Torch
Torch
A. Pengertian TORCH
TORCH adalah sebuah istilah untuk menggambarkan gabungan dari empat jenis
penyakit infeksi yang menyebabkan kelainan bawaan, yaitu Toxoplasma, Rubella,
Cytomegalovirus dan Herpes. Keempat jenis penyakit infeksi ini sama-sama
berbahaya
bagi
janin
bila
infeksi
diderita
oleh
ibu
hamil.
Prinsip dari pemeriksaan ini adalah deteksi adanya zat anti (antibodi) yang spesifik
taerhadap kuman penyebab infeksi tersebut sebagai respon tubuh terhadap adanya
benda asing (kuman. Antibodi yang terburuk dapat berupa Imunoglobulin M (IgM)
dan
Imunoglobulin
G
(IgG).
Penyakit TORCH ini dikenal karena menyebabkan kelainan dan berbagai keluhan
yang bisa menyerang siapa saja, mulai anak-anak sampai orang dewasa, baik pria
maupun wanita. Bagi ibu yang terinfeksi saat hamil dapat menyebabkan kelainan
pertumbuhan pada bayinya, yaitu cacat fisik dan mental yang beraneka ragam.
a. Toxoplasma
Toxoplasmosis penyakit zoonosis yaitu penyakit pada hewan yang dapat ditularkan
ke manusia. Penyakit ini disebabkan oleh sporozoa yang dikenal dengan nama
Toxoplasma gondii. Toxoplasma gondii yaitu suatu parasit intraselluler yang
menginfeksi pada manusia dan hewan. Toxoplasma gondii termasuk spesies dari
kelas sporozoa (Cocidia), pertama kali ditemukan pada binatang pengerat
Ctenodactylus gundi di Afrika Utara (Tunisia) oleh Nicolle dan Manceaux tahun 1908.
Tahun 1928 Toxoplasma gondii ditemukan pada manusia pertama kali oleh
Castellani
b. Rubella
Penyakit ini disebabkan oleh virus Rubella yang termasuk famili Togaviridae dan
genus Rubivirus, infeksi virus ini terjadi karena adanya kontak dengan sekret orang
yang terinfeksi; pada wanita hamil penularan ke janin secara intrauterin. Masa
inkubasinya rata-rata 16-18 hari. Periode prodromal dapattanpa gejala
(asimtomatis), dapat juga badan terasa lemah,demam ringan, nyeri kepala, dan
iritasi konjungtiva. Penyakit ini agak berbeda dari toksoplasmosis karena rubela
hanya
mengancam
janin
Penyakit yang juga disebabkan oleh virus yang menimbulkan demam ringan dengan
ruam yang menyebar dan kadang-kadang mirip dengan campak. Rubella menjadi
penting karena penyakit ini dapat menimbulkan kecacatan pada janin. Sindroma
rubella congenital terjadi pada 90% bayi yang dilahirkan oleh wanita yang terinfeksi
rubella selama trimester pertama kehamilan, resiko kecacatan ini menurun hinggga
kira-kira 10-20% pada minggu ke 16 dan lebih jarang terjadi bila ibu terkena infeksi
pada usia kehamilan 20 minggu.
B. Penyebab TORCH
Penyebab utama dari virus dan parasit TORCH (Toxoplasma, Rubella, CMV, dan
Herpes) adalah hewan yang ada di sekitar kita, seperti ayam, kucing, burung, tikus,
merpati, kambing, sapi, anjing, babi dan lainnya. Meskipun tidak secara langsung
sebagai penyebab terjangkitnya penyakit yang berasal dari virus ini adalah hewan,
namun juga bisa disebabkan oleh karena perantara (tidak langsung) seperti
memakan sayuran, daging setengah matang dan lainnya.
a. Toxoplasma Gondii
Infeksi Toxoplasma disebabkan oleh parasit yang disebut Toxoplasma gondi.
Pada umumnya infeksi Toxoplasma terjadi tanpa disertai gejala yang spesifik. Kirakira hanya 10-20% kasus infeksi Toxoplasma yang disertai gejala ringan, mirip
gejala influenza, bisa timbul rasa lelah, malaise, demam, dan umumnya tidak
menimbulkan masalah.
b. Rubella
Infeksi Rubella ditandai dengan demam akut, ruam pada kulit dan pembesaran
kelenjar getah bening. Infeksi ini disebabkan oleh virus Rubella, dapat menyerang
anak-anak dan dewasa muda.
c. Cyto Megalo Virus (CMV)
Infeksi CMV disebabkan oleh virus Cytomegalo, dan virus ini temasuk golongan
virus keluarga Herpes. Seperti halnya keluarga herpes lainnya, virus CMV dapat
tinggal secara laten dalam tubuh dan CMV merupakan salah satu penyebab infeksi
yang berbahaya bagi janin bila infeksi yang berbahaya bagi janin bila infeksi terjadi
saat ibu sedang hamil.
d. Herpes Simplek
Infeksi herpes pada alat genital (kelamin) disebabkan oleh Virus Herpes Simpleks
tipe II (HSV II). Virus ini dapat berada dalam bentuk laten, menjalar melalui serabut
syaraf sensorik dan berdiam diganglion sistem syaraf otonom.
C. Patofisiologi TORCH
a. Toxoplasma Gondii
Infeksi Toxoplasma berbahaya bila terjadi saat ibu sedang hamil atau pada orang
dengan sistem kekebalan tubuh terganggu (misalnya penderita AIDS, pasien
transpalasi organ yang mendapatkan obat penekan respon imun).
Jika wanita hamil terinfeksi Toxoplasma maka akibat yang dapat terjadi adalah
abortus spontan atau keguguran (4%), lahir mati (3%) atau bayi menderita
Toxoplasmosis bawaan. pada Toxoplasmosis bawaan, gejala dapat muncul setelah
dewasa, misalnya kelinan mata dan telinga, retardasi mental, kejang-kejang dn
ensefalitis
b. Rubella
Infeksi Rubella berbahaya bila tejadi pada wanita hamil muda, karena dapat
menyebabkan kelainan pada bayinya. Jika infeksi terjadi pada bulan pertama
kehamilan maka risiko terjadinya kelainan adalah 50%, sedangkan jika infeksi tejadi
trimester pertama maka risikonya menjadi 25% (menurut America College of
Obstatrician and Gynecologists, 1981).
c. Cyto Megalo Virus (CMV)
Jika ibu hamil terinfeksi. maka janin yang dikandung mempunyai risiko tertular
sehingga mengalami gangguan misalnya pembesaran hati, kuning, pekapuran otak,
ketulian, retardasi mental, dan lain-lain.
d. Herpes Simplek
Infeksi TORCH yang terjadi pada ibu hamil dapt membahayakan janin yang
dikandungnya. Pada infeksi TORCH, gejala klinis yang ada searing sulit dibedakan
dari penyakit lain karena gejalanya tidak spesifik. Walaupun ada yang memberi
gejala ini tidak muncul sehingga menyulitkan dokter untuk melakukan diagnosis.
Oleh karena itu, pemeriksaan laboratorium sangat diperlukan untuk membantu
mengetahui infeksi TORCH agar dokter dapat memberikan penanganan atau terapi
yang tepat.
D. Tanda Dan Gejala
a. Toxoplasma
Gejala yang diderita biasanya dengan mirip gejala influenza, bisa timbul rasa lelah,
malaise, demam disertai hepatomegali, dan umumnya tidak menimbulkan masalah,
b. Herpes Simpleks
Penderita biasanya mengalami demam, salivasi, mudah terangsang dan menolak
dengan pembekuan atau dimasak sampai dagingnya berubah warna. Buah atau
sayuran yang tidak dicuci juga dapat menstranmisikan parasit yang dapat
dihancurkan dengan pembekuan atau pendidihan. Infeksi T.gondii biasanya tanpa
gejala dan berlalu begitu saja. Setelah masa inkubasi selama lebih kurang 9 hari,
muncul gejala flu seperti lelah, sakit kepala, dan demam yang dapat muncul hampir
bersamaan dengan limpadenopati, terutama di daerah serviks posterior.
b. Rubella
Kematian pada post natal rubella biasanya disebabkan oleh enchepalitis. Pada
infeksi awal, virus akan masuk melalui traktus respiratorius yang kemudian akan
menyebar ke kelenjar limfe sekitar dan mengalami multiplikasi serta mengawali
terjadinya viremia dalam waktu 7 hari. Janin dapat terinfeksi selama terjadinya
viremia maternal. Saat ini, telah diketahui bahwa infeksi plasenta terjadi pada 80%
kasus dan risiko kerusakan jantung, mata, atau telinga janin sangat tinggi pada
trisemester pertama. Jika infeksi maternal terjadi sebelum usia kehamilan 12
minggu, 60% bayi akan terinfeksi. Kemudian, risiko akan menurun menjadi 17%
pada minggu ke-14 dan selanjutnya menjadi 6% setelah usia kehamilan 20 minggu.
Akan tetapi, plasenta biasanya terinfeksi dan virus dapat menjadi laten pada bayi
yang terinfeksi kongenital selama bertahun-tahun.
c. Cytomegalovirus (CMV)
Penyakit yang disebabkan oleh Cytomegalovirus dapat terjadi secara kongenital
saat bayi atau infeksi pada usia anak. Kadang-kadang, CMV juga dapat
menyebabkan infeksi primer pada dewasa, tetapi sebagian besar infeksi pada usia
dewasa disebabkan reaktivasi virus yang telah didapat sebelumnya. Infeksi
kongenital biasanya disebabkan oleh reaktivasi CMV selama kehamilan. Di negara
berkembang, jarang terjadi infeksi primer selama kehamilan, karena sebagian besar
orang telah terinfeksi dengan virus ini sebelumnya. Bila infeksi primer terjadi pada
ibu, maka bayi akan dapat lahir dengan kerusakan otak, ikterus dengan
pembesaran hepar dan lien, trombositopenia, serta dapat menyebabkan retardasi
mental. Bayi juga dapat terinfeksi selama proses kelahiran karena terdapatnya CMV
yang banyak dalam serviks. Penderita dengan infeksi CMV aktif dapat
mengekskresikan virus dalam urin, sekret traktus respiratorius, saliva, semen, dan
serviks. Virus juga didapatkan pada leukosit dan dapat menular melalui tranfusi.
saraf sensoris perifer. Di sini virus akan mengadakan replikasi yang diikuti
penyebarannya ke daerah mukosa dan kulit yang lain2,4,9,10.
Dalam tahun-tahun terakhir ini, herpes genital telah mengalami peningkatan. Akan
tetapi, untungnya herpes neonatal agak jarang terjadi, bervariasi dari 1 dalam
2.000 sampai 1 dalam 60.000 bayi baru lahir. Tranmisi terjadi dari kontak langsung
dengan HSV pada saat melahirkan. Risiko infeksi perinatal adalah 35--40% jika ibu
yang melahirkan terinfeksi herpes genital primer pada akhir kehamilannya2.
F. Cara Penularan TORCH
Penularan TORCH pada manusia dapat melalui 2 (dua) cara. Pertama, secara aktif
(didapat) dan yang kedua, secara pasif (bawaan). Penularan secara aktif disebabkan
antara lain sebagai berikut :
a. Makan daging setengah matang yang berasal dari hewan yang terinfeksi
(mengandung sista), misalnya daging sapi, kambing, domba, kerbau, babi, ayam,
kelinci dan lainnya. Kemungkinan terbesar penularan TORCH ke manusia adalah
melalui jalur ini, yaitu melalui masakan sati yang setengah matang atau masakan
lain yang dagingnya diamsak tidak semnpurna, termasuk otak, hati dan lainnya.
b. Makan makanan yang tercemar oosista dari feses (kotoran) kucing yang
menderita TORCH. Feses kucing yang mengandung oosista akan mencemari tanah
(lingkungan) dan dapat menjadi sumber penularan baik pada manusia maupun
hewan. Tingginya resiko infeksi TORCH melalui tanah yang tercemar, disebabkan
karena oosista bisa bertahan di tanah sampai beberapa bulan ( Howard, 1987).
c. Transfusi darah (trofozoid), transplantasi organ atau cangkok jaringan (trozoid,
sista), kecelakaan di laboratorium yang menyebabkan TORCH masuk ke dalam
tubuh atau tanpa sengaja masuk melalui luka (Remington dan McLeod 1981, dan
Levine 1987).
d. Hubungan seksual antara pria dan wanita juga bisa menyebabkan menularnya
TORCH. Misalnya seorang pria terkena salah satu penyakit TORCH kemudian
melakukan hubungan seksual dengan seorang wanita (padahal sang wanita
sebelumnya belum terjangkit) maka ada kemungkinan wanita tersebut nantinya
akan terkena penyakit TORCH sebagaimana yang pernah diderita oleh lawan
jenisnya.
e. Ibu hamil yang kebetulan terkena salah satu penyakit TORCH ketika mengandung
maka ada kemungkinan juga anak yang dikandungnya terkena penyakit TORCH
melalui plasenta.
f. Air Susu Ibu (ASI) juga bisa sebagai penyebab menularnya penyakit TORCH. Hal ini
bisa terjadi seandainya sang ibu yang menyusui kebetulan terjangkit salah satu
penyakit TORCH maka ketika menyusui penyakit tersebut bisa menular kepada sang
bayi yang sedang disusuinya.
g. Keringat yang menempel pada baju atau pun yang masih menempel di kulit juga
bisa menjadi penyebab menularnya penyakit TORCH. Hal ini bisa terjadi apabila
seorang yang kebetulan kulitnya menmpel atau pun lewat baju yang baru saja
dipakai si penderita penyakit TORCH.
h. Faktor lain yang dapat mengakibatkan terjadinya penularan pada manusia,
antara lain adalah kebiasaan makan sayuran mentah dan buah - buahan segar yang
dicuci kurang bersih, makan tanpa mencuci tangan terlebih dahulu, mengkonsumsi
makanan dan minuman yang disajikan tanpa ditutup, sehingga kemungkinan
terkontaminasi oosista lebih besar.
i. Air liur juga bisa sebagai penyebab menularnya penyakit TORCH. Cara
penularannya juga hampir sama dengan penularan pada hubungan seksual.
Berdasarkan kenyataan di atas, penyakit TORCH ini sifatnya menular. Oleh karena
itu dalam satu keluarga biasanya kalau salah satu anggota keluarga terkena
penyakit tersebut maka yang lainnya pun juga bisa terkena. Malah ada beberapa
kasus dalam satu keluarga seluruh anggota keluarganya mulai dari kakek - nenek,
kakak - adik, bapak - ibu, anak - anak semuanya terkena penyakit TORCH.
G. Cara Menghindari TORCH
Untuk menghindari sedini mungkin penyakit TORCH yang sangat membahayakan
ini, ada beberapa hal sebagai solusi awal yang bisa dilakukan antara lain sebagai
berikut :
a. Bila mengkonsumsi daging seperti daging ayam, sapi, kambing, kelinci, babi dan
lainnya terlebih dahulu dimasak dengan matang hingga suhu mencapai 66 derajat
Celcius, agar oosista - oosista yang mungkin terbawa di dalam daging tersebut bisa
mati.
b. Kucing peliharaan di rumah hendaknya diberi daging matang untuk mencegah
infeksi yang masuk ke dalam tubuh kucing. Tempat makan, minum dan alas tidur
harus selalu dicuci / dibersihkan.
c. Hindari kontak dengan hewan - hewan mamalia liar, seperti rodensia liar (tikus,
bajing, musang dan lain - lain) serta reptilia kecil seperti cecak, kadal, dan
bengkarung yang kemungkinan dapat sebagai hewan perantara TORCH.
d. Penanganan kotoran kucing sebaiknya dilakukan melalui sarung tangan yang
disposable (dibuang setelah dipakai).
e. Bagi wanita yang sedang hamil, terutama yang dinyatakan secara serologis
sudah negatif, jangan memelihara atau menangani kucing kecuali dengan sarung
tangan.
f. Bila sedang memegang daging, bekerja di tempat atau perusahaan daging atau
organ yang masih mentah, hindari untuk tidak menyentuh mata, mulut, dan hidung
dan peralatan dapur setelah selesai sebaiknya dicuci dengan sabun.
g. Bagi yang senang berkebun atau bekerja di kebun, sebaiknya menggunakan
sarung tangan, mencuci sayuran atau buah sebelum dimakan.
h. Darah penderita seropositif tidak boleh ditransfusikan pada penderita yang
menderita imunosupresif, demikian pula transplantasi organ pada penderita
seronegatif harus dari orang dengan seronegatif TORCH.
i. Pemberantasan terhadap lalat dan kecoa sebagai pembawa oosista perlau
dilakukan.
j. Penggunaan desinfektan komersial yang ada di toko - toko dapat berguna untuk
membasmi oosista.
K. Pemeriksaan TORCH
1. Cara Pemeriksaannya
a. Toxoplasma
Tes ini mempergunakan antigen Toxoplasma yang diletakkan pada penyangga
padat, mula-mula di inkubasi dengan serum penderita kemudian dengan antibodi
berlabel enzim. Kadar antibodi dalam serum penderita sebanding dengan intertitas
warna yang timbul setelah ikatan antigen antibodi dicampur dengan substrat. Uji
aviditas pada ELISA bermanfaat untuk determinasi prediktif kapan seseorang atau
individu tersebut diperkirakan terinfeksi Aviditas ELISA juga dapat digunakan untuk
menentukan status infeksi serta kekuatan ikatan intrinsik antara antibodi dengan
antigen. Apabila ikatan intrinsiknya lemah maka daya proteksinya juga lemah
meskipun titernya cukup tinggi. Sebaliknya apabila ikatan intrinsik antigenantibodinya cukup tinggi maka daya proteksinya cukup baik meskipun titernya tidak
terlalu tinggi.
- Cara Kerja
a) Lokasi Pengambilan Sampel
- vena mediana cubiti ( dewasa )
- vena jugularis superficialis ( bayi )
b) Cara kerja pengambilan sampel :
Bersihkan daerah vena mediana cubiti dengan alcohol 70% dan biarkan menjadi
kering kembali
Pasang ikatan pembendung/torniquit diatas fossa cubiti. Mintakan pasien yang
akan diambil darahnya untuk mengepal dan membuka tangannya beberapa kali
agar vena jelas terlihat. Pembendungan vena tidak boleh terlalu kuat .
Tegangkan kulit diatas vena dengan jari tangan kiri agar vena tidak bergerak
Tusuk kulit diatas vena dengan jarum/nald dengan tangan kanan sampai
menembus lumen vena
Lepaskan pembendungan dan ambillah darah sesuai yang dibutuhkan
Taruh kapas diatas jarum/nald dan cabut perlahan
Mintakan agar pasien menekan bekas tusukan dengan kapas tadi
Alirkan darah dari syringe kedalam tabung melaluji dinding tabung
Berikan label berisi tanggal pemeriksaan,nama pasien dan jenis specimen
Sampel dapat di simpan pada suhu 2 - 8 C bertahan sampai 7 hari atau
dibekukan sampai 6 bulan. Hindari pembekuan berulang jika untuk pemeriksaan.
c) Cara kerja Toxolisa IgG dan IgM
Siapkan pengenceran 1:40 test sampel, negatif control, positif control dan
calibrator dengan jalan menambahkan masing-masing 5 ul bahan dengan 100 ul
sampel diluents, goyang hingga homagen.
Ambil 100 ul masing-masing hasil pengenceran, masukkan ke dalam wells goyang
agar tercampur rata, inkubasi selama 30 menit pada suhu 37oC.
Cuci 4 dengan diluents Wash Buffer (1) dilanjutkan cuci 1 dengan aquabidest
Wash buffer (1) = encerkan volume Wash Buffer (20) dengan 19 volume
aquabidest contoh : larutkan 50ml Wash Buffer (20) kedalam aquabidest untuk
membuat 1000ml Wash Buffer (1).
Masukan 100 ul Enzyme Conjugate ke masing-masing well, inkubasi 30 menit pada
suhu 37oC.
Cuci 4 dengan diluents Wash Buffer (1) dilanjutkan cuci dengan aquabidest.
Masukan 100 ul TMB ke masing-masing well, goyang hingga merata.
Inkubasi 15 menit pada suhu 37oC.
Tambahkan 100 ul Stop Solution (1N HCl) ke masing-masing well
Goyang 30 detik agar merata
Baca pada Elisa Reader dengan 450nm
b. Rubella
Dengan tes ELISA, HAI,Pasif HAatau tes LA, atau dengan adanya IgM spesifik rubella
yang mengindikasikan infeksi rubella telah terjadi.
Pemeriksaan Laboratorium yang dilakukan meliputi pemeriksaan Anti-Rubella IgG
dana IgM. Pemeriksaan Anti-rubella IgG dapat digunakan untuk mendeteksi adanya
kekebalan pada saat sebelum hamil. Jika ternyata belum memiliki kekebalan,
dianjurkan untuk divaksinasi. Pemeriksaan Anti-rubella IgG dan IgM terutama
sangat berguna untuk diagnosis infeksi akut pada kehamilan < 18 minggu dan risiko
infeksi rubella bawaan.
c. Cyto Megalo Virus