Kelompok
Kelompok
Kelompok
Kelompok
Kelamin
kontrol
Frekuensi (n)
kontrol
Persentase (%)
intervensi
Frekuensi (n)
Intervensi
4
1
5
80 %
20 %
100%
3
5
8
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
Persentase (%)
25%
75%
100%
Kelompok
Kelompok
Kelompok
Kelompok
kontrol
Frekuensi (n)
kontrol
Persentase (%)
intervensi
Frekuensi (n)
Intervensi
0
4
1
5
0%
80%
20%
100%
5
3
0
8
Grade 2
Grade 3
Grade 4
Jumlah
Persentase (%)
73%
25%
0%
100%
Kelompok
Kelompok
Kelompok
Kelompok
Perlakuan
kontrol
Frekuensi (n)
kontrol
Persentase (%)
intervensi
Frekuensi (n)
Intervensi
0
4
1
5
0%
80%
20%
100%
0
7
1
8
2 kali
3 kali
6 kali
Jumlah
Persentase (%)
0%
87,5%
12,5%
100%
1. Slough
Ya
Frekuens
i (n)
1
Persentase
(%)
20%
Tidak
Frekuensi (n)
4
Persentase
(%)
80%
baru/bertambah
2. Kurangnya
20%
80%
5
3
2
1
100%
60%
40%
20%
0
2
3
4
0%
40%
60%
80%
jaringan granulasi
3.
4.
5.
6.
Kemerahan
Nyeri
Bau
Peningkatan Ukuran
luka
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dari tolal 5 responden yang
menjadi kelompok kontrol didapatkan bahwa terdapat 5 responden (100%)
mengalami kemerahan dikulit sekitar luka dan tampak bengkak, 3 responden
(60%) mengalami nyeri, 2 responden (40%) terdapat bau pada luka dan 20%
responden tampak adanya slough yang bertambah, granulasi kurang dan tampak
adanya peningkatan ukuran pada luka. Jadi, dapat disimpulkan bahwa pencucian
luka dengan menggunakan cutisoft tanda-tanda infeksi yang paling banyak
muncul adalah kemerahan. Semua luka yang dijadikan responden untuk kelompok
kontrol adalah luka pada grade 3 dan 4 dan merupakan luka kronis.
Luka kronis merupakan luka yang berlangsung lama atau sering timbul
kembali (rekuren), terjadi gangguan pada proses penyembuhan yang biasanya
disebabkan oleh masalah multifaktor dari penderita (Fowler E,1990). Pada luka
kronik luka gagal sembuh pada waktu yang diperkirakan, tidak berespon baik
terhadap terapi dan punya tendensi untuk timbul kembali, sehingga perlunya
perawatan luka ulkus diabetik yang terdiri dari pencucian luka, debridement, dan
pemilihan balutan.
Pada kelompok kontrol luka dilakukan pencucian menggunakan cutisoft,
yang mana Cutisoft mengandung bahan aktif Chlorhexidine gluconate 4% b/v
(Setara dengan Chlorhexidine Gluconate Solution Ph. Eur 20% merupakan
golongan halogen, suatu antiseptik spektrum luas untuk berbagai jenis kuman
gram negatif dan gram positif, anaerob, aerob dan ragi. Antiseptik ini bersifat
bakteriostatik dan bakterisid dan bekerja dengan merusak membrane sel kuman
dan menginaktifkan ATP-ase, sewaktu dilakukan desinfeksi.
Efek yang tidak diinginkan dari Klorheksidin adalah gangguan kulit dan
jaringan subkutan : Frekuensi tidak diketahui: reaksi kulit alergi seperti dermatitis,
pruritus, eritema, eksim, ruam, urtikaria, iritasi kulit, dan lecet. gangguan sistem
kekebalan tubuh. Sedangkan prinsip dari pencucian luka adalah proses
membersihkan luka meliputi pemilihan larutan pembersih yang tepat dan
menggunakan cara yang tepat dalam membersihkan luka tanpa menyebabkan
cedera pada jaringan yang sedang tumbuh.
Berdasarkan hasil penelitian Andiny (2013) menyatakan bahwa bahwa
klorheksidin 2% memiliki daya antibakteri lebih tinggi dibandingkan propolis
25% terhadap bakteri Enterococcus faecalis. Klorheksidin merupakan larutan
irigasi yang terbukti paling efektif terhadap bakteri Enterococcus faecalis.
antibakteri klorheksidin 2% didapatkan dengan merusak integritas sel membran
bakteri menyebabkan terjadi perubahan pada permeabilitas membran sitoplasma
yang
dapat
meningkatkan
pengendapan
protein
sitoplasma,
mengubah
instrumental saluran akar sampai 12 minggu. Dalam uji in vitro, Dhita Ardian
Mareta,dkk2 menemukan bahwa klorheksidin 2% lebih efektif terhadap bakteri
Enterococcus faecalis dibandingkan dengan ekstrak daun jambu biji pada
konsentrasi 20%, 40%, 60%, dan 80% dengan rata-rata zona hambat sebesar
15,95%.
C. Karakteristik Tanda-tanda Infeksi Luka Pada Kelompok Intervensi
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, hasil dapat dilihat pada tabel
5.5.
Tabel 5.5 Karakteristik Tanda-tanda Infeksi Luka Pada Kelompok Intervensi
Karakteristik luka
Ya
Frekuens
Persentase
(%)
Tidak
Frekuensi (n)
Persentase
(%)
i (n)
0
0%
100%
2. Kurangnya
jaringan granulasi
0%
100%
3.
4.
5.
6.
1
0
0
0
12,5%
0%
0%
0%
7
8
8
8
87,5%
100%
100%
100%
1. Slough
baru/bertambah
Kemerahan
Nyeri
Bau
Peningkatan Ukuran
luka
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dari tolal 8 responden yang
menjadi kelompok kontrol didapatkan bahwa terdapat 1 responden (12,5%)
mengalami kemerahan dikulit sekitar luka dan tampak bengkak, 8 responden
(100%) tidak ada penambahan slough, tidak ada granulasi yang kurang, nyeri, bau
maupun penambahan ukuran pada luka. Jadi, dapat disimpulkan bahwa pencucian
luka dengan menggunakan cutisoft tanda-tanda infeksi yang muncul adalah
kemerahan. Semua luka yang dijadikan responden untuk kelompok intervensi
adalah luka pada grade 2 dan 3 dan merupakan luka kronis.
dari efek dari pembersihan dengan produk yang alkalinizes kulit. Kebanyakan bar
pembersih memiliki pH 7 sampai 11.
Untuk bahan-bahan yang digunakan pada baby soap yang kami gunakan
banyak mengandung bahan-bahan yang bermanfaat untuk lapisan kulit luar
sehingga efek yang diharapkan pada penelitian ini adalah tidak menambah iritasi
maupun infeksi pada jaringan bawah kulit serta bau pada luka dapat kurangi,
dapat dilihat berdasarkan observasi ketika setiap melakukan perawatan luka.
Tampak 100% responden tidak ada bau pada luka dan tidak tampak adanya
penambahan slough.
Pada perlakuan menggunakan cuti soft maupun baby soap hal yang
menyebabkan luka adalah karena kurangnya kontrol diabetes melitus selama
bertahun-tahun sehingga memicu terjadinya kerusakan syaraf atau masalah
sirkulasi yang serius yang dapat menimbulkan efek pembentukan luka diabetes
melitus (Maryunani, 2013).
Gejala- gejala neuropati meliputi kesemutan, rasa panas, rasa tebal di telapak
kaki, kram, badan sakit semua terutama malam hari ( Maryunani,2013).
b.Angiopathy
Angiopathy diabetik adalah penyempitan pembuluh darah pada penderita
diabetes. Apabila sumbatan terjadi di pembuluh darah sedang/ besar pada
tungkai, maka tungkai akan mudah mengalami gangren diabetik, yaitu luka
pada kaki yang merah kehitaman atau berbau busuk. Angiopathy
menyebabkan asupan nutrisi, oksigen serta antibiotik terganggu sehingga
menyebabkan kulit sulit sembuh. (Maryunani, 2013).
Sehingga pada penderita DM ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses
penyembuhan luka, yaitu:
a. Faktor Umum
1. Perfusi dan oksigenasi jaringan
Proses penyembuhan luka tergantung suplai oksigen. Oksigen merupakan
kritikal untuk leukosit dalam menghancurkan bakteri dan untuk fibroblast dalam
menstimulasi sintesis kolagen. Selain itu kekurangan oksingen dapat menghambat
aktifitas fagositosis. Dalam keadaan anemia dimana terjadi penurunan oksigen
jaringan maka akan menghambat proses penyembuhan luka (Ekaputra, 2013)
2. Status nutrisi
Kadar serum albumin rendah akan menurunkan difusi (penyebaran) dan
membatasi kemampuan neutrofil untuk membunuh bakteri. Oksigen rendah pada
tingkat kapiler membatasi profilerasi jaringan granulasi yang sehat. Defisiensi zat
besi dapat melambatkan kecepatan epitelisasi dan menurunkan kekuatan luka dan
kolagen. Jumlah vitamin A dan C zat besi dan tembaga yang memadai diperlukan
untuk pembentukan kolagen yang efektif. Sintesis kolagen juga tergantung pada
asupan protein, karbohidrat dan lemak yang tepat. Penyembuhan luka
membutuhkan dua kali lipat kebutuhan protein dan karbohidrat dari biasanya
untuk segala usia. Diet seimbang mengandung bahan nutrisi yang dibutuhkan
untuk perbaikan luka seperti asam amino ( daging, ikan dan susu), energi sel (bijibijian, gula, madu, buah-buahan dan sayuran), vitamin C ( buah kiwi, strawberry,
dan tomat), vitamin A ( hati, telur, buah berwarna hijau cerah, dan sayur-sayuran),
Vitamin B ( kacang, daging dan ikan), zinc (makanan laut, jamur, kacang kedelai,
bunga matahari), bahan mineral (makanan laut dan kacang dari biji-bijian), air
(Ekaputra, 2013).
3. Stres fisik dan psikologis
Stres, cemas dan depresi telah dibuktikan dapat mengurangi efisiensi dari
sistem imun sehingga dapat mempengaruhi proses penyembuhan. Suatu sikap
positif untuk memberikan penyembuhan oleh tiap pasien dan perawat dapat
mempengaruhi dalam meningkatkan penyembuhan luka ( Ekaputra, 2013)
4. Gangguan sensasi atau gerakan
Gangguan aliran darah yang disebabkan oleh tekanan dan gesekan benda asing
pada pembuluh darah kapiler dapat menyebabkan jaringan mati pada tingkat lokal.
Gerakan/ mobilisasi diperlukan untuk membantu sistem sirkulasi, khususnya
pembuluh darah balik (vena) pada ekstremitas bawah ( Ekaputra, 2013)
b.Faktor lokal
1. Praktek managemen luka
Tidak
sesuainya
penanganan
luka
secara
umum
dapat
mempengaruhi
lingkungan
yang
lembab
membantu
pertumbuhan
sel
untuk
mempertahankan dasar luka yang baik dan membantu proses migrasi permukaan
luka. Sebuah lingkungan yang lembab akan membantu autolitik debridement.
Nyeri pada luka berkurang jika persyarafan tetap dalam keadaan lembab
(Ekaputra, 2013).
3. Temperatur luka
Dalam studi tentang efek temperatur pada penyembuhan luka, Lock (1979)
mendemonstrasikan bahwa sebuah temperatur yang konstan kira-kira 37C
mempunyai dampak yang signifikan yaitu peningkatan 108% pada aktifitas mitotik
pada luka. Dengan demikian jika penyembuhan ingin ditingkatkan, temperatur
luka harus dipertahankan. Seringnya luka tanpa dressing dan penggunaan larutan
dingin perlu dipertanyakan. Dressing yang mengurangi proses penggantian dan
mempertahankan
kelembapan
lebih
kondusif
dalam
proses
dramatis dalam bakteri dari jaringan lembab, saliva atau feses (Laurence, 1992).
Tempat flora kulit akan berkoloni dengan luka yang menempati seluruh
permukaan kulit. Sebuah luka dikatakan infeksi jika adanya tingkat pertumbuhan
bakteri 100.000 organisme per gram dari jaringan. Infeksi pada luka menghasilkan
jaringan kurang sehat atau devital. Luka infeksi kemungkinan menyebabkan
infeksi sistemik, yang tidak hanya berdampak pada proses penyembuhan.
Keterbatasan Penelitian
Pada penelitian ini terdapat banyak keterbatasan yaitu:
1. Waktu yang diperlukan untuk melakukan penelitian ini cukup singkat
sehingga kurangnya waktu untuk melakukan evaluasi dan mengumpulkan
sampel baik kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan.
2. Responden yang diberikan intervensi dan pada kelompok kontrol memiliki
karakteristik luka atau grade yang berbeda sehingga seharusnya kriteria
evaluasi yang digunakan juga berbeda.
3. Instrumen yang dilakukan hanya metode observasi sehingga hanya terbatas
pada perbaikan luka yang tampak saja.
4. Responden yang tidak rutin datang melakukan perawatan kaki serta jarangnya
penelitian tentang penggunaan sabun dressing luka pada kaki diabtik sehingga
peneliti sulit membandingkan hasil penelitian yang dilakukan.
5. Responden menggunakan bahan yang berbeda-beda pada saat tahap
pemilihan bahan sehingga mungkin saja bahan tersebut yang dapat
memberikan perbedaan atau tidak pada hasil yang didapat.
6. Kurangnya literatur yang membahas tekait efektifitas penggunaan baby soap
maupun clorheksidin.
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
A. SIMPULAN
Bersadarkan hasil observasi pada reponden dapat disimpulkan bahwa tidak
terdapat perbedaan yang signifikan antara penggunaan baby soap dengan sabun
antiseptik (chlorhexsidin glukonate 4%) terhadap derajat kesembuhan luka kaki
diabetik grade II,III dan IV dimana dari 5 kali perlakuan pada responden baik
menggunakan baby soap maunpun antiseptik terjadi penurunan grade luka
ditandai dengan: tidak ada infeksi, terdapat granulasi, terdapat epitel selama
perawatan dilakukan.
Berdasarkan studi kasus dan observasi saat dilapangan kedua sabun tersebut
memiliki keunggulan masing-masing dimana antiseptik (chlorhexsidin glukonate
4%) baik diberikan kepada luka yang infeksi dimana antiseptik berspektrum luas
yang dapat membunuh kuman gram negatif dan gram positif, anaerob, aerob dan
ragi. Pada luka yang terinfeksi tidak terjadi proses penyembuhan luka sehingga
tidak merugikan saat diberikan antiseptik (chlorhexsidin glukonate 4%).
Sedangkan keunggulan baby soap dimana sabun tersebut mempunyai Ph balance
yang berfungsi tidak merusak jaringan yang sedang melakukan proses
penyembuhan luka. Efek baik lain dari baby soap yang digunakan dalam
penelitian ini adalah responden dan perawat kaki merasa lebih nyaman karena
aroma lebut
memberikan efek rasa nyaman bagi responden dan perawat kaki dan terjangkau
bagi masyarakat serta banyak dijual dipasaran.
Penurun grade luka tidak lepas dari faktor perawatan luka di poliklinik
RSUD Ulin Banjarmasin yang sudah menggunakan modern dressing serta
pendidikan 5 pilar yang diberikan kepada responden pada saat dilakukan
perawatan luka.
B. SARAN
1. Pemilihan bahan dressing luka sangat penting disesuaikan dengan luka
sehingga memberikan efek yang tepat.
2. Perawat dapat menganjurkan penderita luka kaki menggunaan baby soap
dalam melakukan perawatan mandiri luka dirumah. Baby soap merupakan
sabun yang aman tanpa mengiritasi kulit dengan pH balance ditambah
aroma wangi dari sabun yang dapat membuat penderita merasa nyaman
serta harga yang lebih terjangkau dan barang yang banyak dijual dipasaran.
kontrol
Frekuensi (n)
kontrol
Persentase (%)
intervensi
Frekuensi (n)
100%
Intervensi
Persentase (%)
100%