Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
REFERAT
Pembimbing :
dr. Ratna Gina R., Sp. Rad
dr. Inez Noviani Indah, Sp. Rad
Penyusun:
Ria Andini Sutopo
03011250
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah Yang Maha Kuasa, karena
atas berkat rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan referat dengan judul
FRAKTUR.
Referat ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik di Departemen Ilmu Radiologi di Rumah Sakit Umum
Daerah Karawang.
Dalam kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih kepada berbagai
pihak yang telah membantu dalam penyusunan penyelesaian referat ini, terutama
kepada:
1. dr. Ratna Gina R., Sp. Rad dan dr. Inez Noviani Indah, Sp. Rad selaku
pembimbing dalam referat ini.
2. Dokter dan staf Departemen Ilmu Radiologi RSUD Karawang.
3. Rekan-rekan Kepaniteraan Klinik Ilmu Radiologi RSUD Karawang atas
bantuan dan dukungannya.
Demikian yang dapat penulis sampaikan, penulis menyadari bahwa referat ini
tentu tidak terlepas dari kekurangan. Mohon maaf jika ada kesalahan disepanjang
penulisan referat ini. Kritik dan saran mengenai referat ini masih dibutuhkan demi
menghasilkan referat yang lebih baik. Penulis berharap bahwa hasil dari referat ini
dapat berguna dan bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Judul:
FRAKTUR
Pada Hari
, Tanggal
2016
Pembimbing II
dr. Inez Noviani Indah, Sp. Rad
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...
LEMBAR PENGESAHAN......
ii
DAFTAR ISI..
iii
BAB I
PENDAHULUAN.............. 1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA........
2.1. Anatomi....
2.2. Definisi......... 3
2.3. Epidemiologi....
2.4. Etiopatogenesis................................
12
2.6. Diagnosis...................................... 17
BAB III
2.7. Penatalaksanaan...
24
2.8. Komplikasi...................................
30
2.9. Prognosis....................................................................................
31
KESIMPULAN.................................................................................. 32
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................
34
BAB I
PENDAHULUAN
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas struktural tulang. Fraktur dapat
bersifat total ataupun parsial yang umumnya disebabkan oleh tekanan yang
berlebihan, sering diikuti oleh kerusakan jaringan lunak dengan berbagai macam
derajat, mengenai pembuluh darah, otot dan persarafan. Fraktur dapat berupa
retakan, patah, atau serpihan dari korteks; sering patahan terjadi sempurna dan
bagian tulang bergeser.
Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung
dan trauma tidak langsung. Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung
pada tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan. Trauma tidak langsung,
apabila trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Fraktur
Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang
rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun parsial.
misalnya pada badan vertebra, talus atau fraktur buckle pada anak-anak
Trauma langsung disertai dengan resistensi pada satu jarak tertentu akan
Fraktur terjadi bila ada suatu trauma yang mengenai tulang, dimana trauma
tersebut kekuatannya melebihi kekuatan tulang. Dua faktor mempengaruhi
terjadinya fraktur :
Dengan tenaga langsung tulang patah pada titik kejadian; jaringan lunak
juga rusak. Pukulan langsung biasanya mematahkan tulang secara
transversal atau membengkokkan tulang melebihi titik tupunya sehingga
terjadi patahan dengan fragmen butterfly. Kerusakan pada kulit diluarnya
sering terjadi; jika crush injury terjadi, pola faktur dapat kominutif dengan
kerusakan jaringan lunak ekstensif.
Dengan tenaga tidak langsung, tulang patah jauh dari dimana tenaga
dierikan; kerusakan jaringan lunak pada tempat fraktur jarang terjadi.
Walaupun sebagian besar fraktur disebabkan oleh kombinasi tenaga
(perputaran, pembengkokkan, kompresi, atau tekanan), pola x-ray
menunjukkan mekanisme yang dominan:
butterfly;
Tekanan cenderung mematahkan tulang kearah transversal; pada
beberapa situasi tulang dapat avulse menjadi fragmen kecil pada titik
insersi ligament atau tendon.
rentan terjadi fraktur. Masalah yang sama terjadi pada individu dengan
pengobatan yang mengganggu keseimbangan normal resorpsi dan
pergantian tulang; stress fracture meningkat pada penyakit inflamasi kronik
dan pasien dengan pengobatan steroid atau methotrexate.
C. Fraktur patologis1
Fraktur dapat terjadi pada tekanan normal jika tulang telah lemah karena
perubahan strukturnya (seperti pada osteoporosis, osteogenesis imperfekta,
atau Pagets disease) atau melalui lesi litik (contoh: kista tulang, atau
metastasis).
Fraktur dapat disebabkan oleh trauma minor berulang dibawah ambang
batas cedera yang menyebabkan fraktur, mengakibatkan fraktur stress (fatigue
fracture).3 Fraktur juga dapat disebabkan oleh trauma langsung bertenaga tinggi
seperti pada kecelakaan sepeda motor. Fraktur dapat disebabkan oleh trauma tidak
langsung dimana gaya ditransmisikan melalui tulang dengan terpuntir atau
tertekuk.2
Cedera bertenaga rendah mengakibatkan cedera jaringan lunak yang
terbatas dan pola fraktur sederhana. Tenaga yang besar mengakibatkan absorpsi
energi yang lebih besar sehingga menyebabkan trauma jaringan lunak yang lebih
berat dan kominutif yang berat. Kombinasi kedua mekanisme ini dapat terjadi.4
Prognosisnya ditentukan oleh derajat keparahan cedera jaringan lunak, jenis
fraktur, yang keduanya bergantung pada jumlah tenaga yang ditangkap ekstrimitas
saat cedera.1
2.4 Tipe Fraktur
Fraktur untuk alasan praktis dibagi menjadi beberapa kelompok.1
A Fraktur komplit
Tulang terbagi menjadi dua atau lebih fragmen. Pola fraktur pada rontgen
dapat membantu memprediksi tindakan setelah reduksi: jika fraktur
transversal patahan biasanya akan tetap pada tempatnya setelah reduksi;
jika fraktu oblique atau spiral, tulang cenderung memendek dan kembali
berubah posisi walaupun tulang dibidai. Jia terjadi fraktur impaksi,
fragmen terhimpit bersama dan garis fraktur tidak jelas. Fraktur kominutif
dimana terdapat lebih dari 2 fragmen tulang; karena jeleknya hubungan
antara permukaan tulang, cenderung tidak stabil.
B Faktur inkomplit
Disini tulang tidak secara total terbagi dan periosteum tetap intak. Pada
fraktur greenstick tulang membengkok; hal ini terjadi pada anak-anak yang
tulangnya lebih lentur dibandingkan dewasa. Anak-anak juga dapat
bertahan terhadap cedera dimana tulang berubah bentuk tanpa terlihat
retakan jelas pada foto rontgen.
Klasifikasi etiologis
o Fraktur traumatik : terjadi karena trauma yang tiba-tiba
o Fraktur patologis : terjadi karena kelemahan tulang sebelumnya
akibat kelainan patologis di dalam tulang
o Fraktur stres : terjadi karena adanya trauma yang terus menerus
Grade I : Luka kecil kurang dari 1cm panjangnya, biasanya karena luka
tusukan dari fragmen tulang yang menembus kulit. Terdapat sedikit
kerusakan jaringan dan tidak terdapat tanda-tanda trauma yang hebat
pada jaringan lunak. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat simple,
transversal, oblik pendek atau sedikit komunitif.
Grade II
: Laserasi kulit melebihi 1cm tetapi tidak ada kerusakan
jaringan yang hebat atau avulsi kulit. Terdapat kerusakan yang sedang dari
jaringan dengan sedikit kontaminasi fraktur.
Grade III
: Terdapat kerusakan
Tipe IIIA : Jaringan lunak cukup
yang hebat dari jaringan lunak
yang hebat.
Diafisial
Metafisial
Intra-artikuler
Fraktur dengan dislokasi
o Konfigurasi
Fraktur transversal
Fraktur oblik
Fraktur spiral
Fraktur Z
Fraktur segmental
Fraktur komunitif, fraktur lebih dari dua fragmen
Fraktur baji biasanya pada vertebra karena trauma kompresi
Fraktur avulsi, fragmen kecil tertarik oleh otot atau tendo
misalnya fraktur epikondilus humeri, fraktur trochanter
tulang tengkorak
Fraktur impaksi
Fraktur pecah (burst) dimana terjadi fragmen kecil yang
berpisah misalnya pada fraktur vertebra, patella, talus,
kalkaneus
Fraktur epifisis
o Menurut eksistensi
Fraktur total
Fraktur tidak total (fraktur crack)
Fraktur buckle atau torus
Fraktur garis rambut
Fraktur green stick
o Menurut hubungan antara fragmen dengan fragmen lainnya
Tidak bergeser (undisplaced)
Bergeser (displaced) dapat terjadi dalam 6 cara :
Bersampingan
Angulasi
Rotasi
Distraksi
Over-riding
Impaksi
Klasifikasi Nicol
Klasifikasi The American Society of Internal Fixation, yang dikembangkan
10
Anamnesis
Biasanya pasien datang dengan suatu trauma, baik yang hebat maupun
trauma ringan dan diikuti dengan ketidakmampuan untuk menggunakan
anggota gerak. Pasien biasanya datang karena adanya nyeri yang
terlokalisir
dimana
nyeri
tersebut
bertambah
bila
digerakkan,
abdomen
3. Faktor predisposisi misalnya pada fraktur patologis
Pemeriksaan lokal
1. Inspeksi (Look)
- Ekspresi wajah karena nyeri
- Bandingkan dengan bagian yang sehat
- Perhatikan posisi anggota gerak
- Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi, dan kependekan
- Perhatikan adanya pembengkakan
- Perhatikan adanya gerakan yang abnormal
- Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk
-
beberapa hari
- Perhatikan keadaan vaskular
2. Palpasi (Feel)
Palpasi dilakukan secara hati-hati dikarenakan pasien biasanya
mengeluh sangat nyeri. Hal-hal yang perlu diperhatikan :
- Temperatur setempat yang meningkat
- Nyeri tekan nyeri tekan yang bersifat superfisial biasanya
disebabkan oleh kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat fraktur
-
pada tulang
Krepitasi dapat diketahui dengan perabaan dan harus dilakukan
secara hati-hati
Pemeriksaan vaskular pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri
radialis, arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai dengan
11
temperatur kulit.
Pengukuran tungkai terutama pada tungkai bawah untuk mengetahui
pergerakannya
menentukan teknik pengobatan
menentukan apakah fraktur itu baru atau tidak
menentukan apakah fraktur intra-artikuler atau ekstra-artikuler
melihat adanya keadaan patologis lain pada tulang
melihat adanya benda asing, misalnya peluru
Pemeriksaan radiologis yang dapat dilakukan yakni foto polos, CT-
apakah sendi juga mengalami fraktur serta bentuk fraktur itu sendiri.
Konfigurasi
fraktur
dapat
menentukan
prognosis
serta
waktu
penyembuhan fraktur.
o Foto Polos
Dengan pemeriksaan klinik kita sudah dapat mencurigai adanya
fraktur.
Walaupun
untuk menentukan
demikian
pemeriksaan
keadaan,
lokasi
radiologis
serta
ekstensi
diperlukan
fraktur.
13
Penatalaksanaan awal
Sebelum dilakukan pengobatan definitif pada satu fraktur, maka
diperlukan :
1. Pertolongan pertama
Pada pasien dengan fraktur yang penting dilakukan adalah
membersihkan jalan nafas, menutup luka dengan verban yang bersih,
dan imobilisasi fraktur pada anggota gerak yang terkena agar pasien
merasa nyaman dan mengurangi nyeri sebelum diangkut dengan
ambulans. Bila terdapat pendarahan dapat dilakukan pertolongan
dengan penekanan setempat.
Penilaian awal (primary survey / survei awal)
Survei awal bertujuan untuk menilai dan memberikan pengobatan
sesuai dengan prioritas berdasarkan trauma yang dialami. Fungsifungsi vital penderita harus dinilai secara tepat dan efisien.
Penanganan penderita harus terdiri atas evaluasi awal yang cepat serta
resusitasi fungsi vital, penangan trauma dan identifikasi keadaan yang
dapat menyebabkan kematian.
A: Aiway (saluran napas), penilaian terhadap patensi jalan napas.
Apabila terdapat obstruksi jalan napas, maka harus segera dibebaskan.
Apabila dicurigai kelaian vertebra servikalis maka dilakukan
pemasangan collar neck.
B: Breathing (pernapasan), perlu diperhatikan dan dilihat secara
keseluruhan daerah thorak untuk menilai ventilasi. Jalan napas yang
bebas bukan berarti ventilasi cukup. Bila ada gangguan atau
instabilitas kardiovaskuler, respirasi, atau gangguan neurologis, kita
harus melakukan ventilasi dengan bantuan alat pernapasan berupa
kantong yang disambung dengan masker atau pipa endotrakeal.
C: Circulation (sirkulasi), sirkulasi adalah kontrol perdarahan meliputi
2 hal: a) Volume darah dan output jantung; b) perdarahan baik
14
15
dengan
pergerakan
fragmen
fraktur
yang
ketidakstabilan reduksi.
Untuk mengusahakan terjadinya penyatuan tulang (union)
Pada kebanyakan fraktur, proses penyatuan tulang merupakan
proses penyembuhan yang terjadi secara alami. Namun pada
beberapa kasus, misalnya dengan robekan periosteum berat dan
jaringan lunak atau dengan nekrosis avaskular pada satu atau
dua
fragmen,
proses
penyatuan
tulang
harus
dengan
lanjut.
Untuk mengembalikan fungsi secara optimal
Saat periode imobilisasi dalam penyembuhan fraktur, diuse
atrophy pada otot regional harus dicegah dengan latihan aktif
statik (isometrik) pada otot tersebut dengan mengkontrol
imobilisasi sendi dan latihan aktif dinamik (isotonik) pada
16
17
Traksi
18
Jenis traksi :
Skin traksi
Tujuan menarik otot dari jaringan sekitar fraktur sehingga fragmen
akan kembali ke posisi semula. Beban maksimal 4-5 kg karena bila
kelebihan kulit akan lepas
Indikasi OREF :
Fraktur Kominutif
Fraktur Pelvis
Non Union
Trauma multipel
19
20
21
Bilamana union telah lengkap, maka tulang yang baru membentuk bagian yang
menyerupai bulbus yang meliputi tulang tetapi tanpa kanalis medularis. Pada fase
remodelling ini, perlahan-lahan terjadi resorpsi secara osteoklastik dan tetap
terjadi proses osteoblastik pada tulang dan kalus eksterna secara perlahan-lahan
menghilang. Kalus intermediat berubah menjadi tulang yang kompak dan berisi
sistem Haversian dan kalus bagian dalam akan mengalami peronggaan untuk
membentuk ruang sumsum.
WAKTU PENYEMBUHAN(minggu)
36
Distal radius
12
Humerus
10 12
Klavikula
Panggul
10 12
Femur
12 16
8 10
Tibia / fibula
12 16
23
Vertebra
Tabel. Perkiraan penyembuhan fraktur.
12
atau akibat
24
a. Komplikasi umum1,2
Syok karena perdarahan ataupun oleh karena nyeri, koagulopati diffus dan
gangguan fungsi pernafasan.
Ketiga macam komplikasi tersebut diatas dapat terjadi dalam 24 jam pertama
pasca trauma dan setelah beberapa hari atau minggu akan terjadi gangguan
metabolisme, berupa peningkatan katabolisme. Komplikasi umum lain dapat
berupa emboli lemak, trombosis vena dalam (DVT), tetanus atau gas gangren.
b.
Komplikasi Lokal1
Komplikasi dini
Komplikasi dini adalah kejadian komplikasi dalam satu minggu pasca trauma,
sedangkan apabila kejadiannya sesudah satu minggu pasca trauma disebut
komplikasi lanjut.
Pada Tulang
1. Infeksi, terutama pada fraktur terbuka.
2. Osteomielitis dapat diakibatkan oleh fraktur terbuka atau tindakan operasi
pada fraktur tertutup. Keadaan ini dapat menimbulkan delayed union atau
bahkan non union
Komplikasi sendi dan tulang dapat berupa artritis supuratif yang sering
terjadi pada fraktur terbuka atau pasca operasi yang melibatkan sendi
sehingga terjadi kerusakan kartilago sendi dan berakhir dengan degenerasi.
25
2. Dekubitus. terjadi akibat penekanan jaringan lunak tulang oleh gips. Oleh
karena itu perlu diberikan bantalan yang tebal pada daerah-daerah yang
menonjol.
Pada Otot
Pada robekan arteri inkomplit akan terjadi perdarahan terus menerus. Sedangkan
pada robekan yang komplit ujung pembuluh darah mengalami retraksi dan
perdarahan berhenti spontan.
Pada jaringan distal dari lesi akan mengalami iskemi bahkan nekrosis. Trauma
atau manipulasi sewaktu melakukan reposisi dapat menimbulkan tarikan
mendadak pada pembuluh darah sehingga dapat menimbulkan spasme. Lapisan
intima pembuluh darah tersebut terlepas dan terjadi trombus. Pada kompresi arteri
yang lama seperti pemasangan torniquet dapat terjadi sindrome crush. Pembuluh
vena yang putus perlu dilakukan repair untuk mencegah kongesti bagian distal
lesi.
Sindroma kompartemen terjadi akibat tekanan intra kompartemen otot pada
tungkai atas maupun tungkai bawah sehingga terjadi penekanan neurovaskuler
sekitarnya. Fenomena ini disebut Iskhemi Volkmann. Ini dapat terjadi pada
pemasangan gips yang terlalu ketat sehingga dapat menggangu aliran darah dan
terjadi edema dalam otot.
Apabila iskemi dalam 6 jam pertama tidak mendapat tindakan dapat menimbulkan
kematian/nekrosis otot yang nantinya akan diganti dengan jaringan fibrus yang
secara periahan-lahan menjadi pendek dan disebut dengan kontraktur volkmann.
26
Gejala klinisnya adalah 5 P yaitu Pain (nyeri), Parestesia, Pallor (pucat), Pulseness
(denyut nadi hilang) dan Paralisis
Pada saraf
Berupa
kompresi, neuropraksi,
neurometsis
(saraf
putus), aksonometsis
Delayed union
Proses penyembuhan lambat dari waktu yang dibutuhkan secara normal. Pada
pemeriksaan radiografi, tidak akan terlihat bayangan sklerosis pada ujung-ujung
fraktur.
Terapi konservatif selama 6 bulan bila gagal dilakukan Osteotomi. Bila lebih 20
minggu dilakukan cancellus grafting (12-16 minggu)
Non union
27
Beberapa faktor yang menimbulkan non union seperti disrupsi periosteum yang
luas, hilangnya vaskularisasi fragmen-fragmen fraktur, waktu imobilisasi yang
tidak memadai, implant atau gips yang tidak memadai, distraksi interposisi,
infeksi dan penyakit tulang (fraktur patologis)
Mal union
Osteomielitis
Osteomielitis kronis dapat terjadi pada fraktur terbuka atau tindakan operasi pada
fraktur tertutup sehingga dapat menimbulkan delayed union sampai non union
(infected non union). Imobilisasi anggota gerak yang mengalami osteomielitis
mengakibatkan terjadinya atropi tulang berupa osteoporosis dan atropi otot.
Kekakuan sendi
Kekakuan sendi baik sementara atau menetap dapat diakibatkan imobilisasi lama,
sehingga
terjadi
perlengketan
peri
artikuler, perlengketan
intraartikuler,
28
BAB III
FRAKTUR PADA TULANG PANJANG EKSTREMITAS ATAS
Fraktur leher
Fraktur tuberkulum mayus
Fraktur diafisis
Fraktur suprakondiler
Fraktur kondiler
Fraktur epikondilus medialis
29
Pengobatan
Pada fraktur impaksi atau tanpa impaksi yang tidak disertai pergeseran
dapat dilakukan terapi konservatif saja dengan memasang mitela dan
mobilisasi segera pada gerakan sendi bahu. Bila fraktur disertai
30
proksimal humerus.
Gambaran klinis
Pada fraktur humerus ditemukan pembengkakan, nyeri tekan serta
deformitas pada daerah humerus. Pada setiap fraktur humerus harus
diperiksa adanya lesi nervus radialis terutama pada daerah 1/3 tengah
humerus.
Pemeriksaan radiologis
Dengan pemeriksaan radiologis dapat ditentukan lokalisasi dan
konfigurasi fraktur.
Pengobatan
Prinsip pengobatan adalah konservatif karena angulasi dapat tertutup
oleh otot dan secara fungsional tidak terjadi gangguan, disamping itu
1/3 kontak cukup memadai untuk terjadinya union.
Pengobatan konservatif dibagi atas :
Pemasangan U slab
Pemasangan gips tergantung (hanging cast)
Pengobatan operatif dengan pemasangan plate dan screw atau pin dari
Rush atau pada fraktur terbuka dengan fiksasi eksterna.
Indikasi operasi yaitu :
31
Fraktur terbuka
Terjadi lesi nervus radialis setelah dilakukan reposisi (jepitan nervus
radialis)
Nonunion
Pasien yang segera ingin kembali bekerja secara aktif
Fraktur suprakondiler humerus
Fraktur ini lebih sering terjadi pada anak-anak daripada orang dewasa.
Pengobatannya seperti pada fraktur diafisis humerus.
Fraktur kondilus humerus
Fraktur ini jarang terjadi pada orang dewasa dan lebih sering pada anak-
anak.
Mekanisme trauma
Biasanya terjadi pada saat tangan dalam posisi out stretched dan sendi
siku dalam posisi fleksi dengan trauma pada bagian lateral atau
medial. Fraktur kondilus lateralis lebih sering terjadi daripada
dengan
fraktur
suprakondiler.
Gambaran klinis
Nyeri dan pembengkakan serta pendarahan subkutan pada daerah
sendi siku. Ditemukan nyeri tekan, gangguan pergerakan serta
32
Fraktur ini terjadi pada saat seseorang jatuh dengan posisi tangan dalam
out stretched. Klasifikasi dibagi dalam :
o
o
o
o
Fraktur Monteggia
33
34
ketinggian
yang
berbeda,
sedangkan
trauma
langsung
35
Pengobatan
Pengobatan fraktur yang tidak bergeser berupa pemasangan gips di
atas siku dengan meletakkan lengan bawah dalam posisi pronasi pada
fraktur 1/3 distal, posisi netral pada fraktur 1/3 tengah dan pada
fraktur 1/3 proksimal dengan pemasangan gips di atas siku dalam
posisi supinasi. Apabila ada kelainan perlekatan otot pronator dan
supinator tulang radius dan ulna, reduksi serta imobilisasi yang baik
sulit dilakukan. Reduksi yang akurat sangat diperlukan karena tangan
mempunyai fungsi untuk pronasi dan supinasi. Pengobatan yang
paling baik adalah dengan pemasangan fiksasi rigid dengan operasi
36
fraktur pada 1/3 distal radius disertai dislokasi sendi radio-ulnar distal.
Pengobatan
Pada fraktur ini harus dilakukan reposisi secara akurat dan mobilisasi
segera karena bagian distal mengalami dislokasi. Dengan reposisi
yang akurat dan cepat maka dislokasi sendi ulna distal juga tereposisi
dengan sendirinya. Apabila reposisi spontan tidak terjadi maka
reposisi dilakukan dengan fiksasi K-wire. Operasi terbuka dengan
Mekanisme trauma
Fraktur terjadi bila terjatuh dalam posisi tangan out stretched
pada orang tua dengan tulang yang sudah osteoporosis.
Fraktur Colles terdiri atas fraktur radius 1 inci di atas
pergelangan tangan, angulasi dorsal fragmen distal, pergeseran
ke dorsal dari fragmen distal, dan fraktur prosesus stiloid ulna.
37
Gambaran klinis
Terdapat riwayat trauma dengan pembengkakan pergelangan
tangan pada orang yang berumur lebih dari 50 tahun, nyeri dan
deformitas berbentuk garpu. Gambaran ini terjadi karena adanya
angulasi dan pergeseran ke dorsal, deviasi radial, supinasi, dan
38
o Fraktur Smith
Biasa disebut juga sebagai fraktur Colles terbalik. Fraktur jenis ini
lebih sering ditemukan pada pria daripada wanita. Fraktur Smith
pertama kali dikemukakan oleh R.W. Smith. Ditemukan deformitas
dengan fragmen distal mengalami pergeseran ke volar dimana garis
-
39
BAB IV
FRAKTUR PADA TULANG PANJANG EKSTREMITAS BAWAH
Tingkat kejadian yang tinngi karena faktor usia yang merupakan akibat
40
macam
obat
seperti
corticosteroids,
tidak angulasi
o Grade III
: Slightly displaced, pola trabekular angulasi
o Grade IV
Frakturinidibagimenjadi:1
1
Tertutup
Terbuka, ketentuan fraktur femur terbuka bila terdapat hubungan antara tulang patah
dengandunialuardibagidalamtigaderajat,yaitu;
Derajat I : Bila terdapat hubungan dengan dunia luar timbul luka kecil, biasanya
diakibatkantusukanfragmentulangdaridalammenembuskeluar.
DerajatII:Lukanyalebihbesar(>1cm)lukainidisebabkankarenabenturandariluar.
DerajatIII:LukanyalebihluasdariderajatII,lebihkotor,jaringanlunakbanyak
yangikutrusak(otot,saraf,pembuluhdarah)
- GambaranKlinis
Penderitapadaumumnyadewasamuda.Ditemukanpembengkakandandeformitas
pada tungkai atas berupa rotasi eksterna dan pemendekan tungkai dan mungkin
datangdalamkeadaansyok.
Penatalaksanaan
Terapikonservatif
Traksikulitmerupakanpengobatansementarasebelumdilakukanterapidefinitifuntuk
mengurangispasmeotot
42
TraksitulangberimbangdenganbagianPearsonpadasendilutut.Indikasitraksiterutama
yangbersifatkominutifdansegmental.
Menggunakancastbracingyangdipasangsetelahterjadiunionfraktursecaraklinis
B
Terapioperatif
Pemasanganplateandscrewterutamapadafrakturproksimaldandistalfemur
Mempergunakan Knail, AOnail atau jenisjenis lain baik dengan operasi tertutup
ataupunterbuka.IndikasiKnail,AOnailterutamapadafrakturdiafisis.
Gambar
Gambar
Femoral
shaft
fracture
postinternal fixation.
Supracondylar
43
Nondisplaced
Displaced
Impacted
Continuited
Condylar
Intercondylar
Mekanisme trauma
Fraktur kondilus lateralis terjadi karena adanya abduksi tibia terhadap
femur dimana kaki terfiksasi pada dasar, misalnya trauma sewaktu
mengendarai mobil
-
44
3. Fraktur oblik
-
Gambaran Klinis
Pada anamnesis terdapat riwayat trauma pada lutut, pembengkakan
dan nyeri serta hemartosi. Terdapat gangguan dalam pergerakan
sendi lutut.
Pemeriksaan radiologis
Dengan foto rontgen posisi AP dan lateral dapat diketahui jenis
fraktur, tetapi kadang-kadang diperlukan pula foto oblik dan
pemeriksaan laminagram.
Pengobatan
1. Konservatif
45
Pada fraktur yang tidak bergeser dimana depresi kurang dari 4mm
dapat dilakukan beberapa pilihan pengobatan, antara lain:
-
Verban elastis
Traksi
Gips sirkuler
Prinsip pengobatan adalah mencegah bertambahnya depresi, tidak
menahan beban dan segera mobilisasi pada sendi lutus agar tidak
terjadi kekauan sendi
2. Operatif
Depresi yang lebih dari 4 mm dilakukan operasi mengangkat
bagian depresi dan ditopang dengan bone graft. Pada fraktur split
dapat dilakukan pemasangan screw atau kombinasi screw dan plate
untuk menahan bagian fragmen terhadap tibia.
Komplikasi
1. Genu valgium ; terjadi oleh karena depresi yang tidak direduksi
dengan baik
2. Kekakuan lutut ; terjadi karena tidak dilakukan latihan lebih
awal
3. Osteoartritis ; terjadi karena adanya kerusakan pada permukaan
sendi sehingga bersifat ireguler yang menyebabkan inkonkruensi
sendi lutut
46
Mekanisme trauma
Fraktur diafisis tibia dan fibula terjadi karena adanya trauma angulasi
yang akan menimbulkan fraktur tipe transversal atau oblik pendek,
sedangkan trauma rotasi akan menimbulkan fraktur tipe spiral. Fraktur
tibia biasanya terjadi pada batas antara 1/3 bagian tengah dan 1/3
bagian distal sedangkan fraktur fibula pada batas 1/3 bagian tengah
dengan 1/3 bagian proksimal, sehingga fraktur tidak terjadi pada
ketinggian yang sama. Tungkai bawah bagian depan sangat sedikit
ditutupi otot sehingga fraktur pada daerah tibia sering bersifat terbuka.
Penyebab utama terjadinya fraktur adalah akibat kecelakaan lalu
lintas.
Gambaran klinis
Ditemukan gejala fraktur berupa pembengkakan, nyeri dan sering
ditemukan penonjolan tulang keluar kulut
Pemeriksaan radiologis
Dengan pemeriksaan radiologis dapat ditentukan lokasi fraktur, jenis
fraktur, apakah fraktur pada tibia dan fibula atau hanya pada tibia saja
atau fibula saja. Juga dapat ditentukan apakah fraktur bersifat
segmental.
Pengobatan
1. Konservatif
Pengobatan standar dengan cara konservatif berupa reduksi fraktur
dengan manipulasi tertutup dengan pembiusan umum. Pemasangan
gips sirkuler untuk imobilisasi, dipasang sampai di atas lutut.
47
Prinsip reposisi:
o
o
o
o
Fraktur tertutup
Ada kontak 70% atau lebih
Tidak ada angulasi
Tidak ada rotasi
Fraktur terbuka
Kegagalan dalam terapi konservatif
Fraktur tidak stabil
Adanya malunion
48
1. Infeksi
2. Delayed union atau nonunion
3. Malunion
4. Kerusakan pembuluh darah (sindroma kompartemen anterior)
5. Trauma saraf terutama pada nervous peroneal komunis
6. Gangguan pergerakan sendi pergelangan kaki. Gangguan ini
biasanya disebabkan karena adanya adhesi pada otot-otot tungkai
bawah.
49
BAB V
KESIMPULAN
Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang
rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun parsial.
Tulang cukup mudah patah, namun mempunyai kekuatan dan ketahanan
untuk menghadapi stress dengan kekuatan tertentu. Fraktur berasal dari: (1)
cedera; (2) stress berulang; (3) fraktur patologis.
Diagnosis fraktur berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Pasien biasanya datang karena adanya nyeri yang
terlokalisir dimana nyeri tersebut bertambah bila digerakkan, pembengkakan,
gangguan fungsi anggota gerak, deformitas, kelainan gerak, krepitasi atau dengan
gejala-gejala lain. Pada pemeriksaan fisik, perlu diperhatikan adanya syok, anemia
atau pendarahan, kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak, sumsum tulang
belakang atau organ-organ dalam rongga toraks, panggul, dan abdomen, dan
faktor predisposisi misalnya pada fraktur patologis. Pada pemeriksaan lokal
dilakukan inspeksi (Look), palpasi (Feel), pergerakan (Move), pemeriksaan
neurologis , dan dilakukan pemeriksaan radiologis.
Prinsip Umum Tatalaksana Fraktur yaitu First, do no harm, tatalaksana
dasar berdasarkan diagnosis dan prognosis yang akurat, pemilihan tatalaksana
dengan tujuan yang spesifik yakni untuk mengurangi rasa nyeri, untuk
memelihara posisi yang baik dari fragmen fraktur, untuk mengusahakan terjadinya
penyatuan tulang (union), untuk mengembalikan fungsi secara optimal, mengingat
hukum-hukum penyembuhan secara alami, bersifat realistik dan praktis dalam
50
memilih jenis pengobatan, dan seleksi pengobatan sesuai dengan pasien secara
individual. Sebelum mengambil keputusan untuk melakukan pengobatan definitif,
prinsip pengobatan ada empat (4R), yaitu : Recognition, Reduction, Retention,
dan Rehabilitation.
DAFTAR PUSTAKA
28].
Available
from:
http://www.emedicine.medscape.com/article/1249984
5. Salter RB. Textbook of disorders and injuries of the muesculoskeletal
system. USA: Williams & Wilkins; 1999. p. 436-8.
6. Universitas
sumatera
utara.
Fraktur.
Available
at:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/33107/5/Chapter%20I.pdf.
Accessed on January 4th, 2014.
7. Weissleder, R., Wittenberg, J., Harisinghani, Mukesh G., Musculoskeletal
Imaging in Primer of Diagnostic Imaging. 4th Edition. United States:
Mosby Elsevier; 2007.
8. Holmes, Erskin J., A-Z of Emergency Radiology. Cambridge University;
2004.
51
9. Sjamsuhidat. R., De Jong., Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah.. Edisi 2. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran; 2003.
52