Masyarakat
Makalah
Monday, September 23, 2013
wawasanpendidikan.com; masih ingat, beberapa hari yang
lalu sobat pendidikan berbagi Makalah Sosiologi tentang
Agama dan Gerakan Sosial. kali ini akan dilanjutkan dengan
Makalah Sosiologi Tentang Agama dan Masyarakat.
silahkan di baca.
A. Pengertian Agama dan Pandangan Sosiologis
Agama adalah suatu ciri kehidupan sosial manusia yang
universal dalam arti bahwa semua masyarakat mempunyai caracara berpikir dan pola-pola perilaku yang memenuhi syarat untuk
disebut agama (religious).
Para ilmuwan sosial menghadapi banyak kesulitan dalam
merumuskan agama dengan tepat.Masalah pokok dalam
mencapai suatu definisi yang baik ialah dalam menentukan di
mana batas-batas gejala itu harus ditempatkan.Seperti
dikemukakan oleh Roland Robertson (1970), ada dua jenis utama
definisi tentang agama yang telah diusulkan oleh ilmuwan sosial,
yang
inklusif
dan
eksklusif.
Suatu agama ialah suatu sistem kepercayaan yang disatukan
oleh praktik yang bertalian dengan hal-hal yang suci, yakni halhal yang dibolehkan dan dilarang- kepercayaan dan praktikpraktik yang mempersatukan suatu komunitas moral yang
disebut gereja, semua mereka yang terpaut satu sama lain
(Durkheim,
1965).
Saya
merumuskan
agama
sebagai
seperangkat bentuk dan tindakan simbolik yang menghubungkan
manusia dengan kondisi akhir eksisitensinya (Bellah, 1964).Jadi,
agama dapat dirumuskan sebagai suatu sistem kepercayaan dan
praktik di mana suatu kelompok manusia berjuang menghadapi
masalah-masalah akhir kehidupan manusia (Yinger, 1970).
Definisi pertama yang dikemukakan di atas sangat terkenal dan
telah dikutip berulang kali oleh banyak sosiolog.Bagi Durkheim,
karakteristik agama yang penting ialah bahwa agama itu
diorientasikan kepada sesuatu yang dirumuskan oleh manusia
sebagai suci / sakti, yakni objek referensi, yang dihargai, dan
malah dahsyat. Sedangkan definisi kedua dan ketiga yang dikutip
di atas menekankan bahwa agama itu di atas segala-galanya,
diorientasikan kepada penderitaan akhir (ultimate concern)
umat
manusia.
takut
dan
ngeri.
Agama memiliki nilai-nilai bagi kehidupan manusia sebagai orang
per orang maupun dalam hubungannya dengan kehidupan
bermasyarakat.Selain itu, agama juga memberi dampak bagi
kehidipan sehari-hari.Dengan demikian, secara psikologis agama
dapat berfungsi sebagai motif instrinsik (dalam diri) dan motif
ekstrinsik
(luar
diri).
C.
Agama
dalam
Kehidupan
Manusia
Agama dalam kehidupan manusia sebagai individu berfungsi
sebagai suatu sistem yang memuat norma-norma tertentu.
Sebagai sistem nilai agama memiliki arti khusus dalam
kehidupan individu serta dipertahankan sebagai bentuk ciri khas.
Menurut Mc Guire, diri manusia memiliki bentuk sistem tertentu.
Sistem nilai ini dibentuk melalui belajar dan proses sosialisasi.
Guire mengatakan berdasarkan perangkat informasi yang
diperoleh seseorang dari hasil belajar dan sosialisasi tadi
meresap dalam dirinya.Sejak saat itu perangkat nilai itu menjadi
sistem yang menyatu dalam bentuk identitas seseorang.Setelah
terbentuk, maka seseorang secara serta merta mampu
menggunakan sistem nilai ini dalam memahami, mengevaluasi
serta
menafsirkan
situasi
dan
pengalaman.
Pada intinya, menurut Mc Guire, sistem nilai yang berdasarkan
agama dapat memberi individu dan masyarakat perangkat
sistem nilai dalam bentuk keabsahan dan pembenaran dalam
mengatur
sikap
individu
dan
masyarakat.
Dilihat dari fungsi dan peran agama dalam memberi
pengaruhnya terhadap individu, baik dalam bentuk sistem nilai,
motivasi maupun pedoman hidup, maka pengaruh yang paling
penting adalah sebagai pembentuk kata hati (conscience).kata
hati menurut Erich Fromm adalah panggilan kembali manusia
kepada dirinya. Fromm membagi kata hati menjadi; (1) kata hati
otoritarian; dan kata hati humanistik.Kata hati otoritarian
dibentuk oleh pengaruh luar, sedangkan kata humanistik
bersumber dari dalam diri manusia.
http://www.wawasanpendidikan.com/2013/09/Makalah-Sosiologitentang-Agama-dan-Masyarakat.html
Sosiologi Agama
SOSIOLOGI AGAMA
RESENSI
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dalam Mata Kuliah Teori
Ilmu Sosial
dari Prof.Dr.H.Dadang Kahmad,M.Si
Oleh :
AGUS SUBANDI
NIM : 2.210.9.024
KATA PENGANTAR
Segala puja dan puji milik Allah. Shalawat dan salam semoga tercurah
pada Nabi Muhammad saw. beserta keluarga, para sahabat dan
pengikut-pengikutnya yang taat hingga akhir zaman.
Al-hamdulillah, atas karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Resensi
Buku SOSIOLOGI AGAMA karya Prof.Dr.H.Dadang Kahmad,M.Si.
Penulis menyadari, bahwa dalam membuat Resensi Buku, masih
kurang sempurna atau tidak memenuhi tujuan yang diinginkan baik
oleh Pengarang Buku tersebut maupun Dosen Pemberi tugas Mata
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I FAKTA SOSIAL : Sebuah Pendahuluan
BAB 2 METODE-METODE DALAM SOSIOLOGI
BAB 3 AGAMA DAN RELIGI
BAB 4 TEORI-TEORI SOSIOLOGIS TENTANG ASAL USUL AGAMA
BAB 5 KLASIFIKASI AGAMA-AGAMA
BAB 6 HAKIKAT DAN FUNGSI SOSIOLOGI AGAMA
BAB
BAB
BAB
BAB
BAB
BAB
BAB
BAB
BAB
BAB
iii
BAB I
FAKTA SOSIAL :
Sebuah Pengantar
5
2.Gambaran yang ditempuh mazhab Perancis didasarkan pada
pembagian wujud menjadi dunia suci dan dunia nyata.Namun, definisi
seperti ini ternyata tidak memuat ciri-ciri suatu definisi yang lengkap.
Definisi seperti itu berarti memasukkan pula unsur sihir ke dalam
agama, karena landasan magic sama dengan landasan agama, yaitu
sama-sama membagi wujud menjadi yang sakral dan yang tidak
sakral.
BAB 4
TEORI-TEORI SOSIOLOGIS TENTANG ASAL USUL AGAMA
1.Teori Jiwa
Para penganut teori ini berpendapat, agama yang paling awal
bersamaan dengan pertama kali manusia mengetahui bahwa di dunia
ini tidak hanya dihuni oleh makhluk materi, tetapi juga oleh makhluk
immateri yang disebut jiwa (anima).Pendapat ini dipelopori oleh
Edward Burnet Taylor (1832-1917). Bukunya yang terkenal The
Primitif Culture (1872) yang mengenalkan teori animisme, ia
mengatakan bahwa asal mula agama bersamaan dengan munculnya
kesadaran manusia akan adanya roh atau jiwa.
Tingkat yang paling dasar dari evolusi agama adalah ketika manusia
percaya bahwa makhluk-makhluk halus itulah yang menempati alam
sekeliling tempat tinggal manusia.Karena mereka bertubuh halus,
manusia tidak bisa menangkap dengan pancainderanya.Makhluk halus
itu mampu berbuat berbagai hal yang tidak dapat diperbuat oleh
manusia. Berdasarkan kepercayaan semacam itu, makhluk halus
menjadi objek penghormatan dan penyembahan manusia dengan
berbagai upacara keagamaan berupa doa, sesajen, atau korban.
Kepercayaan seperti itulah yang oleh E.B Taylor disebut Animisme.
2. Teori Batas Akal
3. Teori Krisis dalam Hidup Individu
4. Teori Kekuatan Luar Biasa
5. Teori Sentimen Kemasyarakatan
6. Teori Wahyu Tuhan
6
BAB 5
KLASIFIKASI AGAMA-AGAMA
Dalam kajian teologis, para agamawan mengatakan ada dua katagori
asal usul agama yang dianut oleh manusia yaitu :
1. Agama kebudayaan (culture religion), disebut juga agama thabii
atau agama ardhi, yaitu agama yang bukan berasal dari Tuhan dengan
jalan diwahyukan, melainkan agama yang ada karena hasil proses
antropologis, yang terbentuk dari adat istiadat dan melembaga dalam
bentuk agama formal.
2. Agama Samawi atau agama wahyu (revealed religion), yaitu agama
yang dipercayai diwahyukan Tuhan melalui malaikat-Nya kepada
utusan-Nya yang dipilih dari manusia.
Dalam kajian keilmuan (scientific aproach), para ilmuwan membedakan
agama menjadi dua kelompok besar yaitu Spiritualisme dan
Materialisme.
1. Spiritualisme
Adalah agama penyembah sesuatu (zat) yang gaib yang tidak tampak
secara lahiriah, sesuatu yang tidak dapat dilihat dan tidak berbentuk.
Spiritualisme ini terbagi dalam beberapa kelompok yaitu :
a. Agama ketuhanan (theistic religion), yaitu agama yang para
penganutnya menyembah Tuhan (theos). Agama ini mempunyai
keyakinan bahwa Tuhan adalah tempat manusia menaruh
kepercayaan, dan kecintaan kepada-Nya merupakan kebahagiaan.
Yang masuk katagori ini yaitu :
1) Monoteisme, yaitu bentuk religi / agama yang berdasarkan kepada
kepercayaan terhadap satu Tuhan dan yang terdiri dari upacaraupacara guna memuja Tuhan tadi.
2) Politeisme, yaitu bentuk religi yang didasarkan pada kepercayaan
akan adanya banyak Tuhan yang memiliki tradisi upacara keagamaan
guna memuja Tuhan-tuhan tadi.
b. Agama penyembah ruh, yaitu kepercayaan orang primitif kepada roh
nenek moyang, roh pemimpin, atau roh para pahlawan yang telah
meninggal. Yang termasuk kategori ini adalah :
7
1) Animisme, yaitu bentuk agama yang mendasarkan diri pada
kepercayaan bahwa disekeliling tempat tinggal manusia itu diam
berbagai macam roh yang berkuasa dan terdiri atas aktivitas
pemujaan.
2) Praanimisme (dinamisme) adalah bentuk agama yang berdasarkan
kepercayaan terhadap kekuatan sakti yang ada dalam segala hal. Ada
8
BAB 6
HAKIKAT DAN FUNGSI SOSIOLOGI AGAMA
Menurut pandangan sosiolog, agama yang terwujud dalam kehidupan
masyarakat adalah fakta sosial.Sebagai suatu fakta sosial, agama
dipelajari oleh sosiolog dengan menggunakan pendekatan
ilmiah.Disiplin ilmu yang dipergunakan oleh sosiolog dalam
mempelajari masyarakat beragama itu disebut sosiologi
agama.Sosiologi agama adalah suatu cabang ilmu yang otonom,
muncul setelah abad ke 19. Pada prinsipnya, ilmu ini sama dengan
sosiologi umum, sedangkan sosiologi agama membicarakan salah satu
aspek dari berbagai fenomena sosial, yaitu agama dalam perwujudan
sosial.
Sosiologi agama memusatkan perhatiannya terutama untuk
memahami makna yang diberikan oleh suatu masyarakat kepada
9
BAB 7
INTERELASI ANTARA AGAMA DAN MASYARAKAT
Dalam perspektif sosiologis, agama dipandang sebagai sistem
kepercayaan yang diwujudkan dalam perilaku sosial tertentu.Ia
berkaitan dengan pengalaman manusia, baik sebagai individu maupun
kelompok. Sehingga, setiap perilaku yang diperankannya akan terkait
dengan sitem keyakinan dari ajaran agama yang dianutnya. Perilaku
individu dan sosial digerakkan oleh kekuatan dari dalam yang
didasarkan pada nilai-nilai ajaran agama yang menginternalisasi
sebelumnya.Karena itu, Wach lebih jauh beranggapan bahwa
keagamaan yang bersifat subjektif, dapat diobjektifkan dalam pelbagai
macam ungkapan, dan ungkapan-ungkapan tersebut mempunyai
struktur tertentu yang dapat dipahami.
Ada lima dimensi beragama menurut C.Y Glock dan R. Stark yaitu :
1. dimensi keyakinan;
2. dimensi praktik agama;
3. dimensi pengalaman keagamaan;
4. dimensi pengetahuan agama;
5. dimensi konsekuensi.
Hubungan interdipendensi antara agama dan masyarakat, menurut
11
Akan tetapi, dalam proses sublasi ini, sang subjek selalu merasa tidak
puas dengan hasil ciptaannya sendiri karena ia selalu membandingkan
hasil ciptaan tersebut dengan pengetahuan atau nilai absolut, yang
justru beranjak lebih jauh tatkala ia didekati diacu. Sehingga yang
kemudian terjadi adalah rasa ketidakpuasan tanpa akhir serta
penciptaan terus menerus untuk pemenuhannya.Rasa ketidakpuasan
abadi terhadap hasil ciptaan inilah yang membangkitkan motivasi daya
yang tak habis-habisnya bagi pengembangan lebih lanjut dalam suatu
dialektika penciptaan (termasuk agama dalam kontek budaya).
Teori sosial pada awalnya bersifat historis dan komparatif.Objek
analisanya berupa kasus tertentu, seperti telaah Weber mengenai
birokrasi Jerman atau tulisan Marx tentang kapitalisme Inggris.Dalam
sudut teori ini, memahami suatu masyarakat berarti memahami
perbedaannya dengan berbagai bentuk kehidupan dimasa-masa dan
tempat yang berbeda.
Weber menekankan bahwa tujuan akhir dari pemahaman
interpretatif atas tindakan sosial adalah untuk sampai pada
penjelasan kausal mengenai berbagai peristiwa beserta akibatnya.
Kadang-kadang ungkapannya, suatu telaah menyeluruh semacam itu
memaksa sang analisis untuk keluar dari semua parameter yang
berdasarkan penghayatan atau pengamatan yang disadari.
Sebagai pemahaman interpretatif, realitas dan tindakan sosial
dianggap sebagai teks sebagaimana layaknya kegiatan penafsiran.
Teks yang dimaksud berarti apa yang dikatakan dan apa yang
dilakukan oleh tindakan sosial.
Pada akhirnya, pengetahuan kita tentang dunia setempat (native)
memang selalu bergantung pada pengetahuan yang lebih luas.
Bahkan, suatu uraian yang paling partikularistik sekalipun akan
mengandung corak pengetahuan komparatif itu. Sebaliknya, teori
sosial selalu mengalami pembaruan melalui aplikasinya dalam waktu
dan tempat-tempat tertentu.Yang membuat usaha kita menjadi suatu
12
BAB 9
METODE SOSIOLOGI AGAMA
Ada dua pendekatan penting dalam penelitian agama, yaitu :
1. Pendekatan teologis, yakni pendekatan kewahyuan atau pendekatan
keyakinan peneliti sendiri. Pendekatan ini biasanya dilakukan dalam
penelitian terhadap suatu agama untuk kepentingan agama yang
diyakini si peneliti, atau penelitian terhadap suatu agama oleh
pemeluk agama itu sendiri untuk menambah pembenaran keyakinan
terhadap agama yang dipeluknya itu.
2. Pendekatan keilmuan, yaitu pendekatan yang memakai metodologi
ilmiah, penelitian yang memakai aturan-aturan yang lazim dalam
penelitian keilmuan. Pendekatan ini memakai metodologi tertentu yang
diakui kebenarannya oleh dunia keilmuan, sistematis atau runtut
dalam cara kerjanya, empiris yang diambil dari dunia nyata bukan dari
pemikiran atau angan-angan.
Ada dua bidang keilmuan yang digunakan dalam penelitian agama,
yaitu :
1. bidang ilmu budaya. Bidang keilmuan ini menekankan pada
pencarian informasi substansi objek penelitian, tidak terikat oleh model
metodologi yang baku dan ketat sebagaimana dalam bidang ilmu
alam.
2. bidang ilmu sosial. Bidang ilmu ini adalah penelitian ilmiah yang
mempunyai aturan-aturan yang lazim, yang harus diikuti oleh setiap
peneliti. Yang menjadi objek penelitian agama dengan memakai
pendekatan ilmu sosial ini adalah keteraturan-keteraturan yang
terdapat dalam masyarakat pemeluk agama, yang merupakan akibat
dari terjadinya proses interaksi diantara anggota masyarakat, atau
antara kelompok dalam suatu masyarakat beragama atau antara suatu
masyarakat beragama dengan masyarakat beragama yang lain, baik
sebagai proses masyarakat maupun keadaan statis masyarakat
tertentu. Sebelum penelitian, harus dirumuskan terlebih dahulu
metodologi apa yang akan digunakan dalam penelitian suatu objek
penelitian. Langkah penentuan masalah, pencarian konsep-konsep,
perumusan hipotesis, pencarian data ke lapangan serta kesimpulan
16
BAB 11
AGAMA DAN GOLONGAN MASYARAKAT
Agama merupakan suatu hal yang dijadikan sandaran penganutnya
ketika terjadi hal-hal yang berada di luar jangkauan dan
kemampuannya karena sifatnya yang supra natural, sehingga
diharapkan dapat mengatasi masalah-masalah yang empiris.
Selanjutnya, golongan masyarakat dapat diartikan sebagai
17
BAB 12
AGAMA SEBAGAI FAKTOR KONFLIK DI MASYARAKAT
Agama dalam satu sisi dipandang sebagai sumber moral dan nilai, dan
pada sisi lain sebagai sumber konflik. Masalahnya pemeluk agama
kadang menampakkan wajah ganda.
Mungkin sebagai bentuk solidaritas sosial, maka hampir semua
pemeluk agama akan berinteraksi dan berpandangan sama (untuk
sementara) dalam menyikapi misalnya sebuah musibah.
Ketika masing-masing pemeluk akan menampakkan jatidiri sebagai
pemeluk yang terbaik, akan berusaha agar pemeluk agama lain
mengikuti millahnya, maka konflik antar agama akan diciptakan atau
dibuat ada masalah (hanya untuk mengukur respons yang sebenarnya
tidak tega melakukannya sebagai hati nurani sesama manusia : bila
benar).
BAB 13
AGAMA DAN PELAPISAN SOSIAL
Agama dan pelapisan sosial adalah dua hal yang berbeda. Walaupun
demikian, membicarakan keduanya dalam satu bahasan atau topik,
tetap akan mempunyai aspek-aspek positif dalam kajian akademis,
bahkan lebih jauh bisa menemukan hal-hal yang baru dalam bidang
keagamaan. Pernyataan ini tidak lepas dari anggapan, bahwa agama
dan masyarakat, dalam pengertian lapisan sosial; diduga sebagai dua
unsur yang saling mempengaruhi satu sama lain.
18
Dalam pernyataan tersebut agama difahami sebagai sebuah sestem
kepercayaan, sedangkan lapisan sosial sebagai strata orang-orang
yang berkedudukan sama dalam kontinum status sosial. Ada enam
klasifikasi, yaitu :
1. upper-upper class;
2. lower upper class;
3. upper middle class;
4. lower middle class;
5. upper lower class;
6. lower-lower class.
BAB 14
AGAMA SEBAGAI MOTIVATOR TINDAKAN SOSIAL
Masalah agama merupakan masalah sosial, tetapi penghayatannya
amat bersifat individual.Apa yang difahami dan apa yang dihayati
sebagai agama oleh seseorang, sangat bergantung pada latar
belakang dan kepribadiannya. Hal ini membuat adanya perbedaan
tekanan penghayatan dari satu orang ke orang lain, dan membuat
agama menjadi bagian yang amat mendalam dari kepribadian atau
privacy seseorang.
Oleh karena itu, agama senantiasa bersangkutan dengan kepekaan
emosional.Meskipun demikian, masih terdapat kemungkinan untuk
membicarakan agama sebagai suatu yang umum dan objektif.
19
BAB 15
KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA : Kajian Sosiologis terhadap
Pluralisme Agama di Indonesia
Islam adalah agama rahmatan lilaalamiin. Dengan keyakinan bahwa
keberadaan Islam mesti membuat nyaman berada di depan, di tengah,
bersama atau dibelakang agama-agama lain. Persoalannya adalah
kekuatan mana yang akan menang sebagai penguasa atau pemegang
amanah pembawa agama Islam, bila umat lain masih belum senang
melihat kemajuan umat Islam bahkan akan berupaya untuk
menciptakan Islam agar terus terkesan lemah dimata agama-agama
lain, maka sulit menerapkan kerukunan. Jikapun ada hanya kepurapuraan.
Sebenarnya konsep yang telah dijelaskan dalam ajaran Islam tentang
sikap umat Islam terhadap agama lain berkenaan dengan urusan
agamanya adalah bagimu agamamu dan bagiku agamaku. Kemudian
dijelaskan lagi Tidak ada paksaan dalam masuk Islam. Bahkan
Rasulullah saw pun menjadi contoh dalam mengejawantahkan
kerukunan dengan tidak memaksa agama kepada Pamannya Abu
Thalib, yang berbeda agama. Itu berarti siapa yang akan dibuat repot
dengan toleransi, apakah Islam harus melayani atau dilayani atau
biarkan saja sesuai dengan Sunnatullah.
20
BAB 16
AGAMA DAN MODERNISASI
Aspek yang paling spektakuler dari modernisasi adalah pergantian
teknik produksi, yaitu dari teknik produksi yang bertumpu pada
penggunaan energi nyawa ke energi tak bernyawa. Dalam
perkembangannya proses pergantian teknik produksi hanya
merupakan salah satu aspek dari proses modernisasi.
Dalam bidang ekonomi, modernisasi berarti tumbuhnya komplekskompleks industri besar, tempat barang konsumsi dan produksi
diadakan secara massal.Hal ini berkaitan dengan kebutuhan atas
pengaturan organisasi-organisasi sosial yang lebih rumit dalam
merencanakan, melaksanakan, dan mengawasi orang atau kelompok
orang dalam hal produksi, distribusi, dan konsumsi.
Ekonomi modern serupa itu menuntut adanya suatu masyarakat
nasional yang memungkinkan terciptanya ketertiban dan
ketenteraman sehingga menjamin lalu-lintas barang, orang, dan
informasi.Sejalan dengan kemajuan teknologi komunikasi dan
transportasi, mobilitas sosial dan ruang dari masyarakat semakin
tinggi. Dalam konteks inilah, sistem nilai dan kepercayaan masyarakat
mengenai dunia mengalami perubahan sehingga terjadi proses
sekularisasi dan memudarnya fungsi agama, termasuk Islam.
karena
adanya
keterbatasan
kemampuan
dan
ketidakpastian.
B.Rumusan Masalah
1.Apa pengertian Agama, golongan masyarakat, dan fungsi agama?
2.Bagaimana peran agama dalam kehidupan?
3.Apa pengaruh agama dalam kehidupan?
4.Bagaimana peran pemimpin dalam pembangunan?
BAB II
PEMBAHASAN
AGAMA DAN GOLONGAN MASYARAKAT
A.Pengertian Agama, Golongan Masyarakat, dan Fungsi
Agama
Menurut
Hendropuspito,
agama
adalah
suatu
jenis
pada
kekuatan-kekuatan
non-empiris
yang
supranatural.Sementara
itu,
Thomas
F.ODea
mengatakan bahwa agama adalah pendayagunaan saranasarana supra-empiris untuk maksud-maksud non-empiris atau
supra-empiris.
E..B. Tylor dalam buku perintisnya, primitive culture,
yang diterbitkan pada tahun 1871. Dia mendefinisikan agama
sebagai
kepercayaan
terhadap
adanya
wujud-wujud
golongan
masyarakat
dapat
diartikan
negeri,
eksekutif,
dan
lain-lain.
Menurut
ini
pada
dasarnya
untuk
kepentingan
social
alam
penelitian-penelitian
terhadap
masyarakat.
Adapun yang dimaksud dengan fungsi agama adalah
peranan agama dalam mengatasi persoalan-persoalan yang
timbul di masyarakat yang tidak dapat dipecahkan secara
empiris
karena
adanya
keterbatasan
kemampuan
dan
ketidakpastian.
Thomas F. ODea menuliskan enam fungsi agama, yaitu
(1) sebagai pendukung, pelipur lara, dan perekonsiliasi, (2)
sarana
pemujaan dan
beragama
pada
dasarnya
merupakan
atau
supranatural
yang
berpengaruh
terhadap
alam.Kepercayaan
beragama
yang
bertolak
dari
dan
social
politik,
di
samping
itu
kehidupan
instutusi
budaya
yang
lain.
Ekspresi
religius
keluarga,
ekonomi,
hokum,
politik,
yang
efektif
dalam
membentuk
kepribadian
dan
sebagai
subsistem
yang
universal
sebagai
tipe
penampilan serta penghayatannya dikalangan kelompokkelompok masyarakat, dari yang sekedar untuk mencapai
kesejukan
sampai
kepada
tidak
merasa
bersalah
tidak
primitive
dan
masyarakat
masyarakat
primitive,
kehidupan
modern.
beragama
tidak
Dalam
dapat
kebudayaan
(Geertz
1992).Kemudian
kompleksitas
dan
ajaran
yang
komprehensif
dan
terpadu,
yaitu
dalam
fenomena
social
budaya,
dalam
mengetahui
pengaruh
agama
terhadap
yang
masyarakat
ini
terbelakang
kecil,
dan
terisolasi
dan
nilai-nilai
sacral.
terbelakang.
Tipe
Anggota
praindustri
yang
sedang
berkembang.
Keadaan
saja.Nilai-nilai
keagamaan
dalam
masyarakat
yang
menanggapi
berdasarkan
masalah-
penalaran
masalah
dan
efesiensi
kemanusiaan
dalam
sehingga
pekerjaan,tidak
akan
berbeda
jauh
dengan
petani.Pada
masyarakat
yang
umumnya,golongn
terbelakang.Lokasinya
petani
termasuk
berada
didaerah
sosialnyapun
belum
banyak
berkembang.Mata
keinginan
sebagainya
petani.Faktor
merupakan
subur
faktor-faktor
tidaknya
yang
brada
tanah,dan
di
luar
sebagai
dewa.Menyediakan
tolak
sesajen
bala
bagi
Dewi
atau
menghormati
Sri,yang
dipercayai
Dengan
pengamatan
selintas
pengaruh
agama
tehadap
pada
bagus,tidak
ada
keramahan
alam.Jika
badai,boleh
jadi
musimnya
tangkapan
sedang
ikannya
untuk
masyarakat
menghormati
Indonesia
Kidul.Berdasarkan
fakta
penguasa
dikenal
laut,yang
sebagai
tersebut,pengaruh
Nyi
agama
pada
Roro
pada
situasi
alam
dan
tidak
terlalu
bergantung
pada
yang
berlaku
pada
Kristen,Yahudi,Islam,Hindu,Budha,dan
golongan
pengrajin
dan
pedagang
zamannya,yaitu
agma
konfusianisme,Taoisme
kecil
suka
menerima
yang
bawah.mereka
lebih
dimiliki
golongan
berorientasi
tingkat
pada
menengah
kehidupan
nyata
tidak
diikutsertakan
dalam
kehidupan
dlihat
seseorang
secara
itu
keseluruhan,
rata-rata
untuk
tujuan
nencari
beragama
ketenangan
memberantas
kemiskinan
dan
menjembatani
kedua,
masalah
yang
dihadapi
saat
itu
adalah
atau
menjadi
itu,perhatian
ulama
korban
peperangan.
pembangunan
Oleh
karena
ditekankan
pada
peranan
para
pemimpin
agama
dalam
para
komponen
itu
pemimpin
sendiri,
agama
melainkan
merupakan
juga
pada
salah
satu
umumnya
tidak
bersifat
suplementer
(pelengkap
dalam
seluruh
pelaksanaanya,
berperan
lebih
bahkan
luas;
proses
para
bukan
pembangunan.
Dalam
pemimpin
agama
dapat
hanya
terbatas
pada
yang
sangat
kompleks
yang
dihadapi
umat
pemikiran
seperti
ini
akan
mengakibatkan
masyarakat
agar
berani
melakukan
seyogianya
memberikan
wawasan
kepada
agama
telah
mampu
membuktikan
gairah
serta
aksi
masyarakat
dalam
dalam
kaitannya
dengan
kegiatan
menanamkan
masyarakat.Dalam
prinsip-prinsip
kaitannya,
etik
kegiatan
dan
moral
pembangunan
lalu
diarahkan
pada
upaya
pemulihan
nilai-nilai
religius
yang
ditanamkan
para
para
nabi,
dan
hukum-hukum
agama
yang
juga
pembangunan
di
dalam
kaitannya
masyarakat
yang tidak
dengan
adalah
kalah
kegiatan
sebagai
wakil
membela
kepentingan-kepentingan
ini,
para
apa
yang
diinginkan
masyarakat,
dan
sebaliknya
elite
pengusaha
program-programnya
kepada
dapat
mensosialisasikan
masyarakat
luas
melalui
dengan
kalangan
kaya
dan
penguasa,
pada
Kategori
Cerpen (23)
Esay (34)
Islamiah (90)
Makalah (35)
Penelitian (55)
Pengumuman (32)
Petuah (31)
Poster (32)
Puisi (26)
Umum (44)
Artikel Terbaru
Artikel Populer
PATTERNS OF ORGANIZATION
Beranda
Profile
Buku Tamu
Diskusi
Tukar Link
Download
Login
Terimakasih...!!
Find Me on Facebook
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Evolusi adalah suatu fenomena yang muncul pada kepercayaan-kepercayaan atau
agama, agar lebih adaptatif dan dapat diterima, lebih otonom dan kompleks, agar
lebih dapat diterima oleh masyarakat penganutnya.Fenomena inilah yang oleh ahli
disebut sebagai evolusi agama. Manusia sebagai makhluk yang mempunyai logika
tentu memandang fenomena berbeda dengan kesimpulan yang dihasilkan oleh
orang lain. Ketika suatu fenomena yang dianggap diluar batas kekuatan manusia
muncul, maka ada yang menyebutnya sebagai tuhan, tapi adapula yang lebih
cerdas yang menganggap bahwa ada sesuatu yang berkuasa atas fenomena itu.
Tokoh-tokoh itu mencari identitas periode tertentu yang telah dijalani manusia,
dengan memperhatikan karakter keyakinan yang dianut pada era yang susulmenyusul.Mereka menamakan fase-fase kehidupan beragama menurut mereka
sendiri, umumnya bersifat spekulatif, teori dari sifat-sifat dominan yang hadir di
dalam masing-masing. Khususnya Sir J.G. Frazier dalam bukunya The Golden
Bough menyebut agama akan berkurang artinya begitu ilmu pengetahuan
menggantikannya sebagai salah satu tahap dalam perkembangan pemikiran
manusia.
Studi SOSIOLOGI AGAMA berkembang pesat pada awal abad XX, khususnya
dengan tulisan Emile Durkheim (1858-1917) yang terkenal, yaitu The
Elementary Forms of the Religious Life. Durkheim juga memberi nilai lebih pada
teori proyeksi, dan juga sama dengan Freud dipengaruhi tulisan W. Robertson
Smith. Namun berbeda dengan Freud, sekalipun Durkheim menerima pendekatan
evolusi atas agama, tetapi tidak menerima pandangan yang menyebutkan bahwa
ide keagamaan sekedar konsep yang menyesatkan yang dihasilkan pikiran
manusia.Disini Durkheim menggabungkan sebagian ide psikologi Freud dan
spekulasi Frazer.Durkhem diyakinkan bahwa ada sesuatu yang nyata benar dalam
agama, dan bahwa manusia tidak menipu dirinya sendiri.
Dalam satu segi, Durkheim menerima pandangan yang sama seperti Feuerbach
bahwa manusia biasanya percaya dan bebicara mengenai Tuhan selagi berbicara
mengenai kelompok sosialnya sendiri tanpa menyadarinya. Tetapi bagi Durkheim,
yang tidak percaya akan adanya Tuhan yang hadir dalam diri-Nya sendiri secara
independen diluar manusia, masyarakat baginya begitu penting sehingga bisa
menggantikan kedudukan Tuhan. Masyarakat ada sebelum seseorang lahir dan
akan tetap ada sesudah seseorang mati. Masyarakat memberikan ide dan bahasa
untuk berfikir dan berbicara, masyarakat melindungi seseorang dan membuat
manusia merasa berguna dalam hidupnya.Jadi, sekalipun kenyataannya manusia
memproyeksikan semuanya itu kepada figur tuhan, ide-ide itu benar, dan lebih
dari itu, hal itu perlu bila masyarakat ingin disatukan sebagai komunitas moral.
Anggapan awal kami manusia sebagai manusia yang berbudaya tentu saja akan
berubah-ubah dalam beragama, baik dari segi ritualnya maupun dari keteraturanketeraturan keagamaan lainnya. Manusia akan terus bekembang menjadi lebih
komplek kebudayaannya, dari segala dimensi, termasuk agama. Apakah
perubahan itu menjadi lebih buruk dari sebelumnya ataukah menjadi yang lebih
baik.Apakah yang dimaksud dengan evolusi agama?Bagaimana bentuk evolusi
agama?Apakah agama-agama samawai seperti Islam juga berevolusi? Bagaimana
akhirnya masyarakat mempercayai satu Tuhan atau lebih, dan bagaimana hal itu
berproses, dan berubah untuk tujuan tertentu adalah hal yang akan dicoba
dijelaskan dalam makalah ini dengan judul Evolusi Agama Dari Sudut Pandang
Sosiologis.
B.
Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah dikemukakan di atas, rumusan masalah yang akan
dibahas dalam makalah ini yaitu:
C. Tujuan
Tujuan dari makalah ini yaitu untuk mengetahui:
1. Penjelasan teori evolusi dalam yang mengkaji asal-usul agama
yang berkembang di masyarakat
2. Penjelasan teori evolusi agama yang mengkaji tahap-tahap
perkembangan agama di masyarakat
3. Penjelasan teori Revlensi dari Andrew Lang yang menentang
teori evolusi agama dan menganggap bahwa agama merupakan
wahyu dari tuhan
D. Manfaat
Manfaat yang diharapkan oleh penulis dari penyusunan makalah ini yaitu
menguatkan iman para pemeluk agama agar mereka mengetahui bahwa agama
yang mereka yakini adalah benar adanya wahyu dari Tuhan dan bukan sematamata buatan manusia yang berkembang dan berevolusi menurut kehendak
manusia. Kemudian semoga dengan disusunnya makalah ini bisa menanamkan
nilai pancasila terutama sila pertama yaitu Ketuahanan Yang Maha Esa yang
menyakini adanya Tuhan YME dengan sepenuh hati dan dengan iman yang
sebenar-benarnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. ASAL-USUL AGAMA
Apakah agama selalu muncul dalam komunitas masyarakat? Sosiologi akan
menjawab ya, karena beragama adalah kecondongan manusia untuk
mempercayai adanya kekuatan melebihi kekuatan manusia, dan hal itu adalah
naluri alamiah manusia. Bagaimana naluri itu muncul dan menjadi sebuah agama
coba dijelaskan oleh beberapa sosiolog.Seperti Dadang Kahmad yang
mengemukakan teori asal-usul agama.
1. Teori Jiwa
Pada mulanya manusia dengan melihat hal-hal yang disekitarnya meyakini bahwa
alam ini dihuni oleh materi seperti yang mereka lihat dan rasakan. Selanjutnya
manusia mulai meyakini adanya jin dan roh, hingga mereka beranggap bahwa
dunia ini tidak hanya dihuni zat material tapi juga oleh hal-hal yang immaterial.
Mereka beranggapan bahwa roh dan jiwa itu kekal dan mempunyai kekuatan yang
bisa menjaga kehidupan ataupun menghancurkannya.Akhirnya merekapun
menganggapnya tuhan dan menyembahnya.
6. Teori Wahyu
Bahwa agama berasal dari perintah Tuhan yang Ia wahyukan melalui utusannya,
agama seperti ini dikenal dengan sebutan agama samawi.
B. PERKEMBANGAN AGAMA
sakral.Yang dimaksud dengan sakral adalah yang berkaitan dengan hal-hal penuh
misteri baik yang sangat mengagumkan maupun menakutkan.
Adapun evolusi agama dalam bahasa sederhana adalah perubahan agama secara
bertahap. Menurut R.N.Bellah bahwa evolusi agama adalah proses meningkatnya
diferensiasi dan kompleksitas untuk lebih beradaftasi terhadap lingkungannya,
sehingga agama tersebut bisa lebih diterima dan lebih otonom daripada
sebelumnya.
Yang dimaksud dengan agama sebagai suatu sistim simbol adalah perangkatperangkat agama yang menjadi lambang dari identitas agama. Seperti shalat
dalam Islam, gereja dalam agama Kristen, api dalam agama Majusi.
3. Tapi dua teori ini belumlah implisit, karena dalam agama itu
sendiri terjadi perubahan dalam anggapan siapa tuhan yang
sebenarnya, seperti anggapan bahwa hujan itu adalah tuhan
yang kemudian mengkat menjadi ada kekuatan yang bisa
menurunkan hujan. Bukankah hal itu juga merupakan evolusi?.
Mungkin hal yang seperti inilah yang dianggap oleh Bellah
sebagai evolusi dalam dalam dimensi lain. Termasuk dimensi
sosial-budaya.
2. Tahap-Tahap Evolusi
Seperti yang kita kemukakan pertama kali bahwa evolusi adalah perubahan secar
bertahap, artinya agama melalui tahapan-tahapan tertentu dalam perubahannya.
Bellah mengungkapkan 5 tahapan yang biasanya dilalui oleh agama dalam
evolusi, hal ini ia simpulkan setelah meneliti beberapa agama di Eropa, India dan
Cina. Ia pun mengakui bahwa teorinya ini adalah hal yang paling umum yang
dapat dilihat.
Meskipun ia mengemukakan 5 tahapan evolusi yaitu fase primitf, fase arkaik, fase
historis, fase pramodern dan fase modern tapi ia juga mengakui bahwa memang
kecendrungan para ahli untuk membaginya kepada 4 tahap bahkan 3 tahap adalah
hal yang sangat wajar, karena dalam beberpa fase tertentu hampir-hampir tidak
berbeda.
a. Fase Primitif
Pada fase ini manusia sebagaimana fitrahnya cenderung untuk meyakini adanya
kekuatan yang lebih besar dari kekuatan manusia.Baik berupa roh atau benda
seperti langit, gunung dan lainnya, juga fenomena alam seperti gempa, kemarau
dan lainnya. Tapi manusia primitif tidak menyembah semua hal ini karena
anggapan tidak semuanya layak disembah, seperti angin yang tidak akan mereka
sembah apabila mereka belum menyaksikan betapa dahsyatnya peran angin dalam
kehidupan mereka.
berusaha
Pada fase primitif ini organisasi keagamaan dan sosial adalah satu yang tak
terpisah.Peran dalam agama juga berperan dalam sosial. Maka usia dan keturunan
adalah hal yang sangat penting bagi pemimpin agama.
Adapun organisasi keagamaan keagamaan pada masa ini juga berfungsi sebagai
organisasi sosial.Anggapan bahwa para bangsawan adalah keturunan tuhan
menjadikan peran dwifungsi ahli agama ini tetap dipertahankan.Raja adalah
penghubung kepada tuhan adalah kecenderungan umum fase ini.
Pada fase ini setiap klan dari masyarakat biasanya mempunyai cult tersendiri dan
terpisah dari yang lainnya. Persaingan antara cult-cult ini dapat ditafsirkan sebagai
usaha dan perjuangan untuk memperebutkan sikap baik tuhan terhadap klan atau
paling tidak agar tuhan tidak berpindah ke klan lainnya.
c. Fase Historis
Dikatakan fase historis adalah karena masyarakatnya kurang lebih melek
hurup.Hal yang paling khas dari fase ini adalah dualistik agama, yaitu pemisahan
kehidupan dunia dan akhirat yang tidak dikenal pada fase sebelumnya.Dan unsur
keagamaanpun berpusat tentang akhirat.Semacam syurga dan neraka telah dikenal
pada tahap ini.
Maka tindakan keagaaman pada fase ini bertujuan untuk mencari keselamatan
akhirat.Unsur berkurbanpun tetap ada tapi dengan makna baru yaitu pencarian
d. Fase Pramodern-Modern
Karakter agama pada fase ini adalah lenyapnya pen-strukturan dunia dan akhirat,
meski faham dualisme tetap ada tapi dengan makana baru bahwa kedua dunia itu
tidak dapat dipisahkan secara komplit, keselamatan tidaklah dapat dicapai dengan
menarik diri dari dunia.Masyarakat pada fase inipun berusaha menyeimbangkan
antara keduanya.
Simbol agama fase ini berpusat pada hubungan langsung antar individu dan
kenyataan transendental, seperti keyakinan berpakaian sopan adalah untuk
keselamatan dunia dan akhirat. Maka tindakan pada fase ini meliputi segala
kehidupan, tentu saja hal ini akan menjadi sebab merosotnya beberapa praktek
keagamaan tertentu. Dan sebagai gantinya adalah penyembahan tuhan dalam
setiap detik kehidupan.Penekanannya pada keyakinan internal seseorang dan
mengabaikan tindakan atau praktek tertentu.
Salah satu ciri agama dalam fase modern adalah munculnya sekularisme.
Sekularisme adalah faham yang menganut keduniawaian atau kebendaan, juga
proses melepaskan diri dari kontrol agama. Agama dan modernisasi adalah suatu
masalah yang sangat menarik dalam sosiologi.Kebanyakan dari mereka
berpendapat bahwa modernisasi telah merubah pandangan manusia terhadap
agama.
Memang jikalau kita melihat ke sejarah agama Islam dan sejarah perdaban ummat
Islam dan membandingkannya dengan tahapan evolusi ini, kita akan menemukan
bahwa Islam sejak lahirnya bisa dikatakan pada tahap yang ke empat, bahkan
tahap ke-empat inipun belum bisa menggambarkan Islam secara tepat.
Kita telah menyebutkan teori evolusi menurut Bellah, kami akan mengungkapkan
beberapa teori lain yang kami anggap lebih sederhana,seperti:
Taylor berpendapat bahwa evolusi agama mulai dari anymisme sebagai bentuk
agama yang paling awal dan berubah menjadi dinamisme dan menjadi
politheisme hingga menjadi monotheisme.Lain halnya dengan Mahmud Yunus
yang menganggap bahwa agama lahir dari bentuk dinamisme menuju anymisme
dan dari politheisme menjadi monotheisme.
Hilangnya kesuburan tanah, musim hujan yang menjadi musim kering adalah
bukti bagi mereka bahwa tuhan itu tidak menetap dan berpindah-pindah.
2. Politheisme
Masyarakat primitf yang mempercayai kekuatan atau roh pada dasarnya
menyembah banyak tuhan, tuhan yang berkuasa atas angin, laut, matahari, bulan
dan lain sebagainya mereka percayai sebagai tuhan. Tapi tidak semuanya mereka
sembah atau paling tidak seringnya mereka sauatu tuhan tidak sama dengan tuhan
yang lainnya. Hal ini dikarenakan bahwa kekuatan tuhan itu tidak sama, ada yang
lemah dan ada yang kuat.
Maka tuhan yang dalam anggapan mereka yang mempunyai kekuatan yang paling
dahsyatlah yang layak disembah, dan merekapun memberikan nama sesuai
dengan fungsi tuhan itu, seperti tuhan angin, tuhan kesuburan dan lainnya. Hal ini
menjadikan mereka menyembah berbagai tuhan yang berbeda dengan yang
lainnya. Masyarakat yang hidup dengan berburu tentu akan menyembah tuhan
pohon misalnya, lain halnya yang hidup digurun tentu mereka akan lebih sering
menyembah tuhan hujan.
Dalam poltheisme terdapat pertentangan antara satu dewa dengan yang lainnya,
seperti tuhan kemarau dan tuhan hujan, antara Wishnu dan Shiwa.Juga ketika
terjadi musibah besar kebingungan kepada tuhan yang manakah mereka harus
meminta. Dengan melalui beberapa tahap manusia mencoba mengatasi berbagai
kelemahan ini, mencoba mencari penjelasan yang lebih menyeluruh hingga tidak
ada pertentangan keyakinan dalam dirinya, hingga ia pun sampai kepada
kesimpulan bahwa hanya ada satu tuhan yang pantas disembah. Dengan begitu
agama telah berevolusi menjadi monotheisme.
Ketika suatu kepercayaan atau agama mulai mengangap bahwa ada tuhan yang
layak disembah dan adapula yang tidal layak karena beberapa hal, termasuk kalah
dalam bersaing dengan tuhan yang lain, atau karena tugasnya telah selesai, dan
lain sebagainya.Ketika anggapan ini muncul dalam suatu agama maka agama itu
berpeluang untuk menjadi monotheisme murni.
Agama wahyu adalah agama yang tidak berevolusi dengan tahapan seperti ini,
karena sejak diketahui oleh manusia agama itu telah sempurna.Islam adalah
contoh paling sempurna agama wahyu monotheis dalam segala dimensinya.
Tapi beberapa agama samawi juga berubah menjadi polytheisme, atau oleh
penganutnya masih dianggap sebagai monotheisme tapi dengan konsep yang
sangat tidak jelas dan rancu.Contoh yang paling tepat adalah agama Kristen yang
mengakui satu tuhan tapi menyembah tiga tuhan yang mereka anggap sebagai
kesatuan (trinitas).
Hal senada juga diutarakan oleh Dadang Kahmad, ia membagi evolusi agama
kepada tiga tingkatan, yaitu: Yang paling rendah adalah mempercayai bahwa ada
makhluk halus yang menempati suatu tempat di sekitar manusia, makhluk ini
mampu berbuat diluar batas kemampuan manusia, kepercayaan seperti ini sering
disebut dengan animisme.
yang sudah tua usianya, bahkan merupakan bentuk agama tertua dalam perjalanan
sejarah agama- agama.
Andrew Lang dalam buku 'The Making of Religion' (1989) membuktikan dari
hasil penelitiannya bahwa teori evolusi agama tidak cocok dengan apa yang
sebenarnya telah terjadi dalam sejarah agama. Dalambukunya tersebut, dia
mengemukakan bahwa:
Hasil penelitian dari Andrew Lang tersebut didukung juga oleh hasil penelitian
lebih lanjut dari antropolog modern yaitu Sir James Frazer.Ia mengemukakan
adanya tiga masalah yang dihadapi oleh agama primitip, yaitu
(i) hal-hal gaib/sihir/magi (magic) dan hubungannya dengan agama dan
pengetahuan;
(ii) totemisme (penghormatan patung) dan aspek sosiologis keyakinan kuno; dan
(iii) kultus kesuburan dan tanam-tanaman.
Dalam buku 'The Golden Bough,' Frazer menunjukkan dengan jelas bahwa
animisme bukan satu-satunya keyakinan pada budaya primitip.Orang primitip
berusaha untuk menguasai alam untuk tujuan praktis, ini dilakukannya secara
langsung melalui upacara dan mantra, menguasai angin dan iklim, dan binatang
dan panen agar mengkuti kemauannya.Baru setelah usahanya menguasai alam ini
mengalami kesulitan barulah manusia mencari usaha meminta bantuan roh-roh
yang lebih tinggi seperti setan, roh nenek-moyang atau dewa-dewi. Disinilah
Frazier membedakan antara kepercayaan Ilmu Gaib (Magic, yaitu keyakinan
bahwa manusia dapat menguasai alam) dan Agama (Religion, yaitu pengakuan
akan keterbatasan manusia dan pencarian kuasa yang lebih tinggi darinya sejalan
perkembangan pengetahuan).
Keberadaan Mana jelas diakui oleh semua ahli yang umumnya sepakat untuk
mempercayai bahwa Mana adalah kekuatan yang tidak berpribadi (impersonal
power) . Emile Durkheim dalam penelitiannya akan suku-suku Indian di Amerika
mengemukakan bahwa umumnya suku-suku itu mempercayai adanya 'kekuatan
unggul' (pre-eminent power) yang bisa dimanfaatkan, karenanya banyak yang
kemudian menganggapnya sebagai 'semacam dewa yang berkuasa' sehingga
banyak yang menyebutnya sebagai 'roh besar' (great spirit), tetapi dari penelitian
suku-suku itu sendiri ternyata bahwa pernyataan terakhir mengenai roh besar itu
tidak didukung kenyataan.
Sementara itu, pakar- pakar agama Islam berpendapat bahwa benih agama muncul
dari penemuan manusia terhadap kebenaran, keindahan, dan kebaikan.
Manusia pertama, yang diperintahkan oleh Allah untuk turun ke bumi , diberi
pesan agar mengikuti petunjuk-Nya, jika petunjuk tersebut sampai kepadanya (QS
2:38). Petunjuk pertama yang melahirkan agama, menurut mereka, adalah ketika
Adam (dalam perjalanannya di bumi ini) menemukan ketiga hal yang disebutkan
di atas. Sebagai ilustrasi , dapat diduga bahwa Adam menemukankeindahan pada
alam raya, pada bintang yang gemerlapan, kembang yang mekar dan sebagainya.
Dan ditemukan kebaikan pada angin sepoi yang menyegarkan di saat ia merasa
gerah kepanasan atau pada air yang sejuk di kala ia sedang kehausan. Kemudian,
ditemukannya kebenaran dalam ciptaan Tuhan yang terbentang di alam raya dan
di dalam dirinya sendiri.Gabungan ketiga hal ini melahirkan kesucian. Sang
manusia memiliki naluri ingin tahu, berusaha untuk mendapatkan apakah yang
paling indah,benar dan baik ? jiwa dan akalnya mengantarkannya bertemu dengan
yang Mahasuci dan ketika itu ia berusaha untuk berhubungan dengan-Nya,
bahkan berusaha untuk mencontoh sifat- sifat-Nya. Dari sinilah agama lahir,
bahkan dari sini pula dilukiskan proses beragama sebagai upaya manusia untuk
mencontoh sifat- sifat yang Mahasuci. Dalam hadits Nabi saw .diperintahkan
untuk itu, yaitu Takhallaqu bi Akhlaqillah (berakhlaklah kalian dengan Akhlak
Allah).
Menurut ajaran islam, pada dasarnya manusia itu mula-mula dalam keadaan satu
dan menyembah kepada Tuhan yang satu, yang kepercayaan yang dibawa oleh
para Nabi. Nabi Adam nenek moyang manusia pertama yang mula-mula diberi
dan ditugaskan mengajarkan ketauhidan kepada anak cucunya, kemudian setelah
wafat maka umatnya kehilangan pemimpin dan mulai ada penyimpangan dan ada
kekacau-balauan umat tersebut. Kemudian datanglah Nabi Idris dan Nuh u. yang
memimpin manusia setelah kucar-kacir yaitu meneruskan ajaran-ajaran dan
tuntunan yang dibawa oleh Nabi Adam u.
Setelah Nabi Nuh wafat manusia kehilangan lagi pemimpinnya dan kacaulah
kembali, sampai datangnya utusan Allah yang bernama Nabi Ibrahim u. Pendapat
ahli-ahli Islam yang menyatakan bahwa asal-usul manusia menyembah Tuhan
yang satu sesuai dengan Firman Allah dalam Al-Quran Surat Al-Baqarah ayat
213 yang artinya :
Manusia itu adalah umat yang satu.(Setelah timbul perselisihan), maka Allah
mengutus para Nabi, sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan,
dan Allah menurunkan bersama mereka Kitab dengan benar, untuk memberi
keputusan
di
antara
manusia
tentang
perkara
yang
mereka
perselisihkan.Tidaklah berselisih tentang Kitab itu melainkan orang yang telah
didatangkan kepada mereka Kitab, yaitu setelah datang kepada mereka
keterangan-keterangan yang nyata, karena dengki antara mereka sendiri.Maka
Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang
hal yang mereka perselisihkan itu dengan kehendak-Nya.Dan Allah selalu
memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus.
Jadi dengan ayat tersebut mengertilah kita, bahwa manusia itu pada mulanya
semua dalam satu agama dan kepercayaan yaitu semua mempercayai Allah atau
bersatu dalam ketauhidannya.Adapun waktunya boleh jadi ketika manusia masih
dalam alam arwah, atau mungkin ketika umat masih berada di zaman antara Nabi
Adam u. dan Nabi Idris u. Ketika itu seluruh umat manusia adalah bersatu dalam
keTuhanan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dar penjelasan diatas dapat kita ketahui bahwa teori-teori terdahulu menjelaskan
bahwa agama merupakan bentukan dari masyarakat yang berevolusi seiring
dengfan perkembangan masyarakat. Mulai dari Dinamisme yaitu kepercayaan
terhadap benda-benda di sekitar yang diyakini memiliki kekuatan ghaib,
kemudian berkembang menjadi dinamisme yaitu kepercayaan terhadap mahluk
halus dan roh, lalu berkembang menjadi Politeisme yang mempercayai bahwa
dunia ini dikuasai oleh banyak dewa, selanjutnya berkembang lagi menjadi
Pantheisme yang mempercayai bahwa segalanya (alam semesta) adalah Tuhan,
dan kemudian berkembang lagi menjadi Monisme yang merupakan aliran
metafisika yang menganggap bahwa struktur kenyataan bersifat tunggal dan
Tuhan melebur menjadi satu dalam dunia, dan terakhir berkembang lagi menjadi
Monoteisme yang menyakini bahwa Tuhan itu satu.
Namun saat ini di dunia ilmu pengetahuan telah ditemukan bukti-bukti terbaru
bahwa agama itu tidak berevolusi, sejak zaman dahulu pada masyarakat primitif
sekalipun sudah dikenal kepercayaan Monotheisme yang menganggap bahwa
Tuhan itu satu.Penemuan dari Andrew Lang ini telah mematahkan teori bahwa
agama itu berevolusi dan berkembang mengikuti perkembangan kebudayaan
masyarakat.Penemuan dari Andrew Lang ini telah membuktikan bahwa agama itu
merupakan wahyu dari Tuhan dan bukan merupakan bentukan dari masyarakat
yang telah dilontarkan oleh teori-teori terdahulu.
B. Saran
Dari penjelasan diatas, penulis menyarankan kepada pembaca agar terus
mengembangka penelitian-penelitian untuk melanjutkan dan memperbaiki teori
dari Andrew Lang dengan menemukan bukti-bukti lain yang lebih otentik bahwa
agama itu tidak berevolusi, namun agama merupakan wahyu Tuhan yang
kebenarannya tidak diragukan lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Koentjoro
Ningrat,
1976.
Kebudayaan
Pembangunan, Jakarta: Gramedia.
Mentalitik
dan
http://alhada-fisip11.web.unair.ac.id/artikel_detail-92303-MakalahEvolusi%20Agama%20dari%20Sudut%20Pandang%20Sosiologis.html