Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masa anak merupakan periode perkembangan yang cepat dan
terjadinya perubahan dalam banyak aspek perkembangan (Yusuf, 2014). Pada
masanya anak mengalami berbagai macam perkembangan, namun pada usia
4-6 tahun terdapat masa kritis dimana diperlukan rangsangan/stimulasi yang
berguna agar potensi berkembang. Pada usia ini secara termonologi disebut
juga sebagai anak usia dini/ prasekolah (Goleman, 2009). UU No. 23 tahun
2002 tentang Perlindungan Anak mengamanahkan sejak di dalam kandungan
hingga berusia 18 tahun, anak mempunyai hak untuk hidup, tumbuh dan
berkembang, mendapatkan perawatan, pelayanan kesehatan, stimulasi,
pendidikan dan perlindungan (DepKes, 2010, 7, http://www.depkes.go.id,
diperoleh tanggal 12 Maret 2015).
Data dari Departemen Pendidikan Nasional tahun 2007 menyebutkan
bahwa dari 28,6 juta anak usia dini, baru 50,9 % yang sudah terlayani
TK/PAUD (termasuk, play group) baik formal maupun nonformal. Targetnya
pada akhir 2009, angka partisipasi kasar TK/PAUD (termasuk, play group)
mencapai 53,9 % (Elisabeth, 1995 ). Lebih lanjut dinyatakan oleh Elizabeth
(1995) dalam Silawati, E (2008) bahwa saat ini baru mampu melayani 54,47
% dari jumlah anak usia dini/pra sekolah yakni yang mencapai 26 juta anak.

Sedangkan pemerintah sendiri menargetkan pada tahun 2014 TK/PAUD (play


group) mampu menjangkau 72 % anak.
Menurut catatan United Nations Educational Scientific and Cultural
Organizations (UNESCO), angka partisipasi pendidikan anak usia dini atau
TK/PAUD (termasuk, play group) di Indonesia masih tergolong rendah
dibanding negara-negara berpenghasilan rendah di Asia lainnya. Partisipasi
TK/PAUD di Indonesia hanya 22 persen, dimana angka tersebut lebih rendah
dibanding partisipasi TK/PAUD di Filipina yang sebesar 27 persen, Vietnam
yang sebesar 43%, Thailand sebesar 86%, dan Malaysia sebesar 89% (Mariyo
(2007) dalam Maimunah (2009) . Secara kuantitas jumlah anak usia dini di
Indonesia memang relatif sangat tinggi, namun demikian sebagian besar dari
mereka itu belum terlayani pendidikannya. Dari sebanyak sekitar 13,5 juta
anak usia 0 sampai dengan 3 tahun ternyata baru sekitar 2,5 juta atau 18,74%
yang terlayani. Di sisi lain dari sekitar 12,6 juta anak usia 4 sampai 6 tahun
ternyata baru sekitar 4,6 juta atau 36,54% yang terlayani pendidikannya.
Kondisi demikian tentu saja dapat berdampak pada perkembangan anak usia
pra sekolah (Ismarakhma, 2012).
Pertumbuhan dan perkembangan merupakan hal yang sangat penting
bagi anak. Pertumbuhan yang diartikan sebagai perubahan yang bersifat
kuantitatif, yaitu bertambahnya ukuran dan struktur, sedangkan perkembangan
diartikan sebagai perubahan kualitatif yaitu perubahan yang progresif,
koheren, dan teratur (Somantri, 2012). Aspek-aspek perkembangan meliputi
fisik, intellegensi (Kecerdasan), emosi, bahasa, sosial, kepribadian, moral dan

kesadaran beragama (Yusuf, 2014). Berkaitan dengan perkembangan fisik,


menurut Kuhlen dan Thompson (dalam, Yusuf, 2014) mengemukakan bahwa
perkembangan fisik salah satunya adalah otot-otot yang mempengaruhi
perkembangan kekuatan dan perkembangan motorik.
Perkembangan motorik merupakan perkembangan pengendalian
gerakan jasmaniah melalui kegiatan syaraf pusat dan otot terkoordinasi
(Yuniarti, 2015). Perkembangan motorik anak dibagi menjadi dua jenis, yaitu
motorik kasar, seperti berjalan, berlari, melompat, naik dan turun tangga.
Sedangkan motorik halus seperti menulis, menggambar, memotong, melempar
dan menangkap bola serta memainkan benda-benda atau alat-alat mainan
menurut (Hurlockn 1956, dan Yusuf, 2014).
Alat permainan merupakan salah satu alat untuk menstimulasi
pertumbuhan dan perkembangan anak, yang dimaksud stimulasi adalah
perangsangan yang datangnya dari lingkungan di luar individu anak. Anak
yang banyak mendapatkan stimulasi akan lebih cepat berkembang daripada
anak yang kurang atau bahkan tidak mendapatkan stimulasi (Soetjiningsih,
2012).
Stimulasi untuk anak, menunjang tumbuh kembang anak maka
diberikan Alat Permainan Edukatif (APE) (Yuniarti, 2015). Alat Permainan
Edukatif (APE) adalah alat permainan yang fungsinya dapat mengoptimalkan
perkembangan anak, hal ini tentunya disesuaikan dengan tingkat usia dan
perkembangannya. Untuk tugas perkembangan usia pra sekolah adalah

mengembangkan keterampilan-keterampilan dasar untuk membaca, menulis


dan berhitung, mempelajari keterampilan fisik yang diperlukan untuk
permainan-permainan yang umum dan dibutuhkan untuk persiapan menulis
maka jenis dari permainan edukatif untuk merangsang motorik halus yaitu
mainan yang memegang, menggeser, contohnya seperti puzzle (Yuniarti,
2015) dan menurut Kemenkes RI, 2010 bermain yang cocok untuk stimulus
anak usia pra sekolah adalah puzzle. Dampak yang mungkin terjadi jika
pemberian APE tidak terpenuhi, proses tumbuh kembang anak tidak optimal
sehingga bakat dan potensi yang ada pada diri anak tidak tergali atau jika anak
mengalami gangguan perkembangan seperti keterlambatan tidak dapat segera
diketahui. Jenis APE yang digunakan harus memperhatikan beberapa prinsip
diantaranya seperti ekstra energi, waktu dan pengetahuan cara bermain
(Soetjiningsih, 2012).
Hasil penelitian Teresia (2011) menjelaskan bahwa ada perbedaan
kemampuan motorik pada kelompok anak down syndrome yang diintervensi
dengan APE sebelum dan sesudah intervensi. Sebagian besar anak mampu
melakukan motoriknya. Hal ini menunjukan bahwa sebagian responden
kemampuan motoriknya adalah mampu setelah diberikan alat permainan
edukatif (APE).
Sumedang merupakan kota kecil di provinsi Jawa Barat yang terdiri
dari beberapa kecamatan, salah satunya adalah kecamatan Cisitu. Kecamatan
Cisitu dibagi menjadi beberapa desa salah satunya adalah desa Situmekar,
dimana desa Situmekar desa kecil yang cukup berkembang dan mayoritas

masyarakatnya adalah bekerja sebagai petani dan wiraswasta, sebagian besar


penduduknya hanya lulusan Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah
Menengaah Atas (SMA) . Desa Situmekar merupakan desa yang padat
penduduk. Selain itu, di desa tersebut masih banyak masyarakat terutama
orang tua yang berumur dibawah 20 tahun sudah mempunyai anak yang
berusia prasekolah. Hal ini dapat menjadi masalah apabila orang tua dengan
umur yang belum cukup matang, dan pendidikan serta lingkungan yang
kurang mendukung akan berdampak asuhan orang tua yang kurang memantau
perkembangan anaknya.
Kecamatan Cisitu memiliki beberapa sekolah TK/PAUD. Berdasarkan
hasil data tersebut penulis melakukan survey ke dua sekolah yaitu PAUD RA
Babul Huda dan RA Jumrotul. Setelah melakukan survey ke dua sekolah
tersebut RA Babul Huda lebih dominan mengenai masalah perkembangan
motorik.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan di RA Babul Huda Desa
Situmekar Kecamatan Cisitu Kabupaten Sumedang, terdapat 1 kelas dengan
jumlah siswa keseluruhan 45 orang dengan kategori usia rata-rata 4-6 tahun.
Jumlah guru yang ada 4 orang. Pada kenyataan yang terjadi di lapangan di RA
Babul Huda tahun ajaran 2015/2016 bahwa sekitar 25 anak dari jumlah 40
anak yang hadir perkembangan motorik anak khususnya motorik halus saat
menggunakan pensil seluruh jari digunakan, pernyataan ini berdasarkan hasil
pengamatan yang dilakukan peneliti pada saat kegiatan pembelajaran di RA
Babul Huda Sumedang kurangnya kondisi yang diciptakan guru, karena guru

lebih sering menggunakan media LKA (Lembar Kerja Anak) dengan kegiatan
menulis dan mewarnai. Karena tuntutan orangtua yang menginginkan anaknya
dapat membaca, menulis dan berhitung atau yang biasa disebut calistung itu
sebabnya guru di RA Babul Huda Sumedang

lebih sering menggunakan

media LKA. Meskipun anak dapat menulis dan mewarnai tetapi melihat
bahwasanya cara anak memegang pensil masih dengan menggenggam seluruh
pensilnya dan belum dapat menulis dengan menggunakan jempol dan
telunjuk. Pengembangan keterampilan motorik anak seringkali terabaikan atau
dilupakan oleh orangtua, atau guru itu sendiri.
Kemampuan motorik halus anak di RA Babul Huda Sumedang masih
belum optimal dikarenakan guru masih kurang menstimulasi kemampuan anak
dan dengan sarana yang kurang difasilitasi dan akibatnya anak kurang
diobservasi

motoriknya

khususnya

motorik

halus.

Pengembangan

keterampilan motorik seringkali terabaikan. Di setiap harinya anak hanya


diajarkan tentang cara membaca, menulis, dan menghitung atau yang biasa
disebut dengan calistung. Oleh karena itu, kemampuan motorik halus dan
kegiatan bermain adalah hal yang mendasar untuk dipahami dalam rangka
mengoptimalkan kemampuan anak usia pra sekolah. Karena RA untuk usia
pra sekolah itu hanya persiapan bisa menulis untuk ke sekolah dasar.
Berdasarkan
penelitian

dengan

fenomena diatas maka peneliti ingin melakukan


judul

PENGARUH

PENGGUNAAN

ALAT

PERMAINAN EDUKATIF TERHADAP PERKEMBANGAN MOTORIK


HALUS ANAK USIA PRA SEKOLAH DI RA BABUL HUDA DESA

SITUMEKAR KECAMATAN CISITU KABUPATEN SUMEDANG PADA


TAHUN 2016.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan fenomena masalah yang diteliti, maka perumusan
masalah penelitian ini adalah apakah ada pengaruh alat permainan edukatif
terhadap perkembangan motorik halus anak usia pra sekolah di RA Babul
Huda Desa Situmekar Kecamatan Cisitu Kabupaten Sumedang pada tahun
2016.

1.3 Tujuan Penelitian


1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh penggunaan alat permainan edukatif
terhadap perkembangan motorik halus anak usia pra sekolah di RA Babul
Huda Desa Situmekar Kecamatan Cisitu Kabupaten Sumedang pada tahun
2016.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui rata-rata perkembangan motorik halus sebelum
penggunaan alat permainan edukatif (APE) pada anak usia pra sekolah
di RA Babul Huda Desa Situmekar Kecamatan Cisitu Kabupaten
Sumedang pada tahun 2016.

b. Untuk mengetahui rata-rata perkembangan motorik halus sesudah


penggunaan alat permainan edukatif (APE) pada anak usia pra sekolah
di RA Babul Huda Desa Situmekar Kecamatan Cisitu Kabupaten
Sumedang pada tahun 2016.
c. Untuk mengetahui pengaruh alat permainan edukatif (APE) terhadap
perkembangan motorik halus anak usia pra sekolah di RA Babul Huda
Desa Situmekar Kecamatan Cisitu Kabupaten Sumedang pada tahun
2016.
.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritik
Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan untuk
pengembangan keperawatan khususnya keperawatan anak yaitu jenis
permainan yang menstimulus.
2. Manfaat Praktis
a. Sekolah
Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi sekolah untuk
dijadikan acuan dalam merencanakan upaya-upaya untuk menstimulasi
perkembangan anak pra sekolah melalui permainan edukatif dan
menyediakan alat-alat permainan.

b. Orang Tua
Memberikan stimulasi untuk perkembangan motorik halus dengan
diberikannya permainan edukatif yang bersifat mendidik sehingga
perkembangan motorik halus dapat terstimulasi.

Anda mungkin juga menyukai