Anda di halaman 1dari 17

PORTOFOLIO

No. ID Peserta : Nama Peserta : dr. Iin Citra Liana Hasibuan


No. ID Wahana : Nama Wahana : RS Krakatau Medika
Topik
: Kejang Demam Sederhana
Tanggal kasus : 20 februari 2016
Nama pasien : An. A (1,5th)
Tanggal presentasi :
Nama pendamping :
Tempat presentasi : RS Krakatau Medika
Obyek presentasi :
Keilmuan
Keterampilan
Penyegaran
Tinjauan pustaka
Diagnostik
Management
Masalah
Istimewa
Neonatus
Bayi
Anak
Remaja
Dewasa
Lansia
Deskripsi :
Pasien mengalami kejang 1 kali selama 3 menit, 2 jam SMRS, saat kejang kedua
tangan dan kaki kelonjotan, mata mendelik keatas, lidah tidak menjulur dan tidak
keluar busa. Saat dipanggil namanya tidak merespon. Setelah kejang pasien
menangis. Sebelum kejang pasien demam tinggi 39. Kejang ini merupakan kejang
pertama kali. Setiap pasien demam, ibu memberikan paracetamol hingga demam
pasien turun, tetapi demam saat ini hanya turun sebentar kemudian panas kembali.
Kelemahan pada ekstremitas, penurunan kesadaran, riwayat trauma kepala
disangkal.
Tujuan : Diagnosis serta tata laksana kejang demam sederhana
Bahan bahasan :
Tinjauan pustaka
Riset
Kasus

Audit
Cara membahas :

Diskusi
Presentasi dan diskusi
Email
Pos

Data pasien :

Nama : An. A Nomor Registrasi :

(1,5th)
Nama klinik : RS Krakatau Telp :

Terdaftar sejak :

Medika
Data utama untuk bahan diskusi :
1. Diagnosis/gambaran klinis
Pasien mengalami kejang 1 kali selama 3 menit, 2 jam SMRS, saat kejang kedua
tangan dan kaki kelonjotan, mata mendelik keatas, lidah tidak menjulur dan tidak
keluar busa. Saat dipanggil namanya tidak merespon. Setelah kejang pasien
menangis. Sebelum kejang pasien demam tinggi 39. Kejang ini merupakan kejang
pertama kali. Setiap pasien demam, ibu memberikan paracetamol hingga demam
pasien turun, tetapi demam saat ini hanya turun sebentar kemudian panas kembali.
Kelemahan pada ekstremitas, penurunan kesadaran, riwayat trauma kepala
disangkal.
2. Riwayat kesehatan/penyakit
Pasien belum pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya. Pasien tidak ada
riwayat alergi makanan maupun obat. Riwayat alergi seperti sering merah dan
gatal-gatal, bersin-bersin di pagi hari disangkal.
3. Riwayat keluarga
Pada keluarga tidak ada keluhan serupa. Riwayat kejang demam di keluarga tidak
ada, dan riwayat epilepsi tidak ada.Riwayat alergi makanan maupun obat tidak
ada.
4. Riwayat alergi
Pasien tidak memiliki riwayat alergi
5. Riwayat psikososial

Tidak ada
6. Pemeriksaan fisik
Kesadaran

: Composmentis

Keadaan umum

: Tampak sakit sedang

Tekanan darah

: 90/60 mmhg

Frekuensi nadi

: 120 kali/menit, regular, kuat, isi cukup.

Frekuensi napas

:30 kali/menit

Suhu

: 39oC (aksila)

Mata

: Konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik

Jantung
Paru

: S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-)


: Suara napas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-

Abdomen

:bising usus (+) normal, supel, hepar tidak teraba,lien tidak

teraba, nyeri tekan (-), turgor <3 detik


Ekstremitas

: akral hangat +, CRT <3, edema ()

Berat badan

: 12 kg

Status Neurologis

GCS E4M6V5

TRM Kaku kuduk (-), Laseq > 70/> 70, Kerniq >135/>135,
Brudzinski I dan II (-/-)

Nervus Kranialis (kesan tidak ada parese)


- Nervus I dan II tidak diperiksa
- Nervus V tidak diperiksa
- Nervus III, IV, VI Mata dapat bergerak ke segala arah
- Nervus VII Parese (-)
- Nervus VIII tidak diperiksa
- Nervus IX dan X Reflek muntah (+)
- Nervus XI tidak diperiksa
- Nervus XII Atrofi lidah (-), tremor (-), deviasi (-)

Kekuatan Motorik : kesan baik

Sensorik dan Otonom : kesan baik

Reflek fisiologis bisep, tricep, achiles, patella ++/++

Reflek patologis (-/-)

7. Hasil laboratorium
Jenis pemeriksaan
Hb
Leukosit

Hasil
12.1
21.37

Nilai normal
10.8-12.8
6000-17000

Ht
Trombosit
GDS
Na
Kalium

34.8
437000
128
135
3.9

40.0-48.0
150000-400000
70-110
135-155
3.6-5.0

Daftar pustaka :
1. Behrman, Kliegman, Arvinka. Nelson. Ilmu Kesehatan Anak. Vol 3. Edisi
15. EGC. Jakarta: 1999; 205-9
2. Divisi Neurologi. Kejang Demam. Dalam: Sudigdo Sastroasmoro,
penyunting. Panduan Pelayanan medis Departemen Ilmu Penyakit Anak
RSCM. Cetakan pertama. Jakarta : RSCM, 2007; Hal 249-54
3. Divisi Infeksi Tropis. Kejang Demam. Dalam: Sudigdo Sastroasmoro,
penyunting. Panduan Pelayanan medis Departemen Ilmu Penyakit Anak
RSCM. Cetakan pertama. Jakarta : RSCM, 2007; Hal 153-63
4. Divisi Nefrologi. Infeksi Saluran Kemih: Sudigdo Sastroasmoro,
penyunting. Panduan Pelayanan medis Departemen Ilmu Penyakit Anak
RSCM. Cetakan pertama. Jakarta : RSCM, 2007; Hal 221-4
5. Mangunatmadja, Irawan. Kejang Demam, Apakah Menakutkan? Dalam:
Hartono Gunardi, dkk. Penyunting. Kumpulan Tips Pediatrik. Edisi 2.
Cetakan pertama. Jakarta : Balai Penerbit IDAI, 2011; Hal 191-2
6. Pusponegoro, H.D., Dwi Putro W, Sofyan I. Konsensus Penatalaksanaan
Kejang Demam. Jakarta : IDAI Unit Neurologi, 2006.
7. Saharso,

Darto,

Hardiono

D.P.,

Irawan

mangunatmadja,

Setyo

Handyastuti, Dwi P. W., Erny. Kejang Demam. Dalam: Antonius H.


Pudjiadi, Badriul Hegar, Setyo Hanryastuti, Nikmah Salamia Idris, Ellen P.
Gandapura, Eva Devita Harmoniati, editor. Pedoman Pelayanan Medis
Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jilid 1. Cetakan pertama. Jakarta: IDAI,
2010; Hal 150-3
8. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak. Buku Kuliah 2. Ilmu Kesehatan Anak.
Bagian IKA FK UI. Jakarta: 1985; Hal 847-855.
9. Widodo, Dwi Putro. Konsensus Tata Laksana Kejang Demam. Dalam:
Hartono Gunardi, dkk. Penyunting. Kumpulan Tips Pediatrik. Edisi 2.

Cetakan pertama. Jakarta : Balai Penerbit IDAI, 2011; Hal 193-203


Hasil pembelajaran :
1. Diagnosis kejang demam sederhana
2. Tatalaksana kejang demam sederhana

Rangkuman Hasil pembelajaran portofolio


1. Subjektif
Pasien mengalami kejang 1 kali selama 3 menit, 2 jam SMRS, saat kejang kedua
tangan dan kaki kelonjotan, mata mendelik keatas, lidah tidak menjulur dan tidak
keluar busa. Saat dipanggil namanya tidak merespon. Setelah kejang pasien
menangis. Sebelum kejang pasien demam tinggi 39. Kejang ini merupakan kejang
pertama kali. Setiap pasien demam, ibu memberikan paracetamol hingga demam
pasien turun, tetapi demam saat ini hanya turun sebentar kemudian panas kembali.
Kelemahan pada ekstremitas, penurunan kesadaran, riwayat trauma kepala
disangkal.
2. Objektif
Kesadaran

: Composmentis

Keadaan umum

: Tampak sakit sedang

Tekanan darah

: 90/60 mmhg

Frekuensi nadi

: 120 kali/menit, regular, kuat, isi cukup.

Frekuensi napas

:30 kali/menit

Suhu

: 39oC (aksila)

Mata

: Konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik

Jantung
Paru
Abdomen

: S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-)


: Suara napas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/:bising usus (+) normal, supel, hepar tidak teraba,lien tidak

teraba, nyeri tekan (-), turgor <3 detik


Ekstremitas

: akral hangat +, CRT <3, edema ()

Status Neurologis

GCS E4M6V5

TRM Kaku kuduk (-), Laseq > 70/> 70, Kerniq >135/>135,
Brudzinski I dan II (-/-)

Nervus Kranialis (kesan tidak ada parese)


- Nervus I dan II tidak diperiksa

- Nervus V tidak diperiksa


- Nervus III, IV, VI Mata dapat bergerak ke segala arah
- Nervus VII Parese (-)
- Nervus VIII tidak diperiksa
- Nervus IX dan X Reflek muntah (+)
- Nervus XI tidak diperiksa
- Nervus XII Atrofi lidah (-), tremor (-), deviasi (-)
Kekuatan Motorik : kesan baik
Sensorik dan Otonom : kesan baik
Reflek fisiologis bisep, tricep, achiles, patella ++/++
Reflek patologis (-/-)

Hasil laboratorium
Jenis pemeriksaan
Hb
Leukosit
Ht
Trombosit
GDS
Na
Kalium
3. Assasment

Hasil
12.1
21.37
34.8
437000
128
135
3.9

Nilai normal
10.8-12.8
6000-17000
40.0-48.0
150000-400000
70-110
135-155
3.6-5.0

dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang didapatkan


hasil yang mendukung ke arah kejang demam sederhana
Berikut dasar teori penegakan diagnosis di atas :
DEFINISI
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal lebih dari 38C) yang disebabkan oleh suatu proses
ekstrakranium.
Mengenai definisi kejang demam ini masing-masing peneliti membuat
batasan-batasan sendiri, tetapi pada garis besarnya hampir sama. Anak yang
pernah kejang tanpa demam dan bayi berumur kurang dari 4 minggu tidak
termasuk. Derajat tingginya demam yang dianggap cukup untuk diagnosis kejang
demam ialah 38C atau lebih, tetapi suhu sebenarnya saat kejang tidak diketahui.
Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam
kembali tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang disertai demam pada bayi

usia kurang dari 1 bulan tidak termasuk kejang demam.


EPIDEMIOLOGI
Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan 5 tahun. Anak
yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kenjang demam kembali
tidak termasuk dalam kejang demam.
Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk
dalam kejang demam. Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5
tahun mengalami kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain, misalnya
infeksi SSP, atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam. 9
Menurut Consensus Statement on Febrile Seizures, kejang demam adalah
suatu kejadian pada bayi atau anak, biasanya terjadi antara umur antara umur 6
bulan dan 5 tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak terbukti adanya
infeksi intrakranial atau penyebab tertentu.

FAKTOR RISIKO
Faktor risiko berulangnya kejang demam:
1. Riwayat kejang demam dalam keluarga
2. Usia kurang dari 18 bulan
3. Temperatur tubuh saat kejang. Makin redah temperatur saat kejang makin
sering berulang
4. Lamanya demam
Faktor risiko terjadinya epilepsi di kemudian hari:
1. Adanya gangguan perkembangan neurologis
2. Kejang demam kompleks
3. Riwayat epilepsi dalam keluarga
4. Lamanya demam
KLASIFIKASI
Dahulu Livingston membagi kejang demam menjadi 2 golongan yaitu

kejang demam sederhana ( simple febrile convulsion) dan epilepsi yang


diprovokasi oleh demam (epilepsi triggered of by fever). Definisi ini tidak lagi
digunakan karena studi prospektif epidemiologi membuktikan bahwa risiko
berkembangnya epilepsi atau berulangnya kejang tanpa demam tidak sebanyak
yang diperkirakan.
Di Sub Bagian Saraf Anak Bagian IKA FK UI-RSCM Jakarta, kriteria
Livingston tersebut setelah dimodifikasi dipakai sebagai pedoman untuk membuat
diagnosis kejang demam sederhana ialah:
1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun.
2. Kejang hanya berlangsung sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit.
3. Kejang bersifat umum.
4. Kejang timbul setalah 16 jam pertama setelah timbulnya demam.
5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal.
6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal
tidak
menunjukkan kelainan.
7. Frekuensi bangkitan kejang didalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali.
Kejang demam yang tidak memenuhi salah satu atau lebih dari ketujuh
kriteria modifikasi Livingston diatas digolongkan pada epilepsi yang diprovokasi
oleh demam. Kejang kelompok kedua ini mempunyai suatu dasar kelainan yang
menyebabkan timbulnya kejang, sedangkan demam hanya merupakan faktor
pencetus saja.
Akhir-akhir ini kejang demam diklasifikasikan menjadi 2 golongan,yaitu :

Kejang demam sederhana (Simple Febrile Seizure) yaitu kejang


menyeluruh yang berlangsung kurang dari 15, menit dan tidak berulang
dalam 24 jam. Umumnya akan berhenti sendiri, kejang berbentuk umum
tonik dan atau klonik tanpa gerakan fokal. Kejang demam sederhana
merupakan 80% diantara seluruh kejang demam.

Kejang demam kompleks (Complex Febrile Seizure) yaitu kejang fokal


(hanya melibatkan salah satu bagian tubuh), berlangsung lebih dari 15

menit dan atau berulang dalam waktu singkat ( selama demam


berlangsung).
ETIOLOGI
Hingga kini belum diketahui secara pasti. Demam sering disebabkan infeksi
saluran pernafasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis dan infeksi
saluran kemih. Kejang tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi, kadang-kadang
demam yang tidak begitu tinggi dapat menyebabkan kejang.

PATOFISIOLOGI
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1C akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada
seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh,
dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu
tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan
dalam waktu singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium melalui
membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik
ini demikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun membran sel
tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter dan terjadilah
kejang.
Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari
tinggi rendahnya ambang kejang seseorang anak menderita kejang pada kenaikan
suhu tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi
pada suhu 38 C sedangkan pada anak dengan ambang kejang tinggi , kejang baru
terjadi pada suhu 40C atau lebih. Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa
terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah
sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa
penderita kejang.
Kejang demam yang berlangsung singkat umumnya tidak berbahaya dan tidak
menimbulkan gejala sisa. Tetapi kadang kejang yang berlangsung lama ( lebih dari
15 menit) biasanya disertai terjadinya apne, meningkatnya kebutuhan oksigen dan

energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapni,
asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai
denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat disebabkan
meningkatnya aktifitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak
meningkat.
Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga terjadinya
kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting
adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksemia sehingga
meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edem otak yang mengakibatkan
kerusakan sel neuron otak.
Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis setelah mendapat serangan
kejang yang berlangsung lama dapat menjadi matang dikemudian hari, sehingga
terjadi serangan epilepsi yang spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama
dapat menyebabkan kelainan anatomis diotak sehingga terjadi epilepsi.
MANIFESTASI KLINIS
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan
dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi
diluar susunan saraf pusat, misalnya tonsilitis, faringitis, otitis media akuta,
bronkitis, furunkulosis, dan lain-lain.
Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam,
berlangsung singkat dengan sifat bangkitan kejang dapat berbentuk tonik-klonik
bilateral, tonik, klonik, fokal atau akinetik. Bentuk kejang yang lain dapat juga
terjadi seperti mata terbalik keatas dengan disertai kekakuan atau kelemahan,
gerakan semakin berulang tanpa didahului kekakuan atau hanya sentakan atau
kekakuan fokal.
DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya kejang pada seorang anak yang
mengalami demam dan sebelumnya tidak ada riwayat epilepsi. Selanjutnya
dilakukan pemeriksaan lanjutan yang perlu dilakukan jika didapatkan karakteristik
khusus pada anak yaitu:

a. Pungsi lumbal
Pungsi lumbal adalah pemeriksaan cairan serebrospinal yang dilakukan untuk
menyingkirkan menigitis terutama pada pasien kejang demam pertama. Risiko
terjadinya meningitis bakterialis adalah 0,6 % -6,7 %. Pada bayi kecil seringkali
sulit untuk menegakkan diagnosis meningitis karena manifestasi klinisnya tidak
jelas. Oleh karena itu pungsi lumbal dianjurkan pada :

Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan

Bayi antara 12-18 bulan dianjurkan

Bayi > 18 bulan tidak rutin bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak
diperlukan pungsi lumbal.

b. EEG
EEG adalah pemeriksaan gelombang otak untuk meneliti ketidaknormalan
gelombang. Pemeriksaan ini tidak dianjurkan untuk dilakukan pada kejang demam
yang baru terjadi sekali tanpa adanya defisit neurologis. Pemeriksaan EEG masih
dapat dilakukan pada keadaan kejang demam yang tidak khas. Misalnya kejang
demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun atau kejang demam fokal.
c. Pemeriksaan laboratorium
Permeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam,
tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau
keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan
laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya darah perifer, elektrolit dan gula
darah.
d. Pemeriksaan imaging
Foto X-ray kepala dan pencitraaan seperti CT-Scan atau MRI jarang sekali
dikerjakan, tidak rutin dan atas indikasi seperti :

Kelaianan neorologik fokal yang menetap seperti hemipareses


Paresis nervus VI
Papiledema
Adanya riwayat dan tanda klinis trauma kepala.
Kemungkinan adanya lesi struktural diotak (mikrosefali, spastik).

DIAGNOSIS BANDING
Menghadapi seorang anak yang menderita demam dengan kejang, harus
dipikirkan apakah penyebab dari kejang itu didalam atau diluar susunan saraf
pusat (otak). Kelainan didalam otak biasanya karena infeksi, misalnya meningitis,
ensefalitis, abses otak dan lain-lain.
Oleh sebab itu perlu waspada untuk menyingkirkan dahulu apakah ada
kelainan organis di otak. Baru sesudah itu dipikirkan apakah kejang demam ini
tergolong dalam kejang demam sederhana atau epilepsi yang diprovokasi oleh
demam.
PENATALAKSANAAN
Dalam penanggulangan kejang demam ada 3 faktor yang perlu dikerjakan,
yaitu: pengobatan fase akut, mencari dan mengobati penyebab, dan pengobatan
profilaksis terhadap berulangnya kejang demam.
1. Pengobatan fase akut
Seringkali kejang berhenti sendiri. Pada waktu kejang pasien dimiringkan
untuk mencegah aspirasi ludah atau muntahan. Jalan nafas harus bebas agar
oksigenasi terjamin. Perhatikan keadaan vital seperti kesadaran, tekanan darah,
suhu, pernafasan dan fungsi jantung. Suhu tubuh yang tinggi diturunkan dengan
kompres air dingin dan pemberian antipiretik.
Obat yang paling cepat untuk menghilangkan kejang adalah diazepam yang
diberikan secara intravena atau intrarektal. Kadar diazepam tertinggi dalam darah
akan tercapai dalam waktu 1-3 menit apabila diazepam diberikan intrvena dan
dalam waktu 5 menit apabila diberikan intrarektal. Dosis diazepam intravena 0,30,5 mg/kgBB perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu
lebih dari 2 menit, dengan dosis maksimal 20 mg.
Obat yang paling praktis dan dapat diberikan orang tua atau di rumah
adalah fiazepam rectal. Dosis diazepam rektal 0,5-0,75 mg/kgBB atau diazepam
rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk
berat badan lebih dari 10 kg. Atau dengan diazepam rectal dengan dosis 5 mg
untuk anak dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak diatas usia 3 tahun.
Bila setelah pemberian diazepam rektal belum berhenti, dapat diulang lagi dengan

cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit.


Bila setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan
ke rumah sakit, dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,3 -0,5
mg/kgBB. Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara intravena
dengan dosis awal 10-20 mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1 mg/kgBB/menit atau
kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4-8
mg/kgBB/hari dimulai 12 jam setelah dosis awal. Bila dengan fenitoin kejang
belum berhenti maka pasien harus dirawat di ruang intensif. Bila kejang berhenti
pemberian obat selanjutnya tergantung jenis kejang demam dan faktor resikonya.
2. Mencari dan Mengobati Penyebab
Pemeriksaan

cairan

serebrospinal

dilakukan

untuk

meyingkirkan

kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama,.


Walaupun demikian kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada
kasus yang dicurigai mengalami meningitis atau bila kejang demam berlangsung
lama. Pada bayi kecil sering manifestasi meningitis tidak jelas, sehingga pungsi
lumbar harus dilakukan pada bayi berumur kurang dari 6 bulan dan dianjurkan
pada pasien berumur kurang dari 18 bulan. Pemeriksaan laboratorium lain perlu
dilakukan untuk mencari penyebab. Apabila disertai dengan adanya fokal infeksi
yang kemungkinan menjadi penyebab terjadinya demam, maka hal itu harus
segera diobati untuk mencegah terjadinya kejang demam berulang.
3. Pengobatan profilaksis
Pencegahan berulangnya kejang demam perlu dilakukan karena menakutkan
dan bila sering berulang menyebabkan kerusakan otak menetap. Ada 2 cara
profilaksis, yaitu:
1. Profilaksis intermittent pada waktu demam.
2. Profilaksis terus menerus dengan antikonvulsan tiap hari (rumatan).
Profilaksis intermittent
Antikonvulsan hanya diberikan pada waktu pasien demam dengan ketentuan
orangtua pasien atau pengasuh mengetahui dengan cepat adanya demam pada

pasien. Obat yang diberikan harus cepat diabsorpsi dan cepat masuk ke otak. Hal
yang demikian sebenarnya sukar dipenuhi. Peneliti-peneliti sekarang tidak
mendapat

hasil dengan fenobarbital

intermittent.

Diazepam intermittent

memberikan hasil lebih baik karena penyerapannya cepat. Dapat digunakan


diazepam intrarektal tiap 8 jam sebanyak 5 mg untuk pasien dengan berat badan
kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk pasien dengan berat badan lebih dari 10 kg,
setiap pasien menunjukkan suhu 38,50 C atau lebih. Diazepam dapat pula
diberikan oral dengan dosis 0,5 mg/kg BB/hari dibagi dalam 3 dosis pada waktu
pasien demam. Efek samping diazepam adalah ataksia, mengantuk dan hipotonia.
Profilaksis terus menerus dengan antikonvulsan tiap hari ( rumatan)
Profilaksis terus menerus berguna untuk mencegah berulangnya kejang
demam berat yang dapat menyebabkan kerusakan otak tapi tidak dapat mencegah
terjadinya epilepsi dikemudian hari. Profilaksis setiap hari terus menerus dengan
fenobarbital 3-4 mg/kg BB/hari dibagi dalam 2 dosis. Obat lain yang digunakan
adalah asam valproat dengan dosis 15-40 mg/kgBB/hari dalam 2-3 dosis.
Antikonvulsan terus menerus diberikan selama 1-2 tahun setelah kejang terakhir
dan dihentikan bertahap selama 1-2 bulan.
Indikasi obat rumatan hanya diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri
sebagai berikut ( salah satu ) :

Kejang demam > 15 menit

Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang


misalnya hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy, retardasi mental dan
hidrosefalus

Kejang fokal

Pengobatan rumatan dapat dipertimbangkan bila

Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam

Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan

Kejang demam 4 kali per tahun

Pemberian antipiretik
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi risiko
terjadinya kejang demam, namun para ahli indonesia sepakat bahwa antipiretik
tetap dapat diberikan. Dosis parasetamol yang digunakan adalah 10-15
mg/kgBB/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis ibuprofen
5-10 mg/kgBB/kali diberikan 3-4 kali sehari.

Algoritma Tatalaksana Kejang

Rujukan
Pasien kejang demam dirujuk atau dirawat di rumah sakit pada keadaan berikut:
a. Kejang demam kompleks
b. Hiperpireksia
c. Usia dibawah 6 bulan
d. Kejang demam pertama
e. Dijumpai kelainan neurologis
Prognosis
Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat, prognosisnya baik dan tidak
perlu menyebabkan kematian. Dua penyelidikan masing-masing mendapat angka
kematian 0,46% dan 0,74%. Dari penelitian yang ada, frekuensi terulangnya
kejang berkisar antara 25%-50% yang umumnya terjadi pada 6 bulan pertama.8
Berdasarkan penelitian Livingston didapati golongan kejang demam
sederhana hanya 2,9 % yang menjadi epilepsi dan dari golongan epilepsi yang
diprovokasi oleh demam ternyata 97% yang menjadi epilepsi. Risiko yang akan
dihadapi oleh seorang anak sesudah menderita kejang demam tergantung dari
faktor:

Riwayat kejang tanpa demam dalam keluarga.

Kelainan dalam perkembangan atau kelainan saraf sebelum anak


menderita kejang demam.

Kejang yang berlangsung lama atau kejang fokal.

Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor tersebut diatas, maka


dikemudian hari akan mengalami serangan kejang tanpa demam sekitar 13%,
dibanding bila hanya terdapat 1 atau tidak sama sekali faktor tersebut diatas,
serangan kejang tanpa demam hanya 2-3% saja (Consensus Statement on Febrile
Seizure, 1981).

Edukasi pada orang tua

Meyakinkan bahwa kejang demam prognosisnya baik

Memberitahukan cara penanganan kejang

Mencegah terjadinya demam

Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali

Bila anak kejang: miringkan posisi anak, longgarkan pakaian, perhatikan


jalan napas, berikan diazepam rektal

4. Planning
Tatalaksana :
1.
2.
3.
4.

Kaen 3B 8 tpm
Paracetamol 120 mg (IV)
Jika kejang : O2 1 lpm (NK) + Valium 4mg (IV)
Ceftriaxone 1 X 800 mg

Anda mungkin juga menyukai