Anda di halaman 1dari 18

ANEMIA HEMOLITIK HEREDITER

Jessica Prisscila*
*Mahasiswa Fakultas Kedokteran UKRIDA
10.2009.042
Kelompok A5

Alamat korespondensi:
Jalan Terusan Arjuna No.6, Jakarta 11510
E-mail: jessssklvr@gmail.com

Skenario
Seorang ibu membawa putrinya 16 tahun kedokter, karena sering lemah dan pingsan,
terutama saat mendapat haid. Anaknya mengkonsumsi rutin obat tambah darah, tetapi
keadaan tetap demikian. Saat ini sedang berpacaran dengan sepupunya yang sering mengeluh
pusing dan pingsan

Pendahuluan
Anemia hemolitik herediter dapat dibagi menjadi 3: 1) kelainan struktur eritrosit yang
meliputi eliptositosis dan sferositosis herediter; 2) kelainan enzim yang meliputi defisiensi
G6PD, defisiensi piruvat kinase, defisiensi glutation, dan defek pada jalur glikolitik (EmbdenMeyerhoff); 3) kelainan sintesis hemoglobin (hemoglobinopati) yang meliputi talasemia, dan
Hb variant. Pada makalah ini akan dibahas mengenai beberapa jenis dari anemia hemolitik
herediter terutama dari sisi genetiknya, yaitu talasemia (terutama talasemia minor), anemia sel
sabit (yang termasuk dalam Hb variant), sferositosis herediter, dan eliptositosis herediter.

Pembahasan
A. Anamnesis
1

Anamnesis yang dapat diperoleh dari anemia adalah adanya sesak nafas terutama saat
beraktivitas, lemah, letargi, palpitasi, tinnitus, berkunang-kunang, dan nyeri kepala.1
Sedangkan anamnesis yang diperoleh dari anemia herediter adalah adanya gejala
anemia disertai dengan riwayat penyakit yang serupa pada keluarga, dan keterikatan
darah dengan ras tertentu, misalnya talasemia alfa yang banyak ditemukan di Asia
Tenggara dan Afrika, sedangkan talasemia beta terdapat di seluruh dunia.2

B. Pemeriksaan
1. Pemeriksaan penunjang
-

Pemeriksaan laboratorium
Dari pengukuran indeks eritrosit, termasuk di dalamnya adalah kadar
hemoglobin, hematokrit, hitung eritrosit, MCH, MCV, dan RDW (Red cell
Distribution Weight, yang merupakan indicator variasi ukuran eritrosit).3

Sedangkan pemeriksaan laboratorium untuk anemia hemolitik herediter dapat


dibagi menjadi 3 golongan
 Peningkatan penghancuran eritrosit
 Peningkatan bilirubin serum
 Peningkatan urobilinogen urin
 Peningkatan sterkobilinogen feses
 Ketiadaan haptoglobin serum karena haptoglobin tersaturasi oleh
hemoglobin dan kemudian disingkirkan oleh sel RE

 Peningkatan produksi eritrosit


 Retikulositosis
 Hiperplasia eritroid sumsum tulang
 Eritrosit yang rusak
 Adanya morfologi abnormal eritrosit (misalnya mikrosferositosis,
eliptositosis, fragmen)
 Fragilitas osmotic, autohemolisis
 Pemendekan daya tahan eritrosit yang dapat dilihat dengan studi 51Cr.1

Investigasi biokimia rutin sebagian besar terdiri dari elektroforesis dan/atau


analisis kromatografis dari fraksi hemoglobin dan rantai hemoglobin individu.
Elektroforesis berguna untuk analisis kualitatif dan kuantitatif berbagai macam
fraksi hemoglobin.dan kromatografisbanyak dipergunakan untuk kuantitatif
hemoglobin dan skrining awal varian hemoglobin.

Investigasi lain juga dapat dilakukan, misalnya stabilitas hemoglobin terhadap


panas, sickling test, studi disosiasi oksigen, sintesis rantai globin in vitro guna
mendeteksi varian hemoglobin structural, pemeriksaan untuk menentukan
kadar zat besi dalam darah, kadar bilirubin dan urobilinogen, faal ginjal, hati,
dan tiroid, dll.

Pemeriksaan molecular
Metode yang paling banyak digunakan adalah DNA sequencing, di mana
sampel DNA diperoleh dari leukosit darah tepi. Sedangkan untuk mendeteksi
adanya mutasi, dapat menggunakan analisis endonuklease dan scanning
seluruh gen, atau gap-PCR yang rutin digunakan untuk mendeteksi delesi
masif.3

2. Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang


Anemia menyebabkan membrane mukosa memucat tidak spesifik, di mana hal ini
terjadi bila kadar hemoglobin lebih rendah dari 9-10 g/dL. Warna kulit bukan
merupakan tanda yang dapat dijadikan patokan. Adanya sirkulasi yang
hiperdinamik (takikardia, denyut nadi yang menghentak, kardiomegali, dan
murmur sistolik terutama pada apeks). Pada pasien yang lebih tua, mungkin
ditemukan gejala gagal jantung, angina pektoris, klaudikasio intermiten, atau
konfusio. Gejala-gejala tsb di atas merupakan gejala umum dari anemia (sindrom
anemia).1
-

Talasemia
Pada talasemia alfa, gejala klinis bergantung pada banyaknya gen alfa yang
mengalami delesi. Jika hanya 1 gen saja yang mengalami delesi, maka
gejalanya akan sangat ringan dan hanya dapat ditemukan pada saat kelahiran,
di mana ditemukan sedikit (5-15%) Hb Barts yang terdiri dari 4 rantai gamma.
3

Sedangkan bila terjadi delesi dari 3 gen alfa akan menghasilkan talasemia alfa
dengan HbH (talasemia intermedia) yang memberikan gejala anemia
mikrositik hipokrom sedang hingga berat dengan splenomegali, dan delesi dari
keempat gen alfa akan menghasilkan kondisi hidrops fetalis dimana akan
terjadi lahir mati atau kematian segera setelah dilahirkan.2

Talasemia beta diturunkan secara resesif dan banyak terdapat pada daerah
tropis dan subtropis di dunia mungkin akibat adanya resistensi penderita
talasemia beta terhadap malaria falciparum.. Pada talasemia beta, gejala klinis
tergantung dari heterozigositas dari mutasi gen beta globin dan banyaknya
kelebihan dari rantai alfa. Talasemia mayor terjadi apabila tidak ada rantai beta
(0) atau hanya sedikit rantai beta (+) yang disintesis, dimana gejala yang
timbul

berupa

anemia

berat

yang

jelas

pada

usia

3-6

bulan,

hepatosplenomegali, ekspansi tulang karena hyperplasia sumsum tulang


(menyebabkan facies talasemik dan penipisan korteks tulang), kelebihan zat
besi yang menyebabkan kerusakan jantung, hepar, dan organ endokrin
sehingga terjadi hambatan pertumbuhan, pubertas terlambat, diabetes mellitus,
hipotiroidisme, dan hipoparatiroidisme. Pada talasemia minor (carrier
talasemia beta/heterozigot), biasanya tidak bergejala dan tidak memerlukan
perhatian medis, dimana kelainan yang dapat ditemukan adalah anemia
mikrositik hipokrom namun hitung eritrosit yang tinggi dan anemia ringan,
biasanya lebih berat dari talasemia alfa minor. Diagnosis dipastikan dengan
kadar HbA2 yang meningkat (>3,5%). Sedangkan pada talasemia intermedia
yang disebabkan oleh adanya variasi dari defek genetic, tingkat keparahannya
sedang (kadar hemoglobin 7.0-10.0 g/dL) namun tidak memerlukan transfuse
regular.

Anemia sel sabit


Gejala klinis yang dapat diperoleh adalah adanya krisis nyeri yang rekurens
akibat adanya sickling intravascular, oklusi vascular kecil, dan infark jaringan.
Organ yang paling beresiko terkena infark adalah sumsum tulang, ginjal,
limpa, paru, dan otak. Nekrosis tulang dapat menyebabkan daktilitis akut dan
nyeri sendi dan tulang. Infark limpa dapat menyebabkan nyeri abdomen dan
4

lebih mudah terinfeksi pneumokokus. Resiko oklusi vascular bertambah


seiring dengan bertambahnya usia dan tidak mendapat pengobatan, di mana
kematian terjadi akibat stroke atau kerusakan kardiopulmonar mayor sebelum
decade keempat.

Sferositosis herediter
Anemia dapat muncul pada usia berapapun. Ikterus berfluktuasi, dan dapat
ditemukan splenomegali pada banyak pasien. Tingkat anemia biasanya
bervariasi, dan mirip pada anggota keluarga lain yang menderita penyakit yang
sama. Hapus darah tepi memberi gambaran mikrosferosit dengan fragilitas
osmotic yang meningkat.

Eliptositosis herediter
Memiliki gambaran klinis dan laboratories yang serupa dengan sferositosis
herediter namun dengan morfologi darah tepi yang berbeda. Biasanya berupa
gejala kelainan ringan dan hanya ditemukan secara kebetulan saja saat
pemeriksaan darah tepi. Pasien dengan genotip homozigot atau doubly
heterozigot dapat menunjukkan gejala anemia hemolitik berat dengan
mikrosferosit, poikilosit, dan splenomegali.

Tanda spesifik dari anemia misalnya jaundice dan splenomegali (berhubungan dengan
anemia hemolitik), ulserasi tungkai (berhubungan dengan anemia sel sabit dan anemia
hemolitik lainnya), deformitas tulang (berhubungan dengan talasemia mayor dan
anemia hemolitik congenital lain).1

C. Diagnosis
Diagnosis hemoglobinopati dapat melalui:
1. Skrining carrier
Bertujuan mengidentifikasi carrier guna melihat resiko memperoleh keturunan
yang affected berat dan memberikan informasi dan pilihan guna menghindari
kemungkinan tsb. Skrining ini idealnya dilakukan sebelum kehamilan. Ada 2 jenis
skrining: skrining masal yang ditujukan kepada populasi umum sebelum dan
sesudah usia melahirkan; dan targeted screening yang ditujukan hanya untuk
5

populasi tertentu misalnya pasangan yang mau menikah, sebelum konsepsi, atau
pada kehamilan awal. Skrining dapat prospektif atau retrospektif.

Skrining dapat dilakukan melalui: a) skrining primer untuk menentukan indeks


eritrosit diikuti dengan skrining sekunder yang meliputi analisis hemoglobin pada
subyek dengan nilai MCV dan/atau MCH yang kurang dari normal, dan dianjurkan
untuk negara-negara dengan frekuensi yang rendah dan heterogenitas talasemia
yang terbatas; b) skrining lengkap berdasarkan indeks eritrosit, analisis pola
hemoglobin, dan pengukuran HbA2, dianjurkan untuk populasi yang banyak
didapati talasemia alfa dan beta serta banyak kasus interaksi antara talasemia alfa
dan beta yang dapat menyebabkan normalisasi indeks eritrosit sehingga
menyebabkan misdiagnosis.

2. Metode hematologis dan biokimia (dapat dilihat pada halaman 2-3)


a. Indeks hematologis
b. Indeks biokimia

3. Diagnosis molecular (dapat dilihat pada halaman 3)

4. Diagnosis genetic prenatal dan preimplantasi


Bertujuan untuk mengurangi individu yang affected pada populasi yang beresiko.
Salah satu caranya adalah melalui chorionic villus sampling (CVS) di bawah
panduan USG, dimana DNA kemudian dianalisa dengan menggunakan PCR yang
spesifik hanya mengkopi alel tertentu. Preimplantation genetic diagnosis (PGD)
berfungsi untuk menganalisa DNA dari oosit guna memilih oosit mana yang tidak
affected dan memasukkannya kembali ke dalam tubuh ibu.

5. Konseling genetic (dapat dilihat pada halaman 15)

D. Epidemiologi
Talasemia termasuk salah satu kelainan monogenic yang paling sering di dunia,
dimana pola sebarannya adalah sbb:

1. Talasemia alfa: Mediteranian, Timur Tengah, India, Pakistan, Asia Tenggara,


Rusia Selatan, Cina. Jarang di Afrika kecuali Liberia, dan di beberapa bagian
Afrika Utara. Sporadik: pada semua ras. Hb Barts, hidrops fetalis, dan HbH
disease sebagian besar terbatas di populasi Asia Tenggara dan Mediteranian.

2. Talasemia beta: dari Afrika ke Mediteranian, Timur Tengah, Asia Timur dan
Tenggara.4

Anemia sel sabit terdapat luas terutama pada Afrika Barat (1 dari 4 orang normal).
Sferositosis herediter merupakan anemia hemolitik herediter yang paling sering di
Eropa utara. Eliptositosis yang banyak terjadi di Melanesia, Malaysia, Indonesia, dan
Filipina disebut juga sebagai ovalositosis Asia Tenggara.1

E. Etiopatogenesis
1. Hemoglobinopati
Gen globin dapat dikelompokkan ke dalam 2 cluster: alfa-like dan beta-like. Gen
alfa globin bersama dengan gen zeta globin terletak pada kromosom 16.
Sedangkan gen beta globin terdiri dari gen epsilon, gamma, delta, dan beta,
terletak pada kromosom 11. Defisiensi dari salah satu rantai globin menyebabkan
suatu kondisi dengan gejala anemia yang disebut sebagai talasemia.

Kebanyakan dari hemoglobinopati disebabkan oleh adanya mutasi dari cluster gen
globin. Talasemia disebabkan oleh adanya defisiensi maupun ketiadaan dari
produksi salah satu rantai globin yang ditentukan secara genetis. Tergantung dari
rantai mana yang kurang, talasemia dapat digolongkan menjadi talasemia alfa,
beta, gamma, delta, dan delta-beta, di mana yang paling sering dan penting adalah
talasemia alfa dan beta, sedangkan talasemia delta biasanya tidak menunjukkan
gejala.

Talasemia alfa kebanyakan disebabkan oleh delesi gen. Ketiadaan dari satu gen
globin alfa (-/ ) menyebabkan sedikit gangguan hematologis. Delesi dari dua
gen alfa (-/- atau --/ ) menyebabkan anemia ringan, sedangkan delesi dari
tiga gen alfa (-/--) menyebabkan anemia yang lebih berat yang ditandai dengan
7

produksi dari HbH, tetramer 4 akibat defisiensi rantai alfa. Delesi dari semua gen
alfa (--/--) adalah fatal secara perinatal dan menyebabkan keadaan hidrops fetalis
yaitu edema ekstensif pada bayi lahir mati, di mana molekul hemoglobinnya
kebanyakan akan mengandung tetramer 4 (Hb Barts). Selain dari delesi gen,
talasemia alfa juga dapat disebabkan oleh mutasi titik, di mana mutasi ini akan
mengganggu kodon terminasi dari gen globin alfa sehingga menghasilkan rantai
alfa yang lebih panjang.3 Karena rantai alfa dimiliki oleh hemoglobin fetus
maupun dewasa, maka talasemia alfa bermanifestasi pada masa fetus.4

Gambar 1. Jenis talasemia alfa


Sumber: Essential Hematology

Berbeda dari talasemia alfa, talasemia beta lebih banyak terjadi karena adanya
mutasi titik daripada delesi, di mana mutasi tsb dapat digolongkan sbb:
-

Mutasi promoter

Mutasi pembelahan RNA/RNA cleavage

Mutasi nonsense, menyebabkan terbentukya stop kodon yang baru sehingga


menyebabkan terminasi premature dari tahap translasi dan berakibat
terbentuknya rantai globin yang lebih pendek dan nonfungsional. Hal ini
mengarah pada talasemia 0.

Frameshifts mutation yang disebabkan oleh insersi dan delesi sehingga


menyebabkan gangguan pada pengkodean dan terminasi premature dari
sintesis globin fungsional yang menghasilkan rantai globin yang lebih pendek.

Mutasi pemrosesan RNA, menyebabkan talasemia 0.1,3

Akibat adanya defisiensi rantai beta pada talasemia beta, terjadi pergeseran ratio
antara rantai alfa dan rantai beta, dimana rasio rantai alfa menjadi lebih besar.
Kelebihan rantai alfa inilah yang kemudian menjadi dasar dari pathogenesis
talasemia beta yang menyebabkan gejala klinis. Rantai alfa yang berlebih akan
terpresipitasi di precursor eritrosit dalam sumsum tulang dan sel progenitor di
darah tepi, sehingga menimbulkan gangguan pematangan dan eritropoesis inefektif
sehingga umur eritrosit menjadi lebih pendek.4

Anemia sel sabit terjadi akibat adanya substitusi asam amino pada gen beta globin
sehingga mengganggu struktur helical dan membuat globin menjadi tak stabil
(HbS). HbS yang terdeoksigenasi terpolimerisasi dan menyebabkan deformitas
dari eritrosit sehingga membentuk sel sabit.2

2. Sferositosis herediter
Biasanya disebabkan oleh adanya defek dari protein yang berperan dalam interaksi
vertical antara rangka membrane dan lipid bilayer dari eritrosit, sehingga
menyebabkan bentuk sferis yang tak bisa melewati mikrosirkulasi limpa sehingga
mati premature. Penyakit ini diturunkan secara autosomal dominan, jarang
autosomal resesif, dimana penurunan secara autosomal resesif ini menyebabkan
gejala yang lebih berat.1,5

3. Eliptositosis herediter
Defek terutama berhubungan dengan kegagalan spektrin heterodimer untuk
berhubungan dengan heterotetramer. Sedangkan pada ovalositosis Asia Tenggara,
kelainan terdapat pada adanya delesi dari 9 asam amino pada junction dari domain
sitoplasma dan transmembran yang menyebabkan kekakuan sel dan resistensi
terhadap parasit malaria, dan kebanyakan asimtom.1

F. Komplikasi
1. Talasemia
Komplikasi dari talasemia adalah sbb:
-

Kelebihan zat besi

Terjadi karena penyakit itu sendiri atau karena transfuse darah berulang,
menyebabkan kerusakan jantung, hepar, dan organ endokrin (menyebabkan
hipogonadisme, hipotiroidisme, diabetes, hipoparatiroidisme).6,7

Splenomegali
Terjadi karena destruksi eritrosit berlebih sehingga sangat membebani limpa
dan menyebabkan pembesaran limpa. Splenomegali juga dapat menyebabkan
eritrosit hasil transfuse berumur lebih pendek, sehingga jika terlalu besar maka
perlu diangkat.

Infeksi
Terjadi karena talasemia itu sendiri dan juga karena splenektomi

Deformitas tulang
Selain terjadi pelebaran sumsum tulang, tulang menjadi lebih tipis dan rapuh
sehingga lebih mudah fraktur

Gangguan pertumbuhan

Gangguan jantung
Misalnya gagal jantung kongestif, aritmia.6

2. Anemia sel sabit


-

Hand-foot syndrome
Edema tangan dan kaki biasanya merupakan gejala pertama dari anemia sel
sabit dan kadang disertai demam, disebabkan karena hambatan aliran darah
masuk dan keluar dari tangan dan kaki.

Krisis nyeri
Merupakan komplikasi paling sering dari anemia sel sabit dan merupakan
alasan utama pasien masuk ruang UGD atau rumah sakit. Hal ini terjadi karena
sel sabit tersangkut pada vascular kecil sehingga menghambat aliran darah.

10

Infeksi
Orang dengan anemia sel sabit terutama bayi dan anak-anak, memiliki resiko
yang lebih besar untuk terkena infeksi. Pneumonia merupakan penyebab
kematian utama pada bayi dan anak-anak penderita anemia sel sabit

Nyeri dada akut


Gejalanya termasuk nyeri dada, batuk, kesulitan bernafas, dan demam. Kondisi
ini membahayakan nyawa dan harus dirawat di rumah sakit.

Sekuestrasi limpa
Terjadi karena sejumlah besar sel sabit terjebak di limpa dan menyebabkan
splenomegali mendadak, dimana gejalanya adalah lemah mendadak, bibir
pucat, pernafasan cepat, haus, nyeri perut bagian kiri, dan takikardia.
Terapinya adalah transfuse darah.

Kehilangan penglihatan
Terjadi karena hambatan aliran darah yang menuju ke mata dan adanya
kerusakan dari retina

Ulserasi tungkai
Biasanya terjadi di bagian bawah tubuh dengan penyebab yang belum
diketahui

Stroke
Terjadi karena sel sabit menghambat aliran darah ke vascular yang menuju ke
otak, dimana dapat terjadi sepanjang hidup dan menyebabkan gangguan belajar

Kerusakan organ, jaringan, atau tulang


Terjadi karena infark

Batu empedu

Priapismus
11

Ereksi yang nyeri, dan jika berlangsung lebih dari 4 jam maka perlu
pertolongan medis darurat karena dapat menyebabkan impotensi.8

3. Sferositosis herediter
-

Krisis aplastik atau megaloblastik


Terjadi karena seringkali penyakit ini disertai juga dengan infeksi eritroblas
sumsum tulang oleh parvovirus B19 yang menyebabkan berhentinya produksi
eritrosit secara transien, sehingga menyebabkan anemia semakin bertambah
parah. Biasanya sembuh sendiri namun kadang perlu transfuse hingga
infeksinya tuntas.5,9

Krisis hemolitik

Kolesistitis, kolelitiasis.9

4. Eliptositosis herediter
Jika disertai infeksi virus, dapat menyebabkan krisis hemolitik. Pasien dapat
menderita anemia, ikterus, dan batu empedu.10

G. Tatalaksana
1. Talasemia dan anemia sel sabit
Tujuan dari terapinya dapat dibagi menjadi 3 kategori: 1) mengidentifikasi sintesis
rantai globin yang berkurang secara langsung; 2) kompensasi sintesis dari rantai
globin yang berkurang; 3) terapi komplikasi dari talasemia, misalnya dengan
mengurangi kelebihan zat besi dan mengurangi stress oksidatif.
a. Transplantasi sel punca hematopoetik
Merupakan cara tersimpel dan sejauh ini masih merupakan terapi definitive
untuk menyembuhkan talasemia beta, terutama pasien yang baru menderita
penyakit ini dan keadaanya sangat berat sehingga sangat memerlukan
transfuse. Namun terapi ini masih memberikan resiko 5% mortalitas dan
kerusakan jaringan seiring berjalannya waktu, misalnya pertumbuhan yang
terganggu, kegagalan gonads, dan reaksi graft versus host kronis.

b. Reaktifasi farmakologis dari hemoglobin fetal

12

Berguna untuk mengkompensasi defisiensi rantai beta globin, dimana ada 3


kelas obat yang dipergunakan: 1) recombinant human erythropoietin
(rhEPO), yang bekerja pada sel progenitor eritroid saat diferensiasi eritroid; 2)
derivate asam lemak rantai pendek, berfungsi meningkatkan diferensiasi sel
dan ekspresi gen; 3) agen sitotoksik kemoterapeutik yang menghambat
progenitor yang siklusnya aktif dan memicu regenerasi eritroid dan formasi
eritrosit matang yang mengandung HbF. Kerugian dari metode ini adalah
reaktifasi gen globin fetal yang transien, dan mekanisme aktifasi sintesis HbF
yang belum jelas dan sangat kompleks.

Satu-satunya agen yang FDA-approved guna memicu sintesis HbF adalah


hidroksikarbamida (hidroksiurea; HU), di mana agen ini bersifat sitotoksis,
menghambat sintesis DNA pada progenitor eritroid yang sudah matang,
sehingga menyebabkan hambatan eritropoiesis transien yang memicu aktivasi
sel

progenitor

primitive

yang

masih

mengandung

HbF.

Tingkat

karsinogenitasnya rendah dan sangat berguna untuk anemia sel sabit namun
kurang bermanfaat untuk talasemia beta.

Asam lemak rantai pendek, misalnya butirat dan analognya memiliki waktu
paruh yang pendek sehingga memerlukan pemberian terus menerus secara IV,
dan dapat juga menghambat pertumbuhan sel eritroid.

c. Terapi gen
Terapi gen dimana DNA normal dimasukkan ke dalam sel guna mengkoreksi
defek genetic dari talasemia beta menggunakan transfeksi virus atau nonvirus
sel punca hematologis autologus, dimana yang cukup efisien adalah
lentivirus.B

d. Transfusi darah regular, guna mempertahankan kadar hemoglobin di atas 10


mg/dL, dimana darah yang diberikan adalah darah segar dengan leukosit yang
sudah disaring sebelumnya

e. Pemberian asam folat regular jika dietnya jelek


13

f. Terapi agen iron chelating


Berguna untuk mengikat kelebihan zat besi, dimana dapat digunakan
deferoxamine (per infuse atau IV), deferiprone, atau deferasirox (per oral)

g. Vitamin C 200 mg/hari guna membantu eksresi zat besi oleh deferoxamine

h. Splenektomi

i. Terapi endokrin sebagai pengganti akibat adanya end-organ failure, atau untuk
memicu pituitary jika pubertas terlambat

j. Imunisasi hepatitis B pada semua pasien non-imun dan C jika terdeteksi


genom virum pada plasma.1

k. Vaksinasi pneumokokus, hemofilus, dan meningokokus

l. Tangani krisis sel sabit dengan istirahat, rehidrasi oral atau IV, kompres
hangat, analgesic jika nyeri, dan antimikroba jika ada infeksi. Transfusi darah
diberikan bila ada anemia yang sangat berat.

2. Sferositosis herediter dan eliptosis herediter


Terapi definitive adalah splenektomi yang hanya dilakukan bila ada anemia berat
atau batu empedu.2

H. Preventif
1. Diagnosis prenatal
Diagnosis prenatal kebanyakan ditujukan untuk mendiagnosa atau menyingkirkan
kemungkinan kondisi serius yang mungkin dapat dilanjutkan dengan terminasi
kehamilan. Diagnosis prenatal dapat dilaksanakan dengan pemeriksaan sel fetus,
cairan amnion, darah fetus, atau pada kulit fetus.

Indikasi diagnosis prenatal


14

Resiko kelainan kromosom


 Usia ibu hamil di atas rata-rata
 Skrining trimester pertama

Anak sebelumnya dengan aneuploidi

Adanya perubahan kromosom pada orangtua

Riwayat kelainan monogenic pada keluarga

Defek neural tube, dimana amniosentesis untuk pemeriksaan AFP amnion


dilakukan jika didapati nilai AFP pada darah ibu yang tinggi

Indikasi psikologis, guna menyingkirkan kecemasan dan ketakutan orangtua


yang berlebih.

2. Edukasi dan konseling genetik


Konseling genetic merupakan suatu aktivitas yang bertujuan:
-

Menentukan diagnosis

Menentukan resiko rekurensi

Mengkomunikasikan kemungkinan rekurensi pada pasien dan keluarga

Menyediakan informaso mengenai permasalahan yang timbul akibat penyakit


dan perjalanan penyakit, termasuk kemungkinan beban medis, ekonomis,
psikologis, dan social.

Menyediakan informasi mengenai pilihan reproduksi yang potensial, termasuk


diagnosis prenatal

Menyediakan akses rujukan spesialistik yang sesuai

Indikasi dari konseling genetic adalah sbb:


-

Orangtua normal yang melahirkan bayi dengan kelainan congenital, di mana


pada kasus ini yang perlu dicari adalah kemungkinan anak berikutnya akan
terkena penyakit congenital tsb

Salah satu dari orangtuanya berstatus affected

Saudara dari orangtuanya berstatus affected

Melahirkan pada usia yang beresiko

Keguguran atau lahir mati yang berulang, dimana pada kasus ini, jika terjadi
lebih dari 2 kali aborsi tanpa ditemukan penyebab yang jelas, harus dilakukan

15

analisis kromosom pada orangtua guna menyingkirkan kemungkinan adanya


translokasi kromosom yang balanced.
-

Adanya paparan teratogenik atau mutagenic saat sedang mengandung

Kosanguinitas,

yang menyebabkan meningkatnya kemungkinan untuk

homozigositas dari gen-gen resesif.1

Konseling genetic memerlukan keakuratan dalam diagnosis genetic. Diagnosis


genetic perlu memperhatikan riwayat penyakit dalam keluarga, riwayat
pengobatan medis sebelumnya, pemeriksaan kromosom.

3. Untuk anemia sel sabit, hindari keadaan yang dapat memicu deformitas eritrosit,
misalnya dehidrasi, anoksia, infeksi, stasis vascular, dan permukaan kulit yang
dingin.3

I. Prognosis
1. Talasemia
Talasemia minor memberikan prognosis yang baik karena biasanya tidak
menyebabkan mortalitas dan morbiditas yang berat. Prognosis talasemia mayor
bergantung pada kepatuhan pasien terhadap terapi jangka panjang yaitu transfuse
dan agen pengikat zat besi. Transplantasi sumsum tulang alogenik mungkin
kuratif.6

2. Anemia sel sabit


Terapi baru dan agresif untuk anemia sel sabit dapat memperpanjang usia harapan
hidup dan meningkatkan kualitas hidup pasien, dimana usia harapan hidup pasien
saat ini adalah 50 tahun lebih, jauh dibandingkan dengan tahun 1973 dimana usia
harapan hidup pasien hanyalah 14 tahun.8

3. Sferositosis herediter
Tidak ada data lengkap mengenai prognosis dari penyakit ini, namun diperkirakan
prognosisnya adalah baik.9

4. Eliptositosis herediter
16

Biasanya pasien tidak menyadari bahwa ia menderita penyakit ini. Prognosis


baik.10

Penutup
Penyakit-penyakit yang termasuk ke dalam kelompok anemia hemolitik herediter merupakan
sekelompok penyakit yang derajat keparahannya ditentukan oleh seberapa berat defek genetic
yang menyebabkannya, dan memerlukan penanganan yang biasanya berlangsung seumur
hidup. Oleh karena itu, setiap pasangan dengan kelainan genetic perlu mendapat konseling
genetic guna mengetahui secara lengkap akan penyakit yang dapat diwariskan ke keturunan
berikutnya termasuk resiko serta jalan keluar yang dapat dicoba untuk menangani masalah
tsb. Dan jika perlu, dapat pula dilakukan diagnosis prenatal.

Daftar Pustaka
1. Hoffbrand AV, Moss PAH, Pettit JE, editor. Essential haematology. 5th ed.
Massachusets: Blackwell Publishing; 2006.p.58-92
2. Hillman RS, Ault KA, Rinder HM. Hematology in clinical practice. 4th ed. United
States: The McGraw-Hill Companies; 2005.p. 65-93
3. Speicher MR, Antonarakis SE, Motulsky AG, editor. Vogel and Motulsky's human
genetics: problem and approach. 4th ed. Berlin: Springer;2010. p. 365-96
4. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiadi S, editor. Buku ajar ilmu
penyakit dalam. Edisi ke-5. Jakarta: Interna Publishing; 2009. H. 1387-93
5. Kumar, Abbas, Fausto, Mitchell, editor. Robbins basic pathology. 8th ed. China:
Elsevier Saunders; 2007. p. 424-5
6. Mayo Clinic Staff. Thalassemia: complications. 4 Februari 2011. Diunduh dari:
http://www.mayoclinic.com/health/thalassemia/DS00905/DSECTION=complications,
17 September 2012.
7. Borgna-Pignatti C, Gamberini MR. Complications of thalassemia major and their
treatment. Expert Rev Hematol. 2011 Jun;4(3):353-66.

17

8. Centers for Disease Control and Prevention. Sickle cell disease: complications and
treatments.

15

September

2011.

Diunduh

dari:

http://www.cdc.gov/ncbddd/sicklecell/treatments.html, 17 September 2012.


9. Gonzalez

G.

Hereditary

spherocytosis.

10

Januari

2012.

Diunduh

dari:

http://emedicine.medscape.com/article/206107-overview#showall, 17 September 2012


10. Gersten

T.

Hereditary

elliptocytosis.

Februari

2012.

Diunduh

dari:

http://pennstatehershey.adam.com/content.aspx?productId=112&pid=1&gid=000563,
17 September 2012.

18

Anda mungkin juga menyukai