Anda di halaman 1dari 29

KONSELING UNTUK KELAINAN MAKAN

PERBAIKAN MAKALAH
Disusun guna Melengkapi Tugas Mata Kuliah
Wawasan Bimbingan dan Konseling
Dosen Pengampu: Dr. Imam Tajri, M. Pd

Oleh
NUR MAHARDIKA NIM 0105512014
ISNI DHANIANTO NIM 0105512054

PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
TAHUN AKADEMIK 2012/2013

KONSELING UNTUK PENDERITA GANGGUAN MAKAN

A. Pendahuluan
Kelainan gangguan Makan menjadi permasalahn serius dalam perilaku
makan, seperti tidak sehat secara ekstrim dalam pengurangan asupan makanan
atau makan terlalu banyak, serta perasaan tertekan atau keprihatinan yang
ekstrim tentang bentuk tubuh atau berat. Researchers are investigating how
and why initially voluntary behaviors, such as eating smaller or larger
amounts of food than usual, at some point move beyond control in some
people and develop into an eating disorder. Para peneliti sedang menyelidiki
bagaimana dan mengapa pada awalnya perilaku gangguan makan, seperti
makan dalam jumlah kecil atau lebih besar dari makanan dari biasanya, di
beberapa titik bergerak di luar kendali dan berkembang menjadi gangguan
makan. Studies on the basic biology of appetite control and its alteration by
prolonged overeating or starvation have uncovered enormous complexity, but
in the long run have the potential to lead to new pharmacologic treatments for
eating disorders.
Gangguan makan sering berkembang selama masa remaja atau dewasa
awal, tapi beberapa laporan menunjukkan onset mereka dapat terjadi selama
masa kanak-kanak atau yang lebih baru pada usia dewasa. Eating disorders
frequently co-occur with other psychiatric disorders such as depression ,
substance abuse, and anxiety disorders . 1 In addition, people who suffer from
eating disorders can experience a wide range of physical health complications,
including serious heart conditions and kidney failure which may lead to

death.Gangguan makan sering bersama terjadi dengan gangguan jiwa lain


seperti depresi, penyalahgunaan zat, dan gangguan kecemasan. Selain itu,
orang yang menderita gangguan makan dapat mengalami berbagai komplikasi
kesehatan fisik, termasuk kondisi jantung yang serius dan gagal ginjal yang
mungkin mengakibatkan kematian. Recognition of eating disorders as real and
treatable diseases, therefore, is critically important. Pengakuan gangguan
makan sebagai penyakit yang nyata dan dapat diobati, karena itu, sangat
penting. Females are much more likely than males to develop an eating
disorder. Wanita jauh lebih mungkin dibandingkan laki-laki untuk
mengembangkan gangguan makan. Only an estimated 5 to 15 percent of
people with anorexia or bulimia and an estimated 35 percent of those with
binge-eating disorder are male. Hanya diperkirakan 5 sampai 15 persen orang
dengan anoreksia atau bulimia dan diperkirakan 35 persen dari mereka dengan
gangguan pesta-makan adalah laki-laki. Many college women believe that
thinner is better.wanita perguruan banyak yang percaya bahwa lebih ramping
lebih baik. Some women may become so convinced of this that their selfesteem centers around their ability to control their weight.Beberapa wanita
bisa menjadi begitu yakin tentang hal ini bahwa harga diri mereka berpusat
pada kemampuan mereka untuk mengendalikan berat badan mereka.Believing
that their happiness and escape from problems is tied to maintaining control
over their body shape and size, they become trapped in a cycle of repeated,
ritualistic, and rigid behaviors focused on food.Percaya bahwa kebahagiaan
mereka dan melarikan diri dari masalah terkait dengan kontrol menjaga atas

bentuk tubuh mereka dan ukuran, mereka menjadi terjebak dalam siklus
berulang, ritual, dan perilaku kaku terfokus pada makanan.This cycle can
result in death.Siklus ini dapat mengakibatkan kematian.It has been estimated
that at least 3 - 6% of those with an eating disorder will die from
complications. Telah diperkirakan bahwa sedikitnya 3 - 6% dari mereka
dengan gangguan makan akan mati akibat komplikasi.
Pusat Konseling adalah spesialis komunitas dalam mengobati berbagai
masalah makan. Intervensi dini dapat menjadi salah satu faktor prediktif
terkuat untuk pemulihan. Kita kenal dengan perawatan individu yang diperluka
untuk membantu populasi khusus:atlet, penari, model, mahasiswa, orang tua,
menyakiti diri, sindrom makan malam, penyalahgunaan zat, dan konsultasi
untuk orang yang dicintai dari seorang individu teratur makan.Makan
dikendalikan oleh banyak faktor, termasuk nafsu makan, ketersediaan pangan,
keluarga, rekan, dan praktek praktek budaya, dan upaya pada kontrol
sukarela. Dieting to a body weight leaner than needed for health is highly
promoted by current fashion trends, sales campaigns for special foods, and in
some activities and professions. Eating disorders involve serious disturbances
in eating behavior, such as extreme and unhealthy reduction of food intake or
severe overeating, as well as feelings of distress or extreme concern about
body shape or weight. Diet untuk berat badan lebih ramping dari yang
dibutuhkan untuk kesehatan sangat dipromosikan oleh tren mode saat ini,
kampanye penjualan untuk makanan khusus, dan dalam beberapa kegiatan
dan melibatkan profesi.
B. Kajian Umum

1. Pengertian Gangguan Kelainan makan


Gangguan kelainan makan sering terjadi dari beberapa perilaku makan,
berupa perilaku mengurangi makan secara berlebihan hingga tidak bisa
mengontrol nafsu makan yang mengakibatkan terlalu banyak makan. Pola
perilaku ini disebabkan oleh beberapa faktor pengkondisian bentuk tubuh
tertentu. Gangguan ini biasanya dimulai pada dewasa awal.
Gangguan makan terjadi dari beberapa perilaku makan berupa perilaku
mengurangi makan hingga pada perilaku mengkonsumsi makanan secara
berlebihan. Pola perilaku ini disebabkan oleh pengaruh distress atau
disebabkan oleh beberapa faktor pengkondisian bentuk tubuh tertentu. Individu
yang memiliki gangguan makan biasanya mereka makan dalam porsi tertentu,
dalam jumlah kecil atau banyak, akan tetapi dorongan-dorongan kuat untuk
melakukan perilaku tersebut merupakan permasalahan yang tidak bisa
dikontrol oleh dirinya. Gangguan makan biasanya dimulai pada awal dewasa,
beberapa laporan menyebutkan bahwa gangguan tersebut juga muncul di awal
masa kanak-kanak yang berlanjut pada usia dewasa. Gangguan makan yang
terjadi pada masa kanak-kanak biasanya mereka sembunyikan dari orangtua.
Gangguan kelainan makan merupakan suatu penyakit yang kompleks
yang terdiri dari komponen fisik dan emosi. Gangguan makan merupakan
sindrom psikiatrik yang ditandai oleh pola makan yang menyimpang terkait
dengan karakteristik psikologis yang berhubungan dengan makan, bentuk
tubuh dan berat badan. Hasil sebuah survey yang dilakukan The Royal College
of Psychiatrist adalah sekitar 60.000 orang mungkin pernah menderita

anoreksia nervosa atau bulimia nervosa di Inggris. Akan tetapi, karena adanya
upaya untuk menutup-nutupi dan ketidakterbukaan dalam masalah ini. Eating
Disorders Association (Asosiasi yang terkait dengan gangguan pola makan)
percaya bahwa setidaknya 1% penduduk menderita anoreksia dan 3%
menderita bulimia.
2. Jenis Gangguan dan kelainan makan
Gangguan kelainan makan merupakan suatu penyakit yang kompleks,
yang terdiri dari komponen fisik dan emosi. Eating disorders (gangguan
makan) merupakan suatu sindrom psikiatrik yang ditandai oleh pola makan
yang menyimpang yang terkait dengan karakteristik psikologik yang
berhubungan dengan makan, bentuk tubuh dan berat badan. Gangguan
kelaina makan banyak terjadi pada remaja dan anak, terutama pada remaja
putri.
a. Anoreksi nervosa (AN)
Jenis gangguan makan dimana individu menjaga bentuk tubuhnya
agar tetap kurus atau untuk lebih kurus lagi dibawah berat normal. Individu
dengan anoreksia nervosa sangat takut dirinya bertambah berat badan, ia
akan mempertahankan rasa lapar secara ekstrim. Berapa tanda dan gejalanya
adalah: (a) Penurunan berat badan secara drastis, (b) Diet ketat, (c) Takut
dirinya gemuk atau bertambah berat badan, (d) depresi, (e) Cenderung untuk
makan sendiri, (f) Olahraga ketat, (g) Rambut mudah rontok,(h) Anemia (i)
Siklus menstruasi tidak teratur, (j) Memperhitungkan secara detail kalori
dan gizi, (k) Tekanan darah rendah. Adapun ciri-ciri khas dari penderita
anoreksia sebagai berikut:

1) Biasanya penderita adalah wanita, baik remaja, dewasa atau yang baru
memasuki masa puber.
2) Berada di dalam lingkungan keluarga yang memprioritaskan prestasi
sebagai kebanggaan keluarga.
3) Memiliki pandangan yang

berlebihan

tentang

kesempurnaan

penampilan.
4) Memiliki orang tua yang telalu sibuk sehingga tidak terlalu
memperhatikan

anak.

Penderita

anoreksia

berusaha

memiliki

penampilan yang sempurna untuk menarik perhatian.


5) Ditandai dengan perubahan fisik seperti rambut rontok, terhentinya
ovulasi dan menstruasi, detak jantung melambat, tekanan darah rendah
dan tidak mampu menahan rasa dingin.
6) Biasanya memiliki tingkat depresi yang lebih parah daripada bulimia.
7) Dapat menderita kerusakan hati dan organ-organ vital lainnya jika berat
badannya turun di bawah batas normal.
Gambar I
Anoreksia Nervosa

b. Bulimia nervosa (BN)


Jenis gangguan makan dimana individu makan dalam jumlah
melebihi porsi normal atau secara berlebihan, perilaku makan tersebut

sebagai akibat individu kesulitan dalam mengontrol keinginannya untuk


berhenti makan. Selanjutnya individu akan memuntahkan, atau makan obat
pencuci perut karena khawatir akan obesitas. Beberapa gejalanya antara
lain: (1) Makan secara berlebihan; (2) Diet dan olahraga berlebihan; (3)
Sering ke kamar mandi; (4) Sering melakukan evaluasi diri terhadap berat
tubuh; (5) Sering memakai obat pencuci perut sebagai cara menurunkan
berat badan; (6) Gangguan dan sering sakit gigi; (7) dehidrasi; (8) Depresi
dan sering terjadi perubahan mood; (9) Sering gembung atau sesak karena
kekenyangan. Ciri khas penderita bulimia adalah sebagai berikut:
1) Penderita lebih sulit dideteksi karena berat tubuh mereka bisa saja
melebihi batas normal, di bawah batas normal, atau bahkan mempunyai
berat tubuh yang normal.
2) Biasanya penderita adalah wanita, baik remaja maupun dewasa muda.
3) Ciri utamanya dapat dilihat dari pola makan seperti makan dalam jumlah
yang banyak dan kemudian dimuntahkan kembali atau mengonsumsi
obat pencahar dan obat diuretik untuk memuntahkan kembali makanan
yang telah disantap.
4) Memiliki berbagai

macam

gangguan

kesehatan

akibat

sering

memuntahkan kembali makanan setelah disantap, seperti terjadinya luka


pada dinding perut, radang pada usus buntu, denyut jantung tidak teratur,
kerusakan pada ginjal karena rendahnya asupan potasium, rusaknya
email gigi karena terciptanya produksi asam yang berlebihan ketika
muntah, dan terhentinya menstruasi.
5) Kemarahan tertahan karena ketidakmampuan untuk mengekspresikan
emosi dengan cara yang lazim. Biasanya penderita bulimia takut

mengecewakan orang-orang yang mereka cintai dalam lingkungan


mereka.
Gambar II
Bulimia Nervosa

c. Gangguan makan binge


Individu dengan gangguan overeating compulsive juga dikenal
dengan sebutan binge-eating disorder merupakan bentuk dari perilaku
makan dimana individu seperti kehilangan kontrol terhadap nafsu makan.
Tidak seperti gangguan bulimia, individu dengan gangguan overeating ini
tidak melakukan kegiatan apapun untuk menguruskan badannya. Akibatnya,
kebanyakan individu dengan gangguan ini mengalami berat badan
1)
2)
3)
4)
5)
6)

berlebihan (obesitas). Beberapa gejala yang dimuncul:


Makan berlebihan dari jumlah waktu makan orang secara normal.
Makan dalam jumlah porsi yang lebih besar meskipun tidak lapar.
Makan sampai kekenyangan.
Lebih menyukai makan sendiri.
Distres.
Makan banyak yang tidak diimbangi dengan olahraga.
Seseorang yang mengalami gangguan makan binge cenderung
memiliki berat badan yang lebih berat dibandingkan berat badan idealnya

yang disebabkan oleh penumpukan lemak di tubuhnya yang selanjutnya


disebut obesitas.Obesitas adalah suatu penyakit yang serius yang dapat
mengakibatkan masalah emosional dan sosial. Untuk menganalisa apakah
seseorang mengalami obesitas ataukan tidak, maka bisa dihitung dengan
standar WHO berikut ini :
INDEKS MASA TUBUH
< 18,5
18,5 24,9
25 29,9
30 34,9
35 39,9
>39,9

KATEGORI
Berat badan kurang
Berat badan normal
Berat badan lebih
Obesitas 1
Obesitas 2
Sangat obesitas

Adapun cara menentukkan obesitasnya adalah dengan menggunakan


rumus sebagai berikut :
Indeks Masa Tubuh = Berat badan (Kg)
Tinggi badan (m)2
Contoh :
Berat badan 75 kg, tinggi badan 165 cm (1,65 m)
Indeks masa tubuh = 75 kg

= 27,5

(1,65)2
Keterangan = berat badan lebih

Dalam agama islam ayat tentang obesitas diterangkan dalam al quran


dalam surat Al Araf ayat 31 :Makan dan minumlah kalian, dan janganlah
berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang

berlebih-lebihan. Ayat ini menganjurkan makan dan minum yang


merupakan penopang utama bagi kelangsungan hidup seseorang, kemudian
melarang berlebih-lebihan dalam hal tersebut karena dapat membahayakan
tubuh.

Nabi

shallallohu

alaihi

wasallambersabda,

yang

artinya:Makanlah, minumlah, berpakaianlah dan bersedekahlah tanpa


disertai dengan berlebih-lebihan dan kesombongan. (HR: Abu Daud dan
Ahmad).
Jika seseorang komitmen dengan ajaran Rasululloh maka insya Alloh
akan terhindar dari penyakit anoreksia, bulimia dan gangguan makan binge.
Rasululloh SAW mengajarkan kepada umatnya bahwa Alloh tidak
memandang kepada rupa dan tubuh-tubuh hamba-Nya.Alloh SWT menilai
seorang hamba terutama dengan melihat ketakwaannya, Rasululloh juga
melarang umatnya untuk berlebihan dalam makan, baik ekstrim makan
banyak atau ekstim kurang makan.Islam mengajarkan tubuh yang ideal
adalah tubuh yang mendukung oprimalisasi ibadah kepada Alloh SWT
dengan kesehatan dan kebugaran tubuh, bukan dari kurus dan gemuknya
tubuh tersebut.
Gambar III
Gangguan makan binge

3. Faktor Penyebab Kelainan Makanan


a. Faktor psikologis
1) Harga diri yang rendah.
2) Rasa kekurangan atau kurang kendai hidup.
3) Depresi, kecemasan, kemarahan atau kesepian.
b. Faktor interpersonal
1) Hubungan keluarga dan pribadi yang bermasalah.
2) Kesulitan mengekspresikan emosi dan perasaan.
3) Sejarah diledek mengenai ukuran atau berat badan.
4) Sejarah pelecehan seksual atau fisikal
c. Faktor sosial
1) Tekanan budaya yang membanggakan kelangsingan dan member
nilai tinggi atas pencapaian tubuh yang sempurna.
2) Definisi kecantikan yang sempit yang hanya mencantumkan wanita
dan pria dengan ukuran dan bentuk tubuh tertentu.
3) Kebiasaan budaya yang menghargai orang atas dasar penampilan fisik
dan bukan bualitas dan kekuatan dalam.
d. Faktor biologis
1) Para ilmuwan masih sedang meneliti segala biokimia dan biologis
penyebab ketidakaturan makan. Di sebagian individu yang mengalami
ketidakaturan makan, kimia tertentu diotak yang mengendalikan
kelaperan, selera dan pencernaan terbukti tidak seimbang. Arti dan
implikasi dari ketidakseimbangan tersebut masih dalam investigasi.

2) Ketidakaturan makan sering terbawa dalam keluarga. Riset terkini


member indikasi adanya penyebab genetik terhadap ketidakaturan
makan.
4. Mengenali Dampak bagi Siswa
Dampak dari gangguan pola makan mempengaruhi siswa untuk
melakukan diet, mengatur asupan makanan demi menurunkan berat badan
(Gabel & Kearney, 1998; Phelps, Sapia, Nathanson, & Nelson, 2000).
Faktor-faktor yang harus diperhatikan adalah bagaimana cara siswa
menghargai bentuk tubuhnya sendiri (Pesa, Syre, & Jones, 2000).
Ketidakpuasan terhadap bentuk tubuh diindikasikan sebagai dampak
gangguan pola makan (Phelps, dkk, 2000). Siswa sering merasakan
kekhawatiran

hingga

trauma

terhadap

makanan,

karena

untuk

menumbuhkan kepercayaan diri akibat bentuk tubuh yang disebabkan oleh


banyaknya asupan makanan sangatlah sulit. Mereka mempunyai pandangan
bahwa harga diri seseorang akan dilihat dari bentuk tubuhnya. (Brook &
Tepper, 1997, Franko & Omon, 1999, Israel & Ivanova, 2002, Leowy, 1998,
Pesa, dkk, 2000, Phelps, dkk, 2000), maka sekolah perlu mengadakan
pembahasan khusus tentang gangguan pola makan.
Perbedaan gender akan muncul pada sekitar usia delapan sampai
sepuluh tahun, sementara gangguan pola makan dan masalah-masalah
sejenisnya masih didominasi oleh siswa perempuan (Ricciardelli &
McCabe, 2001). Bentuk tubuh yang atletis sangat didambakan oleh anak
laki-laki. Anak laki-laki akan merasa minder bila tubuhnya tidak berotot,
sedangkan anak perempuan cenderung lebih menginginkan tubuh yang

langsing. Pola makan dan cara berpenampilan akan mempengaruhi


kepercayaan diri siswa. Siswa yang terlalu sibuk dengan masalah makanan
dan penampilan berpotensi mengalami gangguan berfikir dan depresi,
sehingga akan mempengaruhi harga diri mereka.
Ada banyak tanda-tanda yang wajib diperhatikan tentang gangguan
pola makan antara lain: siswa melakukan diet, masalah berat badan,
mempertahankan kelangsingan, merasa tidak percaya diri dan evaluasi diri
yang negatif. Jika pemahaman siswa terhadap tanda-tanda (terutama gejala
fisik dan perilaku) tidak tepat, maka penting bagi konselor sekolah supaya
merujuk siswa tersebut berkonsultasi dengan klinik kesehatan. Secara lebih
rinci gangguan pola makan akan disajikan dalam tabel 1 berikut ini:
Tabel 1:
Fisik, perilaku dan perhatian psikologis
Fisik
Berat badan

Perilaku
Sering keluar-masuk

Psikologis
Rendah diri

Rambut rontok

kamar mandi
Menghindari makanan

Memisahkan diri

Pembengkakan

ringan
Sering merasakan

Tak berdaya

Kelainan kulit

beratnya badan
Penyalahgunaan obat

Depresi

Perubahan warna gigi

Menghindari kerumunan

Gelisah

Kerutan pada punggung

Terisolasi

Marah-marah

Kebiasaan makan yang Perfeksionisme


tidak normal
5. Konseling bagi penderita Kelainan Makan

Penanganan yang sering dilakukan oleh konseling sekolah terhadap


gangguan pola makan siswa harus melibatkan anggota keluarga, karena
penanganan ini merupakan program bimbingan sekolah. Konselor sekolah
harus menerapkan penanganan tersebut untuk menciptakan lingkungan sekolah
yang lebih aman dan mereka harus selalu siap menanggapi isu-isu tentang
gangguan pola makan, berat badan, dan fisik siswa secara keseluruhan agar
siswa tersebut menjadi percaya diri.
Upaya penanganan secara umum dititikberatkan pada bentuk tubuh siswa,
sementara unsur-unsur yang harus dipahami antara lain: pada tingkat primer
(mengekang perilaku diet, mengatasi kekhawatiran tentang bentuk atau berat
badan), pada tingkat sekunder (mengurangi durasi gangguan makan), dan pada
tingkat tersier (mengurangi berkembangnya gangguan pola makan) (Gabel &
Kearney, 1998).
Kegiatan yang harus dilakukan dalam menangani berkembangnya
gangguan pola makan melibatkan semua faktor, yakni keluarga, sosial budaya,
kelemahan pribadi, kekhawatiran terhadap bentuk tubuh, harga diri, dan
dukungan orang tua (O'Dea, 2000). Upaya selanjutnya yang harus dilaksanakan
adalah membahas konsekuensi negatif dari pelaku diet secara tidak sehat serta
memberikan dorongan untuk makan makanan sehat serta berolahraga secara
teratur (Mussell et al., 2000).
Konselor sekolah dan komponen lainnya harus memahami dan
menyadari kepercayaan diri mereka sendiri, tentang berat badan sendiri, bentuk
tubuh sendiri, penampilan sendiri, dan harga diri sendiri terlebih dahulu.

Terlepas dari apapun bentuk kegiatan yang dilakukan oleh siswa, tugas
konselor sekolah harus menitikberatkan pada wawasan siswa, bahwa
bagaimanapun bentuk tubuh mereka harus dibanggakan. Dengan demikian,
konselor dapat membantu siswa meningkatkan harga diri dan efektivitas
pribadi dengan mengenali aspek-aspek positif dari penampilan fisik mereka
(Phelps, et al., 2000).
Pergaulan dengan teman sebaya dapat memiliki efek negatif. Perlu
diadakan diskusi kelompok sesama siswa yang pembahasannya memberikan
informasi tentang gangguan pola makan, dengan tujuan meningkatkan
pengetahuan mereka mengenai gangguan pola makan, sekaligus meningkatkan
keakraban di antara mereka (O'Dea, 2000). Dalam diskusi tersebut, siswa
diperkenalkan kepada masalah-masalah kepercayaan diri, sikap, dan perilaku
gangguan pola makan sebelum mengambil tindakan mengurangi berat badan
dan cara melakukannya. Bagi mereka, wawasan ini akan dijadikan pedoman
jika suatu saat nanti mengalami gangguan pola makan.
Pendekatan positif yang bermanfaat adalah memberikan informasi
tentang bentuk tubuh. Di sini aktivitas yang perlu diperkenalkan adalah
bagaimana mengatasi apa yang membuat mereka puas atau tidak puas dengan
bentuk tubuh mereka, serta mengupayakan agar mereka tidak terpengaruh
dengan bentuk tubuh akibat gangguan pola makan. (Gore, Vander Wal, &
Thelen, 2001). Kegiatan lain yang mungkin bisa membantu menumbuhkan
kepercayaan diri mereka adalah relaksasi, membayangkan diri sendiri sebagai
orang yang berani dan kuat, meyakinkan bahwa mereka memiliki tubuh yang

menyenangkan, memperhatikan potongan rambutnya, atau mengenakan


pakaian favorit.

a. Konseling individu
Tugas penting konselor sekolah professional selalu di garis depan
untuk membantu siswa dalam mencapai perkembangan yang optimal.
Konselor sekolah dan personil lainnya harus terlebih dahulu meneliti
kepercayaan siswa terhadap diri mereka sendiri dan perasaan tentang berat
badan, penampilan dan harga diri. Sesuai dengan pendapat Phelps dalam
Erford 2004 bahwa Konselor dapat membantu siswa meningkatkan harga
diri dan kemajuan pribadi dengan mengenali aspek-aspek positif dari
penampilan mereka.
Beberapa pendekatan yang digunakan melalui konseling sebaya
dalam proses konseling individu terutama dalam memberikan informasi
tentang gangguan makan dengan tujuan untuk meningkatkan pengetahuan
siswa terhadap gangguan makan dan meningkatkan pemahaman terhadap
gejala-gejala yang dapat diakibatkan. Melalui proses layanan tersebut
siswa diperkenalkan dengan keyakinan, sikap dan perilaku gangguan
makan, siswa mendengar saran untuk menurunkan berat badan dan cara
melakukannya.
Konselor sekolah diharapkan menjalin kerjasama dengan pofesi
professional lain yang membantu dalam penanganan gangguan makan

seperti ahli gizi, ahli diet, dokter, ahli fisiologi olahragawan dan psikiater.
Garner et al dalam Efford 2004 mengemukakan bahwa pendekatan bagi
siswa yang mengalami gangguan makan menyarankan ada dua
pendekatan.Pendekatan pertama yakni

Pendekatan Kognitif-perilaku

dengan memasukan pikiran restrukturisasi, bantuan perencanaan makan


dan sikap menantang terdistorsi tentang berat dan bentuk badan.
Pendekatan

berikutnya

dengan

Pendekatan

Psikodinamik

melalui

pemberian pemahaman perkembangan gangguan makan sebagai jenis


ketakutan, masalah keluarga, kurangnya perhatian orang tua dan
kebutuhan siswa.
Tugas

konselor

harus

menyesuaikan

tingkat

pertumbuhan

siswa.Penggunaan jurnal dan atau hasil penelitian dapat membantu


menelusuri kebiasaan dan perilaku siswa.Untuk siswa sekolah dasar,
konselor cukup memperhatikan kebiasaan makannya saja.Untuk siswa
sekolah menengah dan perguruan tinggi, konselor harus mampu
menangani faktor-faktor yang lebih kompleks dengan memperhatikan
perilaku siswa terhadap makanan, apakah mereka senang atau justru
menjauhkan diri dari makanan dan sebagainya. Melibatkan siswa dalam
proses menganalisis, mengidentifikasidan mengubah lingkungan mereka
adalah tindakan yang perlu diberdayakan (Ricciardelli& McCabe, 2001).
b. Konseling kelompok
Konseling kelompok yang berfokus pada kondisi tubuh dan faktorfaktor yang menyebabkan gangguan makan lebih mungkin terjadi dalam
lingkungan sekolah. Kelompok-kelompok tersebut memberikan para siswa

untuk terlibat dalam kegiatan dan praktik perilaku yang baru dengan
rekan-rekan mereka (Levine dan Smolak dalam Erford, 2004). Konseling
kelompok dalam memberikan bantuan kepada siswa berfungsi untuk
mempromosikan citra tubuh yang positif. Penggunaan metode role play
dan kegiatan yang mendorong untuk memasukkan ke dalam perspektif
sosial

budaya

dan

pesan

media

tentang

pentingya

penampilan

memberdayakan siswa agar mereka dapat merasa lebih baik dan mereka
mampu berkontribusi terhadap diri dari rekan-rekan mereka. Dalam
kegiatan tersebut berfungsi untuk mengidentifikasi karakteristik orang
yang dikagumi atau mengumpulkan informasi tentang bahaya dari lemak
yang buruk.Dalam konseling kelompok tersebut membahas tentang
informasi mengenai diet dan olahraga, emosi yang terkait dengan makan,
kebiasaan makan dan pengembangan keterampilan mengatasi gangguan.
Pelaksanaan diskusi dengan harapan siswa dapat belajar dalam
memahami bentuk tubuh mereka sekaligus mengantisipasi apabila temanteman mereka mengatakan bahwa bentuk tubuh mereka tidak ideal karena
mereka melakukan tanya jawab yang memungkinkan satu sama lain saling
memberikan umpan balik secara proaktif dalam mencegah gangguan pola
makan. Adapun resiko yang terjadi di dalam konseling kelompok ini
antara lain : jika menyampaikan pendapat sering emosional, atau
terdapatnya siswa yang tidak mau menyampaikan masalah pribadinya
secara terbuka.
6. Melibatkan Anggota Keluarga

Dalam

permasalahan

gangguan

makan,

pendekatan

dengan

melibatkan keluarga sangat dianjurkan untuk mengeksplorasi ekspresi emosi


siswa, konflik, depresi, kecemasan dan perasaan lain yang mungkin
dipengaruhi oleh rumah dan lingkungan keluarga (Garner et al, 1986 dalam
Erford). Hal ini lebih menyebabkan konselor sekolah profesional untuk
mengetahui sumber daya manusia siswa dan membuat rujukan untuk
layanan yang dibutuhkan. Berikut hal yang dapat dilakukan supaya keluarga
mampu mengatasi gangguan makan :
Tabel 2:
Bantuan kepada keluarga
No.
1
2
3
4
5
6

Bantuan supaya keluarga mengatasi gangguan makan


Menyediakan wawasan gangguan pola makan kepada keluarga
Menyediakan media informasi
Memfasilitasi diskusi keluarga tentang berat badan dan kesehatan
Pemberitahuan keluarga tentang resiko gangguan pola makan
Melayani keluhan yang disampaikan oleh keluarga
Memastikan hubungan keluarga dalam keadaan akrab satu sama
lain, misalnya melakukan aktivitas belanja atau makan secara

bersama-sama
Memberi penjelasan tentang bagaimana menyikapi berat badan

sendiri maupun orang lain


Membuat rujukan yang tepat mengenai pelayanan medis maupun

mental
Menekankan bahwa menghabiskan waktu dengan anak-anak dapat
memupuk hubungan kohesif yang hangat sekaligus melindungi anak

10

dari gangguan pola makan


Merencanakan program perteman-pertemuan antara orang tua dan

11

guru
Mendidik keluarga tentang pubertas dan pertumbuhdan anak secara
normal

Konselor sekolah juga perlu bekerja sama dengan siswa, terapis dan
dokter medis ketika mengatasi masalah gangguan pola makan. Hal-hal
yang perlu diperhatikan antara lain: mengenali batas/ruang lingkup kerja
dan membuat rujukan yang diperlukan. Dalam lingkungan sekolah,
konselor sekolah mengambil peran sebagai konsultan untuk mencegah,
mengidentifikasi, dan menyediakan layanan bagi siswa yang mengalami
gangguan makan tersebut.
7. Pengembangan program dan perubahan sistemik
a. Pengembangan program bimbingan
Dalam penanganan siswa yang mengalami gangguan makan maka
konselor

sekolah

profesional

dapat

mendorong

guru

untuk

menggabungkan berbagai isu terkait gizi, olahraga, dan penerimaan


diri kedalam kegiatan kelas (Gabel & Kearney, 1998 dalam Erford ).
Siswa juga bisa berikan materi tentang efek negatif dari kelaparan,
makan yang tidak teratur, makan terlalu banyak, depresi, dan
konsentrasi yang buruk.
Berbagai program bimbingan kelas dalam penanganan gangguan
makan ini diharapkan mampu menciptakan lingkungan dimana siswa
meneliti pengetahuan dan sikap tentang makanan dan makan,
mengembangkan sikap positif dan realistis terhadap tubuh mereka,
serta mendapat informasi yang akurat terhadap gangguan makan
(Rhyne-Winkler & Hubbard, 1994 dalam Erford).
Mengingat pengaruh teman sebaya, siswa diberikan pelatihan
untuk membimbing rekan-rekan mereka, program teman sebaya ini
dirasa menjadi sarana yang berguuna untuk menyebarluaskan
informasi terkait gangguan makan secara efektif. Siswa akan lebih

cenderung

untuk

mendengarkan

satu

sama

lain

pada

topik

permasalahan yang dibahas. Dalam kelompok tersebut, siswa mampu


memberikan bimbingan kepada siswa lain tentang makan dan citra
tubuh yang positif hingga dapat memberdayakan untuk kedua belah
pihak antara siswa yang memberikan informasi dan yang menerima
informasi.
Penggunaan program yang tepat dapat berfungsi sebagai faktor
pelindung terhadap siswa yang rentang terhadap masalah gangguan
makan, banyak cara lainnya yang bisa digunakan seperti rekan
mentoring program pada isu-isu lain, seperti penyalahgunaan zat
berbahaya, tindak kekerasan dan transisi ke sekolah baru.
b. Perubahan sistemik berbasis sekolah
Konselor sekolah harus menjadi sumber pengetahuan tentang
gangguan pola makan dan siap memberikan informasi atau konsultasi
kepada setiap individu, orangtua, dan siswa.Diskusi tentang perbedaan
dan pandangan tentang pengurangan berat badan dapat dilakukan
bersama dengan guru, pelatih, dan administrator. Guru juga dapat
memasukkan gangguan pola makan ini ke dalam kurikulum sehingga
dapat mengidentifikasi siswa yang mengalami gangguan pola makan
dan

selanjutnya

merujuk

siswa

tersebut

untuk

mendapatkan

penanganan lebih lanjut.Lingkungan sekolah yang aman dapat dimulai


dengan layanan konselor sekolah yang profesional.Pengenalan tandatanda dan gejala gangguan pola makan harus diketahui sejak
dini(Erford, 2004).
C. Penanganan Berdasarkan Jenjang Pendidikan
1. Sekolah Dasar

Pemberianinformasi tentang gangguan pola makan, bentuk tubuh, dan


kepercayaan diri seharusnya dimulai semenjak Sekolah Dasar sehingga
dapat mengurangi dampak dan isu gangguan pola makan itu di kemudian
hari. Anak-anak akandiharapkan dapat memberikan respon dengan baik jika
materi pencegahan gangguan pola makan disampaikan dalam bentuk puisi,
humor, atau permainan. Pada jenjang sekolah dasar para siswa belum
memiliki pengalaman tentang diet yang gagal dan belum memahami tentang
konsep makan.Oleh karena itu perlu diadakan semacam pelatihan relaksasi,
supaya mereka tidak mengalami ketakutan terhadap makanan, serta
membantu mereka dalam menanamkan prinsip-prinsip makan secara teratur
dan baik.
2. Sekolah Menengah
Pada jenjang sekolah menengah yakni adanya perubahan fisik yang
terjadi pada masa pubertas. Terjadinya perubahan bentuk tubuh, dimana
siswa akanmenjadi asing terhadap perubahan bentuk tubuhnya sendiri.
Dukungan moral sangatlah penting pada siswa di sekolah menengah,
terutama yang berkaitan dengan gangguan pola makan. Di sini perlu
diadakan semacam pertemuan, seminar pencegahan gangguan pola makan,
atau diskusi kelompok kecil, yang memungkinkan siswa bisa menghargai
kesensitifan bentuk tubuh yang ideal, sehingga mereka bisa belajar mengisi
satu sama lain. Pada pelaksanaan kegiatannya, dapat mengambil salah satu
siswa terbaik untuk menyampaikan materi, sementara yang lain diharapkan
mendapatkan dampak positif dari hasil pemaparan rekannya tersebut.

O'Dea dan Abraham (dalam Erford, 2004) menjelaskan bahwa program


khusus untuk meningkatkan harga diri, pelaksanaan diet, penurunan berat
badan dan perilaku pola makan bagi anak perempuan di sekolah menengah
diperlukan waktu 9 minggu. Program ini dimaksudkan untuk memupuk rasa
percaya diri yang tinggi bagi anak.Pelaksanaan program bisa dalam bentuk
kerja kelompok, permainan, demonstrasi atau bermain drama, sehingga anak
perempuan merasa berada di lingkungan yang aman dan percaya diri walau
memiliki bentuk tubuh yang bervariasi. Adapun rincian kegiatannya adalah
sebagai berikut:
a. Mempromosikan kegiatan yang menumbuhkan sikap yang sehat tentang
berat badan, bentuk tubuh, pertumbuhan fisik tubuh dan gizi.
b. Memantau bagaimana kesehatan dan kegiatan fisik siswa untuk
dikomunikasikan kepada keluarga.
c. Menciptakan suasana kondusif saat siswa berbicara tentang bentuk tubuh
yang negatif.
d. Mendorong siswa untuk mengkonsumsi makanan bernutrisi atau
makanan ringan.
e. Memberikan referensi dan materi tentang harga diri dan bentuk tubuh.
f. Memberikan wawasan tentang istilah gemuk bukan merupakan sebagai
hinaan atau ejekan untuk merendahkan orang lain.
g. Menyusun program kesehatan berupa:
1) Menitikberatkan pada pencegahan dan penanganan dini.
2) Melibatkan guru dan administrator.
3) Mempromosikan sikap dan kebiasaan makan secara sehat.
4) Mendorong siswa dalam pengendalian diri.
5) Menitikberatkan pada peningkatan dan pengelolaan harga diri.
6) Menyediakan materi yang tepat di ruang kerja.
7) Mengadakan diskusi yang melibatkan seluruh komunitas sekolah.
8) Menitikberatkan pada kesejahteraan siswa secara terus menerus.

Dengan pelaksanaan program tersebut maka diharapkan siswa akan


mengalami peningkatan harga diri serta mampu mengkondisikan diri mereka
terhadap gangguan makan dan solusi penanganan maupun pencegahannya.
3. Sekolah Tinggi
Pada jenjang sekolah tinggi, hal yang memerlukan perhatian serius
adalah mahasiswi yang memiliki karakter rendah diri dan memiliki masalah
dengan gangguan pola makan.Diskusi kelompok atau seminar dan
sejenisnya antar perguruan tinggi sangat diperlukan khusus untuk membahas
masalah ini (Ricciardelli& McCabe, 2001).
Pada jenjang perguruan tinggi diperlukan semacam kegiatan khusus
untuk kegiatan-kegiatan yang memungkinkan mahasiswa beraktivitas secara
produktif di bidang gangguan pola makan, tekanan untuk menjadi kurus,
dan anggapan negatif masyarakat terhadap orang gemuk. Sebuah program
yang dikembangkan adalah memberikan keyakinan supaya anak-anak
perempuan memiliki kepercayaan diri yang tinggi.Materi yang perlu
disampaikan kepada para mahasiswa adalah konsep peningkatan harga diri
dan pencegahan gangguan pola makan.Adapun materi berikutnya meliputi
pembahasan tentang tekanan sosial, hubungan dengan teman sebaya atau
dengan orang tua.Topik bahasan selanjutnya adalah peningkatan harga diri
secara fisik, pengembangan pribadi dan pengendalian diri serta mengurangi
rasa ketidakpuasan terhadap bentuk tubuh dan mengatasi berat badan
dengan cara yang tepat.
Materi inti berisi tentang individu yang telah pulih dari gangguan
pola, tetapi materi-materi tersebut harus disampaikan dengan hati-hati dan

disertai dengan pengawasan yang ketat, karena siswa sangat rentan ketika
mendengar pengalaman orang lain yang mengalami gangguan pola makan.
Hal ini bisa mengakibatkan pemahaman yang salah terhadap gangguan pola
makan itu sendiri. Misalnya, website "proanorexic" dan "probulimic" adalah
situs-situs yang sangat berbahaya, dimana di dalamnya dipromosikan cara
yang positif dan adaptif mengatasi orang yang mengalami gangguan pola
makan, orang yang sakit-sakitanserta orang-orang yang berbadan kurus
akibat anoreksia. Siswa memiliki waktu yang banyak untuk mengakses
situs-situs internet tersebut dengan tanpa pengawasan yang ketat, ditambah
dengan fasilitas chatting yang disediakan oleh teknologi internet tersebut.
4. Perbedaan Mendasar di Setiap Jenjang Sekolah (Berkaitan dengan
Pola Makan dan Penampilan)
a. Sekolah Dasar: pada usia pertumbuhan mereka telah kekhawatiran
terhadap penampilan.
1) Anak usia 5 tahun telah mengenal kekhawatiran tentang bentuk tubuh
dan kegemukan.
2) Pada usia 6 tahun siswa bercermin pada kebiasaan orang dewasa
untuk menilai daya tarik fisiknya.
3) Siswa akan menggoda, merasa malu atau menghindari persahabatan
dengan teman-teman yang gemuk atau menjauhi mereka.
4) Siswa meniru tindakan dan sikap orang tua atau yang lebih dewasa
tentang diet dan penampilan.
b. Sekolah Menengah: siswa sekolah menengah mengalami ketidakpuasan
dengan bentuk dan ukuran tubuh.
1) Ketidakpuasan terhadap bentuk tubuh siswa meningkat, dari 40% di
kelas tiga menjadi 79% di kelas enam.

2) Harga diri secara langsung terkait dengan bentuk tubuh; siswa yang
rendah diri akan memiliki resiko yang tinggi jika berada di lingkungan
asing.
3) Terdapat lebih dari 1 orang remaja putri pada setiap usia 11 sampai 17
tahun melakukan penurunan berat badan.
c. Sekolah Tinggi: mahasiswa telah memiliki pemikiran untuk membuat
keputusan secara dewasa dan secara sosial maupun fisik mereka telah
mampu mengatasi tekanan dalam proses penyesuaian diri.
1) Ketidakpuasan tentang tubuh dan kegemukan telah menjadi hal yang
normatif, khususnya bagi mahasiswa perempuan.
2) 67% perempuan dan 82% laki-laki percaya bahwa penampilan dapat
berpengaruh terhadap daya tarik, 72% dan 68%, masing-masing
bangga dengan menggunakan atribut dalam berpenampilan.
3) Siswa sekolah tinggi memiliki harga diri dan perilaku kontrol lebih
sehat daripada siswa pada jejang pendidikan yang lebih rendah.
D. Simpulan
Gangguan makan yang merupakan kondisi kompleks dapat timbul dari
berbagai penyebab potensial. Begitu dimulai, namun mereka dapat membuatmengabadikan siklus penghancuran diri emosional dan fisik. Semua gangguan
makan biasanya memiliki penyebab yang mendasari emosional yang diungkapkan
melalui hubungan yang sehat dengan makanan.Orang dengan gangguan makan
yang ditandai dengan obsesiutama dengan makanan ( baik makan banyak atau
tidak makan cukup ) dan perilaku kompulsif berkaitan dengan makan. Often these
behaviors are attempts to gain control and deal with

Seringkali perilaku ini

merupakan upaya untuk mendapatkan kontrol dan mengatasi kecemasan dan stres.
Penanganan kelainan gangguan makanan menggunakan proses konseling yang

optimal akan dapat membantu konseli mengatasi atau meminimalisasi gangguan


makanan baik secara preventif maupun asertif.
Peran konselor adalah dengan memberikan pemahaman kepada peserta
didik agar dapat mengatur pola makan sehari-hari supaya dapat terhindar dari
gangguan kelainan makan. Serta dapat menjelaskan faktor-faktor penyebab
gangguan kelainan makan serta dampak negatif terhadap produktivitas siswa
ketika belajar maupun dalam berkreasi di masyarakat. Adapun treatment yang
perlu dilakukan kepada peserta didik yakni dengan memaksimalkan dinamika
kelompok melalui konseling teman sebaya, dengan harapan bahwa penyampaian
dapat lebih diterima oleh penderita.

DAFTAR PUSTAKA

Erford, T. 2004. Professional School Counseling:

A Handbook of Theories,

Programs and Practices. Texas: CAPS Press.


Kathryn Marsden. 2008. The Complete Book of Food Combining : Panduan Diet
Sehat. Bandung : Mizan
Indra Kusumah.2007. Panduan Diet Ala Rasululloh.Jakarta : Qultum Media.
Ricciadelli, L. A., & McCabe, M. P. (2001). Childrens body image concern and
eating disturbance: A review of the literature. Clinical of Pshicology
Review, 21, 235-344.
Rita Yamayulis. 2008. 17 Alternatif untuk Langsing. Jakarta : Penebar Plus

Anda mungkin juga menyukai