Anda di halaman 1dari 12

LABORATORIUM KIMIA FARMASI

PROGRAM STUDI S-1 FARMASI F-MIPA


UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS
PERCOBAAN II
PENENTUAN NILAI Rf DARI PARASETAMOL, ANTALGIN,
FENILBUTAZON MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS

Disusun Oleh:
Noor Qamariah
J1E114021
Kelompok V

PROGRAM STUDI S-1 FARMASI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2015

LABORATORIUM KIMIA FARMASI


PROGRAM STUDI S-1 FARMASI F-MIPA
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

PERCOBAAN II
PENENTUAN NILAI Rf DARI PARASETAMOL, ANTALGIN,
FENILBUTAZON MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS

Asisten

Nilai Laporan Awal

(Novieta Setiani Noor) Tanggal Praktikum :


(Rizki Hardianti)
26 Maret 2015

Nilai Laporan Akhir

Tanggal Dikumpul :
30 Maret 2015

PROGRAM STUDI S-1 FARMASI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2015

PERCOBAAN II
PENENTUAN NILAI Rf DARI PARASETAMOL, ANTALGIN,
FENILBUTAZON MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS
I.

TUJUAN
Tujuan dari percobaan ini adalah menetapkan nilai Rf parasetamol, antalgin
dan fenilbutazon menggunakan metode Kromatografi Lapis Tipis.

II.

TINJAUAN PUSTAKA
II.1
Dasar Teori
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan cara cepat dan
mudah untuk melihat kemurnian suatu sampel maupun karakterisasi
sampel dengan menggunakan standar. Cara ini praktis untuk analisis
skala kecil karena hanya memerlukan bahan yang sangat sedikit dan
waktu yang dibutuhkan singkat. Kemurnian suatu senyawa bisa dilihat
dari jumlah bercak yang terjadi pada plat KLT atau jumlah puncak
pada kromatogram KLT. Uji kualitatif dengan KLT dapat dilakukan
dengan membandingkan waktu retensi kromatogram sampel dengan
kromatogram senyawa standar (Markham, 1988).
Kromatografi lapis tipis ialah metode pemisahan fisiko kimia.
Lapisan yang memisahkan, yang terdiri atas bahan berbutir-butir (fase
diam), ditempatkan pada penyangga berupa pelat gelas, logam, atau
lapisan yang cocok. Campuran yang akan dipisah berupa larutan,
ditotolkan berupa bercak atau pita (awal). Setelah pelat atau
lapisanditaruh di dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan
pengembang yang cocok (fase gerak). Pemisahan terjadi selama
perambatan kapiler (pengembangan). Selanjutnya senyawa yang tidak
berwarna harus ditampakkan (dideteksi). Untuk campuran yang tidak
diketahui, lapisan pemisah (sifat penjerap) dan sifat larutan
pengembang harus dipilih dengan tepat, karena keduanya bekerja
sama untuk mencapai pemisahan. Selain itu, hal yang juga penting
adalah memilih kondisi kerja yang optimum yang meliputi sifat
pengembangan, atmosfer, bejana, dan lain-lain. (Stahl, 1985)

Kromatografi lapis tipis merupakan cara analisis cepat yang


memerlukan bahan sedikit, baik penyerap maupun cuplikannya.
Kromatografi Lapis Tipis dapat digunakan untuk memisahkan
senyawa yang hidrofobik seperti lemak dan karbohidrat. Kromatografi
Lapis Tipis dapat digunakan untuk menentukan eluen pada analisis
kromatografi kolom dan isolasi senyawa murni dalam skala kecil.
Pelarut yang dipilih untuk pengembang pada Kromatografi Lapis Tipis
disesuaikan dengan sifat kelarutan senyawa yang dianalisis. Sebagai
fase diam digunakan silika gel, karena tidak akan bereaksi dengan
senyawa atau pereaksi yang reakstif. (Khopkar, 2008)
Beberapa keuntungan kromatografi lapis tipis :
1. KLT lebih murah dan mudah dalam pelaksanaanya disbanding
kromatografi kolom
2. Peralatan yang digunakan lebih sederhana, digunakan untuk tujuan
analisis.
3. Dapat dilakukan dilakukan elusi secara menaik (ascending),
menurun (descending) atau dengan cara elusi dua dimensi.
4. Identifikasi pemisahan komponen dapat dilakukan dengan pereaksi
warna, fluoresensi atau radiasi dengan menggunakan sinar
ultraviolet. (Gandjar ,2007)
Titik tempat campuran ditotolkan pada ujung pelat atau
lembaran disebut titik awal dengan cara menempatkan cuplikan itu
disana disebut penotolan. Garis depan pelarut adalah bagian atas fase
gerak atau pelarut ketika ia bergerak melalui lapisan, dan setelah
pengembangan selesai , merupakan tinggi maksimum yang diperoleh
pelarut. Perilaku senyawa tertentu di dalam sistem kromatografi
tertentu dinyatakan dengan harga Rf. Angka ini diperoleh dengan
membagi jarak yang ditempuh oleh bercak linarut dengan jarak yang
ditempuh oleh garis depan pelarut. Keduanya diukur dari titk awal dan
harga Rf beragam mulai dari 0 sampai 1 (Gritter,1991).
Nilai Rf obat digubungkan dengan koefisien partisi secara
matematika. Plat lapis tipis atau lembaran kertas diberi lapisan awal
dengan fase organik (biasanya paraffin atau oktanol) dan biarkan

mongering. Sampel kemudian diletakkan pada plat dan plat dibiarkan


mengembang. Fase gerak yang digunakan, dapat berupa air atau
campurannya air dengan pelarut organic yang dapat bercampur (seerti
aseton) untuk meningkatkan kelarutan obat. Setelah plat mengembang,
bercak-bercak yang terbentuk segera dilihat (dengan menggunakan
lampu ultraviolet jika obat tersebut memiliki gugus kromofor, atau
dengan uap iodin jika obat tidak memiliki gugus kromofor), dan Rf
masing-masing bercak ditentukan. Rf adalah hasil pembagian antara
jarak perpindahan bercak dengan jarak pengembangan pelarut, dan
dituliskan dalam bentuk desimal (Cairns, 2004).
Nilai hRf tiap bercak dibandingkan dengan nilai hRf standar
rhodamin. Penampakan bercak dipertajam dengan menggunakan
lampu UV 254 nm dan 366 nm serta visualisasi dengan menggunakan
pereaksi semprot H2 SO4 dan HCl pekat. Nilai hRf yang sama, adanya
pemadaman pada UV 254 nm, fluoresensi pada UV 366 nm, warna
merah muda dengan pereaksi semprot HCl dan warna jingga dengan
pereaksi semprot H2 SO menandakan adanya zat warna rhodamin B
dalam sampel (Djalil, dkk., 2005).
II.2
1.

Uraian Bahan
Antalgin
Nama Resmi
Nama Latin

: Metampiron
: Methampyronum

Struktur Kimia

: C13H16N3NaO4S.H2O

Pemerian

: Serbuk hablur, putih atau putih kekuningan.

Kelarutan

: Mudah larut dalam air, dalam etanol, tidak


larut dalam eter

Indikasi

: Analgetikum, antipiretikum

BM

: 351,37

Penyimpanan

: Dalam wadah tertutup baik

(Depkes RI, 1979).


2. Etil Asetat
Nama Resmi

: Asam Asetat Cuka

Nama Latin

: Acidum Aceticum Glaciale

Struktur Kimia

: C2H2O2

Pemerian

: Cairan jernih, tidak berwarna, bau khas,


tajam, rasa asam

Kelarutan

: Dapat dicampur dengan air, dengan etanol


95% dan gliserol P

Indikasi

: Zat tambahan

BM

: 60,05

Penyimpanan

: Dalam wadah tertutup rapat.

(Depkes RI, 1979).


3. Fenilbutazon
Nama Resmi

: Fenilbutazon

Nama Latin

: Phenylbutazonum

Struktur Kimia

: C19H20N2O2

Pemerian

: Serbuk hablur, putih atau agak putih, tidak


berbau

Kelarutan

: Sangat sukar larut dalam air, mudah larut


dalam aseton dan dalam eter, larut dalam
etanol

Indikasi

: Antiseptik

BM

: 308,38

Penyimpanan

: Dalam wadah tertutup rapat

(Depkes RI, 1979).


4. N-Heksan
Nama Resmi

: Heksamina

Nama Latin

: Hexaminum

Struktur Kimia

: CH3(CH2)4CH3

Pemerian

: Hablur mengkilap tak berwarna atau serbuk


hablur, tidak berbau, rasa membakar manis
kemudian agak pahit

Kelarutan

: Larut dalam 1,5 bagian air dalam 12,5 etanol


(95%) P dan dalam lebih kurang 10 bagian
klorofom P

Indikasi

: Pelarut organik

BM

: 86,18

Penyimpanan

: Dalam wadah tertutup baik

(Depkes RI, 1979).


5. Paracetamol
Nama Resmi

: Acetaminofen

Nama Latin

: Acetaminophenum

Struktur Kimia

: C3H9NO2

Pemerian

: Hablur atau serbuk hablur putih tidak berbau,


rasa pahit

Kelarutan

: Larut dalam 70 bagian air dalam 7 bagian


etanol (95%) dalam 13 bagian aseton dalam
40 bagian gliserol dan dalam 9 bagian
propilenglikol; larut dalam larutan alkali
hidroksida

Indikasi

: Analgetik Antipiretik, sebagai sempel

BM

: 151,16

Penyimpanan

: Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari


cahaya

(Depkes RI, 1979).


III.

PROSEDUR PENETAPAN KADAR


1. Antalgin
Timbang saksama lebih kurang 200 mg, larutkan dalam 5 ml air.
Tambahkan 5 ml asam klorida 0,02 N dan segera titrasi dsengan iodium
0,1 N LV, menggunakan indicator kanji LP, dengan sekali-sekali dikocok
hingga terjadi warna biru mantap selama 2 menit (Depkes RI, 1995).
2. Etil Asetat
Timbang saksama 750 mg, larutkan dalam 5 ml etanol (95%) P bebas
karbondioksida dan telah dinetralkan terhadap larutan fenolftalein P.

Tambahkan 20,0 ml kalium hidroksida etanol 0,5 N, refluks selama 90


menit. Encerkan dengan 20 ml air. Titrasi dengam asam klorida 0,5 N,
menggunakan indikator larutan fenolftalein P, lakukan penetapan blangko
(Depkes RI, 1979).
3. Fenilbutazon
Timbang saksama 100 mg, larutkan dalam 20 ml air yang terdapat
dalam labu lodum, tambahkan 50,0 ml brom 0,1 N, kemudian 5 ml asam
klorida P, tutup segera. Kocok labu, biarkan selama 15 menit. Tambahkan
segera diatas tutup, 10 ml larutan kalium iodide P 10% b/v, tutup, biarkan
selama 5 menit, kocok hati-hati, angkat tutup, bilas tutup dan leher labu
dengan sedikit air.titrasi dengan natrium tiosulfat 0,1 N menggunakan
indicator larutan kanji P. Lakukan penetapan blangko (Depkes RI, 1979).
4. N-Heksan
Timbang saksama 1 g, masukkan ke dalam gelas kimia, tambahkan
40 ml asam sulfat 1 N. Dididihkan perlahan-lahan hingga tidak berbau
formaldehida, sambil tiap kali mengganti air yang hilang karena
penguapan, dinginkan, tambahkan 20 ml air. Titrasi dengan natrium
hidroksida 1 N menggunakan indicator merah meil P (Depkes RI, 1979).
5. Paracetamol
Lakukan penetapan menurut Cara II yang tertera pada Titrasi bebas air
menggunakan 400 mg yang ditimbang saksama, larutkan dalam 90 ml
dimetilfomamida P, sebagai titran tetrabutilamonium hidroksida 0,1 N,
titik akhir ditetapkan secara potensiometrik (Depkes RI,1979).
IV.

PRINSIP
IV.1
Prinsip Kerja
Prinsip kerja kromatografi lapis tipis adalah sebagai berikut:
1. Contoh bahan yang akan dipisahkan (fase bergerak) dilewatkan
pada media tetap (fase stasioner).
2. Molekul-molekul berbeda yang terkandung dalam contoh bahan
akan mempunyai interaksi yang berbeda dengan media tetap.
3. Molekul yang mempunyai interaksi kuat dengan fase stasioner
akan lewat lebih lambat dibandingkan dengan molekul yang
mempunyai interaksi lebih lemah.

4. Dengan cara ini, jenis molekul yang berbeda dapat dipisahkan


selagi molekul tersebut selagi molekul tesebut bergerak/melewati
fase stasioner.
V.

ALAT DAN BAHAN


V.1
Alat
Alat alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah :
1. Batang pengaduk
2. Chamber
3. Gelas beker
4. Gelas ukur
5. Kaca arloji
6. Lampu UV
7. Mortir dan stamper
8. Oven
9. Pipa kapiler
10. Pipet tetes
11. Pipet ukur 10 ml
12. Plat KLT
13. Pro pipet
14. Timbangan analitik
V.2

Bahan
Bahan bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

VI.

Antalgin
Etil asetat
Fenilbutazon
Kertas Saring
Kloroform
N - Heksan
Paracetamol

CARA KERJA
VI.1

Penyiapan Sampel (Antalgin & Paracetamol)


Sampel
(Antalgin & Paracetamol)

Hasil

Ditimbang 50 mg dan digerus


Dilarutkan dengan etanol

VI.2

Pengaktifan Plat
Plat KLT

Dibuat pola atau garis batas 0,5 cm dan bawah 1 cm


Dimasukkan ke dalam oven pada suhu 1050C
selama 10 menit

Hasil
VI.3

Penjenuhan Chamber
N-Heksan : Etil Asetat
Dicampur dengan perbandingan 3:7 bagian volume
Dimasukkan ke dalam chamber setinggi 1 cm
Kertas Saring
Dipotong dengan ukuran melebihi chamber
Dimasukkan dalam chamber
Ditutup chamber hingga kertas saring basah
Hasil

VI.4

Penotolan
Plat KLT

Ditotolkan sampel diatas garis bagian bawah plat

Hasil

VI.5

Elusi
Plat KLT yang sudah
ditotolkan

Hasil

VI.6

Pengamatan
Plat KLT

Dimasukkan ke dalam chamber yang berisi elusi


Ditutup dan dibiarkan sampai batas atas

Hasil

Dikeluarkan dari chamber


Dimasukkan ke dalam UV 254 dan UV 366
Diamati jaraknya dan didokumentasikan

DAFTAR PUSTAKA

Cairns, D. 2004. Intisari Kimia Farmasi Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta.
Depkes

RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan RI.


Jakarta.

Gandjar. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.


Gritter, J.R. 1991. Kromatografi. Penerbit Institut Teknologi Bandung, Bandung.
Khopkar, S. M. 2008. Konsep Kimia Dasar Analitik. UI-Press, Jakarta.
Markham,K.R., Cara Mengidentifikasi Flavonoid. Penerbit ITB, Bandung.
Stahl. 1984. Analisis obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi. ITB, Bandung.
Utami, W., dan A. Suhendi. 2009. Analisis Rhodamin B Dalam Jajanan Pasar Dengan
Metode Kromatografi Lapis. Jurnal Penelitian Sains & Teknologi. 10(2):148155.

Anda mungkin juga menyukai