Anda di halaman 1dari 13

Rahasia Besi

Besi adalah salah satu unsur yang dinyatakan secara jelas dalam
Al Qur'an. Dalam Surat Al Hadiid, yang berarti "besi", kita
diberitahu sebagai berikut:
"Dan Kami turunkan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai
manfaat bagi manusia ...." (Al Qur'an, 57:25)
Kata "anzalnaa" yang berarti "kami turunkan" khusus digunakan untuk besi dalam
ayat ini, dapat diartikan secara kiasan untuk menjelaskan bahwa besi diciptakan untuk
memberi manfaat bagi manusia. Tapi ketika kita mempertimbangkan makna harfiah
kata ini, yakni "secara bendawi diturunkan dari langit", kita akan menyadari bahwa
ayat ini memiliki keajaiban ilmiah yang sangat penting.
Ini dikarenakan penemuan astronomi modern telah mengungkap bahwa logam besi
yang ditemukan di bumi kita berasal dari bintang-bintang raksasa di angkasa luar.
Logam berat di alam semesta dibuat dan dihasilkan dalam inti bintang-bintang
raksasa. Akan tetapi sistem tata surya kita tidak memiliki struktur yang cocok untuk
menghasilkan besi secara mandiri. Besi hanya dapat dibuat dan dihasilkan dalam
bintang-bintang yang jauh lebih besar dari matahari, yang suhunya mencapai
beberapa ratus juta derajat. Ketika jumlah besi telah melampaui batas tertentu dalam
sebuah bintang, bintang tersebut tidak mampu lagi menanggungnya, dan akhirnya
meledak melalui peristiwa yang disebut "nova" atau "supernova". Akibat dari ledakan
ini, meteor-meteor yang mengandung besi bertaburan di seluruh penjuru alam semesta
dan mereka bergerak melalui ruang hampa hingga mengalami tarikan oleh gaya
gravitasi benda angkasa.
Semua ini menunjukkan bahwa logam besi tidak terbentuk di bumi melainkan kiriman
dari bintang-bintang yang meledak di ruang angkasa melalui meteor-meteor dan
"diturunkan ke bumi", persis seperti dinyatakan dalam ayat tersebut: Jelaslah bahwa
fakta ini tidak dapat diketahui secara ilmiah pada abad ke-7 ketika Al Qur'an
diturunkan.

Penciptaan yang Berpasang-Pasangan

"Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan


semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari
diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui." (Al
Qur'an, 36:36)
Meskipun gagasan tentang "pasangan" umumnya bermakna
laki-laki dan perempuan, atau jantan dan betina, ungkapan
"maupun dari apa yang tidak mereka ketahui" dalam ayat di
atas memiliki cakupan yang lebih luas. Kini, cakupan makna lain dari ayat tersebut
telah terungkap. Ilmuwan Inggris, Paul Dirac, yang menyatakan bahwa materi
diciptakan secara berpasangan, dianugerahi Hadiah Nobel di bidang fisika pada tahun
1933. Penemuan ini, yang disebut "parit", menyatakan bahwa materi berpasangan
dengan lawan jenisnya: anti-materi. Anti-materi memiliki sifat-sifat yang berlawanan
dengan materi. Misalnya, berbeda dengan materi, elektron anti-materi bermuatan
positif, dan protonnya bermuatan negatif. Fakta ini dinyatakan dalam sebuah sumber
ilmiah sebagaimana berikut:
"setiap partikel memiliki anti-partikel dengan muatan yang berlawanan dan
hubungan ketidakpastian mengatakan kepada kita bahwa penciptaan berpasangan dan
pemusnahan berpasangan terjadi di dalam vakum di setiap saat, di setiap tempat."
Semua ini menunjukkan bahwa unsur besi tidak terbentuk di Bumi, melainkan dibawa
oleh meteor-meteor melalui ledakan bintang-bintang di luar angkasa, dan kemudian
"dikirim ke bumi", persis sebagaimana dinyatakan dalam ayat tersebut. Jelas bahwa
fakta ini tak mungkin diketahui secara ilmiah pada abad ke-7, di saat Al Qur'an
diturunkan. (http://www.2think.org/nothingness.html, Henning Genz Nothingness:
The Science of Empty Space, s. 205)
Relativitas Waktu

Kini, relativitas waktu adalah fakta yang terbukti secara


ilmiah. Hal ini telah diungkapkan melalui teori relativitas
waktu Einstein di tahun-tahun awal abad ke-20. Sebelumnya,
manusia belumlah mengetahui bahwa waktu adalah sebuah
konsep yang relatif, dan waktu dapat berubah tergantung
keadaannya. Ilmuwan besar, Albert Einstein, secara terbuka
membuktikan fakta ini dengan teori relativitas. Ia menjelaskan
bahwa waktu ditentukan oleh massa dan kecepatan. Dalam
sejarah manusia, tak seorang pun mampu mengungkapkan fakta ini dengan jelas
sebelumnya.
Tapi ada perkecualian; Al Qur'an telah berisi informasi tentang waktu yang bersifat
relatif! Sejumlah ayat yang mengulas hal ini berbunyi:
"Dan mereka meminta kepadamu agar azab itu disegerakan, padahal Allah sekali-kali
tidak akan menyalahi janji-Nya. Sesungguhnya sehari di sisi Tuhanmu adalah seperti
seribu menurut perhitunganmu." (Al Qur'an, 22:47)
"Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepada-Nya
dalam satu hari yang kadarnya adalah seribu tahun menurut perhitunganmu." (Al
Qur'an, 32:5)
"Malaikat-malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan dalam sehari yang
kadarnya limapuluh ribu tahun." (Al Qur'an, 70:4)
Dalam sejumlah ayat disebutkan bahwa manusia merasakan waktu secara berbeda,
dan bahwa terkadang manusia dapat merasakan waktu sangat singkat sebagai sesuatu
yang lama:
"Allah bertanya: 'Berapa tahunkah lamanya kamu tinggal di bumi?' Mereka
menjawab: 'Kami tinggal (di bumi) sehari atau setengah hari, maka tanyakanlah
kepada orang-orang yang menghitung.' Allah berfirman: 'Kamu tidak tinggal (di
bumi) melainkan sebentar saja, kalau kamu sesungguhnya mengetahui'." (Al Qur'an,
23:122-114)
Fakta bahwa relativitas waktu disebutkan dengan sangat jelas dalam Al Qur'an, yang
mulai diturunkan pada tahun 610 M, adalah bukti lain bahwa Al Qur'an adalah Kitab
Suci.
Ayat-ayat Al Quran Berhubungan dengan ilmu fisika
Gejala Fisis
"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan
siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal". (Al Imran :190)
Dalam ayat diatas kita diberi petunjuk, setidaknya tersirat beberapa makna antara lain
adalah: alam semesta yang senantiasa berproses tanpa henti dan menyajikan banyak
sekali gejala dalam seluruh dimensi ruang dan waktu yang terus berkembang.
" Hanya kepada Allah lah tunduk/patuh segala apa yang ada dilangit dan di bumi baik

atas kesadarannya sendiri ataupun karena terpaksa, (dan sujud pula) bayangbayangnya diwaktu pagi dan petang" (ar Raad :15)
Dalam ayat ini Allah SWT mengingatkan kita bahwa apapun nama dan bentuk gejala
yang ditunjukan-Nya selalu mengikuti suatu sistem dengan hukum-hukum yang telah
ditetapkan-Nya.
" Maka sesungguhnya Aku bersumpah dengan cahaya merah diwaktu senja, dan
dengan malam dan apa yang diselubunginya. Dan dengan bulan apabila jadi purnama,
sesungguhnya kamu melalui tingkat-demi tingkat". (Al Insyiqaaq 16-19)
Allah SWT menampilkan gejala fisis untuk diartikan sebagai perumpamaan antara
lain behwa terdapat 3 tahap yang harus dilalui manusia yaitu : pertama, adanya
ketidaktahuan kita seperti kita melihat dalam kegelapan malam. Kedua, adanya
keragu-raguan kita seperti halnya kepekaan kita melihat cahaya merah di waktu senja
dan ketiga, ditunjukan-Nya gejala fisis serta penjelasan secara nyata dan membawa
isyarat keindahan dan keagungan-Nya.
Model dan Perumusan Fisika
" Sesungguhnya telah Kami buatkan bagi manusia dalam Al Qur'an ini setiap macam
perumpamaan supaya mereka dapat memetik pelajaran " (az Zumar :27)
"Kepunyaan Allah lah segala apa yang dilangit dan dibumi, Sesungguhnya Allah,
Dialah Maha kaya lagi Maha Terpuji. "(Luqman :26)
Untuk memenuhi keingintahuan terhadap rahasia-rahasia alam ini penjelasanpenjelasannya selalu dipakai pendekatan-pendekatan dalam bentuk atau keadaan yang
sederhana atau keadaan-keadaan ideal. Keadaan ideal ini dinyatakan dalam bentuk
perumusan matematika yang selanjutnya kita sebut sebagai hukum-hukum fisika.
Besaran Fisis
" Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran". (Al Qamar: 49)
" Dia telah menciptakan segala sesuatu dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya
dengan serapi-rapinya." (Al Furqan :2)
Kedua ayat diatas mengisyaratkan bahwa kata " Ukuran" adalah apa yang ada di alam
ini dapat dinyatakan dalam dengan dua peran, yang pertama sebagai bilangan dengan
sifat dan ketelitian yang terkandung didalamnya dan yang keduanya sebagai hukum
atau aturan.
Dimensi dan Ruang
"Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami disegenap
ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al Quran itu
adalah benar. Dan apakah Tuhanmu tidak cukup ( bagi kamu) bahwa sesungguhnya
Dia menyaksikan segala sesuatu ?"
(Al Fushshilat :53)
Dalam kata kata "tanda-tanda (kekuasaan) Allah" tersirat sifat dan perilaku seluruh
ciptaan Nya dengan berbagai proses dan gejalanya. Adapun yang terkandung dalam
pengertian "ufuk", selain yang berlaku sebagai dimensi ruang juga termasuk dalam
makna dimensi-dimensi.
Dinamika
"Tidak ada balasan kebaikan kecuali dengan kebaikan pula." (Ar Rahman: 60)
Secara harfiah dapat diartikan bahwa munculnya balasan kebaikan merupakan buah
dari interaksi. Dalam ayat ini tersirat pula makna dari pemberian dan balasan berupa
potensiyang dimiliki suatu benda.
Usaha dan Energi
"Dan di bumi ini terdapat bagian-bagian yang berdekatan
(ar Rad : 4)

Secara harfiah diartikan sebagai berdekatan dalam dimendi tempat, sebagi daerah,
wilayah, negara dsb. Yang mempunyai potensi baik sumber daya alam maupun
sumber daya manusianya yang mengolah, mengembangkan dan meningkatkan..
Berikutnya potensi tersebut saling dipertukarkan baik dari sisi keunggulan komparatif
maupun kompetitif.
Impuls dan momentum
" Dan Allah menciptakan langit dan bumi dengan tujuan yang benar dan agar dibalasi
tiap-tiap diri terhadap apa yang dikerjakan, dan mereka tidak akan merugikan." (Al
Jaatsiyah :22)
Ayat diatas merupakan penjabaran interaksi yang terjadi dialam secara lebih luas lagi.
Interaksi tidak sekedar saling pengaruh mempengaruhi, saling memberi dan saling
menerima antar manusia, mahluk atau benda.
Getaran
" Dan sesungguhnya Kami telah mengulang-ulangi bagi manusia dalam al Qur'an ini
bermacam-macam perumpamaan. Dan manusia adalah mahluk yang paling banyak
membantah." (Al Kahfi :54)
Ayat diatas merupakan pernyataan Allah SWT tentang kandungan al Quran yang
mengingatkan kita dengan berbagai perumpamaan secara berulang-ulang. Apabila kita
perluas makna ayat diatas dengan peristiwa atau gejala fisis bahwa Allah menciptakan
alam semesta dengan wujudnya atau materinya selalu bergerak secara berulang-ulang.
Gerak berulang dalam ruang berdimensi satu sering kita sebut sebagai getaran.
Gelombang
" Dan diantara tanda -tanda kekuasaanNya ialah bahwa Dia mengirimkan angin
sebagai pembawa berita gembira dan untuk merasakan kepadamu sebagian dari
rahmatNya dan supaya kapal dapat berlayar dengan perintahNya dan supaya kamu
dapat mencari karuniaNya, mudah-mudahan kamu bersyukur." (Ar Ruum : 46)
Secara umum "angin" disini sebagai angin yang bertiup membawa awan untuk
menurunkan air hujan dan angin yang meniup kalpal layar agar dapat berlayar
dilautan. Kita merasakan kedekatan makna "angin" dalam ayat ini adalah gelombang,
bukan saja gelombang bunyi yang membawa berita tetapi juga gelombang radio atau
gelombang elektromagnet yang mampu dipancarkan kesegala penjuru dunia bahkan
seluruh jagad raya ini.
Elastisitas
" Dan Allah telah meninggikan langit dan Dia meletakkan neraca." (ar Rahman: 7)
Dalam ayat ini tersirat yang berhubungan dengan kenyataan yang telah diketahui
manusia dari berbagai gejala yang terlihat atau telah dilakukan percobaan dan
pengukurannya. Dalam kaitan masalah yang akan di bahas di sini, bukan peristiwa
pemuaiannya atau keseimbangannya , namun ada suatu sifat yang menertai dalam
peristiwa itu yaitu sifat kelenturan atau elastis.
Fluida bergerak atau mengalir
" Dan pada perkisaran angin terdapat pula tanda-tanda (kekuasaan) Allah bagi kaum
yang berakal. (Al Jaatsiyah : 5)
" Dan Dia menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi
semuanya, (sebagai rahmat) dari padanya. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda kekuasaanNya bagi kaum yang berfikir." (Al
Jaatsiyah : 13)
Kedua ayat diatas sangat berkaitan erat dengan teknologi keudaraan.. Diawali dengan
ayat 5, dengan terjemahan "tshriifirriyaahi" sebagai perkisaran angin kita dituntun
untuk mempelajari sifat fluida yang bergerak atau mengalir. Disambung oleh ayat 13,
menegaskan dasar dari teknologi keudaraan.

Suhu dan Kalor


"Dan Dia {menundukan pula) apa yang Dia ciptakan untuk kamu di bumi ini dengan
berlain-lainnan macamnya, sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda kekuasaannya. (An Nahl :13)
Secara harfiah memang kita melihat dan merasakan banyak wujud dan jenis benda
yang diciptakan Allah SWT. Dibalik itu banyak juga yang tidak tampak dan berupa
sifat atau potensi, antara lain seperti energi yang disediakan untuk manusia. Energi itu
termasuk suhu dan kalor.
Posted on September 27, 2008 by vandha

Salah satu nama surat dalam al Quran adalah an Nuur yang berarti
cahaya. Cahaya bukan merupakan fenomena aneh dalam kehidupan sehari-hari.
Apalagi yang sudah mempelajari IPA dari sejak SD, telah mengerti sifat-sifat cahaya
ini. Lalu al Quran memuat surat cahaya, apa keistimewaannya?
Dalam Quran surat an Nuur : 35 disebutkan:
35. Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah,
adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar.
Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti
mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang berkahnya, (yaitu) pohon
zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah
barat(nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak
disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada
cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaanperumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
Ternyata disebutkan bahwa cahaya berlapis-lapis/bertingkat. Dalam fisika telah
dimaklumi bahwa cahaya putih dari sinar matahari jika dilwatkan pada sebuah prisma
akan terurai menjadi warna-warni seperti pelangi. Warna-warni ini menunjukkan
spektrum cahaya sekaligus tingkat energinya. Semakin ke arah warna merah,
energinya semakin tinggi. Jika cahaya memasuki air laut, maka uraian warna tadi
(pelangi) tersebut akan hilang satu persatu sesuai tingkatannya. Pada kedalaman
tertentu, warna merah tidak bisa menembus lagi, sementara warna lainnya masih terus
masuk ke dalam air. Begitu seterusnya sampai warna terakhir yang masuk ke
kedalaman tertentu secara berurutan ke warna violet.

Fenomena ini cukup jelas bagi kita bahwa cahaya memiliki


tingkatan seperti disebutkan dalam al Quran. Makna tersembunyi lainnya adalah
bahwa pernyataan al Quran (an Nuur : 40) tentang adanya lapisan di dalam lautan
tidak pula dipungkiri.
40. Atau seperti gelap gulita di lautan yang dalam, yang diliputi oleh ombak, yang di
atasnya ombak (pula), di atasnya (lagi) awan; gelap gulita yang tindih-bertindih,
apabila dia mengeluarkan tangannya, tiadalah dia dapat melihatnya, (dan)
barangsiapa yang tiada diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah tiadalah dia mempunyai
cahaya sedikitpun.
Karakter lainnya dari cahaya adalah memiliki massa diam m0 = 0. Ini berarti bahwa
cahaya tidak memiliki energi jika dalam keadaan diam. Energi cahaya dapat
dinyatakan dengan perkalian frekuensinya dengan konstanta Planck (h), jadi E = hf
dengan f = frekuensi cahaya. Dengan kata lain, cahaya tidak pernah diam kapanpun.
Sifat cahaya ini tidak lain adalah sifat Allah Swt, yaitu Nur alan Nuur.
Dalam ayat lain (ar Rahmaan: 29), Allah senantiasa dalam keadaan menciptakan,
menghidupkan, mematikan, memelihara, memberi rezki dan lain lain.
29. Setiap waktu Dia dalam kesibukan.
Allah tidak pernah tidur, Dia selalu sibuk, bergerak, berinovasi, menciptakan baik
benda langit dan makhluk hidup di bumi selalu mengalami perubahan karena
kehendak Allah. Sifat cahaya yang tidak pernah diam ini merupakan sifat Allah. Jika
cahaya diam, berarti tidak memiliki energi, tidak memiliki kreativitas (daya cipta),
tidak memiliki inovasi. Ini bertentangan dengan sifat Allah yang Maha Pencipta.
Hasil penelitian Astro-Fisika terbaru menunjukan bahwa di langit selalu tercipta
bintang-bintang baru dalam bentuk Asap, asap-asap ini membentuk jaringan materi
antar galaksi, menggumpal, membentuk bintang-bintang baru, seterusnya sampai
wujud bintang yang kita lihat setiap malam. Surat Fushshilat : 11 menjelaskan:
11. Kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih merupakan
asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: Datanglah kamu keduanya
menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa. Keduanya menjawab: Kami
datang dengan suka hati.
Ayat di atas menunjukkan bahwa kepatuhan langit ini diimplementasikan dalam
bentuk taat azas berupa tetapnya Hukum-Hukum Alam di Jagad Raya ini. Sedikit saja
terjadi pergeseran/melenceng dari Hukum Alam yang ada, dapat dibayangkan bendabenda langit akan keluar dari garis edarnya. Begitu pula, sedikit saja frekuensi cahaya
tampak digeser ke arah tinggi atau rendah, maka hal-hal yang indah dalam
penglihatan kita, bisa terhapus selamanya.

Manusia hanya bisa melihat pada frekuensi cahaya tampak, di luar rentang frekuensi
ini, cahaya tidak dapat dilihat. Frekuensi diluar rentang cahaya tampak adalah sinar X,
sinar gamaa, infra merah, gelombang radio, dan lainnya. Kesemuanya, termasuk
cahaya merupakan gelombang elektromagnetik (GEM). Meskipun tidak terlihat,
cahaya/sinar-sinar (GEM) ini semua bermanfaat bagi manusia, seperti penggunaan
Rontgen dalam kedokteran, komunikasi radio dan lainnya.
Tulisan ini mungkin bisa menjadi inspirasi sejalan dengan Nuzulul Quran Ramadhan
1429 ini, dimana Ayat-ayatnya tidak sekedar dibaca di bulan Ramadhan, dilupakan di
bulan lainnya. Ada banyak hal dalam Quran terkait dengan Sains-Tekno yang belum
kita gali. Satu ayat mungkin bisa menjadi inspirasi dalam perkembangan SainsTeknologi dan sebaliknya pula kita dapat menjelaskan ayat Quran lewat Sains-Tekno.

Keberpasangan: dari Teori Fisika, Ayat Al Quran dan


Alkitab

(Ditujukan kepada Dr. Laksana Tri Handoko dan Dr.


Terry Mart)
Suatu hari, tanpa arah dan tujuan, saya jalan-jalan di Mal Pondok Indah, Jakarta
Selatan. Saya menyusuri gang demi gang mal yang luar biasa besar tersebut. Sewaktu
saya lewat di depan sebuah stand pakaian, seorang cewek tiba-tiba menabrak bahu
saya. Sontak saya kaget, dan dengan lemah-lembut dia mengatakan: Eh, maaf yach
mas!. Namun setelah itu, seorang cowok kekar di sampingnya tiba-tiba mengumbar
pandangan yang penuh amarah, dan dengan nada sangat maskulin ala Elmanik baru
bangun tidur berucap: Jangan macam-macam, mas!. Hampir saja kepalan
tangannya mendarat di muka saya. Untungnya si cewek buru-buru meredam
amarahnya: Sudahlah Lex, itu salah saya! (mungkin namanya Alex).
Sepintas insiden itu bukanlah hal yang luar biasa. Namun setelah saya perhatikan, ada
rahasia tersembunyi di balik itu. Setelah kejadian itu, sebuah pertanyaan sering
mengganggu: Mengapa ada karakter yang sangat bertolak belakang antara lakilaki dan perempuan?. Beberapa pekan kemudian, saya membaca Alquran dan
menemukan ayat: Mahasuci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan
semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun
dari apa-apa yang tidak mereka ketahui (QS. 36:36). Terinspirasi ayat tersebut,
pikiran saya memunculkan sebuah asumsi bahwa keberpasangan adalah prinsip
fundamental yang mendasari semua hal. Bagaimana caranya?

Pola keberpasangan terlihat sangat indah dan teratur. Setiap kasus keberpasangan
selalu melibatkan dua objek dengan sifat-sifat alami yang saling bertolak belakang.
Ini hukum alam. Kalau selama ini saya bertanya, mengapa laki-laki cenderung
maskulin sedangkan perempuan cenderung feminim? Atau pertanyaan, mengapa
orang suka terhadap yang baik-baik sedangkan yang buruk-buruk selalu dibenci?
Setidaknya hal itu telah dijawab oleh keberpasangan.
Eksistensi
Bayangkan kalau tidak ada yang namanya tidak ada, pasti sesuatu yang namanya
ada juga tak akan pernah ada, dan begitupun sebaliknya. Kalau tidak ada orang
jahat, mestinya tidak ada juga orang yang disebut baik, begitu juga sebaliknya.
Kalau tidak ada jenis kelamin laki-laki, tentu yang namanya perempuan juga tak
akan pernah dikenal, begitu pun sebaliknya. Semua hal akan didapatkan selalu dengan
pasangannya, karena eksistensi sesuatu adalah satu-satunya pembanding dari
eksistensi pasangannya. Dengan kata lain, keberpasangan akan selalu muncul sebagai
kebutuhan akan pembanding keberadaan suatu objek.
Bahkan dari permulaan munculnya, ilmu pengetahuan telah sangat akrab dengan
kasus-kasus keberpasangan. Dalam kelas biologi telah dikenal model materi
kehidupan elementer yang penuh dengan pasangan-pasangan basa Nitrogen. Dalam
kelas kimia juga telah didapatkan reaksi eksoterm dan reaksi endoterm. Dan kasus
yang paling banyak ditemui adalah dalam kelas fisika: spin atas dan spin bawah,
materi dan anti-materi, muatan positif dan muatan negatif, gaya tarik dan gaya tolak,
gelombang dan partikel, dan sebagainya.
Dalam Tafsir Al-Misbah disebutkan mengenai tafsir dari QS. 36:36. Sebagian ulama
menyatakan bahwa makna pasangan dalam ayat itu hanya berlaku pada makhluk
hidup saja. Namun Dr. Quraisy Shihab tak begitu sependapat dengan pernyataan
tersebut. Menurutnya, pendapat ini tidak sejalan dengan makna kebahasaan, tidak
cocok dengan maksud sekian banyak ayat Alquran, dan berbagai kenyataan ilmiah
yang ditemukan dewasa ini. Dari segi bahasa, kata azwaj (pasang-pasangan) adalah
bentuk jamak dari kata zauj (pasangan). Menurut pakar kebahasaan, Ar-Raghib AlAshfahain, kata ini digunakan untuk masing-masing dua hal yang berdampingan atau
bersamaan, misalnya jantan dan betina. Kata itu juga digunakan untuk menunjuk hal
yang sama bagi selain binatang, seperti alas kaki. Selanjutnya beliau menegaskan
bahwa keberpasangan tersebut bisa akibat kesamaan dan bisa juga karena
bertolakbelakang. Ayat-ayat Alquran yang lain pun menggunakan kata tersebut dalam
pengertian umum, bukan hanya untuk makhluk hidup, misalnya pada Alquran 51:49.
Dari sini ada siang ada malam, senang-susah, atas-bawah, dan seterusnya. Semua hal
(maksudnya makhluk) memiliki pasangannya, hanya Allah saja yang tidak
berpasangan, tidak ada pula yang sama dengan Dia. Dari segi ilmiah, misalnya
terbukti bahwa muatan listrik pun berpasangan: positif dan negatif. Demikian juga
dengan atom, yang tadinya diduga sebagai unit terkecil dan tidak dapat dibagi,
ternyata ia pun berpasangan. Atom terdiri dari proton dan elektron.1
Premis Lugas
QS. 36:36 mengandung premis yang sangat lugas (eksplisit). Kelugasan ini menjadi
penuh resiko manakala ia mencuatkan implikasi yang tidak main-main. Kalau betul-

betul ada sesuatu, dalam teks dan konteks apapun, yang tidak ada pasangannya,
tentu itu tidak diperbolehkan. Kalaupun itu memang ada, maka itu akan menjadi
alasan yang sangat kuat untuk mencoret Alquran dari daftar kitab suci. Oleh karena
itu, ayat tersebut harus memiliki implikasi ilmiah, bahwa keberpasangan adalah sifat
mendasar yang melandasi semua hal di semesta. Ayat ini bisa diuji, misalnya dengan
asumsi bahwa keberpasangan merupakan prinsip fundamental dalam fisika.
Suatu ketika Einstein duduk di sebuah gerbong kereta api di samping jendela. Ketika
kereta mulai melaju, beliau dengan sangat meyakinkan merasakan bahwa kereta itu
sedang bergerak. Di tengah-tengah perjalanan, ketika kecepatan kereta optimum tanpa
akselerasi, Einstein melihat pohon-pohon di luar jendela. Beliau melihat pepohonan
yang ada di samping rel seolah-olah bergerak menjauhi kereta. Andai saja gerbong
yang beliau tumpangi sama sekali tertutup, dan hanya menyisakan sejumlah kecil
spasi untuk jendela, tentu beliau akan kesulitan membedakan sebetulnya siapa yang
sedang bergerak: kereta yang ditumpanginya atau pohon-pohon itu? Itulah fenomena
relativitas.2
Fenomena relativitas telah diteliti dengan seksama oleh Newton. Mekanika yang
dikembangkannya berangkat dari asumsi bahwa ruang dan waktu bersifat terpisah dan
absoluttak perlu kerangka acuan untuk mengukurnya. Einstein melihat ada
kejanggalan dalam konsep Newton. Butuh waktu bertahun-tahun sebelum Einstein
memahami kejanggalan itu.
Dalam tahun 1905, keraguan dramatis atas keabsolutan ruang dan waktu diungkapkan
Einstein. Perhitungan Einstein menjungkirbalikkan anggapan dasar tentang eksistensi
ruang dan waktu. Satu hal beliau garisbawahi bahwa setiap gerak di bagian manapun
di semesta ini adalah relatif. Maksudnya, pergerakan benda tidak bisa didefinisikan
tanpa adanya kerangka acuan untuk mengukurnya. Misalnya perumpamaan gerbong
kereta api di atas. Anda tidak akan pernah bisa membedakan sebenarnya siapa yang
sedang bergerak, kereta yang Anda tumpangi atau pohon-pohon yang ada di sisi rel,
seandainya saat itu Anda sedang berada di situ. Anda akan tahu yang sebenarnya
terjadi kalau Anda berada di luar sistem, misalnya di sisi rel, sehingga definisi gerak
kereta hanya bisa ditentukan dengan kerangka acuan itu. Dengan demikian, kita bisa
mengatakan bahwa gerak benda dan kerangka acuan adalah dua hal yang niscaya
berpasangan.
Perseteruan
Dalam abad 20, terjadi perseteruan hebat antara Fisika Relativitas dan Fisika
Kuantum. Pada akhir Oktober 1927, atas prakarsa pengusaha sabun kaya raya, Ernst
Solway, pertama kali diselenggarakan pertemuan paling penting dalam sejarah sains
modern. Pertemuan ini terkenal dengan sebutan Konferensi Solway, bertempat di
Hotel Metropole, Brussel, Belgia. Pertemuan pertama ini menjadi sangat terkenal
lantaran terjadi perseteruan antara dua pemikir garis depan, Niels Bohr dan Albert
Einstein.Perseteruan tersebut dipicu oleh pengumuman Bohr tentang tafsirannya
terhadap Teori Kuantum, yang kemudian terkenal dengan sebutan Aliran Kopenhagen.
Aliran Kopenhagen memperkenalkan dua prinsip paling mendasar dalam fisika, yakni
Prinsip Saling Melengkapi (dalam kaitannya dengan konsep materi) dan Prinsip
Ketidakpastian (dalam kaitannya dengan konsep ruang-waktu). Masalahnya timbul

manakala Einstein secara terbuka menyatakan ketidaksetujuannya terhadap Prinsip


Ketidakpastian, yang diyakini sebagai pengganti Prinsip Sebab-Akibat. Setiap jamuan
teh sore hari, Einstein selalu menyerang prinsip-prinsip Bohr. Ia merancang berbagai
percobaan pikiran untuk menemukan berbagai kontradiksi dalam prinsip tersebut.
Namun selalu saja Bohr mampu menemukan kelemahan konsep Einstein dan
mementahkannya.
Pada konferensi selanjutnya, tahun 1930, Einstein mengajukan apa yang disebutnya
sebagai paradoks kotak cahaya, yang dirancang untuk menggugurkan ketidakpastian.
Ia mengambarkan kotak penuh cahaya dan menganggap energi foton dan waktu
pancarannya bisa ditentukan secara pasti. Waktu dan energi adalah sepasang variabel
yang memenuhi Prinsip Ketidakpastian. Caranya kotak ditimbang terlebih dahulu.
Dengan pengatur cahaya yang dijalankan jam di dalam kotak, satu foton dipancarkan.
Lalu kotak tersebut ditimbang lagi untuk mengetahui massanya. Kalau perubahan
massanya diketahui, maka energi foton dapat dihitung dengan persamaan E=mc2.
Perubahan energi diketahui dengan tepat, begitu juga waktu pancaran fotonnya,
sehingga gugurlah Prinsip Ketidakpastian.
Percobaan pikiran ini membuat Bohr kelimpungan. Semalam suntuk ia mencari
kelemahan hujah Einstein. Pagi harinya Bohr menggambarkan kotak cahaya. Dengan
gigih, ia mematahkan argumen Einstein: Ketika foton dipancarkan terjadi sentakan
yang menyebabkan ketidakpastian posisi jam dalam medan gravitasi bumi. Ini
menyebabkan semacam ketidakpastian pencatatan waktu berdasarkan asumsi Teori
Relativitas Umum.
Einstein sejauh itu kalah dalam berbagai adu argumentasi dengan Bohr. Namun
perseteruan berlanjut hingga tahun 1935, ketika ia menetap di Amerika Serikat dan
menjadi guru besar di Institute for Advanced Study, Princeton. Einstein mengajukan
paradoks yang sampai sekarang masih diperdebatkan. Bersama dua kolega mudanya,
Boris Podolsky dan Nathan Rosen, ia mengajukan masalah yang terkenal dengan
sebutan Paradoks EPR (Einstein-Podolsky-Rosen) untuk meruntuhkan Prinsip
Ketidakpastian.
Kalau ada sepasang partikel, misalnya A dan B, dalam keadaan tunggal atau kedua
spinnya saling meniadakan (berpasangan). Keduanya bergerak saling menjauh dalam
arah tertentu. Suatu ketika spin A ditemukan dalam keadaan atas. Karena kedua spin
harussalingmeniadakan,makadalamarahyangsamaspin Bharusdalamkeadaan bawah.
Fisika klasik sama sekali tidak mempersoalkan hal ini. Cukup disimpulkan bahwa
spin B harus selalu bawah sejak pemisahan. Masalahnya mulai tampak manakala
Aliran Kopenhagen memperlakukan spin A selalu tak pasti sampai ia diukur dan harus
mempengaruhi B seketika itu juga, yaitu mengatur agar spin B berpasangan
dengannya. Ini berarti ada aksi pada jarak atau komunikasi yang lebih cepat dari
kecepatan cahaya, yang tidak bisa diterima. Einstein dan para koleganya mengusulkan
apa yang disebut Prinsip Lokalitas sebagai jalan tengah paradoks ini, sehingga ia
mengartikannya sebagai kealpaan Aliran Kopenhagen. Kalau sistem tersebut
dipisahkan satu sama lain, pengukuran yang satu tentu tidak akan berpengaruh
terhadap yang lain. Jangan pernah lupakan Teori Relativitas Khusus saya: tidak ada
yang lebih cepat dari cahaya, demikian Einstein menegaskan.

Meskipun demikian, Bohr tetap tidak setuju terhadap konsep pemisahan tersebut. Ia
segera mengingatkan Einstein dan semua penyokong sains bahwa mazhabnya selalu
menegaskan bahwa mekanika kuantum sangat tidak memperbolehkan pemisahan
antara pengamat dan yang diamati. Dua elektron dan pengamat adalah bagian dari
satu sistem yang utuh. Jadi, percobaan EPR, menurut dia, tidak membuktikan
ketidaklengkapan Teori Kuantum. Sangat naif anggapan bahwa sistem atom dapat
dipisah-pisah. Sekali dikaitkan, sistem atom tak akan pernah terpisahkan, demikian
Bohr menegaskan.3
Dalam pengamatan-pengamatan selanjutnya didapatkan bahwa Prinsip Ketidakpastian
berlaku dalam dunia skala kecil dan dapat diabaikan dalam dunia skala besar.
Sebaliknya, sebab-akibat berlaku dalam dunia skala besar dan dapat diabaikan dalam
dunia skala kecil. Pola yang sangat teratur itu memperlihatkan adanya relasi
keberpasangan. Bahwa sebab-akibat maupun ketidakpastian bukanlah dua hal yang
saling mengalahkan satu sama lain. Mereka berlaku kedua-duanya, berdampingan,
dan sederajat, sebagai sebuah keberpasangan. Alat ukur fisikawan yang tidak bisa
lebih halus lagi dari gelombang elektromagnetik menyebabkan usikan-usikan
terhadap objek pengamatan. Bagi objek-objek halus seperti elektron, usikan itu akan
sangat mengganggu ketelitian pangukuran, sedangkan bagi objek-objek yang kasat
mata seperti bola, meja, bintang, planet, dan sebagainya, usikan-usikan itu tidaklah
berarti. Maka diyakini bahwa pengaruh ketidakpastian sangat kuat dalam dunia
partikel subatomik dan diabaikan dalam dunia skala besar, sedangkan pengaruh
sebab-akibat Newton dapat diamati dalam dunia skala besar bintang dan diabaikan
pada dunia partikel subatomik.
Selain kasus-kasus di atas, mestinya masih banyak kasus keberpasangan lain dalam
fisika. Kasus-kasus di atas ditemukan setelah konsep-konsepnya mapan. Kalau
prosesnya diperluas, yakni mengintegrasikan keberpasangan dalam konsep-konsep
yang belum mapan secara eksperimen, misalnya Teori Supersimetri dan Superstring,
kita akan mendapatkan yang lebih banyak lagi. Tapi apakah kita bisa melakukannya?
Di Alkitab
Sekedar informasi, pada tanggal 17 November 2008, saya menemukan ayat-ayat
dalam Alkitab yang menjelaskan secara eksplisit (meskipun tidak seeksplisit Alquran)
mengenai keberpasangan:
Di sana ular pohon bersarang dan bertelur, mengeram sampai telurnya menetas,
burung-burung berdendang saja berkumpul di sana, masing-masing dengan
pasangannya. Carilah di dalam kitab Tuhan dan bacalah: satu pun dari semua makhluk
itu tidak ada yang ketinggalan dan yang satu tidak kehilangan yang lain, sebab
begitulah perintah yang keluar dari mulut Tuhan, dan Roh Tuhan sendiri telah
mengumpulkan mereka (Yesaya 34:15-16).
Disarikan dari:
1

Tafsir Al-Mishbah (Quraisy Shihab)

Seri Mengenal dan Memahami Einstein (Joseph Schwartz dan Michael

McGuinness)
3

Seri Mengenal dan Memahami Teori Kuantum (JP. McEvoy dan Oscar Zarate)

Anda mungkin juga menyukai