Anda di halaman 1dari 85

LAPORAN TETAP

SANITASI INDUSTRI PANGAN

OLEH:
KELOMPOK 3

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PANGAN DAN AGROINDUSTRI
UNIVERSITAS MATARAM
2014

ii

HALAMAN PENGESAHAN
Laporan ini merupakan salah satu syarat telah menyelesaikan mata kuliah
Analisis Pangan pada Semester Gasal Tahun 2014 di Fakultas Teknologi Pangan
dan Agroindustri Universitas Mataram.
Mataram, 29 November 2014
Menyetujui,
Praktikan,
Chairul Anam Afgani
C1C011020

Jumratul Aini
J1A012058

Nabila Shufiandani
C1C011062

Khaerul
J1A212060

Putri Ayu Lismirawan


C1C011068

Neli Agustina
J1A012089

Siti Desy Mardiah


C1C011080

Nurul Muchlisah
J1A012105
Riezka Zuhriatika R.
J1A012111
Sumiati
J1A012134
Tendri Nining Lestari
J1A012136
Emi Suhaemi
J1A212036
Mengetahui,

Koordinator I
Praktikum Sanitasi Industri Pangan,

Koordinator II
Praktikum Sanitasi Industri Pangan,

Novia Rahayu, S.TP., M.Sc.

Diah Ajeng Setiawati, ST., M.Eng.

iii

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan Laporan
Tetap Praktikum Sanitasi Industri Pangan ini.
Tak lupa pula kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
seluruh pihak yang telah membantu kami dalam pembuatan laporan ini. Kami
menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan
saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan laporan ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan laporan ini dari awal sampai akhir. Semoga
laporan ini dapat bermanfaat bagi kami khususnya dan bagi kita semua pada
umumnya. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin Ya
Rabbal Alamin.
Mataram, November 2014

Penulis

iv

DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... ii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ................................................................................................ vi
ACARA I. UJI SANITASI PEKERJA PENGOLAHAN PANGAN
Pendahuluan ....................................................................................... 1
Tinjauan Pustaka ................................................................................ 2
Pelaksanaan Praktikum ...................................................................... 5
Hasil Pengamatan ............................................................................... 8
Pembahasan ........................................................................................ 9
Kesimpulan ...................................................................................... 13
ACARA II. UJI SANITASI WADAH DAN ALAT PENGOLAHAN
Pendahuluan ..................................................................................... 14
Tinjauan Pustaka .............................................................................. 15
Hasil Pengamatan dan Perhitungan .................................................. 18
Pembahasan ...................................................................................... 26
Kesimpulan ...................................................................................... 29
ACARA III. UJI SANITASI RUANGAN PENGOLAHAN
Pendahuluan ..................................................................................... 30
Pelaksanaan Praktikum .................................................................... 33
Hasil Pengamatan dan Perhitungan .................................................. 35
Pembahasan ...................................................................................... 40
Kesimpulan ...................................................................................... 43
ACARA IV. UJI SANITASI BAHAN DASAR DALAM PENGOLAHAN
PANGAN
Pendahuluan ..................................................................................... 44
Tinjauan Pustaka .............................................................................. 45
Pelaksanaan Praktikum .................................................................... 48
Hasil Pengamatan dan Perhitungan .................................................. 50
Pembahasan ...................................................................................... 52
Kesimpulan ...................................................................................... 55
ACARA V. UJI SANITASI AIR DALAM PENGOLAHAN PANGAN
Pendahuluan ..................................................................................... 56
Tinjauan Pustaka .............................................................................. 57
Pelaksanaan Praktikum .................................................................... 59
Hasil Pengamatan dan Perhitungan .................................................. 61
Pembahasan ...................................................................................... 63
Kesimpulan ...................................................................................... 67
ACARA VI. UJI SANITASI MAKANAN JAJANAN SEKITAR KAMPUS
Pendahuluan ..................................................................................... 68
Tinjauan Pustaka .............................................................................. 69
Pelaksanaan Praktikum .................................................................... 71
Hasil Pengamatan Dan Perhitungan ................................................. 72

Pembahasan ...................................................................................... 75
Kesimpulan ...................................................................................... 77
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 78

vi

DAFTAR TABEL
Tabel

................................................................................................. Halaman

1.1. Hasil Pengamatan Uji Kebersihan Tangan .................................................... 7


1.2. Hasil Pengamatan Uji Daya Antiseptik Sabun .............................................. 7
1.3. Hasil Pengamatan Uji Sanitasi Rambut ......................................................... 7
2.1. Hasil Pengamatan Uji Sanitasi Wadah Botol (Metode Bilas) ..................... 15
2.2. Hasil Pengamatan Uji Sanitasi Alat Pengolahan (Metode Oles/ Swab) ...... 15
3.1. Hasil Pengamatan Uji Sanitasi Ruang Pengolahan ..................................... 30
3.2. Hasil Pengamatan Uji Sanitasi Meja Dan Lantai ........................................ 30
4.1. Hasil Pengamatan Jumlah Spora Flat Sour Thermofilik pada Tepung ....... 44
4.2. Hasil Pengamatan Jumlah Spora Flat Sour Thermofilik pada Gula............ 44
5.1. Hasil Pengamatan Uji Total Mikroba Media Plate Count Agar (PCA) ...... 55
5.2. Hasil Pengamatan Uji Penduga Koliform (MPN Koliform) ....................... 55
6.1. Hasil Pengamatan Total Kapang dan Khamir ............................................. 66
6.2. Hasil Pengamatan Uji Total Mikroba Media Plate Count Agar (PCA) ...... 66
6.3. Hasil Pengamatan Uji Total Mikroba Media Nutrient Agar (NA) .............. 66

ACARA I
UJI SANITASI PEKERJA PENGOLAHAN PANGAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pengolahan bahan pangan merupakan suatu proses yang sangat rentan
dicemari oleh mikroorganisme. Salah satu sumber pencemaran bahan pangan
adalah dari pekerja pengolahan pangan. Mikroorganisme yang terdapat pada
pekerja pengolahan dapat menyebabkan penyakit bagi konsumen makanan yang
diproduksinya. Media pertumbuhan mikroorganisme tersebut antara lain pada
tangan, hidung, rambut, kulit dan bagian-bagian tubuh lainnya. Untuk
menghindari terjadinya kontaminan oleh para pekerja pengolahan tersebut, maka
perlu dilakukan pengawasan terhadap sanitasi pekerja pengolahan pangan. Oleh
karena itu, perlu dilakukan praktikum ini agar dapat diketahui mengenai sanitasi
pekerja pengolahan pangan.

Tujuan Praktikum
Adapun tujuan praktikum ini adalah untuk mengetahui mikroorganisme
yang tumbuh di tangan dan rambut manusia dan menguji daya antiseptik sabun
terhadap mikroorganisme.

TINJAUAN PUSTAKA
Sanitasi

merupakan

sarana

pencegahan

penyakit

dengan

cara

menghilangkan atau mengatur faktor-faktor yang berkaitan dalam rantai


perpindahan penyakit tersebut. Secara luas ilmu sanitasi adalah penerapan dari
prinsip-prinsip

tersebut

yang

akan

membantu

dalam

memperbaiki,

mempertahankan atau mengembalikan kesehatan yang baik pada manusia. Untuk


mempraktekkan ilmu ini, seseorang harus mengubah segala suatu dalam
lingkungan yang dapat secara langsung atau tidak langsung membahayakan
terhadap kehidupan manusia. Sanitasi pangan merupakan hal terpenting dari
semua ilmu sanitasi karena sedemikian banyak lingkungan yang baik secara
langsung ataupun tidak langsung berhubungan langsung dengan suplai makanan
(Marriot, 2009).
Kebiasaan pekerja dan konsumen dalam mengelola bahan pangan
merupakan sumber yang penting dari kontaminan sekunder. Beberapa peristiwa
kekeracunan makanan dalam bahan pangan yang tercemar oleh Staphylococcus
aureus. Diakibatkan oleh hygiene yang buruk dari pengolahan bahan pangan
tersebut. Luka-luka atau iritasi kulit merupakan sumber kontaminan mikroba,
sehingga harus ditutup. Batuk atau bersin di sekitar bahan pangan sebaiknya
dihindarkan, demikian juga pekerja yang menderita diare tidak diperkenankan
untuk bekerja dengan bahan pangan. Dengan melaksanakan prinsip sanitasi yang
tepat selama pengolahan, maka kontaminasi dapat dikurangi atau ditekan
seminimal mungkin (Rukmana, 2011).

Mikroorganisme yang terdapat dikulit dapat dikategorikan menjadi dua,


yaitu mikroorganisme residen dan mikroorganisme transien. Mikroorganisme
residen adalah mikroorganisme yang secara normal atau hidup dalam kulit,
khususnya hidup dalam folikel rambut di dalam epidermis kulit. Mikroorganisme
transien adalah mikrooganisme yang terdapat pada permukaan kulit dan secara
normal tidak tinggal atau hidup pada permukaan kulit. Mikroorganisme tersebut
menempel pada permukaan kulit dan berasal dari kontak langsung antara
permukaan kulit dengan permukaan lain (alat, makanan atau permukaan tercemar
lainnya) atau udara, serta dapat dihilangkan melalui cuci tangan dengan sabun dan
air besih atau dengan antiseptik. Mikroorganisme yang termasuk dalam kelompok
residen terutama mencakup Micrococcus luteus dan Staphylociccus epidermis,
sedangkan mikroorganisme yang termasuk dalam kelompok transien adalah
Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Salmonella dan Clostridium perfringens
(Lukman, 2010).
Antiseptik adalah senyawa kimia yang digunakan untuk membunuh atau
menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada jaringan yang hidup, seperti
permukaan kulit dan membran mukosa. Antiseptik berbeda dengan antibiotik dan
disinfektan. Antibiotik digunakan untuk membunuh mikroorganisme didalam
tubuh, sedangkan disinfektan digunakan untuk membunuh mikroorganisme pada
benda mati. Hal ini disebabkan antiseptik lebih aman diaplikasikan pada jaringan
tubuh daripada disinfektan. Namun, bagi jenis antiseptik yang kuat dan dapat
mengiritasi jaringan dapat dialihfungsikan menjadi disinfektan, contohnya fenol

yang dapat digunakan baik sebagai antiseptik maupun disinfektan (Levinson,


2010).
Sanitizer digunakan untuk mereduksi jumlah mikroba patogen dan perusak
di dalam pengolahan pangan dan pada fasilitas dan perlengkapan persiapan
makanan. Sanitizer yang ideal harus mempunyai sifat-sifat dekstruksi mikroba
(cepat mematikan mikroba) dan tahan terhadap bahan organik (bebas cemaran),
residu deterjen dan sabun serta pH dan kesadahan air. Sanitizer yang ideal juga
memiliki sifat larut dalam air dengan berbagai perbandingan, stabil dalam larutan
pekat ataupun encer dan mudah diukur dalam larutan yang telah digunakan.
Sanitizer tidak boleh bersifat racun dan tidak menyebabkan iritasi. Selain itu
sanitizer sebaiknya mudah digunakan, murah, banyak tersedia dan memiliki
aroma yang dapat diterima (Pramono, 2010).

PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Kamis, 09 Oktober 2014 di
Laboratorium Mikrobiologi Pangan Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri
Universitas Mataram.

Alat dan Bahan Praktikun


a. Alat-alat Praktikum
Adapun alat-alat yang digunakan dari praktikum ini adalah cawan petri,
lampu bunsen, tisu, pinset, gunting dan ember.
b. Bahan-bahan Praktikum
Adapun bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah air, sabun
non-antiseptik merek LUX, sabun antiseptik merek LIFEBUOY, handsanitizer
merek DETTOL, media Plate Count Agar (PCA), media Violet Red Bile Agar
(VRBA), media Nutrient Agar (NA), rambut serta alkohol.

Prosedur Kerja
a. Uji Kebersihan Tangan
1. Disiapkan media cawan petri untuk media Plate Count Agar (PCA) dan
Violet Red Bile Agar (VRBA).
2. Diberi perlakuan uji kebersihan tangan pada tangan, yaitu tangan tanpa
dicuci, tangan dicuci dengan air mengalir, dan tangan dicuci dengan air yang
ditampung dalam ember.

3. Ditempel jari telunjuk kanan dan kiri pada agar cawan selama 4 detik
kemudian cawan ditutup kembali.
4. Diinkubasi semua cawan secara terbalik pada suhu 30oC selama 3 hari.
5. Diamati pertumbuhan mikroba pada PCA dan koloni koliform pada VRBA.
b. Uji Daya Antiseptik Sabun
1. Disiapkan media cawan petri untuk media Plate Count Agar (PCA) dan
Violet Red Bile Agar (VRBA).
2. Dicuci tangan pekerja untuk masing-masing kelompok dengan perlakuan
yang berbeda, yaitu tanpa dicuci, dicuci dengan air biasa, dicuci dengan
sabun non-antiseptik, dicuci dengan sabun antiseptik dan dicuci dengan
handsanitizer.
3. Ditempelkan jari telunjuk tangan kanan dan kiri pada agar cawan selama 4
detik, kemudian cawan ditutup kembali.
4. Diinkubasi semua cawan secara terbalik pada suhu 30oC selama 3 hari.
5. Diamati pertumbuhan mikroba pada PCA dan koloni koliform pada VRBA.
c. Uji Kontaminasi Rambut
1. Disiapkan media Nutrient Agar (NA) dan media Potato Dextrose Agar
(PDA).
2. Dipotong atau digunting 2 helai rambut pekerja denganpanjang 2 cm
menggunkan pinset dan gunting steril.
3. Diletakan helai rambut tersebut pada media NA dan PDA.
4. Diinkubasi media NA secara terbalik dan media PDA secara tidak terbalik
pada suhu 30oC selama 3 hari.

5. Diamati pertumbuhan bakteri pada media NA dan pertumbuhan kapang dan


khamir pada media PDA.

HASIL PENGAMATAN
Tabel 1.1. Hasil Pengamatan Uji Kebersihan Tangan
Klp.
I

II

III

IV

Perlakuan
Tanpa dicuci
Dicuci dengan air mengalir
Dicuci dengan air dalam baskom
Tangan tanpa dicuci
Dicuci air mengalir
Dicuci dalam ember
Tanpa dicuci
Dicuci dengan air mengalir
Dicuci dengan air dalam ember
Tangan tidak dicuci
Tangan dicuci dengan air mengalir
Tangan dicuci dengan air dalam ember

Media (CFU/gr)
PCA
VRBA
>250
1
>250
1
>250
>250
>250
0
>250
>250
40
4
2
2
3
>250
1
36
6
>250
16

Tabel 1.2. Hasil Pengamatan Uji Daya Antiseptik Sabun


Media (CFU/gr)
Klp.
Perlakuan
PCA
VRBA
Tanpa dicuci
>250
1
1
Dicuci dengan air biasa
>250
0
2
Dicuci dengan sabun LUX
12
0
3
Dicuci dengan sabun LIFEBOY
43
Dibasuh dengan handsanitizer
67
4
17
DETTOL
Tabel 1.3. Hasil Pengamatan Uji Sanitasi Rambut
Media
Klp.
Sampel
PDA
NA
1
Rambut
0
0
2
Rambut
0
2
3
Rambut
5
4
Rambut tidak dicuci
3
>250

PEMBAHASAN
Sanitasi pekerja merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan
dalam pengolahan pangan. Mikroorganisme yang terdapat pada pekerja dapat
menyebabkan penyakit bagi orang-orang yang mengkonsumsi makanan yang
diproduksinya. Mikroorganisme yang terdapat pada kulit terbagi menjadi flora
transien dan flora residen. Flora transien adalah flora yang diisolasi dari kulit
tetapi tidak menetap dikulit. Bisanya flora ini dapat ditemukan di telapak tangan
dan ibu jari. Contoh flora transien yang bersifat patogen adalah Escherichia coli,
Salmonella, Shigella, Clostridium perfringens, Giarda lamblia, virus Norwalk,
dan Hepatitis A. Flora transien dapat dihilangkan atau mati dengan cuci tangan,
sedangkan flora residen yang sering dijumpai di bawah kuku sulit dihilangkan.
Flora residen akan selalu ada dan bertahan hidup, apalagi jika tempat tersebut
memiliki lingkungan yan mendukung pertumbuhan mikroba. Pencucian dan
mandi tidak mengurangi secara nyata jumlah flora residen (Rachmawati, 2009).
Pencucian tangan merupakan hal pokok yang perlu dilakukan pekerja
pengolahan pangan. Cuci tangan merupakan cara menghilangkan kotoran dan
debu secara mekanis dari permukaan kulit untuk mengurangi jumlah
mikrooganisme sementara. Cuci tangan merupakan tindakan paling penting dalam
mencegah kontaminasi silang (Pramono, 2010). Berdasarkan hasil pengamatan uji
kebersihan tangan di media Plate Count Agar (PCA), tangan yang dicuci dengan
air yang ditampung dalam ember menunjukan jumlah mikroorganisme terbanyak,
yaitu 3 CFU/gram, sebab air dalam ember telah tercemar bakteri dan kemudian
mengkontaminasi tangan. Jumlah mikroorganisme pada tangan tanpa dicuci

10

dengan air mengalir dan dicuci dengan air mengalir sama, yaitu 2 CFU/gram.
Kesamaan jumlah mikroorganisme pada tangan tanpa dicuci dengan air mengalir
dan dicuci degan air mengalir terjadi sebab mencuci tangan tidak cukup dengan
air saja, air tidak dapat membunuh mikroorganisme pada tangan. Salain itu hal
tersebut terjaid karena terlalu sebentarnya waktu cuci tangan dan tidak mengikuti
cara cuci tangan yang benar. Sementara itu pengamatan pada media Violet Red
Bile Agar (VRBA) menunjukan tidak ada koliform yang tumuh. Hal ini
menunjukan tidak terdapat bakteri patogen pada tangan pekerja.
Tangan yang dicuci dengan air saja belum tentu bersih, sehingga perlu
menggunakan bahan antispetik untuk menghilangkan mikroorganisme yang
menempel pada bagian kulit. Berdasarkan hasil pengamatan uji daya antiseptik
sabun di media Plate Count Agar (PCA), tangan tanpa dicuci menunjukan jumlah
mikroorganisme yang sangat banyak, bahkan jumlahnya >250 CFU/gram. Namun,
setelah tangan dicuci dengan sabun antiseptik LIFEBUOY terlihat bahwa jumlah
mikroorganisme berkurang, yaitu 43 CFU/gram. Hal ini terjadi sebab LIFEBUOY
mengandung bahan aktif berupa triclorocarbon dan triclosan. Keduanya memiliki
sifat

antiseptik,

yaitu

dapat

membunuh

dan

mencegah

pertumbuhan

mikroorganisme pada jaringan hidup. Penggunaan triclosan dan triclorocarbon


juga membantu menghentikan penularan kuman ke orang lain ataupun benda mati
(Rukmana, 2011). Sementara itu hasil pengamatan pada media Violet Red Bile
Agar (VRBA) menunjukan tidak adanya koliform yang tumbuh. Hal ini
menunjukan bahwa tidak terdapat bakteri patogen pada tangan pekerja.

11

Rambut merupakan salah satu jenis kontaminan pekerja. Rambut yang


jatuh pada makanan atau terurai dekat makanan dapat menyebabkan bahaya
kontaminasi oleh mikroorganisme. Hasil pengamatan uji sanitasi rambut pada
media Nutrient Agar (NA) menunjukan adanya bakteri yang tumbuh, sedangkan
pada media Potato Dextrose Agar (PDA) tidak terdapat kapang dan khamir yang
tumbuh. Hal ini menunjukan bahwa rambut lebih mudah terkontaminasi oleh
bakteri daripada kapang dan khamir.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kontaminasi mikroorganisme pada
manusia, antara lain lokasi di tubuh, rambut, umur, pH, dan gizi. Komposisi
mikroflora pada tubuh bervariasi. Muka, leher, tangan dan rambut mengandung
proporsi tertinggi mikroorganisme. Karena kepadatan dan produksi minyak,
rambut akan mendorong pertumbuhan bakteri. Populasi pertumbuhan bakteri akan
berubah seiring dengan pertambahan umur, terutama saat pubertas, misalmya
bakteri penyebab jerawat. Niai pH kulit dipengaruhi oleh sekresi asam laktat dari
kelenjar keringat, asam lemak dari aktivitas mikroorganisme dan difusi
karbondioksida pada kulit. Keringat mengandung zat gizi yang terlarut
bersamanya,

sehingga

mendorong

pertumbuhan

mikroorganisme.

Cara

meminimalisir kontaminasi pada pekerja pengolahan pangan antara lain


memelihara kebersihan diri dengan mandi setiap hari, menggunakan deodoran,
keramas minimal dua kali seminggu, membersihkan kuku setiap hari,
menggunakan penutup

kepala selama menangani

pengolahan makanan,

mengenakan pakaian yang bersih, mengenakan sarung tangan sekali pakai jika
kontak dengan peralatan atau makanan dan tidak merokok (Lukman, 2010).

12

13

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan, maka dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1. Pencucian tangan berpengaruh terhadap jumlah mikroorganisme yang terdapat
paada tangan.
2. Tangan yang dicuci dengan air yang ditampung dalam ember memiliki jumlah
mikroorganisme terbanyak.
3. Sabun antiseptik LIFEBUOY efektif mengurangi jumlah mikroorganisme pada
tangan.
4. Tidak terdapat koloni koliform yang tumbuh pada tangan.
5. Rambut lebih mudah terkontamiasi oleh bakteri daripada kapang dan khamir.

14

ACARA II
UJI ANITASI WADAH DAN ALAT PENGOLAHAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Wadah dan alat pegolahan memiliki peranan penting dalam proses
pengolahan makanan. Jika wadah atau alat yang digunakan dalam pengolahan itu
kotor dan tidak pernah dibersihkan maka pada wadah atau alat tersebut akan
menjadi tempat pertumbuhan mikroorganisme. Apalagi jika di dalam wadah
masih terdapat sisa makanan yang menempel di dinding-dinding wadah
menyebabkan pertumbuhan mikroorganisme patogen yang tidak diinginkan
seperti kapang, khamir dan bakteri. Jika makanan diolah dan ditempatkan di
dalam

wadah

yang

kotor

dan

tidak

pernah

dibersihkan

maka

akan

mengkontaminasi makanan tersebut serta menurunkan mutu dari produk pangan


itu dan memperpendek umur simpannya. Peralatan harus segera dibersihkan untuk
mencegah kontaminasi silang pada makanan baik pada persiapan, pengolahan dan
penyimpanannya. Oleh karena itu, untuk mengetahui terjadinya kontamunasi
perlu dilakukan pengujian pada alat dan wadah yang digunakan untuk mengolah
dan menyajikan makanan, agar sesuai dengan persyaratan hygiene sanitasi.

Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk menguji pertumbuhan
mikroba pada efisiensi sanitasi terhadap wadah dan alat pengolahan makanan
yang dilakukan dengan menggunakan metode bilas dan metode oles/swab.

15

TINJAUAN PUSTAKA
Sanitasi

merupakan

sarana

pencegahan

penyakit

dengan

cara

menghilangkan atau mengatur faktor-faktor yang berkaitan dalam rantai


perpindahan penyakit tersebut. Secara luas ilmu sanitasi adalah penerapan dari
prinsip-prinsip

tersebut

yang

akan

membantu

dalam

memperbaiki,

mempertahankan, atau mengembalikan kesehatan yang baik pada manusia. Untuk


mempraktekan ilmu ini, seseorang harus mengubah segala suatu dalam
lingkungan yang dapat secara langsung atau tidak langsung membahayakan
terhadap kehidupan manusia. Sanitasi pangan merupakan hal terpenting dari
semua ilmu sanitasi karena sedemikian banyak lingkungan yang baik secara
langsung ataupun tidak langsung berhubungan langsung dengan suplai makanan
(Marriot, 2009).
Upaya pengamanan makanan dan minuman pada dasarnya meliputi orang
yang menangani makanan, tempat penyelenggaraan makanan, peralatan
pengolahan makanan dan proses pengolahannya. Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi terjadinya keracunan makanan antara lain adalah hygiene
perorangan yang buruk, cara penanganan makanan yang tidak sehat dan
perlengkapan pengolahan makanan yang tidak bersih (Chandra, 2006).
Perlindungan peralatan makanan dimulai dengan keadaan bahan. Bahan
pembuatan alat yang baik adalah bila tidak larut dalam makanan, mudah dicuci
dan aman digunakan. Peralatan utuh, aman dan kuat. Peralatan yang sudah retak
atau pecah selain dapat menimbulkan kecelakaan (melukai tangan) juga sebagai

16

sumber pengumpulan kotoran karena tidak dapat tercuci dengan sempurna.


Demikian pula bila terukir dengan hiasan-hiasan merk atau cat pada permukaan
tempat makanan tidak boleh digunakan (Pohan, 2009).
Peralatan pengolahan seperti alat pemotong, papan pemotong (talenan),
bak-bak pencucian/penampungan, alat pengaduk, alat penyaring dan alat
memasak merupakan sumber kontaminan potensial bagi pangan. Frekuensi
pencucian dari alat tersebut tergantung pada jenis alat yang digunakan. Peralatan
harus dicuci, dibilas, dan disanitasi segera setelah digunakan. Permukaan
peralatan yang secara langsung kontak dengan makanan seperti pemanggang atau
oven dibersihkan paling sedikit satu kali sehari. Peralatan bantu yang tidak secara
langsung bersentuhan dengan makanan harus dibersihkan sesuai kebutuhan untuk
mencegah terjadinya akumulasi debu, serpihan bahan atau produk makanan, serta
kotoran lain (Pramono, 2010).
Prosedur pembersihan wadah dan peralatan pengolahan terbagi menjadi
beberapa tahap, yaitu pre rinse (tahap awal), pencucian, pembilasan, desinfeksi
dan drying. Pre rinse bertujuan menghilangkan tanah dan sisa makanan dengan
cara dibilas atau disemprot dengan air mengalir. Pencucian dilakukan dalam bak
pertama yang berisi larutan deterjen hangat dengan suhu 4349oC. Pembilasan
bertujuan menghilangkan sisa kotoran setelah proses pembersihan yang dilakukan
dalam bak kedua dengan menggunakan air hangat. Desinfeksi dapat dilakukan
dengan cara merendamnya dalam bak ketiga yang berisi air panas bersuhu 77oC
selama paling sedikit 30 detik atau menggunakan bahan sanitizer seperti klorin
dengan dosis 50 ppm dalam air bersuhu kamar (24oC) selama paling sedikit 1

17

menit. Drying bertujuan supaya tidak ada genangan air yg menjadi tempat
pertumbuhan mikroorganisme (Rukmana, 2011).

18

HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN


Hasil Pengamatan
Tabel 2.1 Hasil Pengamatan Uji Sanitasi Wadah Botol (Metode Bilas)
Skim Milk Agar
Nutrient Agar (NA)
Total
(SMA)
Perlakuan
koloni
Sebelum
sesudah
Sebelum sesudah
Tanpa dibilas
6
4
> 250
> 250
> 250
Dibilas air
50
3
> 250
8
4
biasa
Dibilas dengan
133
28
> 250
> 250
43
SUNLIGHT
Dicuci dengan
26
> 250
> 250
30
12
air hangat

Total
koloni
> 250
120
> 250
> 250

Tabel 2.2. Hasil Pengamatan Uji Sanitasi Alat Pengolahan (Metode Oles/ Swab)
Skim Milk Agar
Total
Nutrient Agar (NA)
Total
(SMA)
Perlakuan
kolon
koloni
i
Sebelum
sesudah
Sebelum sesudah
Talenan plastik 1
8
5
6,5
> 250
> 250
> 250
Talenan kayu 1
3
1
2
115
1
58
Talenan plastik 2
53
11
32
> 250
51
> 250
Talenan kayu 2
7
> 250
> 250
8
4
6

Hasil Perhitungan
1. Uji Sanitasi Wadah (Metode Bilas)
Tanpa dibilas
Media NA 0,1 ml
Sebelum

= Jumlah koloni dalam 0,1 ml x 10 x 20


= 6 x 10 x 20
=1200 koloni

Sesudah

= Jumlah koloni dalam 0,1 ml x 10 x 20


= 4 x 10 x 20
= 800 koloni

19

Total koloni

= sebelum+sesudah = 1200 +800 = 10000 koloni


2
2

Media SMA 1 ml
Sebelum

= Jumlah koloni dalam 1 ml x 20


= > 250 koloni

Sesudah

= Jumlah koloni dalam 1 ml x 20


= >250 koloni

Total koloni

= >250 koloni

Dibilas air biasa


Media NA 0,1 ml
Sebelum

= Jumlah koloni dalam 0,1 ml x 10 x 20


= 50 x 10 x 20
=10000 koloni

Sesudah

= Jumlah koloni dalam 0,1 ml x 10 x 20


= 3 x 10 x 20
= 600 koloni

Total koloni

= sebelum+sesudah = 10000+600 = 5300 koloni


2
2

Media SMA 1 ml
Sebelum

= Jumlah koloni dalam 1 ml x 20


= 8x 20
= 160 koloni

Sesudah

= Jumlah koloni dalam 1 ml x 20


= 4x 20
= 80 koloni

20

Total koloni

= sebelum+ sesudah = 160+ 80 = 120 koloni


2
2

Dibilas dengan SUNLIGHT


Media NA 0,1 ml
Sebelum

= Jumlah koloni dalam 0,1 ml x 10 x 20


= 133 x 10 x 20
=26600 koloni

Sesudah

= Jumlah koloni dalam 0,1 ml x 10 x 20


= 28 x 10 x 20
= 5600 koloni

Total koloni

= sebelum+sesudah = 26600+5600 = 14100 koloni


2
2

Media SMA 1 ml
Sebelum

= Jumlah koloni dalam 1 ml x 20


= > 250 koloni

Sesudah

= Jumlah koloni dalam 1 ml x 20


= 43 x 20
= 860 koloni

Total koloni

= >250 koloni

Dicuci dengan Air Hangat


Media NA 0,1 ml
Sebelum

= Jumlah koloni dalam 0,1 ml x 10 x 20


= 26 x 10 x 20
= 5200 koloni

21

Sesudah

= Jumlah koloni dalam 0,1 ml x 10 x 20


= >250 koloni

Total koloni

= > 250 koloni

Media SMA 1 ml
Sebelum

= Jumlah koloni dalam 1 ml x 20


= 30 x 20
= 600 koloni

Sesudah

= Jumlah koloni dalam 1 ml x 20


= 12 x 20
= 240 koloni

Total koloni

= sebelum+ sesudah = 600+240 = 420 koloni


2
2

2. Uji Sanitasi Alat (Metode Oles/Swab)


Talenan plastik
Media NA 0,1 ml
Sebelum

= Jumlah koloni dalam 0,1 ml x 10 x 5 x 1/50


= 8 x 10 x 5 x 1/50
= 8 koloni

Sesudah

= Jumlah koloni dalam 0,1 ml x 10 x 5 x 1/50


= 5 x 10 x 5 x 1/50
= 5 koloni

Total koloni

= sebelum + sesudah = 8 + 5 = 6,5 koloni


2
2

22

Media SMA 1 ml
Sebelum

= Jumlah koloni dalam 1 ml x 5 x 1/5


= > 250 koloni

Sesudah

= Jumlah koloni dalam 1 ml x 5 x 1/5


= > 250 koloni

Total koloni

= > 250 koloni

Talenan kayu
Media NA 0,1 ml
Sebelum

= Jumlah koloni dalam 0,1 ml x 10 x 5 x 1/50


= 3 x 10 x 5 x 1/50
= 3 koloni

Sesudah

= Jumlah koloni dalam 0,1 ml x 10 x 5 x 1/50


= 1 x 10 x 5 x 1/50
= 1 koloni

Total koloni

= sebelum + sesudah = 3+1 = 2 koloni


2
2

Media SMA 1 ml
Sebelum

= Jumlah koloni dalam 1 ml x 5 x 1/5


= >115 x 5 x 1/50
= 115 koloni

Sesudah

= Jumlah koloni dalam 1 ml x 5 x 1/5


= 1 x 5 x 1/50
= 1 koloni

Total koloni

= sebelum + sesudah = 115+1 = 58 koloni


2
2

23

Talenan Plastik
Media NA 0,1 ml
Sebelum

= Jumlah koloni dalam 0,1 ml x 10 x 5 x 1/50


= 53 x 10 x 5 x 1/50
= 53 koloni

Sesudah

= Jumlah koloni dalam 0,1 ml x 10 x 5 x 1/50


= 11 x 10 x 5 x 1/50
= 11 koloni

Total koloni

= sebelum + sesudah = 53 + 11 = 32 koloni


2
2

Media SMA 1 ml
Sebelum

= Jumlah koloni dalam 1 ml x 5 x 1/5


= > 250 koloni

Sesudah

= Jumlah koloni dalam 1 ml x 5 x 1/5


= 51 x 5 x 1/50
= 51 koloni

Total koloni

= > 250 koloni

Talenan Kayu
Media NA 0,1 ml
Sebelum

= Jumlah koloni dalam 0,1 ml x 10 x 5 x 1/50


= 7 x 10 x 5 x 1/50
= 7 koloni

Sesudah

= > 250 x 10 x 5 x 1/50


= >250 koloni

Total koloni

= >250 koloni

24

Media SMA 1 ml
Sebelum

= Jumlah koloni dalam 1 ml x 5 x 1/5


= 8 x 5 x 1/50
= 8 koloni

Sesudah

= Jumlah koloni dalam 1 ml x 5 x 1/5


= 4 x 5 x 1/50
= 4 koloni

Total koloni

= sebelum + sesudah = 8+ 4 = 6 koloni


2
2

25

26

PEMBAHASAN
Sanitasi yang dilakukan terhadap wadah dan alat meliputi percobaan untuk
menghilangkan kotoran dan sisa-sisa bahan, diikuti dengan perlakuan sanitasi
dengan menggunakan germisidal dengan pencucian menggunakan air, dan
biasanya

menggunakan

deterjen

untuk

membantu

proses

pembersihan.

Penggunaan deterjen dapat membantu dalam melisis lemak membandel yang


nempel pada alat dan wadah (Dwiyani, 2012).
Proses sanitasi pada alat dan wadah ditunjukkan untuk membunuh
sebagian besar atau semua mikroorganisme yang terdapat pada permukaan.
Sanitizer yang digunakan misalnya air panas, halogen (klorin atau iodin), turunan
halogen dan komponen ammonia quartener (Gobel., 2008). Untuk menguji
efisiensi proses sanitasi terhadap wadah dan alat pengolahan, dapat digunakan
metode bilas dan metode oles/swab. Metode yang dipilih disesuaikan dengan jenis
atau bentuk wadah dan alat pengolahan. Metode bilas dilakukan terhadap wadah
botol, panic dan lain-lain. Sedangkan metode swab dilakukan untuk mengetahui
mikroba yang tumbuh pada wadah/alat pengolahan yang besar dan lebar/datar.
Praktikum ini dilakukan uji sanitasi pada botol dengan metode bilas.
Metode bilas adalah suatu cara sanitasi yang dilakukan dengan cara membilas alat
dan wadah yang digunakan dalam pengolahan pangan. Berdasarkan hasil
pengmatan dengan metode bilas pada wadah botol dengan perlakuan tanpa dibilas
total koloni yang tumbuh pada media Nutrient Agar (NA) yaitu sebanyak >250
koloni dan pada media Skim Milk Agar (SMA) yaitu sebanyak >250 koloni.
Sedangkan pada perlakuan botol dibilas dengan air biasa total rata-rata koloni

27

yang tumbuh pada media NA sebanyak >250 koloni dan pada media SMA yaitu
sebanyak 120 koloni. Dibilas dengan SUNLIGHT pada media NA total rata-rata
koloni yang tumbuh sebanyak > 250 koloni dan pada media SMA seanyak >250
koloni. Perlakuan botol dicuci dengan air hangat pada media NA dan SMA total
rata-rata koloni yang tumbuh yaitu >250 koloni. Hal ini bertentangan dengan
literature yang menyatakan bahwa penggunaan sanitizer berupa air panas dan
SUNLIGHT dapat membunuh sebagian besar mikroba pada wadah dan alat
pengolahan. Hasil tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
kontaminasi dari udara lingkungan saat melakukan pengujian yang tidak steril,
praktikan yang tidak mengkondisikan diri dalam keadaan steril dan kesalahan
praktikan dalam melakukan pengujian.
Berdasarkan hasil uji sanitasi alat dengan metode oles/swab didapatkan
pertumbuhan koloni pada sampel talenan plastik dengan media Nutrient Agar
(NA) total rata-rata koloni yang tumbuh yaitu 6,5 koloni dan pada media Skim
Milk Agar (SMA) total rata-rata koloni yang tumbuh yaitu > 250 koloni. Pada
talenan kayu total rata-rata koloni yang tumbuh sebanyak 2 koloni pada media NA
dan 58 koloni pada media SMA. Pada percobaan kedua dengan sampel talenan
plastic terdapat pertumbuhan koloni pada media NA dengan total rata-rata 32
koloni dan pada media SMA sebanyak >250 koloni. Sedangkan pada sampel
taenan kayu total rata-rata koloni yang tumbuh sebanyak >250 koloni pada media
NA dan 6 koloni pada media SMA. Penggunaan talenan plastik lebih baik
daripada penggunaan talenan kayu. Talenan kayu memiliki celah /rongga/poripori yang dapat menyerap air dan digunakan sebagai tempat tumbuh

28

mikroorganisme, sehingga jika meggunakan talenan kayu sebaiknya langsung


dibersihkan

menyikat

dan

penambahan

desinfektan

setelah

selesai

menggunakannya agar tidak ada kesempatan untuk mikroorganisme tumbuh.


Penggunaan metode swab digunakan untuk membersihkan permukaan dan
menentukan konsentrasi tinggi residu aktif yang tidak mudah terdeteksi oleh
inspesi visual. Kontaminasi yang terdeteksioleh metode ini menandakan bahwa
pembersihan kurang cukup, sehingga perlu pembersihan ulang.
Beberapa bakteri koloni yang dapat mengkontaminasi makanan dan
alat/wadah yang dapat menyebabkan penyakit yaitu (SNI 7388: 2009) VIbrio
Parahemolituk, Staphylococcus, Salmonella, Escherichia Coli pathogen dan
Clostridium Perfringens. Kontaminasi terjadi setiap saat, saah satunya dari
peralatan makanan yang digunakan tidak memenuhi syarat kesehatan. Di
Indonesia

peraturan

telah

dibuat

dalam

bentuk

Permenkes

RI

No.

1096/Menkes/per/VI/201, untuk persyaratan peralatan makanan tidak boleh


bakteri lebih dari 0 koloni/cm2.

29

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan, maka dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1. Sanitasi alat dan wadah bertujuan untuk membunuh sebagian besar atau semua
mikroorganisme yang terdapat pada permukaannya.
2. Uji sanitasi wadah dan alat pengolahan dilakukan dengan dua metode yaitu
metode bilas dan metode oles/swab.
3. Faktor yang mempengaruhi hasil pengamatan yaitu kontaminasi dari udara,
lingkungan penguji dan praktikan.
4. Total rata-rata koloni yang tumbuh pada wadah botol yang dicuci dengan
SUNLIGHT yaitu >250 koloni pada media NA dan SMA.
5. Beberapa bakteri koloni yang dapat mengkontaminasi wadah dan alat yang
dapat menyebabkan penyakit yaitu Vibrio Parahaemoliticus, Staphylococcus,
Salmonella, Escherichia coli dan Clostridium perfringens.

30

ACARA III
UJI SANITASI RUANGAN PENGOLAHAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sanitasi ruangan pengolahan merupakan sanitasi yang penting untuk
dilakukan karena udara yang terdapat di ruangan kemungkinan besar akan
tercemar oleh lingkungan yang tidak bersih disekitar ruangan tersebut. udara yang
kotor akan menyebabkan terjadinya kontaminasi terhadap produk pangan yang
diolah diruangan tersebut, karena ruangan tersebut sudah kotor dan tidak steril.
Adanya mikroba di udara pada suatu ruangan dapat dipengaruhi oleh lingkungan
baik oleh lingkungan fisik, lingkungan kimia maupun lingkungan biologisnya.
Oleh karena sanitasi ruangan pengolahan sangat penting, maka dilakukanlah
praktikum sanitasi ruangan pengolahan.

Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui kontaminasi
apa saja yang terdapat di udara, lantai dan meja ruangan pengolahan.

31

TINJAUAN PUSTAKA

Udara dalam suatu ruangan dapat merupakan sumber kontaminasi


mikroba. Udara tidak mengandung mikroflora secara alami, tetapi kontaminasi
dari lingkungan sekitarnya mengakibatkan

udara mengandung berbagai

mikroorganisme, misalnya dari debu, air, proses aerasi dari penderita yang
mengalami infeksi saluran pencernaan dari ruang yang digunakan dalam
fermentasi dan sebagainya. Mikroba yang terdapat di udara biasanya melekat pada
bahan padat, misalnya debu atau terdapat dalam droplet air (Weslie, 2008).
Bakteri tersebar di udara melalui batuk, bersin, berbicara dan tertawa.
Virus dari saluran pernapasan dan beberapa saluran usus juga ditularkan melalui
debu dan udara. Pada proses tersebut ikut keluar cairan saliva dan mukus yang
mengandung mikroba. Setiap tetesan saliva dan mukus dapat berisi ribuan
mikroba. Diperkirakan bahwa jumlah bakteri dalam satu kali bersin berkisar
antara 10.000 sampai 100.000 (Rukmana, 2011).
Jumlah dan tipe mikroorganisme yang mencemari udara ditentukan oleh
sumber pencemaran di dalam lingkungan, misalnya dari saluran pernapasan
manusia disemprotkan melalui batuk dan bersih dan partikel-partikel debu dari
permukaan bumi diedarkan oleh aliran udara. Kontaminasi oleh mikroorganisme
dapat terjadi setiap saat. Oleh sebab itu karena sanitasi lingkuangan sangat perlu
untuk diperhatikan terutama yang akan bekerja dalam bidang mikrobiologi atau
pengolahan produk makanan atau industri (Mustahib, 2011).
Flora mikroorganisme udara terdiri dari mikroorganisme yang terdapat
sementara mengapung di udara atau terbawa serta pada partikel debu.

32

Mikroorganisme yang terdapat di udara dapat berupa bakteri, kapang dan khamir.
Bakteri yang terdapat di udara misalnya Bacillus, Staphylococcus, Streptococcus
dan lain sebagainya. Khamir yang terdapat di udara misalnya Aspergillus, Mucor,
Rhizopus dan lain sebagainya. Kapang yang terdapat di ruang pengolahan
misalnya Candida, Saccharomyces dan Pacylomyces (Lukman dan Soejoedono,
2009).
Persyaratan untuk luas ruangan pengolahan adalah sekurang-kurangnya
40% dari luas ruang makan, atau 27% luas bangunan. Permukaan langit-langit
harus menutup seluruh atap, ruang dapur, rata, berwaran terang dan mudah
dibersihkan. Ventilasi dilengkapi dengan alat pengeluaran udara panas maupun
wewangian yang dipasang setinggi 2 meter dari lantai. Permukaan lantai dibuat
cukup landai kearah saluran pembuangan air limbah. Kapasitasnya disesuaikan
dengan luas dapur, udara didapur tidak boleh mngandung lebih dari 5 juta kuman
per gram. Tungku dapur lengkap dengan sungkuo asap, alat pengkap asap,
cerobong asap, saringan, saluran dan pengumpulan lemak. Pintu yang
berhubungan dengan halaman luar dibuat dengan pintu bagian luar membuka ke
luar, daun pintu bagian dalam dilengkapi dengan alat yang dapat menutup sendiri
sehingga mencegah masuknya serangga. Ruang dapur setidaknya mencakup
tempat pencucian peralatan, penyimpanan bahan makanan, pengolahan, penyiapan
dan administrasi. Tersedia pula setiknya meja peracikan, peralatan, lemari/fasilitas
penyimpan dingin, rak peralatan dan bak pencucian yang berfungsi dan terpelihara
dengan baik (Arisman, 2009).

33

PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Kamis, 06 November 2014 di
Industri Tempe Abian Tubuh dan Laboratorium Mikrobiologi Pangan Fakultas
Teknologi Pangan dan Agroindustri Universitas Mataram.

Alat dan Bahan Praktikum


a. Alat-alat Praktikum
Adapun alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah cawan petri,
cawan petri kecil, inkubator, meja dan lantai pengolahan.
b. Bahan-bahan praktikum
Adapun bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah udara,
media Nutrient Agar (NA), media Potato Dexstrose Agar (PDA) dan media Plate
Count Agar (PCA).

Prosedur kerja
a. Uji Kontaminasi Udara
1. Disiapkan media NA dan PDA masing-masing 4 buah cawan petri.
2. Masing-masing cawan media dan PDA diletakkan secara terpisah pada
beberapa tempat di dalam ruangan.
3. Dibuka tutup cawan petri dan dibiarkan selama 5 menit.
4. Ditutup dan diinkubasi pada suhu 30oC selama 3 hari.
5. Diamati dan dihitung koloni yang tumbuh pada masing-masing cawan.

34

b. Uji Sanitasi Lantai dan Meja


1. Disiapakan cawan petri steril dengan diameter 5-6 cm yang diisi dengan
PCA sampai permukaannya dan diitempatkan di dalam cawan petri steril
dengan diameter 10 cm.
2. Dibuka tutup luar cawan (cawan kecil yang berisi agar tidak diberi tutup)
dan dengan posisi terbalik cawan ditekan selama 4 detik pada lantai atau
meja yang akan diuji.
3. Diletakkan cawan kembali dengan posisi menghadap keatas di dalam
cawan yang lebih besar dan ditutup.
4. Diinkubasi pada suhu 30oC selama 3 hari.
5. Diamati dan dihitung koloni yang tumbuh pada masin-masing cawan.

35

HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN


Hasil Pengamatan
Tabel 3.1. Hasil Pengamatan Uji Sanitasi Ruang Pengolahan
Tempat
Industri

Ruang

Medium NA
U1

U2

Total
Koloni

Media
PDA
U1
U2

Total
Koloni

Kerupuk
Kulit
Seganteng 1
Kerupuk
Kulit
Seganteng 2
Tempe Abian
Tubuh

Pengolahan

32

48

3657,43

72

>250

>250

Pengemasan

>250

38

>250

26

37

>250

Pengolahan

56

91

>250

>250

Pengemasan

84

51

>250

24

31

>250

Pengolahan
Pengemasan

18
10

64
10

6
21

33
51

Tahu
Abian Tubuh

Pengolahan

32

44

>250
>250
>250

27

16

>250
>250
>250

Pengemasan

67

>250

>250

21

20

>250

Tabel 3.2. Hasil Pengamatan Uji Sanitasi Meja Dan Lantai


Tempat
Pertumbuhan Koloni
Tempat
Total Koloni
Industri
Medium PCA
Kerupuk
Meja
>250
>250
Kulit
Lantai
>250
>250
Seganteng 1
Kerupuk
Meja
>250
>250
Kulit
Lantai
>250
>250
Seganteng 2
Meja
2
<1,0
Tempe Abian
Tubuh
Lantai
4
1,33
Meja
>250
>250
Tahu Abian
Tubuh
Lantai
>250
>250

Hasil Perhitungan
1. Uji Sanitasi Ruang Pengolahan
Insdustri Kerupuk Kulit Seganteng 1
Ruang Pengolahan

36

Media NA =

=
= 36571,43 cm/gr
Media PDA = j

= >250
Ruang Pengemasan
Media NA =

= >250
Media PDA =

=
= 28799,82 cm/gr
Industri Kerupuk Kulit Seganteng 2
Ruang Pengolahan
Media NA =

= 73,5
= 67200,021 cm/gr
Media PDA =

=6
= 5485,716 cm/gr
Ruang Pengemasan
Media NA =

= 67,5
= 61714, 305 cm/gr

37

Media PDA =

= 27,5
= 25142,865 cm/gr
Industri Tempe Abian Tubuh
Ruang Pengolahan
Media NA =

= 41
= 37485 cm/gr
Media PDA =

= 19,5
= 17828 cm/gr
Ruang Pengemasan
Media NA =

= 10
= 9143 cm/gr
Media PDA = j

= 36
= 32914 cm/gr
Industri Tahu Abian Tubuh
Ruang Pengolahan
Media NA =

= 38
= 34743,64 cm/gr

38

Media PDA =

= 23
= 21028,44 cm/gr
Ruang Pengemasan
Media NA =

= 138
= 126170,64 cm/gr
Media PDA =

= 20,5
= 18742,74 cm/gr
2. Uji Sanitasi Meja Dan Lantai Ruang Pengolahan
Industri Kerupuk Kulit Seganteng 1
Meja

= >250 cm/gr

Lantai

= >250 cm/gr

Industri Kerupuk Kulit Seganteng 2


Meja

= >250 cm/gr

Lantai

= >250 cm/gr

Industri Tempe Abian Tubuh


Meja

=
=
= 0,66 cm/gr

Lantai

=
=
= 1,33 cm/gr

39

Industri Tahu Abian Tubuh


Meja

= >250 cm/gr

Lantai

= >250 cm/gr

40

PEMBAHASAN
Sanitasi ruang pengolahan berperan penting dalam menentukan berhasil
tidaknya upaya sanitasi makanan secara keseluruhan. Ruang pengolahan yang
bersih dan dipelihara dengan baik merupakan tempat yang higienis sekaligus
menyenangkan sebagai tempat kerja. Hal yang menentukan dalam menciptakan
ruang pengolahan yang saniter adalah konstruksi dapur dan tata letak. Standar
Nasional Indonesia (SNI) terhadap ruang pengolahan yaitu tidak boleh terdapat
lebih dari 100 total koloni mikroba dan tidak boleh ada bakteri patogen. Udara di
ruang

pengolahan

dapat

menjadi

sumber

mikroorganisme

dan

media

penyebarannya. Jenis-jenis mikroorganisme yang banyak terdapat di udara antara


lain

adalah

Bacillus

subtilis,

Streptococcus

pneumoniae

dan

Listeria

monocytogenes (Rukmana, 2011).


Pengujian sanitasi ruang pengolahan ini dilakukan pada beberapa industri
pengolahan pangan. Industri yang dikunjungi adalah industri kerupuk kulit
Seganteng serta industri tempe dan tahu Abian Tubuh. Uji yang dilakukan yaitu
uji kontaminasi udara dan uji sanitasi meja dan lantai pengolahan. Hasil
pengamatan dan perhitungan uji kontaminasi udara pada industri kerupuk kulit
Seganteng 1 dan 2 serta industri tempe dan tahu Abian Tubuh menunjukkan
bahwa seluruh ruang pengolahan dan pengemasannya memiliki total koloni >250
cm/gr, baik yang diuji pada media Potato Dextrose Agar (PDA) dan media
Nutrient Agar (NA). Hal ini disebabkan pengujian dilakukan saat industri
pengolahan yang dikunjungi tersebut baru saja menyelesaikan proses pengolahan

41

pangannya. Banyaknya aktivitas yang dilakukan di kedua ruangan tersebut


mempengaruhi banyaknya kontaminan yang masuk dalam cawan petri.
Pengujian sanitasi meja dan lantai dilakukan dengan menggunakan metode
RODAC (Replicate Organism Direct). Menurut Lukman dan Soejoedono (2009),
metode ini merupakan suatu metode perhitungan jumlah mikroba yang terdapat
pada permukaan suatu bahan, seperti lantai, meja dan peralatan, yaitu dengan cara
mengadakan kontak langsung degan agar cawan. Hasil pengamatan dan
perhitungan pada industri kerupuk kulit Seganteng dan industri tahu Abian Tubuh
dengan menggunakan media Plate Count Agar (PCA) menunjukkan bahwa total
koloni yang diperoleh pada meja dan lantai adalah >250 cm/gr. Dari data tersebut
dapat diketahui bahwa industri tersebut masih belum memenuhi standar SNI
ruang pengolahan. Hal ini disebabkan lantai merupakan tempat lalu lalang banyak
orang, sedangkan meja merupakan tempat meletakkan bahan pangan, baik yang
mentah ataupun matang. Apabila lantai dan meja tersebut tidak dibersihkan maka
jumlah mikroorganisme yang tumbuh akan semakin banyak. Sedangkan pada
industri tempe Abian Tubuh diperoleh total koloni pada meja adalah 0,66 cm/gr
dan pada lantai diperoleh total koloni 1,33 cm/gr. Hal ini terjadi sebab meja dan
lantai yang diuji di industri tersebut memang terlihat cukup bersih, lantainya pun
terbuat dari keramik dan baru selesai disapu.
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya kontaminasi adalah
faktor fisik, faktor kimia dan faktor mikrobilogi. Faktor fisik terkait dengan
kondisi ruangan yang tidak mendukung pengamanan makanan sperti sirkulasi
udara yang kurang baik, temperatur ruangan yang panas dan lembab. Faktor kimia

42

terkait dengan adanya zat-zat kimia yang digunakan untuk mempertahankan


kesegaran bahan makanan, obat-obat penyemprot hama, pengguanaa wadah bekas
obat-obatan pertanian untuk kemasan makanan. Faktor mikrobiologi terkait
dengan adanya kontaminasi oleh bakteri, virus, jamur dan parasit. Akibat
buruknya sanitasi makanan dapat timbul gangguan kesehatan pada orang yang
mengkonsumsi makanan tersebut (Rukmana, 2011).

43

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan, maka dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1. Sanitasi ruang pengolahan berperan penting dalam menentukan berhasil
tidaknya upaya sanitasi makanan secara keseluruhan.
2. Standar Nasional Indonesia (SNI) terhadap ruang pengolahan yaitu tidak boleh
lebih dari 100 total koloni mikroba dan tidak boleh ada bakteri patogen.
3. Udara di ruang pengolahan dan pengemasan pada semua industri yang
dikunjungi masih belum memenuhi standar SNI.
4. Sanitasi meja dan lantai di industri tempe Abian Tubuh cukup baik jika
dibandingkan dengan industri lainnya yang dikunjungi.
5. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya kontaminasi adalah faktor
fisik, faktor kimia dan faktor mikrobiologi.

44

ACARA IV
UJI SANITASI BAHAN DASAR DALAM PENGOLAHAN PANGAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pengolahan bahan pangan merupakan suatu proses yang sangat rentan
dicemari oleh mikroorganisme. Salah satu sumber pencemaran bahan pangan
adalah dari bahan dasarnya itu sendiri. Bahan dsasar yang terkontaminasi akan
mengalami kerusakan, khususnya kerusakan mikrobiologis. Kerusakan tersebut
akan mengurangi kualitas produk yang dihasilkan., bahkan dapat menyebabkan
penyakit yang membahayakan konsumen. Salah satu bahan dasar yang sering
digunakan dalam pengolahan adalah tepung dan gula. Tepung dan gula
merupakan sumber karbohidrat sehingga dapat menjadi media pertumbuhan yang
disukai oleh mikroba. Oleh karena itu, perlu dilakukan praktikum ini untuk
mengetahui tentang kontaminasi mikroba pada bahan dasar.

Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui tingkat sanitasi
bahan dasar yang digunakan dalam pengolahan pangan.

45

TINJAUAN PUSTAKA
Sanitasi

merupakan

sarana

pencegahan

penyakit

dengan

cara

menghilangkan atau mengatur faktor-faktor lingkungan yang berkaitan dengan


rantai perpindahan penyakit tersebut. Secara luas ilmu sanitasi adalah penerapan
dari prinsip-prinsip tersebut yang akan membantu dalam memperbaiki,
mempertahankan atau mengembalikan kesehatan yang baik pada manusia. Untuk
mempraktikan ilmu ini, maka seseorang harus mengubah segala sesuatu dalam
lingkungan yang dapat secara langsung dan tidak langsung membahayakan
terhadap kehidupan manusia. Sanitasi akan membantu melestarikan hubungan
ekologik yang seimbang. Sanitasi pangan merupakan hal terpenting dari semua
ilmu sanitasi karena sedemikian banyak lingkungan manusia yang baik secara
langsung atau tidak langsung berhubungan dengan suplai makanan (Marriot,
2009).
Bahan pangan selain merupakan sumber gizi bagi manusia, juga
merupakan sumber makanan bagi mikroorganisme. Bahan pangan dapat bertindak
sebagai perantara atau substrat untuk pertumbuhan mikroorganisme patogenik dan
organisme lain penyebab penyakit. Penyakit menular yang cukup berbahaya
seperti tipus, kolera, disentri dan TBC mudah tersebar melalui bahan pangan.
Pertumbuhan mikroorganisme dalam bahan pangan dapat juga menyebabkan
perubahan yang menguntungkan seperti perbaikan dalam bahan pangan secara
gizi, daya cerna ataupun daya simpan. Pertumbuhan mikroorganisme dalam bahan
pangan juga dapat mengakibatkan perubahan fisik ataupun kimia yang tidak

46

diinginkan, sehingga bahan pangan tersebut tidak layak untuk dikonsumsi


(Sunarno, 2011).
Spora bakteri thermofilik penyebab kerusakan makanan umumnya
tergolong jenis Bacillus dan Clostridium. Spora-spora termofilik yang sering
mengkontaminasi produk karbohidrat dan berkadar gula tinggi diantaranya
penyebab kebusukan spesifik. Sprora penyebab kebusukan asam tanpa gas (flat
sour) misalnya Bacillus coagulas yang tumbuh pada pH < 4,5 dan Bacillus
stearothermofilik yang tumbuh pada pH 4,0-4,5. Spora bakteri anaerobic
penyebab kebusukan sulfida yang memperoduksi H2S misalnya Clostridium
nigricans. Spora anaerobik yang tidak memperoduksi H2S, misalnya Clostridium
botulinum dan Clostridium thermosaccharolyticon (Siagiaan, 2012).
Tepung terigu protein sedang merupakan terigu campuran dari terigu jenis
soft dan hard. Contoh terigu protein sedang yang beredar di pasaran adalah
SEGITIGA BIRU. Terigu ini mempunyai sifat gluten sedang dengan kadar
protein berkisar antara 10-11%. Terigu jenis ini biasanya digunakan untuk
membuat mie dan roti. Sementara itu, tepung beras adalah tepung yang diperoleh
dari penggilingan atau penumbukan beras. Tepung beras biasanya digunakan
untuk membuat bermacam-macam makanan. Kandungan gizi yang terdapat pada
tepung beras antara lain karbohidrat 15%, lemak 5% dan air 5% (Purnomowati,
2012).
Gula adalah pemanis makanan yang biasa ditambahkan kedalam bahan
pangan dan minuman. Gula palem adalah gula yang dihasilkan dari pengoalahan
nira pohon palem, yaitu aren (Arenga pinnata Merr)., kelapa (Cocos nucifera),

47

siwalan (Borassus flabellifer) atau jenis palem lainnya dan berbentuk cetak atau
serbuk. Kadar air pada gula palem berkisar antara 3-10% dan kadar gula
pereduksinya berkisar antara 6-10%. Gula Kristal putih adalah gula Kristal yang
dibuat dari tebu atau bit melalui proses sulfitasi, karbonatasi atau fosfatasi
sehingga langsung dapat dikonsumsi. Kadar air gula kristal putih < 0,1%, kadar
air yang > 0,1% bisa menyebabkan gula menggumpal ataupun mikrob dapat
tumbuh subur dalam kemasan gula (Bastian, 2011).

48

PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Kamis, 13 November 2014 di
Laboratorium Mikrobiologi Pangan Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri
Universitas Mataram.
Alat dan Bahan Praktikum
a. Alat-alat praktikum
Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah cawan petri,
inkubator, mikropipet, blue tip, sendok, vortex, waterbath, timbangan analitik,
botol, aluminium foil dan lampu bunsen.
b. Bahan-bahn praktikum
Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah tepung terigu
ROSEBRAND, tepung terigu SEGITIGA BIRU, tepung beras tanpa merk, tepung
terigu tanpa merk, gula putih tanpa merk, gula putih merk GULAKU, gula merah
tanpa merk, gula palem, alkohol, aquades, NaCl steril dan media Skim Milk Agar
(SMA).
Prosedur Kerja
a. Sampel Tepung
1. Ditimbang 5 gr sampel tepung dan dimasukkan ke dalam botol berisi 50
ml aquades kemudian divortex.
2. Dipipet 10 ml suspensi tersebut ke dalam botol berisi media Skim Milk
Agar (SMA) dan NaCl 45 ml kemudian divortex.

49

3. Dimasukkan kedalam waterbath 100 C selama 8 menit.


4. Dipipet 1 ml hasil rebusan tersebut ke dalam 4 cawan petri.
5. Diinkubasi selama 2 hari pada suhu ruang.
6. Dihitung jumlah spora flat sour termofilik yang tumbuh.
b. Sampel Gula
1. Ditimbang 100 gr sampel gula dan dimasukkan ke dalam botol berisi 50
ml aquades kemudian divortex.
2. Dimasukkan kedalam waterbath 100 C selama 8 menit.
3. Dipipet 1 ml hasil rebusan tersebut ke dalam 4 cawan petri.
4. Dituang media SMA+NaCl kedalam cawan petri tersebut.
5. Diinkubasi selama 2 hari dan dihitung jumlah pertumbuhan spora flat sour.

50

HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN


Hasil Pengamatan
Tabel 4.1. Hasil Pengamatan Jumlah Spora Flat Sour Thermofilik pada Tepung
Sampel
Jumlah Spora Flat Sour
S
Flat
Sour (CFU/gr)
1
2
3
4
Tepung terigu tanpa merk
>250 >250 >250
7
>250
Tepung terigu SEGITIGA
2
>250
0
2
>250
BIRU
Tepung beras tanpa merk
10
9
13
12
176
Tepung beras ROSEBRAND
13
12
8
4
148
Tabel 4.2. Hasil Pengamatan Jumlah Spora Flat Sour Thermofilik pada Gula
Sampel
Jumlah Spora Flat Sour
S
Flat Sour
(CFU/gr)
1
2
3
4
Gula putih tanpa merk
13
12
8
4
>250
Gula putih merk GULAKU
>250
16
>250
2
>250
Gula Merah tanpa merk
>250
5
5
>250
>250
Gula palem
0
0
2
0
8

Hasil Perhitungan
a. Sampel Tepung
1. Tepung terigu tanpa merek
S

= 4 x jumlah mikroba dalam 4 petri


= >250 CFU/gr

2. Tepung terigu SEGITIGA BIRU


S

= 4 x jumlah mikroba dalam 4 petri


= >250 CFU/gr

3. Tepung beras tanpa merk


S

= 4 x jumlah mikroba dalam 4 petri


= 4 x (10+9+13+12)
= 176 CFU/gr

51

4. Tepung beras ROSEBRAND


S

= 4 x jumlah mikroba dalam 4 petri


= 4 x (13+12+8+4)
=148 CFU/gr

b. Sampel Gula
1. Gula putih tanpa merek
S

= 4 x jumlah mikroba dalam 4 petri


= 4 x (13+12+8+4)
=148 CFU/gr

2. Gulaku
S

= 4 x jumlah mikroba dalam 4 petri


= >250 CFU/gr

3. Gula merah tanpa merk


S

= 4 x jumlah mikroba dalam 4 petri


= >250 CFU/gr

4. Gula palem
S

= 4 x jumlah mikroba dalam 4 petri


= 4 x (0+0+2+0)
= 8 CFU/gr

52

PEMBAHASAN
Mutu bahan dasar yang digunakan dalam pengolahan pangan sangat
menentukan mutu produk akhir (produk olahan). Penggunaan bahan baku yang
tekontaminasi

oleh

mikroorganisme

dalam

jumlah

yang

banyak

akan

menghasilkan produk olahan dengan mutu rendah dan dapat menyebabkan produk
lebih mudah busuk selama penyimpanan. Salah satu jenis mikroorganisme yang
sering mengontaminasi bahan dasar adalah spora flat sour thermofilik. Menurut
Marriot (2009), spora flat sour adalah spora penyebab kebusukan asam tanpa gas
dan dapat tumbuh pada suhu 40 C- 60 C atau lebih. Contoh spora flat sour
thermofilik adalah Baciilus stearothermopilus dan Bacillus coagulans.
Bahan dasar yang diamati pertumbuhan spora flat sour thermofiliknya
pada praktikum ini adalah beberapa jenis tepung dan gula baik yang bermerk
ataupun tidak bermerk. Tepung dan gula sering terkontaminasi spora disebabkan
oleh banyaknya kandungan karbohidrat sehingga menjadi media pertumbuhan
yang baik bagi mikroorganisme. Hasil pengamatan dan perhitungan jumlah total
flat sour thermofilik pada sampel tepung terigu tanpa merk dan sampel tepung
terigu SEGITIGA BIRU sama-sama >250 CFU/gr, sedangkan pada sampel tepung
beras tanpa merk dan tepung beras ROSEBRAND berturut-turut adalah 176
CFU/gr dan 148 CFU/gr. Menurut SNI 3751:2009 tentang tepung terigu dan SNI
3549:2009 tentang tepung beras, batas cemaran mikroba adalah maksimal 1x104
CFU/gr. Oleh karena itu, hanya sampel tepung beras saja yang memenuhi standar
SNI, baik yang tanpa merk maupun merk ROSEBRAND. Jumlah spora yang
tumbuh pada sampel tepung terigu lebih banyak daripada tepung beras

53

dikarenakan kadar air tepung terigu lebih rendah namun kadar protein dan lemak
lebih tinggi sehingga lebih disukai oleh mikroorganisme sebagai media
pertumbuhannya (Purnomowati, 2012).
Selama proses penyimpanan gula dapat mengalami kerusakan karena
mikroorganisme. Menurut Bastian (2011), faktor terbesar yang mempengaruhi
kadar non gula dan air pada lapisan film dan yang ada dipermukaan Kristal gula.
Hasil pengamatan dan perhitungan menunjukkan bahwa jumlah spora flat sour
thermofilik pada gula putih merk GULAKU dan gula merah tanpa merk samasama >250 CFU/gr, sedangkan pada sampel gula pasir tanpa merk dan gula palem
berturut-turut adalah 148 CFU/gr dan 8 CFU/gr. Gula merah lebih cepat
mengalami perubahan mutu selama penyimpanan dikarenakan gula merah
memiliki kadar air yang lebih tinggi dari gula putih, sehingga lebih mudah
terkontaminasi oleh mikroorganisme. Menurut Bastian (2011), ketahanan gula
selama penyimpanan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Selain karena pengaruh
kondisi tempat penyimpanan, kemasan yang diguanakan juga dari kualitas gula
yang diproduksi oleh pabrik gula. Penggumpalan (caking) selama proses
penyimpanan merupakan kondisi yang terjadi karena adanya perbedaan
kelembaban antara Kristal gula dengan lingkungannya. Menurut Sutanto (2008),
penurunan kualitas gula dipengaruhi oleh ukuran partikel kristal yang kecil dan
tidak rata, kandungan gula reduksi yang tinggi yang berperan dalam sifat
higroskopis gula kristal, jumlah zat tak larut yang menempel pada permukaan
kristal gula dapat membawa air dan tempat tumbuhnya mikroorganisme, kadar air
gula kristal yang tinggi saat dipacking dan kelembaban atmosfer yang tinggi.

54

Bahan baku yang baik untuk digunakan adalah memiliki kandungan nutrisi
yang baik, tidak menunjukkan tanda-tanda kerusakan atau kebusukan, serta aman
untuk dikonsumsi. Kandungan nutrisi yang baik terdapat dalam bahan baku yang
kualitas fisik, kimia dan biologis juga baik. Beberapa macam makanan terutama
bahan tambahan makanan dapat mengancam kesehatan manusia sehingga lebih
baik tidak digunakan secara berlebihan (Purnomowati, 2012).

55

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan maka dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1. Spora flat sour thermofilik adalah spora penyebab kebusukan asam tanpa gas
dan dapat tumbuh pada suhu 40-60C atau lebih.
2. Lebih banyak spora yang tumbuh pada sampel tepung terigu daripada tepung
beras.
3. Hanya sampel tepung beras yang memenuhi standar SNI untuk batas cemaran
mikroba, baik yang bermerk maupun tidak bermerk.
4. Sampel gula putih merk GULAKU dan gula merah tanpa merk sama-sama
memiliki jumlah total spora flat sour >250 CFU/gr.
5. Ketahanan gula dipengaruhi oleh faktor kondisi penyimpanan, kemasan,
kualitas gula saat diproduksi, kandungan gula reduksi dan zat tak larut serta
kadar air dan kelembaban atmosfer.

56

ACARA V
UJI SANITASI AIR DALAM PENGOLAHAN PANGAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Makanan dan minuman merupakan kebutuhan utama manusia. Makanan
dan minuman digunakan oleh manusia sebagai sumber energi yang digunakan
untuk keberlangsungan hidupnya. Akan tetapi makanan dan minuman berpotensi
membahayakan

kesehatan manusia karena mengandung cemaran. Cemaran

tersebut dapat berupa mikroorganisme pathogen yang berasal dari air yang
digunakan selama peruses pengolahan. Dalam industri pangan, air harus
memenuhi

syarat-syarat

tertentu

sesuai

dengan

tujuan

penggunaannya.

Penyediaan air yang memenuhi syarat-syarat tertentu dalam jumlah yang cukup
menjadi sesuatu yang sangat penting. Kualitas air yang digunakan untuk
pembersihan bahan baku dan peralatan sangat menentukan kualitas makanan yang
dihasilkan. Oleh karena itu perlu dilakukan praktikum uji sanitasi air dalam
pengolahan pangan untuk mengetahui kualitas air dari beberapa sumber yang
sering digunakan baik sebagi air minum maupun air dalam pengolahan pangan.

Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui tingkat sanitasi
air yang digunakan dalam proses pengolahan pangan.

57

TINJAUAN PUSTAKA
Air merupakan suatu kebutuhan dalam kehidupan manusia sehari-hari.
Untuk kebutuhan pengolahan maupun diminum, mutu air harus tetap dijaga. Oleh
karena itu penanganan air biasanya diperlukan untuk persediaan air yang
diperoleh dari sumber di bawah tanah atau sumber di permukaan (Buckle et al,
2009).
Air merupakan media yang baik untuk ditumbuhi mikroba. Dari sekaian
banyak jenis mikroba yang bersifat patogen atau merugikan manusia, ada
beberapa jenis mikroba yang sangat tidak dikehendaki kehadirannya karena
mikroba tersebut berasal dari kotoran manusia dan hewan berdarah panas lainnya.
Mikroba tersebut dapat berperan sebagai bioindikator kualitas air (Nugroho,
2006).
Bakteri Coliform bersifat aerob dan anaerob fakultatif, termasuk ke dalam
bakteri gram negatif, tidak membentuk spora, berbentuk batang (basil), dan dapat
memfermentasi laktosa dengan menghasilkan asam dan gas (Pelczar, 1958).
Golongan bakteri Coli merupakan jasad indikator dalam air, bahan makanan, dan
sebagainya untuk kehadiran jasad berbahaya, yang mempunyai persamaan sifat
gram negatif berbentuk batang, tidak membentuk spora, dan mampu
memfermentasikan laktosa pada temperatur 37C dengan membentuk asam dan
gas di dalam waktu 48 jam (Suriawiria, 1996).
Coliform merupakan suatu grup bakteri yang digunakan sebagai indikator
adanya polusi kotoran dan kondisi yang tidak baik terhadap air, makanan, susu
dan produk-produk susu. Adanya bakteri coliform di dalam makanan/minuman

58

menunjukkan kemungkinan adanya mikroba yang bersifat enteropatogenik dan


atau toksigenik yang berbahaya bagi kesehatan (Fardiaz, 1993).
Prinsip penentuan angka bakteri Coliform adalah ditandai dengan
terbentuknya gas dalam tabung Durham, setelah sampel diinkubasikan dalam
perbenihan yang cocok pada suhu 36 1C selama 24-48 jam dan selanjutnya
dirujuk kepada tabel MPN (Most Probable Number)/APM (Angka Paling
Mungkin). Dalam metode MPN digunakan medium cair di dalam tabung reaksi,
di mana perhitungan dilakukan berdasarkan jumlah tabung yang positif, yaitu
yang ditumbuhi oleh mikroba setelah inkubasi pada suhu dan waktu tertentu.
Pengamatan tabung yang positif dapat dilihat dengan mengamati timbulnya
kekeruhan, atau terbentuknya gas di dalam tabung durham terbalik (Waluyo,
2010).
Perhitungan kelompok bakteri Coli menggunakan metode MPN (Most
Probable Number), dengan jumlah 3-3-3 atau 5-5-5 tanpa memperhatikan apakah
jenis-jenis di dalam kelompok tersebut termasuk Coli-fekal/FCB (Fecal Coli
Bacterial) ataupun non-FCB (Suriawiria, 1996). Lebih banyak tabung yang
digunakan menunjukkan ketelitian yang lebih tinggi (Waluyo, 2010).

59

PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Kamis, 20 November 2012, di
Laboratorium Mikrobiologi Pangan Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri
Universitas Mataram.

Alat dan Bahan Praktikum


a. Alat-alat praktikum
Adapun alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah pipet mikro,
tabung reaksi, inkubator, lampu bunsen, yellow tip, blue tip, vortex, tabung
durham dan cawan petri.
b. Bahan-bahan praktikum
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah air
minum isi ulang, air minum AQUA, air minum NARMADA, air sumur daerah
Gomong, media Plate Count Agar (PCA) dan media Lactose Broth (LB),

Prosedur Kerja
a.

Uji Total Mikroba


1. Diambil 1 ml sampel air dengan pipet yang kemudian dimasukkan kedalam
erlenmeyer steril yang berisi larutan pengencer (9 ml) dan dianggap sebagai
pengenceran 10-1.
2. Diambil 1 ml dari pengenceran 10-1 dan masukkan dalam reaksi kedua
(pengenceran 10-2).

60

3. Dari seri pengenceran tersebut masing-masing dipipet 0.1 ml dan ditanam


pada media Plate Count Agar (PCA) secara duplo.
4. Diinkubasi pada suhu 35oC selama 24 jam.
5. Diamati dan dihitung jumlah total koloni mikroba per ml.
b.

Uji Penduga Koliform (MPN koliform)


1. Disiapkan 7 tabung reaksi steril yang diisi media Lactose Broth (LB).
2. Di dalamnya dimasukkan tabung durham yang dipasang terbalik.
3. Dimasukkan sampel air, masing-masing 10 ml sampel (5 tabung reaksi), 1
ml (1 tabung reaksi), dan 0.1 ml (1 tabung reaksi).
4. Diinkubasi pada suhu 35oC selama 24 jam.
5. Diamati kekeruhan dan pembentukan gas, kemudian dihitung dengan
melihat tabel MPN 7 tabung.

61

HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN


Hasil Pengamatan
Tabel 5.1 Hasil Pengamatan Uji Total Mikroba Media PCA
Pengenceran
-2
10
10-3
Kelompok
Sampel
U1
Air Isi
Ulang
AQUA

1
2
3
4

U2

TBUD TBUD

NARMADA
Air Sumur
Daerah
Gomong

U1

U2

U1

U2

Total
Mikroba
(CFU/mL)

12

>1 x 10-4

10-4

1,075 x10-4

10

5,65 x10-4

12

12

15

14,06x 10-4

Tabel 5.2 Hasil Pengamatan Uji Penduga Koliform (MPN Koliform)


Tabung Seri 7
Kelompok
Sampel
1 @10
1 @1,0mL 1 @0,1mL
mL

Koliform

Air Isi Ulang

< 2,0

AQUA

< 2,0

NARMADA

< 2,0

Air Sumur
Daerah Gomong

< 4,4

Hasil Perhitungan
Kelompok 1
Air Isi Ulang
10-2

10-3

10-4

= >1 x 104 CFU/mL


=10,5x103CFU/mL=1,05x104 CFU/mL
= 3,5 x 104 CFU/mL

62

Jumlah mikroba = 1,05 x 104 CFU/mL + 3,5 x104 CFU/mL = 4,55 x 104 CFU/mL
Kelompok 2
Air Minum AQUA
10-2

= 5,5 x 102 CFU/mL= 0,055x 104 CFU/mL

10-3

= 1,5 x 103 CFU/mL = 0,15 x 104 CFU/mL

10-4

= 1,5 x 104 CFU/mL

Jumlah mikroba = 0,055x 104 CFU/mL + 0,15 x 104 CFU/mL + 1,5 x 104CFU/mL
= 1,705x 104 CFU/mL
Kelompok 3
Air Minum NARMADA
10-2

= 0 CFU/mL

10-3

= 1,5 x 103 CFU/mL = 0,15 x 104 CFU/mL

10-10-4

= 5,5 x 104 CFU/mL

Jumlah mikroba = 0 CFU/mL + 0,15 x 104 CFU/mL + 5,5 x 104 CFU/mL


= 5,65x 104 CFU/mL
Kelompok 4
Air Sumur Daerah Gomong
10-2

= 6 x 102 CFU/mL= 0,06 x 104 CFU/mL

10-3

= 5 x 103 CFU/mL = 0,5 x 104 CFU/mL

10-4

= 13,5 x 104 CFU/mL

Jumlah mikroba = 0,06 x 104 CFU/mL + 0,5 x 104 CFU/mL + 13,5 x 104 CFU/mL
= 14,06 x 104 CFU/mL

63

PEMBAHASAN
Air merupakan suatu kebutuhan dalam kehidupan manusia sehari-hari.
Untuk kebutuhan pengolahan maupun diminum, mutu air harus tetap dijaga. Oleh
karena itu penanganan air biasanya diperlukan untuk persediaan air yang
diperoleh dari sumber di bawah tanah atau sumber di permukaan (Buckle et al,
2009). Air mempunyai peranan yang sangat penting dalam pengolahan pangan.
Air digunakan sebagai bahan baku pengolahan pangan maupun sebagai pencuci
bahan baku dan peralatan pengolahan pangan. Penggunaan air dalam pengolahan
pangan memberikan peluang pencemaran produk pangan melalui air. Cemaran
tersebut dapat berupa cemaran mikrobiologis yang tidak kasat mata. Untuk
menghindari pencemaran tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan air dari
sumber yang bersih. Secara umum air yang baik untuk pengolahan pangan dapat
dikenali melalui warna, rasa dan bau. Air yang baik tentunya tidak berwarna, tidak
berasa dan tidak berbau. Adapun penentuan cemaran mikrobiologis harus melalui
pengujian laboratorium.
Pengujian sanitasi air dalam pengolahan panagn dalam praktikum ini
meliputi uji total mikroba dengan media Plate Count Agar (PCA) dan uji penduga
koliform dengan media Lactose Broth (LB). Hasil pengujian total mikroba pada
air isi ulang mengandung koloni mikroba
mengandung 1,705

1 104CFU/ml, air minum AQUA

104CFU/ml, air minum NARMADA mengandung 5,65

104CFU/ml, dan air sumur Gomong 14,06 104CFU/ml . berdasarkan hasil


pengamatan dapat dikeatahui bahwa air isi ulang dan air sumur Gomong
mengandung cemaran mikroba yang tinggi. Air isi ulang merupakan air minum

64

yang diolah dengan proses penyaringan dengan menggunakan filter khusus (filter
membrane). Pengisian air isi ulang dapat dilakukan di depot isi ulang yang
berlokasi di sekitar kampus Universitas Mataram. Tingginya cemaran mikroba
pada air yang diisi ulang diduga disebabkan beberapa faktor seperti sumber air
yang kurang higienis, proses penyaringan yang kurang maksimal, penyaring yang
digunakan sudah bocor dan proses pengisian yang tidak aseptis.
Adapun air sumur Gomong yang mengandung cemaran mikroba yang
tinggi diduga karena sumur tersebut tidak di tutup sehingga mikroba dari udara
masuk ke sumur. Air sumur merupakan sumber air bersih utama yang digunakan
masyarakat, khususnya di pedesaan yang belum terjangkau layanan air bersih
PDAM. Air sumur merupakan air tanah, sehingga memperbesar peluang
tercemarnya air oleh mikroba yang hidup di tanah.
Air minum dalam kemasan bermerek AQUA mengandung cemaran
mikroba terendah dalam penggujian ini. AQUA diproduksi oleh sebuah
perusahaan air minum dengan standar tertentu, oleh sebab itu lebih terjamin.
AQUA menggunakan sumber air yang berasal dari mata air pegunungan di
beberapa daerah di Indonesia. Proses pengolahan AQUA yang terstandar dan
dilakukan secara aseptis dapat membantu mengurangi cemaran mikroba dalam air
AQUA.
Standar Nasoinal Indonesia No. 6241:2014 mensyaratkan air yang baik
mengandung cemaran mikroba maksimal 1

105 koloni/ml,. akan tetapi dalam

praktikum ini hanya dibuat pengenceran sampel air sampai 10-4, sehingga tidak
dapat ditentukan apakah sampel air yang diuji tersebut memenuhi persyaratan SNI

65

atau tidak. Hal ini sejalan dengan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan
makanan yang membatasi cemaran mikroba pada air minum sebesar 1

105

koloni/ml.
Pengujian selanjutnya dalam praktikum ini adalah uji penduga koliform.
Hasil pebgujian menunjukkan bahwa air isi ulang mengandung

2,0 MPN/100ml,

air minum AQUA mengandung <2,0 MPN/100ml, air minum NARMADA


mengandung <2,0 MPN/100ml dan air sumur Gomong mengandung <4,4
MPN/100ml. SNI No. 6241:2014 mensyaratkan air minum harus bebas dari
Eschericia coli, Enterococci dan Pseudomonas aerogenosa. Hal ini sejalan
dengan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan yang membatasi
APM (Angka Paling Mungkin) koliform dalam air minum <2,0 MPN/100ml. Hal
ini menunjukkan bahwa air isi ulang, air minum AQUA dan air minum
NARMADA standar kandungan koliform SNI dan dinyatkan aman berdasarkan
SK Kepala BPOM.
Berdasarkan hasil uji penduga koliform dapat diketahui bahwa air isi
ulang, air minum AQUA dan air minum NARMADA tidak mengandung bakteri
koliform. Hal ini menunjukkan bahwa air isi ulang, air minum AQUA dan air
minum NARMADA aman untuk dikonsumsi. Air isi ulang, air minum AQUA dan
air minum NARMADA bebas dari koliform yang menunjukkan bahwa sampelsampel air tersebut tidak tercemar kotoran manusia dan hewan. Fardiaz (1993),
menjelaskan bahwa adanya bakteri koliform di dalam makanan/minuman
menunjukkan kemungkinan adanya mikroba yang bersifat enteropatogenik dan
atau toksigenik yang berbahaya bagi kesehatan. Adapun air sumur daerah

66

Gomong positif mengandung koliform. Hal ini diduga karena air sumur Gomong
dekat dengan bak penampung kotoran (septic tank). Kandungan koliform dalam
air sumur daerah Gomong melebihi batas cemaran koliform yang diizinkan
BPOM sehingga diperlukan perlakuan terlebih dahulu agar air tersebut dapat
dikonsumsi. Perlakuan yang dimaksud antara lain penambahan klorin dan
pemanasan sebelum dikonsumsi.
Air yang digunakan untuk pengolahan pangan dan keperluan sehari-hari
sebaiknya adalah air yang memenuhi kriteria sebagai air bersih. Waluyo (2010),
menjelaskan bahwa

air bersih merupakan air yang dapat digunakan untuk

keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat-syarat kesehatan dan


dapat diminum apabila telah dimasak.

67

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan, maka dapat disimpulan
sebagai berikut:
1. Sanitasi air yang digunakan dalam pengolahan pangan sangat menentukan
keamanan produk pangan yang dihasilkan.
2. Air yang tercemar dapat menjadi perantara perpindahan penyakit ke
konsumen.
3. Bakteri koliform merupakan indikator sanitasi air.
4. Air isi ulang, air minum AQUA dan air minum NARMADA aman dikonsumsi
dan memenuhi syarat SNI No. 6241:2014.
5. Air minum dalam kemasan yang bermrek lebih aman dikonsumsi.

68

ACARA VI
UJI SANITASI MAKANAN JAJANAN SEKITAR KAMPUS
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Jajanan sekitar kampus merupakan jenis makanan yang sering dikonsumsi
oleh

para

mahasiswa.

Selain

mudah

didapat,

harganya

terjangkau.

Padahal, jajanan tersebut sangat rentan dicemari oleh berbagai jenis mikoorganis
me. Mikroorganisme tersebut dapat menyebabkan penyakit bagi orang-orang yang
memakannya, yang biasa dikenal dengan foodborne illness. Untuk menghindari
hal tersebut perlu dilakukan pengawasan sanitasi terhadap berbagai jajanan sekitar
kampus tersebut. Oleh karena itu, perlu dilakukan praktikum ini agar dapat
diketahui tentang sanitasi makanan jajanan tersebut.

Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui tingkat sanitasi
makanan jajanan sekitar kampus.

69

TINJAUAN PUSTAKA
Sanitasi

merupakan

sarana

pencegahan

penyakit

dengan

cara

menghilangkan atau mengatur faktor-faktor lingkungan yang berkaitan dengan


cara pemindahan penyakit tersebut. Secara luas, ilmu sanitasi adalah penerapan
dari prinsip-prinsip yang akan membantu dalam memperbaiki, mempertahankan
atau mengendalikan kesehatan yang baik bagi manusia. Untuk mempraktekan
ilmu ini maka seseorang harus mengubah segala sesuatu dalam lingkungan yang
dapat secara langsung atau tidak langsung membahayakan terhadap kehidupan
manusia. Sanitasi akan membantu melestarikan hubungan ekologik yang
seimbang. Sanitasi pangan merupakan hal terpenting dari semua ilmu sanitasi
kerena sedimikian lingkungan manusia yang baik secara langsung atau tidak
langsung berhubungan dengan suplai makanan (Marriot, 2009).
Makanan jajanan adalah makanan dan minuman yang disajikan dalam
wadah atau sarana penjualan dipinggir jalan, tempat umum dan sebagainya.
Makanan jajanan dapat berupa minuman atau makanan dengan jenis, rasa dan
warna yang bervariasi. Kebersihan makanan dan minuman trsebut, sangat penting
karena berkaitan dengan kondisi tubuh manusia. Apabila makanan dan minuman
yang dikonsumsi tidak terjaga kebersihanya maka dapat menimbulkan berbagai
jenis penyakit. Makanan dan minuman yang ditepatkan di tempat terbuka dapat
menjadi tidak aman dan berbahaya karena adanya resiko kontaminasi (Puspitasari,
2013).
Makanan yang diproduksi harus memiliki kriteria agarb dapat dikonsumsi
oleh konsumen. Kriteria tersebut yaitu makanan yang berada dalam derajat

70

kematangan yang dikehendaki, bebas dari pencemaran di setiap tahap produksi


dan penanganan selanjutnya. Kemudian bebas dari perubahan fisik dan kimia
yang tidak dikehendaki, sebagai akibat pengaruh enzim, aktivitas mikroba, hewan
pengerat, serangga, parasit dan kerusakan karena tekanan, pemasakan dan
pengeringan serta bebas dari mikroorganisme dan parasit yang menimbulkan
penyakit yang dihantarkan oleh makanan (foodborne illness) (Marissa, 2008).
Mikroba yang menimbulkan penyakit dapat berasal dari makanan produk
ternak yang terinfeksi atau tanaman yang terkontaminasi. Makanan yang
terkontaminasi selama pengolahan dapat menjadi media penularan penyakit dan
bersifat infeksi, yaitu suatu penyakit yang disebabkan oleh mikroba yang hidup
dan berkembang biak pada tempat terjadinya perandangan. Mikroba masuk ke
dalam saluran pencernaan manusia melalui makanan yang kemudian dicerna dan
diserap oleh tubuh. Dalam kondisi yang sesuai, mikroba patogen akan
berkembang biak didalam saluran pencernaan sehingga menyebabkan penyakit
(Setiawan, 2009).
Foodborne disease merupakan penyakit yang diakibatkan karena
mengkonsumsi makanan yang tercemar mikroba patogen. Foodborne disease
yang disebabkan oleh Salmonella dapat menyebabkan kematian pada manusia.
Mikroorganisme lainnya yang dapat menyebabkan Foodborne disease antara lain
Campylobacter, Listeria dan Escherichia coli. Gejala umum Foodborne disease
adalah perut mual diikuti muntah-muntah, diare, demam, kejang-kejang dan gejala
lainnya (Falamy, dkk., 2012).

71

PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Kamis, 20 November 2014 di
Laboratorium Mikrobiologi Pangan Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri
Universitas Mataram.
Alat dan Bahan Praktikum
a. Alat-alat praktikum
Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah cawan petri,
tabung reaksi, mikropipet, vortex, timbangan analitik, lampu bunsen, mortar,
alumunium foil, inkubator dan tisu.
b. Bahan-bahan praktikum
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah cilok,
batagor, risoles, es kelapa, aquades, media Potato Dextrose Agar (PDA), media
Plate Count Agar (PCA), media Nutrient Agar (NA) dan alkohol.
Prosedur Kerja
1. Dihancurkan dan ditimbang sampel sebanyak 1 gram.
2. Dimasukkan sampel tersebut ke dalam tabung reaksi pertama (10-1)
3. Dilakukan pengenceran berturut-turut sampel 10-5
4. Ditumbuhkan secara duplo 3 pengenceran pertama dalam media PDA atau dan
3 pengenceran terakhir dalan media PCA atau media NA
5. Diinkubasi pada suhu 35oC selama 3 hari
6. Diamati dan dihitung total koloni yang tumbuh.

72

HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN


Hasil Pengamatan
Tabel 6.1. Hasil Pengamatan Total Kapang dan Khamir
Pengenceran
Total Khamir
-1
Kelompok
Sampel
10
10-2
10-3
(CFU/ml)
U1
U2
U1
U2
U1
U2
1
Cilok
10
16
4
5
2
0
1,58 x 103
2
Batagor
7
12
1
1
0
20
10,195 x 103
3
Risoles
5
0
0
0
0
TBUD
>250
4
Es kelapa
42
28
9
6
2
0
2;6 x 103
Tabel 6.2. Hasil Pengamatan Uji Total Mikroba Media Plate Count Agar (PCA)
Pengenceran
Total Mikroba
Kelompok
Sampel
10-1
10-2
10-3
(CFU/ml)
U1 U2 U1 U2 U1 U2
1
Cilok
0
1
0
3
0
4
2,155 x 105
2
Batagor
3
3
5
7
0
1
1,13 x 105
Tabel 6.3. Hasil Pengamatan Uji Total Mikroba Media Nutrient Agar (NA)
Pengenceran
Total Mikroba
-1
Kelompok
Sampel
10
10-2
10-3
(CFU/ml)
U1
U2
U1 U2 U1
I2
1
Risoles
8
1
3
1
14
0
7, 245 x 105
2
Es kelapa
-

Hasil Perhitungan
1. Perhitungan Total Kapang dan Khamir Media Potato Dextrose Agar (PDA)
a. Cilok
10-1 =

U1 U 2
10 16
=
= 13 x10 = 0,13 x 103 CFU/ml
2
2

10-2 =

U1 U 2
45
=
2
2

= 4,5 x102 = 0,45 x 103 CFU/ml

10-3 =

U1 U 2 2 0
=
2
2

= 1 x103 CFU/ml

= ( 13 + 0,45 + 1) x 103 CFU/ml = 1,58 x 103 CFU/ml

73

b. Batagor
10-1 =

U1 U 2 7 12
=
= 9,5 x10 = 0,095 x 103 CFU/ml
2
2

10-2 =

U1 U 2 1 1
=
2
2

10-3 =

U1 U 2 0 20
=
= 10 x 103 CFU/ml
2
2

=(

= 1 x102

+ )

= 0,1 x 103 CFU/ml

CFU/ml = 0,1 x 103 CFU/ml

c. Risoles
10-1 =

U1 U 2 5 0
=
2
2

= 2,5 x10 = 0,025 x 103 CFU/ml

10-2 =

U1 U 2 0 0
=
2
2

= 0 CFU/ml

10-3 =

U1 U 2
= TBUD = >250 CFU/ml
2

=>

CFU/

d. Es kelapa
10-1 =

U1 U 2 42 28
=
= 35 x10
2
2

10-2 =

U1 U 2 9 6
=
2
2

= 7,5 x 102 = 0,75 x 103 CFU/ml

10-3 =

U1 U 2 2 1
=
2
2

= 1,5 x 103 CFU/ml

= 0,35 x 103 CFU/ml

koloni = (0,35 + 0,75 + 1,5) x 103 CFU/ml = 2,6 x 103 CFU/ml


2.

Hasil Pengamatan Uji Total Mikroba Media Plate Count Agar (PCA)
a. Cilok
10-3 =

U1 U 2 0 1
=
2
2

= 0,5 x103 = 0,005 x 105 CFU/ml

10-4 =

U1 U 2 0 3
=
2
2

= 1,5 x 104 = 0,15 x 105 CFU/ml

74

10-5 =

U1 U 2 0 4
=
= 2 x 105 CFU/ml
2
2

=(

+ )

CFU/ml = 2,155 x 105 CFU/ml

b. Batagor
10-3 =

U1 U 2 3 3
=
= 3 x103
2
2

10-4 =

U1 U 2 5 7
=
2
2

= 6 x 104 = 0,6 x 105 CFU/ml

10-5 =

U1 U 2 0 1
=
2
2

= 0,5 x 105 CFU/ml

=(

= 0,03 x 105 CFU/ml

CFU/ml = 1,13 x 105 CFU/ml

3. Perhitungan Uji Total Bakteri Media Nutrient Agar (NA)


Risoles
10-3 =

U1 U 2 8 1
=
2
2

= 4,5 x103 = 0,045 x 105 CFU/ml

10-4 =

U1 U 2 3 1
=
2
2

= 2 x 104 = 0,2 x 105 CFU/ml

10-5 =

U1 U 2 14 0
=
= 7 x 105 CFU/ml
2
2

=(

+ 7)

CFU/ml = 7,245 x 105 CFU/ml

75

PEMBAHASAN
Kebanyakan mahasiswa mempunyai kebiasaan membeli makanan jajanan
di sekitar kampus. Seringkali jajanan tersebut dijual di pinggir saluran

air,

sehingga memudahkan terjadinya kontak antara makanan jajanan tersebut dengan


mikroorganisme. Padahal mikroorganisme dalam makanan adalah salah satu
penyebab dari berbagai jenis penyakit (foodborne disease). Salmonella sp,
Bacillus cereus dan Escherichia coli adalah contoh mikroorganisme yang dapat
mencemari makanan jajanan. Menurut Puspitasari (2013), infeksi dari
mikroorganisme tersebut dapat menyebabkan diare akut. Selain itu, salah satu
varian E. Coli 0157:H7 mampu menyebabkan pendarahan akut akibat proses
pematangan makanan yang tidak sempurna dan proses pembekuan daging yang
tidak optimal.
Pengujian sanitasi makanan jajanan sekitar kampus ini menggunakan
empat jenis sampel yang berbeda, yaitu cilok, batagor, risoles dan es kelapa.
Pengujian total kapang dan khamir pada media Potato Dextrose Agar (PDA)
menunjukkan bahwa sampel risoles memiliki total kapang dan khamir tertinggi,
yaitu >250 CFU/ml. Sedangkan pada sampel cilok sebanyak 1,58 x 103 CFU/ml,
sampel batagor 10,195 x 103 CFU/ml dan sampel es kelapa sebanyak 2,6 x 103
CFU/ml. Pengujian total mikroba pada media Plate Count Agar (PCA) dan
Nutrient Agar (NA) menunjukkan bahwa sampel risoles juga memiliki total
koloni mikroba tertinggi, yaitu 7,245 x 105 CFU/ml. Sedangkan pada sampel cilok
sebanyak 2,155 x 105 CFU/ml dan pada batagor sebanyak 1,13 x 105 CFU/ml.

76

Total mikroba yang tumbuh di es kelapa tidak dapat dihitung sebab media yang
digunakan untuk pengamatannya rusak karena belum membeku sempurna.
Adanya mikroorganisme pada makanan jajanan yang diamati dapat
disebabkan saat makanan dijajakan tidak diletakkan dalam wadah tertutup
(makanan jajanan dibiarkan di tempat terbuka untuk dijual). Penempatan makanan
jajanan pada areal tertentu (pinggir jalan atau pinggir saluran air) juga
memudahkannya untuk kontak dengan mikroorganisme. Selain itu, tidak adanya
pemanasan ulang menyebabkan bertambahnya jumlah mikroba pada makanan
jajanan tersebut. Sumber kontaminasi mikroorganisme pada sampel es kelapa
dapat berasal dari air dan es yang digunakan. Air yang tidak mengalami proses
pemasakan menyebabkan tumbuhnya mikroorganisme pada air sehingga minuman
tersebut juga ikut tercemar. Selain itu, kurangnya perhatian penjaga terhadap
kebersihan diri dan alat pengolahan juga dapat menjadi sumber kontaminasi pada
makanan jajanan yang dijajakan.

77

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan, perhitungan dan pembahasan, maka dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Makanan jajanan adalah makanan atau minuman yang biasanya dijual di
pinggir jalan atau tempat terbuka.
2. Contoh mikroorganisme yang dapat mencemari makanan jajanan adalah
Bacillus cereus dan Escherichia coli.
3. Jumlah total mikroba, kapang dan khamir tertinggi terdapat pada sampel
risoles.
4. Jumlah total mikroba terendah terdapat pada sampel batagor (1,13 x 103
CFU/ml). Sedangkan jumlah total kapang dan khamir terendah terdapat pada
sampel cilok (1,58 x 103 CFU/ml).
5. Sumber kontaminasi makanan jajanan dapat berasal dari lingkungan yang
terbuka, pengolahan yang tidak sesuai (tidak dilakukan pemanasan ulang),
bahan baku yang telah tercemar, penjaja makanan yang tidak memperhatikan
kebersihan diri dan alat pengolahan alat yang digunakan

78

DAFTAR PUSTAKA
Arisman, 2009. Buku Ajar Ilmu Gizi. Keracunan Makanan. UGC. Jakarta.
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2009. Surat Keputusan
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Tentang
Batas Cemaran dalam Produk Pangan. BPOM. Jakarta.
Bastian, F., 2011. Buku Ajar Teknologi Pati dan Gula. Universitas Hasanuddin.
Makassar.
Buckle, K.A., Edwards G.H. dan M. Woolton. 2009. Ilmu Pangan. UI Press.
Jakarta.
Chandra, B., 2006. Pengantar Kesehatan Lingkungan. EGC. Jakarta
Dwiyan, Z. dan N. Hidayat, 2012. Mikrobiologi Dasar. Universitas Hasanudin.
Makasar.
Falamy,R., E. Warganegara dan E. Apriliana, 2012. Deteksi Koliform pada
Jajanan Pasar Cincau Hitam di Pasar Tradisional dan Swalayan Kota
Bandar Lampung. Medical Journal of Lampung University. Vol.3 (7): 2-3.
Fardiaz, S. 1993. Analisis Mikrobiologi Pangan. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Gobel, R.B. 2008. Mikrobiologi Umum dalam Praktek. Universitas Hasanudin.
Makasar.
Hidayat, 2006. Analisa Mikroba di Laboratorium. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Levinson, W., 2010. Review of Medical Microbiology and Immunology 11th
Edition. The McGraw-Hill Companies Inc. New York.
Lukman, D.W., 2010. Pencemaran Pangan Oleh Mikroorganisme dari Tangan
Manusia (Food Handler). IPB Press. Bogor.
Lukman dan Soejoedono, 2009. Penuntun Praktikum Hygiene Pangan. IPB Press.
Bogor.
Marissa, P., 2008. Teknologi Pengolahan Pangan. Aneka. Solo.
Marriot, N.G., 2009. Principles of Food Sanitation 10th Edition. Aspen. Maryland.
Mustahib, 2011. Sumber Kontaminasi dan Teknik Sanitasi. http://bos.fkip.uns.ac.
id. (Diakses pada 11 November 2014).
Nugroho, E. 2006. Teknologi Dasar. UI Press. Jakarta.

79

Pelczar. 1985. Dasar-dasar Mikrobiologi. UI Press. Jakarta.


Pohan, 2009. Pemeriksaan Escherichia Coli pada Usapan Peralatan Makanan
yang Digunakan Oleh Pedagang Makanan di Pasar Petisah Medan.
http//repository.usu.ac.id/bitstream.pdf (Diakses pada 18 Oktober 2014).
Pramono, 2010. Sanitasi Hygiene Agroindustri. Dinas Pendidikan Kabupaten
Banyumas. Banyumas.
Purnomowati, D., 2012. Aneka Jenis Tepung dan Fungsinya. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.
Puspitasari, R. L., 2013. Kualitas Jajanan Siswa Disekolah Dasar. Jurnal AlAzhar Indonesia Seri Sains dan Teknologi. Vol.2 (1): 53.
Rachmawati, F.J., 2009. Perbandingan Angka Kuman Pada Cuci Tangan dengan
Berbagai Bahan Sebagai Standarisasi Kerja di Laboratorium
Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia. Jurnal
Logia. Vol 5 (I) : halaman 27.
Rukmana, L., 2011. Sanitasi Industri Pangan. Alumni. Bandung
Setiawan, A., 2009. Prinsip dan Prosedur Sanitasi Pengolahan Pangan. Andi
Offset. Yogyakarta.
Siagiaan, A., 2012. Mikroba pada Makanan dan Sumber Pencemarannya.
Universitas Sumatera Udara. Medan
Suriawiria, U. 1996. Pengantar Mikrobiologi Umum. Angkasa. Bandung.
Sunarno, 2011. Survey Kontaminasi Bakteri Patogen pada Makanan dan
Minuman yang Dijual di Sekitar Gedung Perkantoran di Jakarta. Jurnal
Komunikasi Kesehatan. Vol. 2 (1): 5-6
Sutanto, E., 2008. Teknologi Tepat Guna Membuat Gula Kristal. Kanisius.
Yogyakarta.
Waluyo, L. 2010. Mikrobiologi Umum. UPT Penerbitan UMM. Malang.

Anda mungkin juga menyukai