Anda di halaman 1dari 13

TORCH

A. Pengertian TORCH
TORCH adalah sebuah istilah untuk menggambarkan gabungan dari empat jenis
penyakit infeksi yang menyebabkan kelainan bawaan, yaitu Toxoplasma, Rubella,
Cytomegalovirus dan Herpes. Keempat jenis penyakit infeksi ini sama-sama
berbahaya
bagi
janin
bila
infeksi
diderita
oleh
ibu
hamil.
Prinsip dari pemeriksaan ini adalah deteksi adanya zat anti (antibodi) yang spesifik
taerhadap kuman penyebab infeksi tersebut sebagai respon tubuh terhadap adanya
benda asing (kuman. Antibodi yang terburuk dapat berupa Imunoglobulin M (IgM)
dan
Imunoglobulin
G
(IgG).
Penyakit TORCH ini dikenal karena menyebabkan kelainan dan berbagai keluhan
yang bisa menyerang siapa saja, mulai anak-anak sampai orang dewasa, baik pria
maupun wanita. Bagi ibu yang terinfeksi saat hamil dapat menyebabkan kelainan
pertumbuhan pada bayinya, yaitu cacat fisik dan mental yang beraneka ragam.
a. Toxoplasma
Toxoplasmosis penyakit zoonosis yaitu penyakit pada hewan yang dapat ditularkan
ke manusia. Penyakit ini disebabkan oleh sporozoa yang dikenal dengan nama
Toxoplasma gondii. Toxoplasma gondii yaitu suatu parasit intraselluler yang
menginfeksi pada manusia dan hewan. Toxoplasma gondii termasuk spesies dari
kelas sporozoa (Cocidia), pertama kali ditemukan pada binatang pengerat
Ctenodactylus gundi di Afrika Utara (Tunisia) oleh Nicolle dan Manceaux tahun 1908.
Tahun 1928 Toxoplasma gondii ditemukan pada manusia pertama kali oleh
Castellani

b. Rubella
Penyakit ini disebabkan oleh virus Rubella yang termasuk famili Togaviridae dan
genus Rubivirus, infeksi virus ini terjadi karena adanya kontak dengan sekret orang
yang terinfeksi; pada wanita hamil penularan ke janin secara intrauterin. Masa
inkubasinya rata-rata 16-18 hari. Periode prodromal dapattanpa gejala
(asimtomatis), dapat juga badan terasa lemah,demam ringan, nyeri kepala, dan
iritasi konjungtiva. Penyakit ini agak berbeda dari toksoplasmosis karena rubela
hanya
mengancam
janin
Penyakit yang juga disebabkan oleh virus yang menimbulkan demam ringan dengan
ruam yang menyebar dan kadang-kadang mirip dengan campak. Rubella menjadi
penting karena penyakit ini dapat menimbulkan kecacatan pada janin. Sindroma
rubella congenital terjadi pada 90% bayi yang dilahirkan oleh wanita yang terinfeksi

rubella selama trimester pertama kehamilan, resiko kecacatan ini menurun hinggga
kira-kira 10-20% pada minggu ke 16 dan lebih jarang terjadi bila ibu terkena infeksi
pada usia kehamilan 20 minggu.

c. Cyto Megalo Virus (CMV)


Penyakit ini disebabkan oleh Human cytomegalovirus, subfamili betaherpesvirus,
famili herpesviridae. Penularannya lewat paparan jaringan, sekresi maupun ekskresi
tubuh yangterinfeksi (urine, ludah, air susu ibu, cairan vagina, dan lainlain). Masa
inkubasi penyakit ini antara 3-8 minggu. Pada kehamilan infeksi pada janin terjadi
secara intrauterin. Pada bayi, infeksi yang didapat saat kelahiran akan
menampakkan gejalanya pada minggu ke tiga hingga ke dua belas; jika didapat
pada masa perinatal akan mengakibatkan gejala yang berat.
Infeksi virus ini dapat ditemukan secara luas di masyarakat; sebagian besar wanita
telah terinfeksi virus ini selama masa anak-anak dan tidak mengakibatkan gejala
yang berarti. Tetapi bila seorang wanita baru terinfeksi pada masa kehamilan maka
infeksi primer ini akan menyebabkan manifestasi gejala klinik infeksi janin bawaan
sebagai berikut: hepatosplenomegali, ikterus, petekie, meningoensefalitis,
khorioretinitis dan optic atrophy, mikrosefali, letargia, kejang, hepatitis dan
jaundice, infiltrasi pulmonal dengan berbagai tingkatan, dan kalsifikasi intrakranial.
Jika bayi dapat bertahan hidup akan disertai retardasi psikomotor maupun
kehilangan pendengaran..
d. Herpes Simplek
Penyakit ini disebabkan infeksi Herpes simplex virus (HSV); ada 2 tipe HSV yaitu
tipe 1 dan 2. Tipe 1 biasanya mempunyai gejala ringan dan hanya terjadi pada bayi
karena adanya kontak dengan lesi genital yang infektif; sedangkan HSV tipe 2
merupakan herpes genitalis yang menular lewat hubungan seksual. HSV tipe 1 dan
2 dapat dibedakan secara imunologi. Masa inkubasi antara 2 hingga 12 hari. Infeksi
herpes superfisial biasanya mudah dikenali misalnya pada kulit dan membran
mukosa
juga
pada
mata.
Penyakit infeksi virus yang ditandai dengan lesi primer terlokalisir, laten dan adanya
kecenderungan untuk kambuh kembali. Ada 2 jenis virus yaitu virus herpes simpleks
(HSV) tipe 1 dan 2 pada umumnya menimbulkan gejala klinis yang berbeda,
tergantung pada jalan masuknya. Dapat menyerang alat-alat genital atau mukosa
mulut.

B. Penyebab TORCH
Penyebab utama dari virus dan parasit TORCH (Toxoplasma, Rubella, CMV, dan
Herpes) adalah hewan yang ada di sekitar kita, seperti ayam, kucing, burung, tikus,
merpati, kambing, sapi, anjing, babi dan lainnya. Meskipun tidak secara langsung
sebagai penyebab terjangkitnya penyakit yang berasal dari virus ini adalah hewan,
namun juga bisa disebabkan oleh karena perantara (tidak langsung) seperti
memakan sayuran, daging setengah matang dan lainnya.

a. Toxoplasma Gondii
Infeksi Toxoplasma disebabkan oleh parasit yang disebut Toxoplasma gondi.
Pada umumnya infeksi Toxoplasma terjadi tanpa disertai gejala yang spesifik. Kirakira hanya 10-20% kasus infeksi Toxoplasma yang disertai gejala ringan, mirip
gejala influenza, bisa timbul rasa lelah, malaise, demam, dan umumnya tidak
menimbulkan masalah.
b. Rubella
Infeksi Rubella ditandai dengan demam akut, ruam pada kulit dan pembesaran
kelenjar getah bening. Infeksi ini disebabkan oleh virus Rubella, dapat menyerang
anak-anak dan dewasa muda.
c. Cyto Megalo Virus (CMV)
Infeksi CMV disebabkan oleh virus Cytomegalo, dan virus ini temasuk golongan
virus keluarga Herpes. Seperti halnya keluarga herpes lainnya, virus CMV dapat
tinggal secara laten dalam tubuh dan CMV merupakan salah satu penyebab infeksi
yang berbahaya bagi janin bila infeksi yang berbahaya bagi janin bila infeksi terjadi
saat ibu sedang hamil.
d. Herpes Simplek
Infeksi herpes pada alat genital (kelamin) disebabkan oleh Virus Herpes Simpleks
tipe II (HSV II). Virus ini dapat berada dalam bentuk laten, menjalar melalui serabut
syaraf sensorik dan berdiam diganglion sistem syaraf otonom.

C. Patofisiologi TORCH
a. Toxoplasma Gondii
Infeksi Toxoplasma berbahaya bila terjadi saat ibu sedang hamil atau pada orang
dengan sistem kekebalan tubuh terganggu (misalnya penderita AIDS, pasien
transpalasi organ yang mendapatkan obat penekan respon imun).
Jika wanita hamil terinfeksi Toxoplasma maka akibat yang dapat terjadi adalah
abortus spontan atau keguguran (4%), lahir mati (3%) atau bayi menderita
Toxoplasmosis bawaan. pada Toxoplasmosis bawaan, gejala dapat muncul setelah
dewasa, misalnya kelinan mata dan telinga, retardasi mental, kejang-kejang dn
ensefalitis
b. Rubella
Infeksi Rubella berbahaya bila tejadi pada wanita hamil muda, karena dapat
menyebabkan kelainan pada bayinya. Jika infeksi terjadi pada bulan pertama
kehamilan maka risiko terjadinya kelainan adalah 50%, sedangkan jika infeksi tejadi
trimester pertama maka risikonya menjadi 25% (menurut America College of
Obstatrician and Gynecologists, 1981).
c. Cyto Megalo Virus (CMV)
Jika ibu hamil terinfeksi. maka janin yang dikandung mempunyai risiko tertular
sehingga mengalami gangguan misalnya pembesaran hati, kuning, pekapuran otak,
ketulian, retardasi mental, dan lain-lain.

d. Herpes Simplek
Infeksi TORCH yang terjadi pada ibu hamil dapt membahayakan janin yang
dikandungnya. Pada infeksi TORCH, gejala klinis yang ada searing sulit dibedakan
dari penyakit lain karena gejalanya tidak spesifik. Walaupun ada yang memberi
gejala ini tidak muncul sehingga menyulitkan dokter untuk melakukan diagnosis.
Oleh karena itu, pemeriksaan laboratorium sangat diperlukan untuk membantu
mengetahui infeksi TORCH agar dokter dapat memberikan penanganan atau terapi
yang tepat.
D. Tanda Dan Gejala
a. Toxoplasma
Gejala yang diderita biasanya dengan mirip gejala influenza, bisa timbul rasa lelah,
malaise, demam disertai hepatomegali, dan umumnya tidak menimbulkan masalah,
b. Herpes Simpleks
Penderita biasanya mengalami demam, salivasi, mudah terangsang dan menolak

untuk makan,. Dengan dilakukan pemeriksaan menunjukan adanya ulkus dangkal


multiple yang nyeri pada mukusa lidah, gusi, dan bukal denganvesikel pada bibir
dan sekitarnya.
c. Cyto Megalo Virus (CMV)
- demam,
- penurunan jumlah sel darah putih (leukopenia)
- letih- lesu
- kulit berwarna kuning,
- pembesaran hati dan limpa,
- kerusakan atau hambatan pembentukan organ tubuh seperti mata, otak,
gangguan mental, dan lain-lain tergantung organ janin mana yang diserang
- Umumnya janin yang terinfeksi CMV lahir prematur dan berat badan lahir rendah.
d. Rubella
Tanda dan gejala yang muncul biasanya bertahan dalam dua hingga tiga hari dan
mungkin melibatkan:
- Demam ringan 38,9 derajat Celcius atau lebih rendah,
- Sakit kepala
- Hidung tersumbat atau pilek
- Peradangan, mata merah
- Pembesaran, pelunakan kelenjar getah bening di dasar tengkorak, leher bagian
belakang dan di belakang telinga
- Muncul ruam warna merah muda/pink di wajah dan dengan cepat menyebar ke
pundak, lengan, kaki sebelum menghilang di sekuens yang sama.
- Nyeri pada persendian, khususnya pada perempuan muda.
E. Patofisiologi TORCH
a. Toxoplasma
Toxoplasma gondii adalah parasit protozoa yang merupakan salah satu penyebab
kelainan kongenital yang cukup dominan dibandingkan penyebab lainnya yang
tergolong dalam TORCH. Hospes primernya adalah kucing. Kucing ini telah
mempunyai imunitas, tetapi pada saat reinfeksi mereka dapat menyebarkan
kembali sejumlah kecil ookista. Ookista ini dapat menginfeksi manusia dengan cara
memakan daging, buah-buahan, atau sayuran yang terkontaminasi atau karena
kontak dengan faeces kucing. Dalam selsel jaringan tubuh manusia, akan terjadi
proliferasi trophozoit sehingga selsel tersebut akan membesar. Trophozoit akan
berkembang dan terbentuk satu kista dalam sel, yang di dalamnya terdapat
merozoit. Kista biasanya didapatkan di jaringan otak, retina, hati, dan lain-lain yang
dapat menyebabkan kelainan pada organ-organ tersebut, seperti microcephali,
cerebral kalsifikasi, chorioretinitis, dll. Kista toksoplasma ditemukan dalam daging
babi atau daging kambing. Sementara itu, sangat jarang pada daging sapi atau
daging ayam. Kista toksoplasma yang berada dalam daging dapat dihancurkan

dengan pembekuan atau dimasak sampai dagingnya berubah warna. Buah atau
sayuran yang tidak dicuci juga dapat menstranmisikan parasit yang dapat
dihancurkan dengan pembekuan atau pendidihan. Infeksi T.gondii biasanya tanpa
gejala dan berlalu begitu saja. Setelah masa inkubasi selama lebih kurang 9 hari,
muncul gejala flu seperti lelah, sakit kepala, dan demam yang dapat muncul hampir
bersamaan dengan limpadenopati, terutama di daerah serviks posterior.
b. Rubella
Kematian pada post natal rubella biasanya disebabkan oleh enchepalitis. Pada
infeksi awal, virus akan masuk melalui traktus respiratorius yang kemudian akan
menyebar ke kelenjar limfe sekitar dan mengalami multiplikasi serta mengawali
terjadinya viremia dalam waktu 7 hari. Janin dapat terinfeksi selama terjadinya
viremia maternal. Saat ini, telah diketahui bahwa infeksi plasenta terjadi pada 80%
kasus dan risiko kerusakan jantung, mata, atau telinga janin sangat tinggi pada
trisemester pertama. Jika infeksi maternal terjadi sebelum usia kehamilan 12
minggu, 60% bayi akan terinfeksi. Kemudian, risiko akan menurun menjadi 17%
pada minggu ke-14 dan selanjutnya menjadi 6% setelah usia kehamilan 20 minggu.
Akan tetapi, plasenta biasanya terinfeksi dan virus dapat menjadi laten pada bayi
yang terinfeksi kongenital selama bertahun-tahun.
c. Cytomegalovirus (CMV)
Penyakit yang disebabkan oleh Cytomegalovirus dapat terjadi secara kongenital
saat bayi atau infeksi pada usia anak. Kadang-kadang, CMV juga dapat
menyebabkan infeksi primer pada dewasa, tetapi sebagian besar infeksi pada usia
dewasa disebabkan reaktivasi virus yang telah didapat sebelumnya. Infeksi
kongenital biasanya disebabkan oleh reaktivasi CMV selama kehamilan. Di negara
berkembang, jarang terjadi infeksi primer selama kehamilan, karena sebagian besar
orang telah terinfeksi dengan virus ini sebelumnya. Bila infeksi primer terjadi pada
ibu, maka bayi akan dapat lahir dengan kerusakan otak, ikterus dengan
pembesaran hepar dan lien, trombositopenia, serta dapat menyebabkan retardasi
mental. Bayi juga dapat terinfeksi selama proses kelahiran karena terdapatnya CMV
yang banyak dalam serviks. Penderita dengan infeksi CMV aktif dapat
mengekskresikan virus dalam urin, sekret traktus respiratorius, saliva, semen, dan
serviks. Virus juga didapatkan pada leukosit dan dapat menular melalui tranfusi.

d. Herpes Simpleks (HSV)


HSV merupakan virus DNA yang dapat diklasifikasikan ke dalam HSV 1 dan 2. HSV 1
biasanya menyebabkan lesi di wajah, bibir, dan mata, sedangkan HSV 2 dapat
menyebabkan lesi genital. Virus ditransmisikan dengan cara berhubungan seksual
atau kontak fisik lainnya. Melalui inokulasi pada kulit dan membran mukosa, HSV
akan mengadakan replikasi pada sel epitel, dengan waktu inkubasi 4 sampai 6 hari.
Replikasi akan berlangsung terus sehingga sel akan menjadi lisis serta terjadi
inflamasi lokal. Selanjutnya, akan terjadi viremia di mana virus akan menyebar ke

saraf sensoris perifer. Di sini virus akan mengadakan replikasi yang diikuti
penyebarannya ke daerah mukosa dan kulit yang lain2,4,9,10.
Dalam tahun-tahun terakhir ini, herpes genital telah mengalami peningkatan. Akan
tetapi, untungnya herpes neonatal agak jarang terjadi, bervariasi dari 1 dalam
2.000 sampai 1 dalam 60.000 bayi baru lahir. Tranmisi terjadi dari kontak langsung
dengan HSV pada saat melahirkan. Risiko infeksi perinatal adalah 35--40% jika ibu
yang melahirkan terinfeksi herpes genital primer pada akhir kehamilannya2.
F. Cara Penularan TORCH
Penularan TORCH pada manusia dapat melalui 2 (dua) cara. Pertama, secara aktif
(didapat) dan yang kedua, secara pasif (bawaan). Penularan secara aktif disebabkan
antara lain sebagai berikut :
a. Makan daging setengah matang yang berasal dari hewan yang terinfeksi
(mengandung sista), misalnya daging sapi, kambing, domba, kerbau, babi, ayam,
kelinci dan lainnya. Kemungkinan terbesar penularan TORCH ke manusia adalah
melalui jalur ini, yaitu melalui masakan sati yang setengah matang atau masakan
lain yang dagingnya diamsak tidak semnpurna, termasuk otak, hati dan lainnya.
b. Makan makanan yang tercemar oosista dari feses (kotoran) kucing yang
menderita TORCH. Feses kucing yang mengandung oosista akan mencemari tanah
(lingkungan) dan dapat menjadi sumber penularan baik pada manusia maupun
hewan. Tingginya resiko infeksi TORCH melalui tanah yang tercemar, disebabkan
karena oosista bisa bertahan di tanah sampai beberapa bulan ( Howard, 1987).
c. Transfusi darah (trofozoid), transplantasi organ atau cangkok jaringan (trozoid,
sista), kecelakaan di laboratorium yang menyebabkan TORCH masuk ke dalam
tubuh atau tanpa sengaja masuk melalui luka (Remington dan McLeod 1981, dan
Levine 1987).
d. Hubungan seksual antara pria dan wanita juga bisa menyebabkan menularnya
TORCH. Misalnya seorang pria terkena salah satu penyakit TORCH kemudian
melakukan hubungan seksual dengan seorang wanita (padahal sang wanita
sebelumnya belum terjangkit) maka ada kemungkinan wanita tersebut nantinya
akan terkena penyakit TORCH sebagaimana yang pernah diderita oleh lawan
jenisnya.
e. Ibu hamil yang kebetulan terkena salah satu penyakit TORCH ketika mengandung
maka ada kemungkinan juga anak yang dikandungnya terkena penyakit TORCH
melalui plasenta.
f. Air Susu Ibu (ASI) juga bisa sebagai penyebab menularnya penyakit TORCH. Hal ini
bisa terjadi seandainya sang ibu yang menyusui kebetulan terjangkit salah satu
penyakit TORCH maka ketika menyusui penyakit tersebut bisa menular kepada sang
bayi yang sedang disusuinya.
g. Keringat yang menempel pada baju atau pun yang masih menempel di kulit juga
bisa menjadi penyebab menularnya penyakit TORCH. Hal ini bisa terjadi apabila
seorang yang kebetulan kulitnya menmpel atau pun lewat baju yang baru saja
dipakai si penderita penyakit TORCH.
h. Faktor lain yang dapat mengakibatkan terjadinya penularan pada manusia,
antara lain adalah kebiasaan makan sayuran mentah dan buah - buahan segar yang

dicuci kurang bersih, makan tanpa mencuci tangan terlebih dahulu, mengkonsumsi
makanan dan minuman yang disajikan tanpa ditutup, sehingga kemungkinan
terkontaminasi oosista lebih besar.
i. Air liur juga bisa sebagai penyebab menularnya penyakit TORCH. Cara
penularannya juga hampir sama dengan penularan pada hubungan seksual.
Berdasarkan kenyataan di atas, penyakit TORCH ini sifatnya menular. Oleh karena
itu dalam satu keluarga biasanya kalau salah satu anggota keluarga terkena
penyakit tersebut maka yang lainnya pun juga bisa terkena. Malah ada beberapa
kasus dalam satu keluarga seluruh anggota keluarganya mulai dari kakek - nenek,
kakak - adik, bapak - ibu, anak - anak semuanya terkena penyakit TORCH.
G. Cara Menghindari TORCH
Untuk menghindari sedini mungkin penyakit TORCH yang sangat membahayakan
ini, ada beberapa hal sebagai solusi awal yang bisa dilakukan antara lain sebagai
berikut :
a. Bila mengkonsumsi daging seperti daging ayam, sapi, kambing, kelinci, babi dan
lainnya terlebih dahulu dimasak dengan matang hingga suhu mencapai 66 derajat
Celcius, agar oosista - oosista yang mungkin terbawa di dalam daging tersebut bisa
mati.
b. Kucing peliharaan di rumah hendaknya diberi daging matang untuk mencegah
infeksi yang masuk ke dalam tubuh kucing. Tempat makan, minum dan alas tidur
harus selalu dicuci / dibersihkan.
c. Hindari kontak dengan hewan - hewan mamalia liar, seperti rodensia liar (tikus,
bajing, musang dan lain - lain) serta reptilia kecil seperti cecak, kadal, dan
bengkarung yang kemungkinan dapat sebagai hewan perantara TORCH.
d. Penanganan kotoran kucing sebaiknya dilakukan melalui sarung tangan yang
disposable (dibuang setelah dipakai).
e. Bagi wanita yang sedang hamil, terutama yang dinyatakan secara serologis
sudah negatif, jangan memelihara atau menangani kucing kecuali dengan sarung
tangan.
f. Bila sedang memegang daging, bekerja di tempat atau perusahaan daging atau
organ yang masih mentah, hindari untuk tidak menyentuh mata, mulut, dan hidung
dan peralatan dapur setelah selesai sebaiknya dicuci dengan sabun.
g. Bagi yang senang berkebun atau bekerja di kebun, sebaiknya menggunakan
sarung tangan, mencuci sayuran atau buah sebelum dimakan.
h. Darah penderita seropositif tidak boleh ditransfusikan pada penderita yang
menderita imunosupresif, demikian pula transplantasi organ pada penderita
seronegatif harus dari orang dengan seronegatif TORCH.
i. Pemberantasan terhadap lalat dan kecoa sebagai pembawa oosista perlau
dilakukan.
j. Penggunaan desinfektan komersial yang ada di toko - toko dapat berguna untuk
membasmi oosista.

k. Memeriksakan hewan peliharaan secara kontinyu ke dokter hewan atau poliklinik


hewan agar supaya hewan keanyangan selalu dalam keadaan sehat.
H. Mencegah TORCH
Mengingat bahaya dari TORCH untuk ibu hamil, bagi Anda yang sedang
merencanakan kehamilan atau yang saat ini sedang hamil, dapat
mempertimbangkan saran-saran berikut agar bayi Anda dapat terlahir dengan baik
dan sempurna.
a. Makan makanan bergizi
Saat hamil, sebaiknya Anda mengkonsumsi banyak makanan bergizi. Selain baik
untuk perkembangan janin, gizi yang cukup juga akan membuat tubuh tetap sehat
dan kuat. Bila tubuh sehat, maka tubuh dapat melawan berbagai penyakit termasuk
TORCH sehingga tidak akan menginfeksi tubuh.
b. Lakukan pemeriksaan sebelum kehamilan
Ada baiknya, Anda memeriksakan tubuh sebelum merencanakan kehamilan. Anda
dapat memeriksa apakah dalam tubuh terdapat virus atau bakteri yang dapat
menyebabkan infeksi TORCH. Jika Anda sudah terinfeksi, ikuti saran dokter untuk
mengobatinya dan tunda kehamilan hingga benar-benar sembuh.
c. Melakukan vaksinasi
Vaksinasi bertujuan untuk mencegah masuknya parasit penyebab TORCH. Seperti
vaksin rubela dapat dilakukan sebelum kehamilan. Hanya saja, Anda tidak boleh
hamil dahulu sampai 2 bulan kemudian.
d. Makan makanan yang matang
Hindari memakan makanan tidak matang atau setengah matang. Virus atau parasit
penyebab TORCH bisa terdapat pada makanan dan tidak akan mati apabila
makanan tidak dimasak sampai matang. Untuk mencegah kemungkinan tersebut,
selalu konsumsi makanan matang dalam keseharian Anda.
e. Periksa kandungan secara terartur
Selama masa kehamilan, pastikan juga agar Anda memeriksakan kandungan secara
rutin dan teratur. Maksudnya adalah agar dapat dilakukan tindakan secepatnya
apabila di dalam tubuh Anda ternyata terinfeksi TORCH. Penanganan yang cepat
dapat membantu agar kondisi bayi tidak menjadi buruk.
f. Jaga kebersihan tubuh
Jaga higiene tubuh Anda. Prosedur higiene dasar, seperti mencuci tangan, sangatlah
penting.
g. Hindari kontak dengan penderita penyakit
Seorang wanita hamil harus menghindari kontak dengan siapa pun yang menderita

infeksi virus, seperti rubela, yang juga disebut campak Jerman.


Dengan mencari lebih banyak informasi tentang kehamilan serta merawat dirinya
sebelum dan selama masa kehamilan maupun dengan memikirkan masak-masak
jauh di muka tentang berbagai aspek melahirkan, seorang wanita akan melakukan
sebisa-bisanya untuk memastikan kehamilan yang lebih aman. Maka, bagi seorang
wanita hamil, cobalah untuk selalu waspada terhadap berbagai penyakit seperti
TORCH agar bayi Anda terlahir sehat.
I. Pengobatan TORCH
Adanya infeksi-infeksi ini dapat dideteksi dari pemeriksaan darah. Biasanya ada 2
petanda yang diperiksa untuk tiap infeksi yaitu Imunoglobulin G (IgG) dan
Imunoglobulin M (IgM). Normalnya keduanya negatif.
Jika IgG positif dan IgMnya negatif,artinya infeksi terjadi dimasa lampau dan tubuh
sudah membentuk antibodi. Pada keadaan ini tidak perlu diobati. Namun, jika IgG
negatif dan Ig M positif, artinya infeksi baru terjadi dan harus diobati. Selama
pengobatan tidak dianjurkan untuk hamil karena ada kemungkinan infeksi
ditularkan ke janin. Kehamilan ditunda sampai 1 bulan setelah pengobatan selesai
(umumnya pengobatan memerlukan waktu 1 bulan). Jika IgG positif dan IgM juga
positif,maka perlu pemeriksaan lanjutan yaitu IgG Aviditas. Jika hasilnya tinggi,maka
tidak perlu pengobatan, namun jika hasilnya rendah maka perlu pengobatan seperti
di atas dan tunda kehamilan. Pada infeksi Toksoplasma,jika dalam pengobatan
terjadi kehamilan, teruskan kehamilan dan lanjutkan terapi sampai
melahirkan.Untuk Rubella dan CMV, jika terjadi kehamilan saat terapi,
pertimbangkan untuk menghentikan kehamilan dengan konsultasi kondisi
kehamilan bersama dokter kandungan anda.
Pengobatan TORCH secara medis diyakini bisa dengan menggunakan obat-obatan
seperti isoprinocin, repomicine, valtrex, spiromicine, spiradan, acyclovir,
azithromisin, klindamisin, alancicovir, dan lainnya. Namun tentu pengobatannya
membutuhkan biaya yang sangat mahal dan waktu yang cukup lama. Selain itu,
terdapat pula cara pengobatan alternatif yang mampu menyembuhkan penyakit
TORCH ini, dengan tingkat kesembuhan mencapai 90 %.
Pengobatan TORCH secara medis pada wanita hamil dengan obat spiramisin
(spiromicine), azithromisin dan klindamisin misalnya bertujuan untuk menurunkan
dampak (resiko) infeksi yang timbul pada janin. Namun sayangnya obat-obatan
tersebut seringkali menimbulkan efek mual, muntah dan nyeri perut. Sehingga
perlu disiasati dengan meminum obat-obatan tersebut sesudah atau pada waktu
makan.
Berkaitan dengan pengobatan TORCH ini (terutama pengobatan TORCH untuk
menunjang kehamilan), menurut medis apabila IgG nya saja yang positif sementara
IgM negative, maka tidak perlu diobati. Sebaliknya apabila IgM nya positif (IgG bisa
positif atau negative), maka pasien baru perlu mendapatkan pengobatan.
J. Diagnosa TORCH

Proses diagnosa medis merupakan langkah pertama untuk menangani suatu


penyakit. Tetapi diagnosa berdasarkan pengamatan gejala klinis sering sukar
dilaksanakan, maka dilakukan diagnosa laboratorik dengan memeriksa serum
darah, untuk mengukur titer-titer antibodi IgM atau IgG-nya.
Penderita TORCH kadang tidak menunjukkan gejala klinis yang spesifik, bahkan bisa
jadi sama sekali tidak merasakan sakit. Secara umum keluhan yang dirasakan
adalah mudah pingsan, pusing, vertigo, migran, penglihatan kabur, pendengaran
terganggu, radang tenggorokan, radang sendi, nyeri lambung, lemah lesu,
kesemutan, sulit tidur, epilepsi, dan keluhan lainnya.
Untuk kasus kehamilan: sulit hamil, keguguran, organ tubuh bayi tidak lengkap,
cacat fisik maupun mental, autis, keterlambatan tumbuh kembang anak, dan
ketidaksempurnaan lainnya.
Namun begitu, gejala diatas tentu belum membuktikan adanya penyakit TORCH
sebelum dibuktikan dengan uji laboratorik.

K. Pemeriksaan TORCH
1. Cara Pemeriksaannya
a. Toxoplasma
Tes ini mempergunakan antigen Toxoplasma yang diletakkan pada penyangga
padat, mula-mula di inkubasi dengan serum penderita kemudian dengan antibodi
berlabel enzim. Kadar antibodi dalam serum penderita sebanding dengan intertitas
warna yang timbul setelah ikatan antigen antibodi dicampur dengan substrat. Uji
aviditas pada ELISA bermanfaat untuk determinasi prediktif kapan seseorang atau
individu tersebut diperkirakan terinfeksi Aviditas ELISA juga dapat digunakan untuk
menentukan status infeksi serta kekuatan ikatan intrinsik antara antibodi dengan
antigen. Apabila ikatan intrinsiknya lemah maka daya proteksinya juga lemah
meskipun titernya cukup tinggi. Sebaliknya apabila ikatan intrinsik antigenantibodinya cukup tinggi maka daya proteksinya cukup baik meskipun titernya tidak
terlalu tinggi.
- Cara Kerja
a) Lokasi Pengambilan Sampel
- vena mediana cubiti ( dewasa )
- vena jugularis superficialis ( bayi )
b) Cara kerja pengambilan sampel :
Bersihkan daerah vena mediana cubiti dengan alcohol 70% dan biarkan menjadi
kering kembali
Pasang ikatan pembendung/torniquit diatas fossa cubiti. Mintakan pasien yang
akan diambil darahnya untuk mengepal dan membuka tangannya beberapa kali

agar vena jelas terlihat. Pembendungan vena tidak boleh terlalu kuat .
Tegangkan kulit diatas vena dengan jari tangan kiri agar vena tidak bergerak
Tusuk kulit diatas vena dengan jarum/nald dengan tangan kanan sampai
menembus lumen vena
Lepaskan pembendungan dan ambillah darah sesuai yang dibutuhkan
Taruh kapas diatas jarum/nald dan cabut perlahan
Mintakan agar pasien menekan bekas tusukan dengan kapas tadi
Alirkan darah dari syringe kedalam tabung melaluji dinding tabung
Berikan label berisi tanggal pemeriksaan,nama pasien dan jenis specimen
Sampel dapat di simpan pada suhu 2 - 8 C bertahan sampai 7 hari atau
dibekukan sampai 6 bulan. Hindari pembekuan berulang jika untuk pemeriksaan.
c) Cara kerja Toxolisa IgG dan IgM
Siapkan pengenceran 1:40 test sampel, negatif control, positif control dan
calibrator dengan jalan menambahkan masing-masing 5 ul bahan dengan 100 ul
sampel diluents, goyang hingga homagen.
Ambil 100 ul masing-masing hasil pengenceran, masukkan ke dalam wells goyang
agar tercampur rata, inkubasi selama 30 menit pada suhu 37oC.
Cuci 4 dengan diluents Wash Buffer (1) dilanjutkan cuci 1 dengan aquabidest
Wash buffer (1) = encerkan volume Wash Buffer (20) dengan 19 volume
aquabidest contoh : larutkan 50ml Wash Buffer (20) kedalam aquabidest untuk
membuat 1000ml Wash Buffer (1).
Masukan 100 ul Enzyme Conjugate ke masing-masing well, inkubasi 30 menit pada
suhu 37oC.
Cuci 4 dengan diluents Wash Buffer (1) dilanjutkan cuci dengan aquabidest.
Masukan 100 ul TMB ke masing-masing well, goyang hingga merata.
Inkubasi 15 menit pada suhu 37oC.
Tambahkan 100 ul Stop Solution (1N HCl) ke masing-masing well
Goyang 30 detik agar merata
Baca pada Elisa Reader dengan 450nm
b. Rubella
Dengan tes ELISA, HAI,Pasif HAatau tes LA, atau dengan adanya IgM spesifik rubella
yang mengindikasikan infeksi rubella telah terjadi.
Pemeriksaan Laboratorium yang dilakukan meliputi pemeriksaan Anti-Rubella IgG
dana IgM. Pemeriksaan Anti-rubella IgG dapat digunakan untuk mendeteksi adanya
kekebalan pada saat sebelum hamil. Jika ternyata belum memiliki kekebalan,
dianjurkan untuk divaksinasi. Pemeriksaan Anti-rubella IgG dan IgM terutama
sangat berguna untuk diagnosis infeksi akut pada kehamilan < 18 minggu dan risiko
infeksi rubella bawaan.
c. Cyto Megalo Virus

Pemeriksaan laboratorium sangat bermanfaat untuk mengetahui infeksi akut atau


infeski berulang, dimana infeksi akut mempunyai risiko yang lebih tinggi.
Pemeriksaan laboratorium yang silakukan meliputi Anti CMV IgG dan IgM, serta
Aviditas Anti-CMV IgG.
d. Herpes Simpleks
Pemeriksaan laboratorium, yaitu Anti-HSV II IgG dan Igm sangat penting untuk
mendeteksi secara dini terhadap kemungkinan terjadinya infeksi oleh HSV II dan
mencaegah bahaya lebih lanjut pada bayi bila infeksi terjadi pada saat kehamilan
2. Dan cara untuk membaca hasilnya adalah sebagai berikut :
a. Periksalah serum untuk mencari ada tidaknya IgG spesifik untuk parasit/virus
TORCH. Bila hasilnya Negatif, berarti Anda tidak pernah terinfeksi TORCH. Bila
Positif, berarti pernah terinfeksi. Note: [periksa Anti-Toxoplasma IgG, Anti-Rubella
IgG, Anti-CMV IgG, Anti-HSV2 IgG]. Tes IgG itu untuk meriksa apakah pada masa lalu
si pasien pernah kena infeksi.
b. Bila IgG Positif, maka untuk menentukan kapan infeksi tersebut, Anda harus
melakukan pemeriksaan serum untuk mencari ada tidaknya IgM parasit/virus
TORCH. Tes IgM ini fungsinya untuk memeriksa apakah saat ini si pasien terinfeksi
TORCH.
c. Bila IgG Positif dan IgM Negatif : Anda telah terinfeksi lebih dari setahun yang
lalu. Saat ini anda mungkin telah mengembangkan kekebalan terhadap parasit itu.
Anda tidak perlu khawatir untuk hamil.
d. Bila IgG Positif dan IgM juga Positif: Anda tengah mengalami infeksi dalam 2
tahun terakhir, [mungkin pula ada false pada hasil IgM]. Anda harus catat berapa
angka IgM tersebut.
e. Selanjutnya Anda harus melakukan lagi pemeriksaan IgM [kalau perlu sekalian
IgG] setelah 2 minggu dari pemeriksaan pertama.
f. Bila IgM tetap Positif atau malah naik angkanya, berarti anda sedang terinfeksi
TORCH. Sebaiknya anda sembuhkan dulu infeksi ini baru kemudian mulai hamil.
e. Siapa & kapan perlu melakukan pemeriksaan TORCH yaitu
- Wanita yang akan hamil atau merencanakan segera hamil
- Wanita yang baru/sedang hamil bila hasil sebelumnya negatif atau belum
diperiksa, idealnya dipantau setiap 3 bulan sekali
- Bayi baru lahir yang ibunya terinfeksi pada saat hamil

Anda mungkin juga menyukai