Anda di halaman 1dari 13

GEOLOGI DAN POTENSI BATUGAMPING DAERAH KERTANGSANA

DAN SEKITARNYA, KECAMATAN NYALINDUNG, KABUPATEN SUKABUMI,


PROVINSI JAWA BARAT
Oleh :
Dedi Apriadi 1) dan Djauhari Noor 2)
Abstrak
Daerah penelitian yaitu daerah Kertaangsana, Kecamatan Nyalindung, Kabupaten Sukabumi,
Jawa Barat terletak 15 km sebelah baratdaya kota Sukabumi. Tujuan penelitian adalah untuk
mengetahui kondisi geologi daerah tersebut yang mencakup sejarah perkembangan cekungan, sejarah
perkembangan tektonik dan sejarah perkembangan bentang alam (paleogeografi) serta mempelajari
potensi batugamping formasi Bojonglopang yang tersingkap dan tersebar cukup luas di daerah
penelitian.Metoda penelitian yang digunakan adalah studi pustaka, penelitian lapangan, analisa
laboratorium dan studio, yang keseluruhannya dituangkan dalam sebuah laporan tugas akhir.
Geomorfologi daerah penelitian dibagi menjadi 4 (empat) satuan geomorfologi, yakni:
perbukitan lipat patahan, perbukitan kars, perbukitan gunungapi dan dataran aluvial. Pola aliran
sungai yang berkembang adalah pola aliran dendritik dan pola aliran rektangular dengan stadia
sungainya berada pada tahapan muda dan dewasa.
Tatanan stratigrafi di daerah penelitian dari tua ke muda adalah satuan batupasir selang-seling
batulempung (Anggota Cikarang Formasi jampang) (N4-N7) dan diendapkan pada lingkungan laut
dalam yaitu bathial atas, pada kedalaman 200 500 m. Secara selaras di atas satuan ini diendapkan
satuan breksi (Formasi Jampang) berumur Miosen Awal yang berumur Miosen awal hingga awal
Miosen tengah (N7-N9), diendapkan pada lingkungan laut dalam yaitu bathial atas. Kemudian terjadi
aktivitas tektonik pada kala Plio-Plistosen (N9-N12) sehingga terjadi perlipatan dan pensesaran pada
batuan yang telah terbentuk sebelumnya.Kemudian pada umur miosen tengah diendapkan
batulempung dan batu gamping secara tidak selaras (N13-N15).Kemudian pada umur miosen akhir
terjadi aktifitas tektonik sehingga terjadi perlipatan dan pensesaran lalu pada kala Pliosen diendapkan
satuan breksi gunungapi pada lingkungan darat yang secara tidak selaras menutupi batuan yang ada di
bawahnya.Selanjutnya di atasnya diendapkan satuan endapan aluvial yang menutupi satuan yang ada
di bawahnya dengan dibatasi oleh bidang erosi, proses pengendapan satuan ini masih berlangsung
sampai sekarang.
Struktur geologi yang berkembang adalah kekar, lipatan (Antiklin Bojongtipar, Sinklin
Cimerang, Antiklin Gunungbuleud, Sinklin Ciguha, Antiklin Cikarae Hilir, Sinklin Cijoha, Antiklin
Cibodas, dan Sinklin Caringin) dan sesar (Sesar Mendatar Ciawitali, Mendatar Citalahab, Sesar
Mendatar Cikarae dan Sesar Normal Sukamaju). Gaya utama yang bekerja berarah N 350 E.
Potensi bahan galian sumberdaya batugamping yang terdapat di daerah penelitian berdasarkan
hasil perhitungan dengan metoda kontur dari B.C Craft danM.F. Hawkins (1959) diperoleh hasil
sebesar 20.682.900,58 m3.

Kata-kata kunci :Potensi Batugamping, Limestone, Nyalindung, Jampang Formation

Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik Unpak

1. PENDAHULUAN

batugamping Formasi Bojonglopang sebagai


bahan galian ekonomis.

1.1. Latar Belakang


Daerah Kertaangsana dan sekitarnya
merupakan daerah yang sedang berkembang,
baik ditinjau dari segi letak geografis, ekonomi
maupun dari segi jumlah penduduknya.
Geologi daerah Sukabumi bagian selatan
telah banyak diteliti oleh para peneliti,
diantaranya
R.A.B
Soekamto
(1975)
melakukan pemetaan geologi lembar Jampang
dan Balekambang skala 1 : 100.000; Soejono
(1984) melakukan penelitian tentang evolusi
Cekungan Bogor, Sudana dan Santosa (1992)
melakukan pemetaan geologi lembar Cikarang
skala 1:100.000.
Berdasarkan hasil penelti terdahulu,
geologi daerah Sukabumi bagian selatan
termasuk dalam tatanan geologi yang cukup
komplek, terutama hubungan antara formasiformasi yang ada maupun struktur geologi
yang.cukup rumit.

1.3. Lokasi Daerah penyelidikan


Daerah penelitian berada di 2 (dua)
wilayah Kecamatan, yaitu Kecamatan
Nyalindung dan Kecamatan Jampang Tengah,
Kabupaten Sukabumi yang mencakup sebelas
desa, yakni Desa Sukamaju, Desa Bojongsari,
Desa Bojongkalong, Desa Mekarsari, Desa
Nyalindung, Desa Cisitu, Desa Margaluyu,
Desa Sindangresmi, Desa Cicukang, Desa
Kertaangsana dan Desa Purabaya.
Secara geografis
daerah penelitian
terletak pada 106 52' 30" - 106 58' 30" Bujur
Timur dan 7 00' 00" - 7 04' 30" Lintang
Selatan. Dengan luas wilayah penelitian
sebesar + 8,2 km x 8,9 km atau sekitar 73 km2.

Geologi daerah Kertaangsana, Kecamatan


Nyalindung, Kabupaten Sukabumi dipilih
sebagai daerah penelitian dikarenakan daerah
ini memiliki tatanan batuan dan struktur
geologi yang cukup rumit. Menurut Soejono
(1984) , sejarah sedimentasi dari batuan batuan
yang terdapat di wilayah ini diendapkan mulai
dari lingkungan darat sampai lingkungan laut
dengan kondisi cekungan yang relatif tidak
stabil selain itu daerah ini memiliki potensi
bahan galian industri, terutama batugamping
Formasi Bojonglopang yang berguna sebagai
bahan baku semen.

Daerah penelitian berada + 150 km dari


arah Selatan Kota Bogor yang dapat ditempuh
sekitar 6 8 jam perjalanan dengan
menggunakan kendaraan darat roda empat atau
roda dua, sedangkan lokasi-lokasi singkapan
batuan yang terdapat di daerah penelitian dapat
ditempuh dengan menggunakan kendaraan
roda dua atau berjalan kaki. Untuk
memudahkan dan memperlancar kegiatan
pemetaan lapangan maka penulis memilih desa
Nyalindung sebagai pangkalan kerja (base
camp) mengingat lokasinya yang sangat
strategis dan terdapat banyak akses untuk
menuju desa-desa lainnya.Kondisi fisik daerah
penelitian umumnya berupa persawahan dan
ladang ladang milik warga setempat dan lahan
kehutanan.

1.2. Latar Belakang

2. GEOLOGI DAERAH PENYELIDIKAN

Penelitian geologi Daerah Kertaangsana


dan sekitarnya Kecamatan Nyalindung,
Kabupaten
Sukabumi,
Jawa
Barat,
dimaksudkan untuk memenuhi salah satu
persyaratan akademis pada Program Studi
Teknik
Geologi,
Fakultas
Teknik,
UniversitasPakuan Bogor untuk memperoleh
gelar Sarjana Strata Satu (S-1).

2.1. Geomorfologi

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk


mengetahui
kondisi
geologi
Daerah
Kertaangsana dan sekitarnya, Kecamatan
Nyalindung, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat
yang meliputi geomorfologi, stratigrafi,
struktur geologi, sejarah geologi dan potensi
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik Unpak

Berdasarkan
genetika
pembentukan
bentang alamnya serta merujuk pada struktur,
proses dan stadia geomorfiknya maka
geomorfologi daerah penelitian
dibagi
menjadi empat satuan, yaitu: Satuan
Geomorfologi Perbukitan Lipat Patahan,
Satuan Geomorfologi Perbukitan Karst, Satuan
Geomorfologi Perbukitan Gunungapi dan
Satuan Geomorfologi Dataran Aluvial.

2.1.1.

Satuan Geomorfologi Perbukitan


Lipat Patahan

Satuan geomorfologi perbukitan lipat


patahan merupakan morfologi yang dikontrol
oleh struktur geologi berupa lipatan dan
patahan.Satuan ini dicirikan oleh pebukitan
yang disusun oleh sedimen yang terlipat dan
tersesarkan yang mengakibatkan terbentuknya
hogback dan cuesta serta terdapat gawir-gawir
terjal hasil patahan.
Satuan geomorfologi ini menempati 25
% luas daerah penelitian dan pada peta
geomorfologi diwakili oleh warna kuning,
penyebaran satuan ini di bagian utara
memanjang dari barat ke timur dan di bagian
baratdaya serta di bagian tengah daerah
penelitian.
Satuan batuan yang menyusun satuan
geomorfologi ini adalah satuan batu breksi,
satuan batupasir selangseling batulempung dan
satuan batulempung.Satuan-satuan batuan
tersebut sudah mengalami struktur lipatan dan
patahan.
Satuan ini berada pada ketinggian 425
825 mdpl.dengan kelerengan berkisar antara
20% - 60%. Stadia geomorfik pada satuan ini
dapat dimasukkan kedalam stadia dewasa, hal
ini dicirikan oleh adanya bukit antiklin yang
sudah menjadi lembah antiklin, lembah sinklin
yang
sudah
menjadi
bukit
(reverse
topography).
Proses-proses geomorfologi yang terjadi
pada satuan geomorfologi ini adalah
pelapukan berupa tanah dengan ketebalan
berkisar antara 0.1 m 1 m dan erosi yang
berkembang berupa erosi saluran (gully
erotion) hingga erosi lembah (valley erotion).

2.1.2.

Satuan Geomorfologi Perbukitan


Karst

Satuan
geomorfologi
perbukitan
gunungapi merupakan morfologi yang
dibentuk oleh batuan sedimen karbonat
batugamping yang sudah mengalami proses
karstifikasi. Satuan ini dicirikan dengan bentuk
perbukitan yang mempunyai bentuk membulat
dengan ketinggian relative sama, adanya gua,
dolina dan uvala.
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik Unpak

Satuan geomorfologi ini menempati 14


% luas daerah penelitian dan pada peta
geomorfologi diwakili oleh warna biru,
penyebaran satuan ini di bagian barat serta di
bagian timur laut daerah penelitian. Satuan
batuan yang menyusun satuan geomorfologi
ini adalah satuan batugamping.Satuan batuan
tersebut sudah mengalami pelarutan oleh
media air.
Satuan ini berada pada ketinggian 650
950 mdpl.dengan kelerengan berkisar antara
60% - 90%. Stadia geomorfik pada satuan ini
dapat dimasukkan kedalam stadia dewasa, hal
ini dicirikan oleh adanya bukit antiklin yang
sudah menjadi lembah antiklin, lembah sinklin
yang sudah menjadi bukit. Proses-proses
geomorfologi yang terjadi pada satuan
geomorfologi ini adalah pelapukan berupa
tanah dengan ketebalan berkisar antara 0.1 - 1
m dan erosi yang berkembang berupa erosi
saluran (gully erotion)

2.1.3.

Satuan Geomorfologi Perbukitan


Gunungapi

Satuan
geomorfologi
perbukitan
gunungapi merupakan morfologi yang
dibentuk oleh material piroklastik hasil
aktivitas gunungapi yang berupa breksi
gunungapi.Satuan ini dicirikan dengan bentuk
perbukitan yang dibatasi oleh gawir-gawir
terjal.
Satuan geomorfologi ini menempati 60
% luas daerah penelitian dan pada peta
geomorfologi diwakili oleh warna coklat,
penyebaran satuan ini di barat dan timur
bagian selatan daerah penelitian. Morfometri
satuan geomorfologi ini berada pada
ketinggian 600 1050 meter di atas
permukaan laut dan kelerengan berkisar antara
40% - 90%.Stadia geomorfik pada satuan ini
dapat dimasukkan kedalam stadia muda, hal
ini dicirikan oleh bentuk morfologinya masih
belum mengalami perubahan dan relief
topografinya memperlihatkan tekstur yang
halus sampai sedang.
Proses-proses geomorfologi yang terjadi
pada satuan geomorfologi ini adalah
pelapukan berupa tanah dengan ketebalan
berkisar antara 20 cm 1m dan erosi yang
berkembang berupa erosi lembah kecil (ravin
erotion) hingga erosi saluran (gully erotion).
3

2.1.4.

Satuan
Aluvial

Geomorfologi

Dataran

Satuan geomorfologi dataran aluvial ini


menempati 1% dari luas daerah penelitian,
pada peta geomorfologi diwakili oleh warna
abu abu, satuan ini terbentuk sebagai hasil
pengendapan sungai, satuan ini menempati
daerah sekitar Sungai Cikandung bagian utara.
Satuan geomorfologi ini memiliki kisaran
kelerengan 0% - 2%, dengan kisaran
ketinggian 400 - 500 meter di atas permukaan
laut. Satuan ini disusun oleh material- material
lepas yang berukuran lempung sampai
bongkah yang merupakan hasil dari proses
pelapukan dan erosi dari batuan yang
kemudian tertransportasikan oleh air sungai
dan terendapkan di daerah sekitar sungai.

umumnya kurang resisten terhadap erosi


sehingga memungkinkan air mengalir dan
berkembang melalui kekar-kekar membentuk
suatu pola pengaliran dengan saluran
salurannya lurus-lurus mengikuti sistem
kekar.Pola aliran rektangular dijumpai di
daerah yang wilayahnya dikendalikan oleh
struktur geologi, seperti struktur kekar
(rekahan) dan sesar (patahan). Pola aliran ini
menempati bagian barat dan timur laut sampai
ke utara daerah penelitian pada satuan
geomorfologi perbukitan kars dan perbukitan
lipat patahan.
2.3. Stratigrafi
Stratigrafi daerah penelitian dapat `dibagi
menjadi 6 (enam) satuan batuan, di mulai dari
tua ke muda :
Tabel 1. Kolom Stratigrafi Regional

Stadia geomorfik pada satuan ini dapat


dimasukkan kedalam stadia muda, hal ini
dikarenakan
proses-proses
geomorfologi
seperti erosi dan sedimentasi masih
berlangsung sampai saat ini.
2.2. Pola Aliran Sungai
Pola aliran sungai di daerah penelitian
berdasarkan hasil penafsiran peta topografi
dan pengamatan di lapangan terhadap kontrol
batuan dan struktur geologi, maka pola aliran
sungai dapat dibagi menjadi 2 (dua), yaitu :
Pola aliran sungai Dendritik dan Rektangular.
Pola aliran dendritik adalah pola aliran
yang cabang-cabang sungainya menyerupai
struktur pohon.Pada umumnya pola aliran
sungai dendritik dikontrol oleh litologi batuan
yang homogen atau lapisan batuan yang
horizontal.Pola aliran dendritik dapat memiliki
tekstur/kerapatan sungai yang dikontrol oleh
jenis batuannya. Sungai yang mengalir diatas
batuan yang tidak/kurang resisten terhadap
erosi akan membentuk tekstur sungai yang
rapat. Pola aliran ini menempati bagian selatan
lokasi penelitian pada satuan geomorfologi
perbukitan gunungapi.
Sedangkan pada Pola rektangular
umumnya berkembang pada batuan yang
resistensi terhadap erosinya mendekati
seragam, namun dikontrol oleh kekar yang
mempunyai dua arah dengan sudut
saling/hampir
tegak
lurus.Kekar
pada
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik Unpak

2.3.1.

Satuan Batuan Breksi (Formasi


Jampang)

Satuan batuan breksi menempati luas


areal kurang lebih 13% dari luas daerah
penelitian, pada peta geologi diwakili warna
coklat yang penyebarannya terletak di bagian
Utara daerah penelitian, tersebar dari barat ke
timur.
Satuan
ini
umumnya
tidak
memperlihatkan
perlapisan.Kedudukan
lapisannya didasarkan pada arah persebaran
batuan yang berarah barat timur, sehinga
diperkirakan jurus perlapisan satuan batuan
4

breksi berarah barat timur dengan arah


kemiringan
diperkirakan
ke
arah
selatan.Ketebalan satuan breksi hanya dapat
ditafsirkan dari penampang geologi dan
diperkirakan sekitar 1250 meter.
Singkapan
satuan
ini
umumnya
tersingkap dalam kondisi segar dan tidak
menunjukkan adanya perlapisan batuan yang
tegas. Penafsiran kedudukan batuan sulit
ditentukan, salah satu cara untuk mengetahui
keduduukan lapisannya yaitu dengan melihat
orientasi fragmen pada breksinya. Ketebalan
lapisan diperkirakan berkisar antara 50 cm 8
m.
Pemerian secara petrologi batu breksi
berwarna coklat kehitaman, tersusun dari
fragmen berukuran kerikil sampai bongkah.
Fragmen breksi tersusun dari batuan beku, dan
sedimen dan masadasarnya pasir, bentuk butir
menyudut tanggung membulat tanggung,
kemas terbuka, pemilahan buruk, porositas
sedang, komposisi mineral terdiri dari fragmen
batuan beku andesit dan basalt serta batupasir
dan lempung berukuran 2 cm - 70 cm.
Adapun pemerian satuan ini secara
mikroskopis, sayatan fragmen breksi berwarna
abu-abu terang, hipokristalin, inequigranular,
glomerovitropirik, ukuran butir umumnya
halus, tetapi di beberapa tempat di jumpai
dengan ukuran kasar, memperlihatkan tekstur
intersertal dan poikilitik, terdiri dari mineralmineral piroksen (15%), hornblende (5%),
plagioklas (35%), ortoklas (10%), kuarsa
(5%), mineral bijih (23%) dan mineral gelas
(5%). Nama batuan : Andesite.
Penentuan umur satuan batuan breksi di
daerah penelitian dilakukan dengan cara
mengkorelasi satuan ini dengan batuan
Formasi Jampang yang berada tidak jauh dari
daerah penelitian. Menurut RAB. Sukamto
(1975), penentuan umur Formasi Jampang
didasarkan pada lensa batugamping yang
terdapat di Formasi Jampang. Fosil yang
dikenali dari lensa batugamping termasuk
Lepidocyclina Eulipidina, L.cf. Angulosa,
Miogypsina Kotoi, M. Thecideaeformis,
Cycloclypeus
Martini,
Katacycloclypeus
Annulatus, Operculina Gigantea MART,
Globorotalia Fohsi Barisanensis, G. Siakensis,
G. Altispira, G. Menardii DORBIGNY,
Orbulina
Universa
DORBIGNY,
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik Unpak

Globigerinella
Acquilateralis
BRADY,
Sphaeridina
Bulloides
DORBIGNY,
Amphistegena sp, Miliolina sp, Globigerina
sp, Textularia sp, Lithothamnium, Algae,
Coral. Berdasarkan fosil yang dikenali pada
lensa batugamping yang terdapat pada satuan
breksi ini berumur Miosen Awal.
Lingkungan pengendapan satuan batuan
breksi didasarkan pada ciri litologinya, yaitu
satuan ini dicirikan oleh breksi yang berasal
dari hasil aktivitas gunungapi kala Oligosen
dan kemudian mengalami re-sedimentasi ke
lingkungan laut. Struktur sedimen yang
mencirikan lingkungan pengendapan laut
(turbidit) pada breksi dijumpai struktur
sedimen graded bedding (lapisan bersusun)
pada batu breksi.
Menurut RAB Sukamto (1975), Formasi
Jampang di endapkan di lingkungan laut dan
sebagian di lingkungan darat. Berlidah
melidah ke arah utara. Soejono M (1984),
penafsirkan Formasi Jampang diendapkan
pada lingkungan laut dalam dengan
mekanisme aliran gravitasi pada facies kipas
proksimal.
Di daerah penelitian hubungan stratigrafi
antara satuan batuan breksi dengan satuan
batuan yang lebih tua dibawahnya tidak
ditemukan, sedangkan hubungan stratigrafi
satuan batuan breksi dengan satuan batuan
yang berada diatasnya adalah selaras.Hal
inididasarkan pada kedudukan batuan antara
satuan breksi dan satuan batupasir selangseling batlempung memiliki persebaran yang
sejajar yaitu bararah barat timur. Kedudukan
lapisan batuan satuan batupasir selang-seling
batulempung N 261E N 324E dan N 80E
N 119E serta besar kemiringan berkisar 18 34. Berdasarkan data tersebut dapat
ditafsirkan bahwa hubungan stratigrafi kedua
satuan adalah selaras.
2.3.2.

Satuan Batupasir Selang Seling


Batulempung (Formasi Jampang
Anggota Cikarang)
Satuan
batupasir
selang
seling
batulempung menempati luas areal kurang
lebih 8% dari luas daerah penelitian, pada peta
geologi diwakili warna kuning dengan
penyebarannya berada di bagian Utara daerah
penelitian. Kedudukan satuan ini pada
umumnya memiliki jurus yang berarah N 80E
5

N 119E dan N 261E N 324E dengan


kemiringan 18 - 34.
Ketebalan
satuan
ini
ditentukan
berdasarkan pengukuran penampang geologi
pada peta geologi dengan ketebalan mencapai
diatas 350 meter.
Satuan ini dicirikan oleh perselingan
batupasir dan batulempung dengan ketebalan
batupasir berkisar dari 15 cm 40 cm dan
ketebalan batulempung berkisar antara 10 50
cm (Foto 3-4). Secara umum kondisi
singkapan cukup segar hanya dibeberapa
tempat dijumpai sudah lapuk dan perlapisan
batuannya umumnya cukup baik.
Pemerian
secara
megaskopis,
batupasirnya umumnya berwarna abu-abu
terang, bertekstur klastik dengan ukuran butir
sedang-kasar, bentuk butir menyudut tanggung
membundar tanggung, terpilah baik, kemas
terbuka, semen oksida besi, struktur sedimen
yang dijumpai berupa laminasi sejajar dan
silang siur.Komposisi mineral batupasir terdiri
dari mineral kuarsa, feldspar dan fragmen
batuan. .
Batulempung
berwarna
abu-abu,
berukuran lempung, getas, tersusun dari
mineral lempung.
Pemerian secara mikroskopis dari sayatan
tipis batupasir berwarna abu-abu gelap, butiran
menyudut tanggung - membulat tanggung,
kemas tertutup, terpilah baik, disusun oleh
mineral Plagioklas (12%), K-Feldspar (16%),
Minereal Bijih (4%), Kuarsa (18%) dan lithik
(45%), lempung (5%). Nama Batuan: Chiefly
Volcanic Arenit Sandstone (Gilbert, 1956)
Umur satuan batupasir selang seling
batulempung ditentukan berdasarkan analisa
fosil foraminifera planktonik yang diambil dari
sampel batuan di lokasi pengamatan LP-35 di
Sungai Citalahab.
Hasil persebaran
foraminefera planktonik pada Zonasi Blow
menunjukan umur kisaran N7 N9 atau pada
Akhir Miosen Awal Awal Miosen
Tengah.yang ditunjukan oleh hadirnya foosil
indek Globigerinoides diminutus
Penentuan lingkungan pengendapan
satuan
ini
didasarkan
pada
analisa
foraminifera bentonik dari sampel yang diamil
di lokasi pengamatan LP-35 Sungai Citalahab.
Hasil persebaran foraminifera bentonik pada
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik Unpak

Zonasi Phleger (1962) berada pada lingkungan


Neritik Luar - Bathial Bawah atau 200-500 m,
yang ditandai dengan Bulimina sp dan
punahnya Bolivia sp.
Hubungan stratigrafi satuan batupasir
selang seling batulempung dengan satuan
batuan yang berada dibawahnya adalah
selaras, sedangkan hubungan stratigrafi satuan
batupasir selang seling batulempung dengan
satuan batuan yang berada diatasnya adalah
tidak selaras.
2.3.3.

Satuan Batugamping
Bojonglopang)

(Formasi

Satuan batugamping menempati luas


areal kurang lebih 14% dari luas daerah
penelitian, pada peta geologi diwakili warna
biru yang penyebarannya terletak di bagian
Barat dan Timur Laut daerah penelitian.
Kedudukan satuan batugamping yang
terdapat di daerah penelitian berkisar antara N
80 E N115 E dan N 2650 E N 285 E
dengan kemiringan berkisar antara 18 36.
Satuan batuan ini telah mengalami perlipatan
membentuk struktur antiklin dan sinklin.
Ketebalan berdasarkan hasil pengukuran
penampang geologi pada peta geologi
diperoleh hasil kurang lebih 420 meter.
Satuan batugamping yang terdapat di
daerah penelitian umumnya dijumpai cukup
segar dan batugamping memperlihatkan
perlapisan yang cukup baik, dibeberapa tempat
batugamping bersifat masive tidak berlapis
dan dijumpai juga batugamping terumbu (Foto
3-7 dan Foto 3-8).
Pemerian petrologi secara megaskopis
satuan batugamping umumnya berwarna putih
kecoklatan, tersusun dari algae, cangkang
moluska, fosil foram besar dan foram kecil,
memperlihatkan tekstur klastik, bentuk butir
membulat-membulat
tanggung,
fragmen
sebagian utuh kompak dan padat, serta
sebagian kecil terubah menjadi kalsit.
Pemerian secara mikroskopis dari
sayatan tipis batugamping, berwarna putih
keabu-abuan, dengan konstitusi klastik dan
kerangka, massa dasar spar (berupa hablur
kalsit), kemas terbuka, ukuran butir 0,3 mm
1,2 mm, terpilah buruk, keadaan butir utuhterabrasi.
6

Umur satuan batugamping ditentukan


berdasarkan
analisa fosil
foraminifera
planktonik yang diambil dari sampel batuan di
lokasi pengamatan LP-03. Hasil persebaran
foraminefera planktonik pada Zonasi Blow
menunjukan umur kisaran N13 N15 atau pada
Miosen Tengah.yang ditunjukan oleh hadirnya
fosil indek Globorotalia lenguensis.

Pemerian batuan secara megaskopis


satuan batulempung berwarna abu-abu
kehijauan, bersifat lunak sampai agak keras,
karbonatan, banyak mengandung moluska,
koral dan foram besar yang sebagian telah
mengalami kerusakan dan dibeberapa tempat
telah teroksidasi.Komposisi mineral tersusun
dari mineral lempung 100%.

Perkiraan lingkungan pengendapan


satuan
batugamping
didasarkan
pada
kesamaan ciri-ciri model pengendapan
batugamping reef wall (Dunham, 1962) yang
berada pada lingkungan neritik.

Umur satuan batulempung ditentukan


berdasarkan
analisa fosil
foraminifera
planktonik. Hasil persebaran foraminifera pada
Zonasi Bow (1969) menunjukan kisaran umur
N13 atau Miosen Tengah, hal ini ditandai
dengan
kemunculan
Sphaeroidinella
subdehincens
hingga
punahnya
Globigerinoides subquadratus.

Hubungan
stratigrafi
satuan
batugamping dengan satuan batuan yang
berada dibawahnya yaitu satuan bataupasir
selang-seling batu lempung adalah tidak
selaras dengan jenis ketidak selarasan
bersudut, hal ini didasarkan pada kedudukan
batuan dari kedua satuan berbeda dan
didukung oleh umur kedua satuan juga
berbeda, yaitu N7 N9 atau Akhir Miosen
Awal Awal Miosen Tengah dan satuan
batugamping beumur N13 N15 atau Akhir
Miosen Tengah Awal Miosen Akhir.
Hubungan stratigrafi dengan satuan batuan
yang berada diatasnya yaitu satuan
batulempung adalah menjemari atau berubah
facies, hal ini didukung oleh adanya
perselingan dari kedua satuan dan umur yang
sama.
2.3.4.

Satuan Batulempung

Satuan batulempung menempati luas


areal kurang lebih 3% dari luas daerah
penelitian, pada peta geologi diwakili warna
hijau dengan penyebarannya terletak di bagian
baratdaya dan bagian tengah lembar peta.
Kedudukan satuan ini pada umumnya
memiliki jurus yang berarah N 75 E N 80 E
dan N 262E N 280 E dengan kemiringan
24 - 43. Ketebalan satuan batulempung
diukur dari penampang geologi pada peta
geologi dengan ketebalan berkisar + 800
meter.
Satuan batulempung yang tersingkap di
daerah penelitian umumnya kondisinya cukup
segar dan berlapis cukup baik. Secara fisik
batulempung lunak sampai agak keras, dan
terkadang dijumpai telah mengalami oksidasi
berwarna abu-abu kecoklatan
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik Unpak

Lingkungan
pengendapan
satuan
batulempung didasarkan pada analisa fosil
foraminifera bentonik. Berdasarkan sebaran
foraminifera bentonik pada Zonasi Batimetri
Phleger (1962) berada pada lingkungan Neritik
Tengah atau pada kedalaman 20-100 m.
Hubungan
stratigrafi
satuan
batulempung
dengan
satuan
batuan
batugamping adalah menjemari atau berubah
facies, hal ini ditandai oleh kesamaan umur
antara kedua satuan yaitu pada umur N13 atau
Miosen
Tengah.Sedangkan
hubungan
stratigrafi satuan batulempung dengan satuan
batuan yang berada diatasnya adalah tidak
selaras, hal ini dibuktikan oleh kedudukan
batuan antara kedua satuan berbeda serta
ditunjang oleh umur batuan yang berbeda pula.
2.3.5.

Satuan Batuan Breksi Gunungapi

Satuan batuan breksi gunungapi


menempati luas area kurang lebih 60% dari
luas daerah penelitian, pada peta geologi
diwakili warna coklat muda. Penyebaran
satuan ini berada di bagian barat dan tengah
lembar peta meluas hingga kearah timur
daerah penelitian.
Ketebalan satuan ini ditentukan
berdasarkan relief topografi dimana bagian
tertinggi berada pada ketinggian 1050
mdpl.dan bagian terendah pada ketinggian 850
mdpl. Dengan demikian ketebalan satuan ini +
200 meter.
Satuan
breksi
gunungapi
yang
tersingkap di daerah penelitian umumnya
berupa breksi piroklastik yang secara fisik
7

kenampakan di lapangan menyerupai breksi


laharik dan sebagian berupa breksi gunungapi.
Pemerian secara megaskopis dari batuan
breksi
gunungapi,
berwarna
abu-abu
kehitaman, dengan masadasar tufa pasiran dan
fragmen batuan beku andesit, bentuk butir
menyudut menyudut tanggung, ukuran
fragmen 10 cm 170 cm, kemas terbuka,
pemilahan buruk. Masa dasar tersusun dari
tufa pasiran, berwarna abu-abu terang, ukuran
butir sedang- kasar, bentuk butir meyudut,
kemas terbuka, pemilahan sedang-buruk,
porositas baik.
Pemerian secara mikroskopis terhadap
fragmen batuan beku dari breksi adalah
berwarna abu-abu terang, hipokristalin,
inequigranular, glomerovitropirik, ukuran butir
umumnya halus, tetapi di beberapa tempat di
jumpai dengan ukuran yang kasar, terdiri dari
mineral-mineral piroksen (10%), hornblend
(15%), plagioklas (15%), ortoklas (3%),
kuarsa (7%), mineral bijih (20%) dan mineral
gelas (30%).
Umur satuan batuan breksi gunungapi
yang terdapat di daerah penelitian didasarkan
pada pengaruh orogenesa yang pernah terjadi
di wilayah ini.Aktivitas tektonik yang pernah
terjadi di daerah penelitian adalah orogenesa
Intra Miosen dan Plio-Plistosen.Di daerah
penelitian orogenesa Intra Miosen dimulai
pada Akhir Miosen Tengah atau N15, yaitu
mulai terlipat dan terangkatnya satuan satuan
batuan yang ada di daerah penelitian dari
kondisi lingkungan laut menjadi lingkungan
darat.Aktivitas tektonik berlamgsung terus
hingga Pliosen dan diperkirakan pada kala
Pliosen terjadi aktivitas volkanisme yang
menghasilkan batuan piroklastik berupa breksi
gunungapi yang kemudian diendapkan
sebagian
di
daerah
penelitian.Dengan
demikian
satuan
breksi
gunungapi
diperkirakan berumur Pliosen.
Lingkungan pengendapan satuan breksi
gunungapi yang terdapat di daerah penelitian
diketahui sebagai hasil aktivitas gunungapi
yang berada di darat.Dengan demikian satuan
ini terbentuk di darat. Adapun perkiraan facies
pengendapan satuan ini mengacu pada model
Pyroclastic Volcaniclastic Facies (Vessel and
Davies, 1981) yang diperkirakan berada pada
proximal volcaniclastic facies.
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik Unpak

Hubungan stratigrafi satuan batuan


breksi gunungapi dengan satuan diatasnya
yaitu satuan endapan aluvial adalah bidang
erosi.
2.3.6.

Satuan Endapan Aluvial

Satuan ini tersebar di bagian utara


daerah penelitian, menempati sekitar 1 % dari
luas daerah penelitian dan diwakili oleh warna
abu-abu pada peta geologi.Ketebalan satuan
ini berdasarkan pengamatan di lapangan,
memiliki ketebalan antara 1 meter hingga 3
meter.
Satuan ini disusun oleh material lepas
berukuran lempung sampai bongkah berasal
dari hasil pelapukan dan erosi batuan-batuan
yang lebih tua.Satuan aluvial umumnya
menempati daerah datar disepanjang aliran
sungai besar.
Tabel 2. Stratigrafi Lokasi Penelitian

3. STRUKTUR GEOLOGI
Berdasarkan
hasil
pengamatan
lapangan di daerah penelitian dijumpai
indikasi struktur geologi yang berupa kekar,
lipatan dan sesar.
Struktur kekar yang dijumpai di daerah
penelitian mempunyai ukuran panjang yang
bervariasi, mulai dari ukuran beberapa
centimeter sampai berukuran meter.Struktur
kekar tersebut banyak dijumpai pada satuan
batupasir selang seling batulempung sisipan
breksi.Struktur kekar yang berkembang di
daerah penelitian terdapat 2 (dua) jenis yaitu
8

kekar gerus (shearjoint) dan kekar tarik


(compression joint).
Kekar gerus (shear joint). Ciri kekar ini
umumnya mempunyai bidang yang rata dan
lurus serta tidak terpengaruh oleh kadar dan
sifat batuan, dapat memotong batuan yang
keras tanpa berubah arah dan kekar ini
umumnya berpasangan. Di daerah penelitian
kekar gerus dijumpai berarah N 40 E - N 45
E dengan kemiringan berkisar antara 75 - 82,
dan pasangannya dengan arah umum N 339 E
sampai N 347 E dengan kemiringan berkisar
antara 78 - 80 .

3.1.3.

Antiklin Gunung Buleud

Penamaan lipatan ini didasarkan pada


sumbu lipatan yang melintasi Desa
Gunungbuleud, dengan sumbu sepanjang 1
km, dicirikan oleh adanya pembalikan arah
kemiringan yang saling berlawanan dengan
arah kemiringan di bagian utaranya 26 dan
bagian selatannya 25, sehingga Antiklin
Gunung Buleud disebut sebagai antiklin
simetris.
3.1.4.

Sinklin Ciguha

Penamaan ini berdasarkan pada sumbu


lipatan yang terdapat pada Desa Ciguha
dengan sumbu sepanjang + 1 Km, dicirikan
oleh adanya pembalikan arah kemiringan
lapisan yang saling berhadapan membentuk
struktur sinklin, dengan sayap bagian utaranya
34 dan bagian selatannya 39, sehingga
Sinklin Ciguha disebut sebagai sinklin
simetris.
3.1.5.

Antiklin Cikare Hilir

Struktur lipatan yang terdapat di daerah


penelitian adalah berupa antiklin dan sinklin.

Penamaan ini berdasarkan pada sumbu


lipatan yang melintasi Desa Cikarae Hilir
dengan panjang sumbu lipatannya mencapai +
1,5 Km, dicirikan oleh adanya pembalikan
arah kemiringan yang saling berlawanan
dengan arah kemiringan di bagian utaranya
36 dan bagian selatannya 35, sehingga
Antiklin Cikarea Hilir disebut sebagai antiklin
simetris.

3.1.1.

3.1.6.

Gambar 3.1.Peta pola struktur Jawa Barat


berdasarkan data lapangan, data gravimetric
dan data seismic. (Martodjojo 1984)
3.1. Struktur Lipatan

Antiklin Bojongtipar

Penamaan lipatan ini didasarkan pada


sumbu lipatan yang melintasi Desa
Bojongtipar, dengan sumbu sepanjang 1.2
km, dicirikan oleh adanya pembalikan arah
kemiringan lapisan dengan sayap bagian
utaranya 35 dan bagian selatannya 38,
sehingga Antiklin Bojongtipar disebut sebagai
antiklin asimetris.
3.1.2.

Sinklin Cijoha

Penamaan ini berdasarkan pada sumbu


lipatan yang melintasi Desa Cijoha dengan
panjang sumbu lipatannya mencapai + 3 Km.
dicirikan oleh adanya pembalikan arah

kemiringan yang saling berhadapan


dengan sayap bagian utaranya 24 dan
bagian selatannya 29, sehingga Sinklin
Cijoha disebut sebagai sinklin asimetris.

Sinklin Cimerang

Penamaan lipatan ini didasarkan pada


sumbu lipatan yang melintasi Desa Cimerang,
dengan sumbu sepanjang 2.5 km, dicirikan
oleh adanya pembalikan arah kemiringan yang
saling berhadapan dengan sayap bagian
utaranya 74 dan bagian selatannya 39,
sehingga Sinklin Cimerang disebut sebagai
sinklin asimetris.
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik Unpak

3.1.7.

Antiklin Cibodas

Penamaan ini berdasarkan pada sumbu


lipatan yang melintasi Desa Cibodas dengan
panjang sumbu lipatannya mencapai + 2 Km.
dicirikan oleh adanya pembalikan arah
kemiringan yang saling berlawanan dengan
arah kemiringan di bagian utaranya 26 dan
9

bagian selatannya 25, sehingga Antiklin


Cibodas disebut sebagai antiklin simetris.
3.1.8.

Sinklin Caringin

Penamaan ini berdasarkan pada sumbu


lipatan yang melintasi Desa Caringin dengan
panjang sumbu lipatannya mencapai + 2 Km.
dicirikan oleh adanya pembalikan arah
kemiringan yang saling berhadapan dengan
sayap bagian utaranya 34 dan bagian
selatannya 35, sehingga Sinklin Caringin
disebut sebagai sinklin simetris.

Cikarae didapatkan dari indikasi berupa


adanya gawir sesar berarah N 350 E.
3.2.4.

Sesar Normal Sukamaju

Penamaan sesar ini didasarkan pada


sumbu sesar yang melewati Desa Sukamaju,
dengan sumbu sepanjang 8.1 km. Sesar ini
melintas dari barat hingga timur di bagian
tengah daerah penelitian. Sesar normal
Sukamaju didapatkan dari indikasi berupa
adanya gawir sesar berarah N 255E dan N
260 E.

3.2. Struktur Patahan (Sesar)


Berdasarkan hasil pengamatan unsurunsur struktur geologi di lapangan dapat
diketahui bahwa didaerah penelitian terdapat
empat jenis sesar, yaitu:
3.2.1.

Sesar Mendatar Mengiri Ciawitali

Penamaan sesar ini didasarkan pada


sumbu sesar yang melewati Sungai Ciawitali,
dengan sumbu sepanjang 3,9 km. Sesar ini
berarah timurlaut baratdaya di bagian barat
daerah penelitian (sebagian tertimbun breksi
gunungapi).
Sesar mendatar mengiri Ciawitali
didapatkan dari indikasi berupa offset pada
batuan dengan arah bidang N 25 E pada
sungai Ciawitali dan milonitisasai dengan arah
umum N 10 E.
3.2.2.

Sesar Mendatar Mengiri Citalahab

Penamaan sesar ini didasarkan pada


sumbu sesar yang melewati Sungai Citalahab,
dengan sumbu sepanjang 2,2 km. Sesar ini
berarah timur laut barat daya di bagian timur
laut daerah penelitian.
Sesar mendatar mengiri Citalahab
didapatkan dari indikasi berupa offset pada
batuan dengan arah bidang N 25 E pada
sungai Cimenga dan zona hancuran dengan
arah umum N 25 E.
3.2.3.

Sesar Mendatar Menganan Cikarae

Penamaan sesar ini didasarkan pada


sumbu sesar yang melewati Sungai Cikarae,
dengan sumbu sepanjang 1,5 km. Sesar ini
berarah barat laut - tenggara di bagian tengah
daerah penelitian. Sesar mendatar menganan
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik Unpak

Gambar 3.2. Hubungan arah gaya utama dan


pola struktur yang terbentuk di daerah
penelitian
4. POTENSI BATUGAMPING
Penyebaran
batugamping
daerah
penelitian menempati dua daerah, yaitu
singkapan di desa Cijangkar yang terletak di
bagian timur laut daerah penelitian.Singkapan
lainnya terletak pada bagian tengah hingga ke
bagian barat lokasi penelitian yaitu di desa
Cimerang. Luas sebaran batugamping ini
kurang lebih 25% dari total luas daerah
penelitian.
Satuan batugamping ini umumnya
memperlihatkan morfologi perbukitan akibat
daya tahan terhadap proses pelapukan yang
tinggi dibandingkan dengan batuan yang ada
disekitarnya serta adanya pengaruh struktur
geologi berupa sesar yang mengontrol
morfologi.
Dalam mengevaluasi cadangan batugamping,
perhitungan jumlah cadangan dilakukan secara
sistim kontur dengan menggunakan grid untuk
mengetahui luas dari tiap-tiap garis kontur
yang kemudian dikalikan dengan skala peta.
10

Untuk memperoleh volume dari tiap-tiap pola


kontur dikalikan dengan beda tinggi dari tiap
nilai kontur sebagai tebalnya (Craft dan
Hawkins, 1958), dengan menggunakan rumus
yaitu :
1. Untuk volume tertinggi, rumus yang
digunakan :

2.
Rumus yang digunakan :

3.
Rumus yang digunakan :

Keterangan :
V = volume
h = interval kontur
L = luas
Kontur dalam = kontur dengan nilai ketinggian
lebih tinggi
Kontur luar = kontur dengan nilai ketinggian
yang lebih rendah
Jadi volume dari sumber daya bahan galian
Batugamping di daerah penelitian adalah
sebesar 20.682.900,58 m3.

KESIMPULAN DAN DISKUSI


Berdasarkan pembahasan sebagaimana
yang
telah
diuraikan
pada
bab-bab
sebelumnya, maka
geologi Daerah
Kertaangsana dan sekitarnya Kecamatan
Nyalindung, Kabupaten Sukabumi, Jawa
Barat, dapat disimpulkan sebagai beikut:
Satuan Geomorfologi daerah penelitian
dibagi menjadi 4 (empat) satuan geomorfologi,
yaitu Satuan Geomorfologi Perbukitan Lipat
Patahan, Satuan Geomorfologi Perbukitan
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik Unpak

Karst, Satuan Geomorfologi Perbukitan


Gunung Api dan Satuan Geomorfologi
Dataran Aluvial. Pola aliran sungai yang
terdapat di daerah penelitian adalah pola aliran
sungai Dendtritik dan Rectangular.Tahapan
erosi sungai muda dan dewasa sedangkan
jentera geomorfiknya berada pada tahapan
muda dan dewasa.
Berdasarkan litostratigrafi, satuan batuan
yang terdapat di daerah penelitian dibagi
menjadi 4 (empat) satuan stratigrafi, yaitu:
Satuan Batupasir selang-seling Batulempung
Anggota Cikarang dari Formasi Jampang pada
lingkungan Neritik Luar Bathial Atas pada
Miosen Awal Bagian Akhir Awal Miosen
Tengah (N4 N7), Kemudian diatasnya secara
selaras diendapkan Satuan Batuan Breksi
Formasi Jampang yang diendapkan pada
lingkungan laut pada Kala Miosen Awal.
Satuan Batuan Lempung Anggota Nyalindung
Formasi Cimandiri dan Satuan Batugamping
Formasi Bojonglopang menindih secara tak
selaras diatas Batuan Breksi Formasi
Jampang.Kedua satuan ini diendapkan pada
N13-N14 atau pada kala Akhir Miosen
Akhir.Satuan Breksi Gunungapi Formasi
Beser diendapkan secara tidak selaras diatas
Formasi
Bojonglopang
dan
Anggota
Nyalindung Formasi Cimandiri pada kala
Awal Plistosen.dan Satuan Aluvial Sungai
merupakan satuan termuda yang dijumpai
menutupi seluruh batuan dibawahnya dengan
batas erosi.
Struktur geologi yang berkembang pada
daerah penelitian adalah kekar, perlipatan dan
sesar. Kekar berupa kekar gerus dan kekar
tarik, sedangkan lipatan berupa Antiklin
Bojong Tipar, Antiklin Gunung Buleud,
Antiklin Cikare Hilir, dan Antiklin Cibodas.
Struktur Sinklin yang dijumpai adalah Sinklin
Cimerang, Sinklin Ciguha, Sinklin Cijoha dan
Sinklin Caringin.Struktur patahan yang
berkembang adalah Sesar Geser Jurus
Ciawitali, Sesar Geser Jurus Citalahab, Sesar
Geser Jurus Cikarae dan Sesar Normal
Sukamaju.Pembentukan struktur geologi pada
daerah penelitian dimulai pada Kala Miosen
Akhir (N15) sebagai pengaruh dari orogenesa
Intra Miosen - Plio-Plistosen.
Potensi bahan galian yang dapat
dieksplorasi lebih lanjut di daerah penelitian
adalah batugamping yang dapat dimanfaatkan
sebagai bahan bahan baku bangunan atau
11

bahan baku industri. Berdasarkan hasil


perhitungan sumberdaya batugamping yang
dipilih sebesar 20,682,900.58 m3

Koesoemadinata, R.P. 1985, PRINSIPPRINSIP SEDIMENTASI, Jurusan Geologi,


Institut Teknologi Bandung, Bandung

PUSTAKA

Kadarisman, D.S. 2001. Pedoman Praktikum


Petrografi. Program Studi Teknik Geologi
Universitas Pakuan, Bogor.

Asikin, Sukendar., 1986, Geologi Struktur


Indonesia, Departemen Teknik Geologi,
Institut Teknologi Bandung.
Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan
Nasional, 1999, Peta Rupabumi Digital
Indonesia lembar Nyalindung No. 1208-444,
Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan
Nasional, Cibinong, Bogor.

Kadarisman, D.S. 2001. Pedoman Praktikum


Mineral Optik. Program Studi Teknik Geologi
Universitas Pakuan, Bogor.
Martodjojo,
Soejono,
1984,
Evolusi
Cekungan Bogor Jawa Barat, Fakultas Pasca
Sarjana, Institut Teknologi Bandung.

Bemmelen, R. W. Van, 1949, The Geology of


Indonesia, Vol. IA :General Geology of
Indonesia and Adjacent Archipelagoes,
Government Printing Office, The Hague, 732
p.

Noor.Djauhari, dan Kadarisman, Denny.S.,


2002, Pedoman Ekskursi Geologi Regional
Jawa Barat 2011, Edisi 4, Program Studi
Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas
Pakuan, Bogor.

Billings, Marlan P., 1960, Structural Geology,


Second Edition, Prentice Hall Inc.
Englewood Cliffs, New Jersey, 514 p.

Noor.Djauhari ., 2006, Geomorfologi dan


Geologi FotoEdisi I, Program Studi Teknik
Geologi Universitas Pakuan, Bogor.

Blow, W. H. and Postuma J. A. 1969. Range


Chart, Late Miosen to Recent Planktonic
Foraminifera Biostratigraphy, Proceeding
of The First.

Sukandarrumidi, 1999, Bahan Galian


Industri, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.

Bogie ,I dan Mackekenzie, K.M, 1998. The


application of volcanic facies models to an
andesitic stratovolcano hosted geothermal
system at Wayang Windu, Java Indonesia.
Procceedings, 20 th New Zealand Geothermal
Workshop, h 265-276.
Dunham, 1962, Op Cit Mudjur M., 1985,
Petrografi
Batuan
Metamorf
dan
BatuanSedimen,Jurusan Teknik Geologi,
Fakultas Teknik, Universitas Pakuan Bogor.

Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik Unpak

Thornburry W.D., 1958, Principles Of


Geomorfology, Jhon Wiley and sons, Inc.
London.
PENULIS
[1] Dedi Apriadi. ST., Alumni (2013)
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas
Teknik, Universitas Pakuan.
[2] Ir. Djauhari Noor.M.Sc., Staf Pengajar
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas
Teknik, Universitas Pakuan.

12

Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik Unpak

13

Anda mungkin juga menyukai