Anda di halaman 1dari 35

WRAP UP

SKENARIO 2
NYERI PERUT KANAN ATAS

Kelompok B-16
Ketua

: Rizal Fadhlurrahman

1102012250

Sekretaris : Maya Dwi Anggraeni

1102011157

Muhammad Rifki Faiz

1102012180

Nabilah Fajriah Barsah

1102012187

Novita Fitri

1102012201

Relanfa Farando

1102012234

Reza Ardi Wibowo

1102012242

Tesha Islami Monika

1102012293

Rizka Metya

1102010250

Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi


2014/2015
1

SKENARIO 2
NYERI PERUT KANAN ATAS

Seorang laki-laki berumur 54 tahun, berobat ke poli penyakit dalam. Pasien


mengeluhkan nyeri pada perut kanan atas yang dialami sejak 6 bulan lalu, hilang timbul namun
dua bulan terakhir nyeri semakin sering. Merasa mual dan selera makan berkurang sejak 4 bulan
yang lalu sehingga berat badan berkurang 15 kg. Dari anamnesis diketahui pasien pernah terkena
hepatitis 15 tahun yang lalu dan sering mengkonsumsi alkohol.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan BB 45 kg dengan TB 165 cm. Tekanan Darah dan
tanda vital lainnya normal. Pemeriksaan abdomen Hepatomegali, dengan permukaan hati
bernodul, tepi tumpul dan nyeri tekan (+). Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan
peningkatan serum transaminase SGPT dan SGOT dengan bilirubin normal, Alpha Feto Protein
(AFP) 1000 U/L (normal : <10U/L), anti - HCV positif. Setelah diberikan analgetik dan
hepatoprotektor nyeri mereda. Setelah dilakukan pemeriksaan USG dan biopsy hati pasien
didiagnosis karsinoma hepatoseluler. Pasien dianjurkan untuk menjalani transplantasi hati.
Pasien meminta waktu untuk berkonsultasi dengan seorang ulama.

KATA-KATA SULIT
1.
2.
3.
4.

Hepatitis
AFP
Hepatoprotektor
Karsinoma Hepatoseluler

Jawab :
1. Hepatitis
Istilah yang dipakai untuk semua jenis peradangan pada sel-sel hati , yang bisa
disebabkan oleh infeksi (virus, bakteri, parasit), obat-obatan (termasuk obat tradisional),
konsumsi alcohol, lemak yang berlebihan dan penyakit autoimmune. Ada 5 jenis hepatitis
virus yaitu hepatitis A, B, C, D, dan E.
2. AFP (Alpha feto Protein)
Protein serum normal yang disintesis oleh hati selulosa sebagai petanda untuk adanya
tumor.
3. Hepatoprotektor
Senyawa obat yang diberikan untuk perlindungan hati dari kerusakan yang ditimbulkan
oleh racun atau obat.
4. Karsinoma Hepatoseluler
merupakan tumor ganas hati primer yang berasal dari hepatosit.

PERTANYAAN :
1. Apakah ada hubungannya atau tidak penyakit hepatitis menjadi karsinoma ?
2. Apakah ada pemeriksaan laboratorium lain untuk kasus ini ?
3. Kenapa SGOT & SGPT meningkat padahal bilirubinnya normal ?
3

4. Bagaimana hubungannya mengkonsumsi alkohol dengan penyakit tersebut ?


5. Adakah alternatif lain selain melakukan transplantasi ?
6. Mengapa mengalami mual dan selera makan berkurang ?
7. Adakah nyeri riwayat lain selain hepatitis C ?
8. Kenapa AFP meningkat dan Anti HCV positif ?
9. Kenapa nyeri hilang timbul ?
10. Kenapa terdapat hepatomegali ?
11. Apa indikasi melakukan transplantasi ?
12. Apa hukum melakukan transplantasi menurut pandangan Islam ?
13. Adakah gejala lain dari karsinoma hepatoseluler ?

Jawab :
1. Ada hubungannya karena hepatitis kronik dapat menjadi karsinoma hepatoseluler.
2. Pemeriksaan Lab lain :
- Prothrombin time
- Vitamin K
- Sintesis Albumin
Pemeriksaan Penunjang :
- Ct Scan
- MRI
- USG
3. SGOT & SGPT meningkat dan bilirubinnya normal, karena adanya kerusakan hati serta
karena tidak ada gangguan pada jalur bilirubin.
4. Hubungannya dengan alkohol adalah karena alkohol merupakan penyebab yang dapat
menimbulkan serosis hati.
5. Dilihat dari stadiumnya.
Stadium awal : Kemoterapi dan operasi
Stadium Terminal : simptomatik
6. Karena adanya pembesaran hati kemudian mendesak saluran gastrointestinal maka akan
menyebabkan perut terasa penuh.
7. Riwayat lain : Asites, anemia, sindrom paraneoplastik (hiperkalsemia, hipoglikemia,
polisitemia), perdarahan pada saluran gastrointestinal, dan splenomegali.
8. AFP meningkat menunjukkan adanya tumor.
Anti HCV +adanya riwayat hepatitis.
9. Nyeri hilang timbul karena pertumbuhan tumor yang cepat sehingga menambah regangan
pada kapsul hati.
10. Karena terjadinya kerusakan dan fungsi hati mengalami gangguan serta kerja hati
menjadi semakin keras.
11. Indikasi transplantasi : Sirosis hati dan HCC stadium terminal.
12. Hukum melakukan transplantasi yaitu mendahulukan yang hidup daripada mati. Menurut
ulama berbeda pendapat, ada yang membolehkan dan ada pula yang mengharamkan,
4

seiring dengan pemahaman tentang batasan berobat dengan menggunakan organ manusia.
Dan boleh dilakukan apabila kondisinya darurat pada saat pengobatan.
13. Gejala lain dari HCC : Asites, anemia, sindrom paraneoplastik (hiperkalsemia,
hipoglikemia, polisitemia), perdarahan pada saluran gastrointestinal, dan splenomegali.

HIPOTESIS
Faktor-faktor resiko (Alkohol, Hepatitis B, C)

Virus

Infeksi Kronik
5

Jaringan Fibrosis

Sirosis

HCC

Stadium awal : Kemoterapi dan


operasi
Stadium Terminal : simptomatik

Gejala : mual, berat badan menurun, tidak napsu makan,


nyeri hilang timbul, asites, anemia, sindrom paraneoplastik
(hiperkalsemia,,hipoglikemia,polisitemia), perdarahan pada
saluran gastrointestinal, dan splenomegali.

Transplantasi sesuai dengan


kaidah/pandangan Islam

Pemeriksaan Lab lain :


Prothrombin time, Vitamin K, Sintesis Albumin.
Pemeriksaan Penunjang :
Ct Scan, MRI, USG.

SASARAN BELAJAR SKENARIO 2


1. Memahami dan menjelaskan Karsinoma Hepatoseluler
1.1 Definisi
1.2 Epidemiologi
1.3 Etiologi
1.4 Klasifikasi
1.5 Patofisiologi
1.6 Manifestasi
1.7 Diagnosis & Diagnosis banding
1.8 Tatalaksana
6

1.9 Komplikasi
1.10 Prognosis
1.11 Pencegahan
2. Memahami dan Menjelaskan Transplantasi Menurut Pandangan Islam

1. Memahami dan menjelaskan Karsinoma Hepatoseluler


1.1 Definisi
Kanker hati (hepatocellular carcinoma) adalah suatu kanker yang timbul dari
hati. Ia juga dikenal sebagai kanker hati primer atau hepatoma. Hati terbentuk dari
tipe-tipe sel yang berbeda (contohnya, pembuluh-pembuluh empedu, pembuluhpembuluh darah, dan sel-sel penyimpan lemak). Bagaimanapun, sel-sel hati
(hepatocytes) membentuk sampai 80% dari jaringan hati. Jadi, mayoritas dari
kanker-kanker hati primer (lebih dari 90 sampai 95%) timbul dari sel-sel hati dan
disebut kanker hepatoselular (hepatocellular cancer) atau Karsinoma (carcinoma).

Hepatoma (karsinoma hepatoseluler) adalah kanker yang berasal dari sel-sel


hati. Hepatoma merupakan kanker hati primer yang paling sering ditemukan.
Tumor ini merupakan tumor ganas primer pada hati yang berasal dari sel
parenkim atau epitel saluran empedu atau metastase dari tumor jaringan lainnya.
1.2 Epidemiologi
Di Amerika Serikat sekitar 80%-90% dari tumor ganas hati primer adalah
hepatoma. Angka kejadian tumor ini di Amerika Serikat hanya sekitar 2% dari
seluruh karsinoma yang ada. Sebaliknya di Afrika dan Asia hepatoma adalah
karsinoma yang paling sering ditemukan dengan angka kejadian 100/100.000
populasi. Lebih dari 80% pasien hepatoma menderita sirosis hati. Hepatoma biasa
dan sering terjadi pada pasien dengan sirosis hati yang merupakan komplikasi
hepatitis virus kronik. Hepatitis virus kronik adalah faktor risiko penting
hepatoma, virus penyebabnya adalah virus hepatitis B dan C. Bayi dan anak kecil
yang terinfeksi virus ini lebih mempunyai kecenderungan menderita hepatitis
virus kronik daripada dewasa yang terinfeksi virus ini untuk pertama kalinya.
Pasien hepatoma 88% terinfeksi virus hepatitis B atau C.
Karsinoma hepatoseluler (hepatocelluler carcinoma=HCC) adalah salah satu
keganasan yang paling umum di seluruh dunia. Insiden global setiap tahunnya
ialah sekitar 1 juta kasus, dengan perbandingan laki-laki dan wanita sekitar 4:1.
Tingkat kejadian sama dengan tingkat kematian. Di Amerika Serikat, terdapat
19.160 kasus baru dan 16.780 kematian yang tercatat pada tahun 2007. Tingkat
kematian pada laki-laki di negara-negara kejadian rendah seperti Amerika Serikat
adalah 1,9 per 100.000 per tahun; di daerah-daerah dengan insidensi menengah
seperti Austria dan Afrika Selatan, angka kematian tahunan berkisar 5,1-20,0 per
100.000, dan pada daerah dengan insidensi yang tinggi seperti di Asia (Cina dan
Korea), angka kematian 23,1-150 per 100.000 per tahun.
Di Indonesia (khususnya Jakarta) HCC ditemukan antara 50 dan 60 tahun, dengan
predominasi pada laki-laki. Rasio antara kasus laki-laki dan perempuan berkisar
antara 2-6 : 1.
Tabel. Angka Insidensi Penyakit Karsinoma Hepatoseluler Berdasarkan Jenis
Kelamin Dan Wilayah Geografis.

Negara
Argentina
Brazil, Recife
Brazil, Sao Paulo

100.000 Orang Per


Tahun
Laki-Laki
Perempuan
6
2.5
9.2
8.3
3.8
2.6
8

Mozambique
South Africa, Cape:
Black
South Africa, Cape:
White
Senegal
Nigeria
Gambia
Burma
Japan
Korea
China, Shanghai
India, Bombay
India, Madras
Great Britain
France
Italy, Varese
Norway
Spain, Navarra

112.9
26.3

30.8
8.4

1.2

0.6

25.6
15.4
33.1
25.5
7.2
13.8
34.4
4.9
2.1
1.6
6.9
7.1
1.8
7.9

9
3.2
12.6
8.8
2.2
3.2
11.6
2.5
0.7
0.8
1.2
2.7
1.1
4.7

1.3 Etiologi
Dewasa ini hepatoma dianggap terjadi dari hasil interaksi sinergis multifaktor dan multifasik,
melalui inisiasi, akselerasi, dan transformasi, serta peran onkogen dan gen terkait. Walaupun
penyebab pasti hepatoma belum diketahui, tetapi sudah dapat diprediksi factor risiko yang
memicu hepatoma, yaitu:
1

Virus hepatitis B (HBV)


Karsinogenitas virus hepatitis B terhadap hati mungkin terjadi melalui proses inflamasi
kronik, peningkatan proliferasi hepatosit, integrasi HBV DNA ke dalam DNA sel
9

penjamu, dan aktifitas protein spesifik-HBV berintegrasi dengan gen hati. Pada dasarnya,
perubahan hepatosit dari kondisi inaktif (quiescent) menjadi sel yang aktif bereplikasi
menentukan tingkat karsinogenitas hati. Siklus sel dapat diaktifkan secara tidak langsung
oleh kompensasi proliferatif merespons nekroinflamasi sel hati, atau akibat dipicu oleh
2

ekspresi berlebihan suatu atau beberapa gen yang berubah akibat HBV.
Virus hepatitis C (HCV)
Hepatokarsinogenesis akibat infeksi HCV diduga melalui aktifitas nekroinflamasi kronik
dan sirosis hati. Dalam meta analisis penelitian, disimpulkan bahwa risiko terjadinya
hepatoma pada pengidap infeksi HCV adalah 17 kali lipat dibandingkan dengan risiko

pada bukan pengidap.


Sirosis hati
Sirosis hati merupakan faktor risiko utama hepatoma di dunia dan melatarbelakangi lebih
dari 80% kasus hepatoma. Komplikasi yang sering terjadi pada sirosis adalah asites,
perdarahan saluran cerna bagian atas, ensefalopati hepatika, dan sindrom hepatorenal.
Sindrom hepatorenal adalah suatu keadaan pada pasien dengan hepatitis kronik,
kegagalan fungsi hati, hipertensi portal, yang ditandai dengan gangguan fungsi ginjal dan

sirkulasi darah. Sindrom ini mempunyai risiko kematian yang tinggi.


Aflatoksin
Aflatoksin B1 (AFB1) merupakan mikotoksin yang diproduksi oleh jamur Aspergillus.
Dari percobaan binatang, diketahui bahwa AFB1 bersifat karsinogenik. Metabolit AFB1
yaitu AFB 1-2-3-epoksid merupakan karsinogen utama dari kelompok aflatoksin yang
mampu membentuk ikatan dengan DNA maupun RNA. Salah satu mekanisme
hepatokarsinogenesisnya ialah kemampuan AFB1 menginduksi mutasi pada kodon 249

dari gen supresor tumor p53.


Obesitas
Obesitas merupakan faktor risiko utama untuk non-alcoholic fatty liver disease
(NAFLD), khususnya nonalcoholic steatohepatitis (NASH) yang dapat berkembang
menjadi sirosis hati dan kemudian dapt berlanjut menjadi Hepatocelluler Carcinoma

(HCC).
Diabetes mellitus
Pada penderita DM, terjadi perlemakan hati dan steatohepatis non-alkoholik (NASH). Di
samping itu, DM dihubungkan dengan peningkatan kadar insulin dan insulin-like growth

hormone faktors (IGFs) yang merupakan faktor promotif potensial untuk kanker
Alkohol

10

Meskipun alkohol tidak memiliki kemampuan mutagenik, peminum berat alkohol


8

berisiko untuk menderita hepatoma melalui sirosis hati alkoholik.


Faktor risiko lain
Bahan atau kondisi lain yang merupakan faktor risiko hepatoma namun lebih jarang
ditemukan, antara lain:
a Penyakti hati autoimun : hepatitis autoimun, PBS/sirosis bilier primer
b Penyakit hati metabolik : hemokromatosis genetik, defisiensi antiripsin-alfa1, Wilson
c
d

disease
Kontrasepsi oral
Senyawa kimia : thorotrast, vinil klorida, nitrosamine, insektisida organoklorin, asam
tanik

1.4 Klasifikasi
Tumor ganas pada hati di bagi dua :
1. Tumor Ganas Hati Primer
Berasal dari sel Hepatosit = HCC,fibrolamelar dan hepatoblastoma
Berasl dari sel epitel bilier : kolangiokarsinoma dan sistoadenokarsinoma
Berasal dari sel mesenkim : angioksarkoma dan leiomiosarkoma
2. Tumor ganas Hati Sekunder
Berasal dari metastasis sel tumor ganas lain

11

STAGING
Table. Fibrosis score

Table.
Histologic

12

Fibrosis score (F)


Fibrosis score as defined by Ishak is recommended because of its
grade
(G) uses a 0prognostic value in overall survival.Histologic
This scoring
system
G1 Well differentiated
6 scale.
G2Fibrosis
Moderately
F0
score 0-4 (none to
differentiated
moderate fibrosis)
G3 orPoorly
differentiated
F1 Fibrosis score 5-6 (severe fibrosis
cirrhosis)
G4 Undifferentiated
Klasifikasi BCIC ada 4 golongan
1. Stadium dini
:
tumor dapat soliter (berukuran > 5cm) atau terdiri atas 2-3 nodul (tidak
melebihi 3cm)
2. Stadium intermediate :
tumor berukuran besar atau multifocal,tidak ada gangguan faaL Hati, tidak
ada gejala yang berhubungan dengan kanker serta Tidak ada invasi vascular
3. Stadium lanjut
:
terdapat gejala yang berhubungan dengan kanker atau invasi vascular atau
penyebaran ekstra hepatik.
4. Stadium akhir (end stage) :
terdapat gangguan faal hati berat, disertai dengan kanker berat yang disertai
dengan keadaan umum yang buruk
Gambaran makroskopik :
1

Nodular multifokal : Banyak tersebar di hati, berwarna keruh kekuningan, dan


biasanya terdapat satu nodul yang lebih besar dari yang lain

Massif multifocal : tumor berukuran besar dan menempati salah satu lobus. Kadang
menyebabkan pendarahan spontan dalam rongga perut karena pecahnya simpai tumor

Difus : sulit dibedakan dengan sirosis makronodular

Gambaran mikroskopik :
Bentuk trabekular atau sinusoid, sedangkan bentuk lain seperi pseudoglandular atau
asiner yang jarang ditemukan. Bentuk fibrolamelar biasanya ditemukan pada
penderita muda dan tidak berhubungan dengan sirosis.
13

1.5 Patofisiologi

Klasifikasi Child-Pugh

Metastasis intrahepati dapat melalui pembuluh darah, saluran limfe atau infiltrasi
langsung. Metastasis Ekstrahepatik dapat melibatkan vena hepatica, vena porta atau
vena kava. Dapat terjadi metastasis pada varises oesophagus dan di paru. Metastasis
sistemik seperti ke kelenjar getah bening di porta hepatis tidak jarang terjadi, dan dapat
juga sampai di mediastinum. Bila sampai di peritoneum, dapat menimbulkan asites
hemoragik, yang berarti sudah memasuki stadium terminal.
14

Patogenesis pasti HCC tidak diketahui. Namun jelas bahwa hepatokarsinogenesis


merupakan suatu proses bertingkat yang melibatkan interaksi antara faktor eksogen dan
faktor endogen, mekanisme karsinogen langsung (misalnya bahan kimia tertentu dan
karsinogenesis virus (HBV)) dan karsinogenik tidak langsung (misalnya nekroinflamasi
kronis; lihat Gambar 5). Proses nekroinflamasi kronis ditandai oleh destruksi berulang
parenkim hepar yang disertai stimulasi regenerasi dan remodelling hepar yang terus
menerus.
Bahan-bahan sitokin dan imunomodulator seperti interleukin, interferon, tumor necrosis
factor-, protease, dan faktor-faktor pertumbuhan dilepaskan dan dapat memicu
timbulnya fokus-fokus praganas dari hepatosit yang mengalami displasia yang dapat
berujung pada transformasi ganas. Patogenesis molekuler HCC tidaklah seragam. HCC
adalah tumor yang secara genetik sangat heterogen, dengan abnormalitas kromosom
yang multipel walaupun tidak semuanya terekspresi pada suatu HCC. Mutasi gen DNA,
modifikasi epigenetik dari gen supresor tumor, kerentanan genetik akibat polimorfisme
genetik dalam enzim-enzim yang memetabolisme obat, berbagai faktor pertumbuhan
(seperti misalnya insulin-like growth factors, epidermal growth factors/EGF,
transforming growth factor-/TGF-) tampaknya memiliki peran dalam patogenesis
HCC.
1.6 Manifestasi Klinis
Hepatoma Sub Klinis
Yang dimaksud hepatoma fase subklinis atau satdium dini adalah pasien yang
tanpa gejala dan
tanda fisik hepatoma yang jelas, biasanya ditemukan melalui pemeriksaan
AFP dan teknik
pencitraan.
Hepatoma Fase Klinis
Hepatoma

fase

klinis

tergolong

hepatoma

stadium

sedang,

lanjut,

manifestasi utama yang sering


ditemukan adalah:

Nyeri abdomen kanan atas: hepatoma stadium sedang dan lanjut sering datang berobat
karena kembung dan tak nyaman atau nyeri samar di abdomen kanan atas. Nyeri
umumnya bersifat tumpul atau menusuk intermitten atau terus-menerus, sebagian merasa
area hati terbebat kencang, disebabkan tumor tumbuh dengan cepat hingga menambah

15

regangan pada kapsul hati. Jika nyeri abdomen bertambah hebat atau timbul akut

abdomen harus pikirkan rupture hepatoma.


Massa abdomen atas: hepatoma lobus kanan dapat menyebabkan batas atas hati bergeser
ke atas, pemeriksaan fisik menemukan hepatomegali di bawah arcus costa tapi tanpa
nodul, hepatoma segmen inferior lobus kanan sering dapat langsung teraba massa di
bawah arcus costa kanan. Hepatoma lobus kiri tampil sebagai massa di bawah processus

xiphoideus atau massa di bawah arcus costa kiri.


Perut kembung: timbul karena massa tumor sangat besar, asites, dan gangguan fungsi

hati.
Anoreksia: timbul karena fungsi hati terganggu, tumor mendesak saluran gastrointestinal.
Letih, mengurus: dapat disebabkan metabolit dari tumor ganas dan berkurangnya asupan

makanan.
Demam: timbul karena nekrosis tumor, disertai infeksi dan metabolit tumor, jika tanpa

bukti infeksi disebut demam kanker, umumnya tidak disertai menggigil.


Ikterus: kulit dan sklera tampak kuning, umumnya karena gangguan fungsi hati, juga
dapat karena sumbatan kanker di saluran empedu atau tumor mendesak saluran empedu

hingga timbul ikterus obstruktif.


Lainnya: perdarahan, diare, nyeri bahu belakang kanan, edema kedua tungkai bawah,
kulit gatal dan lainnya, juga manifestasi sirosis hati

seperti splenomegali, palmar

eritema, lingua hepatik, spider nevi, venadilatasi dinding abdomen, dll. Pada stadium

akhir hepatoma sering timbul metastasis paru, tulang, dan banyak organ lain.
Sindroma paraneoplastik : hipoglikemia (akibat konsumsi glukosa oleh tumor, sekresi
insulin-like growth factor II oleh HCC dalam waktu kurang dari 5% kasus), eritrositosis
(akibat produksi eritropoietin oleh HCC), hiperkalsemia (sekresi parathyroid hormonerelated protein), diare berair/watery (karena sekresi peptida intestinal vasoaktif dan
peptida gastrointestinal lainnya) atau hipertensi arteri (akibat produksi angiotensinogen
oleh HCC).

1.7 Diagnosis & diagnosis banding


Dengan kemajuan teknologi yang semakin canggih dan maju pesat, maka berkembang
pula cara-cara diagnosis dan terapi yang lebih menjanjikan dewasa ini. Kanker hati selular
yang kecil pun sudah bisa dideteksi lebih awal terutamanya dengan pendekatan radiologi
yang akurasinya 70 95% 1,4,8 dan pendekatan laboratorium alphafetoprotein yang
akurasinya 60 70%.

16

Kriteria diagnosa Kanker Hati Selular (KHS) menurut PPHI (Perhimpunan Peneliti Hati
Indonesia), yaitu:
1 Hati membesar berbenjol-benjol dengan/tanpa disertai bising arteri.
2 AFP (Alphafetoprotein) yang meningkat lebih dari 500 mg per ml.
3 Ultrasonography (USG), Nuclear Medicine, Computed Tomography Scann (CT Scann),
Magnetic Resonance Imaging (MRI), Angiography, ataupun Positron Emission
Tomography (PET) yang menunjukkan adanya KHS.
4 Peritoneoscopy dan biopsi menunjukkan adanya KHS.
5 Hasil biopsi atau aspirasi biopsi jarum halus menunjukkan KHS.
Diagnosa KHS didapatkan bila ada dua atau lebih dari lima kriteria atau hanya satu yaitu
kriteria empat atau lima.
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dapat menunjukkan pembesaran hati yang lembut, kadang-kadang
dengan massa yang dapat di palpasi. Di Afrika, presentasi khas pada pasien muda adalah
massa yang berkembang pesat pada perut. Hepatomegali adalah tanda dari fisik yang paling
umum, terjadi pada 50-90% pasien. Bruit perut dicatat dalam 6-25%, dan asites terjadi pada
30-60% pasien. Auskultasi mungkin mengungkapkan bruit pada tumor atau friction rub
ketika prosesnya telah meluas ke permukaan hati. Ascites harus diperiksa oleh bagian
sitologi. Splenomegali terutama karena hipertensi portal. Berat badan dan wasting otot yang
umum, terutama dengan tumor yang tumbuh dengan cepat atau besar. Demam ditemukan
pada 10-50% pasien, dari penyebab yang tidak jelas. Tanda-tanda penyakit hati kronis dapat
hadir, termasuk sakit kuning, dilatasi vena abdomen, eritema palmar, ginekomastia, atrofi
testis, dan edema perifer.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
a

Alphafetoprotein
Sensitivitas Alphafetoprotein (AFP) untuk mendiagnosa KHS 60% 70%, artinya
hanya pada 60% 70% saja dari penderita kanker hati ini menunjukkan peninggian nilai
AFP, sedangkan pada 30% 40% penderita nilai AFP nya normal. Spesifitas AFP hanya
berkisar 60% artinya bila ada pasien yang diperiksa darahnya dijumpai AFP yang tinggi,
belum bisa dipastikan hanya mempunyai kanker hati ini sebab AFP juga dapat meninggi
pada keadaan bukan kanker hati seperti pada sirrhosis hati dan hepatitis kronik, kanker
testis, dan terratoma.

AJH (aspirasi jarum halus)


Biopsi aspirasi dengan jarum halus (fine needle aspiration biopsy) terutama ditujukan
untuk menilai apakah suatu lesi yang ditemukan pada pemeriksaan radiologi imaging dan
laboratorium AFP itu benar pasti suatu hepatoma. Tindakan biopsi aspirasi yang
dilakukan oleh ahli patologi anatomi ini hendaknya dipandu oleh seorang ahli radiologi
dengan menggunakan peralatan ultrasonografi atau CT scann fluoroscopy sehingga hasil
yang diperoleh akurat. Cara melakukan biopsi dengan dituntun oleh USG ataupun CT
scann mudah, aman, dan dapat ditolerir oleh pasien dan tumor yang akan dibiopsi dapat
17

terlihat jelas pada layar televisi berikut dengan jarum biopsi yang berjalan persis menuju
tumor, sehingga jelaslah hasil yang diperoleh mempunyai nilai diagnostik dan akurasi
yang tinggi karena benar jaringan tumor ini yang diambil oleh jarum biopsi itu dan
bukanlah jaringan sehat di sekitar tumor.
c

Gambaran Radiologi
Pesatnya kemajuan teknologi dan komputer membawa serta juga kemajuan dalam
bidang radiologi baik peralatannya maupun teknologinya dan memaksa dokter spesialis
radiologi untuk mengikuti training dan workshop baik di dalam ataupun di luar negeri
sehingga dengan demikian menghantarkan radiologi berada di barisan depan dalam
penanggulangan penyakit kanker hati ini dan membuktikan pula dirinya berperan sangat
penting untuk mendeteksi kanker hati. Kanker hepato selular ini bisa dijumpai di dalam
hati berupa benjolan berbentuk kebulatan (nodule) satu buah, dua buah atau lebih atau
bisa sangat banyak dan diffuse (merata) pada seluruh hati atau berkelompok di dalam hati
kanan atau kiri membentuk benjolan besar yang bisa berkapsul.
Dengan peralatan radiologi yang baik dan ditangani oleh dokter spesialis radiologi
yang berpengalaman sudah terjamin dapat mendeteksi tumor dengan diameter kurang
dari 1 cm dan dapatlah menjawab semua pertanyaan seputar kanker ini antara lain berapa
banyak nodule yang dijumpai, berapa segment hati-kah yang terkena, bagaimana aliran
darah ke kanker yang dilihat itu apakah sangat banyak (lebih ganas), apakah sedang
(tidak begitu ganas) atau hanya sedikit (kurang ganas), yang penting lagi apakah ada sel
tumor ganas ini yang sudah berada di dalam aliran darah vena porta, apakah sudah ada
sirrhosis hati, dan apakah kanker ini sudah berpindah keluar dari hati (metastase) ke
organ-organ tubuh lainnya. Kesemua jawaban inilah yang menentukan stadium
kankernya, apakah pasien ini menderita kanker hati stadium dini atau stadium lanjut dan
juga menentukan tingkat keganasan kankernya sehingga dengan demikian dapatlah
ditaksir apakah penderita dapat disembuhkan sehingga bisa hidup lama ataukah sudah
memang tak tertolong lagi dan tak dapat bertahan hidup lebih lama lagi dari 6 bulan.
Radiologi mempunyai banyak peralatanan seperti Ultrasonography (USG), Color
Doppler Flow Imaging Ultrasonography, Computerized Tomography Scann (CT Scann),
Magnetic Resonance Imaging (MRI), Angiography, Scintigraphy dan Positron Emission
Tomography (PET) yang menggunakan radio isotop. Pemilihan alat mana saja yang akan
digunakan apakah dengan satu alat sudah cukup atau memang perlu digunakan beberapa
alat yang dipilih dari sederetan alat-alat ini dapat disesuaikan dengan kondisi penderita.
Ultrasonography (USG)
Dengan USG hitam putih (grey scale) yang sederhana (conventional) hati yang
normal tampak warna ke-abuan dan texture merata (homogen). Bila ada kanker
langsung dapat terlihat jelas berupa benjolan (nodule) berwarna kehitaman, atau
berwarna kehitaman campur keputihan dan jumlahnya bervariasi pada tiap pasien bisa
satu, dua atau lebih atau banyak sekali dan merata pada seluruh hati, ataukah satu
nodule yang besar dan berkapsul atau tidak berkapsul. Sayangnya USG conventional
hanya dapat memperlihatkan benjolan kanker hati diameter 2 cm 3 cm saja. Tapi
bila USG conventional ini dilengkapi dengan perangkat lunak harmonik system bisa
18

mendeteksi benjolan kanker diameter 1 cm 2 cm13, namun nilai akurasi ketepatan


diagnosanya hanya 60%. Rendahnya nilai akurasi ini disebabkan walaupun USG
conventional ini dapat mendeteksi adanya benjolan kanker namun tak dapat melihat
adanya pembuluh darah baru (neo-vascular).
Neo-vascular merupakan ciri khas kanker yaitu pembuluh darah yang terbentuk
sejalan dengan pertumbuhan kanker yang gunanya untuk menghantarkan makanan
dan oksigen ke kanker itu. Semakin banyak neo-vascular ini semakin ganas
kankernya. Walaupun USG color yang sudah dapat memberikan warna dan mampu
memperlihatkan pembuluh darah di sekeliling nodule tetapi belum dapat memastikan
keberadaan neovascular sehingga dengan demikian akurasi diagnostik hanya sedikit
bertambah menjadi berkisar 60% 70%. Dengan pesatnya perkembangan teknologi,
kini sudah ada alat USG yang lebih canggih dan lebih lengkap lagi yaitu Color
Doppler Flow Imaging (CDFI) yaitu USG yang selain mampu melihat pembuluh
darah di sekitar kanker juga mampu pula memperlihatkan kecepatan dan arah aliran
darah di dalam pembuluh darah itu, sehingga dapat ditentukan resistensi index dan
pulsatily index yang dengan demikian sudah dapat memastikan apakah pembuluh
darah yang mengelilingi nodule itu adalah benar neo-vascularisasi dan berapa banyak
adanya. Dengan dapat dipastikan keberadaan neo-vascularisasi ini maka akurasi
diagnosa kanker meningkat jadi 80%. Neo-vascularisasi yang baru terbentuk yang
memang ada tapi belum terlihat dengan teknik CDFI ini masih bisa dilihat dengan
cara diberikan suntikan zat kontras pada penderita sewaktu dilakukan pemeriksaan
CDFI USG, zat kontras itu mampu menembus masuk ke dalam neo-vascularisasi
yang menyusup di dalam nodule. Dengan demikian akurasi diagnosa meningkat
menjadi 90% dan lebih-lebih lagi dapat mendeteksi kanker berukuran lebih kecil dari
1 cm.
Dengan Color Doppler Flow Imaging USG ini juga memungkinkan kita melihat
apakah ada portal vein tumor thrombosis yaitu sel-sel kanker (tumor thrombus) yang
lepas dan masuk ke dalam vena Porta. Penting sekali memastikan keberadaan tumor
thrombus di dalam vena porta ini karena thrombus ini dapat menyumbat aliran darah.
Pada keadaan normal semua makanan yang telah dicernakan oleh usus akan
dihantarkan ke hati oleh vena porta ini. Bila vena ini tersumbat oleh tumor thrombus
maka hati tidak menerima nutrisi lagi dengan kata lain hati tak dapat makanan lagi
sehingga sel-sel hati akan mati (necrosis) secara perlahan tetapi pasti dan ini sangat
membahayakan penderita karena dapat terjadi gagal hati (liver failure). Tumor
thrombus ini bisa ukurannya besar sehingga menutup seluruh lumen vena porta, bisa
kecil, dan hanya menutup sebahagian lumen saja sehingga masih bisa ada aliran darah
di dalam vena porta ini. Dari hasil USG ini sudah bisa diarahkan dengan tepat
tindakan pengobatan apa yang paling sesuai dan bermanfaat untuk penderita apakah
akan dilakukan operasi membuang sebahagian hati (reseksi hepatektomi partial) atau
tidak, apakah bisa di-embolisasi atau tidak ataukah hanya dilakukan infuse
kemoterapi intra-arterial saja. Tapi bila sudah jelas terdapat tumor thrombus di dalam
vena porta dan sudah pula menyumbat vena ini, maka tindakan operatif dan
embolisasi sudah hampir tidak berarti lagi dan satusatunya cara untuk menyelamatkan
penderita adalah dengan cara transplantasi hati (liver transplantation).
19

Gambaran USG KHS; tampak nodul


gema bulat dengan densitas gema rendah.

USG karsinoma hepatoseluler, tampak nodul hipoecoic dengan diameter 2,3cm pada
pasien laki-laki umur 67 th.
CT Scan
20

Di samping USG diperlukan CT scann sebagai pelengkap yang dapat menilai


seluruh segmen hati dalam satu potongan gambar yang dengan USG gambar hati itu
hanya bisa dibuat sebagian-sebagian saja. CT scann yang saat ini teknologinya
berkembang pesat telah pula menunjukkan akurasi yang tinggi apalagi dengan
menggunakan teknik hellical CT scann, multislice yang sanggup membuat irisanirisan yang sangat halus sehingga kanker yang paling kecil pun tidak terlewatkan.
Lebih canggih lagi sekarang CT scann sudah dapat membuat gambar kanker dalam
tiga dimensi dan empat dimensi dengan sangat jelas dan dapat pula memperlihatkan
hubungan kanker ini dengan jaringan tubuh sekitarnya.

Angiografy
Dicadangkan hanya untuk penderita kanker hati-nya yang dari hasil pemeriksaan
USG dan CT scann diperkirakan masih ada tindakan terapi bedah atau non-bedah
masih yang mungkin dilakukan untuk menyelamatkan penderita. Pada setiap pasien
yang akan menjalani operasi reseksi hati harus dilakukan pemeriksaan angiografi.
Dengan angiografi ini dapat dilihat berapa luas kanker yang sebenarnya. Kanker yang
kita lihat dengan USG yang diperkirakan kecil sesuai dengan ukuran pada USG bisa
saja ukuran sebenarnya dua atau tiga kali lebih besar. Angigrafi bisa memperlihatkan
ukuran kanker yang sebenarnya. Lebih lengkap lagi bila dilakukan CT angiography
yang dapat memperjelas batas antara kanker dan jaringan sehat di sekitarnya sehingga
ahli bedah sewaktu melakukan operasi membuang kanker hati itu tahu menentukan di
mana harus dibuat batas sayatannya.
MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Bila CT scann mengunakan sinar X maka MRI ini menggunakan gelombang
magnet tanpa adanya Sinar X. CT angiography menggunakan zat contrast yaitu zat
yang diperlukan untuk melihat pembuluh darah. Tanpa zat ini pembuluh darah tak
dapat dilihat. Pemeriksaan dengan MRI ini langsung dipilih sebagai alternatif bila ada
gambaran CT scann yang meragukan atau pada penderita yang ada risiko bahaya
radiasi sinar X dan pada penderita yang ada kontraindikasi (risiko bahaya) pemberian
zat contrast sehingga pemeriksaan CT angiography tak memungkinkan padahal
diperlukan gambar peta pembuluh darah. MRI yang dilengkapi dengan perangkat
lunak Magnetic Resonance Angiography (MRA) sudah pula mampu menampilkan
dan membuat peta pembuluh darah kanker hati ini. Sayangnya ongkos pemeriksaan
21

dengan MRI dan MRA ini mahal, sehingga selalu CT scan yang merupakan pilihan
pertama.

PET (Positron Emission Tomography)


Salah satu teknologi terkini peralatan kedokteran radiologi adalah Positron
Emission Tomography (PET) yang merupakan alat pendiagnosis kanker
menggunakan glukosa radioaktif yang dikenal sebagai flourine18 atau
Fluorodeoxyglucose (FGD) yang mampu mendiagnosa kanker dengan cepat dan
dalam stadium dini. Caranya, pasien disuntik dengan glukosa radioaktif untuk
mendiagnosis sel-sel kanker di dalam tubuh. Cairan glukosa ini akan bermetabolisme
di dalam tubuh dan memunculkan respons terhadap sel-sel yang terkena kanker. PET
dapat menetapkan tingkat atau stadium kanker hati sehingga tindakan lanjut
penanganan kanker ini serta pengobatannya menjadi lebih mudah. Di samping itu
juga dapat melihat metastase (penyebaran).

Pasien diinjeksikan FGD, kemudian bisa dimonitor radioaktinya.

22

Tampak FGD mengelilingi tumor, kemudian divalidasi dengan US Color Dopler dan
histologi
PEMERIKSAAN LAINNYA
Pungsi hati mengambil jaringan tumor untuk pemeriksaan patologi, biopsi kelenjar limfe
supraklavikular, biopsi nodul sub-kutis, mencari sel ganas dalam asites, perito-neoskopi
dll. juga mempunyai nilai tertentu pada diagnosis hepatoma primer.
DIAGNOSIS BANDING
1 Hemangioma
Hemangioma merukapakan tumor terlazim dalam hati, tumor ini biasanya subkapsular
pada konveksitaslobus hepatis dexter dan kadang-kadang berpedunkulasi. Ultrasonografi
memperlihatkan bercak-bercak ekogenik soliter dengan batas licin berbatas tegas. Pada
foto polos biasanya memperlihatkan kapsul berkalsifikasi.
2

Abses hepar
Sangat sukar dibedakan anatara abses piogenik dan amebik. Biasanya sangat besar,
kadang-kadang multilokular. Struktur eko rendah sampai cairan (anekoik) dengan adanya
bercak-bercak hiperekoik (debris) di dalamnya. Tepinya tegas, irregular yang makin lama
makin bertambah tebal.

23

Abses hepar
3

Tumor metastasis
Hepar adalah organ yang paling sering menjadi tempat tumor metastasi setelah kelenjar
limfe. Gambaran eko bergantung pada jenis asal tumor primer. Jadi dapat berupa struktur
eko yang mungkin lebih tinggi atau lebih rendah daripada jaringan hati normal.

Metastasis pada hati dari kanker paru-paru


1.8 Tatalaksana
Sebagian besar pasien HCC mempunyai dua penyakit hati yaitu sirosis dan HCC,
masing-masing yang merupakan penyebab kematian independen. Kehadiran sirosis biasanya
menjadi kendala pada operasi reseksi, terapi ablatif, dan kemoterapi. Jadi penilaian dan
perencanaan perawatan pasien harus mengambil keparahan dari penyakit hati tidak ganas ke
dalam penilaian. Pilihan manajemen secara klinis pada HCC bisa menjadi kompleks (Bagan
2.1). Pasien dengan tumor lanjut (invasi vaskular, gejala, menyebar extrahepatic) memiliki
hidup rata-rata ~ 4 bulan, dengan atau tanpa pengobatan. Hasil perawatan dari literaturliteratur sulit untuk ditafsirkan. Kelangsungan hidup tidak selalu merupakan ukuran
keberhasilan terapi karena efek negatif pada kelangsungan hidup dari penyakit hati yang
mendasarinya.
1

Karsinoma Hepatoseluler Stadium I dan II


24

Tumor tahap awal dapat berhasil diobati dengan menggunakan berbagai teknik, termasuk
reseksi bedah, ablasi lokal (thermal atau radiofrekuensi), dan terapi injeksi lokal (etanol
atau asam asetat). Banyak juga yang memiliki penyakit hati yang signifikan yang
mendasari dan tidak dapat mentolerir terapi bedah karena kehilangan parenkim hati,
namun mungkin mereka memenuhi persyaratan untuk transplantasi hati orthotopic
(orthotopic liver transplant = OLTX) di masa yang akan datang. Prinsip penting dalam
perawatan tahap awal HCC adalah dengan menggunakan perawatan hati-hemat dan
berfokus pada pengobatan baik tumor maupun sirosis.
a

Eksisi Bedah
Risiko hepatectomi utama adalah tinggi (mortalitas 5-10%) diakibatkan oleh
penyakit hati yang mendasari dan potensi untuk menjadi gagal hati. Oklusi vena
portal preoperative kadang-kadang dapat dilakukan untuk menyebabkan atrofi lobus
HCC yang terlibat dan hipertrofi kompensasi dari hati yang masih normal.Pada pasien
sirosis, operasi hati besar dapat mengakibatkan kegagalan hati. Klasifikasi ChildPugh dari gagal hati dapat menentukan prognosis untuk toleransi operasi hati yang
dapat diandalkan, dan hanya Child A yang dapat dipertimbangkan untuk reseksi
bedah. Pasien dengan Child B dan C dengan tahap I dan II HCC harus dirujuk untuk
OLTX jika sesuai, seperti pada pasien dengan asites atau riwayat pendarahan varises.
Meskipun terapi bedah eksisi terbuka merupakan terapi yang paling dapat diandalkan,
namun pasien mungkin lebih baik ditawarkan dengan pendekatan secara laparoskopi
untuk reseksi, menggunakan RFA atau injeksi etanol perkutan (percutaneous ethanol
injection=PEI).

b Strategi Ablasi Lokal


Ablasi radiofrekuensi (Radiofrequency ablation=RFA) menggunakan panas untuk
ablasi tumor. Ukuran maksimum dari array probe dapat dilakukan untuk zona
nekrosis 7-cm, yang akan cukup untuk tumor berukuran 3-4 cm.
Pengobatan tumor yang dekat dengan pedikel portal utama dapat menyebabkan
cedera duktus empedu dan obstruksi. Hal ini membatasi terapi tumor yang secara
anatomi cocok untuk teknik ini. RFA dapat dilakukan secara perkutan dengan
panduan CT atau USG, atau dengan laparoskopi dengan panduan USG.
c

Terapi Injeksi Lokal


Sejumlah agen telah digunakan untuk dilakukannya injeksi lokal ke dalam tumor,
yang paling sering, ethanol (PEI). HCC lunak relatif dengan riwayat sirosis hati keras
memungkinkan untuk dilakukan injeksi etanol volume besar ke dalam tumor tanpa
terjadi difusi ke dalam parenkim hati atau kebocoran keluar dari hati. PEI
menyebabkan kerusakan langsung dari sel-sel kanker, tetapi juga akan
menghancurkan sel-sel normal di sekitarnya. Hal ini biasanya memerlukan beberapa
suntikan (rata-rata tiga), berbeda dengan satu untuk RFA. Ukuran maksimum tumor
terpercaya diperlakukan adalah 3 cm, bahkan dengan beberapa suntikan.

d Transplantasi Hepar
25

Sebuah pilihan yang layak untuk HCC Stadium I dan II pada tumor dengan sirosis
adalah OLTX, dengan kelangsungan hidup mendekati pada kasus-kasus nonkanker.
OLTX dapat digunakan pada pasien dengan lesi tunggal 5 cm atau 3 nodul atau
kurang, setiap 3 cm, menghasilkan kelangsungan hidup yang bagus tanpa tumor (70%
selama 5 tahun). Untuk HCC lanjut, OLTX telah ditinggalkan karena adanya tingkat
kekambuhan tumor yang tinggi. Prioritas skoring untuk OLTX sebelumnya
menyebabkan pasien HCC menunggu terlalu lama untuk dilakukan OLTX, sehingga
beberapa tumor menjadi lebih parah selama pasien menunggu hati yang
disumbangkan. Berbagai terapi yang digunakan sebagai "jembatan" untuk OLTX,
ialah RFA, PEI, dan chemoembolization transarterial (TACE).
e

Terapi Adjuvant
Peran kemoterapi ajuvan bagi pasien setelah reseksi atau OLTX masih belum
jelas. Telah ditemukan bahwa tidak ada manfaat yang jelas dalam kelangsungan hidup
dalam keadaan bebas penyakit atau secara keseluruhan baik untuk pendekatan
adjuvant maupun neoadjuvant, meskipun suatu meta-analisis beberapa percobaan
menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam keadaan bebas penyakit dan secara
keseluruhan. Analisis dari uji coba kemoterapi ajuvan pasca operasi sistemik tidak
menunjukkan manfaat ketahanan hidup dalam keadaan bebas penyakit atau secara
keseluruhan, namun studi tunggal TACE dan neoadjuvant -ethiodol telah
menunjukkan peningkatan kelangsungan hidup setelah dilakukan reseksi.

Karsinoma Hepatoseluler Stadium III dan IV


Pilihan bedah tumor menjadi lebih sedikit pada HCC stadium III. Pada pasien tanpa
sirosis, hepatectomi adalah layak, meskipun mempunyai prognosis yang buruk. Pasien
dengan sirosis Child A dapat direseksi, tetapi lobektomi berhubungan dengan morbiditas
yang signifikan dan kematian, dan prognosis jangka panjangnya adalah kurang. Namun
demikian, sebagian kecil pasien akan mencapai kelangsungan hidup jangka panjang.
Karena sifat dari tumor ini, setelah reseksi berhasil dapat diikuti oleh kekambuhan yang
cepat. Pasien-pasien pada stadium ini bukan kandidat untuk dilakukannya transplantasi
karena adanya tingkat kekambuhan tumor tinggi, kecuali tumor mereka bisa turunbertahap terlebih dahulu dengan terapi neoadjuvant. Mengurangi ukuran tumor primer
dapat dilakukan untuk menguragi operasi, dan penundaan operasi dilakukan untuk
penyakit yang extrahepatic dengan menggunakan studi imaging dan menghindari OLTX
karena tidak akan membantu. Stadium IV memiliki prognosis yang buruk, dan tidak ada
pengobatan bedah yang dianjurkan.
a

Kemoterapi sistemik
Sejumlah besar studi klinis terkendali dan tidak terkendali telah dilakukan pada
sebagian besar kelompok utama kemoterapi kanker. Tidak ada obat tunggal atau obat
kombinasi yang diberikan secara sistemik berpengaruh baik, bahkan hanya mengarah
ke tingkat respons sebesar 25% atau hanya sedikit berpengaruh kepada kelangsungan
hidup.

b Kemoterapi Regional
26

Berbeda dengan hasil buruk pada kemoterapi sistemik, berbagai agen yang
diberikan melalui arteri hepatik memiliki aktivitas yang terbatas pada HCC (Tabel
2.6). Dua uji terkontrol acak telah menunjukkan keunggulan untuk bertahan hidup
untuk TACE dalam subset yang dipilih pasien. Satu digunakan doxorubicin dan
lainnya menggunakan cisplatin. Terlepas dari kenyataan bahwa terjadi peningkatan
ekstraksi hepatik dari kemoterapi untuk obat sangat sedikit, beberapa obat seperti
cisplatin, doxorubicin, C mitomycin, dan mungkin neocarzinostatin menghasilkan
respon yang cukup besar bila diberikan secara regional. Hanya sedikit data yang
tersedia pemberiannya melalui infus arteri secara terus-menerus untuk HCC,
meskipun studi utama dengan cisplatin telah menunjukkan respon yang baik.

Reseksi Hepatik
Untuk pasien dalam kelompok non sirosis yang biasanya mempunyai fungsi hati
normal pilihan utama terapi adalah reseksi hepatik. Namun untuk pasien sirosis
diperlukan kriteria seleksi karena operasi dapat memicu timbulnya gagal hati yang dapat
menurunkan angka harapan hidup. Kontra indikasi tindakan ini adalah metastasis
ekstrahepatik, hepatoseluler karsinoma difus atau multifokal, sirosis stadium lanjut dan
penyakit penyerta yang dapat mempengaruhi ketahanan pasien menjalani operasi.
27

Kontraindikasi absolut bagi reseksi adalah adanya metastasis jauh, trombosis vena porta
utama, atau adanya trombosis vena cava inferior. Penyebab tersering mortalitas
pascaoperasi adalah kegagalan hati, perdarahan, serta komplikasi sepsis, yang dapat
diperkecil kemungkinannya dengan seleksi pasien secara baik. Pengembangan teknik
operasi memungkinkan diangkatnya jaringan hepar yang mengandung nodul HCC secara
selektif dengan teknik segmentektomi, atau bahkan secara superselektif dengan
subsegmentektomi (tindakan ini dapat dikerjakan dengan panduan USG intraoperasi,
yang dikenal sebagai prosedur Makuuchi)
2

Transplantasi Hati
Transplantasi hati memberikan kemungkinan untuk menyingkirkan tumor dan
menggantikan parenkim hati yang mengalami disfungsi. Kematian pasca transplantasi
tersering disebabkan oleh rekurensi tumor di dalam maupun di luar transplant. Tumor
yang berdiameter kurang dari 3 cm lebih jarang kambuh dibandingkan dengan tumor
yang diameternya lebih dari 5 cm. Untuk seleksi pasien HCC calon penerima transplan,
secara umum digunakan kriteria Milan, yaitu pasien dengan lesi tunggal berukuran 5
cm, atau lesi kurang dari 3 buah dan masing-masing berukuran 3 cm. Di Eropa,
Barcelona Clinic Liver Cancer Staging and Treatment Approach telah menyusun bagan
alur klasifikasi HCC beserta penatalaksanaannya. Berdasarkan kriteria BCLC, pasien
HCC dibagi menjadi stadium sangat dini, dini, menengah, lanjut, dan terminal.
Transplantasi hati diperuntukkan pasien HCC stadium sangat dini dengan peningkatan
tekanan vena porta dan stadium dini tanpa penyulit. Pasien HCC penerima transplantasi
hati sesuai algoritma ini dilaporkan memiliki angka survival lima tahun sebesar 60-70%.

Terapi Operatif non Reseksi


Karena tumor menyebar atau alasan lain yang tidak dapat dilakukan reseksi, dapat
dipertimbangkan terapi operatif non reseksi mencakup injeksi obat melalui kateter
transarteri hepatik atau kemoterapi embolisasi saat operasi, kemoterapi melalui keteter
vena porta saat operasi, ligasi arteri hepatika, koagulasi tumor hati dengan gelombang
mikro, ablasi radiofrekuensi, krioterapi dengan nitrogen cair, efaforisasi dengan laser
energi tinggi saat operasi, injeksi alkohol absolut intratumor saat operasi.

A Terapi Lokal
1 Ablasi radiofrekuensi (RFA)
Ini adalah metode ablasi local yang paling sering dipakai dan efektif dewasa ini.
Elektroda RFA dimasukkan ke dalam tumor, melepaskan energi radiofrekuensi hingga
jaringan tumor mengalami nekrosis koagulatifn panas, denaturasi, jadi secara selektif
membunuh jaringan tumor. Satu kali RFA menghasilkan nekrosis seukuran bola
berdiameter 3-5 cm sehingga dapat membasmi tuntas mikrohepatoma, dengan hasil
kuratif.
2

Injeksi alkohol (etanol) absolut intratumor perkutan (PEI)


Di bawah panduan teknik pencitraan, dilakukan pungsi tumor hati perkutan, ke dalam
tumor disuntikkan alkohol absolut. Penggunaan umumnya untuk hepatoma kecil yang
tak sesuai direseksi atau terapi adjuvant pasca kemoembolisasi arteri hepatik. 3
Komplikasi PEI yang dapat muncul adalah timbulnya nyeri abdomen yang dapat terjadi
akibat kebocoran etanol ke dalam rongga peritoneal. Kontraindikasi PEI meliputi
28

adanya asites yang masif, koagulopati, atau ikterus obstruksi, yang semua dapat
meningkatkan risiko perdarahan dan peritonitis bilier pasca-tindakan. Angka survival 3
tahun bagi pasien sirosis dengan nodul tunggal HCC yang ditangani dengan PEI
dilaporkan sebesar 70%.
B Kemoembolisasi arteri hepatik perkutan
Kemoembolisasi arteri hepatik transketer (TAE, TACE) merupakan cara terapi yang sering
digunakan untuk hepatoma stadium sedang dan lanjut yang tidak sesuai dioperasi reseksi.
Hepatoma terutama mendapat pasokan darah dari arteri hepatik, setelah embolisasi arteri
hepatik, nodul kanker menjadi iskemik, nekrosis, sedangkan jaringan hati normal mendapat
pasokan darah terutama dari vena porta sehingga efek terhadap fungsi hati secara
keseluruhan relative kecil. Sesuai digunakan untuk tumor sangat besar yang tak dapat
direseksi, tumor dapat direseksi tapi diperkirakan tak tahan operasi, hepatoma rekuren yang
tak dapat direseksi, hepatoma rekuren yang tak dapat direseksi, pasca reseksi hepatoma,
suksek terdapat residif, dll.
C Kemoterapi
Hepatoma relatif kurang peka terhadap kemoterapi, efektivas kemoterapi sistemik kurang
baik. Yang tersering dipaki adalah 5FU, ADR, MMC, karboplatin, MTX, 5-FUDR, DDP,
TSPA, kamtotesin, dll.
Kemoterapi Sistemik
Banyak studi yang meneliti terapi sistemik untuk HCC, khususnya pada pasien yang
inoperabel, dan banyak pula yang hasilnya tidak terlalu menggembirakan. Terapi kemoterapi
sistemik yang diberikan dapat digolongkan ke dalam beberapa kelompok, antara lain:
Kemoterapi sitotoksik (meliputi etoposide, doxorubicin, epirubicin, cisplatin, 5fluorouracil, mitoxantrone, fludarabine, gemcitabine, irinotecan, nolatrexed)

Terapi hormonal
Estrogen secara in vitro terbukti memiliki efek merangsang proliferasi hepatosit, dan
secara in vivo bisa memicu pertumbuhan tumor hepar. Obat antiestrogen, tamoxifen,
dipakai karena bisa menurunkan jumlah reseptor estrogen di hepar. Namun hasil studi
random fase III yang dilakukan oleh Barbare ternyata tidak menunjukkan peningkatan
survival.

Terapi somatostatin (ocreotide, lanreotide)


Somatostatin memiliki aktivitas antimitosis terhadap berbagai tumor non-endokrin, dan
sel-sel HCC memiliki reseptor somatostatin. Karena itu analog somatostatin dipakai
untuk menangani pasien dengan HCC yang lanjut. Sebuah penelitian random awal oleh
Kouroumalis dkk. menunjukkan perbaikan survival pada pasien yang diberi terapi
ocreotide secara subkutan, namun studi lainnya oleh Becker dkk. menunjukkan tidak
ada peningkatan survival pada pemberian ocreotide aksi lama (lanreotide).

Terapi dengan thalidomide (sebagai terapi tunggal atau kombinasi dengan epirubicin
atau interferon)
Thalidomide yang awalnya dikembangkan pada tahun 1960-an sebagai sedatif, barubaru ini dievaluasi ulang perannya untuk obat antikanker. Penggunaannya pada pasien
HCC lanjut terutama berdasarkan efek anti-angiogeniknya. Studi fase II telah dibuat
29

untuk mengukur kemangkusan thalidomide sebagai terapi tunggal atau dalam


kombinasi dengan epirubicin atau dengan interferon menunjukkan aktivitas yang
terbatas pada pengobatan HCC.

Terapi interferon
Interferon yang biasa dipakai untuk terapi hepatitis viral telah dicobakan untuk
pengobatan HCC. Mekanisme terapinya ada beberapa, meliputi efek langsung antivirus,
efek imunomodulasi, serta efek antiproliferasi langsung maupun tak langsung.Beberapa
studi awal menunjukkan pemberian interferon dosis tinggi meningkatkan angka
survival, namun ada toksisitas karena obat pada penerimanya. Penelitian lain
menunjukkan bahwa pemberian interferon dosis rendah tidak menunjukkan efek
perbaikan yang bermakna.

Molecularly targeted therapy


Erlotinib yang merupakan inhibitor tirosin-kinase yang bekerja pada reseptor EGF
(epidermal growth factor), menunjukkan kemangkusan sebagai pengobatan HCC
lanjut. Sunitinib adalah inhibitor tirosin-kinase multitarget dengan kemampuan
antiangiogenesis pula. Sebuah studi fase II memperlihatkan pemberian sunitinib pada
pasien HCC yang inoperabel memberikan hasil survival keseluruhan sebesar 9,8 bulan.
(46) Sorafenib adalah inhibitor multi-kinase oral yang menghambat proliferasi sel
tumor dengan membidik jalur sinyal intrasel pada tingkat Raf-1 dan B-raf serin-treoninkinase dan juga menghasilkan efek anti-angiogenik dengan membidik reseptor EGF
(endothelial growth factor) 1, 2, dan 3 serta reseptor platelet derived growth factor dari
tirosin-kinase beta. Obat ini cukup mahal, namun manfaat klinisnya masih sangat
terbatas.

D Radioterapi
Radioterapi eksternal sesuai untuk pasien dengan lesi hepatoma yang relatif terlokalisasi,
medan radiasi dapat mencakup seluruh tumor, selain itu sirosis hati tidak parah, pasien dapat
mentolerir radioterapi. Radioterapi umumnya digunakan secara bersama metode terapi lain
seperti herba, ligasi arteri hepatik, kemoterapi transarteri hepatik, dll. Sedangkan untuk
kasus metastasis stadium lanjut dengan metastasis tulang, radiasi lokal dapat mengatasi
nyeri. Dapat juga memakai biji radioaktif untuk radioterapi internal terhadap hepatoma.3
Klasifikasi Radioterapi:
Terapi Radiasi Eksterna
Terapi Radiasi Interna menggunakan selective internal radiotherapy (SIRT) dengan
radioisotop
SIRT dengan 90Ytrium microsphere

1.9 Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi pada sirosis adalah asites, perdarahan saluran cerna
bagian atas, ensefalopati hepatika, dan sindrom hepatorenal. Sindrom hepatorenal
adalah suatu keadaan pada pasien dengan hepatitis kronik, kegagalan fungsi hati,
30

hipertensi portal, yang ditandai dengan gangguan fungsi ginjal dan sirkulasi darah.
Sindrom ini mempunyai risiko kematian yang tinggi.
Kebanyakan pasien dengan karsinoma hepatoseluler (HCC) meninggal dalam waktu
1 tahun setelah didiagnosis. Kelangsungan hidup tergantung pada ukuran tumor dan
penyakitnya saat didiagnosis. Pasien dengan sirosis memiliki kelangsungan hidup
yang lebih pendek. Penatalaksanaan secara bedah dapat menyembuhkan hanya
kurang dari 5% pasien. Penyebab kematian ialah perdarahan (varises, intraperitoneal)
dan cachexia.

1.10 Prognosis
Biasanya hasilnya tidak ada harapan. Prognosis tergantung atas stadium penyakit dan
penyebaran pertumbuhan tumor. Tumor kecil (diameter < 3 cm) berhubungan dengan
kelangsungan hidup satu tahun 90.7%, 2 tahun 55% dan 3 tahun 12.8%. kecepatan
pertumbuhan bervariasi dari waktu kewaktu. Pasien tumor massif kurang mungkin
dapat bertahap hidup selama 3 bulan. Kadang-kadang dengan tumor yang tumbuh
lambat dan terutama yang berkapsul kecil, kelanngsungan hidup 2-3 tahun atau
bahkan lebih lama. Jenis massifperjalanannya lebih singakat dibandingkan yang
nodular. Metastasis paru dan peningkatan bilirubin serum

mempengaruhi

kelangsungan hidup.pasien berusia < 45 tahun bertahan hidup lebih lama


dibandingkan usia tua. Ukuran tumor yang melebihi 50% ukuran hati dan albumin
serul < 3 g/dl merupakan gambaran yang tidak menyenangkan.
1.11Pencegahan
Pencegahan Primordial
Pencegahan primordial adalah pencegahan yang dilakukan terhadap orang yang
belum terpapar faktor risiko. Pencegahan yang dilakukan antara lain :
a Konsumsi makanan berserat seperti buah dan sayur serta konsumsi makanan
dengan gizi seimbang.
b. Hindari makanan tinggi lemak dan makanan yang mengandung bahan
pengawet/ pewarna.
c. Konsumsi vitamin A, C, E, B kompleks dan suplemen yang bersifat
antioksidan, peningkat daya tahan tubuh.
Pencegahan Primer
31

Pencegahan primer merupakan pencegahan yang dilakukan terhadap orang yang sudah
terpapar faktor risiko agar tidak sakit. Pencegahan primer yang dilakukan antara lain
dengan
a Memberikan imunisasi hepatitis B bagi bayi segera setelah lahir sehingga pada
generasi berikutnya virus hepatitis B dapat dibasmi.
b. Memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang virus hepatitis (faktorfaktor
risiko kanker hati) sehingga kejadian kanker hati dapat dicegah melalui perilaku
hidup sehat.
c. Menghindari makanan dan minuman yang mengandung alkohol karena alkohol
akan meningkatkan resiko terkena kanker hati.
d. Menghindari makanan yang tersimpan lama atau berjamur karena berisiko
mengandung jamur Aspergillus flavus yang dapat menjadi faktor risiko
terjadinya kanker hati.
e. Membatasi konsumsi sumber radikal bebas agar dapat menekan perkembangan
sel kanker dan meningkatkan konsumsi antioksidan sebagai pelawan kanker
sekaligus mangandung zat gizi pemacu kekebalan tubuh.
Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder merupakan upaya yang dilakukan terhadap orang yang sudah sakit
agar lekas sembuh dan menghambat progresifitas penyakit melalui diagnosis dini dan
pengobatan yang tepat.
Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier yang dapat dilakukan yaitu berupa perawatan terhadap penderita
kanker hati melalui pengaturan pola makan, pemberian suplemen
pendukung
penyembuhan kanker, dan cara hidup sehat agar dapat mencegah Kekambuhan setelah
operasi

2. Memahami dan Menjelaskan Transplantasi Menurut Pandangan Islam


Untuk menentukan hukum boleh tidaknya transplantasi organ tubuh, perlu dilihat kapan
pelakasanaannya. Sebagaimana dijelaskan ada tiga keadaan transplantasi dilakukan, yaitu
pada saat donor masih hidup sehat, donor ketika sakit (koma) dan didiuga kuat akan
meninggal dan donor dalam keadaan sudah meninggal. Berikut hukum transplantasi
sesuai keadaannya masing-masing.
Pertama, apabila pencangkokan tersebut dilakukan, di mana donor dalam keadaan
sehat wal afiat, maka hukumnya menurut Prof Drs. Masyfuk Zuhdi, dilarang (haram)
berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut:
32

Firman Allah dalam surat Al-Baqaroah: 195


Artinya:Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu hke dalam kebinasaan
Dalam kasus ini, orang yang menyumbangkan sebuah mata atau ginjalnya kepada orang
lain yang buta atau tidak mempunyai ginjal ia (mungkin) akan menghadapi resiko
sewaktu-waktu mengalami tidak normalnya atau tidak berfungsinya mata atau ginjalnya
yang tinggal sebuah itu (Ibid, 88).
2.
Kaidah hukum Islam:
Artinya:Menolak kerusakan harus didahulukan atas meraih kemaslahatan
Dalam kasus ini, pendonor mengorbankan dirinya dengan cara melepas organ tubuhnya
untuk diberikan kepada dan demi kemaslahatan orang lain, yakni resipien.
3.
Kaidah Hukum Islam:
Artinya Bahaya tidak boleh dihilangkan dengan bahaya lainnya.
Dalam kasus ini bahaya yang mengancam seorang resipien tidak boleh diatasi dengan
cara membuat bahaya dari orang lain, yakni pendonor.
Kedua, apabila transplantasi dilakukan terhadap donor yang dalam keadaan sakit
(koma) atau hampir meninggal, maka hukum Islam pun tidak membolehkan (Ibid, 89),
berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut:
Hadits Rasulullah:
Artinya:Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh membayakan diri
orang lain. (HR. Ibnu Majah).
Dalam kasus ini adalah membuat madaharat pada diri orang lain, yakni pendonor yang
dalam keadaan sakit (koma).
2.
Orang tidak boleh menyebabkan matinya orang lain. Dalam kasus ini orang yang
sedang sakit (koma) akan meninggal dengan diambil organ tubuhnya tersebut.
Sekalipun tujuan dari pencangkokan tersebut adalah mulia, yakni untuk menyembuhkan
sakitnya orang lain (resipien).
Ketiga, apabila pencangkokan dilakukan ketika pendonor telah meninggal, baik
secara medis maupun yuridis, maka menurut hukum Islam ada yang membolehkan dan
ada yang mengharamkan. Yang membolehkan menggantungkan pada dua syarat sebagai
berikut:
1. Resipien dalam keadaan darurat, yang dapat mengancam jiwanya dan ia sudah
menempuh pengobatan secara medis dan non medis, tapi tidak berhasil. (ibi, 89).
2. Pencangkokan tidak menimbulkan komplikasi penyakit yang lebih berat bagi repisien
dibandingkan dengan keadaan sebelum pencangkokan.
33

Adapun alasan membolehkannya adalah sebagai berikut:


Al-Quran Surat Al-Baqarah 195 di atas.
Ayat tersebut secara analogis dapat difahami, bahwa Islam tidak membenarkan pula orang
membiarkan dirinya dalam keadaan bahaya atau tidak berfungsi organ tubuhnya yang sangat
vital, tanpa ausaha-usaha penyembuhan termasuk pencangkokan di dalamnya.
Surat Al-Maidah: 32.
Artinya;Dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah ia
memelihara kehidupan manusia seluruhnya.
Ayat ini sangat menghargai tindakan kemanusiaan yang dapat menyelematkan jiwa manusia.
Dalam kasus ini seseorang yang dengan ikhlas menyumbangkan organ tubuhnya setelah
meninggal, maka Islam membolehkan. Bahkan memandangnya sebagai amal perbuatan
kemanusiaan yang tinggi nilainya, lantaran menolong jiwa sesama manuysia atau membanatu
berfungsinya kembali organ tubuh sesamanya yang tidak berfungsi. (Keputusan Fatwa MUI
tentang wasiat menghibahkan kornea mata).
Artinya:Berobatlah wahai hamba Allah, karen sesungguhnya Allah tidak meletakkan penyakit
kecuali Dia meletakkan jua obatnya, kecuali satu penyakit yang tidak ada obatnya, yaitu
penyakit tua.
Dalam kasus ini, pengobatannya adalah dengan cara transplantasi organ tubuh.
1. Kaidah hukum Islam
Artinya:Kemadharatan harus dihilangkan
Dalam kasus ini bahaya (penyakit) harus dihilangkan dengan cara transplantasi.
2. Menurut hukum wasiat, keluarga atau ahli waris harus melaksanakan wasiat orang yang
meninggal.Dalam kasus ini adalah wasiat untuk donor organ tubuh. Sebaliknya, apabila tidak ada
wasiat, maka ahli waris tidak boleh melaksanakan transplantasi organ tubuh mayat tersebut.
Pendapat yang tidak membolehkan kornea mata adalah seperti Keputusan Majelis Tarjih
Muhammadiyah.

34

DAFTAR PUSTAKA

Rifai A., 1996. Karsinoma Hati. dalam Soeparman (ed). Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1
edisi ketiga. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Singgih B., Datau E.A., 2006, Hepatoma dan Sindrom Hepatorenal. Diakses dari
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/08_150_HepatomaHepatorenal.pdf/08_150_Hepato
maHepatorenal.html
Jacobson
R.D.,
2009.
Hepatocelluler
Carcinoma.
Diakses
dari
http://emedicine.medscape.com/article/369226-overview
Anonym,
2009.
Kanker
Hati.
Diakses
dari
http://www.totalkesehatananda.com/kankerhati.html
Abdul Rasyad. 2006. Pentingnya Peranan Radiologi Dalam Deteksi Dini dan
Pengobatan Kanker Hati Primer. USU Press. Sumatra.
Tariq Parvez., Babar Parvez., and Khurram Parvaiz et al. Screening for Hepatocellular
Carcinoma. Jounal JCPSP September 2004 Volume 14 No. 09.
Rasyid A. Temuan Ultrasonografi Kanker Hati Hepato Selular (Hepatoma). The Journal
of Medical School University of Sumatera Utara. Vol 39. No 2 Juni 2006.
Richard L. Baron, M.D. and Mark S. Peterson M.D. Screening the Cirrhotic Liver for
Hepatocellular Carcinoma with CT and MR Imaging: Opportunities and Pitfalls. RSNA
2001 Volume 21: 117 132.
S. D. Ryder. Guidelines for the diagnosis and treatment of hepatocellular carcinoma
(HCC) in adults. Gut 2003; 52 56.
Abdul Rasyid. Satu Kasus Karsinoma Hepato Selular Diameter Lebih dari 10 cm
Diagnostik dan Terapi. Majalah Radiologi Indonesia Thn III No. 1 1994.
Rasad S., 2005. Radiologi Diagnostik. FKUI; Jakarta.

35

Anda mungkin juga menyukai