Anda di halaman 1dari 3

1.

Definisi Anemia Defisiensi Besi


Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan
besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong (depleted iron store) yang pada akhirnya
mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang. Anemia defisiensi besi merupakan anemia
yang paling sering dijumpai, terutama negara-negara tropic atau negara dunia ketiga, oleh karena
sangat berkaitan erat dengan taraf sosial ekonomi (Bakta et al,2009).
2. Etiologi
Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh karena rendahnya masukkan besi, gangguan
absorbsi, serta kehilangan besi akibat pendarahan menahun:

Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun dapat berasal dari:


Saluran cerna: akibat dari tukak peptic, pemakaian salisilat atau NSAID, kanker
lambung, kanker kolon,divertikulosis, hemoroid, dan infeksi cacing tambang
Saluran genitalia perempuan: menorrhagia atau metrorhagia
Saluran kemih: hematuria
Saluran napas: hemoptoe

Faktor nutrisi: akibatnya kurang jumlah besi total dalam makanan, atau kualitas besi
(bioavalaibilitas) besi yang tidak baik

Kebutuhan besi meningkat : seperti pada prematuritas, anak dalam masa pertumbuhan
dan kehamilan

Gangguan absorbsi besi: gastroektomi, tropical sprue atau colitis kronik (Bakta et al,
2009)
3. Klasifikasi Derajat Defisiensi Besi
Jika dilihat dari beratnya kekurangaan besi dalam tubuh maka defisiensi besi dapat dibagi
menjadi 3 tingkatan:

Deplesi besi (iron depleted state): cadangan besi menurun tetapi penyediaan besi untuk
eritropoesis belum terganggu

Eritropoesis defisiensi besi (iron deficient erythropiesis): cadangan besi kosong,


penyediaan besi untuk eritrropoesis terganggu, tetapi belum timbul anemia secara laboratorik

Anemia defisiensi besi: cadangan besi kosong disertai anemia defisiensi besi (Bakta et
al, 2009).
4. Gejala Anemia Defisiensi Besi
Gejala anemia defisiensi besi dapat digolongkan menjadi 2 golongan besar antara lain:
a. Gejala Umum Anemia
Gejala umum anemia yang disebut juga sebagai sindrom anemia dijumpai pada anemia
defisiensi besi apabila kadae hemoglobin turun dibawah 7-8 gr/dl. Gejala ini berupa badan
lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang, serta telinga mendenging. Anemia bersifat
simtomatik jika hemoglobin telah turun dibawah 7 gr/dl. Pada pemeriksaan fisik dijumpai
pasien yang pucat, terutama pada konjungtiva dan jaringan dibawah kuku (Bakta et al,
2009).
b. Gejala Khas Defisiensi Besi

Gejala yang khas dijumpai pada defisiensi besi, tetapi tidak dijumpai pada anemia jenis lain
adalah:

Koilonychia; kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi rapuh, bergaris-garis vertical
dan menjadi cekung sehingga mirip seperti sendok

Atropi papil lidah: permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil lidah
menghilang

Stomatitis angularis (cheilosis); adanya keradangan pada sudut mulut sehingga


tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan

Disfagia : nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring

Atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan aklhloridia

Pica ; keinginan untuk memakan bahan yang tidak lazim, seperti: tanah liat, es, lem
dan lain-lain (Bakta et al, 2009).
5. Pemeriksaan Laboratorium
Kelainan laboratorium pada kasus anemia defisiensi besi yang dapat dijumpai adalah:
a.
Kadar Hemoglobin dan Indeks Eritrosit: didapatkan anemia hipokromik mikrositer
dengan penurunan kadar hemoglobin mulai dari ringan sampai berat. MCV dan MCH menurun
b.
Konsentrasi besi serum menurun pada ADB, dan TIBC (total iron binding capacity)
meningkat. TIBC menunjukkan tingkat kejenuhan apotransferin terhadap besi, sedangkan
saturasi transferin dihitung dari besi serum dibagi TIBC dikalikan 100%. Untuk kriteria
diagnosis ADB, kadar besi serum menurun <50g/dl, TIBC meningkat >350 g/dl dan saturasi
transferin <15%
c.
Feritin serum merupakan indikator cadangan besi yang sangat baik, kecuali pada
keadaan inflamasi dan keganasan tertentu. Titik pemilah (cut off point) untuk feritin serum
pada ADB dipakai angka 12g/dl.
d.
Protoporfin merupakan bahan antara pembentukan heme
e.
Kadar reseptor transferin dalam serum meningkat pada defisiensi besi. Kadar normal
dengan cara imunologi adalah 4-9 g/L. Pengukuran reseptor transferin terutama dipakai untuk
membedakan ADB dengan anemia akibat penyakit kronik
f.
Sumsum tulang menunjukkan hiperplasia normoblastik ringan sampai sedang
dengan normoblas kecil-kecil. Sitoplasma sangat sedikit dan tepi tak teratur. Normoblas ini
disebut sebagai micronormoblast. Pengecatan besi sumsum tulang dengan biru prusia (Perls
stain) menunjukkan cadangan besi yang negatif (butir hemosiderin negatif). Dalam keadaan
normal 40-60% normoblast mengandung granula feritin dalam sitoplasmanya, disebut sebagai
sideroblas. Pada defisiensi besi maka sideroblast negative
6. Terapi
Setelah diagnosis ditegakkan maka dibuat rencana pemberian terapi. Terapi terhadap anemia
defisiensi besi adalah:

a. Terapi kausal: terapi terhadap penyebab perdarahan. Misalnya pengobatan cacing tambang,
pengobatan hemoroid, pengobatan menorhagia. Terapi kausal harus dilakukan, kalau tidak
maka anemia akan kambuh kembali.
b. Pemberian preparat besi untuk menggangti kekurangan besi dalam tubuh (iron replacement

therapy) (Bakta et al,2009).


1) Terapi Besi Oral
Terapi besi oral merupakan terapi pilihan pertama oleh karena efektif, murah dan aman.
Preparat yang tersedia adalah ferrous sulphat ( sulfas ferosus) merupakan preparat pilihan pertama
oleh karena paling murah tetapi efektif. Dosis anjuran adalah 3 x 200 mg. Setiap 200 mg sulfas
ferosus mengandung 66 mg besi elemental. Pemberian sulfas ferosus 3 x 200 mg mengakibatkan
absorbsi besi 50 mg per hari yang dapat meningkatkan eritropoesis dua sampai tiga kali normal
(Bakta et al,2009).
Preparat lain: ferrous gluconate, ferrous fumarat, ferrous lactate dan ferrous succinate.
Preparat besi oral sebaiknya diberikan saat lambung kosong, tetapi efek samping lebih sering
dibandingkan dengan pemberian setelah makan. Pada pasien yang mengalami intoleransi, sulfas
ferosus dapat diberikan saat makan atau setelah makan (Bakta et al,2009).
Pengobatan besi diberikan 3 sampai 6 bulan, ada juga yang menganjurkan sampai 12 bulan,
setelah kadar hemoglobin normal untuk mengisi cadangan besi tubuh. Dosis pemeliharaan yang
diberikan 100 sampai 200 mg (Bakta et al,2009).
2) Terapi Besi Parenteral
Kebutuhan besi (mg) = (15-Hb sekarang) x BB x 2,4 + 500 atau 1000 mg
Terapi besi parenteral bertujuan untuk mengembalikan kadar hemoglobin dan mengisi besi sebesar
500 sampai 1000 mg.
3) Respons Terhadap Terapi
Dalam pengobatan dengan preparat besi, seorang pasien dinyatakan memberikan respons
baik bila retikulosit naik pada minggu pertama, mencapai puncak pada hari ke -10 dan normal lagi
setelah hari ke-14, diikuti kenaikan Hb 0,15 g/hari atau 2 g/dl setelah 3-4 minggu (Bakta et
al,2009).

Anda mungkin juga menyukai