dan
bawah yang dipisahkan oleh ligamentum
treitz yang merupakan bagian duodenum
pars ascending yang berbatasan dengan
jejunum.
Rongga
mulut
merupakan
bagian
Pharyngeoesophageal junction
Bifurcation trachea dan lekukan dari
aorta knob
Lekukan karena arteri pulmonalis sinistra
dan
bronkus principalis sinsitra
d Saat memasuki hiatus diafragma
(Patti, 2011).
Gb. Penyempitan pada esophagus (Patti, 2011)
Di dalam abdomen, esophagus berjalan turun ke bawah sekitar inci (1,3
cm) dan kemudian masuk ke lambung di sebelah kanan garis tengah. Secara anatomi
tidak terdapat sphincter pada ujung bawah esophagus. Namun, lapisan sirkulae otot
polos pada daerah ini berperan secara fisiologis sebagai sebuah spingter. Saat
makanan berjalan turun melalui esophagus, terjadi relaksasi otot yang
terdapat pada ujung bawah esophagus lebih dahulu dari gelombang peristaltic
sehingga makanan masuk ke gaster (Patti, 2011)
2.3 Epidemiologi
Akalasia merupakan gangguan motorik esophagus dan sfingter
esophagus yang jarang terjadi. Insiden berkisar 1/100.000 pertahun dan
prevalensi 10/100.000 (Andree K., Marcellus K., 2013). Sebagian kasus terjadi
pada umur pertengahan (25-60 tahun) dengan perbandingan jenis kelamin yang
hampir sama antara laki-laki dan perempuan (Bakry, 2006).
2.4 Klasifikasi
Akalasia primer tidak diketahui penyebabnya. Diduga disebabkan oleh
virus neurotropik yang berakibat lesi pada nucleus dorsalis vagus pada batang
otak dan ganglia misenterikus pada esophagus. Di samping itu factor keturunan
juga diduga cukup berpengaruh pada kelainan ini.
Akalasia sekunder dapat disebabkan oleh infeksi contohnya penyakit
Chagas, tumor intraluminer seperti tumor kardia atau pendorongan ekstra
luminer seperti pseudokista pancreas. Kemungkinan lain dapat disebabkan oleh
obat antikolinergik atau pasca vagotomi (Bakry, 2006).
2.5 Patofisiologi
terkoordinasinya
peristalsissehingga
tidak
efektif
dalam
2.7 Diagnosis
Pemeriksaan fisis tidak banyak membantu dalam menentukan
diagnosis akalasia, karenatidak menunjukkan gejala objektif yang nyata. Bagi
menegakkan 9sophagu selain gejala klinisyang dapat memberikan kecurigaan
adanya akalasia perlu beberapa pemeriksaan penunjangseperti radiologis
(esofagogram), endoskopi saluran cerna atas dan manometri.
10
Thorax Foto
Pada pemeriksaan akan didapatkan gambaran kontur ganda di
belakang jantung akibat cairan pada esophagus yang berdilatasi. Pada
mediastinum dapat terlihat adanya gambaran batas cairan udara (air fluid
level) atau gambaran mottled akibat adanya campuran antara udara dan
makanan. Pada foto dapat dijumpai gambaran pneumonia aspirasi dan fibrosis
yang terdapat pada basis paru, dapat juga terlihat gambaran abses paru dan
empyema. Pada gaster sedikit atau tidak didapatkan adanya udara akibat
lower esophageal water seal (Dent J, 2003).
Esofagografi
Pemeriksaan radiologik dengan kontras menggambarkan adanya
penyempitan dan stenosis pada kardia esophagus dengan dilatasi esophagus
pada bagian proksimalnya. Pemeriksaan esofagografi dengan pemeriksaan
fluoroskopi pada stadium dini akan tampak dilatasi menyeluruh sepanjang
esophagus dengan peristaltik yang lemah dan terhambatnya pengosongan
barium ke lambung. Saat berdiri barium akan terkumpul pada esophagus
bagian distal dan menuju ke lambung dengan gerak peristaltik yang lambat.
Bagian distal esophagus tampak meruncing dan membentuk bayangan yang
disebut rat`s tail appearance (Dent J, 2003).
Pada akalasia yang berat, akan terlihat dilatasi esophagus sering
berkelok-kelok dan memanjang dengan ujung distal yang meruncing disertai
permukaan yang halus memberikan gambaran paruh burung (bird`s beak
appearance) (Dent J, 2003).
Fluoroskopi : Barium swallow
11
Pada pemeriksaan ini tidak hanya untuk melihat gambaran dilatasi dari
esophagus tetapi juga untuk melihat keadaan mukosa esophagus. pada
pemeriksaan ini juga bisa didapatkan (Dent J, 2003) :
- Gerak peristaltik tidak mampu membersihkan barium dari esofagus saat
-
sfingter
- Bird beak sign
Endoskopi
Esofagoskopi merupakan pemeriksaan yang dianjurkan untuk semua
pasien akalasia oleh karena beberapa alasan, yaitu untuk menentukan adanya
esofagitis retensi dan derajat keparahannya, melihat sebab dari obstruksi dan
untuk memastikan ada atau tidaknya keganasan (Dent J, 2003).
Pemeriksaan endoskopi pada pasien ini harus dipersiapkan dengan
baik dalam bentuk kumbah esophagus dengan memakai kanul besar. Tujuan
kumbah esophagus ini untuk membersihkan makanan padat atau cair yang
terdapat dalam esophagus. Pada kebanyakan pasien didapatkan mukosa
normal. Kadang-kadang didapatkan hiperemia ringan difus pada bagian distal
esophagus. Juga dapat ditemukan bercak putih pada mukosa, erosi dan ulkus
akibat retensi makanan (Dent J, 2003).
Endoskopi pada akalasia selain untuk diagnosis juga dapat membantu
terapi, sebagai alat pemasangan kawat penunjuk arah sebelum tindakan
dilatasi pneumatik (Dent J, 2003).
CT-Scan
12
esophagus
penting untuk
konfirmas
13
Presbyoesophagus
2.10 Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan adalah untuk mempermudah pembukaan katup
kerongkongan bagian bawah. Pengobatan akalasia dengan medikamentosa oral,
dilatasi atau peregangan SEB, esofagotomi dan injeksi toksin botulinum ke
sfingter
esofagus.
Preparat
oral
digunakan
dengan
harapan
dapat
toksin
diinjeksi
dengan
memakai
jarum
skleroterapi
14
2.11 Komplikasi
Beberapa komplikasi dan akalasia sebagai akibat retensi makanan pada
esofagus adalahsebagai berikut :
15
2.12
Pencegahan
Pencegahan pada akalasia terutama untuk menhindari komplikasi.
Pasien digalakkanmakan makanan cair atau lunak secara bertahap dan tidur
dalam posisi kepala lebih tinggi bagimengelakkan aspirasi makanan ke paruparu.
2.13Prognosis
Prognosis akalasi tergantung kepada durasi perjalanan penyakit dan
banyak sedikitnyagangguan motilitas, semakin singkat durasi penyakitnya dan
semakin sedikit gangguanmotilitasnya maka prognosis untuk kembali ke
ukuran esophagus normal semakin baik