Anda di halaman 1dari 30

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pendahuluan

Dalam proses pengecoran logam tahapan peleburan untuk mendapatkan logam


cair pasti akan dilakukan dengan menggunakan suatu tungku pelebur di mana
material bahan baku dan jenis tungku yang akan digunakan harus disesuaikan
dengan material yang akan dilebur. Jenis tungku pelebur ada berbagai macam,
antara lain diklasifikasikan dari jenis energinya atau kapasitasnya.

Pemilihan tungku peleburan yang akan digunakan untuk mencairkan


logam harus sesuai dengan bahan baku yang akan dilebur. Paduan Aluminium dan
paduan ringan lainnya biasanya dilebur dengan menggunakan tungku peleburan
jenis krusibel, sedangkan untuk besi cor menggunakan tungku induksi frekwensi
rendah atau kupola. Tungku induksi frekwensi tinggi biasanya digunakan untuk
melebur baja dan material tahan temperatur tinggi (heat-resisting alloys).

Sebelum dituangkan ke dalam cetakan, cairan logam diberikan perlakuan


cairan yang bertujuan untuk memperbaiki sifat logam yang akan dihasilkan.
Proses laku cair dapat dilaksanakan didalam tungku peleburan, ladle, tergantung
pada jenis laku cair yang akan diberikan seperti: inokulasi, desulfurisasi,
penambahan unsur paduan, dan Mg-treatment (khusus untuk pembuatan besi cor
nodular).

Tungku yang paling banyak digunakan dalam pengecoran logam antara


lain ada lima jenis yaitu; Tungku jenis kupola, tungku pengapian langsung,
tungku krusibel, tungku busur listrik, dan tungku induksi. Dalam memproduksi
besi cor tungku yang paling banyak digunakan industri pengecoran adalah
Universitas Sumatera Utara

krusibel dan tungku induksi, Berikut ini uraian tentang tungku peleburan. Pada
unit ini memperkenalkan tungku dan refraktori dan menjelaskan berbagai aspek
perancangan dan operasinya (Abrianto Akuan, 2009).

2.2 Klasifikasi Tungku

Tungku adalah sebuah peralatan yang digunakan untuk mencairkan logam pada
proses pengecoran (casting) atau untuk memanaskan bahan dalam proses
perlakuan panas (heat Treatmet).maka jenis bahan bakar yang dipilih menjadi
penting. Sebagai contoh, beberapa bahan tidak akan mentolelir sulfur dalam bahan
bakar. Bahan bakar padat akan menghasilkan bahan partikulat yang akan
mengganggu bahan baku yang ditempatkan didalam tungku. Untuk alasan ini,
maka (Abrianto Akuan, 2009).:

1. Hampir seluruh tungku menggunakan bahan bakar cair, bahan bakar gas
atau listrik sebagai masukan energinya.

2. Tungku induksi dan busur/arc menggunakan listrik untuk mencairkan baja


dan besi tuang.

3. Tungku pelelehan untuk bahan baku bukan besi menggunakan bahan


bakar minyak.

4. Tungku yang dibakar dengan minyak bakar hampir seluruhnya


menggunakan bahan bakar keoresin, terutama untuk pemanasan kembali
dan perlakuan panas bahan.

Idealnya tungku harus memanaskan bahan sebanyak mungkin sampai


mencapai suhu yang optimal. Kunci dari operasi tungku yang efisien terletak pada
pembakaran bahan bakar yang sempurna dengan udara berlebih yang minimum.
Tungku beroperasi dengan efisiensi yang relatif rendah (dibawah 70 %)
dibandingkan dengan peralatan pembakaran lainnya seperti boiler (dengan
Universitas Sumatera Utara

efisiensi lebih dari 90 %). Hal ini disebabkan oleh suhu operasi yang tinggi
didalam tungku (Abrianto Akuan, 2009).

2.2.1 Dapur Crucible

Dapur Crucible adalah dapur yang paling tua yang digunakan dalam peleburan
logam. Dapur ini mempunyai konstruksi paling sederhana. Dapur ini ada yang
menggunakan kedudukan tetap dimana penmgambilan logam cair dengan
memakai gayung. Dapur ini sangat fleksibel dan serba guna untuk peleburan yang
skala kecil dan sedang. Bahan bakar dapur Crucible ini adalah minyak karena
akan mudah mengawasi operasinya. Ada pula dapur yang dapat dimiringkan
sehingga pengambilan logam dengan menampung dibawahnya. Dapur ini
biasanya dipakai untuk skala sedang dan skala besar. Dapur Crucible jenis ini ada
yang dioperasikan dengan tenaga listrik sebagai alat pemanasnya yaitu dengan
induksi listrik frekuensi rendah dan juga dapat dengan bahan bakar gas atau
minyak, sedangkan dapur Crucible yang memakai burner sebagai alat pemanas
dengan kedudukan tetap dapat dilihat pada Gambar 2.1 (Abrianto Akuan, 2009).

Sumber:Abrianto Akuan, 2009

Gambar 2.1 Dapur kedudukan tetap


Tanur udara terbuka adalah tanur yang bentuknya seperti tungku yang
agak rendah dan logam cair akan melebur. Pada bagian bawah tanur dipasang 4
buah ruang pemanas (regenerator ). Tanur juga disangga oleh dua buah rol yang
memungkinkan untuk dimiringkan pada saat pengeluaran terak atau logam cair.
Burner diletakkan pada kedua sisi tanur dan dioperasikan secara periodik untuk
mendapatkan panas yang merata. Bahan bakar yang digunakan adalah gas atau

Universitas Sumatera Utara

minyak. Udara pembakaran dan bahan bakar biasanya dipanaskan mula dengan
melewatkan pada ruang pemanas dibawah tanur. Pemanasan ini bertujuan untuk
mempercepat terjadinya pembakaran dan menjaga agar tidak terjadi perubahan
suhu yang mencolok didalam tanur. Pintu pengisian terletak di sisi depannya.
Tanur udara terbuka biasanya digunakan untuk peleburan baja (Abrianto Akuan,
2009).

Tanur udara adalah bentuk yang dimodifikasi dari tanur udara terbuka.
Bentuknya hampir sama dengan tanur udara terbuka, penampang tempat logam
cair berbentuk lebar dan dangkal. Tanur dipanaskan dengan alat pemanas dengan
bahan bakar minyak . Burner dan udara pembakaran ditempatkan pada salah satu
ujung tanur dan udara sisa pembakaran akan keluar dari ujung yang lain.
Komposisi kimia dapat dikontrol lebih baik pada dapur ini dibanding dengan
dapur kupola. Bila ingin melakukan penambahan dilakukan dengan membuka
tutup tanur dan menuangkannya dari atas (Abrianto Akuan, 2009).

Tanur ini biasanya digunakan untuk melebur besi cor putih dan besi cor
mampu tempa, dan kadang juga digunakan untuk peleburan logam non besi.
Biaya operasi tanur ini lebih tinggi dibandingkan dengan kupola . Sering juga
tanur ini dikombinasikan dengan kupola dalam operasinya. Mula-mula peleburan
dilakukan dengan kupola kemudian cairan dipindahkan ke tanur udara untuk
diatur komposisinya.

Tanur induksi listrik adalah tanur yang melebur logam dengan medan
elektromagnet yang dihasilkan oleh induksi listrik, baik yang berfrekuensi rendah
maupun yang berfrekuensi tinggi. Tanur induksi biasanya berbentuk Crucible
yang dapat dimiringkan. Tanur ini dipakai untuk melebur baja paduan tinggi, baja
perkakas, baja untuk cetakan, baja tahan karat,dan baja tahan panas yang tinggi.

Tanur ini bekerja berdasarkan arus induksi yang timbul dalam muatan
yang menimbulkan panas sehingga memanasi crucible dan mencairkan logam di
dalam Crucible. Bentuk dari tanur induksi listrik dapat dilihat pada Gambar 2.2 di
bawah ini (Abrianto Akuan, 2009)..

Universitas Sumatera Utara

Sumber:Abrianto Akuan, 2009

Gambar 2.2. Potongan melintang tanur induksi jenis saluran 2.

2.2.2 Tungku Kupola

Kupola merupakan tungku yang memiliki bentuk silinder vertikal yang memiliki
kapasitas besar. Tungku ini diisi dengan material pengisi antara lain besi, kokas,
flux atau batu kapur, dan elemen paduan yang memungkinkan. Tungku ini
memiliki sumber energi panas dari kokas dan minyak yang diberikan untuk
meningkatkan temperatur pembakaran. Hasil peleburan dari tungku ini akan
ditapping

secara

periodik

untuk

mengeluarkan

besi

cor

yang

telah

mencair(Abrianto Akuan, 2009).

Universitas Sumatera Utara

Sumber:Mikell P Grover 2009

Gambar 2.3. Skematis dari tungku kupola

2.2.3 Tungku Busur Listrik

Peleburan logam menggunakan tungku ini dilakukan dengan menggunakan energi


yang berasal dari listrik berupa arc atau busur yang dapat mencairkan logam.
Tungku jenis busur listrik ini biasanya digunakan untuk proses pengecoran baja.

Sumber:Abrianto Akuan, 2009

Gambar 2.4 Electric furnace indirect system

Sumber:Abrianto Akuan, 2009

Gambar 2.5 Electric furnace direct system.

Universitas Sumatera Utara

2.2.4 Tungku Induksi

Tungku induksi adalah tungku yang menggunakan energi listrik sebagai sumber
energi panasnya, arus listrik bolak-balik (alternating current) yang melewati
kumparan akan menghasilkan medan magnetik pada logam pengisi (charging
material) didalamnya. Medan magnet ini juga akan melakukan mixing pada logam
cair akibat adanya gaya magnet antara koil dan logam cair yang akan
menimbulkan efek pengadukan (stiring effect) untuk menghomogenkan
komposisi pada logam cair . (Abrianto Akuan, 2009).

Logam cair didalam tungku harus dihindarkan dari kontak langsung


terhadap koil. Oleh karena itu material tahan temperatur tinggi sebagai lining
tungku harus memiliki ketebalan yang cukup untuk menahan beban logam cair
didalamnya. Pada gambar dibawah ini ditunjukan beberapa komponen utama dari
suatu tungku induksi.

Sumber:Abrianto Akuan, 2009

Gambar. 2.6 Tungku induksi listrik


Setelah logam pengisi telah mengalami pencairan maka tungku induksi ini telah
dilengkapi dengan suatu pengendali untuk melakukan penuangan (titling) kedalam
suatu ladle yang lebih kecil yang dibawa hook crane atau ladle yang dibawa oleh
dua operator ke cetakan. (Abrianto Akuan, 2009).

Universitas Sumatera Utara

2.2.5 Tungku Converter

Converter ialah sebuah tabung baja dengan dinding berlapis dan tahan terhadap
temperatur tinggi serta ditempatkan pada sebuah dudukan yang dibentuk
sedemikian rupa agar posisinya dapat diubah secara vertikal mapun secara
horizontal dengan posisi mulut berada disamping atau diatas bahkan dibawah.
Posisi ini diperlukan untuk pengisian, penghembusan karbon dioksida dan
penuangan hasil pemurnian (Abrianto Akuan, 2009).

Sumber:Abrianto Akuan, 2009

Gambar 2.7 Tungku Converter Bessemer


Proses pemurnian ini dilakukan dengan terlebih dahulu mencairkan besi
mentah ke dalam converter yang berada pada posisi horizontal kemudian
converter diubah posisinya pada posisi vertikal dan pada posisi ini udara
bertekanan 140 KN/m2 dihembuskan melalui dasar converter ke dalam besi
mentah cair, dengan demikian maka unsur karbon akan bersenyawa dengan
oksigen menjadi karbon dioxida (CO2) dan mengikat unsur-unsur lainnya.

Dengan tekanan udara sedemikian itu unsur-unsur tersebut akan terbawa


keluar dari converter, proses ini dilakukan dalam waktu 20 menit, dari proses ini
besi mentah memiliki unsur-unsur paduan tidak lebih dari 0,05 % dan 0,006 %
diantaranya adalah unsur karbon dan dianggap sebagai besi murni atau Ferrite
(Fe), selanjutnya ditambahkan unsur karbon ke dalam converter ini dengan jumlah
tertentu, coverter ini berkapasitas antara 25 ton sampai 60 ton.

Universitas Sumatera Utara

Pada dasarnya berbagai metoda dalam proses pembuatan baja ini ialah
proses pemurnian unsur besi dari berbagai unsur yang merugikan sebagaimana
telah dikemukakan terdahulu, oleh karena itu dalam proses pembuatan baja
dengan menggunakan sistem converter ini ialah salah satu proses pemurnian atau
pemisahan besi dengan menggunakan bejana sebagai alat pemanasan (peleburan)
besi kasar tersebut (Abrianto Akuan, 2009).
.

Sumber:Abrianto Akuan, 2009

Gambar 2.8 Proses oxigen pada dapur basa untuk pemurnian besi kasar

2.2.6 Tungku Thomas dan Bessemer

Thomas dan Bessemer

melakukan proses pemurnian besi kasar dalam

pembuatan baja ini pada prinsipnya sama yakni menggunakan Converter, namun
Bessemer menggunakan Converter dengan dinding yang dilapisi dengan Flourite
dan Kwarsa sehingga dinding Converter menjadi sangat keras kuat dan tahan
terhadap temperature tinggi, akan tetapi dinding converter ini menjadi bersifat
asam sehingga tidak dapat mereduksi unsur Posphor, oleh karena itu dapur
Bessemer hanya cocok digunakan dalam proses pemurnian besi kasar dari bijih
besi yang rendah Posphor (Low-Posphorus Iron Ores).

Sedangkan Thomas menyempurnakannya dengan memberikan lapisan


batu kapur (limestone) atau Dolomite sehingga dinding converter menjadi basa
dan mampu mereduksi kelebihan unsur Posphor dengan mengeluarkannya
bersama terak (lihat gambar 2.12). Linz-Donawitz (LD-Processes), salah satu
proses pemurnian besi dengan sistem converter ini pertama dikembangkan di
Universitas Sumatera Utara

austria, proses dengan hembusan udara bertekanan hingga 12 bar di atas convertor
dengan posisi vertical, setelah besi mentah (pig iron) bersama dengan sekrap
dimasukan yang kemudian dibakar, udara yang dihembuskan menghasilkan
pembakaran dengan unsur karbon, belerang dan phosphor yang terkandung
didalam besi mentah tersebut, hal ini terjadi pada saat converter dalam posisi
miring (Abrianto Akuan, 2009).
.

Sumber:Abrianto Akuan, 2009

Gambar 2.9 LD Top Blown Converter


2.3 Batu bata silica

Batu bata silika merupakan suatu refraktori yang mengandung paling sedikit 93 %
SiO2. Bahan bakunya merupakan batu yang berkualitas. Batu bata silika berbagai
kelas memiliki penggunaan yang luas dalam tungku peleburani baja dan industri
kaca. Sebagai tambahan terhadap refraktori jenis multi dengan titik fusi yang
tinggi, sifat penting lainnya adalah ketahanannya yang tinggi terhadap kejutan
panas (spalling) dan kerefraktoriannya. Sifat batu bata silika yang terkemuka
adalah bahwa bahan ini tidak melunak pada beban tinggi sampai titik fusi
terdekati. Sifat ini sangat berlawanan dengan beberapa refraktori lainnya,
contohnya bahan silikat alumina, yang mulai berfusi dan retak pada suhu jauh
lebih rendah dari suhu fusinya. Keuntungan lainnya adalah tahanan flux, stabilitas
volum dan tahanan spalling tinggi (Bambang Suharno, 2008).

Tabel 2.1 Sifat-sifat batu bata tahan api.

Universitas Sumatera Utara

Jenis batu bata

SiO2 (%)

Al2O3 (%)

Kandungan
lainnya
(%)

0Super Duty

49-53

40-44

5-7

1745-1760

High Duty

50-80

35-40

5-9

1690-1745

Menengah

60-70

26-36

5-9

1640-1680

Low Duty

60-70

23-33

6-10

1520-1595

PCE (0C)

Sumber: Bambang Suharno,2008

2.4 Pengkajian Tungku

Idealnya, seluruh panas yang dimasukkan ke tungku harus digunakan untuk


memanaskan muatan atau stok. Namun demikian dalam prakteknya banyak panas
yang hilang dalam beberapa cara. Kehilangan panas dalam tungku tersebut
meliput (Abrianto Akuan, 2009) :

1. Kehilangan gas buang: merupakan bagian dari panas yang tinggal dalam
gas pembakaran dibagian dalam tungku. Kehilangan ini juga dikenal
dengan kehilangan limbah gas atau kehilangan cerobong.

2. Kehilangan dari kadar air dalam bahan bakar: bahan bakar yang biasanya
mengandung kadar air dan panas digunakan untuk menguapkan kadar air
dibagian dalam tungku.

3. Kehilangan dikarenakan hidrogen dalam bahan bakar yang mengakibatkan


terjadinya pembentukan air

4. Kehilangan melalui pembukaan dalam tungku: kehilangan radiasi terjadi


bilamana terdapat bukaan dalam penutup tungku dan kehilangan tersebut
dapat menjadi cukup berarti terutama untuk tungku yang beroperasi pada
suhu diatas 540C. Kehilangan yang kedua adalah melalui penyusupan
udara sebab draft tungku/ cerobong menyebabkan tekanan negatif

Universitas Sumatera Utara

dibagian dalam tungku, menarik udara melalui kebocoran atau retakan


atau ketika pintu tungku terbuka.

5. Kehilangan dinding tungku/permukaan, juga disebut kehilangan dinding:


sementara suhu dibagian dalamtungku cukup tinggi, panas dihantarkan
melalui atap, lantai dan dinding dan dipancarkan ke udara ambien begitu
mencapai kulit atau permukaan tungku.

6. Kehilangan lainnya: terdapat beberapa cara lain dimana panas hilang dari
tungku, walupun menentukan jumlah tersebut seringkali sulit. Beberapa
diantaranya adalah:

a. Kehilangan panas tersimpan: bila tungku mulai dinyalakan maka


struktur dan isolasi tungku juga dipanaskan, dan panas ini hanya
akan meninggalkan struktur lagi jika tungku dimatikan. Oleh
karena itu kehilangan panas jenis ini akan meningkat dengan
jumlah waktu tungku dihidup-matikan.

b. Kehilangan selama penanganan bahan: peralatan yang digunakan


untuk memindahkan stok melalui tungku, seperti belt conveyor,
balok berjalan, bogies, dll. juga menyerap panas. Setiap kali
peralatan meninggalkan tungku mereka akan kehilangan panasnya,
oleh karena itu kehilangan panas meningkat dengan sejumlah
peralatan dan frekuensi dimana mereka masuk dan keluar tungku.

c. Kehilangan panas media pendingin: air dan udara digunakan untuk


mendinginkan peralatan, rolls, bantalan dan rolls, dan panas hilang
karena media tersebut menyerap panas.

d. Kehilangan dari pembakaran yang tidak sempurna: panas hilang


jika pembakaran berlangsung tidak sempurna sebab bahan bakar
atau partikel yang tidak terbakar menyerap panas akan tetapi panas
ini tidak disimpan untuk digunakan.

Universitas Sumatera Utara

e. Kehilangan dikarenakan terjadinya pembentukan kerak.

2.5 Sifat-Sifat Logam Cair

2.5.1 Perbedaan antara logam cair dan air

Logam cair adalah cairan seprti air, tetapi berbeda dengan air dalam beberapa hal.
Pertama, kecairan logam sangat tergantung pada temperatur, dan logam cair akan
mencair seluruhnya pada temperatur tinggi, sedangkan pada temperatur rendah
akan membentuk inti-inti kristal. Kedua, berat jenis logam cair lebih besar
daripada berat jenis air, oleh karena itu dalam segi alirannya juga akan sangat
berbeda, aliran logam mempunyai kelembaban dan gaya tumbuk yang besar
disbanding dengan air. Ketiga, air menyebabkan permukaan dinding wadah
menjadi basah, sedangkan logam cair tidak(Rahmat Saptono, 2008)..

2.5.2 Kekentalan logam cair

Aliran logam cair dipengaruhi oleh kekentalan logam cair dan kekasaran
permukaan cetakan. Sedangkan kekentalan bergantung kepada temperatur,
dimana pada temperatur tinggi kekentalan menjadi lebih rendah, dan pada
temperatur rendah kekentalan menjadi lebih tinggi (Rahmat Saptono, 2008).

2.6 Pembekuan Logam

2.6.1 Pembekuan logam murni

Bila cairan logam murni perlahan-lahan didinginkan, maka pembekuan terjadi


pada temperatur yang konstan, temperatur ini disebut titik beku. Dalam
pembekuan logam cair, pada permulaan timbullah init-inti kristal kemudian
kristal-kristal tumbuh sekeliling inti tersebut, dan inti lain yang baru timbul pada
Universitas Sumatera Utara

saat yang sama. Akhirnya seluruhnya ditutupi oleh butir kristal sampai logam cair
habis. Ini mengakibatkan seluruh logam menjadi susunan kelompok-kelompok
butir kristal dan batas-batasnya yang terjadi diantaranya disebut batas butir.
(Rahmat Saptono, 2008).

2.6.2 Pembekuan paduan

Kalau logam yang terdiri dari dua unsur atau lebih didinginkan dari keadaan cair,
maka butir-butir kristalnya akan berbeda dengan butir-butir kristal logam murni.
Apabila satu paduan yang terdiri dari komponen A dan komponen B membeku,
maka sukar didapat susunan butir-butir kristal A dan kristal B tetapi umumnya
didapat butir-butir kristal campuran dari A dan B. Secara terperinci ada dua hal,
pertama bahwa A larut dalam B atau B larut dalam A dan kedua bahwa A dan B
terikat satu sama lain dengan perbandingan tertentu. Hal pertama disebut larutan
padat dan yang kedua disebut senyawa antar-logam (Rahmat Saptono, 2008).

2.6.3 Pembekuan coran

Pembekuan coran dimulai dari bagian logam yang bersentuhan dengan cetakan,
yaitu ketika panas dari logam cair diambil oleh cetakan sehingga bagian logam
yang bersentuhan dengan cetakan itu mendingin sa mpai titik beku. Bagian dalam
dari coran lebih lambat mendingin daripada bagian luar, sehingga kristal-kristal
tumbuh dari inti asal mengarah ke bagian dalam coran dan butir-butir kristal
tersebut berbentuk panjang-panjang seperti kolom, disebut struktur kolom.
Struktur ini muncul dengan jelas apabila gradien temperatur yang besar terjadi
pada permukaan coran besar, umpamanya pada pengecoran dengan cetakan
logam. Sebaliknya pengecoran dengan cetakan pasir menyebabkan gradien
temperatur yang kecil dan membentuk struktur kolom yang tidak jelas (Rahmat
Saptono, 2008).

2.7 Logam Bukan Besi


Universitas Sumatera Utara

Indonesia merupakan negara penghasil bukan besi yaitu penghasil timah putih,
tembaga, nikel, alumunium dan sebagainya. Dalam keadaan murni logam bukan
besi ini memiliki sifat yang sangat baik namun untuk meningkatkan kekuatan
umumnya dicampur dengan logam lain sehingga membentuk paduan. Ciri dari
logam non besi adalah mempunyai daya tahan terhadap korosi yang tinggi, daya
hantar listrik yang baik dan dapat berubah bentuk secara mudah. Pemilihan dari
peduan logam non besi ini tergantung pada banyak hal antara lain kekuatan,
kemudahan dalam pemberian bentuk, berat jenis, harga bahan baku, upah
pembuatan dan penampilannya.
Logam bukan besi ini di bagi dalam dua golongan menurut berat jenisnya,
yaitu logam berat dan logam ringan. Logam berat adalah logam yang mempunyai
berat jenis diatas 5 kg/m3.

Berat jenis dari masing-masing non besi ini dapat dilihat pada tabel 2.2
Secara umum dapat dinyatakan bahwa makin berat suatu logam bukan besi maka
makin banyak daya tahan korosinya. Bahan logam bukan besi yang sering dipakai
adalah paduan tembaga, paduan alumunium, paduan magnesium, dan paduan
timah. Tabel 2.2 ini memperlihatkan perbandingan berat jenis serta berbagai
logam bukan besi (Rahmat Saptono, 2008).

Tabel 2.2 Berat jenis beberapa jenis logam


Logam
Alumunium
Tembaga
Kuningan
Timah hitam
Magnesium
Nikel
Seng
Besi
Baja

Berat Jenis (Kg/m3)


2.643
8.906
8.750
11.309
1.746
8.703
7.144
7.897
7.769

Sumber: Rahmat Saptono,2008

2.7.1 Tembaga dan Paduannya

Universitas Sumatera Utara

Tembaga diperoleh dari bijih tembaga yang disebut Chalcoporit. Chalcoporit ini
merupakan campuran Cu2S dan Cu Fe S2 dan terdapa dalam tambang-tambang
dibawah permukaan tanah.

Secara industri sebagian besar penggunaan tembaga dipakai untuk kawat


atau bahan penukar panas karena sifat tembaga yang mempunyai sifat hantaran
listrik dan panas yang baik. Tembaga ini jika dipadukan dengan logam lain akan
menghasilkan paduan yang banyak dibutuhkan oleh manusia. Dan yang paling
sering dipakai adalah campuran antara tembaga dan timah, mangan yang biasa
disebut perunggu digunakan untuk bagian-bagian mesin khusus dimana
diperlukan sifat-sifat yang luar biasa (Rahmat Saptono, 2008)..
Paduan antara tembaga dengan unsur-unsur lain dapat membentuk paduan
lain seperti:

1. Brons
Brons adalah paduan antara tembaga dengan timah dimana kandungan
dari timah kurang dari 15% karena mempunyai titik cair yang kurang
baik maka brons biasanya ditambah seng, fosfor, timbal dan sebagainya.

2. Kuningan
Kuningan adalah paduan antara tembaga dan seng, dimana kandungan
seng sampai kira-kira 40%. Dalam ketahanan terhadap korosi dan aus
kurang baik disbanding brons tetapi kuningan mampu cornya lebih baik
dan harganya lebih murah.

3. Brons Alumunium
Brons alumunium ini adalah paduan dari tembaga dan alumunium
dengan tambahan nikel dan mangan. Kandungan alumunium 8-15,5%,
nikel kurang dari 6,5% mangan kurang dari 3,5% dan sisanya adalah
tembaga.

Untuk diagram fasa dan paduannya dapat dilihat pada gambar 2.13.
kesetimbangan fasa tembaga dimana pada diagram ini dapat dilihat temperature
terbentuknya fasa cairan, fasa dan fasa pada logam tembaga serta mengetahui
Universitas Sumatera Utara

temperatur cair dari kadar komposisi tembaga dengan kadar 100% Cu atau
tembaga murni adalah 1084C (Rahmat Saptono, 2008)..

2.7.2 Seng dan Paduannya

Seng adalah logam bukan besi kedua setelah tembaga yang diproduksi secara
besar yang mana lebih dari 75% produk cetak tekan terdiri dari paduan seng.
Logam ini mempunyai kekuatan yang rendah dengan titik cair yang juga rendah
dan hampir tidak rusak di udara biasa. Dan dapat digunakan untuk pelapisan pada
besi, bahan baterai kering dan untuk keperluan percetakan.

Selain itu seng juga mudah dicetak dengan permukaan yang bersih dan
rata, daya tahan korosi yang tinggi serta biaya yang murah. Dikenal seng
komersial dengan 99,995 seng disebut special high grade. Untuk cetak tekan
diperlukan logam murni karena unsur-unsur seperti timah, cadmium dan tin dapat
menyebabkan kerusakan pada cetakan cacat sepuh.

Paduan seng banya digunakan dalam industri otomotif, mesin cuci,


pembakar minyak, lemari es, radio, gramafon, televisi, mesin kantor dan
sebagainya (Rahmat Saptono, 2008)..

2.7.3 Magnesium dan Paduannya

Paduan magnesium (mg) merupakan logam yang paling ringan dalam hal berat
jenisnya. Magnesium mempunyai sifat yang cukup baik seperti alumunium, hanya
saja tidak tahan terhadap korosi. Magnesium tidak dapat dipakai pada suhu diatas
150C karena kekuatannya akan berkurang dengan naiknya suhu. Sedangkan pada
suhu rendah kekuatan magnesium tetap tinggi.
Universitas Sumatera Utara

Magnesium dan paduannya lebih mahal daripada alumunium atau baja dan
hanya digunakan untuk industry pesawat terbang, alat potret, teropong, suku
cadang mesin dan untuk peralatan mesin yang berputar dengan cepat dimana
diperlukan nilai inersia yang rendah. Logam magnesium ini mempunyai
temperature 650C yang perubahan fasanya dapat dilihat pada gambar 2.14.
Karena ketahanan korosi yang rendah ini maka magnesium memerlukan
perlakuan kimia atau pengecekan khusus segera setelah benda decetak tekan.
Paduan magnesium memiliki sifat tuang yang baik dan sifat mekanik yang baik
dengan komposisi 9% Al, 0,5% Zn, 0,13% Mn, 0,5% Si, 0,3% Cu, 0,03% Ni dan
sisanya Mg. kadar Cu dan Ni harus rendah untuk menekan korosi (Rahmat
Saptono, 2008).

2.8 Alumunium dan Paduannya

2.8.1 Sejarah penemuan alumunium

Bauksit merupakan salah satu sumber alumunium yang terdapat di alam. Bauksit
ini banyak terdapat di daerah Indonesia terutama di daerah Bintan dan pulau
Kalimantan. Alumunium ini pertama kali ditemukan oleh Sir Humprey Davy pada
tahun 1809 sebagai suatu unsur dan kemudian di reduksi pertama kali oleh H.C.
Oersted pada tahun 1825(Rahmat Saptono, 2008)..

C.M.

Hall seorang

berkebangsaan

Amerika

dan

Paul Heroult

berkebangsaan Prancis, pada tahun 1886 mengolah alumunium dari alumina


dengan cara elektrolisa dari garam yang terfusi. Selain itu Karl Josep Bayer
seorang ahli kimia berkebangsaan Jerman mengembangkan proses yang dikenal
dengan nama proses Bayer untuk mendapat alumunium murni. (Lawrence H. Van
Vlack, 1989).

Proses Bayer ini mendapat alumunium dengan memasukkan bauksit halus


yang sudah dikeringkan kedalam pencampur lalu diolah dengan soda sapi (NaOH)
dibawah pengaruh tekanan dan suhu diatas titik didih. NaOH akan bereaksi
Universitas Sumatera Utara

dengan bauksit menghasilkan aluminat natrium yang larut. Selanjutnya tekanan


dikurangi dengan ampas yang terdiri dari oksida besi, silicon, titanium dan
kotoran-kotoran lainnya disaring dan dikesampingkan. Lalu alumina natrium
tersebut dipompa ketangki pengendapan dan dibubuhkan Kristal hidroksida
alumina sehingga Kristal itu menjadi inti Kristal. Inti dipanaskan diatas suhu
980C dan menghasilkan alumina dan dielektrosida sehingga terpisah menjadi
oksigen dan aluminium murni.

Pada setiap 1 kilogram alumunium memerlukan 2 kilogram alumina dan 4


kilogram bauksit, 0,6 kilogram karbon, criolit dan bahan-bahan lainnya.
Penggunaan alumunium ini menduduki urutan kedua setelah besi dan baja dan
tertinggi pada logam bukan besi untuk kehidupan industry (Lawrence H. Van
Vlack, 1989).

2.8.2 Struktur sifat-sifat alumunium

Dalam pengertian kimia alumunium merupakan logam yang reaktif. Apabila di


udara terbuka ia akan bereaksi dengan oksigen, jika reaksi berlangsung terus maka
alumunium akan rusak dan sangat rapuh. Permukaan alumunium sebenarnya
bereaksi bahkan lebih cepat daripada besi. Namun lapisan luar alumunium oksida
yang terbentuk pada permukaan logam itu merekat kuat sekali pada logam
dibawahnya, dan membentuk lapisan yang kedap. Oleh karena itu dapat
dipergunakan untuk keperluan kontruksi tanpa takut pada sifat kimia yang sangat
reaktif. Tapi jika logam bertemu dengan alkali lapisan oksidanya akan mudah
larut. Lapisan oksidanya akan bereaksi secara aktif dan akhirnya akan mudah larut
pada cairan sekali. Sebaliknya berbagai asam termasuk asam nitrat pekat pekat
tidak berpengaruh terhadap alumunium karena lapisan alumunium kedap terhadap
asam (Rahmat Saptono, 2008)..

Alumunium merupakan logam ringan yang mempunyai ketahan korosi


yang sangat baik karena pada permukaannya terhadap suatu lapisan oksida yang
melindungi logam dari korosi dan hantaran listriknya cukup baik sekitar 3,2 kali

Universitas Sumatera Utara

daya hantar listrik besi. Berat jenis alumunium 2,643 kg/m3 cukup ringan
dibandingkan logam lain.

Kekuatan alumunium yang berkisar 83-310 MPa dapat dilipatkan melalui


pengerjaan dingin atau penerjaan panas. Dengan menambah unsur pangerjaan
panas maka dapat diperoleh paduannya dengan kekuatan melebihi 700 MPa
paduannya.

Alumunium dapat ditempa, diekstruksi, dilengkungkan, direnggangkan,


diputar, dispons, diembos, dirol dan ditarik untuk menghasilkan kawat. Sipanasan
dapat diperoleh alumunium dengan bentuk kawat foil, lembaran pelat dan profil.
Semua paduan alumunium ini dapat di mampu bentuki (wrought alloys) dapat di
mesin, di las dan di patri (Rahmat saptono, 2008)

.
2.8.3 Sistem Penomoran Alumunium

Alumunium dapat diklasifikasikan kepada tiga bagian besar yaitu: alumunium


komersial murni paduan alumunium mampu tempa, dan alumunium cor. Asosiasi
alumunium membuat sistem 4 angka mengidentifikasikan alumunium. Di bawah
ini ada tabel 2.3. yang dibuat Asosiasi Alumunium untuk mengidentifikasikan
alumunium ini (Rahmat saptono, 2008).

Tabel 2.3 Alumunium Assosiasi Index System


Paduan Alumunium
Alumunium 99,5% murni
Alumunium 99,5% murni
Al-Cu merupakan unsur paduan utama
Al-Mn merupakan unsur paduan utama
Al-Si merupakan unsur paduan utama
Al-Mg merupakan unsur paduan utama
Al-Mg dan Si merupakan unsur paduan utama
Al-Zn merupakan unsur paduan utama

Nomor
1001
1100
2010 2029
3033 3009
4030 4039
5050 5086
6061 6069
7070 7079

Sumber: Rahmat Saptono, 2008

Universitas Sumatera Utara

Sistem ini menunjukkan nomor indeks dari paduan alumunium termasuk


seperti paduan 99% alumunium murni, coper, mangan, silicon magnesium. Sistem
ini tidak menunjukkan paduan terbesar dari elemen alumunium. Angka kedua
mempunyai batas 0 sampai dengan 9. Angka nol menunjukkan tidak ada kontrol
khusus pada pembuatan alumunium. Angka setelah angka kedua menunjukkan
kuantitas minimum dari unsur lain yang tidak dalam kontrol.

Sebagai contoh alumunium dengan nomor seri 1075. Ini berarti


alumunium mempunyai 99,75% yang terkontrol atau alumunium murni.
Sedangkan 0,25% paduan tanpa kontrol. Nomor 1180 diidentifikasikan sebagai
paduan dimana 99,80% alumunium murni dengan 0,20% berbagai macam
campuran tambahan (Rahmat saptono, 2008).
.
Pada seri 2010 sampai 7079 setelah angka kedua tidak mempunyai arti
khusus hanya menunjukkan pabrikasi. Angka ketiga dan terakhir memperlihatkan
berapa paduan yang terkandung pada saat proses pembuatan. Sebagai contoh
alumunium seri 3003 adalah alumunium mangan alloy yang mrngandung sekitar
1,2% mangan dan minimum 90% alumunium. Contoh lain misalkan 6151
alumunium, adalah paduan alumunium dengan silicon-magnesium-chromium.
Disini angka 6 menunjukkan bahwa paduan adalah magnesium silicon, dan angka
151 sebagai identitas paduan khusus dan persentase dari paduan. Jika angka 1
pada digit kedua menunjukkan bahwa paduan itu adalah chromium dan
kandungannya adalah 0,49%. Berarti paduan itu adalah 99,51% terdiri dari
alumunium magnesium dan silicon.

Alumunium juga dapat digolongkan apakah bias di heat-treatment atau


tidak.Alumunium yang tidak dapat dilakukan perlakuan panas termasuk
alumunium murni atau seri 1000, mangan atau seri 3000 dan magnesium seri
5000. Alumunium dapat di heat-treatment jika mengandung satu dari copper,
magnesium, silicon ataupun zinc. Seri 4000 adalah seri silicon dari paduan
alumunium yang sebagian besar dapat dilas dan untuk bahan pengisi pada proses
pangelasan (Rahmat saptono, 2008).

Universitas Sumatera Utara

2.8.4 Paduan-paduan Alumunium Yang Utama

Alumunium lebih banyak dipakai sebagai paduan daripada logam murni sebab
tidak kehilangan sifat ringan dan sifat-sifat mekanisnya serta mampu cornya
diperbaiki dengan menambah unsur unsur lain. Unsur-unsur paduan yang tidak
ditambahkan pada alumunium murni selain dapat menambah kekuatan
mekaniknya juga dapat memberikan sifat-sifat baik lainnya seperti ketahanan
korosi dan ketahanan aus (Lawrence H. Van Vlack, 1989).

Adapun paduan-paduan alumunium yang sering dipakai yaitu (Lawrence


H. Van Vlack, 1989):

1. Al-Cu dan Al-Cu-Mg


Mempunyai kandungan 4% Cu dan 0,5% Mg untuk menambah kekuatan
paduan mampu mesin yang baik serta dipakai pada bahan pesawat terbang.

2. Al-Mn
Mn adalah unsur yang memperkuat Al tanpa mengurangi ketahanan korosi
dan dipakai untuk membuat paduan yang tahan korosi.

3. Paduan Al-Si
Sangat baik kecairannya dam mempunyai permukaan yang bagus sekali,
mempunyai ketahanan korosi yang sangat baik sangat ringan, koefisien
pemuai yang kecil, dan penghantar yang baik untuk listrik dan panas.
Karena kelebihan yang menyolok maka paduan ini sangat banyak dipakai.

4. Paduan Al-Mg
Paduan ini mempunyai kandungan magnesium sekitar 4% sampai 10%
mempunyai ketahanan korosi yang sangat baik, dapat ditempa, di rol dan
di ekstruksi. Karena sangat kuat dan mudah di las maka banyak dipakai
sebagai bahan untuk tangki LNG, kapal laut, kapal terbang serta peralatanperalatan kimia.
Universitas Sumatera Utara

2.8.5 Paduan Al-Cu dan Al-Cu-Mg

Seperti telah dikemukakan pada uraian sebelumnya, paduan coran alumunium ini
mengandung 4-5% Cu. Ternyata dari fasa paduan ini mempunyai daerah luas dari
pembekuannya, penyusutan yang besar, resiko besar pada kegetasan panas dan
mudah terjadi retakan pada coran. Adanya Si sangat berguna untuk mengurangi
keadaan itu dan penambahan Si sefektif untuk memperhalus butir. Dengan
perlakuan panas pada paduan ini dapat dibuat bahan yang mempunyai kekuatan
tarik kira-kira 25kgf/mm2 . (Tata Surdia dan Sinroku Saito, 1995).

Sebagai paduan, Al-Cu-Mg ini mengandung 4% Cu, dan 0,5%ditemukan


oleh A.Wilm dalam usahanya mengembangkan paduan Al yang kuat,
dinamakannya yaitu duralumin. Duralumin adalah paduan praktis yang sangat
terkenal disebut paduan alumunium dengan nomor 2017, komposisi standarnya
adalah 4% Cu, 1,5% Mn dinamakan paduan dengan nomor 2044 nama lamanya
yaitu duralumin super.. Tabel dibawah ini menunjukkan sifat-sifat paduan
alumunium ini(Tata Surdia dan Sinroku Saito, 1995).

Tabel 2.4. Sifat-sifat paduan Al-Cu-Mg


Paduan
175
(2017)
A175
(A2017)
RJ17
24S

O
T4

Kekuatan
tarik
(kgf/mm2)
18,3
43,6

Kekuatan
mulur
(kgf/mm2)
7,0
28,1

Perpanja
ngan
(%)
-

Kekuatan
geser
(kgf/mm2)
12,7
26,7

Kekera
san
Brinel
45
105

T4

30,2

16,9

27

19,7

70

9,5

42,9

24,6

22

100

18,9

7,7

22

12,7

42

Keada
an

Setela
h
dianil
O

Batas lah
(kgf/mm2)
7,7
12,7

Universitas Sumatera Utara

(2024)
14S
(2014)

T4
T36
O
T4
T4

47,8
51,3
19,0
39,4
49,0

32,3
40,1
9,8
28,0
42,0

22
18
25
13

28,8
29,5
12,7
23,9
29,5

120
130
45
100
135

Sumber: Rahmat Saptono, 2008

Paduan Al-Cu-Mg ini dihasilkan melalui proses pencampuran paduan ini pada
temperatur 550C.

2.8.6 Paduan Al-Si (4030-4039)

Paduan Al-Si ini sangat baik kecairannya, yang mempunyai permukaan bagus
sekali, pada ketegasan panas dan sangat baik untuk paduan cor. Sebagai tambahan
paduan ini mempunyai ketahanan korosi yang baik dan sangat ringan, koefisien
pemuaian yang kecil dan penghantar listrik dan panas yang baik. Karena
mempunyai kelebihan yang mencolok ini maka paduan ini sangat banyak
dipergunakan (Tata Surdia dan Sinroku Saito, 1995).
.
Paduan Al-Si ini ditemukan pertama kali oleh A. Pacz pada tahun 1921
dan paduan yang telah diadakan perlakuan tersebut dinamakan silumin.Paduan
Al-Si dengan kandungan 12% sangat banyak dipakai untuk paduan cor cetak.
Tetapi dalam hal modifikasi tidak perlu dilakukan. Sifat-sifat paduan ini dapat
diperbaiki dengan perlakuan panas dan sedikit diperbaiki dengan tambahan unsure
paduan lainnya yang umum dipakai yaitu 0,15 0,4% Mn dan 0,5% Mg. paduan
yang diberi perlakuan peraturan dan ditempa dinamakan silumin . Paduan yang
memerlukan paduan panas ditambah juga dengan unsur Mg, Cu dan Ni untuk
memberikan kekerasan pada saat proses pemanasan. Bahan ini biasa dipakai
untuk torek motor. Tabel 2.5 ini menunjukkan kekuatan dan sifat mekanis Al-S
(Tata Surdia dan Sinroku Saito, 1995).

Tabel 2.5 Sifat-sifat kimia paduan Al-Si


Paduan

Keadaa
n

Kekuatan
tarik
(kgf/mm2)

Kekuatan
mulur
(kgf/mm2)

Perpanja
ngan
(%)

Kekuatan
geser
(kgf/mm2)

Keker
asan
Brinel

Batas
lelah
(kgf/mm2)

Universitas Sumatera Utara

175

18,3

7,0

12,7

45

7,7

(2017)

T4

43,6

28,1

26,7

105

12,7

T4

30,2

16,9

27

19,7

70

9,5

Setelah
dianil

42,9

24,6

22

100

18,9

7,7

22

12,7

42

T4

47,8

32,3

22

28,8

120

T36

51,3

40,1

29,5

130

19,0

9,8

18

12,7

45

T4

39,4

28,0

25

23,9

100

T4

49,0

42,0

13

29,5

135

A175
(A2017)

RJ17

24S
(2024)

14S
(2014)

Sumber: Tata Surdia dan Sinroku Saito,1995

Koefisien pemuaian termal dari Si sangat rendah, oleh karena itu paduannya
mempunyai koefisien yang rendah juaga apabila ditambah Si lebih banyak.
Berbagai cara dicoba untuk memperhalus butir primer Si, seperti yang telah
dikembangkan pada paduan Hypereotektik Al-Si sampai dengan 29%Si. Paduan
Al-Si juga banyak dipakai untuk elektroda pengerasan terutama yang
mengandung 5% Si. (Tata Surdia dan Sinroku Saito, 1995).

2.8.7 Paduan Al-Mg-Si (6001 6069)

Kalau sedikit Mg ditambahkan pada Al pengerasan penuaan sangat jarang terjadi.


Paduan alam system ini mempunyai kekuatan yang kurang baik sebagai bahan
tempaan dibandingkan dengan paduan-paduan lainnya tetapi sangat liat dan
Universitas Sumatera Utara

sangat baik mampu bentuknya yang tinggi pada temperatur biasa. Mempunyai
kemampuan bentuk yang lebih baik pada ekstruksi dan tahan korosi dan sebagai
tambahan banyak digunakan untuk angka-angka konstruksi(Rahmat Saptono,
2008).
Karena paduan ini mempunyai kekuatan yang sangat baik tanpa
mengurangi sifat kehantaran listriknya maka dapat digunakan untuk kabel tenaga
listrik. Dalam hal ini pencampuran dengan Cu, Fe dan Mn perlu dihindari karena
unsur-unsur itu menyebabkan tahanan listrik menjadi tinggi. Kelebihan dari
paduan Al-Mg-Si dapat dilihat pada tabel 2.6.

Tabel 2.6 Sifat-sifat paduan Al-Mg-Si


Kekuatan
mulur
(kgf/mm2)

Perpanjan
gan (%)

Kekuatan
geser
(kgf/mm2)

Kekeras
an
Brinell

Kekuatan
lelah
(kgf/mm2)

Paduan

Keadaan

Kekuatan
tarik
(kgf/mm2)

6061

O
T4
T6

12,6
24,6
31,6

5,6
14,8
28,0

30
28
15

8,4
16,9
21,0

30
65
95

6,3
9,5
9,5

6063

T5
T6
T83

19,0
24,6
26,0

14,8
20,8
24,6

12
12
11

11,9
15,9
15,5

60
73
82

6,7
6,7
-

Sumber: Tata Surdia dan Sinroku Saito,1995

2.8.8 Paduan Al-Mg-Zn (7075)

Alumunium menyebabkan keseimbangan biner semu dengan senyawa antar


logam MgZn2 dan kelarutannya menurun apabila temperatur turun. Telah
Diketahui sejak lama bahwa paduan sistem ini dapat dibuat keras sekali dengan
penuaan setelah perlakuan pelarutan. Tetapi sejak lama tidak dipakai sebab
mempunyai sifat patah getas oleh retakan korosi tegangan (Tata Surdia dan
Sinroku Saito, 1995).

Di Jepang pada permulaan tahun 1940 Igarasi dan kawan-kawan


mengadakan studi dan berhasil mengembangkan suatu paduan logam dengan

Universitas Sumatera Utara

penambahan kira-kira 3% Mn atau Cr dimana butir kristal dapat diperhalus dan


mengubah bentuk resivitasi serta retakan korosi tegangan hampir tidak terjadi.
Pada saat itu paduan tersebut dinamakan Duralumin super ekstra.Paduan yang
terdiri dari 5,5% Zn, 2,5-1,5% Mn, 1,5% Cu, 0,3% Cr, 0,2% Mn dan sisanya Al
sekarang dinamakan paduan 7075 mempunyai kekuatan tertinggi diantara paduanpaduan lainnya. Sifat-sifat mekaniknya dapat dilihat pada tabel 2.6. Penggunaan
paduan ini yang paling besar adalah untuk bahan konstruksi untuk pesawat
terbang. Disamping itu penggunaannya juga penting untuk bahan konstruksi (Tata
Surdia dan Sinroku Saito, 1995).

2.9 Dapur Crucible pada Departemen Teknik Mesin USU

Pada laboratorium Foundry Departemen Teknik Mesin terdapat sebuah dapur


crucible untuk peleburan aluminium, dan kapasitas dapur crucible adalah 30Kg.
dapur inilah yang akan menjadi objek modifikasi pada perencanaan.

Dapur crucible ini memiliki beberapa kelebihan, yaitu:


1. Teknik operasi peleburan yang sederhana
2. Mampu melebur aluminium dengan kapasitas 30Kg
3. menggunakan bahan bakar yang aman yaitu minyak tanah
4. mudah dalam pengambilan terak

Disamping memiliki kelebihan, dapur ini juga memiliki kelemahan, yaitu:


1. operasi peleburan membutuhkan waktu yang ralatif lama
2. adanya panas yang terbuang melalui plat dinding samping
3. tidak memiliki plat penutup atas
4. terdapat banyak dinding dapur yang kropos dan rapuh

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.10 keadaan dapur pada lab. Foudry

Melihat kelemahan dari dapur crucible yang ada pada laboratorium


Foundry Departemen Teknik Mesin USU, maka harus dilakukan perbaikan pada
dapur agar nantinya dapur lebih efisiein dan.
Rencana perbaikan yang akan dilakukan adalah :
1. merancang ulang dan membuat cawan lebur

2.9.1 Data Dapur Peleburan sebelum di Rancang Ulang

Tabel 2.7 Data kalor terserap sebelum di rancang ulang


Bahan yang diserap
Kalor yang terserap aluminium

Kalor yang terserap

Bahan yang diserap


Kalor yang terserap batu tahan api

Kalor yang terserap

Kalor yang terserap plat dinding samping


Kalor yang diserap cawan lebur
Kalor yang diserap plat penutup atas
Total

31971,73 KJ
298028,99 KJ
383,8 KJ
40467,42 KJ
5270,56 KJ
376112,5 KJ

Sumber:Bramantha Ginting,,2008

Tabel 2.8 Data kalor terbuang sebelum dirancang ulang


Kalor terbuang

Besar Kalor Terbuang

Panas terbuang melalui cawan lebur

3250,29 KJ/Jam

Panas terbuang melalui plat dinding samping

761,6797 KJ/Jam

Panas terbuang melalui plat penutup atas

2160,855 KJ/Jam

Total

6172,8247 KJ/Jam

Sumber:Bramantha Ginting,,2008

Table 2.9 Waktu serta bahan bakar yang dibutuhkan untuk peleburan
waktu peleburan

2,51 jam

Jumlah bahan bakar yang dibutuhkan

9,43 liter

Sumber:Bramantha Ginting,,2008

Universitas Sumatera Utara

2.9.2 Data Dapur Peleburan Hasil Survey


Survey ini dilakukan pada dapur peleburan aluminium industri rumah tangga
Lokasi survey berada di simpang Kayu Besar Desa Sena Besar Tanjung Morawa
Deli Serdang.. Dapur peleburan ini menggunakan bahan bakar minyak tanah dan
sama seperti yang akan dirancang ulang. Berdasarkan survey dapur peleburan
dilapangan pada dapur crucible dengan kapasitas 30Kg, didapat hasil efisiensi
dilapangan lebih besar dibandingkan dengan yang ada di laboratorium foundry
departemen Teknik Mesin USU. Hasil survey menunjukkan bahwa waktu serta
bahan bakar yang dibutuhkan dalam operasi peleburan lebih kecil dibandingkan
dengan dapur peleburan yang ada pada laboratorim foundry FT.USU.

Gamabr 2.11 Dimensi Dapur yang disurvey


Dari dapur diperoleh data-data sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.10 Data dapur peleburan hasil survey


Total kalor terserap

334166,83 KJ

kalor tebuang

5329, 77 KJ/jam

Waktu

1,7 jam

Kebutuhan bahan bakar

8,4 liter

Sumber : Desa Sena Tanjung Morawa

2.9.3 Perbandingan Data Survey dengan Dapur sebelum Dirancang Ulang


Pada tabel 2.10 tampak bahwa data hasil survey lebih efisien disbanding
dengan data dapur sebelum dirancang ulang.

Tabel 2.11 Perbandingan data survey dengan dapur sebelum dirancang Ulang
Yang di
bandingkan

Sebelum dirancang
ulang

Data Survey

Efisiensi data
survey

Kalor terserap

376112,5 KJ

334166,83 KJ

11,15%

Kalor terbuang

6172,8247 KJ/Jam

5329, 77 KJ/jam

13,657%

Waktu peleburan

2,5 Jam

1,7 jam

32%

Bahan bakar
diperlukan

9,43 liter

8,4 liter

10,92%

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai