Anda di halaman 1dari 12

Gangguan Penyerapan Zat Besi pada Penderita Anemia

Muhammad Naqib Syahmi Bin Said Jaafar


102013494
Fakultas Kedokteran UKRIDA
Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat 11510
muhammad.2013fk494@civitas.ukrida.ac.id
Abstrak
Anemia defisiensi besi(ADB) terjadi ketika tubuh yang menyimpan zat besi menurun terlalu
rendah untuk mendukung produksi sel darah merah normal. Asupan besi yang tidak adekuat,
gangguan penyerapan zat besi, perdarahan, atau kehilangan zat besi dalam urin mungkin
menjadi penyebabnya. Keseimbangan besi di dalam tubuh biasanya diatur secara hati-hati
untuk memastikan bahwa zat besi diabsorpsi dengan cukup dalam rangka menkompensasi
kehilangan tubuh terhadap zat besi.
Kata kunci: anemia, defisiensi besi, gangguan penyerapan zat besi
Abstract
Iron deficiency anemia develops when body stores of iron drop too low to support normal red
blood cell production. Inadequate dietary iron, impaired iron absorption, bleeding, or loss of
body iron in the urine may be the cause. Iron equilibrium in the body normally is regulated
carefully to ensure that sufficient iron is absorbed in order to compensate for body losses of
iron.
Keywords : anemia , iron deficiency , impaired iron absorption
Pendahuluan
Defisiensi besi adalah penurunan jumlah besi total di dalam tubuh. Anemia defisiensi besi
terjadi dikarenakan oleh defisiensi besi yang cukup berat sehingga menurunkan proses
eritropoiesis lalu berkembang menjadi anemia. Defisiensi besi merupakan kejadian yang
sangat meluas di seluruh dunia. Hal ini sangatlah penting karena akan terjadi penurunan
kapabilitas individu yang terkena dalam menguruskan diri, dan pada anak-anak juga dapat
terjadi gangguan pertumbuhan dan perkembangan mereka.
Anamnesis
Anamnesis adalah pengambilan data yang dilakukan oleh seorang dokter dengan cara
melakukan serangkaian wawancara dengan pasien (autoanamnesis) atau keluarga pasien atau
dalam keadaan tertentu dengan penolong pasien (aloanamnesis). Berbeda dengan wawancara
biasa, anamnesis dilakukan dengan cara yang khas, berdasarkan pengetahuan tentang
penyakit dan dasar-dasar pengetahuan yang ada di balik terjadinya suatu penyakit serta
bertolak dari masalah yang dikeluhkan oleh pasien.2

Dalam menegakkan diagnosis pada pasien anemia defisiensi besi anamnesis dilakukan untuk
mengetahui faktor penyebab menurunnya kadar besi pada darah. Adapun hal-hal yang perlu
ditanyakan dalam anamnesis antara lain identitas pasien terkait (nama, usia, alamat, jenis
kelamin, pekerjaan, agama, perkawinan, suku bangsa, dan pendidikan terakhirnya) dan
berdasarkan kasus diketahui bahwa pasien adalah seorang wanita berusia 30 tahun. Kemudian
kita tanyakan keluhan utama pasien (berupa gambaran keluhan yang dialami oleh pasien serta
berapa lama keluhan itu berlangsung) berdasarkan kasus didapati bahwa pasien datang
dengan keluhan lemas sejak 1 bulan yang lalu. Selanjutnya perlu kita tanyakan riwayat
penyakit sekarang pasien (berupa gambaran kronologis terjadinya penyakit serta gejala
penyerta apa saja yang dialami pasien selama mengalami keluhan, selain itu perlu juga kita
tanyakan pengobatan apa yang telah dilakukan pasien untuk meminimalisasi keluhan yang
dialaminya) berdasarkan kasus diketahui bahwa lemas yang dirasakan pasien berlangsung
sepanjang hari terutama dirasakan memberat saat beraktifitas selain itu pasien memiliki
riwayat obstetrik G0P0A0 dengan siklus menstruasi yang teratur.2
Kemudian perlu kita tanyakan riwayat penyakit dahulu dari pasien (berupa gambaran
apakah pasien pernah mengalami penyakit serupa atau mungkin pasien pernah mengalami
penyakit lain selain yang dikeluhkan) hal ini bertujuan untuk mengetahui apakah penyakit
yang dialami pasien sebelumnya merupakan suatu faktor resiko yang memungkinkan
timbulnya penyakit yang dialaminya sekarang, dan berdasarkan kasus didapati bahwa pasien
sebelumnya memiliki riwayat demam dan terkena paparan radioaktif.2
Tahap berikutnya perlu kita tanyakan riwayat penyakit keluarga dari pasien (berupa
gambaran apakah dari keluarga pasien ada yang mengalami keluhan serupa ataukah tidak hal
ini bertujuan untuk mengetahui apakah keluhan yang dialami oleh pasien merupakan suatu
penyakit congenital atau didapat) berdasarkan kasus diketahui bahwa keluarga pasien tidak
ada yang mengalami keluhan seperti pasien sehingga penyakit ini bukanlah disebabkan oleh
faktor congenital.2
Dan yang terakhir perlu juga kita tanyakan riwayat kebiasaan pasien (berupa
gambaran pola hidup yang dijalankan pasien apakah sudah baik atau tidak) berdasarkan kasus
dapat diketahui bahwa pasien memiliki kebiasaan hanya mengkonsumsi sayuran dan tidak
mengkonsumsi daging sehingga hal ini menyebabkan kebutuhan zat besi dalam proses
eritropoesis pada pasien tidak tercukupi sehingga sel darah merah tidak dapat terbentuk
dengan sempurna sehingga hal ini dapat menimbulkan terjadinya anemia.1,2
Pemeriksaan fisik
Adapun pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis kasus ini adalah:
1. Umum
Keadaan umum: Tampak sakit ringan, pucat.
Kesadaran: Kompos mentis
Tanda-tanda vital: dalam batas normal.
2. Pemeriksaan lain
Inspeksi :Ditemukan konjungtiva anemis. Dapat juga ditemukan stomatitis
angularis, atrofi papil lidah
Ekstremitas-Khas ditemukan koilonikia yaitu kelainan pada kuku, tidak
2

ditemukan edema pada tungkai.


Palpasi : Abdomen - Bisa ditemukan splenomegali pada pasien ADB yang berat,
persisten dan ADB yang tidak diterapi.
Auskultasi: Thoraks - murmur sistolik dengan atau tanpa pembesaran jantung.

Pemeriksaan penunjang
1. Kadar hemoglobin dan indeks eritrosit
Didapatkan anemia hipokromik mikrositik dengan penurunan kadar hemoglobin mulai
dari ringan sampai berat. MCV dan MCH menurun. MCV <70 fl hanya didapatkan pada
anemia defisiensi besi dan thalassemia major. MCHC menurun pada defisiensi yang lebih
berat dan berlangsung lama. Anisositosis merupakan tanda awal defisiensi besi.
Peningkatan anisositosis ditandai oleh peningkatan RDW (red cell distribution
width). Dulu dianggap pemeriksaan RDW dapat dipakai untuk membedakan ADB
dengan anemia akibat penyakit kronik, tetapi sekarang RDW pada kedua jenis ini
hasilnya sering tumpang tindih.1,3
2. Hapusan darah tepi menunjukkan anemia hipokromik mikrositik, anisositosis,dan
poiklilositosis. Makin berat derajat anemia, makin berat derajat hipokromia. Derajat
hipokromia dan mikrositosis berbanding lurus dengan derajat anemia, berbeda dengan
thalassemia. Jika terjadi hipokromia dan mikrositosis ekstrim, maka sel tampak sebagai
sebuah cincin (ring cell), atau memanjang seperti elips, disebut sebagai sel pensil (pencil
cell atau cigar cell). Kadang-kdang dijumpai sel target. 1,3
3. Leukosit dan trombosit pada umumnya normal. Tetapi granulositopenia ringan dapat
dijumpai pada ADB yang berlangsung lama. Pada ADB karena cacing tambang dijumpai
eosinofilia. Trombositosis dapat dijumpai pada ADB dengan dengan episode perdarahan
akut.1,3
4. Konsentrasi besi serum dan Total Iron Binding Capacity (TIBC)
Konsentrasi besi serum dan Total Iron Binding Capacity (TIBC) meningkat. TIBC
menunjukkan tingkat kejenuhan apotransferin terhadap besi, sedangkan saturasi
transferin dihitung dari besi serum dibagi TIBC dikalikan 100%. Untuk kriteria diganosis
ADB, kadar besi serum menurun <50g/dl, total iron binding capacity (TIBC)
meningkat >350g/dl, dan saturasi transferin <15%. Ada juga memakai saturasi
transferin <16%, atau <18%.1,3
5. Ferritin serum
Feritin serum merupakan indikator cadangan besi yang sangat baik kecuali pada keadaan
inflamasi dan keganasan tertentu. Titik pemilah (cut off point) untuk feritin serum pada
ADB diapakai angka <12g/l, tetapi ada juga yang memakai <15g/l. untuk daerah tropik
di mana angka infeksi dan inflamasi masih tinggi. Feritin serum merupakan pemeriksaan
laboratorium untuk diagnosis ADB yang paling kuat oleh karena itu banyak dipakai
baik di klinik maupun di lapangan karena cukup reliabel dan praktis, meskipun tidak
3

terlalu sensitif. Angka feritin serum normal tidak selalu dapat menyingkirkan adanya
defisiensi besi, tetapi feritin serum di atas 100mg/dl dapat memastikan tidak adanya
defisiensi besi.1,3

6. Protoporfirin
Protoporfirin merupakan bahan antara dalam pembentukan heme. Apabila sintesis
heme terganggu, misalnya karena defisiensi besi, maka protoporfirin akan menumpuk
dalam eritrosit. Angka normal adalah kurang dari 30 mg/dl. Untuk defisiensi besi,
protoporfirin bebas adalah lebih dari 100mg/dl. Keadaan yang sama juga didapatkan
pada anemia akibat penyakit kronik dan keracunan timah hitam.1,3
7. Kadar reseptor transferrin
Kadar reseptor transerin dalam serum meningkat pada defisiensi besi. Kadar normal
dengan cara immunologi adalah 4-9g/L. Pengukuran reseptor transferin terutama
digunakan untuk membedakan ADB dengan anemia akibat penyakit kronik. Akan lebih
baik lagi bila dipakai rasio reseptor teransferin dengan log feritin serum. Ratio >1,5
menunjukkan ADB dan rasio <1,5 sangat mungkin anemia karena penyakit kronik.1,3
Diagnosa kerja
Untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi harus dilakukan anamnesis dan
pemeriksaan fisis yang teliti disertai pemeriksaan laboratorium yang tepat. Terdapat tiga
tahap diagnosis ADB. Tahap pertama adalah menentukan adanya anemia dengan mengukur
kadar hemoglobin atau hematokrit. Cut off point anemia tergantung kriteria yang dipilih,
apakah kriteria WHO atau kriteria klinik. Tahap kedua adalah memastikan adanya defisiensi
besi sedangkan tahap ketiga adalah menentukan penyebab dari defisiensi besi yang terjadi.1
. Dua dari tiga parameter di bawah ini:
-

Besi serum <50 mg/dl

TIBC >350 mg/dl

Saturasi transferin: <15%, atau

Feritin serum <20 mg/1, atau

Pengecatan sumsum tulang dengan biru prusia (Perl's stain) menunjukkan cadangan
besi (butir-butir hemosiderin) negatif, atau

Dengan pemberian sulfas ferosus 3 x 200 mg/hari (atau preparat besi lain yang setara)
selama 4 minggu disertai kenaikan kadar hemoglobin lebih dari 2 g/dl.

Pada tahap ketiga ditentukan penyakit dasar yang menjadi penyebab defisiensi besi. Tahap ini
sering merupakan proses yang rumit yang memerlukan berbagai jenis pemeriksaan tetapi
merupakan tahap yang sangat penting untuk mencegah kekambuhan defisiensi besi serta
4

kemungkinan untuk dapat menemukan sumber perdarahan yang membahayakan. Meskipun


dengan pemeriksaan yang baik, sekitar 20% kasus ADB tidak diketahui penyebabnya.1
Untuk pasien dewasa fokus utama adalah mencari sumber perdarahan. Dilakukan anamnesis
dan pemeriksaan fisis yang teliti. Pada perempuan masa reproduksi. Anamnesis tentang
menstruasi sangat penting, kalau perlu dilakukan pemeriksaan ginekologi. Untuk laki-laki
dewasa di Indonesia dilakukan pemeriksaan feses untuk mencari telur cacing tambang. Tidak
cukup hanya dilakukan pemeriksaan hapusan langsung (direct smear dengan eosin), tetapi
sebaiknya dilakukan pemeriksaan semi kuantitatif, seperti misalnya teknik Kato-Katz, untuk
menentukan beratnya infeksi. Jika ditemukan infeksi ringan tidaklah serta merta dapat
dianggap sebagai penyebab utama ADB, harus dicari penyebab lainnya. Titik kritis cacing
tambang sebagai penyebab utama jika ditemukan telur per gram feses (TPG) atau egg per
gram faeces (EPG) >2000 pada perempuan dan > 4000pada laki-laki. Dalam suatu penelitian
lapangan diemuka hubungan yang nyata antara derajat infeksi cacing tambang dengan
cadanga besi pada laki-laki. Tetapi hubungan ini lebih lemah pada perempuan.1
Anemia akibat cacing tambang (hookworm anemia) adalah anemia defisiensi besi yang
disebabkan oleh karena infeksi cacing tambang berat (TPIC >2000), anemia akibat cacing
tambang sering disertai pembengkakan parotis dan warna kuning pada telapak tangan, pada
pemeriksaan lab disamping tanda-tanda defisiensi besi yag disertai adanya eosinofilia.1
Diagnosa banding
Penyakit ADB memiliki kemiripan dengan berberapa penyakit lain seperti anemia
sideroblastik, anemia akibat perdarahan kronik, dan talasemia.
Anemia sideroblastik merupakan jenis penyakit anemia yang terjadi akibat ketidak
mampuan tubuh untuk menggunakan zat besi dalam sintesis hemoglobin meskipun simpanan
besi tersedia dalam jumlah banyak.Anemia tipe ini dapat bersifat herediter atau didapat
namun biasanya anemia tipe herediter umumnya responsif dengan pemberian piridoksin
(vitamin B6) namun untuk tipe yang akuisit ini bersifat resisten dengan pengobatan dan
biasanya berakhir fatal dalam waktu 10 tahun. Penyakit ini memiliki kemiripan dengan
anemia defisiensi besi oleh karena pada pemeriksaan dapat kita temukan bahwa struktur sel
darah merah akan tampak mikrositik hipokrom. Namun dari segi gejala yang ditimbulkan
anemia sideroblastik memiliki gejala umum (sindroma anemia) yang lebih nyata, selain itu
penyebab anemia ini adalah karena ketidak mampuan tubuh untuk menggunakan besi dalam
proses pembentukan hemoglobin meskipun cadangan besi tersedia dalam jumlah memadai
keadaan ini biasanya disebabkan oleh pewarisan akibat kromosom X atau zat toksik seperti
alkohol dan isoniazid, dan penanganan yang dilakukan berbeda yaitu dengan memberikan
piridoksin dan menyingkirkan obat yang menyebabkan timbunya gejala anemia
sideroblastik.1,3
Talasemia merupakan jenis anemia yang terjadi akibat gangguan sintesis rantai
polipeptida komponen protein pada hemoglobin sehingga hal ini mengakibatkan sintesis sel
darah merah juga akan terganggu. Penyakit ini biasanya disebabkan oleh karena pewarisan
gen homozigot ataupun heterozigot. Penyakit ini memiliki kemiripan dengan anemia
deffisiensi besi karena pasien memiliki struktur sel darah merah yang sama yaitu mikrositik
hipokrom. Namun memiliki perbedaan pada pasien ini biasa dapat kita temukan gejala umum
5

yang nyata yang disertai dengan terjadinya hepato dan splenomegali. Dan penanganan yang
dapat dilakukan adalah dengan memberikan suplemen asam folat, tranplantasi sumsum
tulang, dan melakukan tindakan transfuse.1,3
Penyakit lain yang memiliki kemiripan dengan anemia defisiensi besi adalah anemia
penyakit kronik. Banyak penyakit kronik yang berhubungan dengan anemia. Merupakan
salah satu penyakit yang paling banyak diderita pada pasien dengan penyakit inflamasi kronis
dan malignansi.Inflamasi kronis dapat disebabkan oleh infeksi (misalnya abses paru,
pneumonia, TB paru) dan penyakit bukan infeksi (misalnya rheumatoid arthritis, SLE,
sarkoidosis, penyakit Crohn). Penyakit keganasan yang dapat menyebabkan anemia
diantaranya adalah limfoma, karsinoma, dan sarcoma.1

Jika tidak ditemukan perdarahan yang nyata, dapat dilakukan tes darah samar (occult blood
test) pada feses, dan jika terdapat indikasi dilakukan endoskopi saluran cerna atas atau
bawah.1
Gejala umum anemia
Gejala umum anemia disebut juga sebagai sindroma anemia. Sering ditemukan
penurunan hemoglobin dibawah 7-8 g/dl. Gejala ini berupa badan lemah, lesu, cepat lelah,
mata berkunang-kunang, serta telinga mendenging. Akibat penuruanan kadar hemoglobin
yang secara perlahan menyebabkan sindroma anemia tidak terlalu mencolok. Jika
dibandingkan dengan anemia lain yang dimana kadar hemoglobin yang terjadi lebih cepat,
oleh karena mekanisme kompensasi tubuh dapat berjalan dengan baik. Anemia bersifat
simtomatik jika hemoglobin telah turun di bawah 7 g/dl. Pada pemeriksaan fisik dijumpai
pasien pucat, terutama di konjungtiva dan terutama di bawah kuku.1
Gejala khas defisensi besi
Gejala yang khas dijumpai pada defisiensi besi adalah :1

Koilonychia : kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi rapuh, bergaris-garis vertikal
dan menjadi cekung sehingga mirip seperi sendok.
Atrofi papil lidah : permukaa lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil lidah
menghilang
Stomatitis angularis (Cheilitis) : adanya peradangan sudut mulut sehingga tampak
sebagai bercak berwarna pucat keputihan
Disfagia: nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring
Atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan akhloridia
Pica : keinginan untuk memakan bahan yang tidak lazim, seperti: tanah liat, es, lem,
dan lain-lain
Sindrom Plummer Vinson atau disebut juga sindrom Paterson Kelly adalah kumpulan
gejala yang terdiri dari anemia hipokromik mikrositik, atrofi papil lidah, dan disfagia.

Etiologi
Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh karena rendahnya masukan besi, gangguan
absorbsi serta kehilangan besi akibat perdarahan yang menahun. 1

Kehilangan besi akibat perdarahan menahun dapat berasal dari :


- Saluran cerna : akibat dari tukak peptic, pemakaian salisilat atau NSAID, kanker
lambung, kanker colon, diverticulosis, hemoroid, dan infeksi cacing tambang.
- Saluran genitalia perempuan : monorraghia atau metroghia
- Saluran kemih : hematuria
- Saluran nafas: hemoptoe
Factor nutrisi : akibat kurangnya besi total dalam makanan, atau kualitas besi
(bioavaibilitas) besi yang tidak baik (makanan banyak serat, rendah vitamin C dan
rendah daging).1
Gangguan absorbsi besi : gastrektomi, tropical spure, kolitis kronik.1
Pada orang dewasa anemia defisiensi yang dijumpai di klinik hampir identik dengan
perdarahan menahun. Faktor nutrisi atau peningkatan kebutuhan jarang sebagai
penyebab utama. Penyebab perdarahan paling sering pada laki-laki ialah perdarahan
gastrointestinal, di negara tropikal paling sering karena infeksi cacing tambang.
Sedangkan pada perempuan dalam masa reproduksi paling sering karena menometrorhagia.1
Terdapat perbedaan pola etiologi ADB di masyarakat atau di lapangan dengan ADB di
rumah sakit atau praktek klinik. ADB di lapangan pada umumnya disertai anemia
ringan atau sedang, sedangkan di klinik ADB pada umumnya disertai anemia derajat
berat. Di lapangan faktor nutrisi lebih berperan dibandingkan dengan perdarahan.
Bakta, pada penelitian di Desa Jagapati, Bali, mendapatkan bahwa infeksi cacing
tambang mempunyai peran hanya pada sekitar 30% kasus, faktor nutrisi mungkin
berperan pada sebagian besar kasus, terutama pada anemia derajat ringan sampai
sedang. Sedangkan di klinik, seperti misalnya pada praktek swasta, ternyata
perdarahan kronik memegang peranan penting, pada laki-laki infeksi cacing tambang
(54%) dan hemoroid (27%), sedangkan pada perempuan menorrhagia (33%),
hemoroid dan cacing tambang masing-masing 17%.1

Epidemiologi
Anemia defisiensi besi merupakan jenis anemia yang paling sering dijumpai baik di
dunia maupun di masyarakat. ADB merupakan anemia yang sangat sering dijumpai di negara
berkembang. Dari berbagai data yang dikumpulkan sampai saat ini, didapatkan gambaran
prevalensi anemia defisiensi besi seperti tertera pada :1

Laki dewasa

Afrika
6%

Amerika Latin
3%

Indonesia
16-50%
7

Wanita tak hamil


Wanita hamil

20%
17-21%
60%
39-46%
Tabel 1. Prevalensi anemia defisiensi besi di dunia.

25-48%
46-92%

Belum ada data yang pasti mengenai prevalensi ADB di Indonesia. Martoatmojo et al
memperkirakan ADB pada laki-laki 16-50% dan 25-84% pada perempuan tidak hamil. Pada
pensiunan pegawai negeri di Bali didapatkan prevalensi anemia 36% dengan 61% disebabkan
oleh karena defisiensi besi. Sedangkan pada penduduk suatu desa di Bali didapatkan angka
prevalens ADB sebesar 27%.1
Perempuan hamil merupakan segmen penduduk yang paling rentan pada ADB. Di
India, Amerika Latin dan Filipina prevalensi ADB pada perempuan hamil berkisar antara
35% sampai 99%; Sedangkan di Bali, pada suatu pengunjung puskesmas didapatkan
prevalens anemia sebesar 50% dengan 75% anemia disebabkan oleh defisiensi besi. Dalam
suatu survei pada 42 desa di Bali yang melibatkan 1684 perempuan hamil didapatkan
prevalens ADB sebesar 46%, sebagian besar derajat anemia ialah ringan. Faktor risiko yang
dijumpai adalah tingkat pendidikan dan kepatuhan meminum pil besi.1
Di Amerika Serikat, berdasarkan survei gizi (NHANES III) tahun 1988 sampai tahun
1994, defisiensi besi dijumpai kurang dari 1% pada laki dewasa yang berumur kurang dari 50
tahun, 2-4% pada laki dewasa yang berumur lebih dari 50 tahun, 9-11% pada perempuan
masa reproduksi, dan 5-7% pada perempuan pascamenopause.1
Patofisiologi
Besi merupakan elemen penting yang sangat diperlukan oleh tubuh untuk
pembentukan hemoglobin, mioglobin, dan berbagai enzim.Dalam tubuh besi memiliki tiga
kompartemen penting yaitu sebagai senyawa fungsional yang berperan dalam membentuk
senyawa yang diperlukan oleh tubuh seperti enzim aldehid oksidase dan enzim gliserofosfat
oksidase, senyawa cadangan yang dipersiapkan bila masukan besi berkurang, dan senyawa
yang berperan sebagai transpor yang berikatan dengan protein tertentu untuk mengangkut
besi dari satu kompartemen ke kompartemen lainya.1,3
Tubuh mendapat masukan besi yang berasal dari makanan, penyerapan besi pada
tubuh paling banyak berlangsung pada bagian proksimal duodenum hal ini dikarenakan
pengaruh dari pH lambung serta kepadatan protein pada epitel usus yang berbeda dibanding
bagian usus yang lain.Dalam proses penyerapannya dapat dikelompokan kedalam 3 fase,
yaitu fase luminal merupakan fase dimana kandungan besi dalam makanan diolah dalam
lambung kemudian siap diserap di duodenum pada fase ini lambung mengubah besi dalam 2
bentuk yaitu besi heme yang tingkat absorpsinya dan bioavailabilitas tinggi biasa dapat
ditemukan pada daging dan ikan. Sedangkan besi non-heme sebaliknya biasa dapat kita
temukan pada sumber tumbuh-tumbuhan. Fase mucosal merupakan fase dimana merupakan
fase dimana terjadinya proses penyerapan besi pada mukosa yang berlangsung secara aktif
dengan bantuan enzim ferireduktase sehingga ferri dapat dipecah menjadi ferro untuk
selanjutnya disirkulasikan dalam tubuh. Kemudian fase terakhir adalah fase corporeal

merupakan suatu proses sirkulasi besi, utilisasi besi oleh sel yang memerlukan, dan
penyimpanan besi dalam tubuh.1,3
Bila seseorang mengkonsumsi makanan dengan kadar besi heme rendah seperti
makan-makanan berserat maka hal ini akan menyebabkan tingkat absorpsi besi menjadi
menurun sehingga kadar besi akan berikatan dengan protoporfirin untuk diabawa dalam
sirkulasi pun juga rendah sehingga kadar zat besi dalam tubuh tidak dapat mencukupi
kebutuhan sumsum tulang untuk membentuk sel darah merah yang optimal, hal ini akan
menyebabkan sel darah merah memiliki ukuran yang lebih kecil (mikrositik) dengan warna
lebih muda (hipokromik) saat dilakukan pewarnaan.1,3
Selain itu simpanan besi dalam tubuh juga akan habis terpakai sehingga hal ini akan
menimbulkan terjadinya deplesi massa sel darah merah disertai konsentrasi Hb dibawah
normal, sehingga hal ini akan menyebabkan kapasitas oksigen yang dibawa darah juga akan
minimal hal ini menyebabkan pasien mengalami lemas dan semakin bertambah saat
melakukan aktifitas.1,3
Terapi
Setelah diagnosis ditegakkan maka dibuat rencana pemberian tetapi. Terapi terhadap
anemia defisiensi besi adalah:1
a. Terapi kausal: terapi terhadap penyebab perdarahan, Misalnya pengobatan cacing
tambang, pengobatan hemoroid, pengobatan menorhagia. Terapi kausal harus dilakukan,
kalau tidak maka anemia akan kambuh kembali
b. Pemberian prcparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuh,
Terapi besi oral merupakan terapi pilihan pertama oleh karena efektif, murah dan
aman. Preparat yang tersedia adalah ferrous sulphas merupakan pilihan pertama oleh karena
paling murah tetapi efektif, dosis anjuran adalah 3 x 200 mg, Setiap 200 mg sulfas ferosus
mengandung 66 mg besi elemental, Pemberian sulfas ferosus 3 x 200 mg mengakibatkan
absorbsi besi 50 mg per hari yang dapat meningkatkan eritropoesis dua sampai tiga kali
normal.1
Preparat lain: ferrous gluconate, ferrous fumarat, ferrous lactate dan ferrous
succinate. Sediaan ini harganya lebih mahal, tetapi efektivitas dan efek samping hampir sama
dengan sulfas ferosus. Terdapat juga bentuk sediaan enteric coated yang dianggap
memberikan efek samping lebih rendah, tetapi dapat mengurangi absorbsi besi.1
Preparat besi oral sebaiknya diberikan saat lambung kosong, tetapi efek samping lebih
sering dibandingkan dengan pemberian setelah makan. Pada pasien yang mengalami
intoleransi, sulfas ferrosus dapat diberikan saat makan atau setelah makan.1
Efek samping utama besi per oral adalah gangguan gastrointestinal yang dijumpai
pada 15 sampai 20%, yang sangat mengurangi kepatuhan pasien. Keluhan ini dapat berupa
mual, muntah, serta konstipasi. Untuk mengurangi efek samping besi diberikan saat makan
atau dosis dikurangi menjadi 3 x 100 mg.1
Pengobatan besi diberikan 3 sampai 6 bulan, ada juga yang menganjurkan sampai 12
bulan, setelah kadar hemoglobin normal untuk mengisi cadangan besi tubuh. Dosis
pemeliharaan yang diberikan adalah 100 sampai 200 mg. Jika tidak diberikan dosis
pemeliharaan, anemia sering kambuh kembali.1
9

Untuk meningkatkan penyerapan besi dapat diberikan preparat vitamin C, tetapi dapat
meningkatkan efek samping terapi. Dianjurkan pemberian diet yang banyak mengandung hati
dan daging yang banyak mengandung besi.1
Terapi besi parenteral sangat efektif tetapi mempunyai risiko lebih besar dan harganya
lebih mahal. Oleh karena risiko ini maka besi parenteral hanya diberikan atas indikasi
tertentu. Indikasi pemberian besi parenteral adalah: (1) intoleransi terhadap pemberian besi
oral; (2) kepatuhan terhadap obat yang rendah; (3) gangguan pencernaan seperti kolitis
ulseratif yang dapat kambuh jika diberikan besi; (4) penyerapan besi terganggu, seperti
misalnya pada gastrektomi; (5) keadaan di mana kehilangan darah yang banyak sehingga
tidak cukup dikompensasi oleh pemberian besi oral, seperti misalnya pada hereditary
hemorrhagic teleangiectasia; (6) kebutuhan besi yang besar dalam waktu pendek, seperti
pada kehamilan trimester tiga atau sebelum operasi; (7) defisiensi besi fungsional relatif
akibat pemberian eritropoetin pada anemia gagal ginjal kronik atau anemia akibat penyakit
kronik.1
Preparat yang tersedia ialah iron dextran complex (mengandung 50 mg besi/ml), iron
sorbitol citric acid complex dan yang terbaru adalah iron ferric gluconate dan iron sucrose
yang lebih aman. Besi parenteral dapat diberikan secara intramuskular dalam atau intravena
pelan. Pemberian secara intramuskular memberikan rasa nyeri dan memberikan warna hitam
pada kulit. Efek samping yang dapat timbul adalah reaksi anafilaksis, meskipun jarang
(0,6%) Efek samping lain adalah flebitis, sakit kepala, flushing, mual, muntah, nyeri perut
dan sinkop.1
Terapi besi parenteral bertujuan untuk mengembalikan kadar hemoglobin dan mengisi
besi sebesar 500 ssmpai 1000 mg. Dosis yang diberikan dapat dihitung melalui ramus di
bawah ini:
Kebutuhan besi (mg) = (15-Hb sekarang) x BB x 2,4 + 500 atau 1000 mg
Dosis ini dapat diberikan sekaligus atau diberikan dalam beberapa kali pemberian.
c. Pengobatan lain1
diet sebaiknya diberikan makanan bergizi dengan tinggi protein terutama yang berasal dari
protein hewani
vitamin c: vitamin c diberikan 3 x 100 mg per hari untuk meningkatkan absorbsi besi
transfusi darah: ADB jarang memerlukan transfusi darah. Indikasi pemberian transfusi darah
pada anemia kekurangan besi adalah:
- Adanya penyakit jantung anemik dengan ancaman payah jantung
- Anemia yang sangat simtomatik, misalnya anemia dengan gejala pusing yang sangat
menyolok
- Pasien memerlukan peningkatan kadar hemoglobin yang cepat seperti pada kehamilan
trimester akhir atau preoperasi.
Jenis darah yang diberikan adalah PRC (packed red cell) untuk mengurangi bahaya
overload. Sebagai premedikasi dapat dipertimbangkan pemberian furosemid intravena.

10

Pencegahan
Mengingat tingginya prevalensi anemia defisiensi besi di masyarakat maka
diperlukan suatu tindakan pencegahan yang terpadu. Tindakan pencegahan tersebut dapat
berupa:1
Pendidikan kesehatan:1
- kesehatan lingkungan, misalnya tentang pemakaian jamban, perbaikan lingkungan
kerja, misalnya pemakaian alas kaki sehingga dapat mencegah penyakit cacing
tambang
- penyuluhan gizi untuk mendorong konsumsi makanan yang membantu absorbsi besi
Pemberantasan infeksi cacing tarabang sebagai sumber perdarahan kronik paling yang sering
dijumpai di daerah tropik. Pengendalian infeksi cacing tambang dapat dilakukan dengan
pengobatan masal dengan anthelmentik dan perbaikan sanitasi.1
Suplementasi besi yaitu pemberian besi profilaksis pada segmen penduduk yang rentan,
seperti ibu hamil dan anak balita. Di Indonesia diberikan pada perempuan hamil dan anak
balita memakai pil besi dan folat.1
Fortifikasi bahan makanan dengan besi, yaitu mencampurkan besi pada bahan makan. Di
negara Barat dilakukan dengan mecampur tepung untuk roti atau bubuk susu dengan besi.1
Komplikasi
Adapun komplikasi yang dapat muncul dari penyakit ADB apabila tidak memeroleh
penangan yang baik yaitu, overdosis supplemen besi oral atau IM yang dapat menimbulkan
gangguan pada saluran cerna dan reaksi anafilaktik, masih adanya perdarahan yang tersisa
akibat pengobatan yang tidak maksimal, serta timbulnya gejala sisa pika yaitu dorongan
kompulsi untuk memakan makanan yang tidak seharusnya dimakan.3
Prognosis
Penyakit ini memiliki prognosis yang baik bila dilakukan penanganan dengan cermat. Hal ini
dikarenakan penurunan Hb yang terjadi pada pasien biasanya tidak berlangsung secara drastis
dibanding dengan anemia tipe lain. Namun kondisi pasien dapat memburuk bila yang
menjadi penyebab keganasan adalah karena adanya neoplasma dalam tubuh.4
Kesimpulan
Anemia defisiensi besi (ADB) adalah suatu anemia yang timbul akibat berkurangnya
penyediaan besi dalam proses eritropoesis. Keadaan ini dapat timbul oleh karena gangguan
absorpsi besi, perdarahan menahun, kebutuhan yang meningkat, serta asupan nutrisi yang
kurang sehingga hal ini dapat menyebabkan cadangan besi menjadi kosong yang pada
akhirnya pembentukan hemoglobin pun juga akan berkurang sehingga pasien akan tampak
lemas dan pucat. Kondisi ini dapat ditangani dengan memberikan preparat besi secara oral

11

karena cukup murah dan efektif, namun perlu hati-hati bila diberikan dalam keadaan kosong
karena hal ini dapat meningkatkan terjadinya efek samping gangguan gastrointestinal.

Daftar Pusaka
1. Goddard AF, James MW, McIntyre AS, Scott BB. Guidelines for the management of
iron deficiency anaemia. Gut. 2011 Oct. 60(10):1309-16.
2. Gleadle, Jonathan. Pengambilan anamnesis. Dalam: At a Glance Anamnesis dan
Pemeriksaan Fisik. Jakarta : Penerbit Erlangga; 2009;7-8.
3. Atul M, Victor H. Haematology at a Glance 3rd ed. Wiley-Blackwell UK;2:28-9.
4. Okam MM, Koch TA, Tran MH. Iron deficiency anemia treatment response to oral
iron therapy: a pooled analysis of five randomized controlled trials. Haematologica.
2015 Oct 30.

12

Anda mungkin juga menyukai