PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perdarahan obstetri masih menjadi penyebab utama terhadap kasus kematian ibu di
dunia dan retensio plasenta merupakan salah satu penyebab dari kejadian ini. Tingkat
insidensi terkait intervensi intrapartum dipengaruhi oleh sistem kesehatan. Saat ini di Eropa
tingkat insidensi nya adalah 2-3 %, jika retensio plasenta tidak ditangani, hal ini akan memicu
terjadinya kematian maternal karena perdarahan postpartum atau sepsis. Di UK, kasus
retensio plasenta mengakibatkan kematian 7 perempuan per 100.000 kelahiran, dan di Afrika
dengan keterbatasan akses fasilitas pelepasan manual plasenta, tingkat kematian nya yaitu
sekitar 1%.1
Hal studi acak yang dilakukan menyatakan pada 38% kelahiran spontan dan
diobservasi selama beberapa jam, 10% sampel mengalami kehilangan darah > 1000mL.
Sehingga terdapat korelasi dari keseimbangan careful risk-benefit dan periode observasi,
yang mana semakin banyak kelahiran spontan dan intervensi untuk mencegah kehilangan
darah post partum dan sepsis. Beberapa sarana kesehatan telah dianjurkan ketika terjadi PPH,
waktu optimal untuk pengeluaran secara manual adalah 18 menit tapi hal ini tidak berlaku
untuk kasus yang memiliki kelainan penyerta.2
Retensio plasenta merupakan komplikasi yang dapat dijumpai pada 3% kelahiran per
vagina.1 Keadaan ini sering disertai dengan kehilangan darah yang banyak sesaat setelah
proses melahirkan.3,4 Berdasarkan data yang didapat dari penanganan kegawatdaruratan
bidang obstetri, kasus retensio plasenta menjadi penyebab terbanyak kedua untuk perdarahan
postpartum setelah atonia uteri.5
Pengeluaran plasenta secara manual akan melibatkan banyak resiko dan
meningkatkan resiko untuk endometritis postpartum. Tetapi saat ini masih sedikit informasi
mengenai etiologi maupun patofisiologi dari kelainan ini. Studi sebelumnya menyatakan
bahwa kasus retensio plasenta sering disertai dengan preeclampsia dan kelahiran prematur.
Kondisi tersebut akan berpengaruh pada terbatasnya pertumbuhan fetal dan bisa
mengakibatkan kematian janin intrauterine, hal ini didasari oleh kelainan dari plasenta. Selain
itu keterlibatan stress oksidatif dan apoptosis pada plasenta juga dicurigai sebagai faktor yang
ikut berperan serta dalam pathogenesis retensio plasenta.2,6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Plasenta
Plasenta manusia merupakan oragan yang berbentuk circular discoidal dengan
diameter sekitar 22cm, ketebalan 2,5 cm dan berat sekitar 470gram. Terdapat banyak variasi
pada plasenta satu dengan yang lainnya, yang mana akan berpengaruh pada proses
kelahiran.secara khusus ketika merencanakan analisis morfometri dari plasenta, beberapa
faktor seperti kapan dan dimana umbilical cord sangat penting diketahui karena kehilangan
darah pada ibu dan atau fetal mempengaruhi pada dimensi plasenta.6
c. Transfer Obat
Membran pada plasenta bertindak sebagai barrier untuk transfer bahan ke fetus
termasuk transfer obat-obatan. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
kelarutan dalam lemak, besar ukuran molekul, protein transport, dan pengikat
protein.9
d. Fungsi Endokrin
- Gonadotropin Korion (hCG)
- Laktogen Plasenta
- Progesteron
- Estrogen
Definisi
Retensio plasenta adalah bila plasenta tertinggal dalam uterus setengah jam setelah anak
lahir. Sebab-sebabnya plasenta belum lahir bisa oleh karena : 10
1. Plasenta belum lepas dari dinding uterus dengan pertolongan aktif kala III. Plasenta
belum lepas dari dinding uterus karena: 10
a. Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta (plasenta adhesiva)
b. Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vili korialis menembus
desidua sampai miometrium- sampai di bawah peritoneum. Beberapa jenis adhesi
plasenta :
- Plasenta akreta adalah bila implantasi menembus desidua basalis, dan
Nitabuch Layer.
- Plasenta inkreta adalah bila plasenta sampai menembus miometrium.
- Plasenta perkreta adalah bila vili korialis sampai menembus perimetrium.
2. Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar, disebabkan
oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III,
sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi
keluarnya plasenta (inkarserasio plasenta). Apabila plasenta belum lahir sama sekali,
tidak terjadi perdarahan; jika lepas sebagian, terjadi perdarahan yang merupakan
indikasi untuk mengeluarkannya. 10
c. Kontraksi rahim yang hipertonik, yang menyebakan kontriksion ring, hour glss
contraction.
d. Plasenta Adhesiva, sukar lepar karena plasenta yang lebar dan tipis (prematureimmature-membranacea).
e. Vili chorialis yang melekatnya lebih dalam (akreta-increta-perkreta).
f. Kelaianan bentuk plasenta sehingga sukar lepas (fenestrata-membranaceabilabata-spuria-succenturiota).
Sedangkan yang menjadi faktor resiko nya adalah : 10
a.
b.
c.
d.
e.
Patofisiologi
Diagnosis15
Plasenta dianggap dipertahankan jika tetap tidak terkirim setelah 30 menit dari kala ketiga
yang secara aktif dan 60 menit dari kala ketiga fisiologis. Retensi dapat disebabkan oleh :
terjadi pada setiap titik. Ini mungkin tersembunyi, oleh karena itu penting untuk memantau
perempuan dengan menggunakan Modified Obstetric Early Warning chard ((MEOWS),
untuk mengidentifikasi penurunan di awal kondisinya. Ini harus dimulai pada titik
mendiagnosis plasenta retensio.
Sebuah plasenta belum tentu disertai dengan perdarahan tetapi perdarahan dapat
terjadi pada setiap titik. Ini mungkin tersembunyi, oleh karena itu penting untuk memantau
perempuan erat, menggunakan Modified Kebidanan chard Peringatan Dini (mengeong),
untuk mengidentifikasi penurunan di awal kondisinya. Ini harus dimulai pada titik
mendiagnosis plasenta.
Penatalaksanaan
Manual removal16
Saat ini, pengobatan yang paling umum untuk retensio plasenta adalah manual
removal dengan tindakan anestesi. Selama prosedur ini wanita menghadapi risiko anestesi
serta risiko infeksi yang akibat dari memasukkan tangan ke dalam rahim. Kedua risiko yang
lebih tinggi di negara-negara berkembang di mana prevalensi infeksi tinggi dan pengetahuan
kurang dalam tenaga terampil di kebidanan anestesi. Waktu yang diperbolehkan untuk selang
sebelum Manual removal bervariasi, tetapi banyak pihak menyarankan penundaan 30-60
menit tanpa adanya perdarahan. Hal ini karena tidak ada peningkatan perdarahan sampai
setidaknya 30 menit pasca-partum dan karena temuan bahwa antara 30 dan 60 menit lebih
jauh 40% dari plasenta secara spontan akan memberikan dengan hilangnya rata-rata hanya
300 ml darah.
Terdapat manajemen lain Jika plasenta ditemukan akreta saat manual removal. Sering
penghapusan parsial dicapai secara manual dan kuretase digunakan untuk mengeluarkan
sebanyak mungkin dari jaringan yang tersisa. Selama perdarahan dikontrol dengan metode ini
dan rahim tetap berkontraksi baik, maka ini biasanya cukup untuk mencegah perdarahan
terus. Trofoblas yang tersisa biasanya diserap kembali secara spontan, meskipun kadar HCG lebih lama untuk kembali ke normal. Tindakan kuretase mungkin diperlukan jika
perdarahan berlanjut.
Dalam kasus plasenta percreta, darah akan terus mengalir melalui daerah
invasi ketika sebagian besar plasenta dihapus karena tidak adanya ligatur fisiologis
miometrium yang biasanya akan membendung aliran. Jika ditemukan di operasi caesar
kemudian hemostasis mungkin dicapai melalui penggunaan jahitan ditempatkan jauh ke
dalam tidur miometrium, atau melalui ligasi rahim atau arteri iliaka interna. Histerektomi
biasanya diperlukan. Jika diagnosis plasenta percreta dapat dibuat sebelum salah satu jaringan
plasenta dihapus (yang mungkin dicapai antenatal menggunakan ultrasonografi) maka pasien
dapat diobati secara konservatif. Ini melibatkan melahirkan bayi secara normal tetapi
meninggalkan plasenta. Kadar -HCG diikuti dan manual removal dan kuretase dilakukan
ketika mereka menjadi tidak terdeteksi. Methotrexate mungkin bermanfaat dalam situasi ini.
Oxytocics Sistemik16
tarif plasenta tidak secara signifikan berbeda dengan yang diperoleh dengan manajemen
hamil. Dasar kesimpulan ini adalah data tambahan dari percobaan terkontrol plasebo
oksitosin pusat yang menunjukkan penurunan yang signifikan dalam kebutuhan untuk manual
removal plasenta dengan injeksi oksitosin pusat.
Kesimpulan
Studi USG baru-baru ini telah menunjukkan peran yang sangat penting untuk bermain
di pelepasan plasenta di kala tiga persalinan miometrium retro-plasenta. Temuan yang ditahan
plasenta berhubungan dengan kegagalan kontraktil lokal retro-plasenta telah meningkatkan
spekulasi dalam arti kegagalan kontraktil ini untuk kemajuan persalinan. Penelitian awal
menunjukkan bahwa daerah ini gagal berkontraksi selama persalinan pada banyak wanita
dengan tenaga kerja disfungsional.
Penggunaan suntikan vena umbilikalis oksitosin untuk mengatasi kegagalan kontraktil
ini mungkin memungkinkan dipertahankan plasenta harus ditangani secara medis. Jika
peningkatan pengiriman oksitosin ke plasenta dapat dicapai, maka manajemen medis dari
plasenta akan menjadi terapi pilihan, bahkan di mana fasilitas operasi yang tersedia.
KOMPLIKASI17
1.
2.
3.
4.
5.
PROGNOSIS
Prognosis retensio plasenta ini tergantung dari17:
1. Pengetahuan dan pengalaman penolong penderita sebelum dirujuk, biasanya penderita
sudah jatuh dalam keadaan syok
2. Lama terjadinya retensio plasenta
3. Komplikasi yang terjadi
DAFTAR PUSTAKA
1. Cheung WM, Hawkes A, Ibish S, Weeks AD. The retained placenta: historical and
geographical rate variations. J Obstet Gynaecol 2011;31:3742.
2. Ely JW, Rijhsinghani A, Bowdler NC, Dawson JD. The association between manual
removal of the placenta and postpartum endometritis following vaginal delivery.
Obstet Gynecol 1995;86:10026.
3. Endler M, Grunewald C, Saltvedt S. Epidemiology of retained placenta: oxytocin as
an independent risk factor. Obstet Gynecol 2012;119:8019.
4. Combs CA, Laros RK. Prolonged third stage of labor: morbidity and risk factors.
Obstet Gynecol 1991;77:8637.
5. Bateman BT, Berman MF, Riley LE, Leffert LR. The epidemiology of postpartum
hemorrhage in a large, nationwide sample of deliveries. Anesth Analg
2010;110:136873.
6. Anorlu RI, Maholwana B, Hofmeyr GJ. Methods of delivering the placenta at
caesarean section. Cochrane Database Syst Rev 2008: CD004737.
7. Bouw GM, Stolte LAM, Baak JPA, et al. Quantitative morphology of the placenta. I.
Standardization of sampling. Eur J Obstet Gynecol Reprod Biol 1976;6:32531.
8. Kaufmann P. Basic morphology of the fetal and maternal circuits in the human
placenta. Contrib Gynecol Obstet 1985;13:517.
9. Aghajanian P., Ainbinder SW., Akhter MW., Andrew DE., Anti D., Archie CL., eds.LANGE: Current Diagnosis & Treatment Obstetric & Gynecology: MaternalPlacental-Fetal Unit; Fetal & Early Neonatal Physiology, 10th ed, 2007, McGraw-Hill
Companies, USA.
10. Prawirohardjo, S. 2000. Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
11. Hemoragi, Utomo. Obstetri dan Ginekologi. Widya Medika. Jakarta : 1998
12. J
13. J
14. K
15. Elizabeth, 2014. retained placenta - clinical guideline for diagnosis and management.
Royal Cornwall Hospitals.
16. Andrew, 2001. The retained placenta, African health science. Available from :
[http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2704447/].
17. Banks, A.2004. Retained Placenta. Queens Medical Centre, Nottingham NG7