Anda di halaman 1dari 65

akalah Sosiologi tentang Agama dan

Masyarakat
Makalah
Monday, September 23, 2013
wawasanpendidikan.com; masih ingat, beberapa hari yang
lalu sobat pendidikan berbagi Makalah Sosiologi tentang
Agama dan Gerakan Sosial. kali ini akan dilanjutkan dengan
Makalah Sosiologi Tentang Agama dan Masyarakat.
silahkan di baca.
A. Pengertian Agama dan Pandangan Sosiologis
Agama adalah suatu ciri kehidupan sosial manusia yang
universal dalam arti bahwa semua masyarakat mempunyai caracara berpikir dan pola-pola perilaku yang memenuhi syarat untuk
disebut agama (religious).
Para ilmuwan sosial menghadapi banyak kesulitan dalam
merumuskan agama dengan tepat.Masalah pokok dalam
mencapai suatu definisi yang baik ialah dalam menentukan di
mana batas-batas gejala itu harus ditempatkan.Seperti
dikemukakan oleh Roland Robertson (1970), ada dua jenis utama
definisi tentang agama yang telah diusulkan oleh ilmuwan sosial,
yang
inklusif
dan
eksklusif.
Suatu agama ialah suatu sistem kepercayaan yang disatukan
oleh praktik yang bertalian dengan hal-hal yang suci, yakni halhal yang dibolehkan dan dilarang- kepercayaan dan praktikpraktik yang mempersatukan suatu komunitas moral yang
disebut gereja, semua mereka yang terpaut satu sama lain
(Durkheim,
1965).
Saya
merumuskan
agama
sebagai
seperangkat bentuk dan tindakan simbolik yang menghubungkan
manusia dengan kondisi akhir eksisitensinya (Bellah, 1964).Jadi,
agama dapat dirumuskan sebagai suatu sistem kepercayaan dan
praktik di mana suatu kelompok manusia berjuang menghadapi
masalah-masalah akhir kehidupan manusia (Yinger, 1970).
Definisi pertama yang dikemukakan di atas sangat terkenal dan
telah dikutip berulang kali oleh banyak sosiolog.Bagi Durkheim,
karakteristik agama yang penting ialah bahwa agama itu
diorientasikan kepada sesuatu yang dirumuskan oleh manusia
sebagai suci / sakti, yakni objek referensi, yang dihargai, dan
malah dahsyat. Sedangkan definisi kedua dan ketiga yang dikutip
di atas menekankan bahwa agama itu di atas segala-galanya,
diorientasikan kepada penderitaan akhir (ultimate concern)
umat
manusia.

Dalam Ensiklopedi Islam Indonesia, agama berasal dari kata


sansekerta, yang pada mulanya masuk ke Indonesia sebagai
nama kitab suci golongan Hindu Syiwa (kitab suci mereka
bernama Agama). Kata itu kemudian menjadi dikenal luas dalam
masyarakat
Indonesia.
Ada tiga pendapat yang dapat dijumpai berkenaan dengan arti
harfi kata agama itu.Pertama mengartikan tidak kacau, kedua
tidak pergi (maksidnya diwarisi turun-temurun), dan ketiga jalan
berpergian
(maksudnya
jalan
hidup).
Hampir semua agama diketahui mengandung empat unsur
penting, yaitu (a) pengakuan bahwa ada kekuatan gaib yang
menguasai atau mempengaruhi kehidupan manusia, (b)
keyakinan bahwa keselamatan hidup manusia tergantung pada
adanya hubungan baik antara manusia dengan kekuatan gaib
itu, (c) sikap emosional pada hati manusia terhadap kekuatan
gaib itu, seperti sikap takut, hormat, cinta, penuh harap, pasrah,
dan lain-lain dan (d) tingkah laku tertentu yang dapat diamati,
seperti shalat (sembahyang), doa, puasa, suka menolong, tidak
korupsi, dan lain-lain. Sebagai buah dari tiga unsur pertama.Tiga
unsur pertama merupakan jiwa agama, sedangkan unsur
keempat
merupakan
bentuk
lahiriyah.
Masyarakat maju atau modern yang beragama, pada umumnya
cenderung pada paham monoteisme, yakni meyakini hanya ada
satu Tuhan, yang menciptakan segenap alam; tidak ada Tuhan
selain Dia, seperti rumusan syahadat (tidak ada Tuhan selain
Allah).
.......................................................................................................
........................
B.
Agama
dan
Pengaruhnya
dalam
Kehidupan
Geertz merumuskan agama dalam sosiologi agama berbunyi,
agama ialah suatu sistem simbol yang berbuat untuk
menciptakan suasana hati (mood) dan motivasi yang kuat, serba
menyeluruh dan berlaku lama dalam diri manusia dengan
merumuskan konsep yang bersifat umum tentang segala sesuatu
(existence) dan dengan membalut konsepsi itu dengan suasana
kepastian faktual, sehingga suasana hati dan motivasi itu terasa
sungguh-sungguh
realistik.
Nottingham, sosiolog agama, berpandapat bahwa agama bukan
suatu yang dapat dipahami melalui definisi, melainkan melalui
deskripsi (penggambaran).Tidak ada satu pun definisi agama
yang benar-benar memuaskan.Menurut gambaran Nottingham,
agama berkaitan dengan usaha-usaha manusia untuk mengukur
dalamnya makna dari keberadaan diri sendiri dan keberadaan
alam semesta.Selain itu, agama dapat membangkitkan
kebahagiaan batin yang paling sempurna dan juga perasaan

takut
dan
ngeri.
Agama memiliki nilai-nilai bagi kehidupan manusia sebagai orang
per orang maupun dalam hubungannya dengan kehidupan
bermasyarakat.Selain itu, agama juga memberi dampak bagi
kehidipan sehari-hari.Dengan demikian, secara psikologis agama
dapat berfungsi sebagai motif instrinsik (dalam diri) dan motif
ekstrinsik
(luar
diri).
C.
Agama
dalam
Kehidupan
Manusia
Agama dalam kehidupan manusia sebagai individu berfungsi
sebagai suatu sistem yang memuat norma-norma tertentu.
Sebagai sistem nilai agama memiliki arti khusus dalam
kehidupan individu serta dipertahankan sebagai bentuk ciri khas.
Menurut Mc Guire, diri manusia memiliki bentuk sistem tertentu.
Sistem nilai ini dibentuk melalui belajar dan proses sosialisasi.
Guire mengatakan berdasarkan perangkat informasi yang
diperoleh seseorang dari hasil belajar dan sosialisasi tadi
meresap dalam dirinya.Sejak saat itu perangkat nilai itu menjadi
sistem yang menyatu dalam bentuk identitas seseorang.Setelah
terbentuk, maka seseorang secara serta merta mampu
menggunakan sistem nilai ini dalam memahami, mengevaluasi
serta
menafsirkan
situasi
dan
pengalaman.
Pada intinya, menurut Mc Guire, sistem nilai yang berdasarkan
agama dapat memberi individu dan masyarakat perangkat
sistem nilai dalam bentuk keabsahan dan pembenaran dalam
mengatur
sikap
individu
dan
masyarakat.
Dilihat dari fungsi dan peran agama dalam memberi
pengaruhnya terhadap individu, baik dalam bentuk sistem nilai,
motivasi maupun pedoman hidup, maka pengaruh yang paling
penting adalah sebagai pembentuk kata hati (conscience).kata
hati menurut Erich Fromm adalah panggilan kembali manusia
kepada dirinya. Fromm membagi kata hati menjadi; (1) kata hati
otoritarian; dan kata hati humanistik.Kata hati otoritarian
dibentuk oleh pengaruh luar, sedangkan kata humanistik
bersumber dari dalam diri manusia.
http://www.wawasanpendidikan.com/2013/09/Makalah-Sosiologitentang-Agama-dan-Masyarakat.html
Sosiologi Agama
SOSIOLOGI AGAMA

RESENSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dalam Mata Kuliah Teori
Ilmu Sosial
dari Prof.Dr.H.Dadang Kahmad,M.Si

Oleh :
AGUS SUBANDI
NIM : 2.210.9.024

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI


SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
KONSENTRASI PAI-K.A
2010

KATA PENGANTAR

Segala puja dan puji milik Allah. Shalawat dan salam semoga tercurah
pada Nabi Muhammad saw. beserta keluarga, para sahabat dan
pengikut-pengikutnya yang taat hingga akhir zaman.
Al-hamdulillah, atas karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Resensi
Buku SOSIOLOGI AGAMA karya Prof.Dr.H.Dadang Kahmad,M.Si.
Penulis menyadari, bahwa dalam membuat Resensi Buku, masih
kurang sempurna atau tidak memenuhi tujuan yang diinginkan baik
oleh Pengarang Buku tersebut maupun Dosen Pemberi tugas Mata

Kuliah Teori Ilmu Sosial.


Oleh karena itu, penulis mengharap kritik dan saran yang membangun
didalam cara praktis dan enak dinikmati hasil Resensinya, demi tugastugas berikutnya dan kesempurnaan didalam Meresensi sebuah Buku.
Tak lupa, atas bimbingan dan bantuan dari semua fihak, hingga
terselesaikannya tugas meresensi Buku Sosiologi Agama, penulis
ucapkan terima kasih.Semoga amal baiknya mendapat imbalan yang
setimpal dari Allah SWT.
Akhirnya hanya kepada Allah, penulis serahkan segala upaya yang
telah dilakukan dan tetap memohon petunjuk kejalan yang diridlai-Nya.
Amin

Karawang, 05 Oktober 2010


Penulis,

ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I FAKTA SOSIAL : Sebuah Pendahuluan
BAB 2 METODE-METODE DALAM SOSIOLOGI
BAB 3 AGAMA DAN RELIGI
BAB 4 TEORI-TEORI SOSIOLOGIS TENTANG ASAL USUL AGAMA
BAB 5 KLASIFIKASI AGAMA-AGAMA
BAB 6 HAKIKAT DAN FUNGSI SOSIOLOGI AGAMA

BAB
BAB
BAB
BAB
BAB
BAB
BAB
BAB
BAB
BAB

7 INTERELASI ANTARA AGAMA DAN MASYARAKAT


8 INTERELASI ANTARA AGAMA DAN BUDAYA
9 METODE SOSIOLOGI AGAMA
10 AGAMA DAN MASYARAKAT
11 AGAMA DAN GOLONGAN MASYARAKAT
12 AGAMA SEBAGAI FAKTOR KONFLIK DI MASYARAKAT
13 AGAMA DAN PELAPISAN SOSIAL
14 AGAMA SEBAGAI MOTIVATOR TINDAKAN SOSIAL
15 KERUKUNAN ANTARUMAT BERAGAMA : Kajian Sosiologis
16 AGAMA DAN MODERNISASI

iii

BAB I
FAKTA SOSIAL :
Sebuah Pengantar

Berawal dari ceritera dalam keluarga tentang kebiasaan diantara


anggota keluarganya saat berada di rumah. Sebut saja Suami yang
sedang menikmati kehidupan di rumahnya dengan kebiasaan seperti
pakaian seadanya. Suatu saat Istrinya memberitahukan, jika nanti akan
ada tamu. Respon Suami terhadap tamu yang akan datang dengan
keadaan kebiasaan yang beliau lakukan menjadi berubah. Dimana
Suami tidak lagi menempatkan posisinya yang misal hanya memakai
kaos saja saat berada di rumah, namun sekarang menjadi rapih sambil

menunggu kedatangan tamu yang dimaksud.


Perubahan dari kebiasaan saat menyendiri dengan kehadiran orang
lain, menjadi Fakta Sosial yang merupakan konsep dasar dari
Sosiologi .
Istilah fakta sosial mulai diperkenalkan oleh Emile Durkheim.
Menurutnya, fakta sosial adalah suatu cara bertindak yang tetap atau
sementara, yang memiliki kendala dari luar; atau suatu cara bertindak
yang umum dalam suatu masyarakat yang terwujud dengan sendirinya
sehingga bebas dari manisfestasi individual.
Ada 4 macam fakta sosial menurut Emile Durkheim yaitu :
1. Suatu wujud diluar individu;
2. melakukan hambatan atau membuat kendala terhadap individu;
3. bersifat luas atau umum;
4. bebas dari manifestasi atau melampaui manifestasi individu.
Fakta sosial dijabarkan dalam beberapa gejala sosial yang abstrak,
misalnya hukum, adat kebiasaan, norma, bahasa, agama, dan tatanan
kehidupan lainnya yang memiliki kekuasaan tertentu untuk memaksa
bahwa kekuasaan itu berwujud dalam kehidupan masyarakat di luar
kemampuan individu sehingga individu menjadi tidak tampak. Yang
dominan dalam hal ini adalah masyarakat.
1
2
Sebagai suatu gejala sosial, fakta sosial berbeda dengan gejala
individu. Ia mempunyai tiga karakteristik utama yaitu :
1. Fakta sosial bersifat eksternal terhadap individu.
2. fakta sosial itu memaksa individu.
3. fakta sosial itu bersifat umum atau tersebar secara meluas dalam
suatu masyarakat.
Fakta sosial harus diteliti di dalam dunia nyata sebagaimana orang
mencari sesuatu yang lainnya. Menurut Emile Durkheim ada dua ciri
yaitu :
1. Bentuk materiel; yaitu sesuatu yang dapat disimak, ditangkap, dan
diobservasi. Fakta sosial yang berbentuk material ini adalah bagian
dari dunia nyata. Contohnya, arsitektur dan norma hukum.
2. Bentuk nonmateriel; yaitu sesuatu yang dianggap nyata. Fakta sosial
jenis ini merupakan fenomena yang bersifat intersubjektif yang hanya
dapat muncul dari dalam kesadaran manusia.Contohnya, egoisme,
altruisme, dan opini.
Menurut tipenya, fakta sosial terdiri dari struktur sosial dan pranata
sosial.Struktur sosial adalah jaringan hubungan soaial dimana interaksi
sosial berproses dan menjadi terorganisir, sehingga dapat dibedakan

posisi-posisi sosial dari individu dan subkelompok.


Pranata sosial adalah antarhubungan norma-norma dan nilai-nilai yang
mengitari aktivitas manusia, seperti keluarga, pemerintahan, ekonomi,
pendidikan, agama dan ilmu pengetahun.
BAB 2
METODE-METODE DALAM SOSIOLOGI
1.Metode deskriptif.Yaitu suatu metode penelitian tentang dunia
empiris yang terjadi pada masa sekarang.Tujuannya, untuk membuat
deskripsi, gambaran, atau lukisan secara sistematis, faktual, dan
akuran mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, dan hbungan antar fenomena
yang diselidiki.
2. Metode komparatif. Yaitu sejenis metode deskripsi yang ingin
mencari jawaban secara mendasar tentang sebab akibat, dengan
menganalisis faktor3
faktor penyebab terjadinya atau munculnya suatu
fenomena.Jangkauan waktunya adalah masa sekarang.Jika jangkauan
waktu terjadinya pada masa lampau, maka penelitian tersebut
termasuk dalam metode sejarah.
3. Metode eksperimental. Yaitu suatu metode pengujian terhadap suatu
teori yang telah mapan dengan suatu perlakuan baru.Pengujian suatu
teori dari ilmuwan yang telah dibuktikan oleh beberapa kali pengujian
bisa memperkuat atau memperlemah teori tersebut. Tetapi apabila
teori itu ternyata dapat dibuktikan oleh suatu eksperimen baru, maka
teori tersebut akan lebih menguat dan mungkin akan mencapai taraf
hukum teori.
BAB 3
AGAMA DAN RELIGI
Agama terdiri dari dua suku kata yaitu a yang berarti tidak dan
gama artinya kacau, dari bahasa sansekerta yang artinya tidak
kacau. Yang dimaksud adalah suatu peraturan yang mengatur
kehidupan manusia agar tidak kacau.
Dalam bahasa Inggris disebut religion atau religie dalam bahasa
Belanda.Keduanya berasal dari bahasa Latin religio, dari akar kata
religare yang berarti mengikat. Berdasarkan arti ini, ia berpendapat
bahwa agama adalah keterikatan sekelompok manusia dengan Tuhan
atau dewa .
Dalam bahasa Arab, agama dikenal dengan kata al din dan milah.

Kata al din mengandung berbagai arti : al mulk (kerajaan), al khidmat


(pelayanan), al izz (kejayaan), al dzull (kehinaan), al Ikrah
(pemaksaan), al Ihsan (kebajikan), al aadat (kebiasaan), al Ibaadat
(pengabdian), al qahr wa alsulthoon (kekuasaan dan pemerintahan), al
tadzallul wa alkhudhuu (tunduk dan patuh), al thooat (taat), al Islaam
al tauhied (penyerahan dan mengesakan Tuhan).
Dalam pengertian sosiologi agama adalah gejala sosial yang umum
dan dimiliki oleh seluruh masyarakat yang ada di dunia ini, tanpa
kecuali. Ia merupakan salah satu aspek dalam kehidupan sosial dan
bagian dari sistem sosial suatu masyarakat.
4
Dari sudut kategori pemahaman manusia, agama mempunyai dua segi
yaitu :
1. Kejiwaan (psychological state), yaitu suatu kondisi subjektif atau
kondisi dalam jiwa manusia, berkenaan dengan apa yang dirasakan
oleh penganut agama. Emile Durkheim menyebut kondisi tersebut
dengan Religious Emotion (emosi keagamaan).
2. Segi objektif (objective state), yaitu segi luar yang disebut juga
kejadian objektif, dimensi empiris dari agama. Segi ini dapat dipelajari
apa adanya melalui metode ilmu sosial.
Definisi agama menurut para ahli dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Sebagian besar ilmuwan membatasi pengertian agama dalam
bentuk yang hanya bisa diterapkan pada agama-agama Samawi yang
masih otentik saja, yakni agama-agama yang berdasarkan wahyu dari
langit, yaitu agama-agama tauhid yang didasarkan pada keyakinan
tentang adanya Tuhan Yang Maha Pencipta, Maha Mengadakan,
Pemberi petunjuk, dan Pemelihara segala sesuatu, serta hanya kepadaNya dikembalikan segala urusan.
2. sebagai kebalikan dari gambaran tentang agama seperti tersebut di
atas, mereka diantaranya para sosiolog dan arkeolog menyisihkan ide
tentang Tuhan Yang Maha Pencipta. Mereka beralasan bahwa setiap
agama klasik di Timur, seperti Budha, Jainisme, dan Kong Fu Cu,
semata-mata didasarkan pada etika, tidak memuat unsur ketuhanan
dan ibadah.
Menurut mazhab ilmu sosial Perancis, ide tentang adanya Tuhan atau
roh-roh bukan ciri khas kehidupan keagamaan.Durkheim beranggapan
bahwa masyarakat adalah sumber gambaran keagamaan.Dari sanalah
timbul pantangan dan tabu.Masyarakat juga sumber kultus dan
penuhanan. Mazhab ini melontarkan gagasan-gagasan sebagai
berikut :
1. Tidak ada sekelompok manusia pun yang tidak mempunyai suatu

gambaran yang tegas mengenai asal-usul manusia, kemana perginya,


apa sebab keberadaannya, ataupun asal-usul alam semesta.

5
2.Gambaran yang ditempuh mazhab Perancis didasarkan pada
pembagian wujud menjadi dunia suci dan dunia nyata.Namun, definisi
seperti ini ternyata tidak memuat ciri-ciri suatu definisi yang lengkap.
Definisi seperti itu berarti memasukkan pula unsur sihir ke dalam
agama, karena landasan magic sama dengan landasan agama, yaitu
sama-sama membagi wujud menjadi yang sakral dan yang tidak
sakral.
BAB 4
TEORI-TEORI SOSIOLOGIS TENTANG ASAL USUL AGAMA
1.Teori Jiwa
Para penganut teori ini berpendapat, agama yang paling awal
bersamaan dengan pertama kali manusia mengetahui bahwa di dunia
ini tidak hanya dihuni oleh makhluk materi, tetapi juga oleh makhluk
immateri yang disebut jiwa (anima).Pendapat ini dipelopori oleh
Edward Burnet Taylor (1832-1917). Bukunya yang terkenal The
Primitif Culture (1872) yang mengenalkan teori animisme, ia
mengatakan bahwa asal mula agama bersamaan dengan munculnya
kesadaran manusia akan adanya roh atau jiwa.
Tingkat yang paling dasar dari evolusi agama adalah ketika manusia
percaya bahwa makhluk-makhluk halus itulah yang menempati alam
sekeliling tempat tinggal manusia.Karena mereka bertubuh halus,
manusia tidak bisa menangkap dengan pancainderanya.Makhluk halus
itu mampu berbuat berbagai hal yang tidak dapat diperbuat oleh
manusia. Berdasarkan kepercayaan semacam itu, makhluk halus
menjadi objek penghormatan dan penyembahan manusia dengan
berbagai upacara keagamaan berupa doa, sesajen, atau korban.
Kepercayaan seperti itulah yang oleh E.B Taylor disebut Animisme.
2. Teori Batas Akal
3. Teori Krisis dalam Hidup Individu
4. Teori Kekuatan Luar Biasa
5. Teori Sentimen Kemasyarakatan
6. Teori Wahyu Tuhan
6

BAB 5
KLASIFIKASI AGAMA-AGAMA
Dalam kajian teologis, para agamawan mengatakan ada dua katagori
asal usul agama yang dianut oleh manusia yaitu :
1. Agama kebudayaan (culture religion), disebut juga agama thabii
atau agama ardhi, yaitu agama yang bukan berasal dari Tuhan dengan
jalan diwahyukan, melainkan agama yang ada karena hasil proses
antropologis, yang terbentuk dari adat istiadat dan melembaga dalam
bentuk agama formal.
2. Agama Samawi atau agama wahyu (revealed religion), yaitu agama
yang dipercayai diwahyukan Tuhan melalui malaikat-Nya kepada
utusan-Nya yang dipilih dari manusia.
Dalam kajian keilmuan (scientific aproach), para ilmuwan membedakan
agama menjadi dua kelompok besar yaitu Spiritualisme dan
Materialisme.
1. Spiritualisme
Adalah agama penyembah sesuatu (zat) yang gaib yang tidak tampak
secara lahiriah, sesuatu yang tidak dapat dilihat dan tidak berbentuk.
Spiritualisme ini terbagi dalam beberapa kelompok yaitu :
a. Agama ketuhanan (theistic religion), yaitu agama yang para
penganutnya menyembah Tuhan (theos). Agama ini mempunyai
keyakinan bahwa Tuhan adalah tempat manusia menaruh
kepercayaan, dan kecintaan kepada-Nya merupakan kebahagiaan.
Yang masuk katagori ini yaitu :
1) Monoteisme, yaitu bentuk religi / agama yang berdasarkan kepada
kepercayaan terhadap satu Tuhan dan yang terdiri dari upacaraupacara guna memuja Tuhan tadi.
2) Politeisme, yaitu bentuk religi yang didasarkan pada kepercayaan
akan adanya banyak Tuhan yang memiliki tradisi upacara keagamaan
guna memuja Tuhan-tuhan tadi.
b. Agama penyembah ruh, yaitu kepercayaan orang primitif kepada roh
nenek moyang, roh pemimpin, atau roh para pahlawan yang telah
meninggal. Yang termasuk kategori ini adalah :
7
1) Animisme, yaitu bentuk agama yang mendasarkan diri pada
kepercayaan bahwa disekeliling tempat tinggal manusia itu diam
berbagai macam roh yang berkuasa dan terdiri atas aktivitas
pemujaan.
2) Praanimisme (dinamisme) adalah bentuk agama yang berdasarkan
kepercayaan terhadap kekuatan sakti yang ada dalam segala hal. Ada

tiga bentuk penyembahan kekuatan alam yaitu :


a) Penyembahan terhadap gejala alam, seperti hujan, guntur, gempa
bumi, dan topan.
b) Penyembahan terhadap anasir-anasir alam, seperti tanah, air, api,
angin, dan udara,
c) Penyembahan kepada benda-benda alam sekeliling, dalam bentuk :
(1) Animatisme, yaitu suatu kepercayaan bahwa benda-benda dan
tumbuh-tumbuhan di sekitar manusia itu berjiwa dan bisa berfikir
seperti manusia.
(2) Fetishme, yaitu suatu bentuk agama yang berdasarkan
kepercayaan akan adanya jiwa dalam benda-benda alam tertentu dan
mempunyai aktivitas keagamaan guna memuja benda-benda berjiwa
tadi.
(3) Agama penyembah binatang (animal worship), yaitu kepercayaan
orang-orang kuno dan orang-orang primitif yang menganggap
binatang-binatang tertentu memiliki jiwa kesucian.
2. Agama Materialisme
Agama materialisme adalah agama yang mendasarkan
kepercayaannya terhadap adanya Tuhan yang dilambangkan dalam
wujud benda-benda material, seperti patung-patung manusia, binatang
dan berhala-berhala atau sesuatu yang dibangun dan dibuat untuk
disembah.

8
BAB 6
HAKIKAT DAN FUNGSI SOSIOLOGI AGAMA
Menurut pandangan sosiolog, agama yang terwujud dalam kehidupan
masyarakat adalah fakta sosial.Sebagai suatu fakta sosial, agama
dipelajari oleh sosiolog dengan menggunakan pendekatan
ilmiah.Disiplin ilmu yang dipergunakan oleh sosiolog dalam
mempelajari masyarakat beragama itu disebut sosiologi
agama.Sosiologi agama adalah suatu cabang ilmu yang otonom,
muncul setelah abad ke 19. Pada prinsipnya, ilmu ini sama dengan
sosiologi umum, sedangkan sosiologi agama membicarakan salah satu
aspek dari berbagai fenomena sosial, yaitu agama dalam perwujudan
sosial.
Sosiologi agama memusatkan perhatiannya terutama untuk
memahami makna yang diberikan oleh suatu masyarakat kepada

sistem agamanya sendiri, dan berbagai hubungan antaragama dengan


struktur sosial lainnya, juga dengan berbagai aspek budaya yang
bukan agama.
Para ahli sosiologi agama memandang agama sebagai suatu
pengertian yang luas dan universal, dari sudut pandang sosial dan
tidak melulu membicarakan suatu agama yang diteliti oleh para
penganut agama tertentu, tetapi semua agama dan disemua daerah di
dunia tanpa memihak dan memilah-milah. Pengkajiannya bukan
diarahkan kepada bagaimana cara seseorang beragama, melainkan
diarahkan kepada kehidupan agama secara kolektif terutama
dipusatkan kepada fungsi agama dalam mengembangkan atau
menghambat kelangsungan hidup dan pemeliharaan kelompokkelompok masyarakat. Perhatiannya juga ditujukan pada agama
sebagai salah satu aspek dari tingkah laku kelompok dan kepada
peranan yang dimainkannya selama berabad-abad hingga sekarang.

9
BAB 7
INTERELASI ANTARA AGAMA DAN MASYARAKAT
Dalam perspektif sosiologis, agama dipandang sebagai sistem
kepercayaan yang diwujudkan dalam perilaku sosial tertentu.Ia
berkaitan dengan pengalaman manusia, baik sebagai individu maupun
kelompok. Sehingga, setiap perilaku yang diperankannya akan terkait
dengan sitem keyakinan dari ajaran agama yang dianutnya. Perilaku
individu dan sosial digerakkan oleh kekuatan dari dalam yang
didasarkan pada nilai-nilai ajaran agama yang menginternalisasi
sebelumnya.Karena itu, Wach lebih jauh beranggapan bahwa
keagamaan yang bersifat subjektif, dapat diobjektifkan dalam pelbagai
macam ungkapan, dan ungkapan-ungkapan tersebut mempunyai
struktur tertentu yang dapat dipahami.
Ada lima dimensi beragama menurut C.Y Glock dan R. Stark yaitu :
1. dimensi keyakinan;
2. dimensi praktik agama;
3. dimensi pengalaman keagamaan;
4. dimensi pengetahuan agama;
5. dimensi konsekuensi.
Hubungan interdipendensi antara agama dan masyarakat, menurut

Wach menunjukkan adanya pengaruh timbal balik antara kedua faktor


tersebut yaitu :
1. pengaruh agama terhadap masyarakat, seperti yang terlihat dalam
pembentukan, pengembangan, dan penentuan kelompok keagamaan
spesifik yang baru.
2. pengaruh masyarakat terhadap agama. Wach memusatkan
perhatiannya pada faktor-faktor sosial yang memberikan nuansa dan
keragaman perasaan dan sikap keagamaan yang terdapat dalam suatu
lingkungan atau kelompok sosial tertentu.
Seseorang yang menganut agama akan merefleksi dalam bentuk
kehidupan masyarakat melalui ekspresi tepritis, ekpresi praktis, dan
dalam persekutuan. Begitu pula faktor-faktor sosial dan nilai-nilai
kultural lokal memberikan nuansa keragaman perasaan dan sikap
keagamaan bagi individu yang terdapat dalam lingkungan sosial
tertentu.
10
Jika salah satu bagian dalam sistem sosial itu berubah, maka bagian
lain mereorganisasi, agar timbul keseimbangan dalam masyarakat.Dan
jika lingkungan sosial ekonomi berubah, maka agama mengadakan
penyesuaian atau bahkan sebaliknya.Berdasarkan hal itu, muncul
dugaan hipotesis bahwa perilaku pemeluk agama tarekat di perkotaan
berbeda dengan di pedesaan disebabkan oleh adanya penyesuaian
dengan lingkungan sosial masing-masing.
BAB 8
INTERELASI AGAMA DAN BUDAYA
Manusia, masyarakat, dan kebudayaan berhubungan secara
dialektik.Ketiganya berdampingan dan berimpit saling menciptakan
dan meniadakan.Yang diibaratkan seperti dalam permainan gamsut.
Satu sisi manusia menciptakan sejumlah nilai bagi masyarakatnya,
pada sisi yang lain, secara bersamaan, manusia secara kodrati
senantiasa berhadapan dan berada dalam masyarakatnya,
homosocius. Masyarakat telah ada sebelum seorang individu dilahirkan
dan masih akan ada sesudah individu mati. Lebih dari itu, di dalam
masyarakatlah dan sebagai hasil proses sosial, individu menjadi
sebuah pribadi; ia memperoleh dan berpegang pada suatu indentitas.
Manusia tidak akan eksis bila terpisah dari masyarakat. Dengan kata
lain, masyarakat diciptakan oleh manusia, sedangkan manusia sendiri
merupakan produk dari masyarakat. Kedua hal itu menggambarkan
adanya dialektika inheren dari fenomena masyarakat.Inilah yang

dimaksud dengan dialektika sosial.


Dalam kehidupan berbudaya, manusia melakukan proses objektivasi.
Proses objektivikasi ini, menurut Miller, melibatkan hubungan antar
subjek, kebudayaan, sebagai bentuk eksternal, dan artefak, sebagai
objek ciptaan manusia. Dalam kaitan ini, subjek mengeksternalisasikan
dirinya melalui penciptaan objek-objek, yang dimaksudkan untuk
menciptakan diferensiasi, kemudian menginternalisasikan nilai-nilai
ciptaan tersebut melalui proses sublasi atau pemberian pengakuan.

11
Akan tetapi, dalam proses sublasi ini, sang subjek selalu merasa tidak
puas dengan hasil ciptaannya sendiri karena ia selalu membandingkan
hasil ciptaan tersebut dengan pengetahuan atau nilai absolut, yang
justru beranjak lebih jauh tatkala ia didekati diacu. Sehingga yang
kemudian terjadi adalah rasa ketidakpuasan tanpa akhir serta
penciptaan terus menerus untuk pemenuhannya.Rasa ketidakpuasan
abadi terhadap hasil ciptaan inilah yang membangkitkan motivasi daya
yang tak habis-habisnya bagi pengembangan lebih lanjut dalam suatu
dialektika penciptaan (termasuk agama dalam kontek budaya).
Teori sosial pada awalnya bersifat historis dan komparatif.Objek
analisanya berupa kasus tertentu, seperti telaah Weber mengenai
birokrasi Jerman atau tulisan Marx tentang kapitalisme Inggris.Dalam
sudut teori ini, memahami suatu masyarakat berarti memahami
perbedaannya dengan berbagai bentuk kehidupan dimasa-masa dan
tempat yang berbeda.
Weber menekankan bahwa tujuan akhir dari pemahaman
interpretatif atas tindakan sosial adalah untuk sampai pada
penjelasan kausal mengenai berbagai peristiwa beserta akibatnya.
Kadang-kadang ungkapannya, suatu telaah menyeluruh semacam itu
memaksa sang analisis untuk keluar dari semua parameter yang
berdasarkan penghayatan atau pengamatan yang disadari.
Sebagai pemahaman interpretatif, realitas dan tindakan sosial
dianggap sebagai teks sebagaimana layaknya kegiatan penafsiran.
Teks yang dimaksud berarti apa yang dikatakan dan apa yang
dilakukan oleh tindakan sosial.
Pada akhirnya, pengetahuan kita tentang dunia setempat (native)
memang selalu bergantung pada pengetahuan yang lebih luas.
Bahkan, suatu uraian yang paling partikularistik sekalipun akan
mengandung corak pengetahuan komparatif itu. Sebaliknya, teori
sosial selalu mengalami pembaruan melalui aplikasinya dalam waktu
dan tempat-tempat tertentu.Yang membuat usaha kita menjadi suatu

disiplin adalah saling mengisi dan keterikatan terus-menerus antara


teori umum dan penelitian lokal.

12
BAB 9
METODE SOSIOLOGI AGAMA
Ada dua pendekatan penting dalam penelitian agama, yaitu :
1. Pendekatan teologis, yakni pendekatan kewahyuan atau pendekatan
keyakinan peneliti sendiri. Pendekatan ini biasanya dilakukan dalam
penelitian terhadap suatu agama untuk kepentingan agama yang
diyakini si peneliti, atau penelitian terhadap suatu agama oleh
pemeluk agama itu sendiri untuk menambah pembenaran keyakinan
terhadap agama yang dipeluknya itu.
2. Pendekatan keilmuan, yaitu pendekatan yang memakai metodologi
ilmiah, penelitian yang memakai aturan-aturan yang lazim dalam
penelitian keilmuan. Pendekatan ini memakai metodologi tertentu yang
diakui kebenarannya oleh dunia keilmuan, sistematis atau runtut
dalam cara kerjanya, empiris yang diambil dari dunia nyata bukan dari
pemikiran atau angan-angan.
Ada dua bidang keilmuan yang digunakan dalam penelitian agama,
yaitu :
1. bidang ilmu budaya. Bidang keilmuan ini menekankan pada
pencarian informasi substansi objek penelitian, tidak terikat oleh model
metodologi yang baku dan ketat sebagaimana dalam bidang ilmu
alam.
2. bidang ilmu sosial. Bidang ilmu ini adalah penelitian ilmiah yang
mempunyai aturan-aturan yang lazim, yang harus diikuti oleh setiap
peneliti. Yang menjadi objek penelitian agama dengan memakai
pendekatan ilmu sosial ini adalah keteraturan-keteraturan yang
terdapat dalam masyarakat pemeluk agama, yang merupakan akibat
dari terjadinya proses interaksi diantara anggota masyarakat, atau
antara kelompok dalam suatu masyarakat beragama atau antara suatu
masyarakat beragama dengan masyarakat beragama yang lain, baik
sebagai proses masyarakat maupun keadaan statis masyarakat
tertentu. Sebelum penelitian, harus dirumuskan terlebih dahulu
metodologi apa yang akan digunakan dalam penelitian suatu objek
penelitian. Langkah penentuan masalah, pencarian konsep-konsep,
perumusan hipotesis, pencarian data ke lapangan serta kesimpulan

yang diambil merupakan rangkaian sistem yang harus dilalui sebagai


suatu disiplin dalam perjalanan penelitian yang dikerjakan.
13
Ada beberapa contoh penelitian yang dilakukan oleh para ilmuwan
sosial, yaitu:
1. Sosiologis, yakni pendekatan tentang interelasi dari agama dan
masyarakat serta bentuk-bentuk interaksi yang terjadi antar mereka.
Tokohnya, Emile Durkheim. Diantara hasil karyanya ditulis dalam buku,
Sucide (1912), kemudian buku The Elementary Forms of The Religious
Life (1959).
2. Antropologis, yaitu pendekatan kebudayaan; agama dipandang
sebagai bagian dari kebudayaan, baik dalam wujud idea maupun
gagasan dianggap sebagai suatu sistem norma dan nilai yang dimiliki
oleh anggota masyarakat, yang mengikat seluruh anggota masyarakat.
Tokohnya, Max Muller, W. Mannhardit, E.B. Taylor. Karya E.B. Taylor
ditulis dalam buku, The Primitive Culture.
3. Psikologis, yaitu studi ilmiah mengenai agama ditinjau dari
perspektif psikologis. Tokohnya, Sigmund Freud. Hasil karya ditulis
dalam buku berjudul Totem und Tabu (1912).
4. Historis atau pendekatan kesejarahan. Tokohnya, Wilhelm Schmidt.
Hasil karyanya di tulis dalam buku yang berjudul Ursprung der
Gottesidee (1912 dan 1954).
5. Fenomenologis, yaitu pendekatan yang menggunakan perbandingan
sebagai sarana interpretasi yang utama untuk memahami arti dari
kepsresi-ekspresi keagamaan.
Adapun wilayah kajian Sosiologi Agama, meliputi :
1. Perwujudan agama di kepulauan Indonesia
2. Penelitian mengenai berbagai kepercayaan
3.Penelitian mengenai pranata keagamaan
4.Penelitian mengenai organisasi-organisasi yang berhubungan dengan
suatu agama
5.Penelitian mengenai berbagai peranan dalam keagamaan
6.Penelitian mengenai agama dan pelapisan sosial
7.Penelitian mengenai agama dan masyarakat daerah
8.Penelitian mengenai agama dan golongan sosial
9.Penelitian mengenai gerakan keagamaan
10.Penelitian mengenai perasaan dan pengalaman keagamaan
11.Penelitian mengenai agama sebagai motivasi untuk bertindak
12.Penelitian mengenai peranan agama dalam perubahan sosial
13.Penelitian mengenai agama sebagai faktor integrasi masyarakat
14

14.Penelitian mengenai agama sebagai faktor pemisah dan


pertentangan di
masyarakat
15.Penelitian mengenai masalah hubungan antarpemeluk agama atau
antarkelompok
Keagamaan
Adapun tujuan penelitian sosiologi agama adalah untuk memperoleh
gambaran (deskripsi) mengenai kemungkinan ya ng terjadi akibat
kegiatan atau keputusan pejabat pemerintah atau pejabat agama.Atau
akibat rencana pembangunan yang menyebabkan perubahan di
masyarakat beragama.
Mengenai karakteristik metode penelitian sosiologi agama, yaitu :
1. agama adalah fenomena yang terjadi dalam subjek manusia serta
terungkapkan dalam tanda dan simbol. Oleh karena itu, perlu
kecermatan dari peneliti untuk bisa memilah dan mengkatagorikan
mana simbol dan tanda yang masuk sistem kepercayaan, mana tanda
dan simbol yang masuk upacara keagamaan, dan apakah fenomena
tertentu dikatagorikan suatu gejala keagamaan atau gejala yang lain.
2. fakta religius bersifat subjektif.
3. pemahaman makna fenomena agama diperoleh melalui
pemahaman ungkapan-ungkapan keagamaan.
4. pemahaman suatu fenomena religius meliputi empati terhadap
pengalaman, pemikiran, emosi, dan ide-ide orang yang memeluk suatu
agama.
5. fakta-fakta keagamaan adalah fakta psikis dan spiritual.
Adapun data dalam penelitian sosiologi agama yang dibutuhkan oleh
peneliti :
1. Data macam apa yang dibutuhkan dalam penelitian tersebut.
2. dimana dan dari mana data tersebut dapat diperoleh.
3. bagaimana cara memperoleh data-data tersebut.
4. berapa banyak data yang dibutuhkan sehingga data itu dianggap
mencukupi sebagai
Sebuah bukti atau barang bukti untuk pemecahan masalah.
Untuk sumber data dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu :
1. sumber data lapangan;
2. sumber data dokumenter.
Kemudian jenis data yang dipergunakan dapat berupa data secunder
dan data primer.
15
BAB 10
AGAMA DAN MASYARAKAT

Agama memberi makna pada kehidupan individu dan kelompok, juga


memberi harapan tentang kelanggengan hidup sesudah mati.Agama
dapat menjadi sarana manusia untuk mengangkat diri dari kehidupan
duniawi yang penuh penderitaan, mencapai kemandirian
spiritual.Agama memperkuat kelompok-kelompok, sanksi moral untuk
perbuatan perorangan, dan menjadi dasar persamaan tujuan serta
nilai-nilai yang menjadi landasan keseimbangan masyarakat.
Agama berperan dalam tiga kawasan kehidupan manusia :
1. kawasan yang kebutuhan manusiawi dapat dipenuhi dengan
kekuatan manusia sendiri.
2. kawasan manusia yang merasa aman secara moral. Tingkah laku
dan tata pergaulan manusia diatur lewat norma-norma rasional yang
dibenarkan agama, seperti norma sopan santun, norma hukum serta
aturan-aturan dalam masyarakat.
3. merupakan daerah yang manusia secara total mengalami
ketidakmampuannya.
Agama tidak lain adalah proyeksi masyarakat sendiri dalam kesadaran
manusia. Selama masyarakat masih berlangsung, agama pun akan
tetap lestari. Masyarakat, bagimanapun akan tetap menghasilkan
simbol-simbol pengertian diri kolektifnya; dan dengan demikian,
menciptakan agama.
Masyarakat diikat oleh sistem simbol yang umum. Sistem simbol itu
akan berpusat pada martabat manusia sebagai pribadi, kesejahteraan
umum, dan norma-norma etik yang selaras dengan karakteristik
masyarakat itu sendiri. Setiap masyarakat dalam proses menghayati
cita-citanya yang tertinggi akan menumbuhkan kebaktian pada
representasi diri simboliknya.

16
BAB 11
AGAMA DAN GOLONGAN MASYARAKAT
Agama merupakan suatu hal yang dijadikan sandaran penganutnya
ketika terjadi hal-hal yang berada di luar jangkauan dan
kemampuannya karena sifatnya yang supra natural, sehingga
diharapkan dapat mengatasi masalah-masalah yang empiris.
Selanjutnya, golongan masyarakat dapat diartikan sebagai

penggolongan anggota-anggota masyarakat kedalam suatu kelompok


yang mempunyai karakteristik yang sama atau dianggap sejenis.
Misalnya :
1. penggolongan berdasarkan jenis kelamin, pria dan wanita;
2. penggolongan berdasarkan usia, tua atau muda;
3. penggolongan berdasarkan pendidikan, cendekian atau buta huruf;
4. penggolongan berdasarkan pekerjaan, pegawai atau bukan pegawai.
Pengaruh agama terhadap masyarakat dapat dipelajari melalui
kebudayaan, sistem sosial dan kepribadian.Ketiga aspek itu merupakan
fenomena sosial yang komplek dan terpadu yang pengaruhnya dapat
diamati pada perilaku manusia.
Nottingham membagi kedalam tiga tipe yaitu :
1. Masyarakat yang terbelakang dan nilai-nilai sakral.
2. Masyarakat praindustri yang sedang berkembang.

17
BAB 12
AGAMA SEBAGAI FAKTOR KONFLIK DI MASYARAKAT
Agama dalam satu sisi dipandang sebagai sumber moral dan nilai, dan
pada sisi lain sebagai sumber konflik. Masalahnya pemeluk agama
kadang menampakkan wajah ganda.
Mungkin sebagai bentuk solidaritas sosial, maka hampir semua
pemeluk agama akan berinteraksi dan berpandangan sama (untuk
sementara) dalam menyikapi misalnya sebuah musibah.
Ketika masing-masing pemeluk akan menampakkan jatidiri sebagai
pemeluk yang terbaik, akan berusaha agar pemeluk agama lain
mengikuti millahnya, maka konflik antar agama akan diciptakan atau
dibuat ada masalah (hanya untuk mengukur respons yang sebenarnya
tidak tega melakukannya sebagai hati nurani sesama manusia : bila
benar).

BAB 13
AGAMA DAN PELAPISAN SOSIAL
Agama dan pelapisan sosial adalah dua hal yang berbeda. Walaupun
demikian, membicarakan keduanya dalam satu bahasan atau topik,
tetap akan mempunyai aspek-aspek positif dalam kajian akademis,
bahkan lebih jauh bisa menemukan hal-hal yang baru dalam bidang
keagamaan. Pernyataan ini tidak lepas dari anggapan, bahwa agama
dan masyarakat, dalam pengertian lapisan sosial; diduga sebagai dua
unsur yang saling mempengaruhi satu sama lain.

18
Dalam pernyataan tersebut agama difahami sebagai sebuah sestem
kepercayaan, sedangkan lapisan sosial sebagai strata orang-orang
yang berkedudukan sama dalam kontinum status sosial. Ada enam
klasifikasi, yaitu :
1. upper-upper class;
2. lower upper class;
3. upper middle class;
4. lower middle class;
5. upper lower class;
6. lower-lower class.
BAB 14
AGAMA SEBAGAI MOTIVATOR TINDAKAN SOSIAL
Masalah agama merupakan masalah sosial, tetapi penghayatannya
amat bersifat individual.Apa yang difahami dan apa yang dihayati
sebagai agama oleh seseorang, sangat bergantung pada latar
belakang dan kepribadiannya. Hal ini membuat adanya perbedaan
tekanan penghayatan dari satu orang ke orang lain, dan membuat
agama menjadi bagian yang amat mendalam dari kepribadian atau
privacy seseorang.
Oleh karena itu, agama senantiasa bersangkutan dengan kepekaan
emosional.Meskipun demikian, masih terdapat kemungkinan untuk
membicarakan agama sebagai suatu yang umum dan objektif.

19
BAB 15
KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA : Kajian Sosiologis terhadap
Pluralisme Agama di Indonesia
Islam adalah agama rahmatan lilaalamiin. Dengan keyakinan bahwa
keberadaan Islam mesti membuat nyaman berada di depan, di tengah,
bersama atau dibelakang agama-agama lain. Persoalannya adalah
kekuatan mana yang akan menang sebagai penguasa atau pemegang
amanah pembawa agama Islam, bila umat lain masih belum senang
melihat kemajuan umat Islam bahkan akan berupaya untuk
menciptakan Islam agar terus terkesan lemah dimata agama-agama
lain, maka sulit menerapkan kerukunan. Jikapun ada hanya kepurapuraan.
Sebenarnya konsep yang telah dijelaskan dalam ajaran Islam tentang
sikap umat Islam terhadap agama lain berkenaan dengan urusan
agamanya adalah bagimu agamamu dan bagiku agamaku. Kemudian
dijelaskan lagi Tidak ada paksaan dalam masuk Islam. Bahkan
Rasulullah saw pun menjadi contoh dalam mengejawantahkan
kerukunan dengan tidak memaksa agama kepada Pamannya Abu
Thalib, yang berbeda agama. Itu berarti siapa yang akan dibuat repot
dengan toleransi, apakah Islam harus melayani atau dilayani atau
biarkan saja sesuai dengan Sunnatullah.

20
BAB 16
AGAMA DAN MODERNISASI
Aspek yang paling spektakuler dari modernisasi adalah pergantian
teknik produksi, yaitu dari teknik produksi yang bertumpu pada
penggunaan energi nyawa ke energi tak bernyawa. Dalam
perkembangannya proses pergantian teknik produksi hanya
merupakan salah satu aspek dari proses modernisasi.
Dalam bidang ekonomi, modernisasi berarti tumbuhnya komplekskompleks industri besar, tempat barang konsumsi dan produksi
diadakan secara massal.Hal ini berkaitan dengan kebutuhan atas
pengaturan organisasi-organisasi sosial yang lebih rumit dalam
merencanakan, melaksanakan, dan mengawasi orang atau kelompok
orang dalam hal produksi, distribusi, dan konsumsi.
Ekonomi modern serupa itu menuntut adanya suatu masyarakat
nasional yang memungkinkan terciptanya ketertiban dan
ketenteraman sehingga menjamin lalu-lintas barang, orang, dan
informasi.Sejalan dengan kemajuan teknologi komunikasi dan
transportasi, mobilitas sosial dan ruang dari masyarakat semakin
tinggi. Dalam konteks inilah, sistem nilai dan kepercayaan masyarakat
mengenai dunia mengalami perubahan sehingga terjadi proses
sekularisasi dan memudarnya fungsi agama, termasuk Islam.

KESIMPULAN DAN TANGGAPAN PENULIS


Makna Toleransi dalam Kehidupan Beragama dan bermasyarakat
Membicarakan Agama berarti menjelaskan dan memahami keberadaan
Agama-agama yang berlaku dan diakui secara umum baik yang
berlaku pada suatu bangsa tertentu atau bangsa-bangsa lain yang
dijadikan Agama resmi.

Bila tokoh Agama yang berbicara, maka pembicaraannya akan


mewakili Agama yang dipeluknya dan Agama-agama lain yang sedang
diperbincangkan. Itu berarti harus ada titik persamaan yang dapat
dijadikan pola fikir dan acuan didalam membahas sesuatu persoalan
yang berhubungan dengan kehidupan keagamaan secara menyeluruh.
Dalam pandangan Islam, ketika akan membahas terhadap peribadatan
atau kehidupan Agama selain Islam, maka konsep dasarnya adalah
Toleransi. Karena Islam yang sedang membicarakan, maka dasar
berpijaknyapun adalah kalam Allah dan Sunnatur Rasul.Dan
keterangan-keterangan lain baik yang pernah diamalkan oleh Sahabat
maupun Tabiin, bahkan Tabiut Tabiin.Atau generasi baru yang dapat
diterima dan telah teruji konsep-konsepnya serta agama yang sedang
dibicarakan menerimanya.
Pemeluk Islam tidak akan salah, ketika menyatakan bahwa agama
yang paling benar adalah Islam. Adakah akan luntur pembicaraannya
saat berhadapan dengan agama lain ?
Bila pemeluk agama lain yang memahami ajaran Islam, maka tidak
akan komentar disebabkan ada konsep toleransi. Itu berarti
kedatangan toleransi diwujudkan dengan amaliah keseharian oleh
pemeluk agama selain Islam yang telah memahami makna toleransi.
Bagi umat Islam sendiri tanpa harus menjual konsep toleransi,
menjadi tidak berpengaruh dengan konsep dasar yang telah diajarkan
oleh Allah sesuai firman-Nya (Q.S 109 : 6). Apakah agama lain akan
bertoleransi atau tidak. Artinya keadaan pemeluk Islam tanpa harus
berpura-pura untuk menghormati dan harus dihormati oleh agama lain,
maka kehidupan akan tetap berjalan.

Misalnya, saat akan berangkat menuju Masjid atau ke Mejelis Talim,


yang jalan menuju ke arah tempat tersebut sedang diadakan
kebaktian, maka bukan berarti akan menghentikan kegiatannya
lantaran ada yang sedang beribadah cara mereka ? Begitu pula
sebaliknya, mereka yang sedang beribadah lalu menghentikan
acaranya, lantaran memberi kesempatan pada umat Islam yang akan
shalat Jumat atau Idain.
http://mandirajaagus.blogspot.com/2011/04/sosiologi-agama.html

MAKALAH SOSIAL PENDIDIKAN


TENTANG AGAMA DAN
GOLONGAN MASYARAKAT

MAKALAH SOSIAL PENDIDIKAN TENTANG AGAMA DAN


GOLONGAN MASYARAKAT
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Dalam kehidupan bermasyarakat agama sangat berperan
penting dalam masyarakat, untuk mengatasi prsoalan-persoalan
yang timbul di masyarakat yang tidak dapat dipecahkan secara
empiris

karena

adanya

keterbatasan

kemampuan

dan

ketidakpastian.
B.Rumusan Masalah
1.Apa pengertian Agama, golongan masyarakat, dan fungsi agama?
2.Bagaimana peran agama dalam kehidupan?
3.Apa pengaruh agama dalam kehidupan?
4.Bagaimana peran pemimpin dalam pembangunan?
BAB II
PEMBAHASAN
AGAMA DAN GOLONGAN MASYARAKAT
A.Pengertian Agama, Golongan Masyarakat, dan Fungsi
Agama
Menurut

Hendropuspito,

agama

adalah

suatu

jenis

system social yang dibuat oleh penganut-penganutnya yang


berproses

pada

kekuatan-kekuatan

non-empiris

yang

dipercayai dan didayagunakan untuk mencapai keselamatan


bagi mereka dan masyarakat luas umumnya. Dalam kamus
sosiologi, pengertian agama ada tiga macam, yaitu (1)
kepercayaan pada hal-hal yang spiritual; (2) perangkat

kepercayaan dan praktik-praktik spiritual yang dianggap


sebagai tujuan tersendiri; (3) ideology mengenai hal-hal yang
bersifat

supranatural.Sementara

itu,

Thomas

F.ODea

mengatakan bahwa agama adalah pendayagunaan saranasarana supra-empiris untuk maksud-maksud non-empiris atau
supra-empiris.
E..B. Tylor dalam buku perintisnya, primitive culture,
yang diterbitkan pada tahun 1871. Dia mendefinisikan agama
sebagai

kepercayaan

terhadap

adanya

wujud-wujud

spiritual, definisi dari tylor itu dikritik lebih jauh karena


tampaknya definisi itu berimplikasi bahwa sasaran sikap
keagamaan selalu berupa wujud personal, padahal bukti
antropologik yang semakin banyak jumlahnya menunjukan
bahwa wujud spiritual pun sering dipahami sebagai kekuatan
impersonal.
Selanjutnya,

golongan

masyarakat

dapat

diartikan

sebagai penggolongan anggota-anggota masyarakat ke dalam


suatu kelompok yang mempunyai karakteristik yang sama
atau sejenis. Dalam kamus sosiologi dinyatakan sebagai
kategori orang-orang tertentu, dalam suatu masyarakat yang
didasarkan pada cirri-ciri mental tertentu.
Berdasarkan definisi di atas, penggolongan masyarakat
dapat dibuat berdasarkan cirri yang sama. Misalnya, (1)
penggolongan berdasarkan jenis kelamin adalah pria dan
wanita; (2) penggolongan berdasarkan usia adalah tua dan
muda; (3) penggolongan berdasarkan pendidikan adalah
cendekia dan buta huruf; (4) penggolongan berdasarkan
pekerjaan adalah petani, nelayan, golongan buruh, pengrajin,
pegawai

negeri,

eksekutif,

dan

lain-lain.

Menurut

Hendropuspito, meskipun tidak dapat dibuat berdasarkan

kedudukan social yang sama, seperti pada lapisan social,


penggolongan
pengamat

ini

pada

dasarnya

untuk

kepentingan

social

alam

penelitian-penelitian

terhadap

masyarakat.
Adapun yang dimaksud dengan fungsi agama adalah
peranan agama dalam mengatasi persoalan-persoalan yang
timbul di masyarakat yang tidak dapat dipecahkan secara
empiris

karena

adanya

keterbatasan

kemampuan

dan

ketidakpastian.
Thomas F. ODea menuliskan enam fungsi agama, yaitu
(1) sebagai pendukung, pelipur lara, dan perekonsiliasi, (2)
sarana

hubungan transcendental melalui

pemujaan dan

pacara ibadat, (3) penguat norma-norma dan nilai-nilai yang


sudah ada, (4) pengkoreksi fungsi yang ada, (5) pemberi
identitas diri, dan (6) pendewasaan agama. Fungsi agama
yang dijelaskan hendrapuspito lebih ringkas lagi, tetapi intinya
hampir sama. Menurutnya, fungsi agama itu adalah edukatif,
penyelamatan, pengawasan social, memupuk persaudaraan
dan transformatif.
B.Agama dan Kehidupan
Kehidupan

beragama

pada

dasarnya

merupakan

kepercayaan terhadap keyakinan adanya kekuatan ghaib, luar


biasa

atau

supranatural

yang

berpengaruh

terhadap

kehidupan individu dan masyarakat, bahkan terhadap segala


gejala

alam.Kepercayaan

beragama

yang

bertolak

dari

kekuatan ghaib ini tampak aneh, tidak alamiah dan tidak


rasional dalam pandangan individu dan masyarakat modern
yang terlalu dipengaruhi oleh pandangan bahwa sesuatu
diyakini kalau konkret, rasional, alamiah atau terbukti secara
empiric dan ilmiah.

Ketergantungan masyarakat dan individu pada keuatan


ghaib ditemukan dari zaman purba sampai ke zaman moden
ini, kepercayaan itu diyakini kebenarannya sehingga ia
menjadi kepercayaan keagamaan atau kepercayaan religius.
Kepercayaan terhadap sucinya sesuatu itu dinamakan dalam
antropologi dan sosiologi agama dengan mempercayai sifat
sacral pada sesuatu itu, mempercayai sesuatu sebagai yang
suci atau sacral juga cirri khas kehidupan beragama, adanya
aturan kehidupan yang dipercayai berasal dari Tuhan juga
termasuk kehidupan beragama.Semuanya ini menunjukan
bahwa kehidupan beragama aneh tapi nyata, dan merupakan
gejala universal, ditemukan di mana dan kapan pun dalam
kehidupan individu dan masyarakat.
Beragama sebagai gejala universal masyarakat manusia
juga diakui oleh Begrson (1859-1941), pemikir prancis.Ia
menulis bahwa kita menemukan masyarakat manusia tanpa
sains, seni dan filsafat, tetapi tidak pernah ada masyarakat
tanpa agama (El-Ehwani dalam sharif, 1963:556).
Di samping universal, kehidupan beragama di zaman
modern ini sudah demikian kompleks.Banyak macam agama
yang dianut mamusia dewasa ini. Aliran kepercayaan,aliran
kebatinan, aliran pemujaan atau yang dikenal dalam ilmu
social dengan istilah occultisme juga banyak ditemukan di
kalangan masyarakat modern. Kehidupan beragama dewasa
ini ada yang dijadikan tempat penyejuk jiwa dan pelarian dari
hiruk pikuk ekonomi dan social politik sehari-hari, ada pula
yang dijadikan sumber motivasi untuk mencapai kehidupan
ekonomi

dan

social

politik,

di

samping

itu

kehidupan

beragama punya pengaruh terhadap aspek kehidupan yang


lain. Anne Marie Malefijt mengungkapkan bahwa agama

adalah tipe the most important aspects of culture yang


dipelajari oleh ahli antropologi dan ilmuwan social lainnya.
Aspek kehidupan beragama tidak hanya ditemukan dalam
setiap masyarakat, tetapi juga berinteraksi secara signifikan
dengan

instutusi

budaya

yang

lain.

Ekspresi

religius

ditemukan dalam budaya material, perilaku manusia,nilai,


moral,system

keluarga,

ekonomi,

hokum,

politik,

pengobatan,sains, teknologi,seni, pemberontakan, perang, dll.


Dari apa yang dikemukakan oleh Malefitj adalah bahwa
agama mewarnai dan membentuk suatu budaya.
Agama atau minimal pendekatan keagamaan adalah
cara

yang

efektif

dalam

membentuk

kepribadian

dan

kebudayaan, baik beragama sebagai system social budaya


atau

sebagai

subsistem

yang

universal

sebagai

tipe

penampilan serta penghayatannya dikalangan kelompokkelompok masyarakat, dari yang sekedar untuk mencapai
kesejukan

sampai

kepada

tidak

merasa

bersalah

tidak

melakukan tindakan terror terhadap masyarakat yang tidak


berdosa, menjadikannya sangat penting dipahami oleh setiap
individu dan lembaga yang berurusan dengan masyarakat.
Terdapat perbedaan kehidupan beragama di kalangan
masyarakat

primitive

dan

masyarakat

masyarakat

primitive,

kehidupan

modern.

beragama

tidak

Dalam
dapat

dipisahkan dari aspek kehidupan lain; beragama dan kegiatan


sehari-hari menyatu. Beragama merupakan sistam social
budaya.Dalam masyarakat modern, kehidupan beragama
hanya salah satu aspek dari kehidupan beragama hanya salah
satu aspek dari kehidupan sehari-hari.
Geertz mengungkap betapa kompleks dan mendalamnya
kehidupan beragama. Agama tampak tumpang tindih dengan

kebudayaan

(Geertz

1992).Kemudian

kompleksitas

dan

luasnya ruang lingkup ajaran agama dapat dilihat dalam


ajaran islam. Sebagai agama wahyu yang terakhir, islam
adalah

ajaran

yang

komprehensif

dan

terpadu,

yaitu

mencakup bidang ibadat, perkawinan, waris, ekonomi, politik,


hubungan internasional, dan seterusnya.
Namun

dalam

fenomena

social

budaya,

dalam

kehidupan umat islam di zaman modern ini, kehidupan


beragama menjadi menciut dalam aspek kecil dan kehidupan
sehari-hari, yaitu yang berhubungan dengan yang ghaib dan
ritual saja. Kehidupan beragama umat islam dewasa ini
menjadi subsistem social budayanya. Fenomena penciutan
beragama ini karena pengaruh budaya modernism dan
sekularisme. Walaupun pengaruh modernism dan sekularisme
demikian kuat, ia juga menimbulkan gerakan dan aliran
keagamaan dalam rangka melawan dominasi modernism dan
sekularisme tersebut, seperti aliran skripturalis dan gerakan
terror. Maraknya aliran kebatinan, occultism, aliran ekslusif
lainnya menjadikan fenomena kehidupan beragama makin
kompleks.Semua ekslusivitas dan kompleksitas kehidupan
beragama ini menjadikannya menarik untuk diteliti secara
antropologis. Kajian antropologi terhadap berbagai aliran
ekslusif juga akan menjelaskan akar-akar budaya dari objek
yang dikaji, secara mencoba memahami gejala tesebut dalam
konteks budaya yang bersangkutan.
C.Pengaruh Agama Terhadap Golongan Masyarakat
Untuk

mengetahui

pengaruh

agama

terhadap

masyarakat, ada tiga aspek yang perlu dipelajari, yaitu


kebudayaan, system social, dan kepribadian ketiga aspek itu
merupakan fenomena social yang prilaku manusia. Maka

timbul pertanyaan : sejauh mana fungsi lembaga agama


dalam memelihara sistem, apakah lembaga agama terhadap
kebudayaan sebagai suatu system? Dan sejauh mana fungsi
agama dalam mempertahankan keseimbangan pribadi.
Berkaitan dengan hal ini, Nottingham menjelaskan
secara umum tentang hubungan agama dengan masyarakat
yang menurutnya, terbagi tipe-tipe. Tampaknya pembagia ini
mengikutui konsep August Comte tentang proses tahapan
pwembentukan masyarakat. Adapun tipe-tipe yang di maksud
Nottingham itu adalah sebagai berikut.
1.Masyarakat

yang

masyarakat

ini

terbelakang
kecil,

dan

terisolasi

dan

nilai-nilai

sacral.

terbelakang.

Tipe

Anggota

masyarakatnya menganut agama yang sama. Tidak ada lembaga


lain yang relative berkembang selain lembaga keluarga, agama
menjadi focus utama bagi pengintegrasian dan persatuan
masyarakat dari masyatakat secara keseluruhan. Oleh karena
itu, kemungkinan agama memasukan pengaruh yang sacral ke
dalam system nilai-nilai masyarakat sangat mutlak.
2.Masyarakat

praindustri

yang

sedang

berkembang.

Keadaan

masyarakatnya tidak terisolasi, ada perkembangan teknologi


yang lebih tinggi daripada tipe pertama.Agama memberikan arti
dan ikatan kepada system nilai dalam tipe masyarakat ini. Tetapi,
pada saat yang sama, lingkungan yang sacral dan yang sekuler
sedikit-banyak masih dapat dibedakan. Misalnya, pada fase-fase
kehidupan social masih diisi oleh upacara-upacara keagamaan,
tetapi pada sisi kehidupan lain, pada aktivitas sehari-hari, agama
kurang mendukung. Agama hanya mendukung masalah adatistiadat

saja.Nilai-nilai

keagamaan

dalam

masyarakat

menempatkan focus utamanya pada pengintegrasian tingkah

laku perseorangan, dan pembentukan citra pribadi mempunyai


konsekuensi penting bagi agama.Salah satu akibatnya,anggota
masyarakat semakin terbiasa dengan penggunaan metode
empiris

yang

menanggapi

berdasarkan
masalah-

penalaran

masalah

dan

efesiensi

kemanusiaan

dalam

sehingga

lingkungan yang bersifat sekuler semakin meluas.


Memiliki karakter-karakter yang dikemukakan Notting ham
tersebut,tampaknya pengaruh agama terhadap golongan
masyarakat pun, jika dilihat dari karakter masing-masing
golongan

pekerjaan,tidak

akan

berbeda

jauh

dengan

pengaruh agama terhadap masyarakat yang digambarkan


Notting ham secara umum,karna system masyarakat akan
mencerminkan budaya masyarakatnya.
1.Golongan

petani.Pada

masyarakat

yang

umumnya,golongn

terbelakang.Lokasinya

petani

termasuk

berada

didaerah

terisolasi system masyarakatnya masih sederhana,lembagalembaga

sosialnyapun

belum

banyak

berkembang.Mata

pencaharian utamanya bergantung pada alam yang tidak bisa


dipercepat,diperlamba,atau dperhitungkan secara cermat sesuai
dengan

keinginan

sebagainya

petani.Faktor

merupakan

subur

faktor-faktor

tidaknya

yang

brada

tanah,dan
di

luar

jangkauan petani oleh sebab itu,mereka mencari kekuatan dan


kemampuan di luar dirinya yang dipandang mampu dandapat
mengatasi semua persoalan yang telah atau akan menimpa
dirinya.Maka,diadakanlah upacara-upacara atau ritus-ritus yang
dianggap

sebagai

dewa.Menyediakan

tolak
sesajen

bala
bagi

sebagai pelindung sawah dan ladang.

Dewi

atau

menghormati

Sri,yang

dipercayai

Dengan

pengamatan

selintas

pengaruh

agama

tehadap

golongan petani cukup besar.Jiwa keagamaan mereka relaitf


lebih besar karena kedekatannya dengan alam.
2.Golongan nelayan.Karakter pekerja golongan nelayan hampir
sama dengan karakter golongan petani.Mata pencahariannya
berganyung

pada

bagus,tidak

ada

keramahan

alam.Jika

badai,boleh

jadi

musimnya
tangkapan

sedang
ikannya

melimpah.Biasanya pada waktu-waktu tertentu ada semacam


upacara

untuk

masyarakat

menghormati

Indonesia

Kidul.Berdasarkan

fakta

penguasa

dikenal

laut,yang

sebagai

tersebut,pengaruh

Nyi
agama

pada
Roro
pada

kehidupan nelayan dapat dikatakan signifikan.


3.Golongan pengrajin dan pedagang kecil.Golongan pengrajin dan
pedagang kecil hidup dalam situasi yang berbeda dengan
golongan petani.Kehidupan golongan ini tidak terlalu berkutat
dengan

situasi

alam

dan

tidak

terlalu

bergantung

pada

alam.Hidup mereka didasarkan atas landasan ekonomi yang


memerlukan perhitungan rasional.Mereka tidak menyadarkan diri
pada keramahan alam yang tidak bisa dipastikan,tetapi lebih
mempercayai perencanaan yang teliti danpengarahan yang
pasti.
Menurut Weber yang mempelajari sejarah agama-agama dengan
cara

yang

berlaku

pada

Kristen,Yahudi,Islam,Hindu,Budha,dan
golongan

pengrajin

dan

pedagang

zamannya,yaitu

agma

konfusianisme,Taoisme
kecil

suka

menerima

pandangan hidup yang mencakup etika pembalasan. Mereka


menaati kaidah moral dan pola sopan santun dan percaya bahwa

pekerjaan yang baik dilakukan dengan tekun dan teliti akan


membawa balas jasa yang setimpal.
4.Golongan pedagang besar.Kategori yang paling menonjol dari
golongan pedagang besar adalah memiliki sikapnya yang lain
terhadap agama.Pada umumnya kelompok ini mempunyai jiwa
yang jauh dari gagasan tentang imbalan jasa (compensation)
moral,seperti

yang

bawah.mereka

lebih

dimiliki

golongan

berorientasi

tingkat

pada

menengah

kehidupan

nyata

(mundane) dan cenderung menutup agama profetis dan etis.


Perasaan keagamaannya lebih bersifat fungsional, kemampuan
yang mereka miliki terletk pada kekuatan ekonominya.
5.Golongan kariyawan.Weber menyebut golongan karyawan sebagai
kaum birokrat. Hal ini dilihat dari pembagian fungsi-fungsi kerja
yang ada sudah jelas dan adanya penyelesaian suatu masalah
kemanusiaan berdasarkan penalaran dan efisiensi.
6.Golongan buruh. Yang dimaksud dengan golongan buruh adalah
mereka yang bekerja dalam industri-industri atau perusahanperusahaan modern. Golongan buruh termasuk kelas proletar
yang

tidak

diikutsertakan

dalam

kehidupan

masyarakat,disingkirkan dari system social yang berlaju.Kelas ini


merupakan golongan yang dijadikan sapi perahan untuk meraup
keuntungan yang sangat besar oleh kaum borjuis.Agama yang
dibutuhkan oleh golongan buruh tampaknya agama yang bisa
membebaskan dirinya dari penghisapan tenega kerja segara
berlebihan.
7.Golongan tua-muda. Meskipun secara social penggolongan tua
muda ini ada, tetapi susah ditentukan batasannya secara praktis.
Berdasarkan pengamatan sepintas tersebut, dapat dikatakan

bahwa agama pada golongan tua lebih kental dibandingkan


dengan golongan muda.Nanun, bila asumsi ini diterapkan pada
zaman sekarang, ternyata mengalami kesulitan juga, karena
tidak jarang banyak orang yang berumur 40 ke atas berlaku
seperti anak muda.
8.Golongan pria-wanita. Secara psikologis, watak umum pria dan
wanita berbeda.Dalam menghadapi suatu keadaan, watak pria
lebih dominan menggunakan pertimbangan rasional, sedangkan
wanita lebih rasa / emosinya.
Jika

dlihat

seseorang

secara

itu

keseluruhan,

rata-rata

untuk

tujuan

nencari

beragama
ketenangan

bathin.Dalam masalah penghayatan keagamaan, tampaknya


golongan wanita lebih dominan,karena faktor pembawaan
mereka umumnya cenderung emosional.
D.Peranan Pemimpin Dalam Pembangunan
Tujuan pembangunan pada mulanya sederhana saja,
yakni

memberantas

kemiskinan

dan

menjembatani

kesenjangan.Ketika decade pembangunan dicanangkan oleh


perserikatan bangsa-bangsa (PBB), segera setelah perang
dunia

kedua,

masalah

yang

dihadapi

saat

itu

adalah

kehancuran ekonomi dan prasarana dari Negara-negara yang


kalah

atau

menjadi

itu,perhatian

ulama

korban

peperangan.

pembangunan

Oleh

karena

ditekankan

pada

rehabilitasi dan rekonstruksi sarana-sarana ekonomi.


Membahas

peranan

para

pemimpin

agama

dalam

kegiatan pembangunan memang sangat menarik, bukan saja


lantaran

para

komponen

itu

pemimpin
sendiri,

agama

melainkan

merupakan
juga

pada

salah

satu

umumnya

pembangunan diorientasikan pada upaya-upaya manusia


yang bersifat utuh dan serasi antara kemajuaan aspek lahiriah

dan kepuasan aspek bathiniah.Corak pembangunan seperti ini


didasarkan pemikiran bahwa keberadaan manusia yang akan
dibangun, pada dasarnya, terdiri atas unsure jasmaniah dan
unsure ruhaniah. Kedua unsure ini tentu harus terisi dalam
proses pembangunan.
Pentingnya keterlibatan para pemimpin agama dalam
kegiatan pembangunan ini adalah dalam aspek pembangunan
unsure ruhaniahnya, para pemimpin agama dalam kegiatan
pembangunan

tidak

bersifat

suplementer

(pelengkap

penderita), tetapi benar-benar menjadi salah satu komponen


inti

dalam

seluruh

pelaksanaanya,
berperan

lebih

bahkan
luas;

proses
para
bukan

pembangunan.

Dalam

pemimpin

agama

dapat

hanya

terbatas

pada

pembangunan ruhani masyarakat, tetapi juga dapat berperan


sebagai motivator, pembimbing, dan pemberi landasan etis
dan moral, serta menjadi mediator dalam seluruh aspek
kegiatan pembangunan.
1.Pemimpin Agama Sebagai Motivator
Tidak dapat di sangkal bahwa peran para pemimpin agama
sebagai motivator pembangunan sudah banyak di akui dan
terbukti di masyarakat.
Terlibatnya para pemimpin agama dalam kancah kegiatan
pembangunan ini, terutama di dorong oleh kesadaran untk
ikut secara aktif memikirkan permasalahan-permasalahan
duniawi

yang

sangat

kompleks

yang

dihadapi

umat

manusia.Begitu kompleksnya permasalahan yang dihadapi


manusia di dunia ini sampai pemerintahan sekuler tidak
dapat lagi memecahkannya tanpa bantuan dari pihak
pemimpin agama, seperti pemberantasan kemiskinan,
mengatasu kesenjangan, mencegah kerusakan lingkungan,

dan mencegah terjadinya pelanggaran terhadap hak asasi


manusia.Tentu para pemimpin agama tidak dapat diam
berpangku tangan dengan mengatakan bahwa agama
tidak mengurusi permasalahan umat yang bersifat fisik,
Agama hanya mengurusi aspek spiritual damn kehidupan
manusia,

pemikiran

seperti

ini

akan

mengakibatkan

agama-agama di dunia ini dijauhioleh umat manusia.


Selain itu, para pemimpin agama juga diharapkan mampu
merangsang

masyarakat

agar

berani

melakukan

perubahan-perubahan kehidupan ke arah yang lebih maju


dan sejahtera.Para pemimpin agama dapat memberikan
semangat kepada masyarakat untuk selalu giat berusaha,
jangan sekali-kali untuk bersifat fatalis.Para pemimpin
agama

seyogianya

memberikan

wawasan

kepada

masyarakat bahwa takdir hanyalah batas akhir dari upaya


manusia dalam meraih prestasi.Dengan demikian para
pemimpin

agama

telah

mampu

membuktikan

kemampuannya untuk berbicara secara rasional dan tetap


membangkitkan

gairah

serta

aksi

masyarakat

dalam

meraih sesuatu yang dicita-citakannya.


2.Pemimpin Agama Sebagai Pembimbing Moral
Peran kedua yang dimainkan para pemimpin agama di
masyarakat

dalam

kaitannya

dengan

kegiatan

pembangunan adalah peran yang berkaitan dengan upayaupaya

menanamkan

masyarakat.Dalam

prinsip-prinsip

kaitannya,

etik

kegiatan

dan

moral

pembangunan

umumnya selalu menuntut peran aktif para pemimpin


agama dalam meletakkan landasan moral, etis, dan
spiritual serta peningkatan pengalaman agama, baikdalam
kehiduan pribadi maupun social.

Berangkat dari landasan etis dan moral inilah, kegiatan


pembangunan

lalu

diarahkan

pada

upaya

pemulihan

harkat dan martabat manusia, harga diri dan kehormatan


individu, serta pengakuan atas kedaulatan seseorang atau
kelompok untuk

mengembangkan diri sesuai dengan

keyakinan dan jati diri serta bisikan nuraninya.Di sinilah


kemudian

nilai-nilai

religius

yang

ditanamkan

para

pemimpin agama memainkan peranan penting dalam


kegiatan pembangunan.
Tuntutan dan patokan yang tertuang dalam kitab suci,
teladan

para

nabi,

dan

hukum-hukum

agama

yang

merupakan elaborasi dari sabda Tuhan menurut hasil


pemikiran para pemuka, pemimpin dan pemikir agama
pada masa lalu, mereka jadikan bahan untk membimbing
arah kegiatan pembangunan secara menyeluruh.
3.Pemimpin Agama Sebagai Mediator
Peran lain para pemimpin agama
pentingnya,

juga

pembangunan

di

dalam

kaitannya

masyarakat

yang tidak
dengan

adalah

kalah

kegiatan

sebagai

wakil

masyarakat dan seagai pengantar dalam menjalin kerja


sama yang harmonis di antara banyak pihak dalam rangka
melindungi kepentingan-kepentingannya di masyarakat
dan lembaga-lembaga keagamaan yang dipimpinnya.
Untuk

membela

kepentingan-kepentingan

ini,

para

pemimpin agama biasanya memposisikan diri sebagai


mediator di antara beberapa pihak di masyarakat, seperti
antara masyarakat dengan elite pengusaha dan antara
masyarakat miskin dengan kelompok orang-orang kaya.
Melalui pemimpin agama, para elite pengusaha dapat
memahami

apa

yang

diinginkan

masyarakat,

dan

sebaliknya

elite

pengusaha

program-programnya

kepada

dapat

mensosialisasikan

masyarakat

luas

melalui

bantuan para pemimpin agama.


Munculnya kerja sama antara para pemimpin agama di
satu pihak dengn kalangan kaya dan penguasa di pihak
lain merupakan fenomena social yang umum terjadi di
kalangan umat beragama. Dari sudut formal keagamaan,
kerja sama para pemimpin keagamaan dengan kalangan
hartawan dan dan penguasa ini memang tidak dapat apaapa. Sebab, sesunggguhnya kerja sama para pemimpin
agama

dengan

kalangan

kaya

dan

penguasa,

pada

prinsipnya, tidak bisa di nilai buruk. Agama bagaimanapun,


merupakan rahmat bagi segenap manusia, tak peduli
miskin atau kaya, penguasa atau rakyat jelata,di sinilah
pemimpin agama menyadari bahwakerja sama mereka
tidak lain adalah untuk kepentingan menegakkan keadilan
social dan untuk membeli kepentingan orang-orang kecil.
MAKALAH SOSIAL PENDIDIKAN TENTANG AGAMA DAN
GOLONGAN MASYARAKAT
BAB III
KESIMPULAN
Agama mempunyai kaitan yang sangat erat dalam kehidupan
bermasyarakat, agama mempunyai fungsi sebagai peranan
agama dalam mengatasi persoalan-persoalan yang timbul di
masyarakat yang tidak dapat dipecahkan secara empiris karena
keternatasan dan ketidakpastian.
Pentingnya keterlibatan pemimpin agama dalam kegiatan
pembangunan ini adalah dalam aspek pembangunan unsure
ruhaniah.Dalam pelaksanaanya.Bahkan pemimpin agama dalam

berperan lebih luas; bukan hanya terbatas pada pembangunan


ruhani masyarakat tetapi juga dapat berperan sebagai motivator,
pembimbing.Dan pembei landasan etis dan moral serta menjadi
mediator dalam seluruh kegiatan aspek pembangunan.
DAFTAR PUSTAKA
1.Agus, Bustanuddin, Agama dalam KehidupanMasyarakat, PT.
Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006.
2.Scharf, R, Betty, Sosilogi Agama, Fajar Interpratama Offset,
Jakarta, 2004.
3.Kahmad, Dadang, Sosiologi Agama, PT. Remaja Rosdakarya,
Bandung, 2002.
Download File lengkap makalah agama dan golongan
masyarakat versi microsoft Word 2003 dan 2007 klik di
download makalah anakciremai
http://www.anakciremai.com/2010/12/makalah-sosial-pendidikantentang-agama.html

Kategori

**Galeri Foto** (45)

Alat Musik Tradisional (32)

Cerpen (23)

Esay (34)

Islamiah (90)

Jurnal Sosiologi (53)

Lagu Favorit (62)

Makalah (35)

Naskah Drama (12)

Penelitian (55)

Pengalaman Pribadi (15)

Pengetahuan Akademik (75)

Pengumuman (32)

Petuah (31)

Poster (32)

Puisi (26)

Umum (44)

Artikel Terbaru

Perbedaan Pengungkapan Kalimah SUBHANALLAH dan MASYA


ALLAH

Contoh Laporan Pertanggungjawaban Kuliah Kerja Nyata

Materi Kuliah Sosiologi Kesehatan

Materi Kuliah Teori Sosial Modern (Suatu Ringkasan)

PARAFILIA (PERILAKU SEKSUAL TIDAK NORMAL)

Artikel Populer

Contoh Proposal Kegiatan dan Surat Perjanjian Kerjasama


(sponsor)

Isilah Buku Tamu

Contoh Undangan Walimatul Ursy'

PATTERNS OF ORGANIZATION

Cara Mengembalikan Jati Diri Bangsa Indonesia

Ayat Al-Quran Hari Ini


Dan sesungguhnya telah diperolok-olokkan beberapa rasul
sebelum kamu, maka Aku beri tangguh kepada orang-orang kafir
itu, kemudian Aku binasakan mereka. Alangkah hebatnya
siksaan-Ku itu!
(QS. AR RA'D:32)

Beranda

Profile

Buku Tamu

Diskusi

Tukar Link

Download

Login

Terimakasih...!!

**_* *_* *_* *_* *_* *_**

Find Me on Facebook

Evolusi Agama dari Sudut Pandang Sosiologis


diposting oleh alhada-fisip11 pada 04 February 2014
di Makalah - 0 komentar

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Evolusi adalah suatu fenomena yang muncul pada kepercayaan-kepercayaan atau
agama, agar lebih adaptatif dan dapat diterima, lebih otonom dan kompleks, agar
lebih dapat diterima oleh masyarakat penganutnya.Fenomena inilah yang oleh ahli
disebut sebagai evolusi agama. Manusia sebagai makhluk yang mempunyai logika
tentu memandang fenomena berbeda dengan kesimpulan yang dihasilkan oleh
orang lain. Ketika suatu fenomena yang dianggap diluar batas kekuatan manusia
muncul, maka ada yang menyebutnya sebagai tuhan, tapi adapula yang lebih
cerdas yang menganggap bahwa ada sesuatu yang berkuasa atas fenomena itu.

Sejak berkembangnya agama pada masyarakat primitip, agama berkembang tanpa


manusia merasa perlu mendifinisikan artinya, namun sejak perkembangan ilmu
pengetahuan, manusia berusaha untuk mengerti hakekat agama yang sudah dianut
manusia sejak kehadiran manusia dimuka bumi itu. Beberapa pendekatan akan
studi tentang agama-agama yang dilakukan, mulai dari pendekatan antropologis,
sosiologis, sejarah, teologis, psokologis, dan sebagainya.

Bila masa rasionalisme menghadirkan pemikiran filsafat alami (natural


philosophy) seperti yang dipopulerkan oleh G.W.F. Hegel, studi ANTROPOLOGI
AGAMA mengalami perkembangan penting setelah Charles Darwin
mengemukakan teori evolusinya mengenai perkembangan biologis kehidupan
mahluk dari sederhana sampai kompleks, demikian juga kemudian agama
dianggap sebagai mengalami perkembangan yang sama pula. Ini kemudian
dikenal sebagai teori evolusi agama yang dikaitkan dengan nama E.B. Taylor, J.G.
Frazer, dan W. Robertson Smith sekitar tahun 1870-1920.

Tokoh-tokoh itu mencari identitas periode tertentu yang telah dijalani manusia,
dengan memperhatikan karakter keyakinan yang dianut pada era yang susulmenyusul.Mereka menamakan fase-fase kehidupan beragama menurut mereka
sendiri, umumnya bersifat spekulatif, teori dari sifat-sifat dominan yang hadir di
dalam masing-masing. Khususnya Sir J.G. Frazier dalam bukunya The Golden
Bough menyebut agama akan berkurang artinya begitu ilmu pengetahuan
menggantikannya sebagai salah satu tahap dalam perkembangan pemikiran
manusia.

Memasuki abad XX terjadi pendekatan studi agama yang berbeda dari


sebelumnya, dan pertanyaan mengenai perkembangan agama berubah bentuknya.
Sebagai pengganti pertanyaan mengenai evolusi tentang bagaimana agama semula
berkembang, ahli sosiologi memilih untuk menanyakan fungsi apa (functionalism)
yang ditunjukkan agama dalam kondisi masyarakat tertentu dimana agama itu
berkembang. E.E. Evans-Pitchard menyebutnya agama adalah apa yang
diperbuat oleh agama itu. Bronislaw Malinowsky (1884-1942) mengabaikan
dimensi sejarah dan memilih untuk mempelajari secara intensif peran yang
dilakukan oleh agama di kepulauan Trobrian yang ditulisnya dalam bukunya
berjudul Magic, Science and Religion.

Studi SOSIOLOGI AGAMA berkembang pesat pada awal abad XX, khususnya
dengan tulisan Emile Durkheim (1858-1917) yang terkenal, yaitu The
Elementary Forms of the Religious Life. Durkheim juga memberi nilai lebih pada
teori proyeksi, dan juga sama dengan Freud dipengaruhi tulisan W. Robertson
Smith. Namun berbeda dengan Freud, sekalipun Durkheim menerima pendekatan
evolusi atas agama, tetapi tidak menerima pandangan yang menyebutkan bahwa
ide keagamaan sekedar konsep yang menyesatkan yang dihasilkan pikiran
manusia.Disini Durkheim menggabungkan sebagian ide psikologi Freud dan
spekulasi Frazer.Durkhem diyakinkan bahwa ada sesuatu yang nyata benar dalam
agama, dan bahwa manusia tidak menipu dirinya sendiri.

Dalam melihat realitas yang mendasari perilaku beragama ia juga menerima


sebagian penjelasan teologis, dan yang berkaitan dengan realitas yang

mempengaruhi agama ia percaya itu adalah masyarakat (society) itu sendiri.


Durkheim sangat terobsesi ide kemasyarakatan sama halnya dengan Freud yang
terobsesi pikiran bawah sadar. Ia percaya adanya realita yang berbeda bekerja
dalam kelompok-kelompok sosial yang darinya kehidupan individu dihasilkan.
Agama adalah aktivitas manusia yang berbicara mengenai realitas selagi
menggunakan kata-kata tentang tuhan.

Dalam satu segi, Durkheim menerima pandangan yang sama seperti Feuerbach
bahwa manusia biasanya percaya dan bebicara mengenai Tuhan selagi berbicara
mengenai kelompok sosialnya sendiri tanpa menyadarinya. Tetapi bagi Durkheim,
yang tidak percaya akan adanya Tuhan yang hadir dalam diri-Nya sendiri secara
independen diluar manusia, masyarakat baginya begitu penting sehingga bisa
menggantikan kedudukan Tuhan. Masyarakat ada sebelum seseorang lahir dan
akan tetap ada sesudah seseorang mati. Masyarakat memberikan ide dan bahasa
untuk berfikir dan berbicara, masyarakat melindungi seseorang dan membuat
manusia merasa berguna dalam hidupnya.Jadi, sekalipun kenyataannya manusia
memproyeksikan semuanya itu kepada figur tuhan, ide-ide itu benar, dan lebih
dari itu, hal itu perlu bila masyarakat ingin disatukan sebagai komunitas moral.

Anggapan awal kami manusia sebagai manusia yang berbudaya tentu saja akan
berubah-ubah dalam beragama, baik dari segi ritualnya maupun dari keteraturanketeraturan keagamaan lainnya. Manusia akan terus bekembang menjadi lebih
komplek kebudayaannya, dari segala dimensi, termasuk agama. Apakah
perubahan itu menjadi lebih buruk dari sebelumnya ataukah menjadi yang lebih
baik.Apakah yang dimaksud dengan evolusi agama?Bagaimana bentuk evolusi
agama?Apakah agama-agama samawai seperti Islam juga berevolusi? Bagaimana
akhirnya masyarakat mempercayai satu Tuhan atau lebih, dan bagaimana hal itu
berproses, dan berubah untuk tujuan tertentu adalah hal yang akan dicoba
dijelaskan dalam makalah ini dengan judul Evolusi Agama Dari Sudut Pandang
Sosiologis.

B.

Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah dikemukakan di atas, rumusan masalah yang akan
dibahas dalam makalah ini yaitu:

1. Bagaimana teori evolusi agama menjelaskan mengenai asal-usul


agama?
2. Bagaimana teori evolusi agama menjelaskan mengenai tahaptahap perkembangan agama?
3. Bagaimana teori revalensi sebagai penemuan terbaru dari
Andrew Lang menanggapi teori evolusi agama?

C. Tujuan
Tujuan dari makalah ini yaitu untuk mengetahui:
1. Penjelasan teori evolusi dalam yang mengkaji asal-usul agama
yang berkembang di masyarakat
2. Penjelasan teori evolusi agama yang mengkaji tahap-tahap
perkembangan agama di masyarakat
3. Penjelasan teori Revlensi dari Andrew Lang yang menentang
teori evolusi agama dan menganggap bahwa agama merupakan
wahyu dari tuhan

D. Manfaat
Manfaat yang diharapkan oleh penulis dari penyusunan makalah ini yaitu
menguatkan iman para pemeluk agama agar mereka mengetahui bahwa agama
yang mereka yakini adalah benar adanya wahyu dari Tuhan dan bukan sematamata buatan manusia yang berkembang dan berevolusi menurut kehendak
manusia. Kemudian semoga dengan disusunnya makalah ini bisa menanamkan
nilai pancasila terutama sila pertama yaitu Ketuahanan Yang Maha Esa yang
menyakini adanya Tuhan YME dengan sepenuh hati dan dengan iman yang
sebenar-benarnya.

BAB II
PEMBAHASAN

A. ASAL-USUL AGAMA
Apakah agama selalu muncul dalam komunitas masyarakat? Sosiologi akan
menjawab ya, karena beragama adalah kecondongan manusia untuk
mempercayai adanya kekuatan melebihi kekuatan manusia, dan hal itu adalah
naluri alamiah manusia. Bagaimana naluri itu muncul dan menjadi sebuah agama
coba dijelaskan oleh beberapa sosiolog.Seperti Dadang Kahmad yang
mengemukakan teori asal-usul agama.

1. Teori Jiwa
Pada mulanya manusia dengan melihat hal-hal yang disekitarnya meyakini bahwa
alam ini dihuni oleh materi seperti yang mereka lihat dan rasakan. Selanjutnya
manusia mulai meyakini adanya jin dan roh, hingga mereka beranggap bahwa
dunia ini tidak hanya dihuni zat material tapi juga oleh hal-hal yang immaterial.
Mereka beranggapan bahwa roh dan jiwa itu kekal dan mempunyai kekuatan yang
bisa menjaga kehidupan ataupun menghancurkannya.Akhirnya merekapun
menganggapnya tuhan dan menyembahnya.

2. Teori Batas Akal


Akal manusia tidak bisa menerangkan seluruh gejala yang terjadi di dunia ini,
sedangkan manusia terbiasa memecahkan masalah dengan akalnya, meskipun akal
manusia selalu berkembang seiring dengan perkembangan teknologi, tapi tetap
saja ada hal-hal yang tidak bisa dijelaskan oleh akal.Karena itu manusia
menginginkan sesuatu yang bisa menjelaskan hal-hal yang tidak bisa dijelaskan
oleh akal.Mulanya manusia memakai magic, tapi seterusnya merekapun sadar
bahwa hal itu tidak bisa menjawab semuanya hingga akhirnya mereka mulai
mencari agama.

3. Teori Krisis Dalam Hidup


Ketika manusia mengalami hal-hal hebat dalam hidup yang berupa musibah tau
bencana, kematian, sakit dan lainnya yang tidak bisa dicegah dengan materi baik
berupa harta, merekapun mulai mencari agama sebagai upaya penenangan diri
dalam situasi krisis tersebut.

4. Teori Sentimen Masyarakat.


Menurut teori ini agama muncul sebagai akibat getaran dari rasa emosi jiwa
manusia sebagai makhluk yang bermasyarakat.Agama bukan lahir dari anggapan
tentang wujud supranatural tapi sebagai kesatuan masyarakat.

5. Teori Kekuatan Luar Biasa.


Adalah bentuk preanimisme dalam agama, yaitu yang mempercayai bahwa
fenomena-fenomena yang muncul di alam seperti hujan, angin adalah tuhan yang
layak disembah.

6. Teori Wahyu
Bahwa agama berasal dari perintah Tuhan yang Ia wahyukan melalui utusannya,
agama seperti ini dikenal dengan sebutan agama samawi.

B. PERKEMBANGAN AGAMA

1. Teori Evolusi Agama


Evolusi adalah perubahan secara berangsur-angsur dan bertahap.Sedangkan
agama adalah seperangkat, perlambang dan paktek berdasarkan ide yang

sakral.Yang dimaksud dengan sakral adalah yang berkaitan dengan hal-hal penuh
misteri baik yang sangat mengagumkan maupun menakutkan.

Adapun evolusi agama dalam bahasa sederhana adalah perubahan agama secara
bertahap. Menurut R.N.Bellah bahwa evolusi agama adalah proses meningkatnya
diferensiasi dan kompleksitas untuk lebih beradaftasi terhadap lingkungannya,
sehingga agama tersebut bisa lebih diterima dan lebih otonom daripada
sebelumnya.

Siapakah atau apakah yang berevolusi?Bellah melanjutkan bahwa yang berevolusi


adalah agama sebagai sistem simbol.Simbol ini diperlukan karena inti krilaku
keagamaan tidak bisa diekspresikan, maka untuk lebih menghidupkan zat sakral
dalam agama maka dibuatlah simbol.

Yang dimaksud dengan agama sebagai suatu sistim simbol adalah perangkatperangkat agama yang menjadi lambang dari identitas agama. Seperti shalat
dalam Islam, gereja dalam agama Kristen, api dalam agama Majusi.

Adapun menurut Greefitz agama sebagai sistim simbol adalah:


1. keteraturan umum, hal ini cendrung berubah sepanjang waktu,
setidak-tidaknya dalam hal tertentu ke arah yang lebih
diferensiasi dan komplek dan mendalam. Seperti ketika
anggapan bahwa memakai serban dalam shalat bukan lagi
sebagai suruhan agama melainkan diluar agama. Ketika hal ini
terjadi maka agama Islam telah berevolusi. Atau juga seperti
ketika keyakinan ketabuan menikah bagi pendeta dalam agama
Kristen telah runtuh, dan para penganut agama ini telah
berubah keyakinan bahwa hal itu tidak dilarang agama.
2. konsepsi-konsepsi tindakan keagamaan dari sifat pelaku
keagamaan. Seperti konsep pajak yang berubah di Indonesia
menjadi salah satu bagian dari zakat, atau keyakinan orang
bahwa mengingat tuhan dalam arti yang umum telah bisa
menggantikan kedudukan shalat.

3. Tapi dua teori ini belumlah implisit, karena dalam agama itu
sendiri terjadi perubahan dalam anggapan siapa tuhan yang
sebenarnya, seperti anggapan bahwa hujan itu adalah tuhan
yang kemudian mengkat menjadi ada kekuatan yang bisa
menurunkan hujan. Bukankah hal itu juga merupakan evolusi?.
Mungkin hal yang seperti inilah yang dianggap oleh Bellah
sebagai evolusi dalam dalam dimensi lain. Termasuk dimensi
sosial-budaya.

2. Tahap-Tahap Evolusi
Seperti yang kita kemukakan pertama kali bahwa evolusi adalah perubahan secar
bertahap, artinya agama melalui tahapan-tahapan tertentu dalam perubahannya.
Bellah mengungkapkan 5 tahapan yang biasanya dilalui oleh agama dalam
evolusi, hal ini ia simpulkan setelah meneliti beberapa agama di Eropa, India dan
Cina. Ia pun mengakui bahwa teorinya ini adalah hal yang paling umum yang
dapat dilihat.

Meskipun ia mengemukakan 5 tahapan evolusi yaitu fase primitf, fase arkaik, fase
historis, fase pramodern dan fase modern tapi ia juga mengakui bahwa memang
kecendrungan para ahli untuk membaginya kepada 4 tahap bahkan 3 tahap adalah
hal yang sangat wajar, karena dalam beberpa fase tertentu hampir-hampir tidak
berbeda.

Kerancuan pembagian ini menurut sebagaian ahli adalah karena kemiripan


beberapa fase, yang paling sering digabung adalah fase pramodern dengan fase
modern, kemudian fase primitif dan arkaik.Menurut Bellah bahwa fase pramodern
ini sebenarnya hanyalah transisi menuju fase modern.Dengan dasar inilah kami
tuliskan 4 tahapan tersebut.

a. Fase Primitif
Pada fase ini manusia sebagaimana fitrahnya cenderung untuk meyakini adanya
kekuatan yang lebih besar dari kekuatan manusia.Baik berupa roh atau benda
seperti langit, gunung dan lainnya, juga fenomena alam seperti gempa, kemarau

dan lainnya. Tapi manusia primitif tidak menyembah semua hal ini karena
anggapan tidak semuanya layak disembah, seperti angin yang tidak akan mereka
sembah apabila mereka belum menyaksikan betapa dahsyatnya peran angin dalam
kehidupan mereka.

Tindakan keagamaan pada fase ini adalah identifikasi dan partisipasi.Ritual


mereka adalah untuk menyatukan diri dengan yang mereka sembah tanpa ada
perantara, semua yang hadir ikut berparsitipasi.Masing-masing berusaha
menghilangkan jarak dengan yang mereka sembah.

Maka dalam ritual ini mereka melalui 4 tahapan yaitu:

persajian(offering), meskipun tidak diketahui bahwa apakah hal


itu sama dengan sesajen, kurban, ataukah malah yang dianggap
persajian itu adalah persajian diri ataukah niat untuk bersatu.

Pengancuran (destruction), pribadi penyembah


dihancurkan untuk dapat bersatu dengan tuhan.

Perubahan identitas (transformation), bahwa dalam keadaan


menyatu dengan tuhan ia mengharapakan pribadi baru,
identitas baru setelah selesainya acara.

Penjelmaan kembali ( returncommunion ), dengan hal ini ia akan


menjadi manusia yang lebih baik dan sempurna.

berusaha

Pada fase primitif ini organisasi keagamaan dan sosial adalah satu yang tak
terpisah.Peran dalam agama juga berperan dalam sosial. Maka usia dan keturunan
adalah hal yang sangat penting bagi pemimpin agama.

b. Fase Arkaik (kuno/purba)


Pada dasarnya masa arkai dengan primitif tidaklah jauh berbeda, hal itulah yang
menjadi sebab ketidak sepakatan ahli dalam membagai masa ini kepada dua
fase.banyak hal dari wujud agama merupakan warisan dari masa primitf tapi lebih
sistimatis dandiv style= terperinci.

Gambaran khas fase ini adalah munculnya cult (peneyembahan yang


tersistimatisi), peran ahli agamapun semakin signifikan.Tuhan yang mereka
sembah semakin sedikit, seperti tuhan kilat dan hujan adalah satu. Demikian juga
dengan fenomena dan benda lain dengan cara dan proses yang bermacam-macam.

Tindakan keagamaan arkaik berbentuk cult, dimana perbedaan manusia sebagai


subjek cult dengan tuhan sebagai objek jauh lebih jelas daripada agama
primitif.Oleh karena ini pembagian, perincian tentang komunikasi dengan tuhan
sangatlah penting pada masa ini.

Adapun organisasi keagamaan keagamaan pada masa ini juga berfungsi sebagai
organisasi sosial.Anggapan bahwa para bangsawan adalah keturunan tuhan
menjadikan peran dwifungsi ahli agama ini tetap dipertahankan.Raja adalah
penghubung kepada tuhan adalah kecenderungan umum fase ini.

Pada fase ini setiap klan dari masyarakat biasanya mempunyai cult tersendiri dan
terpisah dari yang lainnya. Persaingan antara cult-cult ini dapat ditafsirkan sebagai
usaha dan perjuangan untuk memperebutkan sikap baik tuhan terhadap klan atau
paling tidak agar tuhan tidak berpindah ke klan lainnya.

c. Fase Historis
Dikatakan fase historis adalah karena masyarakatnya kurang lebih melek
hurup.Hal yang paling khas dari fase ini adalah dualistik agama, yaitu pemisahan
kehidupan dunia dan akhirat yang tidak dikenal pada fase sebelumnya.Dan unsur
keagamaanpun berpusat tentang akhirat.Semacam syurga dan neraka telah dikenal
pada tahap ini.

Maka tindakan keagaaman pada fase ini bertujuan untuk mencari keselamatan
akhirat.Unsur berkurbanpun tetap ada tapi dengan makna baru yaitu pencarian

terhadap ridho tuhan, bebeda dengan sebelumnya yang semata mengharapkan


hujan, angin atau lainnya.Agama historis cenderung terpisah dari dunia, bahkan
ketika dicoba untuk menggabungkannya terjadi pertentangan bahkan relatif tidak
diterima.

d. Fase Pramodern-Modern
Karakter agama pada fase ini adalah lenyapnya pen-strukturan dunia dan akhirat,
meski faham dualisme tetap ada tapi dengan makana baru bahwa kedua dunia itu
tidak dapat dipisahkan secara komplit, keselamatan tidaklah dapat dicapai dengan
menarik diri dari dunia.Masyarakat pada fase inipun berusaha menyeimbangkan
antara keduanya.

Simbol agama fase ini berpusat pada hubungan langsung antar individu dan
kenyataan transendental, seperti keyakinan berpakaian sopan adalah untuk
keselamatan dunia dan akhirat. Maka tindakan pada fase ini meliputi segala
kehidupan, tentu saja hal ini akan menjadi sebab merosotnya beberapa praktek
keagamaan tertentu. Dan sebagai gantinya adalah penyembahan tuhan dalam
setiap detik kehidupan.Penekanannya pada keyakinan internal seseorang dan
mengabaikan tindakan atau praktek tertentu.

Salah satu ciri agama dalam fase modern adalah munculnya sekularisme.
Sekularisme adalah faham yang menganut keduniawaian atau kebendaan, juga
proses melepaskan diri dari kontrol agama. Agama dan modernisasi adalah suatu
masalah yang sangat menarik dalam sosiologi.Kebanyakan dari mereka
berpendapat bahwa modernisasi telah merubah pandangan manusia terhadap
agama.

Istilah modern berarti mengacu kepada sekarang ini. Sedangkan menurut


Koentjoro Ningrat bahwa modernisasi adalah usaha sadar yang dilakukan oleh
suatu lembaga atau negara untuk menyesuaikan diri terhadap keadaan dunia dan
zamannya.

Begitulah agama semakin berkembang hingga timbul kecendrungan merosotnya


dualisme, merosotnya nilai terhadap akhirat.Orang lebih tertarik dengan aktivitas
dunia dan tidak bergantung pada ahli-ahli agama untuk mencari kebenaran.
Apakah Islam sejak lahir mengikuti tahap-tahap evolusi ini?.menurut Sayyid
Qutub, fase diatas atau yang lebih dikenal dengan fase evolusi tidak mesti dilalui
oleh setiap agama, dan Islam adalah salah satunya.

Memang jikalau kita melihat ke sejarah agama Islam dan sejarah perdaban ummat
Islam dan membandingkannya dengan tahapan evolusi ini, kita akan menemukan
bahwa Islam sejak lahirnya bisa dikatakan pada tahap yang ke empat, bahkan
tahap ke-empat inipun belum bisa menggambarkan Islam secara tepat.

Kenapa Islam tidak berevolusi seperti yang lainnya?.Masih menurut Sayyid


Qutub bahwa hal ini adalah karena Islam adalah agama samawi.Memang bukan
jawaban yang logis bagi ilmu sosiologi, tapi bagaimanapun juga memang hal itu
tidak bisa dipungkiri, karena tidak mungkin Muhammad sebagai manusia biasa
bisa mensistimatiskan agama Islam sesempurna ini hanya dalam beberapa tahun
saja yang pada agama-agama lain hal ini berproses melalui ratusan tahun dalam
setiap tahapnya.

EVOLUSI AGAMA DALAM PENDEKATAN LAIN

Kita telah menyebutkan teori evolusi menurut Bellah, kami akan mengungkapkan
beberapa teori lain yang kami anggap lebih sederhana,seperti:

Taylor berpendapat bahwa evolusi agama mulai dari anymisme sebagai bentuk
agama yang paling awal dan berubah menjadi dinamisme dan menjadi
politheisme hingga menjadi monotheisme.Lain halnya dengan Mahmud Yunus

yang menganggap bahwa agama lahir dari bentuk dinamisme menuju anymisme
dan dari politheisme menjadi monotheisme.

1.Anymisme dan Dinamisme


Kebanyakan ahli agama berpendapat bahwa dinamisme lebih dahulu muncul
ketimbang anymisme.Masyarakat primitif pada walnya memandang pohon, laut
adalah tuhan yang layak disembah karena memberikan mudharat dan manfaat
bagi kehidupan mereka.Seperti hujan yang diharapkan dan gunung merapi yang
ditakuti.Merkapun menyembahnya.

Faham ini selanjutnya berevolusi kepada kepercayaan bahwa sebenarnya


kejadian, fenomena dan benda-benda alam hanyalah kejadian dari kekuasaan
sesuatu dibalik fenomena atau benda tersebut. Dengan anggapan seperti itu maka
mereka mulai mneyembah roh ( dalam arti wujud non materi atau materi yang
halus) atau kekuatan yang mendatangkan gempa, angin, yang menjadikan pohon
berbuah dan lain sebagainya, maka dinamisme ini pun berevolusi menjadi
anymisme.

Hilangnya kesuburan tanah, musim hujan yang menjadi musim kering adalah
bukti bagi mereka bahwa tuhan itu tidak menetap dan berpindah-pindah.

2. Politheisme
Masyarakat primitf yang mempercayai kekuatan atau roh pada dasarnya
menyembah banyak tuhan, tuhan yang berkuasa atas angin, laut, matahari, bulan
dan lain sebagainya mereka percayai sebagai tuhan. Tapi tidak semuanya mereka
sembah atau paling tidak seringnya mereka sauatu tuhan tidak sama dengan tuhan
yang lainnya. Hal ini dikarenakan bahwa kekuatan tuhan itu tidak sama, ada yang
lemah dan ada yang kuat.

Maka tuhan yang dalam anggapan mereka yang mempunyai kekuatan yang paling
dahsyatlah yang layak disembah, dan merekapun memberikan nama sesuai
dengan fungsi tuhan itu, seperti tuhan angin, tuhan kesuburan dan lainnya. Hal ini
menjadikan mereka menyembah berbagai tuhan yang berbeda dengan yang
lainnya. Masyarakat yang hidup dengan berburu tentu akan menyembah tuhan
pohon misalnya, lain halnya yang hidup digurun tentu mereka akan lebih sering
menyembah tuhan hujan.

Dalam poltheisme terdapat pertentangan antara satu dewa dengan yang lainnya,
seperti tuhan kemarau dan tuhan hujan, antara Wishnu dan Shiwa.Juga ketika
terjadi musibah besar kebingungan kepada tuhan yang manakah mereka harus
meminta. Dengan melalui beberapa tahap manusia mencoba mengatasi berbagai
kelemahan ini, mencoba mencari penjelasan yang lebih menyeluruh hingga tidak
ada pertentangan keyakinan dalam dirinya, hingga ia pun sampai kepada
kesimpulan bahwa hanya ada satu tuhan yang pantas disembah. Dengan begitu
agama telah berevolusi menjadi monotheisme.

3. Henotheisme dan Monotheisme


Monotheisme adalah agama yang mempercayai dan menyembah satu tuhan dan
menyangkal adanya tuhan yang lain yang mereka sembah. Sedangkan
henotheisme adalah agama yang mempercayai dan menyembah satu tuhan
meskipun tidak menyangkal adanya tuhan yang lain. Kami memandang bahwa
henotheime ini adalah transisi dari polytheisme menuju monotheisme
murni.Kepercayaan henotheisme seperti terdapat di Yunani.

Ketika suatu kepercayaan atau agama mulai mengangap bahwa ada tuhan yang
layak disembah dan adapula yang tidal layak karena beberapa hal, termasuk kalah
dalam bersaing dengan tuhan yang lain, atau karena tugasnya telah selesai, dan
lain sebagainya.Ketika anggapan ini muncul dalam suatu agama maka agama itu
berpeluang untuk menjadi monotheisme murni.

Agama wahyu adalah agama yang tidak berevolusi dengan tahapan seperti ini,
karena sejak diketahui oleh manusia agama itu telah sempurna.Islam adalah
contoh paling sempurna agama wahyu monotheis dalam segala dimensinya.

Tapi beberapa agama samawi juga berubah menjadi polytheisme, atau oleh
penganutnya masih dianggap sebagai monotheisme tapi dengan konsep yang
sangat tidak jelas dan rancu.Contoh yang paling tepat adalah agama Kristen yang
mengakui satu tuhan tapi menyembah tiga tuhan yang mereka anggap sebagai
kesatuan (trinitas).

Hal senada juga diutarakan oleh Dadang Kahmad, ia membagi evolusi agama
kepada tiga tingkatan, yaitu: Yang paling rendah adalah mempercayai bahwa ada
makhluk halus yang menempati suatu tempat di sekitar manusia, makhluk ini
mampu berbuat diluar batas kemampuan manusia, kepercayaan seperti ini sering
disebut dengan animisme.

Selanjutnya adalah, ketika manusia mengalami gejala-gejala di dunia, ia pun


menganggap bahwa gejala itulah tuhannya, tapi kemudian ia mulai berubah
keyakinan bahwa gejala itu hanyalah perwujudan dari tuhan yang sebenarnya.

Tingkatan tertinggi ditandai dengan munculnya penyusunan tingkatan dalam


masyarakat juga negara, hingga hal itu berimbas kepada pengkategorian tuhan,
dan mebaginya kepada beberapa tigkatan, hinga nantinya mereka sadar bahwa
ternyata tuhan yang lain adalah perwujudan daru satu tuhan sejati.

C. Teori Revelansi dari Andrew Lang


Teori ini menyatakan bahwa kelakuan keagamaan pada manusia itu terjadi karena
adanya wahyu dari Tuhan.Teori ini disebut teori Wahyu Tuhan.Bentuk
kepercayaan seperti ini menurut Andrew Lang, merupakan bentuk kepercayaan

yang sudah tua usianya, bahkan merupakan bentuk agama tertua dalam perjalanan
sejarah agama- agama.

Andrew Lang dalam buku 'The Making of Religion' (1989) membuktikan dari
hasil penelitiannya bahwa teori evolusi agama tidak cocok dengan apa yang
sebenarnya telah terjadi dalam sejarah agama. Dalambukunya tersebut, dia
mengemukakan bahwa:

"Teori evolusi agama sedang dirumuskan kembali dengan anggapan bahwa


Monotheisme telah terjadi pada bayang-bayang masa pra-sejarah.Dipelopori
oleh Pastor William Schmidt dari Wina, para anthropolog telah memperlihatkan
bahwa ratusan agama suku bangsa yang terpencil sampai pada masa kini
tidaklah primitif dalam arti agama asali yang belum berkembang. Bangsa-bangsa
ini mempunyai ingatan tentang "Sang Hiang Tunggal", Sang Pencipta Allah Bapa
yang lemah lembut, Allah ini tidak lagi dipuja, sebab tidak ditakuti ... Dengan
demikian kita melihat bahwa evolusi agama yang mulai dari Animatisme primitif,
tidak lagi dapat diterima sebagai axioma (kenyataan), dan bahwa beberapa
antropolog percaya bahwa Monotheisme mungkin saja lebih primitif daripada
Animisme."

Hasil penelitian dari Andrew Lang tersebut didukung juga oleh hasil penelitian
lebih lanjut dari antropolog modern yaitu Sir James Frazer.Ia mengemukakan
adanya tiga masalah yang dihadapi oleh agama primitip, yaitu
(i) hal-hal gaib/sihir/magi (magic) dan hubungannya dengan agama dan
pengetahuan;
(ii) totemisme (penghormatan patung) dan aspek sosiologis keyakinan kuno; dan
(iii) kultus kesuburan dan tanam-tanaman.

Dalam buku 'The Golden Bough,' Frazer menunjukkan dengan jelas bahwa
animisme bukan satu-satunya keyakinan pada budaya primitip.Orang primitip

berusaha untuk menguasai alam untuk tujuan praktis, ini dilakukannya secara
langsung melalui upacara dan mantra, menguasai angin dan iklim, dan binatang
dan panen agar mengkuti kemauannya.Baru setelah usahanya menguasai alam ini
mengalami kesulitan barulah manusia mencari usaha meminta bantuan roh-roh
yang lebih tinggi seperti setan, roh nenek-moyang atau dewa-dewi. Disinilah
Frazier membedakan antara kepercayaan Ilmu Gaib (Magic, yaitu keyakinan
bahwa manusia dapat menguasai alam) dan Agama (Religion, yaitu pengakuan
akan keterbatasan manusia dan pencarian kuasa yang lebih tinggi darinya sejalan
perkembangan pengetahuan).

Dari banyak pengamat antropologi agama, ditemukan dalam semua agama


primitip adanya keyakinan akan kekuatan (power/force) supranatural yang tidak
berpribadi yang menggerakkan semua hal yang ada disekitar kehidupan orangorang dan juga dalam realita yang suci. Mana inilah dan bukan animisme yang
merupakan esensi ilmu gaib agama pra-animisme. Kepercayaan akan Mana yang
juga sering disebut sebagai dinamisme (dynamism) yang berasal dari istilah
Melanesia dan secara umum kemudian digunakan oleh para ahli antropologi.

Keberadaan Mana jelas diakui oleh semua ahli yang umumnya sepakat untuk
mempercayai bahwa Mana adalah kekuatan yang tidak berpribadi (impersonal
power) . Emile Durkheim dalam penelitiannya akan suku-suku Indian di Amerika
mengemukakan bahwa umumnya suku-suku itu mempercayai adanya 'kekuatan
unggul' (pre-eminent power) yang bisa dimanfaatkan, karenanya banyak yang
kemudian menganggapnya sebagai 'semacam dewa yang berkuasa' sehingga
banyak yang menyebutnya sebagai 'roh besar' (great spirit), tetapi dari penelitian
suku-suku itu sendiri ternyata bahwa pernyataan terakhir mengenai roh besar itu
tidak didukung kenyataan.

Sementara itu, pakar- pakar agama Islam berpendapat bahwa benih agama muncul
dari penemuan manusia terhadap kebenaran, keindahan, dan kebaikan.

Manusia pertama, yang diperintahkan oleh Allah untuk turun ke bumi , diberi
pesan agar mengikuti petunjuk-Nya, jika petunjuk tersebut sampai kepadanya (QS

2:38). Petunjuk pertama yang melahirkan agama, menurut mereka, adalah ketika
Adam (dalam perjalanannya di bumi ini) menemukan ketiga hal yang disebutkan
di atas. Sebagai ilustrasi , dapat diduga bahwa Adam menemukankeindahan pada
alam raya, pada bintang yang gemerlapan, kembang yang mekar dan sebagainya.
Dan ditemukan kebaikan pada angin sepoi yang menyegarkan di saat ia merasa
gerah kepanasan atau pada air yang sejuk di kala ia sedang kehausan. Kemudian,
ditemukannya kebenaran dalam ciptaan Tuhan yang terbentang di alam raya dan
di dalam dirinya sendiri.Gabungan ketiga hal ini melahirkan kesucian. Sang
manusia memiliki naluri ingin tahu, berusaha untuk mendapatkan apakah yang
paling indah,benar dan baik ? jiwa dan akalnya mengantarkannya bertemu dengan
yang Mahasuci dan ketika itu ia berusaha untuk berhubungan dengan-Nya,
bahkan berusaha untuk mencontoh sifat- sifat-Nya. Dari sinilah agama lahir,
bahkan dari sini pula dilukiskan proses beragama sebagai upaya manusia untuk
mencontoh sifat- sifat yang Mahasuci. Dalam hadits Nabi saw .diperintahkan
untuk itu, yaitu Takhallaqu bi Akhlaqillah (berakhlaklah kalian dengan Akhlak
Allah).

Menurut ajaran islam, pada dasarnya manusia itu mula-mula dalam keadaan satu
dan menyembah kepada Tuhan yang satu, yang kepercayaan yang dibawa oleh
para Nabi. Nabi Adam nenek moyang manusia pertama yang mula-mula diberi
dan ditugaskan mengajarkan ketauhidan kepada anak cucunya, kemudian setelah
wafat maka umatnya kehilangan pemimpin dan mulai ada penyimpangan dan ada
kekacau-balauan umat tersebut. Kemudian datanglah Nabi Idris dan Nuh u. yang
memimpin manusia setelah kucar-kacir yaitu meneruskan ajaran-ajaran dan
tuntunan yang dibawa oleh Nabi Adam u.

Setelah Nabi Nuh wafat manusia kehilangan lagi pemimpinnya dan kacaulah
kembali, sampai datangnya utusan Allah yang bernama Nabi Ibrahim u. Pendapat
ahli-ahli Islam yang menyatakan bahwa asal-usul manusia menyembah Tuhan
yang satu sesuai dengan Firman Allah dalam Al-Quran Surat Al-Baqarah ayat
213 yang artinya :

Manusia itu adalah umat yang satu.(Setelah timbul perselisihan), maka Allah
mengutus para Nabi, sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan,
dan Allah menurunkan bersama mereka Kitab dengan benar, untuk memberi

keputusan
di
antara
manusia
tentang
perkara
yang
mereka
perselisihkan.Tidaklah berselisih tentang Kitab itu melainkan orang yang telah
didatangkan kepada mereka Kitab, yaitu setelah datang kepada mereka
keterangan-keterangan yang nyata, karena dengki antara mereka sendiri.Maka
Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang
hal yang mereka perselisihkan itu dengan kehendak-Nya.Dan Allah selalu
memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus.

Jadi dengan ayat tersebut mengertilah kita, bahwa manusia itu pada mulanya
semua dalam satu agama dan kepercayaan yaitu semua mempercayai Allah atau
bersatu dalam ketauhidannya.Adapun waktunya boleh jadi ketika manusia masih
dalam alam arwah, atau mungkin ketika umat masih berada di zaman antara Nabi
Adam u. dan Nabi Idris u. Ketika itu seluruh umat manusia adalah bersatu dalam
keTuhanan.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dar penjelasan diatas dapat kita ketahui bahwa teori-teori terdahulu menjelaskan
bahwa agama merupakan bentukan dari masyarakat yang berevolusi seiring
dengfan perkembangan masyarakat. Mulai dari Dinamisme yaitu kepercayaan
terhadap benda-benda di sekitar yang diyakini memiliki kekuatan ghaib,
kemudian berkembang menjadi dinamisme yaitu kepercayaan terhadap mahluk
halus dan roh, lalu berkembang menjadi Politeisme yang mempercayai bahwa
dunia ini dikuasai oleh banyak dewa, selanjutnya berkembang lagi menjadi
Pantheisme yang mempercayai bahwa segalanya (alam semesta) adalah Tuhan,
dan kemudian berkembang lagi menjadi Monisme yang merupakan aliran
metafisika yang menganggap bahwa struktur kenyataan bersifat tunggal dan

Tuhan melebur menjadi satu dalam dunia, dan terakhir berkembang lagi menjadi
Monoteisme yang menyakini bahwa Tuhan itu satu.

Namun saat ini di dunia ilmu pengetahuan telah ditemukan bukti-bukti terbaru
bahwa agama itu tidak berevolusi, sejak zaman dahulu pada masyarakat primitif
sekalipun sudah dikenal kepercayaan Monotheisme yang menganggap bahwa
Tuhan itu satu.Penemuan dari Andrew Lang ini telah mematahkan teori bahwa
agama itu berevolusi dan berkembang mengikuti perkembangan kebudayaan
masyarakat.Penemuan dari Andrew Lang ini telah membuktikan bahwa agama itu
merupakan wahyu dari Tuhan dan bukan merupakan bentukan dari masyarakat
yang telah dilontarkan oleh teori-teori terdahulu.

B. Saran
Dari penjelasan diatas, penulis menyarankan kepada pembaca agar terus
mengembangka penelitian-penelitian untuk melanjutkan dan memperbaiki teori
dari Andrew Lang dengan menemukan bukti-bukti lain yang lebih otentik bahwa
agama itu tidak berevolusi, namun agama merupakan wahyu Tuhan yang
kebenarannya tidak diragukan lagi.

DAFTAR PUSTAKA

Depdikbud, 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai


Pustaka.

Dadang Kahmad, 2000. Sosiologi Agama, Bandung: Remaja


Rosda Karya.

Elizabeth.K.nottingham. 2000, Agama Dan Masyarakat, Jakarta:


Raja Grapindo.

Judistira.K.Garna, 1997. Antropologi Agama, Bandung: Pustaka


Utama.

Koentjoro
Ningrat,
1976.
Kebudayaan
Pembangunan, Jakarta: Gramedia.

Nurcholish Majid, 1998. Islam Kemodernan Dan keindonesiaan,


Bandung: Mizan.

Roland Robertson, tim Penerjemah, 1998. Agama Dalam Analisa


Dan Interprestasi Sosial, Jakarta: Rajawali Press.

Thomas,F,Odea, tim penerjmah, 1992. Sosiologi Agama, Jakarta:


Rajawali Press.

Zakiyah Drajat, 1996. Perbandingan Agama, Jakarta: Bumi


Aksara, Jakarta.

Mentalitik

dan

http://alhada-fisip11.web.unair.ac.id/artikel_detail-92303-MakalahEvolusi%20Agama%20dari%20Sudut%20Pandang%20Sosiologis.html

Anda mungkin juga menyukai