Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN
I.

Latar Belakang
World Health organization (2008) melaporkan pada tahun 2005 terdapat
536.000 wanita meninggal akibat dari komplikasi kehamilan dan persalinan, dan
400 ibu meninggal per 100.000 kelahiran hidup (Maternal Mortality Ratio).
Angka Kematian Ibu (AKI) di negara maju diperkirakan 9 per 100.000 kelahiran
hidup dan 450 per 100.000 kelahiran hidup di negara yang berkembang, hal ini
berarti 99% dari kematian ibu oleh karena kehamilan dan persalinan berasal dari
negara berkembang.1
Indonesia sebagai Negara berkembang mempunyai AKI yang relatif lebih
tinggi dibandingkan dengan Negara-negara ASEAN. Pada tahun 2005 terdapat
AKI sebesar 13/100.000 kelahiran hidup di Brunei Darussalam, 62/100.000
kelahiran hidup di Malaysia, 110/100.000 kelahiran hidup di Thailand,
380/100.000 kelahiran hidup di Myanmar dan 420/100.000 kelahiran hidup di
Indonesia.1
Jika dilihat dari golongan sebab sakit, kasus obstetrik terbanyak pada
tahun 2006 adalah disebabkan penyulit kehamilan, persalinan dan masa nifas
lainnya dengan proporsi 47,3 %, diikuti dengan kehamilan yang berakhir abortus
dengan proporsi 31,5%. Kehamilan ektopik merupakan salah satu kehamilan yang
berakhir abortus, dan sekitar 16 % kematian oleh sebab perdarahan dalam
kehamilan dilaporkan disebabkan oleh kehamilan ektopik yang pecah. 1
Kehamilan ektopik terjadi apabila hasil konsepsi berimplantasi, tumbuh
dan berkembang di luar endometrium normal. Kehamilan ektopik ini merupakan
kehamilan yang berbahaya bagi wanita yang bersangkutan berhubung dengan
besarnya kemungkinan terjadi keadaan gawat. Keadaan gawat ini dapat terjadi
apabila Kehamilan Ektopik Terganggu (KET) dimana terjadi abortus maupun
ruptur tuba. Abortus dan ruptur tuba menimbulkan perdarahan ke dalam kavum
abdominalis yang bila cukup banyak dapat menyebabkan hipotensi berat atau
syok. Bila tidak atau terlambat mendapat penanganan yang tepat penderita akan
meninggal akibat kehilangan darah yang sangat banyak.1

Menurut WHO (2007), kehamilan ektopik mengakibatkan sekitar 5%


kematian ibu pada negara-negara berkembang.2 Insiden rate Kehamilan ektopik di
Amerika Serikat mengalami peningkatan lebih dari 3 kali lipat selama tahun 1970
dan 1987, dari 4,5/1000 kehamilan menjadi 16,8/1000 kehamilan. Berdasarkan
data Centers for Disease Control and Prevention, insiden rate kehamilan ektopik
di Amerika Serikat pada tahun 1990-1992 diperkirakan 19,7/1000 kehamilan. Dan
pada tahun 1997-2000 mengalami peningkatan lagi menjadi 20,7/1000 kehamilan.
Di Logos, Nigeria, 8,6% kematian ibu disebabkan oleh kehamilan ektopik dengan
Case Fatality Rate (CFR) 3,7 %.9 Di Norwegia, insiden rate kehamilan ektopik
meningkat dari 4,3/10.000 kehamilan menjadi 16/10.000 kehamilan selama
periode 1970-1974 sampai 1990-1994, dan menurun menjadi 8,4/10.000
kehamilan.1
Kejadian kehamilan ektopik tidak sama di anatara senter pelayanan
kesehatan. Hal ini bergantung pada kejadian salpingitis seseorang. Di Indonesia
kejadian sekitar 5-6 per seribu kehamilan.3 Di RSU Dr.Pirngadi Medan selama
periode tahun 1997-2000 terdapat 122 kasus kehamilan ektopik terganggu, 14
pada periode tahun 1999-2003. Frekuensi kehamilan ektopik berkisar 1 dalam 41
kehamilan. Di RSUD Arifin Achmad Pekan Baru Periode 1 Januari 2003-31
Desember 2005 terdapat 133 kasus kehamilan ektopik terganggu diantara 7.498
kasus kebidanan (1,77 %). Dan pada periode 1999-2006 terdapat 103 kasus
kehamilan ektopik terganggu di RSU St.Elisabeth Medan.1
Sekurangnya 95 % implantasi ekstrauterin terjadi di tuba Fallopii. Di tuba
sendiri, tempat yang paling sering adalah pada ampulla, kemudian berturut-turut
pada pars ismika, infundibulum dan fimbria, dan pars intersisialis dapat juga
terkena. Implantasi yang terjadi di ovarium, serviks, atau cavum peritonealis
jarang ditemukan. 4
Sebagai suatu keadaan yang mengancam kehidupan, kehamilan ektopik
menuntut para ahli kebidanan untuk mengetahui metoda-metoda pengobatan yang
mutakhir. Meskipun penatalaksanaan primer pada kehamilan ektopik adalah
dengan pembedahan, tetapi saat ini mulai dikembangkan penatalaksanaan dengan
obat-obatan yaitu dengan methotrexate. Metoda ini tampaknya efektif dan cukup
aman sehingga dapat menjadi metoda alternatif pada pengobatan kehamilan

ektopik. Tetapi tidak semua pasien yang didiagnosis dengan KE harus mendapat
terapi medisinalis dan terapi ini tidak 100% efektif. Para dokter harus
memperhatikan dengan hati-hati indikasi, kontraindikasi dan efek samping dari
terapi medisinalis. 4

BAB I
LAPORAN KASUS

A. ANAMNESIS
Tanggal 21 Juni 2016 pukul 18.59
1. Identitas Penderita
Nama

: Ny. D

Umur

: 38 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Status Pernikahan

: Menikah (1 kali)

HPHT

: 9 Mei 2016

UK

: 6+1 minggu

Tanggal Masuk

: 21 Juni 2016

Berat badan

: 58 Kg

Tinggi Badan

: 158 cm

2. Keluhan Utama
Pasien mengeluh nyeri perut kanan bawah sejak + 3 jam SMRS.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Seorang G2P0A1, 38 tahun datang ke IGD dengan keluhan nyeri
perut kanan bawah sejak 3 jam SMRS. Sejak 2 hari SMRS keluar flek
kecoklatan, namun pasien menyangka dirinya sedang menstruasi. Hari
pertama haid terakhir tanggal 9 Mei 2016. Pada tanggal 9 Juni 2016 keluar
darah selama 2 hari, darah berwarna kecoklatan sebanyak 1 cc. Setelah
itu pasien tidak merasakan adanya keluhan perdarahan dan keluhan
lainnya. Keluhan mual dan muntah tidak dirasakan sebelumnya. Riwayat
demam, diare, dan nyeri saat BAK tidak ada. Pasien saat ini tidak
menggunakan KB.
4. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat keluhan yang sama

: Disangkal

Riwayat Hipertensi

: Disangkal

Riwayat Penyakit Jantung

: Disangkal

Riwayat DM

: Disangkal

Riwayat Asma

: Disangkal

Riwayat Alergi Obat/makanan

: Disangkal

5. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat Hipertensi

: Disangkal

Riwayat Penyakit Jantung

: Disangkal

Riwayat DM

: Disangkal

Riwayat Asma

: Disangkal

Riwayat Alergi Obat/makanan

: Disangkal

6. Riwayat Obstetri
Hamil I : Abortus pada usia kehamilan 6 bulan, kuret (+) di RS
7. Riwayat Haid
-

Menarche

: 12 tahun

Lama menstruasi

: 5-7 hari

Siklus menstruasi

: 26 hari

8. Riwayat Perkawinan
Menikah 1 kali
9. Riwayat Keluarga Berencana : (-)
B. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Generalis
Keadaan Umum : Baik, CM, Gizi cukup
Tanda Vital

2.

a. Tensi
: 150/90 mmHg
b. Nadi
: 94 x / menit
c. Respiratory Rate : 20 x/menit (Saturasi 98%)
d. Suhu
: 36,5 0C
Pemeriksaan fisik umum
Kepala

Mesocephal

Wajah

Pucat (+), sianosis (-), cloasma gravidarum (-)

Mata

Conjuctiva anemis (+/+), Sklera Ikterik (-/-)

THT

Tonsil tidak membesar, Pharinx hiperemis (-)

a.
b.
c.
d.

Leher

Pembesaran kelenjar tiroid (-)

Thoraks

Normochest, retraksi (-)

Cor

Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi

: Ictus Cordis tidak tampak


: Ictus Cordis tidak kuat angkat
: Batas jantung kesan tidak melebar
: Bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler, bising (-)

Pulmo
a.
b.
c.
d.

Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri, mammae dbn


Palpasi : Fremitus raba dada kanan = kiri
Perkusi : Sonor/Sonor
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), Ronki basah kasar (-/-)

Abdomen
a.

Inspeksi

:
: Simetris, abdomen datar, bekas luka operasi (-),
striae (-), linea (-)

b.

Palpasi

: Supel, hepar dan lien tidak teraba, massa (-), nyeri


tekan (+) punctum maksimum di inguinal dekstra
Fundus uteri tidak teraba.

c.

Perkusi

d.

Auskultasi
Ekstremitas

: Timpani
: Bising usus (+) normal
: CRT < 2 detik, oedema (-) , akral dingin (-)

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.

Laboratorium Darah tanggal 21 Juni 2016:


Hemoglobin

: 9,8 gr/dl ()

Hematokrit

: 29,1 %

Leukosit

: 11.3 x 103/uL

Trombosit

: 297 x 103/uL

Plano test

: (+)

2. Ultrasonografi (USG) tanggal 21 Juni 2016 : Gestasional sac belum tampak.


D.

KESIMPULAN
Seorang G2P0A1, 38 tahun datang ke IGD dengan keluhan nyeri perut kanan
bawah sejak 3 jam SMRS. Sejak 2 hari SMRS keluar flek kemerahan. Hari
pertama haid terakhir tanggal 9 Mei 2016. Pada tanggal 9 Juni 2016 keluar darah

selama 2 hari, darah berwarna kecoklatan sebanyak 1 cc. Usia kehamilan 6+1
minggu. Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan abdomen punctum
maksimum di inguinal dekstra, fundus uteri tidak teraba. Pada pemeriksaan
laboratorium di IGD didapakan anemia ringan (HB 9,8). Pada hasil pemeriksaan
USG Abdomen gestasional sac belum tampak.
E.

DIAGNOSIS AWAL
Wanita, 38 tahun, usia kehamilan 6+1 minggu dengan Perdarahan Pervaginam
Suspek Kehamilan Ektopik Belum Terganggu (KEBT).

F.

TERAPI

1.

Kaltrofen supp (II) ekstra

2.

Infus RL 20 tpm
3. HB serial / 3 jam
4. Pengawasan dan bed rest total
G.

PROGNOSIS
Dubia ad bonam

H.

FOLLOW UP ( terlampir )

BAB III
Tinjauan Pustaka
A. Definisi Kehamilan Ektopik

Kehamilan

ektopik

ialah

kehamilan,

dengan

ovum

yang

dibuahi,

berimplantasi dan tumbuh tidak di tempat yang normal (dalam endometrium


kavum uteri). Istilah kehamilan ektopik lebih tepat daripada istilah ekstrauterin
yang sekarang masih juga banyak dipakai, oleh karena terdapat beberapa jenis
kehamilan ektopik yang berimplantasi dalam uterus tetapi tidak pada tempat yang
normal, misalnya kehamilan pada pars interstitialis tuba dan kehamilan pada
serviks uteri.5
Kehamilan ektopik merupakan keadaan emergensi yang menjadi penyebab
kematian maternal selama kehamilan trimester pertama. Karena janin pada
kehamilan ektopik secara nyata bertanggung jawab terhadap kematian ibu, maka
para dokter menyarankan untuk mengakhiri kehamilan.4
Epidemiologi
Kehamilan ektopik belum terganggu sulit diketahui, karena biasanya
penderita tidak menyampaikan keluhan yang khas, kehamilan ektopik baru
memberikan gejala bila kehamilan tersebut terganggu. Meskipun secara kuantitatif
mortalitas akibat KET berhasil ditekan, persentase insidens dan prevalensi KET
cenderung meningkat dalam dua dekade ini. Dengan berkembangnya alat
diagnostik canggih, semakin banyak kehamilan ektopik yang terdiagnosis
sehingga semakin tinggi pula insidens dan prevalensinya.1
Keberhasilan kontrasepsi pula meningkatkan persentase kehamilan
ektopik, karena keberhasilan kontrasepsi hanya menurunkan angka terjadinya
kehamilan uterin, bukan kehamilan ektopik, terutama IUD dan mungkin juga
progestagen

dosis

rendah.

Meningkatnya

prevalensi

infeksi

tuba

juga

meningkatkan keterjadian kehamilan ektopik. Selain itu, perkembangan teknologi


di bidang reproduksi, seperti fertilisasi in vitro, ikut berkontribusi terhadap
peningkatan frekuensi kehamilan ektopik.1
Kehamilan ektopik lebih sering di temukan pada wanita kulit hitam dari
pada wanita kulit putih. Perbedaan ini diperkirakan karena peradangan pelvis
lebih banyak ditemukan pada golongan wanita kulit hitam. 1
Kehamilan ektopik banyak terdapat bersama dengan keadaan gizi buruk
dan keadaan kesehatan yang rendah, maka insidennya lebih tinggi di Negara

sedang berkembang dan pada masyarakat yang berstatus sosio-ekonomi rendah


daripada di Negara maju dan pada masyarakat yang berstatus sosio-ekonomi
tinggi.1
Kehamilan ektopik ditemukan pada hampir 1% kehamilan, dan lebih dari
90% kasus implantasi terjadi di tuba fallopii (kehamilan tuba).3 D Indonesia,
kejadiannya sekitar 5-6 dari 1.000 kehamilan.1
C. Faktor resiko
Faktor resiko untuk kehamilan ektopik telah dirangkum oleh Ankum dkk
dalam meta-analisis yang mencakup 36 studi sebelumnya. Ada hubungan yang
kuat antara kehamilan ektopik dengan kondisi yang dianggap menghambat
migrasi sel telur yang telah dibuahi ke rahim. Dalam hal ini termasuk kerusakan
pada tuba falopi dari penyakit radang panggul sebelumnya, sejarah kehamilan
ektopik, dan operasi tuba sebelumnya, termasuk ligasi tuba sebelumnya.
Mekanisme patofisiologi terhadap terganggunya integritas tuba ini yang mungkin
menjadi penyebab peningkatan jumlah kehamilan ektopik pada pasien dengan
infertilitas atau operasi panggul sebelumnya.6
Merokok (diduga mempengaruhi motilitas tuba), bertambahnya usia, dan
memiliki lebih dari satu pasangan seksual juga telah memiliki kaitan yang lemah
lemah

terhadap

peningkatan

risiko

kehamilan

ektopik.

Tidak

jelas

kaitan yang dilaporkan antara kehamilan ektopik dan penggunaan kontrasepsi


oral, keguguran spontan, atau kelahiran secara sesar.6
Faktor-faktor resiko yang sering terjadi adalah:
1.

Riwayat Kehamilan Jelek


Riwayat kehamilan yang berhubungan dengan resiko kehamilan ektopik
adalah kehamilan ektopik, induksi abortus berulang dan mola. Sekali pasien
pernah mengalami kehamilan ektopik ia mempunyai kemungkinan 10 sampai
25% untuk terjadi lagi. Hanya 60% dari wanita yang pernah mengalami
kehamilan ektopik menjadi hamil lagi, walaupun angka kemandulannya akan
jadi lebih tinggi. Angka kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan berkisar
antara 0-14.6%. Sebagai konsekuensinya, beberapa pasien melaporkan
kehamilan ektopik sebelumnya dan mengenal gejala-gejala sekarang yang
serupa. 1

2.

Riwayat infeksi pelvis


Kira-kira sepertiga sampai separuh dari pasien dengan kehamilan ektopik
mempunyai riwayat infeksi pelvis sebelumnya. Calon ibu menderita infeksi
akibat penyakit GO (gonorrhea) ataupun radang panggul. Hal inilah yang
menyebabkan ibu yang menderita keputihan harus melakukan pemeriksaan
untuk memastikan gejala yang dideritanya adalah tanda infeksi atau hanya
keputihan yang bersifat fisiologis. 1
3. Riwayat kontrasepsi
Riwayat kontrasepsi membantu dalam penilaian kemungkinan kehamilan
ektopik. Pada kasus-kasus kegagalan kontrasepsi pada wanita yang
menggunakan kontrasepsi oral atau dengan alat kontrasepsi dalam rahim
(AKDR) , rasio kehamilan ektopik dibandingkan dengan kehamilan intrauterin
adalah lebih besar daripada wanita-wanita yang tidak menggunakan metode
kontrasepsi. Kejadian kehamilan ektopik pada akseptor AKDR dilaporkan 12
kali lebih tinggi dibandingkan dengan pemakai kondom. Diperkirakan terjadi 2
kehamilan ektopik per 1000 akseptor AKDR setiap tahun.
Akseptor pil progestagen dilaporkan memiliki insiden yang tinggi
terhadap kehamilan ektopik, apabila terjadi kehamilan selagi menjadi akseptor,
yakni sebanyak 5 kali lebih tinggi. Pada pemakai pil mini 4-6% dari
kehamilannya dilaporkan adalah ektopik, akan tetapi dilaporkan tidak terjadi
perubahan insiden pada akseptor pil kombinasi. 1
4. Riwayat operasi tuba
Adanya riwayat pembedahan tuba sebelumnya baik prosedur sterilisasi
yang gagal maupun usaha untuk memperbaiki infertilitas tuba semakin umum
sebagai faktor resiko terjadinya kehamilan ektopik. 1

5.

Merokok
Merokok pada waktu terjadi konsepsi meningkatkan insiden kehamilan
ektopik yang diperkirakan sebagai akibat perubahan jumlah dan afinitas
reseptor andrenergik dalam tuba. 1

D. Klasifikasi kehamilan ektopik


Sebagian besar kehamilan ektopik berlokasi di tuba fallopii (paling sering,
90-95% dengan 70-80% diampula). Sangat jarang terjadi d iovarium, cavum

abdominal, canalis servikalis, dan intraligamenter. Karena itu kehamilan ektopik


sering diklasifikasikan menjadi 1,3,4
1. Kehamilan ektopik tuba, dibedakan menjadi :
a. Kehamilan pars ampularis tuba (kasus terbanyak 55%)
b. Kehamilan pars ishtmika tuba (25%)
c. Kehamilan pars interstitialis tuba (2%)
d. Kehamilan pars infundibulum tuba
Kehamilan ektopik tuba dalah kehamilan yang terjadi pada tuba falopii,
implantasi patologik di dinding lumen tuba paling sering, karena tuba merupakan
jalur utama perjalanan ovum.3-6
e.

Gambar 1. Kehamilan Tuba

2. Kehamilan ektopik di luar tuba, dibedakan menjadi :


a. Kehamilan ovarial
b. Kehamilan intraligamenter
c. Kehamilan servikal
d. Kehamilan abdominal
e. Kehamilan heterotropik, kehamilan ganda dimana satu janin berada di
kevum uteri sedangkan yang lain merupakan kehamilan ektopik.

Menurut Kombinasi kehamilan dalam dan luar uterus. 5

Gambar 1. Lokasi Kehamilan Ektopik

E. Patofisiologi
Pada proses awal kehamilan, apabila embrio tidak bisa mencapai
endometrium untuk proses nidasi, maka embrio dapat tumbuh di saluran tuba dan
kemudian akan mengalami beberapa proses seperti pada kehamilan pada
umumnya. Karena tuba bukan merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan
embrio atau mudigah, maka pertumbuhan dapat mengalami perubahan dalam
bentuk berikut ini.3
1. Hasil konsepsi mati dini dan diresorpsi
Pada implantasi secara kolumner, ovum yang dibuahi cepat mati karena
vaskularisasi kurang dengan mudah terjadi resorpsi total. Dalam keadaan ini
penderita tidak mengeluh apa-apa dan haidnya terlambat untuk beberapa hari.
2.

Abortus ke dalam lumen tuba


Perdarahan yang terjadi karena pembukaan pembuluh-pembuluh darah
oleh villi koriales pada dinding tuba di tempat implantasi dapat melepaskan
mudigah

dari

dinding

tersebut

bersama-sama

dengan

robeknya

pseudokapsularis. Pelepasan ini dapat terjadi sebagian atau seluruhnya. Bila


pelepasan menyeluruh, mudigah dan selaputnya dikeluarkan dalam lumen tuba
dan kemudian didorong oleh darah ke arah ostium tuba abdominale.
Perdarahan yang berlangsung terus menyebabkan tuba membesar dan kebirubiruan (hematosalping) dan selanjutnya darah mengalir ke rongga perut
melalui ostium tuba berkumpul di kavum douglas dan akan membentuk

hematokel retrouterina.3
gambar 2. Abortus Tuba

3.

Ruptur dinding tuba


Ruptur dinding tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus
dan biasanya pada kehamilan muda. Sebaliknya ruptur pada pars interstisialis
terjadi pada kehamilan lebih lanjut. Faktor utama yang menyebabkan ruptur
adalah penembusan vili koriales ke dalam lapisan muskularis tuba kemudian
ke peritoneum. Ruptur dapat terjadi spontan atau karena trauma ringan. Darah
dapat mengalir ke dalam rongga perut melalui ostium tuba abdominale. Bila
ostium tuba tersumbat, ruptur sekunder terjadi. Dalam hal ini, dinding tuba
telah menipis oleh invasi trofoblas, pecah karena tekanan darah dalam tuba.
Kadang ruptur terjadi di arah ligamentum latum dan terbentuk hematoma

intraligamenter antara 2 lapisa ligamentum tersebut. Jika janin hidup terus


maka dapat terjadi kehamilan intraligamenter.3
Pada ruptur ke rongga perut, seluruh janin dapat keluar dari tuba, tetapi
bila robekan tuba kecil, perdarahan terjadi tanpa hasil konsepsi dikeluarkan
dari tuba. Nasib janin bergantung pada tuanya kehamilan dan kerusakan yang
diderita. Bila janin mati dan masih kecil, dapat diresorpsi seluruhnya dan bila
besar dapat diubah menjadi litopedion.
Janin yang dikeluarkan dari tuba dengan masih diselubungi oleh
kantomg amnion dan dengan plassenta masih untuh kemungkinan tumbuh
terus dalam rongga perut, sehingga terjadi kehamilan ektopik lanjut atau
kehamilan abdominal sekunder. 3

Gambar 3. Komplikasi Kehamilan Ektopik, Ruptur tuba

F.

Jenis Kehamilan ektopik


1. Kehamilan pars interstisialis Tuba
Kehamilan ektopik ini terjadi bila ovum bernidasi pada pars
interstisialis tuba. Keadaan ini jarang terjadi dan hanya satu persen dari semua
kehamilan tuba. Ruptur pada keadaan ini terjadi pada kehamilan lebih tua,
dapat mencapai akhir bulan keempat. Perdarahan yang terjadi sangat banyak
dan bila tidak segera dioperasi akan menyebabkan kematian. 3
Tindakan

operasi

yang

dilakukan

adalah

laparatomi

untuk

membersihkan isi kavum abdomen dari darah dan sisa jaringan konsepsi serta
menutup sumber perdarahan dengan melakukan irisan baji (wedge resection)
pada kornu uteri dimana tuba pars interstisialis berada. 3
2. Kehamilan ektopik ganda
Sangat jarang kehamilan ektopik ini berlangsung bersamaan dengan
kehamilan intrauterine. Keadaan ini disebut kehamilan ektopik ganda
(combined ectopic pregnancy). Frekuensinya berkisar 1 di antara 15.00-40.000
persalinan. Di Indonesia sudah dilaporkan beberapa kasus.3
Pada umumnya diagnosis kehamilan dibuat pada waktu operasi
kehamilan ektopik yang terganggu. Pada laparatomi ditemukan uterus yang
membesar sesuai dengan usia kehamilan dan 2 korpora lutea. 3
3. Kehamilan Ovarial
Kehamilan ovarial primer sangat jarang terjadi. Diagnosis kehamilan
tersebut ditegakkan atas dasar 4 kriteria dari Spiegelberg yaitu :
a. Tuba pada kehamilan harus normal
b. Kantong janin harus berlokasi pada ovarium
c. Kantong janin dihubungkan dengan uterus oleh ligamentum ovary proprium.
d. Jaringan ovarium yang nyata harus ditemukan dalam dinding kantong janin.3
Diagnosa yang pasti diperoleh bila kantong janin kecil dikelilingi oleh
jaringan ovarium dengan trofoblas memasuki alat tersebut. Pada kehamilan
ovarial biasanya terjadi rupture pada kehamilan muda dengan akibat
perdarahan dalam perut. Hasil konsepsi dapat pula mengalami kematian
sebelumnya sehingga tidak terjadi rupture, ditemukan benjolan dengan

berbagai ukuran yang terdiri atas ovarium yang mengandung darah, villi
korialis dan mungkin juga mudigah.3
4. Kehamilan servikal
Kehamilan servikal juga sangat jarang terjadi. Bila ovum berimplantasi
dalam kavum servikalis, maka akan terjadi perdarahan tanpa nyeri pada
kehamilan muda. Jika kehamilan berlangsung terus, serviks membesar dengan
ostium uteri eksternum terbuka sebagian. Kehamilan servikal jarang
melampaui 12 minggu dan biasanya diakhiri secara operatif oleh karena
perdarahan. Pengeluaran konsepsi pervaginam yang menyebabkan banyak
perdarahan, sehingga untuk menghentikan perdarahan diperlukan histerektomi
totalis.3 Paalman dan Mc Ellin membuat kriteria klinik sebagai berikut :
a. Ostium uteri intertum tertutup
b. Ostium uteri eksternum terbuka sebagian
c. Seluruh hasil konsepsi terletak dalam endoserviks
d. Peradarahan uterus setelah fase amenore tanpa disertai rasa nyeri
e. Serviks lunak, membesar, dapat lebih besar dari fundus uteri, sehingga
terbentuk hour-glass uterus.3
5. Kehamilan ektopik kronik
Umumnya terjadi setelah ruptur tuba atau abortus tuba dan selanjutnya
janin dapat tumbuh terus karena mendapat cukup zat-zat makanan dan oksigen
dari plasenta yang dapat meluaskan insersinya pada jaringan sekitarnya. Bila
janin cukup besar dapat terus hidup sebagai kehamilan abdominal. Kehamilan
ini merupakan komplikasi obstetrik yang mempunyai morbiditas dan mortalitas
janin yang tinggi dan sangat membahayakan ibu sehingga tidak bijaksana bila
kita menemukan kehamilan abdominal masih berupaya untuk mempertahankan
sampai genap bulan. Dianjurkan bila diagnosis kehamilan abdominal sudah
tegak harus dilakukan laparotomi untuk penghentian kehamilan tersebut.3
G. Gambaran Klinik
Kehamilan ektopik belum terganggu sulit diketahui, karena biasanya
penderita tidak menyampaikan keluhan yang khas. Pada umumnya penderita
menunjukkan gejala-gejala seperti pada kehamilan muda yakni mual, pembesaran

disertai rasa agak sakit pada payudara yang didahului keterlambatan haid. Di
samping gangguan haid, keluhan yang paling sering ialah nyeri di perut bawah
yang tidak khas, walaupun kehamilan ektopik belum mengalami ruptur. Kadangkadang teraba tumor di samping uterus dengan batas yang sukar ditentukan.1
Gejala dan tanda kehamilan ektopik terganggu sangat berbeda-beda, dari
perdarahan banyak yang tiba-tiba dalam rongga perut sampai terdapatnya gejala
yang tidak jelas, sehingga sukar membuat diagnosisnya. Gejala dan tanda
bergantung pada lamanya kehamilan ektopik terganggu, abortus atau ruptur tuba,
tuanya kehamilan, derajat perdarahan yang terjadi, dan keadaan umum penderita
sebelum hamil.1
Nyeri abdomen merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik. Nyeri
dapat unilateral atau bilateral, pada abdomen bagian bawah, seluruh abdomen,
atau hanya di bagian atas abdomen. Umumnya diperkirakan, bahwa nyeri perut
yang sangat menyiksa pada suatu ruptur kehamilan ektopik, disebabkan oleh
darah yang keluar ke dalam kavum peritoneum. Tetapi karena ternyata terdapat
nyeri hebat, meskipun perdarahannya sedikit, dan nyeri yang tidak berat pada
perdarahan yang banyak, jelas bahwa darah bukan satu-satunya sebab timbul
nyeri. Darah yang banyak dalam kavum peritoneal dapat menyebabkan iritasi
peritoneum dan menimbulkan rasa nyeri yang bervariasi.1
Amenorea atau gangguan haid merupakan tanda yang penting pada kehamilan
ektopik. Lamanya amenorea tergantung pada kehidupan janin, sehingga dapat
bervariasi. Sebagian penderita tidak mengalami amenorea karena kematian janin
terjadi sebelum haid berikutnya.1
Bercak darah (spotting) atau perdarahan vaginal merupakan juga tanda yang
penting pada kehamilan ektopik terganggu. Hal ini menunjukkan kematian janin,
dan berasal dari uteri karena pelepasan desidua. Perdarahan biasanya sedikit,
berwarna coklat tua, dan dapat intermiten atau terus menerus.1
Pada pemeriksaan dalam ditemukan bahwa usaha menggerakkan serviks uteri
menimbulkan rasa nyeri dan kavum Doglas teraba menonjol, berkisar dari
diameter 5 sampai 15 cm, dengan konsistensi lunak dan elastik.1

H.

Diagnosis
Diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, serta penunjang
1.

Anamnesis
Amenorea, yaitu haid terlambat mulai beberapa hari sampai beberapa bulan
atau hanya haid yang tidak teratur. Kadang-kadang dijumpai keluhan hamil
muda dan gejala hamil lainnya. Nyeri perut bagian bawah, nyeri bahu,
tenesmus dan perdarahan pervaginam terjadi setelah nyeri perut bagian bawah. 1
Kehamilan ektopik harus dipikirkan pada semua pasien dengan test kehamilan
positif, nyeri pada pelvis, dan perdarahan uterus abnormal.8
Pemeriksaan umum
Penderita tampak kesakitan dan pucat, pada perdarahan dalam rongga perut

2.

dapat ditemukan tanda-tanda syok.1


3.
Pemeriksaan ginekologi
Tanda-tanda kehamilan muda mungkin ditemukan. Pergerakan serviks
menyebabkan rasa nyeri. Bila uterus dapat diraba maka akan terasa sedikit
membesar dan kadang-kadang teraba tumor di samping uterus dengan batas
yang sukar ditentukan. Cavum douglasi yang menonjol dan nyeri raba
menunjukkan adanya hematocele retrouterina. Suhu kadang-kadang bisa naik
sehingga menyukarkan perbedaan dengan infeksi pelvik. 1
Tes kehamilan

4.

Apabila test positif, dapat membantu diagnosis khusunya terhadap tumortumor adneksa, yang tidak ada hubungannya dengan kehamilan. Tes kehamilan
yang negatif tidak banyak artinya, umunya tes ini menjadi negatif beberapa
hari setelah meninggalnya mudigah.5
5.

Dilatasi dan kerokan


Biasanya kerokan dilakukan, apabila sesudah amonorea terjadi perdarahan
yang cukup lama tanpa ditemukan kelainan nyata di samping uterus, sehingga
dipikirkan abortus inkompletus, perdarahan disfungsional dan lain-lain.5

6.

Laparoskopi
Laparoskopi merupakan cara pemeriksaan yang sangat penting untuk
diagnosis kehamilan ektopik pada umumnya dan kehamilan ektopik yang tidak
terganggu.5

7. Ultrasonografi
Keunggulan, bahwa tidak invasif atau tidak perlu memasukkan alat dalam
rongga perut. Dapat dinilai kavum uteri, kosong atau berisi, tebal endometrium,
adanya massa di kanan atau kiri uterus dan apakah kavum Douglas berisi
cairan.5

Gambar 4. USG Kehamilan Ektopik

8. Kuldosintesis
Kuldosintesis adalah prosedur klinik diagnostik untuk mengidentifikasi
adanya perdarahan intra peritoneal, khusunya pada kehamilan ektopik
terganggu. Kuldosintesis diindikasikan pada kasus kehamilan ektopik dan
abses pelvik. 9
Teknik :
a. Penderita dibaringkan dalam posisi litotomi
b. Vulva dan vagina dibersihkan dengan antiseptik
c. Speculum dipasang dan bibir belakang porsio dijepit dengan cunam
serviks dengan traksi ke depan sehingga forniks posterior tampak.
d. Jarum spinal no.18 ditusukkan ke dalam kavum Douglas dan dengan
semprit 10 ml dilakukan pengisapan.
e. Bila pada pengisapan ditemukan darah, maka isinya disemprotkan pada
kain kasa dan diperhatikan apakah darah merah yang dikeluarkan
merupakan :
1. Darah segar berwarna merah dan akan membeku; darah berasal dari
arteri atau vena yang tertusuk
2. Darah tua berwarna coklat sampai hitam yang tidak membeku,darah
menunjukkan adanya hematokel retrouterina.3

Gambar 5 .teknik Kuldosintesis

I. Diagnosis Deferensial
Yang perlu dipikirkan sebagai diagnosis diferensial adalah :
1.
2.
3.
4.

Infeksi pelvik
Abortus
Tumor ovarium
Ruptur korpus luteum 5

J. Penalaksanaan
1.

Pembedahan
Pembedahan merupakan penatalaksanaan primer pada kehamilan ektopik
terutama pada KET dimana terjadi abortus atau ruptur pada tuba.
Penatalaksanaan pembedahan sendiri dapat dibagi atas dua yaitu pembedahan
konservatif dan radikal. Pembedahan konservatif terutama ditujukan pada
kehamilan ektopik yang mengalami ruptur pada tubanya. Ada dua
kemungkinan prosedur yang dapat dilakukan yaitu: 1. Salpingotomi linier, atau
2. Reseksi segmental. Pendekatan dengan pembedahan konservatif ini mungkin
dilakukan apabila diagnosis kehamilan ektopik cepat ditegakkan sehingga
belum terjadi ruptur pada tuba. 4
a. Salpingotomi linier
Tindakan ini merupakan suatu prosedur pembedahan yang ideal
dilakukan pada kehamilan tuba yang belum mengalami ruptur. Karena lebih
dari 75% kehamilan ektopik terjadi pada 2/3 bagian luar dari tuba. Prosedur
ini dimulai dengan menampakkan, mengangkat, dan menstabilisasi tuba.

Satu insisi linier kemudian dibuat diatas segmen tuba yang meregang. Insisi
kemudian diperlebar melalui dinding antimesenterika hingga memasuki ke
dalam lumen dari tuba yang meregang. Tekanan yang hati-hati diusahakan
dilakukan pada sisi yang berlawanan dari tuba, produk kehamilan
dikeluarkan dengan hati-hati dari dalam lumen. Biasanya terjadi pemisahan
trofoblas dalam jumlah yang cukup besar maka secara umum mudah untuk
melakukan pengeluaran produk kehamilan ini dari lumen tuba. Tarikan yang
hati-hati dengan menggunakan sedotan atau dengan menggunakan gigi
forsep dapat digunakan bila perlu, hindari jangan sampai terjadi trauma pada
mukosa. Setiap sisa trofoblas yang ada harus dibersihkan dengan melakukan
irigasi pada lumen dengan menggunakan cairan ringer laktat yang hangat
untuk mencegah kerusakan lebih jauh pada mukosa. 4
Hemostasis yang komplit pada mukosa tuba harus dilakukan, karena
kegagalan pada tindakan ini akan menyebabkan perdarahan postoperasi
yang akan membawa pada terjadinya adhesi intralumen.4
Batas mukosa kemudian ditutup dengan jahitan terputus, jahitan harus
diperhatikan hanya dilakukan untuk mendekatkan lapisan serosa dan lapisan
otot dan tidak ada tegangan yang berlebihan. Perlu juga diperhatikan bahwa
jangan ada sisa material benang yang tertinggal pada permukaan mukosa,
karena sedikit saja dapat menimbulkan reaksi peradangan sekunder yang
diikuti dengan terjadinya perlengketan. 4
b. Reseksi segmental
Reseksi segmental dan reanastomosis end to end telah diajukan sebagai
satu alternatif dari salpingotomi. Prosedur ini dilakukan dengan mengangkat
bagian implantasi, jadi prosedur ini tidak dapat melibatkan kehamilan tuba
yang terjadi berikutnya. Tujuan lainnya adalah dengan merestorasi arsitektur
normal tuba. Prosedur ini baik dilakukan dengan mengunaka loupe
magnification atau mikroskop. Penting sekali jangan sampai terjadi trauma
pada pembuluh darah tuba. Hanya pasien dengan perdarahan yang sedikit
dipertimbangkan untuk menjalani prosedur ini. Mesosalping yang
berdekatan harus

diinsisi

dan dipisahkan

dengan hati-hati untuk

menghindari terbentuknya hematom pada ligamentum latum. Jahitan

seromuskuler dilakukan dengan menggunakan mikroskop/loupe. Dengan


benang absorbable 6-0 atau 7-0, dan lapisan serosa ditunjang dengan jahitan
terputus tambahan. 4
c. Salpingektomi
Salpingektomi total diperlukan apabila satu kehamilan tuba mengalami
ruptur, karena perdarahan intraabdominal akan terjadi dan harus segera
diatasi. Hemoperitonium yang luas akan menempatkan pasien pada keadaan
krisis kardiopulmunonal yang serius.4
Insisi suprapubik Pfannenstiel dapat digunakan , dan tuba yang
meregang diangkat. Mesosalping diklem berjejer dengan klem Kelly sedekat
mungkin dengan tuba. Tuba kemudian dieksisi dengan memotong irisan
kecil pada myometrium di daerah cornu uteri, hindari insisi yang terlalu
dalam ke myometrium. Jahitan matras angka delapan dengan benang
intrauteri digunakan untuk menutup myometrium pada sisi reseksi baji.
Mesosalping ditutup dengan jahitan terputus dengan menggunakan benang
absorbable. Hemostasis yang komplit sangat penting untuk mencegah
terjadinya hematom pada ligamentum latum. 4
d. Salpingoooforektomi
Tidak jarang ovarium termasuk dalam gumpalan darah dan sukar
dipisahkan sehingga terpaksa dilakukan salpingooforektomi
6.

Medikamentosa
Saat ini dengan adanya tes kehamilan yang intrauterin dan ultrasonografi
transvaginal, memungkinkan kita untuk membuat diagnosis kehamilan ektopik
secara dini. Keuntungan dari ditegakkannya diagnosis kehamilan ektopik
secara dini adalah bahwa penatalaksanaan secara medisinalis dapat dilakukan.
Penatalaksanaan medisinalis memiliki keuntumngan yaitu kurang intrauterin,
menghilangkan risiko pembedahan dan anestesi, mempertahankan fungsi
fertilitas dan mengurangi biaya serta memperpendek waktu penyembuhan. 4
Terapi medisinalis yang utama pada kehamilan ektopik adalah methotrexate
(MTX). Methotrexate merupakan analog asam folat yang akan mempengaruhi
sintesis DNA dan multiplikasi sel dengan cara menginhibisi kerja enzim
Dihydrofolate reduktase. MTX ini akan menghentikan proliferasi trofoblas. 4

Pemberian MTX dapat secara oral, sistemik iv,im) atau injeksi lokal dengan
panduan USG atau laparoskopi. Efek sampingyang timbul tergantung dosis
yang diberikan. Dosis yang tinggi akan menyebabkan enteritis hemoragik dan
perforasi usus, supresi sumsum tulang, nefrotoksik, disfungsi hepar permanen,
alopesia, dermatitis, pneumonitis, dan hipersensitivitas. Pada dosis rendah akan
menimbulkan dermatitis, gastritis, pleuritis, disfungsi hepar, supresi sumsum
tulang sementara. Pemberian MTX biasanya disertai pemberian folinic acid
(leucovorin calcium atau citroforum factor) yaitu zat yang mirip asam folat
namun tidak tergantung pada enzim dihydrofolat reduktase. Pemberian folinic
acid ini akan menyelamatkan sel-sel normal dan mengurangi efek MTX pada
sel-sel tersebut. 4
Regimen yang dipakai saat ini adalah dengan pemberian dosis tungal MTX
2
50 mg/m luas permukaan tubuh. Sebelumnya penderita diperikasa dulu kadar
hCG, fungsi hepar, kreatinin, golongan darah. Pada hari ke-4 dan ke-7 setelah
pemberian MTX kadar hCG diperiksa kembali. Bila kadar hCG berkurang 15%
atau lebih, dari kadar yang diperiksa pada hari ke-4 maka mTX tidak diberikan
lagi dan kadar hCG diperiksa setiap minggu sampai hasilnya negatif atau
evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan USG transvaginal setiap
minggu. Bila kadar hCG tidak berkurang atau sebaliknya meningkat
dibandingkan kadar hari ke-4 atau menetap selama interval setiap minggunya,
2
maka diberikan MTX 50 mg/m kedua. Stoval dan Ling pada tahun 1993
melaporkan keberhasilan metoda ini sebesar 94,3%. Selain dengan dosis
tunggal, dapat juga diberikan multidosis sampai empat dosis atau kombinasi
dengan leucovorin 0,1 mg/kgBB.4
a. Kriteria

untuk

terapi

Methotrexate

adalah

sebagai

berikut:

Massa belum ruptur <3,5-4,0 cm (peningkatan ukuran dapat meningkatkan


risiko pecah atau memerlukan lebih dari satu dosis metotreksat).
b. Tidak ada gerakan jantung janin (aktivitas jantung menunjukkan kehamilan
lanjut dan meningkatkan risiko rupture atau kegagalan metotreksat dosis
tunggal)
c. Tidak ada bukti ruptur atau hemoperitoneum.

d. Hemodinamik stabil
e. Diagnosis kehamilan ektopik telah pasti dan tidak memerlukan diagnosis
laparoskopi.
f. Pasien menginginkan kesuburan di masa depan (jika fertilitas masa depan
tidak diinginkan, pertimbangkan laparoskopi dengan ligasi tuba dari tuba
kontra-lateral)
g. Anestesi umum menimbulkan risiko yang signifikan Pasien dapat
diandalkan dan bersedia untuk kembali control
h. Pasien tidak memiliki kontra-indikasi untuk Methotrexate
i. Hasil + / - Serum -hCG kurang dari 6.000 - 15.000 mIU / mL10

BAB IV
PEMBAHASAN
I.

Anamnesa

Teori

Kasus
Terjadi implantasi pada ampulla tuba

Definisi
Kehamilan ektopik terganggu :

uterina dekstra

Suatu keadaan dimana implantasi hasil Faktor resiko :


konsepsi

terjadi

diluar

cavum Riwayat

endometrium

abortus

pada

kehamilan

pertama

Trisemester pertama
Faktor Resiko :
-

Riwayat obstetri jelek

kerusakan dan disfungsi tuba,


riwayat

operasi,

sterilisasi,
riwayat

riwayat
penggunaan

riwayat
infeksi,
hormon

progesterone dan AKDR.


-

Riwayat

kehamilan

ektopik

sebelumnya
-

Umur tua

perokok

Dari anamnesa, faktor resiko pada kasus ini adalah abortus pada kehamilan
pertama.
Teori
Keluhan :

Kasus
Keluhan :

Nyeri perut bawah bersifat tajam, Perdarahan pervaginam sejak 2 hari


hampir diseluruh regio.

SMRS.

Perdarahan pervaginam

Nyeri perut bawah kanan

Darah berwarna coklat/kehitaman

Darah berwarna kecoklatan

Keluhan gastrointestinal
Pada anamnesis pasien ini mengalami perdarahan pervaginam berwarna

kecoklatan dan nyeri perut bagian bawah.

Beberapa diagnosis dengan keluhan hamil muda dengan nyeri perut bagian
bawah disertai dengan perdarahan dapat disebabkan oleh berbagai macam
penyakit, seperti kehamilan ektopik terganggu, abortus immines/abortus
incomplet, penyakit radang panggul, torsi kista ovarii, dan appendisitis. Akan
tetapi, adanya gejala dan tanda kehamilan serta adanya perdarahan pervaginam
yang

juga dikeluhkan pasien dapat menyingkirkan kemungkinan torsi kista

ovarii.
II.

Pemeriksaan Fisik
Teori
Pemeriksaan fisik

Kasus
Pemeriksaan fisik :

Anemis

Anemis (+), Hb : 7,8

Nyeri tekan abdomen

Nyeri tekan abdomen kanan bawah

VT : nyeri goyang porsio (+), Tinggi fundus uteri sulit dievaluasi


forniks posterior menonjol dan VT
nyeri pada penekanan.

nyeri

goyang

portio

pengeluaran darah (+) berwarna


merah kecoklatan

Pada pasien ini gejala klinis yang dapat ditemukan dari pemeriksaan fisik
yang dilakukan dan sesuai dengan diagnosis terjadinya kehamilan ektopik
terganggu.
Diagnosis banding seperti abortus immines dan abortus incomplit dapat
disingkirkan karena pada abortus perdarahan yang terjadi berwarna lebih
kemerahan (segar), rasa nyeri yang sering berlokasi di daerah median, serta pada
abortus tidak terdapat nyeri goyang portio. Selain itu, diagnosis kehamilan disertai
apendisitis akut juga dapat disingkirkan karena pada apendisitis tidak ditemukan
nyeri pada goyang portio seperti yang ditemukan pada pasien. Nyeri perut bagian
bawah pada apendisitis sebagian besar terletak pada titik Mc Burney. Jadi, dari
anamnesis dan pemeriksaan fisik, kemungkinan diagnosis pasien adalah
kehamilan ektopik terganggu.
III. Pemeriksaan Penunjang

Teori
Pemeriksaan penunjang :

Kasus
Pemeriksaan penunjang :

Darah Rutin

Darah lengkap Hb: 7

Test kehamilan

Test kehamilan : (+)

USG

USG

gestasional

sac

belum

terlihat, suspek kehamilan ektopik


belum terganggu
Untuk membantu penegakkan diagnosis kehamilan ektopik terganggu,
maka dilakukan beberapa pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan
laboratorium berupa gravindex test positif, pemeriksaan Hb serial, dan USG.
Penurunan Hb secara bermakna dapat mengindikasikan bahwa kemungkinan
adanya perdarahan yang masih berlangsung (ongoing bleeding). USG diperlukan
untuk mengetahui letak kehamilan ektopik. Pada kasus ini hasil pemeriksaan Hb
serial menunjukkan adanya penurunan Hb yang bermakna. Hasil pemeriksaan
USG belum menunjukkan adanya gestasional sac pada usia kehamilan 6 minggu
dan belum ditemukan lokasi kehamilan ektopik. Dari anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan USG yang telah dilakukan, cukup mendukung ditegakkannya diagnosis
KET pada pasien ini.
IV.

Penatalaksanaan
Teori

Fakta

Penatalaksaan :

Penatalaksaan :

1) Pembedahan

Dilakukan

pembedahan

Laparotomi

laparotomi

eksplorasi

2) Medikamentosa

pengeluaran

Methotrexate

massa

yaitu
dengan

konsepsi

pada

ampulla tuba uterina dekstra serta


salpingooforektomi dekstra
Medikamentosa

tidak

dilakukan,

kondisi pasien tidak sesuai kriteria.


Dalam menangani kasus kehamilan ektopik, beberapa hal harus
diperhatikan dan dipertimbangkan, yaitu: kondisi pasien, keinginan pasien akan

fungsi reproduksinya, lokasi kehamilan ektopik, dan kondisi anatomik organ


pelvis. Selanjutnya terapi yang dilakukan pada kasus ini adalah tindakan operatif
salpingektomi. Setelah tindakan operatif diberikan antibiotika Cefazolin 2x1 gr
(IV) karena kehamilan ektopik biasanya berkaitan dengan gangguan fungsi
transportasi tuba yang disebakan oleh proses infeksi. Pemberian analgetik untuk
mengontrol nyeri pasca tindakan juga dapat diberikan seperti injeksi ketorolac 3 x
10 mg paska operasi yang dilanjukan dengan pemberian kaltrofen suppositoria 2
kali sehari.
Sebagian besar penyebab kehamilan ektopik tidak diketahui. Penyebab
kehamilan ektopik dapat disebabkan oleh gangguan transportasi dari hasil
konsepsi (radang panggul, alat kontrasepsi dalam rahim (IUD), penyempitan
lumen akibat tumor, pasca tindakan bedah mikro pada tuba, abortus) dan kelainan
hormonal. Pada kasus ini, penyebab kehamilan ektopik pada pasien ditemukan
pada adanya faktor risiko abortus pada kehamilan pertama pasien yang mungkin
mendasari terjadinya kehamilan ektopik pada pasien ini.
Prognosis pada kasus ini adalah quo ad vitam: dubia ad bonam,dan quo ad
functionam : dubia ad bonam. Sebagian wanita setelah mengalami kehamilan
ektopik pada satu tuba, dapat mengalami kehamilan ektopik lagi pada tuba yang
lain. Ruptur yang terjadi dapat mempengaruhi fertilitas wanita. Dalam kasuskasus kehamilan ektopik terganggu terdapat 50-60% kemungkinan wanita steril.
Angka kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan antara 0-14,6%.
Penanganan dalam kasus ini sudah dilakukan dengan tepat. yaitu
dilakukan tindakan laparotomi dengan dilakukannya tindakan salpingektomi
dekstra atas dasar lokasi kehamilan ektopik pada tuba fallopii pars ampullaris
dekstra yang sudah mengalami ruptur.
BAB V
KESIMPULAN
1. Diagnosis pada kasus ini sudah tepat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan penunjang yaitu adanya tanda-tanda kehamilan ektopik terganggu.
2. Faktor resiko pada pasien adalah adanya riwayat abortus pada kehamilan
pertama.

3. Penatalaksanaan pada kasus ini sudah tepat yaitu dengan dilakukannya


laparotomi eksplorasi dan dari hasil laparotomi didapatkan ruptur tuba pars
ampularis dekstra.
4. Angka rekurensi untuk terjadinya kehamilan ektopik pada pasien berdasarkan
hasil prevalensi sebelumnya yaitu sebesar 0-14,6%.

Anda mungkin juga menyukai