Faktor nutrisi: akibatnya kurang jumlah besi total dalam makanan, atau kualitas besi
(bioavalaibilitas) besi yang tidak baik
Kebutuhan besi meningkat : seperti pada prematuritas, anak dalam masa pertumbuhan
dan kehamilan
Gangguan absorbsi besi: gastroektomi, tropical sprue atau colitis kronik (Bakta et al,
2009)
3. Klasifikasi Derajat Defisiensi Besi
Jika dilihat dari beratnya kekurangaan besi dalam tubuh maka defisiensi besi dapat dibagi
menjadi 3 tingkatan:
Deplesi besi (iron depleted state): cadangan besi menurun tetapi penyediaan besi untuk
eritropoesis belum terganggu
Anemia defisiensi besi: cadangan besi kosong disertai anemia defisiensi besi (Bakta et
al, 2009).
4. Gejala Anemia Defisiensi Besi
Gejala anemia defisiensi besi dapat digolongkan menjadi 2 golongan besar antara lain:
a. Gejala Umum Anemia
Gejala umum anemia yang disebut juga sebagai sindrom anemia dijumpai pada anemia
defisiensi besi apabila kadae hemoglobin turun dibawah 7-8 gr/dl. Gejala ini berupa badan
lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang, serta telinga mendenging. Anemia bersifat
simtomatik jika hemoglobin telah turun dibawah 7 gr/dl. Pada pemeriksaan fisik dijumpai
pasien yang pucat, terutama pada konjungtiva dan jaringan dibawah kuku (Bakta et al,
2009).
b. Gejala Khas Defisiensi Besi
Gejala yang khas dijumpai pada defisiensi besi, tetapi tidak dijumpai pada anemia jenis lain
adalah:
Koilonychia; kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi rapuh, bergaris-garis vertical
dan menjadi cekung sehingga mirip seperti sendok
Atropi papil lidah: permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil lidah
menghilang
Pica ; keinginan untuk memakan bahan yang tidak lazim, seperti: tanah liat, es, lem
dan lain-lain (Bakta et al, 2009).
5. Pemeriksaan Laboratorium
Kelainan laboratorium pada kasus anemia defisiensi besi yang dapat dijumpai adalah:
a.
Kadar Hemoglobin dan Indeks Eritrosit: didapatkan anemia hipokromik mikrositer
dengan penurunan kadar hemoglobin mulai dari ringan sampai berat. MCV dan MCH menurun
b.
Konsentrasi besi serum menurun pada ADB, dan TIBC (total iron binding capacity)
meningkat. TIBC menunjukkan tingkat kejenuhan apotransferin terhadap besi, sedangkan
saturasi transferin dihitung dari besi serum dibagi TIBC dikalikan 100%. Untuk kriteria
diagnosis ADB, kadar besi serum menurun <50g/dl, TIBC meningkat >350 g/dl dan saturasi
transferin <15%
c.
Feritin serum merupakan indikator cadangan besi yang sangat baik, kecuali pada
keadaan inflamasi dan keganasan tertentu. Titik pemilah (cut off point) untuk feritin serum
pada ADB dipakai angka 12g/dl.
d.
Protoporfin merupakan bahan antara pembentukan heme
e.
Kadar reseptor transferin dalam serum meningkat pada defisiensi besi. Kadar normal
dengan cara imunologi adalah 4-9 g/L. Pengukuran reseptor transferin terutama dipakai untuk
membedakan ADB dengan anemia akibat penyakit kronik
f.
Sumsum tulang menunjukkan hiperplasia normoblastik ringan sampai sedang
dengan normoblas kecil-kecil. Sitoplasma sangat sedikit dan tepi tak teratur. Normoblas ini
disebut sebagai micronormoblast. Pengecatan besi sumsum tulang dengan biru prusia (Perls
stain) menunjukkan cadangan besi yang negatif (butir hemosiderin negatif). Dalam keadaan
normal 40-60% normoblast mengandung granula feritin dalam sitoplasmanya, disebut sebagai
sideroblas. Pada defisiensi besi maka sideroblast negative
6. Terapi
Setelah diagnosis ditegakkan maka dibuat rencana pemberian terapi. Terapi terhadap anemia
defisiensi besi adalah:
a. Terapi kausal: terapi terhadap penyebab perdarahan. Misalnya pengobatan cacing tambang,
pengobatan hemoroid, pengobatan menorhagia. Terapi kausal harus dilakukan, kalau tidak
maka anemia akan kambuh kembali.
b. Pemberian preparat besi untuk menggangti kekurangan besi dalam tubuh (iron replacement