Anda di halaman 1dari 20

15

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1.

Tuberkulosis

3.1.1. Definisi
Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan
oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis, yang dapat menyerang berbagai organ,
terutama paru-paru.1,2
3.1.2. Klasifikasi dan Tipe Penderita Tuberkulosis
Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe penderita penting dilakukan untuk
menetapkan paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang sesuai dan dilakukan
sebelum pengobatan dimulai. Ada empat hal yang perlu diperhatikan dalam
menentukan definisi kasus, yaitu:

Organ tubuh yang sakit: paru atau ekstra paru;

Hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung: BTA positif atau BTA
negatif;

Riwayat pengobatan sebelumnya: baru atau sudah pernah diobati;

Tingkat keparahan penyakit: ringan atau berat.2,6


Berdasarkan tempat/organ yang diserang oleh kuman, maka tuberkulosis

dibedakan menjadi tuberkulosis paru dan tuberkulosis ekstra paru.


1. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan parenkim

paru, tidak termasuk pleura (selaput paru). Berdasarkan hasil pemeriksaan


dahak, TB Paru dibagi dalam:
a. Tuberkulosis Paru BTA Positif.

Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS menunjukkan hasil


BTA positif.

Hasil pemeriksaan 1 spesimen dahak SPS menunjukkan hasil BTA


positif dan foto rontgen dada menunjukkan gambaran tuberkulosis
aktif.

16

Hasil pemeriksaan 1 spesimen dahak SPS menunjukkan hasil BTA


positif dan biakan positif. 2,6

b. Tuberkulosis Paru BTA Negatif.

Hasil pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS menunjukkan hasil BTA


negatif, gambaran klinik dan foto rontgen dada menunjukkan
gambaran tuberkulosis aktif serta tidak respon dengan pemberian
antibiotik spectrum luas.

Hasil pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS menunjukkan hasil BTA


negatif dan biakan positif.

TB Paru BTA Negatif Rontgen Positif dibagi berdasarkan tingkat


keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila
gambaran foto rontgen dada memperlihatkan gambaran kerusakan paru
yang luas (misalnya proses "far advanced" atau millier), dan/atau keadaan
umum penderita buruk.2,6
2. Tuberkulosis Ekstra Paru adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh

lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium),
kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat
kelamin, dan lain-lain. TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat
keparahan penyakitnya, yaitu:
a. TB Ekstra Paru Ringan
Misalnya: TB kelenjar limphe, pleuritis eksudativa unilateral, tulang
(kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.
b. TB Ekstra Paru Berat
Misalnya: meningitis, millier, perikarditis, peritonitis, pleuritis eksudativa
duplex, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kencing dan alat
kelamin.2,6
Berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya, penderita TB dapat
digolongkan atas tipe kasus baru, kambuh, pindahan, lalai, gagal dan kronis.
1. Kasus Baru adalah penderita yang belum pernah diobati dengan OAT atau
sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (30 dosis harian).

17

2. Kasus Kambuh (Relaps) adalah penderita tuberkulosis yang sebelumnya


pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh,
kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif
atau biakan positif.
Bila hanya menunjukkan perubahan pada gambaran radiologi sehingga
dicurigai lesi aktif kembali, harus dipikirkan beberapa kemungkinan:

Infeksi sekunder

Infeksi jamur

TB paru kambuh

3. Kasus Pindahan (Transfer In) adalah penderita yang sedang mendapat


pengobatan di suatu kabupaten lain dan kemudian pindah berobat ke
kabupaten ini. Penderita pindahan tersebut harus membawa surat rujukan/
pindah.
4. Kasus Lalai (Pengobatan setelah default/drop-out) adalah penderita yang
sudah berobat paling tidak 1 bulan, dan berhenti 2 minggu atau lebih,
kemudian datang kembali berobat. Umumnya penderita tersebut kembali
dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif.
5. Kasus Gagal adalah penderita BTA positif yang masih tetap positif atau
kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir
pengobatan) atau lebih; atau penderita dengan hasil BTA negatif, rontgen
positif, menjadi BTA positif pada akhir bulan ke 2 pengobatan.
6. Kasus Kronis adalah penderita dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif
setelah selesai pengobatan ulang kategori 2 dengan pengawasan yang baik
7. Kasus Bekas TB

Hasil pemeriksaan dahak mikroskopik negatif dan gambaran radiologi


paru menunjukkan lesi TB inaktif, terlebih gambaran radiologi serial
menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan OAT yang
adekuat akan lebih mendukung.

18

Pada kasus dengan gambaran radiologi meragukan lesi TB aktif, namun


setelah mendapat pengobatan OAT selama 2 bulan ternyata tidak ada
perubahan gambaran radiologi.2,6

3.1.3. Epidemiologi
Lebih dari 5,7 juta TB kasus baru (TB paru dan TB ekstra paru) dilaporkan
ke World Health Organization (WHO) pada tahun 2013, 95% kasus dilaporkan
dari negara berkembang. Namun, karena deteksi kasus yang tidak efisien dan
kurang lengkap, kasus yang dilaporkan hanya menunjukkan dua per tiga dari total
perkiraan kasus. WHO memperkirakan sekitar 9 juta (8,6 9,4 juta) TB kasus
baru terjadi di seluruh dunia pada tahun 2013, 95% kasus dilaporkan dari negara
berkembang di Asia (5 juta), Afrika (2,6 juta), Timur Tengah (0,7 juta), dan
Amerika Latin (0,3 juta). Diperkirakan juga terdapat 1,49 juta (1,32 1,67 juta)
kematian akibat TB pada tahun 2013, termasuk 0,36 juta pada penderita TB
dengan HIV positif, 96% kasus dilaporkan dari negara berkembang. Perkiraan
angka kejadian TB pada tahun 2013 dapat dilihat pada Gambar 1 berikut.

Gambar 1. Perkiraan angka kejadian TB (per 100.000 populasi) pada tahun


2013.
Sumber: Fauci, AS., dkk. (2015)

19

Kematian akibat TB pada tahun 2013 dapat dilihat pada Gambar 2 berikut.

Gambar 2. Kematian akibat TB pada tahun 2013.


Sumber: Fauci, AS., dkk. (2015)

Jumlah kasus TB yang ditemukan dan tercatat diantara 100.00 penduduk


di suatu wilayah di Indonesia pada tahun 2014 dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Jumlah kasus TB per 100.000 penduduk di wilayah Indonesia


pada tahun 2014.
Sumber: Kementerian Kesehatan RI. (2015)

20

Pada Gambar 3 dapat dilihat bahwa kasus TB terendah ditemukan di


Provinsi DI Yogyakarta (74 kasus/100.000 penduduk), sedangkan kasus TB
tertinggi ditemukan di Provinsi Papua (302 kasus/100.000 penduduk).
3.1.4. Etiologi
Tuberkulosis disebabkan oleh bakteri dari kelompok Mycobacterium yaitu
Mycobacterium tuberculosis. Terdapat beberapa spesies Mycobacterium, antara
lain: M. tuberculosis, M. afrinacum, M. bovis, M. leprae, dll, yang juga dikenal
sebagai Bakteri Tahan Asam (BTA). Kelompok bakteri Mycobacterium selain
Mycobacterium tuberculosis yang bisa menimbulkan gangguan pada saluran
napas dikenal sebagai MOTT (Mycobacterium Other Than Tuberculosis) yang
terkadang bisa mengganggu penegakan diagnosis dan pengobatan TB. Untuk itu
pemeriksaan bakteriologis yang mampu melakukan identifikasi terhadap
Mycobacterium tuberculosis menjadi sarana diagnosis idela untuk TB.4
M. tuberculosis adalah bakteri aerob berbentuk batang dengan panjang 1
10 mikron dan lebar 0,2 0,6 mikron. Mycobacterium, termasuk M. tuberculosis,
bersifat netral terhadap pewarnaan Gram dengan metode Ziehl Neelsen. Namun
apabila telah diwarnai, warna bakteri bacillus ini tidak bisa dihilangkan dengan
alkohol asam, sehingga bakteri ini disebut Bakteri Tahan Asam (BTA). Sifat tahan
asam disebabkan oleh kadar asam mikolat yang tinggi pada bakteri, asam lemak
rantai panjang, dan lipid lain pada dinding sel. Pada dinding sel Mycobacterium,
lipid (asam mikolat) melekat dengan lapisan arabinogalaktan dan peptidoglikan.
Struktur ini menyebabkan permeabilitas dinding sel yang sangat rendah, sehingga
menurunkan

efektivitas

kerja antibiotik.

Molekul lain

di dinding sel

Mycobacterium, lipoarabinomannan, terlibat dalam interaksi pathogen-host dan


memfasilitasi pertahanan M. tuberculosis di dalam makrofag.3,7
Penularan Tuberkulosis
Sumber penularan tuberkulosis adalah pasien TB BTA positif melalui
percik renik dahak yang dikeluarkannya. Namun, bukan berarti bahwa pasien TB

21

dengan hasil pemeriksaan BTA negatif tidak mengandung kuman dalam


dahaknya. Hal tersebut bisa saja terjadi oleh karena jumlah kuman yang
terkandung dalam contoh uji dari 5.000 kuman/cc dahak sehingga sulit dideteksi
melalui pemeriksaan mikroskopis langsung.4
Pasien TB dengan BTA negatif juga masih memiliki kemungkinan
menularkan penyakit TB. Tingkat penularan pasien TB BTA positif adalah 65%,
pasien TB BTA negatif dengan hasil kultur positif adalah 26% sedangkan pasien
TB dengan hasil kultur negatif dan foto Toraks positif adalah 17%.4
Infeksi akan terjadi apabila orang lain menghirup udara yang mengandung
percik renik dahak yang infeksius tersebut. Pada waktu batuk atau bersin, pasien
menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei /
percik renik). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak.4
Penularan TB sangat dipengaruhi oleh masalah lingkungan, perilaku sehat
penduduk, ketersediaan sarana pelayanan kesehatan. Masalah lingkungan yang
terkait seperti masalah kesehatan yang berhubungan dengan perumahan,
kepadatan

anggota

keluarga,

kepadatan

penduduk,

konsentrasi

kuman,

ketersediaan cahaya matahari, dll. Sedangkan masalah perilaku sehat antara lain
akibat dari meludah sembarangan, batuk sembarangan, kedekatan anggota
keluarga, gizi yang kurang atau tidak seimbang, dll. Untuk sarana pelayanan
kesehatan, antara lain menyangkut ketersediaan obat, penyuluhan tentang
penyakit dan mutu pelayanan kesehatan.2
Faktor Risiko
Risiko terinfeksi TB sebagian besar adalah faktor risiko external, terutama
adalah faktor lingkungan seperti rumah tak sehat, pemukiman padat & kumuh.
Sedangkan risiko menjadi sakit TB, sebagian besar adalah faktor internal dalam
tubuh penderita sendiri yg disebabkan oleh terganggunya sistem kekebalan dalam
tubuh penderita seperti kurang gizi, infeksi HIV/AIDS, pengobatan dengan
immunosupresan dan lain sebagainya.2

22

3.1.5. Manifestasi Klinis


Gejala klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala
respiratorik (atau gejala organ yang terlibat) dan gejala sistemik.
1. Gejala respiratorik

Batuk 3 minggu

Batuk darah

Sesak napas

Nyeri dada
Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala

sampai gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Bila bronkus belum
terlibat dalam proses penyakit, maka penderita mungkin tidak ada gejala
batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus, dan selanjutnya
batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar. Gejala tuberkulosis ekstra
paru tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada limfadenitis
tuberkulosa akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari kelenjar
getah bening, pada meningitis tuberkulosa akan terlihat gejala meningitis,
sementara pada pleuritis tuberkulosa terdapat gejala sesak napas & kadang
nyeri dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan.6
2. Gejala sistemik

Demam

Gejala sistemik lain: malaise, keringat malam, anoreksia, berat badan


menurun6
Gejala TB pada orang dewasa umumnya penderita mengalami batuk dan

berdahak terus-menerus selama 3 minggu atau lebih, batuk darah atau pernah
batuk darah. Adapun gejala-gejala lain dari TB pada orang dewasa adalah sesak
nafas dan nyeri dada, badan lemah, nafsu makan dan berat badan menurun, rasa
kurang enak badan (malaise), berkeringat malam, walaupun tanpa kegiatan,
demam meriang lebih dari sebulan.2
Pada anak-anak gejala TB terbagi 2, yakni gejala umum dan gejala khusus.

23

1. Gejala umum, meliputi:

Berat badan turun selama 3 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas dan
tidak naik dalam 1 bulan meskipun sudah dengan penanganan gizi yang
baik.

Demam lama atau berulang tanpa sebab yang jelas (bukan tifus, malaria
atau infeksi saluran nafas akut) dapat disertai dengan keringat malam.

Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit, paling sering di


daerah leher, ketiak dan lipatan paha.

Gejala dari saluran nafas, misalnya batuk lebih dari 30 hari (setelah
disingkirkan sebab lain dari batuk), tanda cairan di dada dan nyeri dada.

Gejala dari saluran cerna, misalnya diare berulang yang tidak sembuh
dengan pengobatan diare, benjolan (massa) di abdomen, dan tanda-tanda
cairan dalam abdomen.2

2. Gejala khusus, sesuai dengan bagian tubuh yang diserang, misalnya:

TB kulit atau skrofuloderma

TB tulang dan sendi, meliputi:

Tulang punggung (spondilitis) : gibbus

Tulang panggul (koksitis): pincang, pembengkakan di pinggul

Tulang lutut: pincang dan atau bengkak

TB otak dan saraf


Meningitis dengan gejala kaku kuduk, muntah-muntah dan kesadaran
menurun.

Gejala mata
-

Conjunctivitis phlyctenularis

Tuberkel koroid (hanya terlihat dengan funduskopi)2

Seorang anak juga patut dicurigai menderita TB apabila:

Mempunyai sejarah kontak erat (serumah) dengan penderita TB BTA positif.

Terdapat reaksi kemerahan cepat setelah penyuntikkan BCG (dalam 3 7


hari).2

24

Pada pemeriksaan fisik kelainan yang akan dijumpai tergantung dari organ
yang terlibat. Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas
kelainan struktur paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya
tidak (atau sulit sekali) menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya
terletak di daerah lobus superior terutama daerah apex dan segmen posterior, serta
daerah apex lobus inferior. Pada pemeriksaan jasmani dapat ditemukan antara lain
suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda
penarikan paru, diafragma & mediastinum.6
Pada pleuritis tuberkulosa, kelainan pemeriksaan fisik tergantung dari
banyaknya cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada
auskultasi suara napas yang melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang
terdapat cairan. 6
Pada limfadenitis tuberkulosa, terlihat pembesaran kelenjar getah bening,
tersering di daerah leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor), kadangkadang di daerah ketiak. Pembesaran kelenjar tersebut dapat menjadi cold
abscess. 6
3.1.6. Patofisiologi
Batuk yang merupakan salah satu gejala tuberkulosis paru, terjadi karena
kelainan patologik pada saluran pernapasan akibat kuman M.tuberculosis. Kuman
tersebut bersifat sangat aerobik, sehingga mudah tumbuh di dalam paru, terlebih
di daerah apeks karena pO2 alveolus paling tinggi.6
Kelainan jaringan terjadi sebagai respons tubuh terhadap kuman. Reaksi
jaringan yang karakteristik ialah terbentuknya granuloma, kumpulan padat sel
makrofag. Respons awal pada jaringan yang belum pernah terinfeksi ialah berupa
sebukan sel radang, baik sel leukosit polimorfonukleus (PMN) maupun sel fagosit
mononukleus. Kuman berproliferasi dalam sel, dan akhirnya mematikan sel
fagosit. Sementara itu sel mononukleus bertambah banyak dan membentuk
agregat. Kuman berproliferasi terus, dan sementara makrofag (yang berisi kuman)
mati, sel fagosit mononukleus masuk dalam jaringan dan menelan kuman yang
baru terlepas. Jadi terdapat pertukaran sel fagosit mononukleus yang intensif dan

25

berkesinambungan. Sel monosit semakin membesar, intinya menjadi eksentrik,


sitoplasmanya bertambah banyak dan tampak pucat, disebut sel epiteloid. Sel-sel
tersebut berkelompok padat mirip sel epitel tanpa jaringan diantaranya, namun
tidak ada ikatan interseluler dan bentuknya pun tidak sama dengan sel epitel.
Sebagian sel epiteloid ini membentuk sel datia berinti banyak, dan sebagian sel
datia ini berbentuk sel datia Langhans (inti terletak melingkar di tepi) dan
sebagian berupa sel datia benda asing (inti tersebar dalam sitoplasma).6
Lama kelamaan granuloma ini dikelilingi oleh sel limfosit, sel plasma,
kapiler dan fibroblas. Di bagian tengah mulai terjadi nekrosis yang disebut
perkijuan, dan jaringan di sekitarnya menjadi sembab dan jumlah mikroba
berkurang. Granuloma dapat mengalami beberapa perkembangan, bila jumlah
mikroba terus berkurang akan terbentuk simpai jaringan ikat mengelilingi reaksi
peradangan. Lama kelamaan terjadi penimbunan garam kalsium pada bahan
perkijuan. Bila garam kalsium berbentuk konsentrik maka disebut cincin
Liesegang. Bila mikroba virulen atau resistensi jaringan rendah, granuloma
membesar sentrifugal, terbentuk pula granuloma satelit yang dapat berpadu
sehingga granuloma membesar. Sel epiteloid dan makrofag menghasilkan
protease dan hidrolase yang dapat mencairkan bahan kaseosa. Pada saat isi
granuloma mencair, kuman tumbuh cepat ekstrasel dan terjadi perluasan
penyakit.6
Reaksi jaringan yang terjadi berbeda antara individu yang belum pernah
terinfeksi dan yang sudah pernah terinfeksi. Pada individu yang telah terinfeksi
sebelumnya reaksi jaringan terjadi lebih cepat dan keras dengan disertai nekrosis
jaringan. Akan tetapi pertumbuhan kuman tertahan dan penyebaran infeksi
terhalang. Ini merupakan manifestasi reaksi hipersensitivitas dan sekaligus
imunitas.6
Patogenesis
1. Tuberkulosis Primer

26

Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang


di jaringan paru, dimana ia akan membentuk suatu sarang pneumonik, yang
disebut sarang primer atau afek primer.6
Sarang primer ini mugkin timbul di bagian mana saja dalam paru,
berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan
peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan
tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis
regional). Afek primer bersama-sama dengan limfangitis regional dikenal
sebagai kompleks primer. Kompleks primer ini akan mengalami salah satu hal
berikut:
1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad
integrum)
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon,
garis fibrotik, sarang perkapuran di hilus)
3. Menyebar dengan cara:
a. Perkontinuitatum, menyebar kesekitarnya
Salah satu contoh adalah epituberkulosis, yaitu suatu kejadian dimana
terdapat penekanan bronkus, biasanya bronkus lobus medius oleh
kelenjar hilus yang membesar sehingga menimbulkan obstruksi pada
saluran napas bersangkutan, dengan akibat atelektasis. Kuman
tuberkulosis akan menjalar sepanjang bronkus yang tersumbat ini ke
lobus yang atelektasis dan menimbulkan peradangan pada lobus yang
atelectasis tersebut, yang dikenal sebagai epituberkulosis.
b. Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke
paru sebelahnya. Penyebaran ini juga terjadi ke dalam usus.
c. Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Kejadian penyebaran ini
sangat bersangkutan dengan daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi
basil. Sarang yang ditimbulkan dapat sembuh secara spontan, akan
tetapi bila tidak terdapat imuniti yang adekuat, penyebaran ini akan
menimbulkan keadaan cukup gawat seperti tuberkulosis milier,
meningitis tuberkulosa, typhobacillosis Landouzy. Penyebaran ini juga

27

dapat menimbulkan tuberkulosis pada alat tubuh lainnya, misalnya


tulang, ginjal, anak ginjal, genitalia dan sebagainya. Komplikasi dan
penyebaran ini mungkin berakhir dengan:

Sembuh dengan meninggalkan sekuele (misalnya pertumbuhan


terbelakang pada anak setelah mendapat ensefalomeningitis,
tuberkuloma) atau

Meninggal 6

2. Tuberkulosis Post Primer


Dari tuberkulosis primer ini akan muncul bertahun-tahun kemudian
tuberkulosis post primer, biasanya pada usia 15 40 tahun. Tuberkulosis post
primer mempunyai nama yang bermacam-macam yaitu tuberkulosis bentuk
dewasa, localized tuberculosis, tuberkulosis menahun, dan sebagainya. Bentuk
tuberkulosis inilah yang terutama menjadi problem kesehatan rakyat, karena
dapat menjadi sumber penularan. Tuberkulosis post primer dimulai dengan
sarang dini, yang umumnya terletak di segmen apikal dari lobus superior
maupun lobus inferior. Sarang dini ini awalnya berbentuk suatu sarang
pneumonik kecil. Sarang pneumonik ini akan mengikuti salah satu jalan
sebagai berikut:
1. Diresopsi kembali, dan sembuh kembali dengan tidak meninggalkan cacat.
2. Sarang tadi mula-mula meluas, tapi segera terjadi proses penyembuhan
dengan penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan membungkus diri
menjadi lebih keras, terjadi perkapuran, dan akan sembuh dalam bentuk
perkapuran. Sebaliknya dapat juga sarang tersebut menjadi aktif kembali,
membentuk jaringan keju dan menimbulkan kavitas bila jaringan keju
dibatukkan keluar.
3. Sarang pneumonik meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa).
Kavitas akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kavitas
awalnya berdinding tipis, kemudian dindingnya akan menjadi tebal
(kavitas sklerotik). Kavitas ini:

28

Mungkin meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonik baru.


Sarang pneumonik ini akan mengikuti pola perjalanan seperti yang
disebutkan diatas.

Dapat pula memadat dan membungkus diri (encapsulated), dan disebut


tuberkuloma. Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh, tapi
mungkin pula aktif kembali, mencair lagi dan menjadi kavitas lagi.

Kavitas bisa pula menjadi bersih dan menyembuh yang disebut open
healed cavity, atau kavitas menyembuh dengan membungkus diri,
akhirnya mengecil. Kemungkinan berakhir sebagai kavitas yang
terbungkus, dan menciut sehingga kelihatan seperti bintang (stellate
shaped).6

3.1.7. Pendekatan Diagnosis


Diagnosis tuberkulosis dibedakan pada orang dewasa dan anak.
1. Diagnosis Tuberkulosis pada Orang Dewasa
Diagnosis TB paru pada orang dewasa harus ditegakkan terlebih
dahulu dengan pemeriksaan sputum atau dahak secara mikroskopis. Hasil
pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya 2 dari 3 spesimen SPS BTA
hasilnya positif. Apabila hanya 1 spesimen yang positif maka perlu
dilanjutkan dengan rontgen dada atau pemeriksaan SPS diulang.2,4
Pada orang dewasa, uji tuberkulin tidak mempunyai arti dalam
diagnosis, hal ini disebabkan suatu uji tuberkulin positif hanya menunjukkan
bahwa yang bersangkutan pernah terpapar dengan Mycobacterium tubeculosis.
Selain itu, hasil uji tuberkulin dapat negatif meskipun orang tersebut
menderita TB. Misalnya pada penderita HIV (Human Immunodeficiency
Virus), malnutrisi berat, TB milier dan morbili.2,4
Sementara diagnosis TB ekstra paru, tergantung pada organ yang
terkena. Misalnya nyeri dada terdapat pada TB pleura (pleuritis), pembesaran
kelenjar limfe superfisialis pada limfadenitis TB dan pembengkakan tulang
belakang pada Sponsdilitis TB, kaku kuduk pada Meningitis TB, dll. Seorang

29

penderita TB ekstra paru kemungkinan besar juga menderita TB paru, oleh


karena itu perlu dilakukan pemeriksaan dahak dan foto rontgen dada.2,4
Pada Gambar 4 berikut ini dapat dilihat alur diagnosis dan tindak
lanjut TB Paru pada pasien dewasa (tanpa kecurigaan/ bukti: hasil tes HIV (+)
atau terduga TB Resisten Obat).

Gambar 4. Alur diagnosis dan tindak lanjut TB Paru pada pasien dewasa
(tanpa kecurigaan/ bukti: hasil tes HIV (+) atau terduga TB Resisten Obat)
(Dimodifikasi dari: Treatment of Tuberculosis, Guidelines for national
Programme, WHO, 2003)

2. Diagnosis Tuberkulosis pada Anak

30

Secara umum diagnosis TB paru pada anak didasarkan pada:

Gambaran klinik
Meliputi gejala umum dan gejala khusus pada anak.

Gambaran foto rontgen dada


Gejala-gejala yang timbul adalah:

Infiltrat dengan pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal

Milier

Atelektasis/kolaps konsolidasi

Konsolidasi (lobus)

Reaksi pleura dan atau efusi pleura

Kalsifikasi

Bronkiektasis

Kavitas

Destroyed lung

Uji tuberculin
Uji ini dilakukan dengan cara Mantoux (penyuntikan dengan cara intra
kutan) Bila uji tuberkulin positif, menunjukkan adanya infeksi TB dan
kemungkinan ada TB aktif pada anak. Namun, uji tuberkulin dapat negatif
pada anak TB berat dengan anergi (malnutrisi, penyakit sangat berat,
pemberian imunosupresif, dan lain-lain).

Reaksi cepat BCG


Bila dalam penyuntikan BCG terjadi reaksi cepat (dalam 3-7 hari) berupa
kemerahan dan indurasi > 5 mm, maka anak tersebut telah terinfeksi
Mycobacterium tuberculosis.

Pemeriksaan mikrobiologi dan serologi


Pemeriksaan BTA secara mikroskopis lansung pada anak biasanya
dilakukan dari bilasan lambung karena dahak sulit didapat pada anak.
Pemeriksaan serologis seperti ELISA, PAP, Mycodot dan lain-lain, masih
memerlukan penelitian lebih lanjut untuk pemakaian dalam klinis praktis.

Respons terhadap pengobatan dengan OAT

31

Kalau dalam 2 bulan menggunakan OAT terdapat perbaikan klinis, akan


menunjang atau memperkuat diagnosis TB.2

3.1.8. Penatalaksanaan
Pengobatan TB harus selalu meliputi pengobatan tahap awal (pengobatan
diberikan setiap hari) dan tahap lanjutan. Obat Anti Tuberkulosis (OAT) adalah
komponen terpenting dalam pengobatan TB. Pengobatan TB merupakan salah
satu upaya paling efisisen untuk mencegah penyebaran lebih lanjut kuman TB.
Berikut ini adalah OAT lini pertama yang dapat dilihat pada Tabel 1.4
Tabel 1. OAT Lini Pertama

Dosis OAT line pertama pada pasien dewasa dapat dilihat pada Tabel 2
berikut.
Tabel 2. Kisaran Dosis OAT Lini Pertama pada Pasien Dewasa

32

Catatan: Pemberian streptomisin untuk pasien yang berumur >60 tahun atau
pasien dengnan berat badan <50 kg mungkin tidak dapat mentoleransi dosis
>500mg/hari. Beberapa buku rujukan menganjurkan penurunan dosis menjadi 10
mg/kg/BB/hari.4
Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Pengendalian
Tuberkulosis di Indonesia adalah:

Kategori 1

: 2(HRZE)/4(HR)3

Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:


-

Pasien TB paru terkonfirmasi bakteriologis

Pasien TB paru terdiagnosis klinis

Pasien TB ekstra paru

Tabel 3. Dosis Paduan OAT KDT Kategori 1: 2(HRZE)/4(HR)3

Tabel 4. Dosis Paduan OAT Kombipak Kategori 1: 2(HRZE)/4H3R3

Kategori 2

: 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3

Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang pernah diobati
sebelumnya (pengobatan ulang):
-

Pasien kambuh

33

Pasien gagal pada pengobatan dengan paduan OAT kategori 1 sebelumnya

Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow up)

Tabel

5.

Dosis

Paduan

OAT

KDT

Kategori

2:

2(HRZE)S/

(HRZE)/5(HR)3E3

Tabel

6.

Dosis

Paduan

OAT

Kombipak

Kategori

2:

2HRZES/HRZE/5H3R3E3

Kategori anak

Obat yang digunakan dalam tatalaksana pasien TB resisten obat di Indonesia

: 2(HRZ)/4(HR) atau 2HRZA(S)/4-10HR

terdiri dari OAT lini ke-2 yaitu Kanamisin, Kapreomisin, Levofloksasin,


Etionamide, Sikloserin, Moksifloksasin dan PAS, serta OAT lini-1, yaitu
pirazinamid dan etambutol.4
3.1.9. Komplikasi
Pada penderita TB sering terjadi komplikasi dan resistensi. Komplikasi
berikut sering terjadi pada penderita stadium lanjut:

34

1. Hemoptisis berat (pendarahan dari saluran nafas bawah) yang mengakibatkan


kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas.
2. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial.
3. Bronkietaksis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan
jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
4. Pneumotorak (adanya udara didalam rongga pleura) spontan: kolaps spontan
karena kerusakan jaringan paru.
5. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal dan
sebagainya.
6. Insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency).2
Penderita yang mengalami komplikasi berat perlu perawatan di rumah
sakit. Penderita TB paru dengan kerusakan jaringan luas yang telah sembuh (BTA
Negatif) masih bisa mengalami batuk darah. Keadaan ini seringkali dikelirukan
dengan kasus kambuh. Pada kasus seperti ini, pengobatan dengan OAT tidak
diperlukan, tapi cukup diberikan pengobatan simtomatis. Bila perdarahan berat,
penderita harus dirujuk ke unit spesialistik.2
Resistensi terhadap OAT terjadi umumnya karena penggunaan OAT yang
tidak sesuai. Resistensi dapat terjadi karena penderita yang menggunakan obat
tidak sesuai atau patuh dengan jadwal atau dosisnya. Dapat pula terjadi karena
mutu obat yang dibawah standar. Resistensi ini menyebabkan jenis obat yang
biasa dipakai sesuai pedoman pengobatan tidak lagi dapat membunuh kuman.
Dampaknya, disamping kemungkinan terjadinya penularan kepada orang disekitar
penderita, juga memerlukan biaya yang lebih mahal dalam pengobatan tahap
berikutnya. Dalam hal inilah dituntut peran Apoteker dalam membantu penderita
untuk menjadi lebih taat dan patuh melalui penggunaan yang tepat dan adekuat.2

Anda mungkin juga menyukai