Anda di halaman 1dari 13

Abortus Iminnens

Andrey Yonathan
102013026
Andrey_brontox@yahoo.com
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat, 11510

Pendahuluan
Istilah abortus dipakai untuk menunjukkan pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat
hidup diluar kandungan. Abortus adalah berakhirnya kehamilan sebelum viabel, disertai atau
tanpa pengeluaran hasil konsepsi.1 Di Amerika Serikat pengertian dibatasi sebagai suatu
berakhirnya kehamilan sebelum berumur 20 minggu yang didasarkan pada hari pertama haid
terakhir. Menurut WHO, abortus didefinisikan sebagai penghentian kehamilan sebelum janin
dapat hidup di luar kandungan atau berat janin kurang dari 500 gram.1
Sampai saat ini janin yang terkecil dilaporkan dapat hidup diluar rahim, mempunyai
berat badan 297 gram waktu lahir. Akan tetapi, karena jarangnya janin yang dilahirkan
dengan berat badan dibawah 500 gram dapat hidup terus maka abortus dapat ditentukan
sebagai pengakhiran kehamilan sebelum janin dapat mencapai berat 500 gram atau kurang
dari 20 minggu.2
Abortus dapat dibagi atas dua golongan, yaitu abortus spontan dan abortus
provokatus. Apabila abortus terjadi tanpa usaha medis ataupun mekanik untuk mengosongkan
uterus, maka dikatakan sebagai abortus spontan. Sedangkan abortus provokatus adalah
abortus oleh karena terminasi mekanis ataupun medis kehamilan sebelum fetus viable.1
Berdasarkan aspek klinisnya, abortus spontan dibagi menjadi beberapa kelompok,
yaitu abortus iminens (threatened abortion), abortus insipiens (inevitable abortion), abortus
inkomplit, missed abortion, dan abortus habitualis (recurrent abortion).1
Pada tinjauan kasus ini akan dibahas abortus iminens, yang didefinisikan sebagai
perdarahan intrauterin yang terjadi pada kehamilan dibawah 20 minggu, dengan atau tanpa
kontraksi uterus, tanpa dilatasi serviks, dan tanpa ekspulsi hasil konsepsi.

Anamnesis
Wawancara yang baik seringkali sudah dapat mengarah masalah pasien dengan
diagnosa penyakit tertentu. Adapun anamnesis meliputi: pencatatan identitas pasien, keluhan
utama pasien, riwayat penyakit pasien serta riwayat penyakit keluarga.3
-

Identitas penderita

Nama, alamat, tempat/tanggal lahir, umur, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, status sosial
ekonomi keluarga, keadaan sosial ekonomi. Termasuk anamnesis mengenai faktor resiko dan
mengenai adanya gangguan aktivitas.
-

Keluhan utama

3 gejala utama (postabortion triad) pada abortus adalah nyeri di perut bagian bawah
terutamanya di bagian suprapubik yang bisa menjalar ke punggung,bokong dan perineum,
perdarahan pervaginam dan demam yang tidak tinggi. 2 Gejala ini terutamanya khas pada
abortus dengan hasil konsepsi yang masih tertingal di dalam rahim. Selain itu, ditanyakan
adanya amenore pada masa reproduksi kurang 20 minggu dari HPHT.4 Perdarahan
pervaginam dapat tanpa atau disertai jaringan hasil konsepsi. Bentuk jaringan yang keluar
juga ditanya apakah berupa jaringan yang lengkap seperti janin atau tidak atau seperti anggur.
Rasa sakit atau keram bawah perut biasanya di daerah atas simpisis. 4 Riwayat penyakit
sekarang seperti IDDM yang tidak terkontrol, tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol,
trauma, merokok, mengambil alkohol dan riwayat infeksi traktus genitalis harus
diperhatikan.4 Riwayat kepergian ke tempat endemik malaria dan pengambilan narkoba
malalui jarum suntik dan seks bebas dapat menambah curiga abortus akibat infeksi.2
-

Riwayat penyakit dahulu

Adakah riwayat penyakit kronis menahun seperti diabetes, hipertensi, maupun kelainan
jantung.
-

Riwayat menstruasi

Ditanyakan kapan menstruasi terakhir, bagaimana siklusnya, dan ada tidaknya keluhan
lainnya.
-

Riwayat perkawinan dan persalinan

Riwayat keluarga

Ditanyakan apakah dikeluarga juga ada yang mengalami seperti ini juga?
-

Riwayat minum obat

Kebiasaan dari penderita


2

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan dengan melakukan pemeriksaan secara umum terlebih dahulu
tanda-tanda vital, kesadaran, keadaan umum, inspeksi dan palpasi. Bercak darah diperhatikan
banyak, sedang atau sedikit.5 Palpasi abdomen dapat memberikan idea keberadaan hasil
konsepsi dalam abdomen dengan pemeriksaan bimanual. Yang dinilai adalah uterus
membesar sesuai usia gestasi, dan konsistensinya.5 Pada pemeriksaan pelvis, dengan
menggunakan spekulum keadaan serviks dapat dinilai samaada terbuka atau tertutup ,
ditemukan atau tidak sisa hasil konsepsi di dalam uterus yang dapat menonjol keluar, atau
didapatkan di liang vagina.5 Pada palpasi ditemukan adanya nyeri tekan pada perut kanan
bawah, serviks 1 jari sempit, korpus uteri kecil, dan nyeri tekan supra pubik.5
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk kasus ini seperti:
-

Pemeriksaan darah rutin

Pada pemeriksaan darah rutin dilihat apakah terdapat infeksi pada si ibu, dan juga dilihat
apakah adanya anemia atau tidak.
-

Tes kehamilan
USG transvaginal

Pemeriksaan USG trimester pertama ditujukan untuk menentukan lokasi kehamilan, usia
gestasi, jumlah janin, penapisan cacat bawaan pertama, kelainan yang mungkin terjadi pada
trimester pertama, dan patologi pelvik. Pemeriksaan USG transvaginal merupakan pilihan
pertama pada pemeriksaan USG trimester pertama. Pemeriksaan sonografis pada embrio usia
7 minggu yaitu embrio tampak terpisah dari Yolk sac dan dihubungkan melalui ductus
vitellinus, berbentuk seperti huruf C dengan bagian kepala tampak dominan. Pada saat ini
dapat dilihat tonjolan bakal ekstremitas pada sisi lateral tubuh janin. CRL (Crown rump
length) panjangnya sekitar 11-16 mm. Pada CRL 12 mm sudah dapat dibedakan struktur
kepala dari bagian tubuh janin. Didaerah oksipital tampak struktur kistik yang disebut
rhombensefalon. Vertebra juga mulai dapat dikenali sebagai dua garis echogenic yang
berjalan sejajar dengan punggung janin. Selaput dan rongga amnion sudah tampakm

umbilikus juga dapat dikenali. Pada mola hidatidosa akan terlihat gambaran seperti badai
salju dan tidak terlihat janin (snow flake pattern)1
Diagnosa Kerja
G1P0A0 9 minggu tunggal abortus iminnens
Diagnosis abortus iminens ditentukan karena pada wanita hamil terjadi pendarahan melalui
ostium uteri eksternum, disertai mules sedikit atau tidak sama sekali, uterus membesar
sebesar usia kehamilan, servik belum membuka, dan tes kehamilan positif, yang biasanya
terjadi paruh pertama dari kehamilan. Sering terjadi pendarahan ringan atau yang lebih berat
pada awal gestasi yang menetap sampai berhari-hari atau berminggu-minggu. Untuk dapat
menegakkan diagnosa abortus iminens dilakukan anamnesa, pemeriksaan fisik dan
penunjang. Dari anamnesa diharapkan diperoleh data tentang keluhan dan faktor resiko
abortus iminens, dari pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang diharapkan didapatkan
tanda spesifik untuk abortus iminens.1
Pada pasien ini diagnosis abortus iminens ditegakkan karena dari anamnesa didapatkan
keluhan perdarahan berupa bercak darah dari kemaluan, nyeri perut, muncul tiba-tiba dan
sebelumnya tidak ada riwayat trauma. tidak ada keluar jaringan seperti daging, telat haid
dengan hasil tes kencing (+). Dari data yang diperoleh keluhan yang dialami pasien menjurus
kearah abortus iminens.
Dari anamnesa tidak ditemukan adanya faktor resiko kronis seperti diabetes militus
pada ibu, hipertensi yang berat, konsumsi zat seperti : kafein, alkohol, tembakau, kokain dan
riwayat penggunaan radiasi.
Faktor resiko yang mungkin diduga sebagai penyebab abortus pada kasus ini adalah
suatu abnormalitas kromosom dan adanya beberapa penyakit pada ibu seperti penyakit ginjal,
ataupun terjadinya infeksi virus maupun bakteri pada ibu.1
1. Klasifikasi
a. Abortus Spontan
Abortus spontan adalah abortus yang terjadi dengan tidak didahului faktorfaktor mekanis ataupun medialis, semata-mata disebabkan oleh faktor-faktor

alamiah. Biasanya disebabkan karena kurang baiknya kualitas sel telur dan sel
sperma.
-

Abortus imminens (threaned abortion)


Pengertian abortus imminens adalah perdarahan yang berasal dari intra
uterine sebelum usia kehamilan kurang dari 20 minggu dengan atau tanpa
kontraksi, tanpa dilatasi cerviks, dan tanpa ekspulsi hasil konsepsi.

Abortus insipiens (inivitable)


Merupakan suatu abortus yang sedang berlangsung, ditandai dengan
perdarahan pervaginam <20 minggu dengan adanya pembukaan serviks,
namun tanpa pengeluaran hasil konsepsi. Pada keadaan ini didapatkan juga
nyeri perut bagian bawah atau nyeri kolik uterus yang hebat.
Pemeriksaan vagina pada kelainan ini memperlihatkan dilatasi ostium
serviks dengan bagian kantong konsepsi menonjol. Hasil pemeriksaan USG
mungkin didapatkan jantung janin masih berdenyut, kantong gestasi kosong
(5-6,5 minggu), uterus kosong (3-5 minggu) atau perdarahan subkhorionik
banyak di bagian bawah. Kehamilan biasanya tidak dapat dipertahankan lagi
dan pengeluaran hasil konsepsi dapat dilaksanakan dengan kuret vakum atau
dengan cunam ovum disusul dengan kerokan.

Abortus komplit
Adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum usia kehamilan kurang dari
20 mingguatau berat badan kurang dari 500 gram dan masih terdapat hasil
konsepsi yang tertinggal di dalam uterus.

Abortus inkomplet
Adalah pengeluaran hasil konsepsi. Pada penderita ditemukan
perdarahan sedikit, ostium uteri telah menutup, dan uterus sudah banyak
mengecil. Selain ini, tidak ada lagi gejala kehamilan dan uji kehamilan
menjadi negatif. Pada pemeriksaan USG didapatkan uterus yang kosong.

b. Abortus Provokatus

Abortus provokatus adalah pengakhiran kehamilan sebelum 20 minggu


akibat tindakan baik menggunakan alat maupun obat-obatan. Jenis abortus
provokatus dibagi berdasarkan alasan melakukan abortus adalah :
-

Abortus terapeutik adalah abortus provokatus yang dilakukan atas


indikasi medis

Abortus kriminalis adalah abortus provokatus yang dilakukan bukan


karena indikasi medis tetapi perbuatan yang tidak legal atau
melanggar hukum.

Diagnosa Banding
KEHAMILAN EKTOPIK
Kehamilan ektopik terjadi bila telur yang dibuahi berimplantasi dan tumbuh di luar
endometrium kavum uteri. Kehamilan ekstrauterin tidak sinonim dengan kehamilan ektopik
karena kehamilan pada pars interstisialis tuba dan kanalis servikalis masih termasuk dalam
uterus, tetapi jelas bersifat ektopik. Sebagian besar kehamilan ektopik berlokasi di tuba.
Sangat jarang terjadi implantasi pada ovarium, rongga perut, kanalis servikalis uteri, tanduk
uterus yang rudimenter dan divertikel pada uterus. Berdasarkan implantasi hasil konsepsi
pada tuba, terdapat kehamilan pars interstisialis tuba, kehamilan pars ismika tuba, kehamilan
pars ampularis tuba dan kehamilan infundibulum tuba. 1
Sebagian besar penyebabnya tidak diketahui. Faktor-faktor yang memegang peranan
dalam hal ini ialah : 1
1. Faktor dalam lumen tuba :
a) Endosalpingitis dapat menyebabkan perlekatan endosalping, sehingga lumen tuba
menyempit atau membentuk kantong buntu.
b) Pada hipoplasia uteri lumen tuba sempit dan berlekuk-lekeuk dan hal ini sering
disertai gangguan fungsi silia endosalping akibat infeksi dan menyebabkan implantasi di
tuba.
c) Operasi plastik tuba dan sterilisasi yang tak sempurna dapat menjadi sebab lumen
tuba menyempit

2. Faktor pada dinding tuba :


a) Endometriosis tuba dapat memudahkan implantasi telur yang dibuahi dalam tuba
b) Divertikel tuba kongenital atau ostium assesorius tubae dapat menahan telur yang
dibuahi di tempat itu
3. Faktor di luar dinding tuba :
a) Perlekatan peritubal dengan distorsi atau lekukan tuba dapat menghambat
perjalanan telur
b) Tumor yang menekan dinding tuba dapat menyempitkan lumen tuba
4. Faktor lain :
a) Migrasi luar ovum, yaitu perjalanan dari ovarium kanan ke tuba kiri-atau
sebaliknya (kontralateral) dapat memperpanjang perjalanan telur yang dibuahi ke uterus;
pertumbuhan telur yang terlalu cepat dapat menyebabkan implantasi prematur1
b) Fertilisasi in vitro1
c) Pemakaian kontrasepsi dan IUD. Kehamilan ektopik meningkat apabila ketika
hamil, masih menggunakan kontrasepsi spiral (3 4%). Pil yang mengandung hormon
progesteron juga meningkatkan kehamilan ektopik karena pil progesteron dapat mengganggu
pergerakan sel rambut silia di saluran tuba yang membawa sel telur yang sudah dibuahi untuk
berimplantasi ke dalam rahim. 1
d) Merokok. Kehamilan ektopik meningkat sebesar 1,6 3,5 kali dibandingkan
wanita yang tidak merokok. Hal ini disebabkan karena merokok menyebabkan penundaan
masa ovulasi (keluarnya telur dari indung telur), gangguan pergerakan sel rambut silia di
saluran tuba, dan penurunan kekebalan tubuh.1
MOLA HIDATIDOSA
Mola hidatidiform diartikan sebagai suatu kehamilan yang tak berkembang wajar
dimana tidak diketemukan janin dan hampir seluruh vili korialis mengalami perubahan
berupa degenerasi hidropik. Secar amakroskopik, mola hidatidosa mudah dikenal yaitu
gelembung-gelembung putih, tembus pandang, berisi cairan jernih, dengan ukuran bervariasi
dari beberapa milimeter sampai 1 atau 2 cm.5
7

Penyebab bagi mola hidatidosa sampai sekarang masih belum diketahui. Diperkirakan
bahawa faktor-faktor seperti gangguan pada telur, kekurangan gizi pada ibu dan kelainan
rahim berhubungan dengan peningkatan angka kejadian mola. Wanita dengan usia di bawah
20 tahun atau di atas 40 tahun juga berada dalam risiko tinggi. Mengkonsumsi makanan
rendah protein, asam folat dan karoten juga meningkatkan risiko terjadinya mola walaupun
patofisiologinya tidak sepenuhnya difahami.5
Etiologi
1. Faktor genetik.
Sebagian besar abortus spontan, termasuk abortus inkompletus disebabkan oleh
kelainan kariotip embrio. Paling sedikit 50% kejadian abortus pada trimester pertama
merupakan kelainan sitogenetik. Separuh dari abortus karena kelainan sitogenetik pada
trimester pertama berupa trisomi autosom. Insiden trisomi meningkat dengan bertambahnya
usia. Risiko ibu terkena aneuploidi adalah 1 : 80, pada usia diatas 35 tahun karena angka
kejadian kelainan kromosom/trisomi akan meningkat setelah usia 35 tahun.
Selain itu abortus berulang biasa disebabkan oleh penyatuan dari 2 kromosom yang
abnormal, dimana bila kelainannya hanya pada salah satu orang tua, faktor tersebut tidak
diturunkan. Studi yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa bila didapatkan kelainan
kariotip pada kejadian abortus, maka kehamilan berikutnya juga berisiko abortus. 1
2. Kelainan kongenital uterus
Defek anatomik uterus diketahui sebagai penyebab komplikasi obstetrik. Insiden
kelainan bentuk uterus berkisar 1/200 sampai 1/600 perempuan dengan riwayat abortus,
dimana ditemukan anomaly uterus pada 27% pasien. Penyebab terbanyak abortus karena
kelainan anatomik uterus adalah septum uterus (40 - 80%), kemudian uterus bikornis atau
uterus didelfis atau unikornis (10 - 30%). Mioma uteri juga bisa menyebabkan infertilitas
maupun abortus berulang. Risiko kejadiannya 10 - 30% pada perempuan usia reproduksi.
Selain itu Sindroma Asherman bias menyebabkan gangguan tempat implantasi serta
pasokan darah pada permukaan endometrium. Risiko abortus antara 25 80%, bergantung
pada berat ringannya gangguan. 1
3. Penyebab Infeksi

Teori peran mikroba infeksi terhadap kejadian abortus mulai diduga sejak 1917,
ketika DeForest dan kawan-kawan melakukan pengamatan kejadian abortus berulang pada
perempuan yang ternyata terpapar brucellosis. Berbagai teori diajukan untuk mencoba
menerangkan peran infeksi terhadap risiko abortus, diantaraya sebagai berikut.1
a. Adanya metabolik toksik, endotoksin, eksotoksin, atau sitokin yang berdampak langsung
pada janin atau unit fetoplasenta.
b. Infeksi janin yang bisa berakibat kematian janin atau cacat berat sehingga janin sulit
bertahan hidup.
c. Infeksi plasenta yang berakibat insufisiensi plasenta dan bias berlanjut kematian janin.
d. Infeksi kronis endometrium dari penyebaran kuman genitalia bawah yang bias
mengganggu proses implantasi.
4. Faktor Hematologik
Beberapa kasus abortus berulang ditandai dengan efek plesentasi dan adanya
mikrotrombi pada pembuluh darah plasenta. Bukti lain menunjukkan bahwa sebelum terjadi
abortus, sering didapatkan defek hemostatik. Penelitian Tulpalla dan kawan-kawan
menunjukkan bahwa perempuan dengan riwayat abortus berulang, sering terdapat
peningkatan produksi tromboksan yang berlebihan pada usia kehamilan 4 6 minggu, dan
penurunan produksi prostasiklin saat usia kehamilan 8 11 minggu. Hiperhomosisteinemi,
bisa congenital ataupun akuisita juga berhubungan dengan thrombosis dan penyakit vascular
dini. Kondisi ini berhubungan dengan 21% abortus berulang.1
5. Faktor Lingkungan
Diperkirakan 1 10% malformasi janin akibat dari paparan obat, bahan kimia, atau
radiasi dan umumnya berakhir dengan abortus, misalnya paparan terhadap buangan gas
anestesi dan tembakau. Sigaret rokok diketahui mengandung ratusan unsur toksik, antara lain
nikotin yang telah diketahui mempunyai efek vasoaktif sehingga menghambat sirkulasi
uteroplasenta. Karbon monoksida juga menurunkan pasokan oksigen ibu dan janin serta
memacu neurotoksin. Dengan adanya gangguan pada sistem sirkulasi fetoplasenta dapat
terjadi gangguan pertumbuhan janin yang berakibat terjadinya abortus.1,5
6. Faktor Hormonal
9

Ovulasi, implantasi, serta kehamilan dini bergantung pada koordinasi yang baik
sistem pengaturan hormon maternal. Oleh karena itu, perlu perhatian langsung terhadap
sistem hormon secara keseluruhan, fase luteal, dan gambaran hormon setelah konsepsi
terutama kadar progesterone. Perempuan diabetes dengan kadar HbA1c tinggi pada trimester
pertama , risiko abortus meningkat signifikan. Diabetes jenis insulin-dependen dengan
kontrol glukosa tidak adekuat punya peluang 2 3 kali lipat mengalami abortus.
Pada tahun 1929, allen dan Corner mempublikasikan tentang proses fisiologi korpus
luteum, dan sejak itu diduga bahwa kadar progesteron yang rendah berhubungan dengan
risiko abortus. Sedangkan pada penelitian terhadap perempuan yang mengalami abortus lebih
dari atau sama dengan 3 kali, didapatkan 17% kejadian defek fase luteal. Dan, 50%
perempuan dengan histologi defek fase luteal punya gambaran progesterone yang normal.1,5
Epidemiologi
Insiden aborsi dipengaruhi oleh umur ibu dan riwayat obstetriknya seperti kelahiran
normal sebelumnya, riwayat abortus spontan, dan kelahiran dengan anak memiliki kelainan
genetik. Frekuensi abortus diperkirakan sekitar 10-15% dari semua kehamilan. Namun,
frekuensi angka kejadian sebenarnya dapat lebih tinggi lagi karena banyak kejadian yang tak
dilaporkan, kecuali apabila terjadi komplikasi; juga karena abortus spontan hanya disertai
gejala ringan, sehingga tidak memerlukan pertolongan medis dan kejadian ini hanya dianggap
sebagai haid yang terlambat. Delapan puluh persen kejadian abortus terjadi pada usia
kehamilan 12 minggu. Hal ini banyak disebabkan oleh kelainan kromosom.
Dari 1.000 kejadian abortus spontan, setengahnya merupakan blighted ovum dan 5060% dikarenakan abnormalitas kromosom. Disamping kelainan kromosom abortus spontan
juga disebabkan oleh penggunaan obat dan faktor lingkungan seperti konsumsi kafein selama
kehamilan.5
Patofisiologi
Pada awal abortus terjadi perdarahan dalam desidua basalis kemudian diikuti dengan
adanya nekrosis jaringan yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan dianggap sebagai
benda asing di dalam uterus, kemudian uterus berkontraksi untuk mengeluarkan benda asing
tersebut. Pada kehamilan, 8 minggu hasil konsepsi biasanya dikeluarkan seluruhnya karena
villi korialis belum menembus desidua secara mendalam. Pada kehamilan 8-14 minggu villi
korialis menembus desidua secara mendalam, sehingga umumnya placenta tidak dapat
10

dikeluarkan dengan sempurna dan perdarahan lebih banyak. Pada kehamilan lebih dari 14
minggu biasanya abortus didahului dengan ketuban pecah, diikuti dengan keluarnya hasil
konsepsi, kemudian disusul dengan placenta.1,2

Gejala Klinis
Abortus imminens dianggap ketika terdapat darah keluar dari vagina berupa bercak
darah atau perdarahan vaginal selama separuh masa kehamilan pertama. Biasanya aborsi
imminens dijumpai bersamaan dengan rasa mulas sedikit atau juga sakit punggung.
Perdarahan pervaginam yang dialami biasanya dianggap biasa atau dianggap siklus
menstruasi yang biasa, namun perdarahan tetap/persisten berlangsung selama beberapa hari
atau minggu.1
Penatalaksanaan
Pada abortus imminens, tidak perlu pengobatan khusus atau tirah baring total dan pasien
dilarang dari melakukan aktivitas fisik berlebihan ataupun hubungan seksual. Jika terjadi
perdarahan berhenti, asuhan antenatal diteruskan seperti biasa dan penilaian lanjutan
dilakukan jika perdarahan terjadi lagi. Pada kasus yang perdarahan terus berlansung, kondisi
janin dinilai dan konfirmasi kemungkinan adanya penyebab lain dilakukan dengan segera.
Pada perdarahan berlanjut khususnya pada uterus yang lebih besar dari yang diharapkan,
harus dicurigai kehamilan ganda atau mola. Penanganan juga dapat dilakukan secara surgical
dengan cara dilatasi serviks dan dilanjutkan dengan evakuasi uterus. Bila ingin diberikan
obat-obatan dapat diberikan prostaglandin, oksitosin, maupun metotreksat.5
Komplikasi
Komplikasi yang berbahaya pada abortus adalah :6
1. Perdarahan masif
Dapat diatasi dengan membersihkan uterus dari sisa sisa hasil konsepsi dan jika
perlu pemberian transfusi darah
2. Perforasi
11

Perforasi uterus dapat terjadi terutama pada uterus dalam hiperetrofleksi . Jika
ditemukan tanda tanda abdomen akut perlu segera dilakukan laparotomi, dan tergantung
luas dan bentuk perforasi, penjahitan luka operasi atau perlu dilakukan histerektomi.
3. Infeksi dalam uterus atau sekitarnya dapat terjadi pada abortus.
Dapat menyebar ke miometrium, tuba, parametrium dan peritonium. Apabila terjadi
peritonitis umum atau sepsis dapat disertai dengan terjadinya syok. Penanganan bisa
diberikan antibiotik pilihan dan dilakukan laparotomi.
4. Syok
Syok pada abortus biasanya bisa terjadi karena perdarahan ( syok hemoragik ) dan
karena infeksi berat ( syok septik)
Prognosis
Prognosis keberhasilan kehamilan tergantung dari etiologi aborsi spontan sebelumnya.
Perbaikan endokrin yang abnormal pada wanita dengan abortus yang rekuren mempunyai
prognosis yang baik sekitar >90 %. Pada wanita keguguran dengan etiologi yang tidak
diketahui, kemungkinan keberhasilan kehamilan sekitar 40-80 %. Sekitar 77 % angka
kelahiran hidup setelah pemeriksaan aktivitas jantung janin pada kehamilan 5 sampai 6
minggu pada wanita dengan 2 atau lebih aborsi spontan yang tidak jelas.7
Kesimpulan
Pada kasus perdarahan pada masa kehamilan , dengan usia kehamilan dibawah 20
minggu. Selain dicurigai sebagai abortus tapi perlu juga dipikirkan adanya KET dan mola
hodatidosa.
Pada abortus imminens, perlu penanganan yang adekuat, dimana proses kehamilan
dapat dipertahankan, dan sebisa mungkin dapat dicegah menjadi berlanjut. Masih perlu juga
dicari penyebab abortusnya, supaya dapat mencegah terjadinya abortus habitualis pada
kehamilan selanjutnya.

12

Daftar Pustaka
1

Cunningham FG, Norman FG, Leveno JK, Gilshap LC, Hauth JC, Wenstrom KD.
Abortion in Williams Obstetrics, 24th ed. Mc Graw Hill; 2012, p.350-95.

Wibowo B, Wiknjpasienastro GH. Kelainan dalam Lamanya Kehamilan. Dalam:


Wiknjpasienastro H, Saifuddin AB, Rachimhadi T, editor. Ilmu Kebidanan ed 4. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2010, p. 302-322.

Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga; 2006. h. 26-7.

Gaufberg

F,

Abortion

Treatened,

Available

at

http://emedicine.medscape.com/article/795359-overview , accessed on may 27, 2016


5

Saiffuddin BA. Perdarahan pada kehamilan muda. Dalam: Ilmu Kebidanan. Ed 4. Jakarta:
Penerbit PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2011.h 460-7.

Robbins & Contran. Dasar Patologis Penyakit. Ed 7. Jakarta: EGC Kedokteran. 2009. h.
1134.

Mochtar R. Abortus dan kelainan dalam kehamilan. Dalam : Sinopsis Obstetri. Edisi
kedua. Editor : Lutan D. EGC, Jakarta, 2007; 209-217

13

Anda mungkin juga menyukai