Anda di halaman 1dari 103

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Persalinan

merupakan

kejadian

fisiologi

yang

normal dialami oleh seorang ibu berupa pengeluaran hasil


konsepsi yang hidup di dalam uterus melalui vagina ke
dunia

luar.

Setiap

wanita

menginginkan

persalinannya

berjalan lancar dan dapat melahirkan bayi yang sempurna.


Proses

persalinan

kadang-kadang
dengan

yang

mengalami

operasi,

sedang

dihadapi

hambatan

baik

dan

karena

seorang

harus

ibu

dilakukan

pertimbangan

untuk

menyelamatkan ibu dan janinnya ataupun keinginan pribadi


pasien (Kasdu, 2003).
Cara

persalinan

terbagi

menjadi

dua,

yaitu

persalinan lewat vagina, lebih dikenal dengan persalinan


normal atau alami dan persalinan dengan operasi sesar
atau seksio sesarea (SC), yaitu bayi dikeluarkan lewat
pembedahan perut (Kasdu, 2003). Seksio sesarea adalah
suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui
insisi

pada

dinding

perut

dan

dinding

rahim

dengan

syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin diatas


500 gram (Prawiharto, 2004).
Kasus persalinan dengan seksio sesarea semakin
banyak

dilakukan

dan

semakin

tinggi

tingkat

keberhasilannya, walaupun tetap dipandang sebagai suatu


1

upaya

terakhir.

Pada

saat

ini

operasi

sesarea

sudah

menjadi sesuatu yang umum (Kasdu, 2003). Seksio sesarea


jauh lebih aman dibandingkan masa dahulu berkat kemajuan
dalam antibiotika, transfusi darah, anestesi, dan tekhnik
operasi

yang

lebih

sempurna.

Hal

tersebut

menimbulkan

adanya kecenderungan untuk melakukan operasi tanpa dasar


indikasi yang cukup kuat (Muchtar, 2005).
Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa
persalinan dengan bedah sesar adalah sekitar 10 - 15 %
dari semua proses persalinan di negara-negara berkembang.
Di Indonesia sendiri, presentasi operasi sesarea sekitar
5%. Menurut Bensons dan Pernolls (2007) Di samping itu
sumber lain mengatakan bahwa seksio sesarea berhubungan
dengan peningkatan 2 kali lipat resiko mortalitas ibu
dibandingkan pada persalinan vaginal. Kematian ibu akibat
operasi sesarea itu sendiri menunjukkan angka 1 per 1.000
persalinan.
Angka kejadian seksio sesarea di Indonesia menurut
data survey nasional pada tahun 2009 adalah 921.000 dari
4.039.000

persalinan

atau

sekitar

22.8%

dari

seluruh

persalinan.
Angka kejadian seksio sesarea di RSUD Patut Patuh
Patju di Kabupaten Lombok Barat pada tahun 2011 berjumlah
322 operasi dengan partus lama 27 pasien, partus kasep 38

pasien, CPD 54 pasien, fetal distres 32 pasien, riwayat


post seksio sesarea 22 pasien, ante partus bleeding 13
dan

pre eklamsi

9 pasien

dengan lama

rawat rata-rata

rawat 4 hari (data RSUD Patut Patuh Patju 2011).


Persalinan melalui seksio sesarea tetap mengandung
risiko

dan

kerugian

yang

lebih

besar

seperti

risiko

kematian dan komplikasi yang lebih besar seperti resiko


kesakitan

dan

seperti

menghadapi

timbulnya

rasa

masalah
sakit,

fisik

pasca

perdarahan,

operasi
infeksi,

kelelahan, sakit punggung, sembelit dan gangguan tidur


juga memiliki masalah secara psikologis karena kehilangan
kesempatan untuk berinteraksi dengan bayi dan merawatnya
(Depkes RI, 2006).
Salah
mendasar

satu

adalah

persalinan

ini

perawatan
mengenai

menekankan

nifas

yang

mobilisasi.
pada

penting

Perawatan

mobilisasi

dini

dan
pasca

karena

sudah teruji. Pada umumnya setelah melahirkan akan merasa


lelah dan dapat tidur sehingga merasa nyaman berada di
tempat

tidur.

Setelah

cukup

beristirahat,

setelah

beberapa jam melahirkan ibu diperbolehkan duduk sebentar.


Walaupun istirahat dan tidur perlu setelah melahirkan,
tetapi

tidak

beberapa

berarti

hari.

Hal

ibu
ini

harus

berbaring

dimaksudkan

untuk

terus

selama

memperlancar

sirkulasi darah dan mempercepat penyembuhan terutama pada


luka perinium (Ibrahim, 2007).

Mobilisasi

dini

adalah

pergerakan

yang

dilakukan

sedini mungkin di tempat tidur dengan melatih bagian


bagian

tubuh

berjalan.

untuk

melakukan

Menurut

Kasdu

peregangan

(2003)

dalam

atau

belajar

Bariah,(2010)

menyatakan mobilisasi dini dapat dilakukan pada kondisi


pasien

yang

membaik.

Pasien

yang

mengalami

operasi

sesarea dianjurkan untuk tidak berdiam diri di tempat


tidur tetapi harus menggerakkan badan atau mobilisasi.
Pada
pertama

pasien

post

dianjurkan

tubuhnya.

Gerak

operasi

untuk
tubuh

seksio

segera
yang

sesarea

menggerakkan

bisa

jam

anggota

dilakukan

adalah

menggerakkan lengan, tangan, kaki dan jari jarinya agar


kerja organ pencernaan segera kembali normal. Mobilisasi
segera

secara

bertahap

sangat

berguna

untuk

proses

penyembuhan luka dan mencegah terjadinya infeksi serta


trombosis vena. Bila terlalu dini melakukan mobilisasi
dapat

mempengaruhi

mobilisasi

secara

penyembuhan
teratur

dan

luka

operasi.

bertahap

yang

Jadi

diikuti

dengan latihan adalah hal yang paling dianjurkan.


Berdasarkan hasil studi pendahuluan oleh peneliti
di Instalasi Ibu dan Bayi RSUD Patut Patuh Patju Lombok
Barat pada tanggal 1-29 Februari 2012, didapatkan data di
Instalasi Ibu dan Bayi RSUD Patut Patuh Patju berjumlah
65

persalinan.

Dari

65

persalinan

terdapat

25

pasien

melakukan persalinan dengan operasi seksio sesarea atau

38.46%, dengan indikasi-indikasi operasi seksio sesarea


sebagai berikut; Partus lama 1 pasien (4%), partus kasep
2 pasien (8%), KPD 5 pasien (20%), fetal distres 7 pasien
(28%),

plasenta

seksio

sesarea

previa
5

pasien

pasien
(20%),

(16%),

riwayat

indikasi

post

lain-lain

pasien (2%).
Dalam pelaksanaan mobilisasi dini pada pasien post
operasi seksio sesarea telah dilaksanakan di Instalasi
Ibu dan Bayi RSUD Patut Patuh Patju Lombok Barat, tetapi
pelaksanaan mobilisasi dini belum optimal, dengan masih
ada pasien yang tidak melakukan mobilisasi dini, dari 25
pasien

terdapat

pasien

(36%)

tidak

mau

melakukan

mobilisasi dini dengan masalah kurangnya dukungan dari


keluarga
nyeri

di

dalam

pelaksanaan

bagian

luka

mobilisasi

operasi,

malas

dini,
untuk

mengeluh
melakukan

mobilisasi dini dan khawatir karena takut jahitan luka


operasi
melakukan

terlepas

dan

moblisasi

terdapat

dini

dengan

16

pasien

anjuran

(64%)

mau

perawat

dan

bidan. Namun, dalam pelaksanaan mobilisasi dini pasien


masih mengeluh nyeri dengan tingkat nyeri yang berbedabeda.
Sejauh
Instalasi

ini

Ibu dan

dalam

menangani

Bayi RSUD

masalah

Patut Patuh

di

atas

Patju Lombok

Barat selalu memberikan komunikasi, informasi dan edukasi


(KIE) tentang mobilisai dini kepada pasien post operasi

seksio sesarea dan kepada keluarga pasien dan memberikan


terapi analgesik untuk menangani masalah nyeri pasien.
Dari uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk
melakukan

penelitian tentang Hubungan Persepsi Pasien

Tentang Mobilisasi Dini Dengan Tingkat Nyeri Pasien Post


Seksio Sesarea di Instalasi Ibu dan Bayi RSUD Patut Patuh
Patju Lombok Barat.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas,
maka

dirumuskan

permasalahan

adalah

sebagai

berikut

Adakah hubungan persepsi pasien tentang mobilisasi dini


dengan

tingkat

Instalasi

nyeri

Ibu dan

pasien

Bayi RSUD

post

seksio

Patut Patuh

sesarea

di

Patju Lombok

Barat?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan persepsi pasien tentang
mobilisasi

dini

dengan

tingkat

nyeri

pasien

post

operasi seksio sesarea di Instalasi Ibu dan Bayi RSUD


Patut Patuh Patju Lombok Barat.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi persepsi pasien tentang mobilisai
dini pada pasien post operasi seksio sesarea.
b. Mengidentifikasi tingkat nyeri pasien post operasi
seksio sesarea.

c. Menganalisa

hubungan

persepsi

pasien

tentang

mobilisasi dini dengan tingkat nyeri pasien post


operasi seksio sesarea.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Memberikan pengalaman kepada peneliti dalam
melakukan penelitian terhadap hubungan persepsi pasien
tentang mobilisasi dini dengan tingkat nyeri pasien
post operasi seksio sesarea.
2. Bagi Pasien
Sebagai bahan informasi mengenai mobilisasi dini
bagi pasien post sectio caesar di Instalasi ibu dan
bayi RSUD Patut Patuh Patju Kabupaten Lombok Barat.
3. Bagi Rumah Sakit
Sebagai bahan masukan bagi Rumah Sakit untuk
dapat lebih mengoptimalkan dalam perawatan pada pasien
post

seksio

sesarea

sebagai

upaya

pendampingan

tindakan mobilisasi dini.


4. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan
sebagai salah satu bahan bacaan di perpustakaan dan

diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi


adik kelas dalam melakukan penelitian selanjutnya.
E. Keaslian Penelitian
Penelitian serupa dan berhubungan yaitu penelitian
Muhaimin (2010) di Ruang Flamboyan RSUD Praya, dengan
judul

Pengaruh

Mobilisasi

Dini

terhadap

Proses

Penyembuhan Luka pada Pasien Post Operasi BPH di Ruang


Flamboyan

RSUD

Praya.

Dengan

penelitian

Praeksperimen

dengan

penelitian

ini

pada

one

dilakukan

Intervensi/tindakan
diobservasi

menggunakan

pada

case

dengan

satu

variabel

shoot

dependen

rancangan
study,

melakukan

kelompok

kemudian

setelah

dilakukan

intervensi. Jumlah sampel 30 orang yang diambil secara


aksidental sampling data dikumpulkan dengan menggunakan
pedoman observasi dan pedoman mobilisasi dini dan diolah
dengan
tingkat

SPSS

dan

uji

kemaknaan

statistik
< 10%.

range

spearman

Dengan demikian

dengan

hasil uji

statistik range sperman menunjukkan bahwa adanya pengaruh


yang bermakna terhadap tehnik pelaksanaan mobilisasi dini
terhadap proes penyembuhan luka, dengan tingkat kemaknaan
rho=0,684

dengan

tingkat

probabelitas

sebesar

0,000.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ada


pengaruh mobilisasi dini terhadap proses penyembuhan luka
pada pasien post operasi.

Perbedaan penelitian terdahulu dengan sekarang


adalah dengan judul

Hubungan Persepsi Pasien Tentang

mobilisasi Dini dengan Tingkat Nyeri Pasien Post seksio


Sesarea di Instalasi Ibu dan Bayi RSUD Patut Patuh Patju
Lombok Barat, penelitian

sekarang mengambil populasi

semua pasien post operasi sesarea dengan sampel pasien


post operasi seksio sesarea dengan menggunakan aksidental
sampling. Desain penelitian yang digunakan yaitu survey
analitik

dengan

pendekatan

cross

menggunakan analisa data chi square test.

sectional

dan

10

BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep Persepsi
1. Definisi
Kehidupan individu sejak dilahirkan tidak lepas
dari

interaksi

lingkungan

dengan

sosial.

lingkungan

Dalam

interaksi

fisik
ini,

maupun
individu

menerima rangsangan atau stimulus dari luar dirinya


(Sunaryo, 2004).
Seseorang menerima rangsangan melalui panca
indera (penglihatan, pendengaran, peraba, penciuman,
dan perasa). Namun demikian perasaan kita menggapai,
mengorganisasi, dan menafsirkan informasi sensori itu
menurut cara masing-masing individu. Persepsi dapat
dirumuskan sebagai proses seorang individu memilih,
mengorganisasikan

dan

menafsirkan

masukan

informasi

untuk menciptakan sebuah gambar bermakna tentang suatu


fenomena (Sunaryo, 2004).
Menurut Robbins dalam Sunaryo (2004), persepsi
adalah

proses

dimana

menginterpretasikan

impresi

mengorganisasikan
sensorinya

supaya

dan
dapat

memberi arti kepada lingkungan sekitarnya. Perbedaan


tanggapan terhadap rangsangan yang sama, karena tiga
proses

yang

berkenaan
10

dengan

persepsi

adalah

11

penerimaan rangsangan secara efektif, perubahan makna


secara selektif dan mengingat sesuatu secara selektif.
Menurut Robbins dalam Sunaryo (2004), mengatakan
dari

beberapa

penelitian

yang

konsisten

dinyatakan

bahwa prilaku masa lalu merupakan peramal yang terbaik


bagi prilaku masa datang.
Selektivitas persepsi dapat dipengaruhi oleh
faktor

perhatian

luar

terdiri

dari

faktor

pengaruh

lingkungan luar seperti intensitas, ukuran, kontras,


repitisi,

gerakan

Sedangkan

keterbaruan

faktor

perhatian

dan

dalam

keterbiasaan.

didasarkan

pada

masalah psikologis individu yang bersifat kompleks.


Manusia
situasi

akan

memilih

lingkungan

bersesuaian

dengan

stimulus

dan

stimulasi

atau

yang

dianggap

menarik

dan

proses

belajar,

motivasi

dan

kepribadian.
Persepsi tentang prosedur tetap akan diterima
oleh
makna

pengindraan
secara

secara

selektif

selektif,

dan

terampil

kemudian

diberi

diingat

secara

selektif oleh masing-masing perawat. Dengan demikian


muncul

persepsi

yang

bebeda

tentang

prosedur

tetap

tersebut, sehingga dalam pelaksanaan prosedur tetap


tersebut juga akan berbeda.

12

Persepsi merupakan proses akhir dari pengamatan


yang

diawali

diterimanya

oleh

proses

stimulus

pengindraan,

oleh

alat

yaitu

indra,

proses

kemudian

individu ada perhatian, lalu diteruskan ke otak, dan


baru kemudian individu menyadari tentang sesuatu yang
dinamakan persepsi. Dengan persepsi individu menyadari
dapat

mengerti

tentang

keadaan

lingkungan

yang

ada

disekitarnya maupun tentang hal yang ada dalam diri


individu yang bersangkutan (Suryano, 2004).
Menurut Walgito dalam Sunaryo (2004), persepsi
adalah

proses

pengorganisasian,

penginterpretasian

terhadap rangsangan yang diterima oleh organisme atau


individu sehingga merupakan sesuatu yang berarti dan
merupakan

aktifitas

yang

integrated

dalam

diri

individu.
Menurut Maramis dalam Sunaryo(2004), persepsi
adalah daya mengenal barang, kualitas atau hubungan,
dan perbedaan antara hal ini melalui proses mengamati,
mengetahui,

atau

mengartikan

setelah

panca

indranya

mendapat rangsangan.
Jadi, persepsi dapat diartikan sebagai proses
diterimanya
didahului
mengetahui,

rangsangan
oleh

melalui

perhatian

mengartikan,

panca

sehingga

dan

indra

individu

menghayati

yang
mampu

tentang

hal

13

yang diamati, baik yang ada diluar maupun dalam diri


individu (Sunaryo, 2004).
Dalam

persepsi

stimulus

datang

dari

luar,

tetapi juga dapat datang dalam diri individu sendiri.


Namun demikian sebagian terbesar stimulus datang dari
luar

individu

yang

bersangkutan.

Sekalipun

persepsi

dapat melalui macam-macam alat indera yang ada pada


diri individu, tetapi sebagian besar persepsi melalui
alat

indera

penelitian

penglihatan.

mengenai

Karena

persepsi

itulah

adalah

banyak

persepsi

yang

berkaitan dengan alat penglihatan (Walgito, 2004).


2. Persepsi dan Perilaku
Persepsi mempengaruhi tingkah laku seseorang
terhadap
tingkah

objek
laku

dan

situasi

seseorang

lingkunganya.

juga

dipengaruhi

Sementara

persepsinya

terhadap sesuatu baik benda maupun peristiwa. Manusia


akan

selalu

dipengaruhi
dan

cara

oleh

keadaan

berfikir

untuk

sekitarnya,

tingkah

laku

menanggapi

sesuatu

peristiwa yang terjadi di lingkungannya.


Persepsi akan berarti jika diperlihatkan dalam

bentuk

pernyataan,

baik

lisan

maupun

perbuatan.

Meskipun demikian, terkadang apa yang dinyatakan dalam


bentuk

pernyataan perilaku yang terlihat belum tentu

sesuai dengan persepsi yang asli.

Menurut Walgito

14

(2002:10) Dalam kehidupan sehari-hari dapat dilihat


bahwa

perilaku

dapat

dibentuk,

diperoleh,

berubah

melalui proses belajar.


3. Macam-Macam Persepsi
Menurut Sunaryo (2004) ada dua macam persepsi,
yaitu:
a.

Eksternal perseption, yaitu persepsi yang terjadi


karena

b.

adanya

rangsangan

diri individu.
Self-perseption,

yaitu

yang

datang

persepsi

dari

yang

luar

terjadi

karena adanya rangsangan yang berasal dari dalam


diri individu. Dalam hal ini yang menjadi objek
adalah dirinya sendiri.

4. Proses dan Sifat Persepsi


Menurut Walgito dalam Hamka (2002), menyatakan
bahwa terjadinya persepsi merupakan suatu proses yang
terjadi dalam tahap-tahap berikut :
a. Tahap pertama, merupakan tahap yang dikenal dengan
nama proses kealaman atau proses fisik, merupakan
proses ditangkapnya suatu stimulus oleh alat indera
manusia.
b. Tahap kedua, merupakan tahap yang dikenal dengan
proses

fisiologis,

merupakan

proses

diteruskannya

15

stimulus yang diterima oleh reseptor (alat indera)


melalui saraf-saraf sensoris.
c. Tahap ketiga, merupakan tahap yang dikenal dengan
nama

proses

psikologik

yaitu

proses

timbulnya

kesadaran individu tentang stimulus yang diterima


reseptor.
d. Tahap keempat, merupakan hasil yang diperoleh dari
proses

persepsi

yaitu

berupa

tanggapan

dan

perilaku.
5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi
Thohah dalam (Walgito, 2004) berpendapat bahwa
pada umumnya terjadi karena dua faktor yaitu, faktor
internal dan faktor eksternal. Faktor internal berasal
dari dalam diri individu, misalnya sikap, kebiasaan
dan

kemauan.

Faktor

eksternal

adalah

faktor-faktor

yang berasal dari luar individu yang meliputi stimulus


itu sendiri, baik sosial maupun fisik.
Arinah (2009), mengatakan bahwa faktor-faktor
yang

mempengaruhi

pengembangan

persepsi

seseorang

antara lain:
a. Psikologis
Persepsi seseorang mengenai segala sesuatu
sangat dipengaruhi oleh keadaan psikologi.

b. Keluarga

16

Pengaruh yang paling besar terhadap anakanak

adalah

mengembangan

keluarga.
suatu

Keluarga

cara

yang

yang

telah

khusus

didalam

memahami dan melihat kenyataan didunia ini, banyak


sikap dan persepsi mereka yang diturunkan kepada
anggota keluarga.
c. Budaya
Kebudayaan

dan

lingkungan

masyarakat

tertentu juga merupakan salah satu faktor yang kuat


di

dalam

mempengaruhi

sikap,

nilai

dan

cara

seseorang memandang dan memahami keadaan di dunia


ini.
6. Syarat Terjadinya Persepsi
Persepsi

merupakan

proses

yang

didahului

pengindraan, yaitu dengan diterimanya stimulus oleh


reseptor, diteruskan ke otak atau pusat syaraf yang
diorganisasikan dan diinterpretasikan sebagai proses
psikologis

akhirnya

individu

menyadari

apa

yang

dilihat dan didengarkan.


Adapun syarat terjadinya persepsi:
a. Adanya

objek:

(reseptor).

objek

Stimulus

stimulus

berasal

dari

alat

luar

indra

individu

(langsung mengenai alat indra atau reseptor) dan

17

dari dalam diri individu (langsung mengenai syaraf


sensoris yang bekerja sebagai reseptor).
b. Adanya perhatian sebagai langkah pertama
mengadakan persepsi.
c. Adanya alat indra
stimulus.
d. Syaraf sensoris
stimulus

ke

sebagai

sebagai

otak

reseptor

alat

(pusat

untuk

syaraf

untuk

penerima
meneruskan

atau

pusat

kesadaran). Dari otak dibawa oleh syaraf motoris


sebagai alat untuk mengadakan respon.

7. Komponen-Komponen Persepsi
Baron

dan

Byrne,

(dalam

gerungan,

1996)

menyatakan bahwa sikap itu mengandung tiga komponen


yang membentuk struktur sikap, yaitu :
a. Komponen
komponen

kognitif
yang

(komponen

berkaitan

pandangan

keyakinan,

berhubungan

dengan

perceptual),
dengan

yaitu

bagaimana

terhadap objek sikap.


b. Komponen
afektif
(komponen

yaitu

pengetahuan,
hal-hal

orang

yang

mempersepsi

emosional),

yaitu

komponen yang berhubungan dengan rasa senang atau


tidak

senang

terhadap

objek

sikap.

Rasa

senang

merupakan hal yang positif, sedangkan rasa tidak


senang merupakan hal yang negatif.
c. Komponen konatif (komponen perilaku, atau action
component), yaitu komponen yang berhubungan dengan

18

kecenderungan

bertindak

terhadap

objek

sikap.

Komponen ini menunjukkan intensitas sikap, yaitu


menunjukkan besar kecilnya kecenderungan bertindak
atau berperilaku seseorang terhadap objek sikap.
8. Proses terjadinya persepsi
Menurut

Sunaryo

(2004)

persepsi

melewati

tiga

proses yaitu:
a.

Proses

fisik

(Kealaman)

objek

stimulus

b.

reseptor atau alat indra.


Proses fisiologis stimulus syaraf sensoris

c.

otak.
Proses Psikologis proses dalam otak sehingga
individu menyadari stimulus yang diterima.

Jadi,

syarat

untuk

mengadakan

persepsi

perlu

ada

proses fisik, fisiologis dan psikologis. Secara bagan


dapat digambarkan sebagai berikut.

Objek

Syaraf

stimulus

reseptor

Otak
Syaraf
Persepsi

Bagan 2.1 Proses Terjadinya Persepsi (Sunaryo,2004)


B. Konsep Mobilisasi Dini
2004).
1. Pengertian

19

Konsep
ambulasi

dini

mobilisasi

yang

mulamula

merupakan

berasal

pengembalian

dari

secara

berangsurangsur ketahap mobilisasi sebelumnya untuk


mencegah
partum

komplikasi

adalah

kegiatan

yang

suatu

sedangkan

mobilisasi

pergerakan,

dilakukan

ibu

posisi

setelah

ibu

atau

post
adanya

beberapa

jam

melahirkan dengan persalinan sesarea (Roper, 2000).


Mobilisasi dini adalah kemampuan seseorang untuk
selekas mungkin berjalan bangkit berdiri dan kembali
ke tempat tidur, kursi, kloset duduk, dan sebagainya
disamping

kemampuan

mengerakkan

ekstremitas

atas.

(Suparyanto, 2010).
Wanita yang baru bersalin memang memerlukan
istrahat dalam jam-jam pertama post partum akan tetapi
jika persalinan ibu serba normal tanpa kelainan maka
wanita yang baru bersalin itu bukan seorang penderita
dan

hendaknya

jangan

dirawat

seperti

seorang

penderita, setelah 2 jam post partum seorang ibu nifas


normal

sudah

harus

bergerak

ditempat

tidur

yaitu

miring ke kiri maupun miring ke kanan (Sarwono, 2007).


Setelah 1-2 jam post partum setelah persalinan dan
keadaan ibu normal, biasanya ibu diperbolehkan untuk
mandi dan ke WC dengan bantuan orang lain. (Bahiyatul,
2009).

20

Pada tahap mobilisasi dini ini ibu mungkin


memerlukan bantuan karena beberapa ibu merasa nyeri
dan lelah ketika
tidur

setelah

pertama kali bangun dari tempat

kelahiran

pervaginam

(Rukiah

et

al,

2011).
Mobilisasi dini adalah pergerakan yang dilakukan
sedini mungkin di tempat tidur dengan melatih bagian
bagian tubuh untuk melakukan peregangan atau belajar
berjalan.

Menurut

menyatakan
kondisi

Kasdu

mobilisasi

pasien

yang

(2003)
dini

dalam

dapat

membaik.

Bariah,(2010)

dilakukan

Pasien

yang

pada

mengalami

operasi caesar dianjurkan untuk tidak berdiam diri di


tempat

tidur

tetapi

harus

menggerakkan

badan

atau

mobilisasi.
Mobilisasi
yang

akan

Mobilisasi
mungkin

adalah

melakukan
dini

suatu

suatu

adalah

membimbing

pergerakan

aktivitas

kebijaksanaan

penderita

dan

atau

posisi

kegiatan.

untuk

selekas

dari

tempat

keluar

tidurnya dan membimbingnya selekas mungkin berjalan


(Soelaiman, 2000).
Menurut
merupakan
fisiologis

Carpenito

suatu

aspek

karena

(2000),
yang

hal

mempertahankan kemandirian.

mobilisasi

terpenting
itu

pada

esensial

dini
fungsi
untuk

21

Dari kedua definisi tersebut dapat disimpulkan


bahwa

mobilisasi

dini

adalah

suatu

upaya

mempertahankan kemandirian sedini mungkin dengan cara


membimbing

penderita

untuk

mempertahankan

fungsi

fisiologis.
Mobilisasi mengacu pada kemampuan seseorang untuk
bergerak

dengan

bebas

dan

imobilisasi

mengacu

pada

ketidak mampuan seseorang untuk bergerak dengan bebas.


Mobilisasi dan imobilisasi berada pada suatu rentang
dengan banyak tingkatan imobilisasi parsial. Beberapa
klien mengalami kemunduran dan selanjutnya berada di
antara

rentang

mobilisasi-imobilisasi,

tetapi

pada

klien lain, berada pada kondisi imobilisasi mutlak dan


berlanjut sampai jangka waktu tidak terbatas.
Mobilisasi dini merupakan faktor yang menonjol
dalam

mempercepat

mencegah

pemulihan

komplikasi

paska

paska

bedah.

bedah
Banyak

dan

dapat

keuntungan

bisa diraih dari latihan di tempat tidur dan berjalan


pada periode dini paska bedah.
Mobilisasi sangat penting dalam percepatan hari
rawat dan mengurangi resiko-resiko karena tirah baring
lama

seperti

terjadinya

dekubitus,

kekakuan

atau

penegangan otot-otot di seluruh tubuh dan sirkulasi


darah dan pernapasan terganggu, juga adanya gangguan

22

peristaltik
keluhan

maupun

nyeri

melakukan

di

berkemih.
daerah

mobilisasi

Sering

operasi

ataupun

kali

klien

dengan

dengan

tidak

alasan

mau
takut

jahitan lepas klien tidak berani merubah posisi.


Disinilah peran perawat sebagai edukator dan
motivator kepada klien sehingga klien tidak mengalami
suatu komplikasi yang tidak diinginkan.
2. Rentang Gerak Dalam Mobilisasi
Menurut

Carpenito

(2000)

dalam

mobilisasi

terdapat tiga rentang gerak yaitu:


a. Rentang gerak pasif
Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga
kelenturan

otot-otot

dan

persendian

dengan

menggerakkan otot orang lain secara pasif misalnya


perawat mengangkat dan menggerakkan kaki pasien.
b. Rentang gerak aktif
Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan
otot

serta

ototnya

sendi

secara

dengan

aktif

menggerakkan kakinya.

c. Rentang gerak fungsional

cara

misalnya

menggunakan
berbaring

ototpasien

23

Berguna untuk memperkuat otot-otot dan sendi


dengan melakukan aktifitas yang diperlukan.
3. Jenis Mobilitas dan Mobilisasi
a.Mobilitas penuh
Mobilitas
seseorang
sehingga

untuk
dapat

penuh

bergerak

merupakan

secara

melakukan

penuh

interaksi

kemampuan
dan

bebas

sosial

dan

menjalankan peran sehari-hari. Mobilitas penuh ini


merupakan

fungsi

saraf

motorik

volunter

dan

sensorik untuk dapat mengontrol seluruh area tubuh


seseorang.
b.Mobilitas sebagian
Mobilitas sebagian merupakan seseorang untuk
bergerak

dengan

batasan

bergerak

secara

bebas

gangguan

saraf

motorik

jelas
karena
dan

dan

tidak

dipengaruhi

sensorik

pada

mampu
oleh
area

tubuhnya. Mobilitas sebagian ini dibagi menjadi dua


jenis yaitu:
1) Mobilitas sebagian temprorer
Mobilitas sebagian temprorer merupakan
kemampuan individu untuk bergerak dengan batasan
yang sifatnya sementara.
2) Mobilitas sebagian permanen

24

Mobilitas

sebagian

permanen

merupakan

kemampuan individu untuk bergerak dengan


yang

sifatnya menetap.

Hal tersebut

batasan

disebabkan

oleh rusaknya system saraf yang reversibel.


4. Faktor yang Mempengaruhi Mobilisasi
Mobilisasi seseorang dipengaruhi oleh beberapa
faktor, diantaranya:
a. Gaya hidup, kemampuan gaya hidup dapat mempengaruhi
kemampuan

mobilisai

seseorang

karena

gaya

hidup

berdampak pada prilaku atau kebiasaan sehari-hari.


b. Proes penyakit atau cedera, proses penyakit dapat
mempengaruhi kemampuan mobilisasi seseorang karena
dapat mempengaruhi fungsi sistem tubuh.
c. Kebudayaan,

kemampuan

melakukan

mobilitas

dapat

juga mempengaruhi kebudayaan. Sebagai contoh, orang


memiliki

budaya

kemampuan
yang
adat

sering

mobilitas

mengalami
dan

yang

gangguan

budaya

berjalan
kuat:

memiliki

sebaliknya

mobiltas

tertentu

jauh

(sakit)
dilarang

orang
karena
untuk

beraktifitas.
d. Tingkat energi, energi adalah sumber untuk melakuka
mobilitas, agar seseorang dapat melakukan mobilitas
yang baik, dibutuhkan energi yang cukup.

25

e. Usia

dan

status

perkembangan.

Terdapat

perbedaan

kemampuan mobilitas pada tingkat usia yang berbeda.


Hal

ini

dikarenakan

kemampuan

atau

kematangan

fungsi alat gerak sejalan dengan perkembangan usia.


5. Manfaat Mobilisasi Dini
Menurut Mochtar (2005), manfaat mobilisasi bagi
ibu setelah melahirkan atau pada masa nifas adalah:
a.Penderita merasa lebih sehat dan kuat dengan early
ambulation.
panggul

Dengan

akan

bergerak,

kembali

normal

otot-otot
sehingga

perut
otot

dan

perut

menjadi kuat kembali dan dapat mengurangi rasa sakit


dengan

demikian

mempercepat

ibu

merasa

memperoleh

kesembuhan.
b.Mobilisasi dini

sehat

dan

kekuatan,

memungkinkan

membantu

mempercepat

mengajarkan

segera

untuk ibu merawat anaknya. Perubahan yang terjadi


pada ibu akan cepat pulih misalnya kontraksi uterus,
dengan

demikian

ibu

akab

cepat

merasa

sehat

dan

biasa merawat anaknya dengan cepat.


c.Mobilisasi dini penting dianjurkan pada ibu nifas
untuk

mengurangi

komplikasi

resiko

kandung

terancam

kemih,

trombosis

konstipasi

pulmonal.

6.

Kerugian Bila Tidak Melakukan Mobilisasi

dan

vena,
emboli

26

a. Peningkatan

suhu

tubuh.

Karena

adanya

involusi

uterus yang tidak baik sehingga sisa darah tidak


dapat

dikeluarkan

dan

menyebabkan

infeksi

dan

salah satu dari tanda infeksi adalah peningkatan


suhu tubuh.
b. Perdarahan yang abnormal. Dengan mobilisasi dini
kontraksi uterus akan baik sehingga fundus uteri
keras, maka resiko perdarahan yang abnormal dapat
dihindarkan,

karena

kontraksi

membentuk

penyempitan pembuluh darah yang terbuka.


c. Involusi uterus yang tidak baik. Tidak dilakukan
mobilisasi secara dini akan menghambat pengeluaran
darah

dan

sisa

plasenta

sehingga

menyebabkan

terganggunya kontraksi uterus.


7. Tahap-tahap Mobilisasi Dini
Menurut Kasdu (2003) mobilisasi dini dilakukan
secara

bertahap

berikut

ini

akan

dijelaskan

tahap

mobilisasi dini pada ibu post operasi seksio sesarea:


a. Setelah
operasi

operasi,
seksio

Mobilisasi
menggerakkan

pada

sesarea

dini

yang

lengan,

jam

harus
bisa

tangan,

pertama
tirah

ibu

pasca

baring

dulu.

dilakukan

adalah

menggerakkan

ujung

jari kaki dan memutar pergelangan kaki, mengangkat

27

tumit,

menegangkan

otot

betis

serta

menekuk

dan

menggeser kaki.
b. Setelah 6-10 jam, ibu diharuskan untuk dapat miring
kekiri dan kekanan mencegah trombosis dan trombo
emboli.
c. Setelah 24 jam ibu dianjurkan untuk dapat mulai
belajar untuk duduk.
d. Setelah

ibu

dapat

duduk,

dianjurkan

ibu

belajar

berjalan.
8. Pelaksanaan Mobilisasi Dini
a. Hari ke 1
1)Berbaring miring kekanan dan kekiri yang dapat
dimulai sejak 6-10 jam setelah penderita atau ibu
sadar.
2)Latihan

pernafasan

dapat

dilakukan

ibu

sambil

tidur terlentang sedini mungkin setelah sadar.


b. Hari ke 2
1)Ibu dapat duduk 5 menit dan minta untuk bernafas
dalam-dalam lalu menghembuskannya disertai batukbatuk

kecil

yang

gunanya

untuk

melonggarkan

pernafasan dan sekaligus menumbuhkan kepercayaan


pada

diri

pulih.

ibu

atau

penderita

bahwa

ia

mulai

28

2)Kemudian posisi tidur terlentang dirubah menjadi


setengah duduk.
3)Selanjutnya secara berturut-turut, hari demi hari
penderita

atau

ibu

yang

sudah

melahirkan

dianjurkan belajar duduk selama sehari.


c. Hari ke 3 sampai 5
1) belajar berjalan kemudian berjalan sendiri pada
hari setelah operasi.
2)Mobilisasi
diikuti

secara

teratur

dengan

istirahat

dan

bertahap
dapat

serta

membantu

penyembuhan ibu.

C. Konsep Nyeri

1. Definisi Nyeri.
Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak
menyenangkan bersifat sangat subjektif karena perasaan
nyeri

berbeda pada setiap orang dalam hal skala atau

tingkatannya,dan
menjelaskan

hanya

atau

orang

tersebutlah

mengevaluasi

rasa

yang

dapat

nyeri

yang

dialaminya(Alimul, 2006).
Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional
yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan

29

yang

aktual

atau

potensial

(Brunner

dan

Suddarth,

2001)
Menurut International Association for the Study
of

Pain,

(2005),

IASP

yang

dikutip

mendefinisikan

subjektif

dan

nyeri

pengalaman

oleh

Potter

sebagai

dan

suatu

emosional

Perry

sensori

yang

tidak

menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan yang


actual

atau

potensial

kejadian-kejadian

di

atau

mana

yang

terjadi

dirasakan
kerusakan

dalam
(Potter

dan Perry, 2005)


Menurut McCaffery yang dikutip oleh Potter dan
Perry

(2005),

sesuatu

yang

mendefinisikan
dikatakan

nyeri

seseorang

adalah

segala

tentang

nyeri

tersebut dan terjadi kapan saja seseorang mengatakan


bahwa ia merasa nyeri.
Nyeri adalah perasaan yang tidak nyaman yang
sangat subjekstif dan hanya orang yang mengalaminya
yangd

apat

menjelaskan

dan

mengevaluasi

perasaan

tersebut (Long dalam Iqbal, 2007)


Walaupun merupakan pengalaman subjektif dengan
komponen

sensori

menyenangkan,
objektif.
mendengarkan

nyeri
Mengamati
tangisan

dan

emosional

memperlihatkan
ekspresi
atau

erangan

yang
beberapa

tidak
bukti

wajah

pasien,

dan

mengamati

30

tanda-tanda vital (misalnya : tekanan darah, kecepatan


denyut

jantung)

dapat

memberi

petunjuk

mengenai

derajat nyeri yang dialami pasien. Namun pengamatanpengamatan

diatas

sangat

tidak

dapat

diandalkan

sehingga pasien beresiko mendapat terapi nyeri yang


kurang adekuat (Hartwig dan Wilson dalam Price dan
Wilson, 2005).
2. Fisiologi Nyeri
Ada 3 komponen untuk memahami fisiologi nyeri,
yaitu resepsi, persepsi dan reaksi (Potter & Perry,
2005).

Stimulus

penghasil

nyeri

mengirimkan

impuls

melalui serabut saraf perifer, lalu memasuki medula


spinalis dan menjalani salah satu dari beberapa rute
saraf dan akhirnya sampai di dalam masa berwarna abuabu di medula spinalis. Pesan nyeri dapat berinteraksi
dengan

sel-sel

inhibitor,

mencegah

stimulus

nyeri

sehingga tidak mencapai otak atau ditransmisi tanpa


hambatan

ke

korteks

menginterpretasi

serebral,

kualitas

nyeri

maka
dan

otak

memproses

informasi tentang pengetahuan dan pengalaman yang lalu


serta kebudayaan dalam upaya mempersepsikan nyeri.
a. Resepsi
Nyeri
menerima

terjadi

stimulus

karena
nyeri

ada

bagian/organ

tersebut,

yaitu

yang

reseptor

nyeri (nosiseptor). Nosiseptor adalah ujung serabut

31

saraf

(reseptor)

yang

memiliki

fungsi

memberi

tahukan otak tentang adanya stimulus yang berbahaya


(noxious/harmful stimuli) (Kenworthy

et al, 2002).

Nosiseptor terdapat pada saraf bebas, yang tersebar


luas pada permukaan superfisial kulit dan
jaringan

dalam

dinding

tertentu,

misalnya

juga

di

periosteum,

arteri, permukaan sendi, dan falks serta

tentorium tempurung kepala (Guyton & Hall, 2009).


Stimulus

yang

merangsang

nyeri

sifatnya

bisa

mekanik, termal, kimiawi atau stimulus listrik.


Pemaparan

stimulus

substansi seperti

menyebabkan

pelepasan

histamin, bradikinin, serotonin,

substansi P, prostaglandin,

asam asetilkolin, ion

kalium dan enzim proteolitik yang bergabung dengan


lokasi

reseptor

transmisi

di

neural,

nosiseptor

yang

untuk

dikaitkan

memulai

dengan

nyeri

reseptor

nyeri

(Kenworthy et al, 2002).


Apabila

kombinasi

dengan

mencapai ambang nyeri, kemudian terjadilah aktivasi


neuron nyeri (Potter & Perry, 2005).
Impuls

saraf,

yang

dihasilkan

oleh

stimulus

nyeri, menyebar di sepanjang serabut saraf perifer


aferen.

Dua

mengkonduksi

tipe

serabut

stimulus

nyeri:

saraf
serabut

perifer
A-delta

yang
dan

serabut C (Guyton & Hall, 2009; Kenworthy et al,

32

2002). Tabel berikut menggambarkan perbedaan fungsi


keduanya:

Tabel 2.1 Perbedaan Fungsi Serabut Saraf A Delta


dan C
A delta
C
Bermielin: transmisi
Tidak bermielin: transmisi
lebih cepat
lebih lambat.
Lapang reseptif
Lapang reseptif luas: not
kecil: lokasi tepat
well localized
Tajam, terlokalisasi
Nyeri tumpul, gatal,
jelas
terbakar
Treshold lebih tinggi Treshold lebih rendah
Unimodal: mekanik
Polimodal: mekanik,
atau panas
panas, bahan kimia
25% nosiseptor
75% nosiseptor
Sumber: Kenworthy, Snowley, Gilling. 2002.hal. 460
Transmisi stimulus nyeri berakhir di bagian
kornu dorsalis medula spinalis. Di

dalam

dorsalis,

substansi

neurotransmiter

dilepaskan,
sinapsis

sehingga

dari

saraf

seperti

menyebabkan
perifer

suatu

(sensori)

kornu
P

transmisi
ke

saraf

traktus spinotalamus (Paice dalam

Potter & Perry,

2005),

impuls

yang

ditransmisikan

memungkinkan
lebih

jauh

ke

dalam

nyeri

sistem

saraf

pusat. Di traktus ini juga terdapat serabut-serabut


saraf

yang

menstimulasi

berakhir
daerah

di

otak

tersebut

tengah,
untuk

yang

mengirim

stimulus kembali ke bawah kornu dorsalis di medula


spinalis (Paice dalam Potter & Perry, 2005).

33

Serabut

ini disebut

sistem nyeri desenden,

yang bekerja dengan melepaskan neuroregulator yang


menghambat transmisi stimulus nyeri. Impuls nyeri
kemudian ditransmisikan dengan cepat ke pusat yang
lebih tinggi di otak, talamus dan otak tengah. Dari
talamus,

serabut

mentransmisikan

pesan

nyeri

ke

berbagai area otak, termasuk korteks sensori dan


korteks asosiasi (di kedua lobus parietalis), lobus
frontalis dan sistem limbik (Paice, dalam Potter &
Perry, 2005).
Ada sel-sel di dalam sistem limbik yang
diyakini

mengontrol

emosi,

khususnya

untuk

ansietas. Dengan demikian, sistem limbik berperanan


aktif dalam memproses reaksi emosi terhadap nyeri
(Potter & Perry, 2005).
b. Persepsi
Persepsi merupakan titik kesadaran seseorang
terhadap nyeri. Setelah transmisi saraf berakhir di
dalam pusat otak yang lebih tinggi, maka individu
akan

mempersepsikan

sensasi

nyeri

dan

terjadilah

reaksi yang kompleks. Faktor- faktor psikologis dan


kognitif

berinteraksi

neurofisiologis
Meinhart
interaksi

dan

dengan

dalam

mempersepsikan

McCaffery

persepsi

faktor-faktor

menjelaskan

nyeri

sebagai

nyeri.
3

sistem
sensori-

34

diskriminatif,

motivasi-afektif

dan

kognitif-

evaluatif. Penjelasannya dapat dilihat pada tabel


di bawah ini(Potter & Perry, 2005):

Tabel 2.2 Sistem Interaksi Persepsi Nyeri


Sensori-Diskriminatif

Transmisi nyeri terjadi antara talamus dan


korteks sensori.
Seorang individu mempersepsikan lokasi,
keparahan dan karakter nyeri.
Faktor-faktor yang menurunkan tingkat
kesadaran (mis. Analgesik, anestetik, penyakit
serebral) menurunkan persepsi nyeri.
Faktor-faktor yang meningkatkan kesadaran
terhadap stimulus (mis. Ansietas, gangguan tidur)
meningkatkan persepsi nyeri.
Motivasi Afektif
Interaksi antara pembentukan sistem retikular dan
sistem limbik menghasilkan persepsi nyeri.
Pembentukan retikular menghasilkan respons
pertahanan, menyebabkan individu menginterupsi
atau menghindari stimulus nyeri
Sistem limbik mengontrol respon emosi
Kognitif-Evaluatif
Pusat kortikal yang lebih tinggi di otak
mempengaruhi persepsi.
Kebudayaan, pengalaman dengan nyeri, dan
emosi, mempengaruhi evaluasi terhadap pengalaman
nyeri.
Sistem ini membantu seseorang untuk
menginterpretasi intensitas dan kualitas nyeri
sehingga dapat melakukan suatu tindakan.
Sumber: Potter & Perry, 2005 hal. 1507
Persepsi
mengartikan

nyeri

dapat bereaksi.

menyadarkan
itu

individu

dan

sehingga kemudian individu

35

c.Reaksi
Reaksi

terhadap

fisiologis

dan

nyeri

perilaku

merupakan

yang

respons

terjadi

setelah

mempersepsikan nyeri.

1) Respon fisiologis
Nyeri dengan intensitas yang ringan hingga
sedang

dan

nyeri

yang

superfisial

menimbulkan

reaksi flight or fight, yang merupakan sindrom


adaptasi
pada

umum.

sistem

fisiologis.
menjadi

Stimulasi

saraf
Bila

pada

otonom

sistem

simpatis

menghasilkan

berlangsung

berat,

cabang

respon

terus-menerus

saraf

atau

parasimpatis

menghasilkan suatu aksi (Potter & Perry, 2005).


2) Respon perilaku
Gerakan tubuh yang khas dan ekspresi wajah
yang

mengindikasikan

nyeri

meliputi

menggeretakkan gigi, memegang bagian tubuh yang


terasa

nyeri,

postur

tubuh

membengkok,

dan

ekspresi wajah yang menyeringai.

Seorang klien

mungkin

menangis

gelisah

sering

memanggil

atau

mengaduh,

perawat.

Namun

atau

kurangnya

ekspresi tidak selalu berarti bahwa klien tidak


mengalami

nyeri.

Ada

fase

pengalaman

nyeri

(Meinhart & McCaffery, 1983 dalam Potter & Perry,

36

2005),

yaitu

antisipasi,

sensasi

dan

akibat

(aftermath).
Antisipasi

terhadap

nyeri

memungkinkan

individu untuk belajar tentang nyeri dan upaya


untuk menghilangkannya.
ketika

merasakan

Sensasi

nyeri.

terhadap

nyeri

dengan

beda,

tergantung

nyeri

terjadi

Individu

bereaksi

cara

yang

berbeda-

toleransinya.

Toleransi

bergantung pada sikap, motivasi dan nilai yang


diyakini seseorang.
nyeri

berkurang

masih

atau

memerlukan

klien

Fase akibat terjadi ketika


berhenti.

perhatian

Klien

mungkin

perawat.

Jika

mengalami serangkaian episode nyeri yang

berulang,

maka

respon

akibat

dapat

menjadi

masalah kesehatan yang berat. Perawat membantu


klien

memperoleh

meminimalkan

kontrol

rasa

dan

takut

harga
akan

diri

untuk

kemungkinan

pengalaman nyeri (Potter & Perry, 2005).


3.Klasifikasi Nyeri
Long (dalam Alimul, 2006) mengklasifikasikan
nyeri secara umum dibagi menjadi 2 yaitu: nyeri akut
dan nyeri kronik.
a. Nyeri akut

37

Nyeri akut merupakan nyeri yang timbul secara


mendadak dan cepat menghilang, yang tidak melebihi
6 bulan dan ditandai adanya peningkatan tegangan
otot (Long dalam Alimul, 2006)
Nyeri akut terjadi setelah cedera akut,
penyakit atau intervensi bedah dan memiliki awitan
yang

cepat

dengan

intensitas

yang

bervariasi

(ringan sampai berat) dan berlangsung dalam waktu


singkat (McCaffery dalam Potter dan Perry, 2005).
Nyeri akut biasanya awitannya tiba-tiba dan
umumnya
akut

berkaitan

dengan

mengindikasikan

telah

terjadi.

kenyataan

Hal

bahwa

cedera

bahwa
ini

spesifik.

kerusakan
menarik

nyeri

ini

atau

Nyeri
cedera

perhatian

benar

terjadi

pada
dan

mengajarkan kepada kita untuk menghindari situasi


serupa yang secara potensial menimbulan nyeri. Jika
kerusakan tidak lama terjadi dan tidak ada penyakit
sistemik, nyeri akut bisanya menurun sejalan dengan
terjadinya penyembuhan, nyeri ini terjadi umumnya
kurang ari enam bulan dan bisanya kurang dari satu
bulan.

Untuk

dijelaskan
beberapa

tujuan

sebagai
detik

Suddarth, 2001)

definisi
nyeri

hingga

nyeri

yang

enam

akut

berlangsung

bulan

(Brunner

dapat
dari
dan

38

Fungsi nyeri akut ialah memberi peringatan


akan cedera atau penyakit yang akan datang. Nyeri
akut

ahirnya

pengobatan

akan

menghilang

setelah

keadaan

dengan

pulih

atau

pada

tanpa

area

yang

rusak (Potter dan Perry, 2005).

b. Nyeri kronis
Nyeri kronis merupakan nyeri yang timbul
secara

perlahan-lahan,

biasanya

berlangsung

dalam

waktu cukup lama, yaitu lebih dari 6 bulan. Yang


termasuk dalam kategori nyeri kronis adalah nyeri
terminal,

sindrom

nyeri

kronis,

dan

nyeri

konstan

atau

psikosomatis (Long dalam Alimul, 2006).


Nyeri
intermiten
waktu.

yang

Nyeri

penyembuhan
dapat

kronis

yang

dikaitkan

adalah

menetap
ini

nyeri

sepanjang

berlangsung

diperkirakan
dengan

dan

penyebab

suatu

periode

diluar

waktu

sering
atau

tidak
cedera

spesifik (Brunner dan Suddarth, 2001)


Nyeri
ketidak-

mampuan

kronik
fisik

merupakan
dan

penyebab

psikologis

utama

sehingga

39

muncul masalah-masalah seprti kehilangan pekerjaan,


ketidakmampuan

untuk

melakukan

aktivitas

sehari-

hari yang sederhana, disfungsi seksual dan isolasi


sosial dari keluarga dan teman-teman (Potter dan
Perry, 2005).

40

Tabel 2.3 Perbedaan Karakteristik Nyeri Akut dan Nyeri


Kronik
Karateristik
Tujuan
/Keuntungan
Awitan

Nyeri Akut
Memperingatkan
adanya cedera atau
masalah
Mendadak

Intensitas
Durasi

Ringan s/d berat


Singkat

Respon
Otonom

Komponen
psikologis

Konsisten dengan
respon stress
simpatis
Heart rate
meningkat
Volume sekuncup
meningkat
Tensi meningkat
Dilatasi pupil
meningkat
Tegangan otot
meningkat
Motilitas
gastrointestinal
menurun
Aliran saliva
menurun (mulut
kering)

Ansietas

Respon
jenis
lainnya
Contoh

Nyeri bedah, trauma

Nyeri Kronik
Tidak ada
Terus menerus/
intermiten
Ringan s.d berat
Lama (6 bulan atau
lebih)

Tidak terdapat
respon otonom

Depresi
Mudah marah
Menarik diri
dari minat dunia
luar
Menarik diri
dari persahabatan
Tidur terganggu
Nafsu makan
menurun
Libido menurun
Nyeri kanker,
neuralgia trigeminal

41

5. Respon Terhadap Nyeri


Struktur spesifik dalam sistem saraf terlibat
dalam

mengubah

terlibat
sebagai

dalam
sistem

stimulus

menjadi

transmisi

dan

nasoseptif.

nyeri.

persepsi

Sensifitas

Sistem
nyeri

dari

yang

disebut
komponen

sistem nasoseptif dapat dipengaruhi sejumlah faktor dan


berbeda diantara individu(Brunner & Suddarth, 2001).
Respon individu terhadap nyeri ada tiga tahap yaitu:
a. Tahap aktivitas (activation)
Dimulai

saat

pertama

individu

menerima

rangsangan individu, sampai tubuh bereaksi terhadap


nyeri yang meliputi respon, muscular dan emosional.
b. Tahap pemantulan (Rebound)
Pada

tahap

ini

nyeri

sangat

hebat

tapi

singkat. Pada tahap ini system simpatis mengambil


alih tugas sehingga terjadi respon yang berlawanan
dengan tahap aktivasi.
c. Tahap adaptasi (adaptation)
Apabila nyeri berlangsung lama maka tubuh akan
beradaptasi

melalui

pelepasan

endorphin.

Reaksi

tubuh terhadap nyeri dapat berlangsung beberapa jam


atau beberapa hari, bila nyeri berkepanjangaan maka
akan

menurunkan

reaksi

noropinefrin

individu merasa tidak berdaya.

sehingga

42

6.Macam-Macam Nyeri
a. Nyeri fisik
Nyeri

yang

diakibatkan

adanya

kerusakan

atau

kelalaian organ.
b. Nyeri perifer
1)
Nyeri pada kulit
Mukosa terasa tajam atau seperti ditusuk, akibat
rangsang fisik, mekanik dan kimia.
2)

Nyeri dalam (deep Pain)


Nyeri

pada

daerah

visceral,

sendi

pleura,

dan

peritoneum.
3)

c.

Menjalar (refered)
a) Kejang otot di daerah lain.
b) Nyeri dirasakan pada daerah

yang

jauh

dari

sumber ragsangan.
c) Sering terjadai pada deep pain.
Nyeri sentral (central pain)
Akibat rangsangan pada tulang belakang, batang
otak dan talamus.

d. Nyeri psikologis
Keluhan nyeri tanpa adanya kerusakan pada
organ

tempat

dan

tingkat

(rekayasa).

7. Respon Nyeri Berdasarkan Tingkatan


a. Nyeri ringan

keparahan

berubah

43

Rata-rata denyut meningkat, rata-rata denyut


menurun, tak bergerak, takut, tekanan darah sistolik
meningkat, tekanan darah sistolik menurun, gelisah.
b. Nyeri sedang
Rata-rata
bagian

tubuh

muntah,

pernafasan

bergesaran,

meringis,

marah,

meningkat,

depresi,
tensi

singkop,

disphoresis,

otot

meningkat,

panas, kulit resah dan kering, resah dan putus asa.


c. Nyeri berat
Muka pucat, frustasi, menggeliat kuat, difusi
biji mata, penyempitan biji mata, postur yang tidak
umum, monoton lambat, sangat tegang, perasaan sedang
dihukum, merintih, menangis.
d. Nyeri sangat berat
Rasa nyeri yang tak tertahankan (Alimul,
2006).
8. Respon Fisiologi Terhadap Nyeri
Nyeri akan menyebabkan respon tubuh yang meliputi
aspek fisiologis dan psikologis (Kozier, 2004). Pada
nyeri yang serangannya mendadak merupakan ancaman yang
mempengaruhi

manusia

sebagai

system

terbuka

untuk

beradaptasi dari stressor yang mengancam dan menggangu


keseimbangan.
nyeri

dari

Hipotalamus
reseptor

merespon

perifer

atau

terhadap

stimulus

korteks

serebral

melalui sistem hipotalamus pituitary dan adrenal dengan

44

mekanisme medulla adrenal hipofise untuk menekan fungsi


yang tidak penting bagi kehidupan.
Sehingga
menegangkan

dan

menyebabkan

mekanisme

hilangnya

korteks

andrenal

situasi
hipofise

untuk mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit


dan

menyediakan

energi

pada

kondisi

emergency

untuk

mempercepat penyembuhan. Apabila mekanisme ini tidak


berhasil mengatasi stressor (nyeri) dapat menimbulkan
respon

stress

seperti

turunnya

sistem

imun

pada

peradangan dan menghambat penyembuhan dan kalau makin


parah

dapat

terjadi

syok

ataupun

prilaku

yang

maladaptive.
9. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Persepsi Nyeri
a. Usia
Usia
mempengaruhi

merupakan

nyeri,

variable

khususnya

penting

pada

anak-anak

yang
dan

lanjut usia. Perbedaan perkembangan yang ditemukan


diantara

kelompok

bagaimana

anak-anak

usia
dan

ini

dapat

lanjut

mempengaruhi

usia

bereaksi

terhadap nyeri (Brunner & Suddarth, 2001).


b. Jenis kelamin
Secara umum, pria dan wanita tidak berbeda
secara bermakna dalam berespon terhadap nyeri.
c. Kebudayaan
Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi
cara individu mengatasi nyeri (Potter, 2005). Budaya

45

dan etnisitas mempunyai pengaruh pada dan bagaimana


seseorang

berespon

terhadap

nyeri

(bagaiman

nyeri

diuraikan atau sesorang berprilaku merespon nyeri).


Namun, budaya dan etnik tidak mempengaruhi persepsi
nyeri(Suddarth & Brunner, 2001).
d. Makna nyeri
Makna seseorang yang dikaitkan dengan nyeri
mempengaruhi pengalaman nyeri dengan cara seseorang
beradaptasi terhadap nyeri. Misalnya seorang wanita
yang

sedang

bersalin

akan

mempersepsikan

nyeri

berbeda dengan seseorang wanita yang mengalami nyeri


akibat

pukulan

kualitas

nyeri

dari

pasangannya.

dipersepsikan

Derajat

klien

dan

berhubungan

dengan makna nyeri.


e. Perhatian
Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya
pada

nyeri

dapat

mempengaruhi

persepsi

nyeri.

Perhatian yang meningkatkan dihubungkan dengan nyeri


yang meningkat, sedang upaya pengalihan (distraksi)
dihubungkan

dengan

(Potter, 2006).

f. Keletihan

respon

nyeri

yang

menurun

46

Keletihan meningkatkan persepsi nyeri. Rasa


kelelahan menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif
dan menurunkan kemampuan koping.
g. Pengalamnn sebelumnya
Setiap individu belajar dari pengalaman nyeri,
pegalaman

nyeri

selalu

berarti

bahwa

individu

tersebut akan menerima nyeri dengan lebih mudah pada


masa akan datang, maka persepsi pertama nyeri dapat
menggangu koping terhadap nyeri (Brunned & Suddarth,
2001).
h. Dukungan keluraga dan sosial
Faktor lain yang bermakna mempengaruhi respon
nyeri ialah kehadiran orang-orang terdekat klien dan
bagaimana sikap mereka terhadap klien. Apabila tidak
ada keluarga atau teman, seringkali pengalaman nyeri
membuat klien semakin tertekan.
10. Pengukuran Tingkat Nyeri
Untuk mengetahui tingkat nyeri yang diderita oleh
seseorang, dan untuk mengetahui apakah suatu tindakan
terhadap nyeri berhasil atau tidak, perlu adanya suatu
alat ukur.
Pengkajian yang terbaik dari nyeri adalah hasil
evaluasi dari klien. Data yang perlu dikumpulkan dari
sifat-sifat nyeri adalah lokasi, intensitas, kualitas,
waktu

(serangan,

kekerapan,

sebab).

Cara

pendekatan

47

yang

digunakan

adalah

mengkaji

PQRST

(Iqbal

Mubaraq,2007):
P :Provoking

(pemicu)

factor

yang

mempergawat

atau

meringankan nyeri.
Q :Quality (kwalitas) tumpul, tajam dan merobek.
R :Region (daerah), yaitu daerah perjalanan ke daerah
lain.
S :Severity (keganasan) atau intensitas.
T :Time

(waktu)

serangan,

lamanya,

kekerapan

dan

sebabnya.
Menurut Bunner & Suddarth (2001) ada beberapa metode
dalam

mengkaji

nyeri

yang

dirasakan

pasien

antara

lain:
a. Skala

intensitas

nyeri

deskriptif

skala

pendeskripsi verbal (Verbal Deseriptor Scale, VDS),


merupakan

sebuah

garis

yang

terdiri

dari

tiga

sampai lima kata pendeskripsi yang tersusun dengan


jarak yang sama disepanjang garis. Pendeskripsi ini
dirancang dari tidak terasa nyeri sampai nyeri
tidak tertahankan
b. Skala intensitas nyeri numerik 0-10

Gambar 2.1, Skala Intensitas Nyeri Numerik 0-10


c. Skala analog visual

48

Skala analog visiual sangat berguna dalam


mengkaji

intensitas

nyeri.

Skala

tersebut

adalah

bebentuk horizontal sepanjang 10 cm dan ujungnya


mengidentifikasikan nyeri dan berat. Pasien diminta
untuk menunjuki titik
letak

nyeri

Ujung

kiri

tidak

terjadi
biasanya

nyeri

pada garis yang menunjukan


sepanjang

rentang

menandakan

tidak

sedang

ujung

tersebut.
ada

kanan

atau

biasanya

menandakan berat atau nyeri yang paling buruk.


Untuk

menilai

hasil,

sebuah

penggaris

diletakkan sepanjang garis dan jarak yang dibuat


pasien pada garis dari tidak nyeri diukur dan
ditulis dalam cm (Bunner&Suddarth 2001).

Nyeri Hebat

Tidak ada
nyeri

Gambar 2.2 Skala Intensitas Nyeri Visual Analog


Scale (VAS)
d. Skala nyeri bourbanais

Tidak
Nyeri

1
0

Nyeri
Nyeri
Nyer
Sang
Ringa
Sedan
i
at
n
g
Bera
Nyeri
2.3 Skala Skala
Nyeri Nyeri
Bourbanais
TabelGambar
2.4 Keterangan
Bourbonais
t
Skala
Tingkat
Keterangan
Skor

49

nyeri
Tidak nyeri

1-3

Nyeri
ringan

4-6

Nyeri
sedang

79

Nyeri berat

10

Nyeri
sangat
berat

Secara obyektif
pasien dapat
berkomunikasi dengan
baik
Secara obyektif
pasien mendesis,
menyeringai, dapat
menunjukkan lokasi
nyeri, dapat
mendiskripsikannya,
dapat mengikuti
perintah dengan baik.
Secara obyektif
pasien terkadang
tidak dapat mengikuti
perintah tapi masih
respon terhadap
tindakan , dapat
menunjukkan lokasi
nyeri, tidak dapat
mendiskripsikannya,
tidak dapat di atasi
dengan alih posisi,
nafas panjang dan
distraksi
pasien sudah tidak
mampu lagi
berkomunikasi,
memukul

Table 2.5 Skala Nyeri Menurut Mankoski


Skala
Karekteristik nyeri

1-3

4-6

7-9

10

Tindakan

Tidak nyeri

Tanpa pengobatan

Sedikit nyeri

Tanpa pengobatan

Nyeri sedikit lebih kuat Tanpa pengobatan


dari no 1

Nyeri
cukup
menggangu Tanpa
pengobatan,
tetapi
dapat
dikontrol nyeri
efektif
dengan tindakan
dikurangi
dengan
analgesik ringan

Skala
4

Karekteristik nyeri
Nyeri

menggangu

kerja, Nyeri

Tindakan
kurang

dengan

50

tapi
masih
dapat analgesik
ringan,
dikontrol dengan tekhnik (aspiri, ibupropin).
distraksi.
5

Nyeri bertahan lebih dari Selama


3-4
jam.
30 menit.
Nyeri
dikurangi
dengan
analgesik
ringan
(aspirin,
ibupropin).

Nyeri
tidak
bisa
dihindari dalm waktu yang
lama tetapi masih dapat
bekerja
dan
berpartisipasi
dalam
aktivivtas sosial.

Nyeri dapat menyebabkan Dengan


analgesik
sulit
konsentasi
dan kuat hanya sebagian
sulit tidur
saja yang efektif

Nyeri dapat menyebabkan Analgesik kuat bias


tidak
dapat
melakukan mengurangi
nyeri
aktivitas berat, mual dan selama 3-4 jam
pusing

Tidak
bias
bicara, Analgesik
kuat
menangis dan pusing.
sebagian efektif

10

Pengaruh
kesadaran (Syok)

Selama
Nyeri
deangan
kuat
vicodin)
jam.

3-4
jam.
dikurangi
analgesik
(kodein,
selama 3-4

tingkat Analgesik
kuat
sebagian efektif

(Brunner & Suddarth, 2001)


11. Patofisiologi Nyeri
Rasa nyeri merupakan mekanisme pertahanan tubuh,
rasa nyeri timbul bila ada jaringan yang rusak dan hal
ini

akan

menyebabkan

memindahkan
penyebab

stimulus

umum

meningkatkan

rasa

individu
nyeri.
nyeri.

kecepatan

bereaksi
Spasme

Spasme

metabolisme

dengan

otot
otot

cara

merupakan
juga

jaringan

sehingga relatif memperberat keadaan iskemia.

akan
otot

51

Keadaan ini merupakan kondisi yang ideal untuk


pelapasan bahan kimia seperti glutamate sebagai pemicu
timbulnya

rasa

nyeri.

Maka

sinyal

nyeri

mekanik

dijalarkan melalui saraf perifer ke medulla spinalis


oleh serabut-serabut kecil tipe . serabut rasa nyeri
cepat tipe terutama dilalui rasa nyeri mekanik dan
nyeri suhu akut.
Serabut ini berahir pada

lamina I (Lamina

Garminallis) pada kornudorsalis dan disini merangsang


neuron pengantar kedua dari traktus neospinotalamikus.
Neuron
yang

ini

akan

terletak

mengirimkan

disisi

lain

signal
medulla

serabut

panjang

spinalis

dalam

komisura anterior dan selanjutnya naik ke otot dalam


kolumna anteroloteral (Guyton & Hall, 2009).
12. Mekanisme Penurunan Nyeri
Teori pengendalian gerbang (Melzack & Wall dalam
Potter & Perry, 2005) menjelaskan mengapa terkadang
sistem saraf pusat menerima stimulus berbahaya
terkadang,
hebat,

meskipun

mengabaikannya.

pada
Teori

kerusakan
ini

dan

jaringan

mengusulkan

bahwa

impuls nyeri dapat diatur atau bahkan dihambat oleh


mekanisme pertahanan di sepanjang sistem saraf pusat.
Mekanisme
di

pertahanan/gerbang

sel-sel

dorsalis

pada

gelatinosa
medula

ini

substansia

spinalis,

dapat
di

talamus

ditemukan

dalam

kornu

dan

sistem

52

limbik

(Clancy

2005).

Teori

&

Mc

Vicar dalam

ini

mengatakan

Potter

bahwa

&

Perry,

impuls

dihantarkan saat sebuah pertahanan dibuka dan


dihambat
menutup

saat

sebuah

pertahanan

pertahanan

tersebut

nyeri
impuls

tertutup.

merupakan

Upaya

dasar

terapi

menghilangkan nyeri.
Transmisi

impuls

nyeri

melalui

pintu

gerbang

dengan

adanya

sumsum tulang belakang dipengaruhi oleh:


a. Aktifitas serabut sensori
Gerbang

akan

terbuka

perangsangan serabut A delta dan C yang melepaskan


substansi
mekanisme

untuk

gerbang.

mentransmisi
Sinyal

nyeri

impuls
ini

melalui

bisa

diblok

dengan stimulasi serabut A beta. Serabut saraf A


beta

adalah

serat

saraf

bermielin

yang

besar

sehingga mengantarkan impuls ke sistem saraf pusat


jauh

lebih

serabut

cepat

C.

daripada

Serabut

ini

serabut

berespon

delta

terhadap

atau

masase

ringan pada kulit, pergerakan dan stimulasi listrik


(Kenworthy
bahasa

et

non

al,

fisiologi,

sibuk

sehingga

terganggu

dengan

nyeri.

2002).

Serabut

hal

membuat

mencegahnya

impuls
ini

Ketiga

yang

banyak

ini,

otak
untuk

datang
terdapat

dalam
tetap

terlalu

dari

sumber

di

kulit

sehingga stimulasi kulit dapat menurunkan persepsi


nyeri (Guyton & Hall, 2009). Apabila masukan yang

53

dominan berasal dari serabut A beta, maka gerbang


akan

menutup.

dapat

Diyakini

terlihat

punggung

klien

saat

mekanisme

penutupan

ini

seorang

perawat

menggosok

lembut

(Potter

&

dengan

Perry,

2005).
b. Neuroregulator: endorphin
Neuroregulator
mempengaruhi

transmisi

peranan

yang

nyeri.

Substansi

atau

stimulus

substansi

penting

dalam

ini

saraf

memegang

suatu

ditemukan

yang

pengalaman
di

lokasi

nosiseptor, di terminal saraf dalam kornu dorsalis


pada medula spinalis. Neuroregulator dibagi menjadi
2

kelompok,

yakni

neurotransmiter

neuromodulator. Neurotransmiter

dan

seperti

substansi

P mengirim impuls listrik melewati celah sinaps di


antara 2 serabut saraf. Serabut saraf
adalah

eksitator

dan

inhibitor.

tersebut

Neuromodulator

memodifikasi aktivitas neuron dan menyesuaikan atau


memvariasikan transmisi stimulus nyeri tanpa secara
langsung

mentransfer

tanda

saraf

melalui

sebuah

sinap (Potter & Perry, 2005).


Neuromodulator diyakini tidak bekerja secara
langsung,
menurunkan
Endorphin
morphin)

yakni

dengan

efek

neurotransmiter

(berasal
dan

meningkatkan

juga

dari

kata

enkefalin,

dan
tertentu.

endogenous
serotonin,

54

noradrenalin
adalah

dan

gamma-aminobutyric

acid (GABA)

contoh neuromodulator.
Enkefalin

menghambat
impuls

impuls

ini

di

dan

nyeri

dalam

endorphin
dengan

otak

dan

diduga

dapat

memblok

transmisi

medula

spinalis.

Kadarnya yang berbeda diantara individu menjelaskan


mengapa stimuli nyeri yang sama dirasakan berbeda
oleh

orang

oleh

gen

yang

(Guyton

berbeda.
&

Hall

Kadar

ini

dikendalikan

dalam

Potter

&

Perry,

2005).
Tehnik distraksi, konseling dan pemberian
plasebo merupakan upaya untuk melepaskan endorfin
(Potter & Perry, 2005).
D. Konsep Seksio sesarea
1. Pengertian Sectio Caesaria
Istilah Seksio sesarea berasal dari perkataan
Latin caedere yang artinya memotong. Pengertian ini
sering

dijumpai

dalam

roman

law

(lex

regia)

dan

emperors law (lex caesarea) yaitu undang-undang yang


menghendaki supaya janin dalam kandungan ibu-ibu yang
meninggal

harus

keluarkan

dari

dalam

rahim

(Muchtar,2001).
Seksio sesarea adalah suatu cara melahirkan
janin

dengan

membuat

sayatan

pada

dinding

uterus

55

melalui

dinding

depan

perut

atau

vagina

(Muchtar,2001).
Seksio sesarea adalah suatu persalinan buatan
dimana janin dilahirkan melalui insisi pada dinding
perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam
keadaan

utuh

serta

berat

janin

diatas

500

gram

(Prawiharto, 2004).
2. Jenis-Jenis Seksio Sesarea
a. Seksio sesarea transperitoneal
Seksio Sesarea klasik atau korporal yaitu
dengan

melakukan

sayatan

vertikal

sehingga

memungkinkan ruangan yang lebih baik untuk jalan


keluar bayi.
Seksio sesarea ismika atau profunda yaitu
dengan
dari

melakukan

kiri

sayatan

kekanan

pada

atau
segmen

insisi
bawah

melintang
rahim

dan

diatas tulang kemaluan.


b. Seksio Sesarea Ekstraperitonealis
Yaitu tanpa membuka peritonium parietalis,
dengan

demikian

tidak

(Muchtar, 2001).
3. Indikasi Seksio Sesarea

membuka

kavum

abdominal.

56

a. Plasenta

previa

sentralis

dan

lateralis

(posterior).
b. Panggul sempit
Holemr

mengambil

batas

terendah

untuk

melahirkan janin vias naturali ialah CV = 8 cm


dapat melahirkan dengan normal, harus diselesaikan
dengan seksio sesarea. CV antara 8-10 cm boleh di
coba dengan partus percobaan, baru setelah gagal
dilakukan seksio sesarea sekunder.
c. Disproporsi sefalo-pelvik yaitu tidak keseimbangan
antara ukuran kepala dan panggul
d. Ruptur uteri mengancam
e. Partus lama
f. Partus tak maju
g. Distosia serviks
h. Pre-eklamsia dan hipertensi
i. Malpersentasi janin
1)Letak

lintang

(Greenhil

dan

Estman

sama-sama

sependapat):
a) Bila

ada

kesempitan

panggul,

maka

seksio

sesarea adalah cara yang terbaik dalam segala

57

letak

lintang

dengan

janin

hidup

dan

besar

biasa.
b) Semua primigravida dengan letak lintang harus
ditolong dengan seksio sesarea, walau tidak
ada perkiraan panggul sempit.
c) Multipara

dengan

letak

lintang

dapat

lebih

ditolong dengan cara-cara lain.


2) Letak

bokong,

seksio

sesarea

dianjurkan

pada

letak bokong bila ada:


a) Panggul sempit,
b) Primigravida dan,
c) Janin besar dan berharga.
3) Persentasi dahi dan muka (letak defleksi) bila
reposisi dan cara-cara lain tidak berhasil.
4) Persentasi

rangkap,

bila

reposisi

tidak

berhasil.
5) Gemelli,

menurut

Eatman

seksio

sesarea

dianjurkan:
a) Bila

janin

pertama

persentasi bahu,
b) Bila terjadi interlok,

letak

lintang

atau

58

c) Distosia oleh karena tumor dan,


d) Gawat janin dan sebagainya.

4.Komplikasi
a. Infeksi puerperal
Infeksi

puerperal,

bersifat

ringan,

seperti

beberapa

hari

seperti
semua

dalam

peradangan

kenaikan

masa

peritonitis.

komplikasi

nifas,

Infeksi

yang

ini

suhu

selama

bersifat

puerperalis

disebabkan

oleh

bisa

berat
adalah

masuknya

kuman-kuman kedalam alat-alat genetalia pada waktu


persalinan

dan

nifas

(Sarwono

Prawirohardjo,

2005:689).
Infeksi puerperalis adalah infeksi peradangan
pada semua alat genetalia pada masa nifas oleh sebab
apapun

dengan

ketentuan

meningkatnya

suhu

badan

melebihi 380 C tanpa menghitung hari pertama dan


berturut-turut selama 2 (dua) hari.
Bermacam-macam jalan kuman masuk ke dalam alat
kandungan

seperti

eksugen,

autogen

dan

endogen.

Penyebab yang terbanyak dan lebih dari 50 % adalah


streptococcus

dan

anaerop

yang

sebenarnya

tidak

59

patogen sebagai penghuni normal jalan lahir.


Kuman-kuman yang sering menyebabkan infeksi
puerperalis antara lain streptococcus haematilicus
aerobic, staphylococcus aurelis, Escherichia coli,
Clostridium welchii.
Faktor-faktor

predisposisi

infeksi

puerperalis, diantaranya:
1)Persalinan yang berlangsung lama sampai terjadi
persalinan terlantar,
2)Tindakan operasi persalinan,
3)Tertinggalnya plasenta selaput ketuban dan bekuan
darah,
4)Ketuban

pecah

dini

atau

pada

pembukaan

masih

kecil melebihi enam jam dan,


5)Keadaan yang dapat menurunkan keadaan umum, yaitu
perdarahan

ante

partum

pada

saat kehamilan,

ibu

hamil

dengan

dan

postpartum,

anemia

malnutrisi, kelelahan
penyakit

infeksi

dan

seperti

pneumonia, penyakit jantung dan sebagainya.


b. Perdarahan

Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu


pembedahan jika cabang-cabang arteri ikut terbuka,

60

atau

karena

atonia

uteri.

Faktor-faktor

yang

mempengaruhi perdarahan setelah persalinan:


1) Perdarahan setelah persalinan dan usia ibu
Wanita yang melahirkan anak pada usia
dibawah

20

merupakan
pasca

tahun

faktor

atau

lebih

risiko

persalinan

dari

terjadinya

yang

dapat

35

tahun

perdarahan

mengakibatkan

kematian maternal.
Hal ini dikarenakan pada usia dibawah 20
tahun

fungsi

reproduksi

seorang

wanita

belum

berkembang dengan sempurna, sedangkan pada usia


diatas 35 tahun fungsi reproduksi seorang wanita
sudah

mengalami

reproduksi

penurunan

normal

dibandingkan

sehingga

kemungkinan

fungsi
untuk

terjadinya komplikasi setelah persalinan terutama


perdarahan akan lebih besar.
Perdarahan

setelah

persalinan

yang

mengakibatkan kematian maternal pada wanita hamil


yang melahirkan pada usia dibawah 20 tahun 2-5
kali

lebih

tinggi

daripada

perdarahan

pasca

persalinan yang terjadi pada usia 20-29 tahun.


Perdarahan setelah persalinan meningkat kembali
setelah

usia

30-35

tahun

mengalami

penurunan

sehingga kemungkinan terjadinya perdarahan

pasca

61

persalinan menjadi lebih besar.


2)

Perdarahan setelah persalinan dan paritas


Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman
ditinjau dari sudut perdarahan setelah persalinan
yang

dapat

mengakibatkan

kematian

maternal.

Paritas satu dan paritas tinggi (lebih dari tiga)


mempunyai

angka

kejadian

perdarahan

pasca

persalinan lebih tinggi. Pada paritas yang rendah


(paritas

satu),

menghadapi
faktor

ketidaksiapan

persalinan

yang

pertama

penyebab ketidakmampuan

menangani

komplikasi

ibu

yang

dalam

merupakan

ibu hamil
terjadi

dalam
selama

kehamilan, persalinan dan nifas.


3)Perdarahan setelah persalinan dan antenatal care
Tujuan

umum

antenatal

care

adalah

menyiapkan seoptimal mungkin fisik dan mental ibu


serta anak selama dalam kehamilan, persalinan dan
nifas

sehingga

angka

morbiditas dan

mortalitas

ibu serta anak dapat diturunkan.


Pemeriksaan

antenatal

yang

baik

dan

tersedianya fasilitas rujukan bagi kasus risiko


tinggi terutama perdarahan yang selalu mungkin
terjadi

setelah

persalinan

yang

mengakibatkan

62

kematian

maternal

dapat

diturunkan.

Hal

ini

disebabkan karena dengan adanya antenatal care


tanda-tanda dini perdarahan yang berlebihan dapat
dideteksi dan ditanggulangi dengan cepat.

4)Perdarahan

setelah

persalinan

dan

kadar

hemoglobin
Anemia adalah suatu keadaan yang ditandai
dengan penurunan nilai hemoglobin dibawah nilai
normal.

Dikatakan anemia

jika kadar

hemoglobin

kurang dari 8 gr%. Perdarahan pasca persalinan


mengakibatkan
atau

lebih,

hilangnya
dan

jika

tanpa

adanya

akan

mengakibatkan

darah
hal

penanganan

sebanyak

ini

terus

yang

tepat

turunnya

kadar

500

ml

dibiarkan
dan

akurat

hemoglobin

dibawah nilai normal.


5)Penanganan perdarahan setelah persalinan
Penanganan perdarahan pasca persalinan
pada prinsipnya adalah hentikan perdarahan, cegah
atau atasi syok, ganti darah yang hilang dengan
diberi

infus cairan

(larutan

garam fisiologis,

63

plasma

ekspander,

transfusi

darah, kalau

demikian,
Mencegah
pada

Dextran-L,

terapi
atau

kasus

dan

perlu oksigen.

terbaik

adalah

sekurang-kurangnya

kasus

sebagainya),

yang

Walaupun

pencegahan.

bersiap

disangka

akan

siaga

terjadi

perdarahan adalah penting.


Tindakan pencegahan tidak saja dilakukan
sewaktu bersalin, namun sudah dimulai sejak ibu
hamil

dengan

melakukan

baik.

Ibu-ibu yang

antenatal

care

yang

mempunyai predisposisi

atau

riwayat perdarahan post partum sangat dianjurkan


untuk bersalin di rumah sakit. Di rumah sakit,
diperiksa

kadar

(hemoglobin),
tersedia

fisik,

keadaan

golongan darah,

donor

darah.

umum,

kadar

dan bila
Sambil

Hb

mungkin

mengawasi

persalianan, dipersiapkan keperluan untuk infus


dan obat-obatan penguat rahim.
Anemia dalam kehamilan, harus diobati
karena perdarahan dalam batas batas normal dapat
membahayakan

penderita

yang

sudah

menderita

anemia. Apabila sebelumnya penderita sudah pernah


mengalami

perdarahan

post

partum,

persalinan

harus berlangsung di rumah sakit.


Kadar fibrinogen perlu diperiksa pada

64

perdarahan banyak, kematian janin dalam uterus,


dan solutio plasenta. Komplikasi-komplikasi lain
seperti

luka

kandung

kencing,

embolisme

paru-

paru, dan sebagainya sangat jarang terjadi. Suatu


komplikasi
kurang

yang

kuatnya

baru
parut

kemudian
pada

tampak,

dinding

ialah
uterus,

sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi


ruptura

uteri. Kemungkinan

peristiwa ini

lebih

banyak ditemukan sesudah seksio sesarea klasik.


c. Ruptura uteri
Ruptur uteri dapat terjadi secara komplek
dimana robekan terjadi pada semua lapisan miometrium
termasuk peritoneum dan dalam hal ini umumnya janin
sudah berada dalam cavum abdomen dalam keadaan mati;
ruptura inkomplet, robekan rahim secara parsial dan
peritoneum masih utuh. Angka kejadian sekitar 0,5%.
Ruptura

uteri

dapat

terjadi

secara

spontan

atau

akibat trauma dan dapat terjadi pada uterus yang


utuh atau yang sudah mengalami cacat rahim (pasca
miomektomi

atau

pasca sectio

caesar) serta

dapat

terjadi dalam pada ibu yang sedang inpartu (awal


persalinan) atau belum inpartu (akhir kehamilan)
Kejadian ruptura uteri yang berhubungan
dengan cacat rahim adalah sekitar 40%; ruptura uteri

65

yang berkaitan dengan low segmen caesarean section


(insisi tranversal) adalah < 1% dan pada classical
caesarean

section

(insisi

longitudinal)

kira-kira

4%7%.

5.Perawatan Post Operasi Seksio Sesarea


Perawatan post operasi seksio sesarea adalah
sebagai berikut (Liu,2007):
a.Tanda-tanda vital
Tanda-tanda

vital

harus

diperiksa

jam

sekali, perhatikan tekanan darah, nadi jumlah urin


serta jumlah darah yang hilang dan keadaan fundus
harus diperiksa.
b.Terapi cairan dan diet
Untuk pedoman umum, pemberian 3 liter larutan
RL, terbukti sudah cukup selama pembedahan dan dalam
24 jam pertama berikutnya, meskipun demikian, jika
output urine jauh di bawah 30 ml/jam, pasien harus
segera dievaluasi kembali paling lambat pada hari
kedua.

66

c.Vesika urinarius dan usus


Kateter dapat dilepaskan setelah 12 jam, post
operasi atau pada keesokan paginya setelah operasi.
Biasanya

bising

usus

belum

terdengar

pada

hari

pertama setelah pembedahan, pada hari kedua bising


usus masih lemah, dan usus baru aktif kembali pada
hari ketiga.
d.Ambulasi atau mobilisasi dini
Pada hari pertama setelah pembedahan, pasien
dengan bantuan perawatan dapat bangun dari tempat
tidur

sebentar,

sekurang-kurang

kali

pada

hari

kedua pasien dapat berjalan dengan pertolongan.


e.Perawatan luka
Luka insisi diinspeksi setiap hari, sehingga
pembalut luka yang alternatif ringan tanpa banyak
plester sangat menguntungkan, secara normal jahitan
kulit dapat diangkat setelah hari keempat setelah
pembedahan. Paling lambat hari ketiga post partum,
pasien dapat mandi tanpa membahayakan luka insisi.
f.Laboratorium
Secara rutin hematokrit diukur pada pagi
setelah operasi hematokrit tersebut harus segera di

67

cek

kembali

tidak

bila

terdapat

kehilangan

darah

atau

keadaan

lain

menunjukkan

biasa

yang

yang

hipovolemia.
g.Perawatan payudara
Pemberian ASI dapat dimulai pada hari post
operasi

jika

pemasangan

ibu

memutuskan

pembalut

payudara

tidak
yang

menyusui,

mengencangkan

payudara tanpa banyak menimbulkan kompesi, biasanya


mengurangi rasa nyeri.
h.Memulangkan pasien dari rumah sakit
Seorang pasien yang baru melahirkan mungkin
lebih

aman

bila

diperbolehkan

pulang

dari

rumah

sakit pada hari keempat dan kelima post operasi,


aktivitas ibu seminggunya harus dibatasi hanya untuk
perawatan bayinya dengan bantuan orang lain.
6.Masalah-Masalah Keperawatan Pasien Post Seksio Sesarea
a. Gangguan nyaman: nyeri akut berhubungan dengan agen
cedera

(biologis,

psikologi,

kimia

dan

fisik

(NANDA,2006).
b. Ansietas berhubungan dengan situasi, ancaman pada
konsep

diri,

transmisi

kontak

interpersonal,

kebutuhan tidak terpenuhi (NANDA,2006).

68

c. Risiko

tinggi

terhadap

cedera

berhubungan

dengan

fungsi biokimia atau regulasi (NANDA,2006).


d. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan
trauma jaringan / kulit rusak (NANDA, 2006).
e. Konstipasi berhubungan dengan penurunan tonus otot
(NANDA, 2006).
f. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan gangguan
sensorik motorik (NANDA,2011).
E. Kerangka Konsep

Pasien seksio
sesarea

Faktor yang
mempengaruhi
persepsi:
Psikologis
Keluarga
Budaya

Persepsi
pasien
tentang
mobilisasi
dini

Masalah-masalah
Keperawatan
pasien post
seksio sesarea:
1. Ansietas

Komponen dalam
persepsi:

2.Risiko tinggi
terhadap
infeksi

- Aspek
Kognitif

3.Perubahan
eliminasi urin

- Aspek afektif
- Aspek
Konaktif

4.Gangguan
nyaman:nyeri
Tingkat Nyeri :

Perawatan Post
Seksio sesarea:

1.Tidak ada
nyeri

a. Ambulasi/
Mobilisasi
dini.

2.Nyeri ringan
3.Nyeri Sedang
4.Nyeri Berat
5.Sangat Nyeri

69

Keterangan
:Diteliti
:Tidak diteliti
:Berhubungan
\

Bagan 2.2: Kerangka Konsep Hubungan Persepsi Pasien


Tentang Mobilisasi Dini Dengan Tingkat
F. Hipotesa Penelitian
Nyeri Pasien Post Operasi Seksio Sesarea
Hipotesa adalah jawaban suatu jawaban yang
bersifat

sementara

terhadap

permsalahan

penelitian,

sampai terbukti data yang terkumpul (Arikunto,2006).


Hipotesa dalam penelitian ini adalah (Ha) ada
hubungan persepsi pasien tentang mobilisasi dini dengan
tingkat

nyeri

pasien

post

operasi

seksio

sesarea

di

instalasi ibu dan bayi RSUD Patut Patuh Patju Lombok


Barat.

70

BAB III
METODE PENELITIAN
A. Subjek Penelitian
Pada
penelitian
sesarea

penelitiian
adalah

yang

ini

semua

dirawat

di

pasien

yang

menjadi

post

Instalasi

Ibu

subjek

operasi
dan

seksio

Bayi

RSUD

Patut Patuh Patju Lombok Barat.


B. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi
Populasi

merupakan

seluruh

subjek

(manusia,

binatang percobaan, data laboratorium dll) yang akan


diteliti dan memenuhi kritera yang ditentukan (Ryanto,
2011).
Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien
post ope-rasi seksio sesarea yang dirawat di Instalasi
Ibu dan Bayi RSUD Patut Patuh Patju Lombok Barat yang

71

berjumlah 25 responden pada tanggal 6 Agustus 2012


sampai dengan 6 September 2012.
2. Sampel Penelitian dan Tehnik Pengambilan Sampel
a. Sampel Penelitian
Sampel adalah sebagian dari populasi yang
diharapkan

dapat

mewakili

atau

representatif

populasi (Ryanto, 2011).

adalah

Dalam penelitian ini yang menjadi sampel


6
pasien post 9 operasi seksio sesarea yang

dirawat di Instalasi Ibu dan Bayi RSUD Patut Patuh


Patju Lombok Barat yang berjumlah 25 responden.
b. Tehnik Pengambilan Sampel
Tehnik
ini

pengambilan

menggunakan

tehnik

sampel

dalam

sampel

non

penelitian
probability

sampling dengan menggunakan accidental sampling.


Tehnik sampel non probability sampling dengan
accidental

sampling

merupakan

sampel dengan mengambil

cara

pengambilan

responden atau kasus yang

kebetulan ada atau bersedia (Riyanto,2011).


Dalam
penelitian

ini

menentukan

berdasarkan

dan eksklusi.
1) Kriteria inklusi

besar

pada

sampel

kriteria

dalam
inklusi

72

Kriteria inklusi merupakan karakteristik


umum subjek penelitian pada populasi target dan
sumber (Riyanto,2011).
Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:
a) Pasien post seksio sesarea yang dirawat hari
kedua di Instalasi Ibu dan bayi RSUD Patut
Patuh Patju yang bersedia menjadi responden.
b) Kadar Hb pasien normal (>8 g/dl) dan.
c) Pasien yang tidak mengalami komplikasi post
partum.
2)Kriteria eksklusi
Kriteria eksklusi merupakan kriteria dari
subjek penelitian yang tidak boleh ada, dan jika
subjek

mempunyai kriteria

eksklusi maka

subjek

harus dikeluarkan dalam penelitian (Ryanto,2011).


Kriteria eksklusi dalam penelitian ini
adalah:
a) Tanda-tanda vital pasien belum stabil.
b) Pasien yang pulang paksa.
c) Pasien yang mendapatkan terapi farmakologi.

C. Rancangan Atau Desain Penelitian


Rancangan
kerangka

acuan

bagi

atau

desain

peneliti

penelitian

untuk

mengkaji

merupakan
hubungan

antara variabel dalam suatu penelitian (Ryanto,2011).

73

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian


ini

menggunakan

desain

survey

analitik

dengan

pendekatan cross sectional.


Desain survey analitik
yang

mencoba

tersebut

mengetahui

bisa

yaitu suatu penelitian

mengapa

terjadi,

kemudian

masalah

kesehatan

melakukan

analisis

hubungan antara faktor resiko (faktor yang mempengaruhi


efek) dengan faktor efek (faktor yang dipengaruhi oleh
resiko), dengan pendekatan cross sectional, yaitu suatu
pnelitian yang mempelajari hubungan antara faktor resiko
(independen)

dengan

faktor

efek

(dependen,

dimana

melakukan observasi atau pengukuran variabel sekali dan


sekaligus (Ryanto,2011).
D. Pengumpulan Data dan Pengelolahan Data
Tehnik pengelolahan data merupakan cara peneliti
untuk

mengumpulkan

pengumpulan

data

data,
agar

perlu

memperkuat

dilihat
hasil

alat

ukur

penelitian

(Alimul,2009).
Adapun tehnik pengumpulan data dan pengelolahan
data dalam penelitian ini meliputi:
1. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas
yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data

74

agar pekerjaan lebih mudah dan hasilnya lebih baik,


dalam

arti

lebih

cermat,

lengkap

dan

sistematis

sehingga mudah diolah (Arikunto, 2006).


Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini
adalah lembar kuesioner dan pedoman wawancara.

a. Kuesioner
Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis
yang

digunakan

responden

dalam

untuk
arti

memperoleh
laporan

informasi

tentang

dari

pribadinya,

atau hal-hal yang ia ketahui (Arikunto,2006)


Penelitian ini mengguanakan lembar kuesioner
persepsi

pasien

tentang

mobilisasi

dini

untuk

menilai persepsi pasien tentang mobilisasi dini.


b.Wawancara
Wawancara merupakan suatu metode pengambilan
data
lisan

dimana peneliti mendapatkan keterangan secara


dari

seseorang

sasaran

penelitian

(Ryanto,2011).
Penelitian ini menggunakan pedoman wawancara
untuk mengukur tingkat nyeri pada responden. Dalam
pedoman wawancara peneliti menggunakan skala nyeri
bourbanais untuk mengukur tingkat nyeri responden.

75

c. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen


Validitas merupakan derajat ketepatan antara
data yang terjadi pada objek penelitian dengan daya
yang

dapat

dilaporkan

oleh

peneliti.

Dengan

demikian data yang valid adalah data yang berbeda


antara data yang dilaporkan oleh peneliti dengan
data

yang

sesungguhnya

terjadi

pada

objek

penelitian. Sedangkan reliabilitas dalam pandangan


penelitian

kuantitatif

dinyatakan

reliable

adalah

suatu

apabila

dua

data
atau

yang
lebih

penelitian dalam objek yang sama menghasilkan data


yang

sama,

menjadi

atau

dua

sekelompok

menunjukkan

data

data

bila

yang

dipecahkan

tidak

berbeda

(Sugiyono, 2007 :268).


Peneliti menggunakan uji validitas dan uji
reliabilitas
pasien

untuk

tentang

pernyataan

menguji

mobilisasi

dengan

kuesioner
dini

dibagikan

ke

dengan
sepuluh

persepsi
sembilan
responden

dengan dilakukan uji statistic menggunakan program


SPSS

for

diperlukan

windows.
ialah

taraf

0,05.

signifikansi

Nilai

korelasi

yang
dari

pernyataan-pernyataan dalam kuesioner tersebut yang


memenuhi taraf signifikan 0,576 adalah pernyataan
2,3,4,6,7,8,9,10,11. Sedangkan pernyataan 1,5, dan
12

tidak

bermakna.

Selanjutnya

untuk

memperoleh

alat ukur yang valid maka pernyataan nomor 1,5 dan

76

12

didroup

atau

dihilangkan

sehingga

untuk

memperoleh alat ukur yang valid.


Peneliti
wawancara

menggunakan

dengan

instrument

menggunakan

pedoman

skala

nyeri

bourbanais untuk mengukur tingkat nyeri pasien post


operasi

seksio

sesarea

yang

telah

baku

penggunaannya.
2. Tehnik Pengumpulan Data
a. Tahap Persiapan
Dalam

proses

melakukan studi

penelitian

ini,

peneliti

dokumentasi di Instalasi Ibu dan

Bayi RSUD Patut Patuh Patju terkait dengan pasien


post operasi seksio sesarea.
b. Tahap Pelaksanaan
1) Pelaksanaan penelitian ini pada hari kedua pasien
menjalani

perawatan

post

seksio

sesarea

di

Instalasi Ibu dan Bayi RSUD Patut Patuh Patju.


2) Peneliti memberikan responden lembar kuesioner
persepsi
peneliti

pasien

tentang

mobilisai

menilai

persepsi

mobilisasi dini.
3) Setelah
responden

mengisih

dini,

pasien
lembar

untuk

tentang
kuesioner

persepsi pasien tentang mobiisasi dini, peneliti


mengukur tingkat nyeri pasien dengan menggunakan
tehnik pedoman wawancara.
3. Tehnik Pengolahan Data

77

a. Dari

lembar

kuesioner,

peneliti

dapat

menilai

persepsi pasien tentang mobilsasi dini dan lembar


kuesioner dalam peneliti ini menggunakan pernyataan
tertutup

dengan

menggunakan

skala

likert

dengan

sampel memilih jawaban; sangat setuju (SS), setuju


(S), kurang setuju (KS), tidak setuju (TS), sangat
tidak setuju (STS) dengan pernyataan positif yang
diberi skor sangat setuju (5), setuju (4), kurang
setuju

(3),

tidak

setuju

(2),

dan

setuju (1). Sedangkan pernyataan

sangat

tidak

negatif diberi

sekor sangat setuju (1), setuju (2), kurang setuju


(3), tidak setuju (4), dan sangat tidak setuju (5).
Kemudian

peneliti

menilai

jawaban

dari

responden

sesuai dengan acuan penggunaan skala likert di atas


dan

memberi

kriteria

penilaiaan

Baik,

cukup,

kurang dengan nilai baik= 31-45, cukup= 16-30 dan


kurang= 0-15.
b.Adapun
tehnik

pengolahan

data

untuk

mengukur

tingkat nyeri pada responden dalam penelitian ini


adalah menggunakan pedoman wawancara. Dalam pedoman
wawancara

peneliti

menggunakan

skala

nyeri

bourbanais.
0

10

Tidak

Nyeri

Nyeri

Nyeri

Sangat

nyeri

ringan

sedang

berat

nyeri

78

Gambar

3.1

Skala Intensitas Nyeri bourbanais


(Brunner & Suddarth 2002).

E. Identifikasi Variabel Dan Definisi Operasional


1. Identifikasi Fariabel
a. Variabel Independen
Variabel independen merupakan varibel yang
mempengaruhi
independen

variabel
berubah

lain,
maka

artinya

akan

apabila

mengakibatkan

perubahan varibel lain (Riyanto,2011:71)


Variabel Independen dalam penelitian ini
adalah persepsi pasien tentang mobilisasi dini.
b. Variabel Dependen
Variabel dependen merupakan variabel yang
dipengaruhi
dependen

oleh

berubah

varibel
akibat

lain,

artinya

perubahan

pada

variabel
variabel

bebas (Riyanto,2011:72)
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah
tingkat nyeri.
2. Definisi Operasional

79

Definisi
variabel-variabel

operasional

yang

akan

merupakan
di

definisi

teliti

secara

operasional di lapangan (Riyanto,2011:82)


Batasan operasional penelitian ini adalah sebagai
berikut:

a. Persepsi
Persepsi adalah pendapat seseorang tentang
sesuatu yang dilihat, dirasakan dan dialami yang
datang dari luar maupun dari dalam diri seseorang.
b. Mobilisasi Dini
Mobilisasi
pergerakan

tubuh

dini

secara

adalah

aktif

suatu

maupun

kegiatan

pasif

yang

dilakukan oleh pasien setelah melaksanakan operasi.


c. Nyeri
Nyeri adalah suatu perasaan menderita yang
dirasakan

oleh

seseorang

yang

disebabkan

oleh

adanya kerusakan fisik.


d. Seksio Sesarea
Seksio sesarea adalah suatu persalinan atau
pengeluaran

janin

yang

dilakukan

dengan

insisi

80

dinding

perut

dan

dinding

rahim

sesuai

dengan

indikasi persalinan.
e. Instalasi Ibu dan Bayi
Instalasi Ibu dan Bayi adalah suatu bangsal
yang terdiri dari tiga bidang (Nifas, NICU, ruang
tindakan
kesehatan

persalinan)
Dokter,

dengan
Bidan

terdiri
dan

melaksanakan pelayanan kesehatan.

dari

tenaga

Perawat

untuk

81

Tabel

3.1:

Definisi Operaional Hubungan Persepsi Pasien


Tentang Mobilisasi Dini Dengan Tingkat Nyeri

Variabel

Definisi
Operasional

Parameter

Alat Ukur

Skala

Lembar
kuesioner

Ordin
al

dengan skor:

Independen
: persepsi
pasien
tentang
Mobilisasi
dini

Tanggapan
a. Aspek
pasien
kongnitif
terhadap
pasien
pelaksanaan
tentang
mobilisasi
mobilisas
dini sesuai
i dini
dengan
b. Aspek
informasi
afektif
yang
pasien
didapatkan
tentang
tentang
sikap
pelaksanaan
tentang
mobilisasi
mobilisas
dini
i dini.
tersebut.

Skor

Baik = 31-45
Cukup =16-30
Kurang =0-15

c. Aspek
konaktif
pasien
tentang
prilaku
pasien
tentang
mobilisas
i dini.
Dependen:
Tingkat
nyeri

Nyeri
Skala nyeri
adalah
bourbanais
suatu
perasaan
menderita
yang
dirasakan
oleh
seseorang
yang
disebabkan
oleh adanya
kerusakan
fisik

Pedoman
wawancara

inter
val

0: tidak ada
nyeri
1-3: nyeri
ringan
4-6: nyeri
sedang
7-9: nyeri
berat
10:sangat

82

nyeri

F. Analisa Data

Penelitian ini merupakan penelitian survey analitik


dengan

pendekatan

cross

sectional.

Untuk

mengetahui

Hubungan persepsi pasien tentang mobilisasi dini dengan


tingkat

nyeri

penelitian

ini

pasien
tehnik

post

seksio

analisa

data

sesarea.

Dalam

menggunakan

metode

statistik. Proses pengolahan data yang meliputi editing,


coding,
dan

transferring,

dianalisis

untuk

tabulating.
tabulating.
dibuktikan

Variabel
apakah

ditabulasi
ada

hubungan

persepsi pasien tentang mobilisasi dini dengan tingkat


nyeri

pasien

menggunakan

uji

post

operasi

chi-square

seksio

dengan

sesarea

tingkat

dengan

signifikansi

p<0,05 artinya apabila p<0,05 berarti Ha diterima. Uji


analisa data menggunakan SPSS seri 16.00 for windows.
windows.
G.Etika Penelitian
Peneliti mendapat rekomendasi dari Ketua STIKES
Mataram yang tembusannya disampaikan kepada BAPEDA Lombok
Barat, dengan persetujuan dari Kepala Ruangan Istalasi
Ibu

dan

Anak,

kemudian

peneliti

melakukan

menekankan masalah etika yang meliputi:


1. Informed Concent (Lembar Persetujuan)

dengan

83

Merupakan lembar persetujuan memuat penjelasanpenjelasan

tentang

maksud

dan

tujuan

penelitian,

dampak yang mungkin terjadi selama penelitian. Apabila


responden telah mengerti dan bersedia maka responden
diminta

menandatangani

responden.

Namu

apabia

surat

persetujuan

responden

menjadi

menolak,

peneliti

tidak akan memaksa.


2. Anonymity (Tanpa Nama)
Untuk menjaga keerahasiaan responden, peneliti
tidak mencantumkan nama subyek penelitian, hanya untuk
memudahkan dalam mengenali identitas, peneliti memakai
simbol atau inisiai berupa sebutan responden

dengan

Ny.
3. Confidential (Kerahasiaan)
Informasi yang diberikan oleh responden serta
semua

data

yang

kerahasiaannya
Informasi
disebarkan

terkumpul

dan

yang
atau

hanya

diberikan
diberikan

akan

disimpan,

menjadi
oleh

koleksi

responden

kepada

orang

dijamin
peneliti.

tidak
lain

akan
tanpa

seijin responden. Penliti menjamin semua kerahasiaan


informasi

yang

diberikan

oleh

responden

dan

dijaga hanya digunkan unuk kepentingan penelitian.

akan

84

H.Kerangka Kerja

Populasi Penelitian:
Semua pasien post
operasi seksio
sesarea
accidental
sampling
Sampel penelitian:
adalah pasien post
operasi seksio
sesarea
Inform
concent

Instrumen
penelitian

Instrumen
penelitian

kuesoner untuk
menilai
Persepsi paien
tentang
mobilisasi dini

Pedoman
wawancara untuk
mengukur tingkat
nyeri

Analisa data:
uji statistik
(Chi Square
test)

Hasil

kesimpulan
Bagan

3.1:

Kerangka Kerja Hubungan Persepsi Pasien


BAB IV
Tentang Mobilisasi
Dini Dengan Tingkat
Nyeri Pasien Post Operasi Sektio Sesarea.

85

HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Hasil Penelitian
Pada bab ini diuraikan tentang hasil penelitian yang
dilakukan terhadap responden di Instalasi Ibu dan Bayi RSUD
Patut Patuh Patju Lombok Barat yang telah dilaksanakan pada
tanggal 6 Agustus sampai dengan 6 September 2012. Penyajian
data

terdiri

atas

gambaran

krakteristik umum responden

umum

lokasi

penelitian,

serta data khusus yang mengacu

pada tujuan penelitian dan landasan teori.


1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Rumah Sakit Umum Daerah Patut Patuh Patju Lombok
Barat

bertempat

Gerung,

di

Kabupaten

jalan

H.L.Anggarat

Lombok

Barat

dengan

No.2,

Kecamatan

dibangun

diatas

lahan seluas 40.000 m2 (4Ha) dengan luas bangunan sampai


saat ini 11.496,41 m2. RSUD Patut Patuh Patju merupakan
sebuah Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) milik pemerintah
daerah

Kabupaten

Menteri

Lombok

Kesehatan

Barat

nomor

sesuai

dengan

keputusan

660/Menkes/SK/IV/2005

dan

berkedudukan sebagai Rumah Sakit tipe C dan merupakan


rumah sakit non pendidikan yang pada tahun 2012 ini telah
menjadi Badan Layan Umum Daerah
Pada

tanggal

15

April

(BLUD).

2010 RSUD Patut Patuh Patju


8
terakriditasi penuh lima pelayanan
tingkat dasar sesuai
3

86

dengan

keputusan

Menteri

Kesehatan

Nomor

0301/C.III/SK/428/2010.
2. Karakteristik Umum Responden
Di dalam data umum diuraikan tentang karakteristik
responden baik umur, pendidikan dan

pekerjaan.

a. Distribusi Responden Berdasarkan Umur


Distribusi responden berdasarkan umur dapat
dilihat pada tabel 4.1 sebagai berikut.
Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Umur
No
1
2
3

Umur
Frekuwensi (Orang)
Porsentase %
<20 tahun
3
12%
21-35 tahun
18
72%
>35 tahun
4
4%
Total
25
100%
Sumber: Data Primer (Instrumen Penelitian)
Berdasarkan tabel 4.1 di atas dapat dilihat
bahwa

responden

terbanyak

berumur

21-30

berjumlah 16 responden (64%) dan responden

tersedikit

berumur 15-20 tahun berjumlah 2 responden(8%).

b. Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan

tahun

87

Distribusi responden berdasarkan umur dapat


dilihat pada tabel 4.2 sebagai berikut.
Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan
No
1
2
3
4
5

Pendidikan
Frekuwensi (Orang)
Porsentase (%)
SD
12
48%
SMP
4
16%
SMA
7
28%
D1
1
4%
D3
1
4%
Total
25
100%
Sumber: Data Primer (Instrumen Penelitian)
Berdasarkan tabel 4.2 di atas menunjukkan bahwa
sebagian besar responden berpendidikan SD berjumlah 12
responden

(48%),

dan

sebagian

kecil

responden

berpendidikan D1 dan D3 berjumlah 1 responden (4%).


c. Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan
Distribusi responden berdasarkan pekerjaan dapat
dilihat pada tabel 4.3 sebagai berikut.
Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan
No

Pekerjaan

Frekuwensi
Porsentase
(Orang)
(%)
1 Ibu Rumah Tangga (IRT)
13
52%
2
Petani
6
24%
3
Wiraswasta
3
12%
4
Guru
1
4%
5
Pedagang
1
4%
6
Perawat
1
4%
Total
25
100
Sumber: Data Primer (Instrumen Penelitian)
Berdasarkan tabel 4.3 diatas menunjukkan bahwa
sebagian

besar

responden

bekerja

sebagai

ibu

rumah

88

tangga

(IRT)

berjumlah

13

responden

(52%),

sebagai

petani berjumlah 6 responden (24%), sebagai wiraswasta


3 responden (12%), dan sebagian kecil bekerja sebagai
guru, pedagang dan perawat berjumlah 1 responden (4%).
3. Karakteristik Khusus Responden
a. Persepsi Pasien Tentang Mobilisasi Dini
Data tentang persepsi pasien tentang mobilisasi
dini di Instalasi Ibu dan Bayi RSUD Patut Patuh Patju
Lombok Barat
melalui

berdasarkan data primer yang didapatkan

lembar

kuesioner

pada

responden

di

uraikan

pada tabel 4.4 berikut ini.


Tabel 4.4 Persepsi Pasien Tentang Mobilisasi Dini
No

Persepsi Pasien Tentang


Mobilisasi Dini

Frekuwens
i (Orang)

Porsentase(%)

Baik

24%

Cukup

19

76%

25

100%

Total

Sumber: Data Primer (Instrumen Penelitian)


Berdasarkan tabel 4.4 di atas menunjukkan bahwa
sebagian besar persepsi pasien tentang mobilisasi dini
dengan katagori cukup berjumlah 19 responden (476%)
dan sebagian kecil dengan katagori baik berjumlah 6
responden (24%).
b. Tingkat Nyeri

89

Data
pedoman

tingkat

wawancara

yang

nyeri

responden

dilakukan

pada

berdasarkan

responden

di

uraikan pada tabel 4.5 berikut ini.


Tabel 4.5 Tingkat Nyeri Responden
No

Katagori Tingkat Nyeri

Frekuwensi
(Orang)

Porsentase(%)

Tidak ada nyeri

Nyeri ringan

12

Nyeri sedang

17

68

Nyeri berat

20

Sangat nyeri

25

100

Total

Sumber: Pedoman Wawancara Tingkat Nyeri Responden


Berdasarkan tabel 4.5 menunjukkan bahwa sebagian
besar

responden

berjumlah
terkecil

17

mengalami

responden

adalah

katagori

(68%),

katagori

nyeri

nyeri

sedangkan
ringan

sedang

porsentase
berjumlah

responden (12%).

c. Distribusi
Persepsi
Nyeri

Responden
Pasien

Berdasarkan

Tentang

Analisa

Mobilisasi

dengan

Hubungan
Tingkat

90

Data
mobilisasi

distribusi

dini

dengan

persepsi

tingkat

pasien

nyeri

tentang

berdasarkan

lembar kuesioner dan pedoman wawancara yang didapatkan


dari responden di uraikan pada table 4.6 berikut ini.
Tabel 4.6 Tabulasi Silang Persepsi Pasien Tentang
Mobilisasi dengan Tingkat Nyeri
No

Persepsi
pasien
tentang
mobilisa
si dini

Tingkat Nyeri
Nyeri
ringan

Nyeri
sedang

Nyeri
berat

Tot
al

Baik

12%

12%

24%

Cukup

14

56%

20%

19

76%

Total

12%

17

68%

20%

25

100%

Sumber: Lembar Kuesioner dan Pedoman Wawancara


Berdasarkan tabel 4.6 menunjukkan bahwa persepsi
pasien tentang mobilisasi dini dengan katagori baik
yang

mengalami

nyeri

ringan

sebanyak

responden

(12%), nyeri sedang berjumlah 3 responden (12%) dan


persepsi

pasien

tentang

mobilisasi

dini

dengan

katagori cukup yang mengalami nyeri sedang berjumlah


14

responden

(56%)

dan

nyeri

berat

berjumlah

responden (20%).
Berdasarkan hasil uji statistik SPSS for windows
dengan
yang
dengan

menggunakan
dipakai
nilai

uji

adalah

uji-square

pada

nilai

significancy-nya

menunjukkan
person

adalah

nilai

chi-square

0.003,

oleh

karena p<0,05 dengan taraf kesalahan ditetapkan 5% dan

91

taraf kepercayaan 95% maka dapat diambil kesimpulan


bahwa hipotesis diterima dengan kesimpulan bahwa ada
hubungan

antara

persepsi

pasien

tentang

mobilisasi

dini dengan tingkat nyeri.


B. Pembahasan
1. Data Khusus
a. Persepsi Pasien Tentang Mobilisasi Dini
Berdasarkan tabel 4.4 bahwa persepsi pasien
tentang mobilisasi dini didapatkan dari 25 responden
dengan katagori baik berjumlah 6 responden (24%) dan
katagori

cukup

menunjukkan

19

bahwa

responden

sebagian

(76%).

besar

Data

persepsi

diatas

responden

tentang mobilisasi dini dengan katagori cukup dengan


jumlah 19 responden (76%).
Menutut Thohah dalam (Walgito,2004) berpendapat
bahwa pada umumnya persepsi terjadi karena dua faktor
yaitu, faktor internal dan faktor eksternal. Faktor
internal berasal dari dalam diri individu, misalnya
sikap, kebiasaan dan kemauan. Faktor eksternal adalah
faktor-faktor
meliputi

yang

stimulus

berasal
itu

dari

luar

individu

sendiri,

baik

sosial

yang

maupun

fisik.
Dari teori faktor-faktor persepsi diatas bahwa
setiap

responden

memiliki

pengorganisasian

dan

penafsiran objek yang diterima berbeda-beda sehingga

92

responden

dapat

memilih,

belajar,

bersikap

dan

berperilaku. Persepsi dapat mempengaruhi tingkah laku


seseorang

terhadap

Sementara

tingkah

persepsinya

laku

Manusia

dan

sesuatu

akan

sekitarnya,

tingkah

masing-masing
sebagai

proses

mengorganisasikan

dipengaruhi

benda

maupun

dipengaruhi

laku

dan

sensori

cara

itu

Persepsi

seorang
dan

juga

oleh

berfikir

peristiwa yang terjadi di

informasi
individu.

lingkunganya.

baik

selalu

untuk menanggapi sesuatu


lingkungannya.

situasi

seseorang

terhadap

peristiwa.
keadaan

objek

menurut

cara

dapat

dirumuskan

individu

memilih,

menafsirkan

masukan

informasi

untuk menciptakan sebuah gambar bermakna tentang suatu


fenomena (Sunaryo, 2004).
Dalam

pelaksanaan

mobilisasi

dini

pada

pasien

post sesksio sesarea di Instalasi Ibu dan Bayio RSUD


Patut

Patuh

Patju

sangat

pengaruhi

oleh

beberapa

faktor yaitu faktor intrnal dan faktor eksternal dari


ibu, faktor yang berasal dari internal pasien adalah
rasa minat untuk melakukan mobilisasi dini, rasa letih
dan

rasa

seksio

nyeri

sesarea,

yang
dan

dirasakan
tingkat

pasien

post

pendidikan

operasi
pasien.

Sedangkan faktor eksternal pasien adalah dukungan dari


keluarga

untuk

melakukan

mobilisasi

dini

dan

komunikasi informasi dan edukasi (KIE) yang diberikan


oleh tenaga kesehatan.

93

persepsi
Instalasi

pasien

Ibu

dan

tentang
Bayi

mobilisasi

RSUD

Patut

dini

Patuh

di

Patju

sangatlah penting bagi ibu post seksio sesarea karena


ibu

dapat

memahami,

pelaksanaan
persepsi
melakukan

bersikap

mobilisasi

ibu

tentang

mobilisasi

dan

dini,

berperilaku

dengan

mobilisasi
dini

dini

dengan

sehingga mannfaat dan tujuan

harapan

baik

dari

dalam
dengan

ibu
dan

dapat
teratur

mobilisasi dini

dapat tercapai dengan baik.


b. Tingkat Nyeri
Berdasarkan
responden
katagori

menunjukkan
nyeri

ringan

dari

table

bahwa

4.4

tingkat

responden

berjumlah

nyeri

mengalami

responden

(12%)

katagori nyeri sedang berjumlah 17 responden (68%),


dan katagori nyeri berat berjumlah 5 responden (20%).
Data

di

atas

menunjukkan

sebagian

besar

responden

mengalami nyeri sedang berjumlah 17 responden (68).


Keadaan

ini

menunjukkan

bahwa

nyeri

yang

ditimbulkan merupakan tanda peringatan bahwa terjadi


kerusakan jaringan sehingga nyeri merupakan mekanisme
fisiologis yang bertujuan untuk melindungi diri dan
harus

menjadi

mengkaji

pertimbangan

nyeri

Potter,2005).

(Clancy

utama
&

keperawatan

McVicar,1992

saat
dalam

94

Suatu proses pembedahan setelah operasi atau post


operasi

akan

dirasakan

menimbulkan

ibu

post

respon

partum

nyeri.

dengan

Nyeri

sektio

yang

sesarea

berasal dari luka yang terdapat dari perut (Kasdu,


2003).

Tingkat

dan

keparahan

nyeri

pasca

operatif

tergantung pada fisiologis dan psikologis individu dan


toleransi yang ditimbulkan nyeri (Brunner & Suddart,
2002).
Sensasi
individu

nyeri

bereaksi

berbeda-beda

dan

terjadi
terhadap

setiap

ketika
nyeri

indifidu

merasakan
dengan

nyeri,

cara

memiliki

yang

tingkatan

nyeri yang berbeda-beda. Faktor- faktor psikologis dan


kognitif

berinteraksi

dengan

faktor-faktor

neurofisiologis dalam mempersepsikan nyeri. Meinhart


dan McCaffery menjelaskan 3 sistem interaksi
nyeri

sebagai

afektif

dan

sensori-diskriminatif,

kognitif-evaluatif.

persepsi
motivasi-

(Potter

&

Perry,

2005).
Dalam

interaksi

persepsi

nyeri,

evaluatiflah yang memberikan interpretasi


dengan

nyeri,

seseorang

dan

untuk

emosi, sistem
menginterpretasi

kongnitif
pengalaman

ini

membantu

intensitas

dan

kualitas nyeri sehingga indifidu dapat melakukan suatu


tindakan.
Tingkat
Instalasi

Ibu

nyeri
dan

pasien
Bayi

post
RSUD

seksio
Patut

sesarea
Patuh

di

Patju

95

merupakan tanda sebuah pertahanan tubuh pada setiap


pasien

post

jaringan

seksio

yang

sesarea

disebabkan

sesarea dan tingkat

karena

oleh

adanya

luka

kerusakan

operasi

seksio

nyeri yang dirasakan oleh pasien

tergantung pada kondisi fisiologis dan psikologis pada


pasien.

Disamping

itu,

dampak

nyeri

yang

perlu

di

perhatikan pada pasien post seksio sesarea adalah halhal yang spesifik seperti pengaruhnya terhadap pola
tidur, pola makan, energi, dan aktifitas keseharian.
Tingkat nyeri yang dirasakan oleh setiap ibu post
seksio sesarea memilki tingkat nyeri yang berbeda-beda
sehingga nyeri bekas operasi merupakan masalah utama
bagi pasien post seksio sesarea sehingga pasien masih
takut dan ragu-ragu dalam melakukan pergerakan.
Dalam
pengkajian

perawatan
tingkat

post

nyeri

operasi
sangatlah

seksio
penting

sesarea
dalam

menentukan diagnosis dan penanganan keperawatan pada


pasien post seksio sesarea karena.

c. Analisis Hubungan Persepsi Pasien Tentang Mobilisasi


Dini dengan Tingkat Nyeri Pasien Post Operasi Seksio
Sesarea
Hasil identifikasi dari hubungan persepsi pasien
tentang mobilisasi dini dengan tingkat nyeri pasien
post operasi seksio sesarea menunjukkan bahwa persepsi

96

pasien tentang mobilisasi dini katagori baik dengan


tingkat

nyeri

ringan

sebesar

responden

(12%),

tingkat nyeri sedang sebesar 3 responden (12%), dan


persepsi pasien tentang mobilisasi dini katagori cukup
dengan

tingkat

nyeri

sedang

sebesar

14

responden

(56%)dan nyeri berat berjumlah 5 responden (20%).


Berdasarkan tabel 4.6 menunjukkan bahwa dengan
uji chi-square nilai yang dipakai adalah pada nilai
person Chi-square dengan nilai significancy-nya adalah
0.003, oleh karena p<0,05 dengan taraf taraf kesalahan
ditetapkan 5% dan taraf kepercayaan 95% maka dapat
diambil kesimpulan bahwa ada hubungan antara persepsi
pasien tentang mobilisasi dini dengan tingkat nyeri
pasien post operasi seksio sesarea.
Menurut

Sunaryo

2004

bahwa

Persepsi

dapat

mempengaruhi tingkah laku seseorang terhadap objek dan


situasi lingkunganya. Sementara tingkah laku seseorang
juga dipengaruhi persepsinya
benda

maupun

peristiwa.

dipengaruhi oleh

terhadap sesuatu baik


Manusia

akan

keadaan sekitarnya, tingkah laku dan

cara berfikir untuk menanggapi sesuatu


terjadi

di

lingkungannya

informasi

sensori

itu

individu.

Persepsi

dapat

seorang

individu

selalu

maupun

menurut

pada

cara

dirumuskan

memilih,

peristiwa yang
indifidu.

masing-masing
sebagai

proses

mengorganisasikan

dan

97

menafsirkan masukan informasi untuk menciptakan sebuah


gambar bermakna tentang suatu fenomena yang dialami
oleh indifidu.
Salah satu hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
perawatan

pasca

operasi

caesar

adalah

pelaksanaan

mobilisasi dini dan nyaman nyeri (Yuni,2008). Menurut


Mochtar

(2005),

mobilisasi

dini

Penderita merasa lebih sehat dan kuat dengan

early

ambulation.
panggul

dengan

Dengan

akan

melakukan

bergerak,

kembali

otot-otot

normal

sehingga

perut
otot

dan
perut

menjadi kuat kembali dan dapat mengurangi rasa sakit


dengan

demikian

mempercepat

ibu

merasa

memperoleh

sehat

dan

kekuatan,

membantu

mempercepat

kesembuhan.
Suatu proses pembedahan setelah operasi atau post
operasi

akan

dirasakan

menimbulkan

ibu

post

respon

partum

nyeri.

dengan

Nyeri

sektio

yang

sesarea

berasal dari luka yang terdapat dari perut (Kasdu,


2003).

Tingkat

dan

keparahan

nyeri

pasca

operatif

tergantung pada fisiologis dan psikologis individu dan


toleransi yang ditimbulkan nyeri (Brunner & Suddart,
2002).

Perubahan

fisiologis

yang

terjadi

sangat

jelas. Nyeri merupakan suatu kondisi tidak nyaman yang


disebabkan

oleh

stimulus

pembedahan

merupakan

hal

tertentu.
yang

biasa

Nyeri

setelah

terjadi

pada

98

banyak pasien yang pernah mengalami pembedahan. Yang


perlu diwaspadai adalah jika nyeri itu disertai dengan
komplikasi

setelah

pembedahan

seperti

luka

jahitan

yang tidak menutup, infeksi pada luka operasi, dan


gejala lain yang berhubungan dengan jenis pembedahan
(Potter & Perry, 2005).
Hal ini disesuaikan dengan teori tiga komponen
untuk

memahami

persepsi

dan

fisiologis

reaksi.

nyeri

Dalam

adalah

komponen

resepsi,

resepsi

nyeri

terjadi karena ada bagian/organ yang menerima stimulus


nyeri

(nosiseptor)

yang

memiliki

fungsi

memberi

tahukan otak tentang adanya stimulus yang berbahaya


(Kenworthy

et

al,

menyebabkan

pelepasan

2002).
subtansi

Pemaparan
seperti

stimulus
histamine,

bradikinin, serotonin, subtansi P, prostaglandin, asam


asetikolin

yang

nosiseptor.

begabung

Komponen

dengan

persepsi

lokasi

reseptor

merupakan

titik

kesadaran seseorang terhadap nyeri dengan menjelaskan


3 sistem persepsi nyeri sebagai sensori-diskriminatif,
motivasi-evaktif, dan kongnitif-evaluatif, (Potter &
Perry,

2005).

Persepsi

menyadarkan

individu

dan

mengartikan nyeri itu sehingga kemudian individu dan


dapat

bereaksi.

Dan

yang

terakhir

komponen

reaksi

terhadap nyeri merupakan respon fisiologis dan prilaku


yang

terjadi

setelah

mempersepsikan

nyeri

sehingga

99

individu

memberikan

respon

fisiologis

dan

respon

perilaku.
Analisis
mobilisasi

hubungan

dini

persepsi

dengan

tingkat

pasien

nyeri

tentang

pasien

post

sesksio sesarea di Instalasi Ibu dan Bayi RSUD Patut


Patuh

Patju

dibuktikan

menunjukkan
karena

hubungan

setiap

yang

indifidu

signifikan

memiliki

cara

masing-masing untuk menilai, menggambarkan, memahami,


menyikapi
dini,

dan

karena

persepsi

berprilaku
pasien

yang

dalam

post

melakukan

seksio

berbeda-beda

jadi

mobilisasi

sesarea

pasien

memilki

post

seksio

sesarea juga memliki persepsi tentang mobiliosasi dini


juga berbeda-beda hal ini dilihat dari aspek kognitif,
afektif

dan

mempengaruhi
dalam

konaktif
pengetahuan,

melakukan

dipengaruhi
internal

dan

pasien.

oleh

sikap

mobilisasi

eksternal

pasien

dapat

prilaku

pasien

dan

dini,

faktor-faktor

Persepsi

hal

yang
post

ini

sangat

berasal

seksio

dari

sesarea.

Salah satu faktor internal yang sangat mempengerahui


persepsi pasien untuk melakukan mobilisasi dini adalah
faktor fisiologis yaitu rasa nyeri bekas luka yang
dirasakan pada pasien post seksio sesarea.
Tingkat

nyeri

pasien

post

seksio

sesarea

merupakan tanda sebuah pertahanan tubuh karena adanya


kerusakan jaringan yang disebabkan oleh luka operasi

100

seksio

sesarea,

pasien

untuk

nyeri

yang

sesarea

hal

ini

akan

melaksanakan

dirasakan

memiliki

mobilisasi

oleh

tingkat

mempengaruhi

setiap
nyeri

perilaku

dini,

ibu
yang

post

tingkat
seksio

berbeda-beda

sehingga masalah utama bagi pasien post seksio sesarea


dalam

pelaksanaan

mobilisasi

adalah

rasa

nyeri

sehingga pasien masih takut dan ragu-ragu melaksanakan


mobilisasi dini.
Persepsi pasien tentang mobilisasi dini dengan
tingkat

nyeri

post

operasi

seksio

sesarea

sangat

berhubungan dengan pelaksanaan mobilisasi dini, karena


apabila

pasien

memiliki

persepsi

baik

tentang

mobilisasi dini maka koping tingkat nyeri pasien post


seksio

sesarea

dapat

mengkontrol

saat

dalam

pelaksanaan mobilisasi dini. Dan apabila pasien post


sesksio sesarea memiliki persepsi tentang mobilisasi
dini kurang maka koping tingkat nyeri pasien tidask
dapat di control dan tingkat nyeri pasien meningkat.

101

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A.

Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan hasil penelitian, maka dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Persepsi pasien tentang mobilisasi dini di Instalasi Ibu
dan Bayi RSUD Patut Patuh Patju Lombok Barat didapatkan
dari

25

responden

terdapat

responden

(24%)

dalam

katagori persepsi baik dan 19 responden (76%) katagori


persepsi cukup.
2. Tingkat nyeri pasien

post

operasi

seksio

sesarea

di

Instalasi Ibu dan Bayi RSUD Patut Patuh Patju didapatkan


responden

mengalami

responden

(12%),

katagori

nyeri

nyeri

sedang

ringan

berjumlah

sejumlah

17

responden

(68%), dan nyeri berat berjumlah 5 responden (20%).


3. Hasil analisa data menunjukkan hasil nilai person Chisquare dengan nilai significancy-nya adalah 0.003, oleh
karena p<0,05 dengan taraf kesalahn ditetapkan 5% dan
taraf kepercayaan 95%.
4. Terdapat
adanya
hubungan

persepsi

pasien

tentang

mobilisasi dini dengan tingkat nyeri pasien post operasi


seksi sesarea di Instalasi Ibu dan Bayi RSUD Patut Patuh
Patju Lombok Barat.
B.

Saran
1. Bagi Peneliti
Memberikan pengalaman dalam melakukan kegiatan
99
penelitian

dan

meningkatkan

ilmu

pengetahuan

dalam

102

bidang

keperawatan

medical

bedah

khususnya

mengenai

perawatan pasien post seksio sesarea.

2. Bagi Intitusi Pendidikan Stikes Mataram


Diharapkan dapat menambah buku-buku keperawatan
medikal

bedah

tentang

mobilisasi

dini

dan

tentang

masalah gangguan nyaman nyeri pada pasien post seksio


sesarea

sehingga

mahasiswa

tidak

kesulitan

dalam

memperoleh literatur dan informasi yang lebih akurat.


3. Bagi Rumah Sakit
Meningkatkan

pengelolaan

keperawatan

khususnya

meningkatnya

komunikasi,

informasi

dan

perawatan

post

seksio

edukasi

sesarea

dalam

pelayanan

penyuluhan
(KIE)

khususnya

atau

mengenai

pelaksanaan

mobilisasi dini. Serta penanganan yang cepat dan tepat


oleh

perawat

memberikan

maupun

petugas

penatalaksanaan

pada

kesehatan
pasien

lain
post

dalam
operasi

seksio sesarea.
4. Bagi Responden Dan Keluarga
Meningkatkan pengetahuan, pemahaman dan motifasi
bagi responden dan keluarga dalam pelaksanaan keperawatan
post

operasi

seksio

sesarea

seperti

pelaksanaan

mobilisasi dini sehingga pasien dapat lebih mandiri.


5. Bagi Peneliti Yang Akan Datang

103

Diharapkan dapat meneliti lebih lanjut masalah


persepsi pasien tentang mobilisasi dini dengan tingkat
kecemasan pasien post seksio sesarea.

Anda mungkin juga menyukai