Anda di halaman 1dari 28

Laporan Kasus RS Jaringan

SEORANG ANAK LAKI_LAKI 2 TAHUN DENGAN


DEMAM BERDARAH DENGUE DERAJAT I DAN GIZI
BAIK PERAWAKAN NORMAL

Oleh :
dr. Dimas Tri Anantyo
Pembimbing ;
dr. Bambang Suwardjo, SpA
dr. Timtri Dilli Murwati, SpA

PPDS I DEPARTEMAN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
SMF KESEHATAN ANAK RSUP Dr. KARIADI
SEMARANG
2016
LAPORAN KASUS RS JARINGAN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS
KEDOKTERAN

UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG


Nama peserta

: dr. Dimas Tri Anantyo

Ujian ke

: Laporan Kasus RS Jaringan

Tanggal pemeriksaan

: 25 Januari 2016, pk 16.00 WIB

A. IDENTITAS PENDERITA
Nama

: An. DA

Umur

: 2 tahun

Jenis kelamin

: Laki-laki

Alamat

: Jatiroto, Kayen, Pati

Agama

: Islam

Tanggal Masuk

: 25 Juni 2016

B. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan dengan ayah dan ibu penderita dan catatan medis tanggal
27 Juni 2016 jam 10.00 WIB, hari perawatan ke-2 di ruang perawatan Cendana
Bagian Anak RSUD Kayen Pati
I. Keluhan Utama : Demam
II. Riwayat Penyakit Sekarang

sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit, anak mengeluh demam, suhu
diukur dengan termometer 40C. Demam tinggi, mendadak, demam turun
dengan penurun panas kemudian naik lagi. Kejang (-), menggigil (-),
bintik-bintik merah di kulit seperti digigit nyamuk (-), mimisan (-), gusi
berdarah (-), keluar cairan dari telinga kanan/kiri (-), batuk (+), pilek (+),
mual (-), muntah (-), menangis saat buang air kecil (-), buang air kecil
sedikit-sedikit (-), buang air kecil sering (-), buang air besar hitam seperti
petis (-), buang air kecil kemerahan (-), kaki dan tangan dingin (-).

3 jam sebelum masuk rumah sakit anak masih demam tinggi, saat diukur
dengan termometer 400C, anak juga makin rewel dan tidak mau makan
minum. Kemudian anak dibawa ke UGD RSUD Kayen.
1

Saat di UGD RSDK anak masih demam tinggi 40C, dipasang infus dan

diberikan cairan kristaloid menggunakan RL 5 cc/kgBB/jam, pemeriksaan


darah rutin.
Saat hari perawatan ke-1 di bangsal Cendana anak didiagnosis tersangka

infeksi virus dengue dan gizi baik perawakan normal. Dari pemeriksaan
laboratorium darah rutin didapatkan hasil Hb : 11,2 g/dL, Ht : 33,1 %,
Leu : 5.400/uL dan Tro : 116.000/uL. Anak mendapatkan terapi infus RL
5cc/kgBB/jam 20 ml/jam, paracetamol sirup 130 mg tiap 4-6 jam (bila
suhu > 380C). Anak diprogramkan untuk evaluasi darah rutin serial, dan
evaluasi tanda-tanda syok.
Pada hari perawatan ke-2, anak masih didapatkan demam dengan suhu

380C. Dari pemeriksaan laboratorium darah rutin didapatkan hasil Hb :


10,5 g/dL, Ht : 31,2 %, Leu : 4.500/uL dan Tro : 97.000/uL. Anak
mendapatkan terapi infus RL 5cc/kgBB/jam 20 ml/jam, paracetamol
sirup 130 mg tiap 4-6 jam (bila suhu > 38 0C). Anak didiagnosis DHF gr 1
dengan diferensial diagnosis demam dengue dan gizi baik perawakan
normal Anak diprogramkan untuk evaluasi darah rutin serial , dan evaluasi
tanda-tanda syok.
III. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat sakit demam berdarah sebelumnya disangkal

IV. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat anggota keluarga menderita demam berdarah disangkal.

Riwayat tetangga sekitar rumah menderita demam berdarah disangkal

V. Riwayat Sosial Ekonomi dan Lingkungan


Sosial Ekonomi
Ayah bekerja sebagai buruh serabutan, ibu sebagai ibu rumah tangga. Tinggal
di rumah milik orangtua dari ayah ibu. Menanggung 1 orang anak yang
belum mandiri. Penghasilan sebulan Rp. 1.500.000,00. Biaya pengobatan
ditanggung BPJS.
2

Kesan status ekonomi kurang.


Lingkungan
Anak tinggal bersama kedua orang tua. Dalam satu rumah ada 6 orang (3
kepala keluarga) yang terdiri dari ayah, ibu, penderita dan 2 bibi, 1 sepupu
dan 1 kakek penderita. Terdapat 4 kamar tidur, 1 ruang tamu, 1 dapur dan 1
kamar mandi. Sumber air bersih dari sumur. Air minum dari air minum isi
ulang. Pembuangan sampah di tempat sampah depan rumah.
VI. Riwayat Pemeliharaan Prenatal, Natal dan Postnatal
Riwayat Prenatal
Lahir dari ibu G1P0A0, usia ibu 25 tahun, hamil 9 bulan. Periksa kehamilan > 4
kali di dokter, diberi vitamin dan tablet tambah darah serta suntikan TT 2 kali.
Tidak pernah sakit saat hamil, tidak pernah mengalami perdarahan, tidak
pernah demam saat hamil atau menjelang persalinan, riwayat trauma saat
hamil disangkal, tidak pernah minum obat-obatan diluar yang diberikan
dokter, riwayat minum jamu saat hamil disangkal.
Riwayat Natal
Anak lahir secara spontan ditolong bidan, di rumah, berat lahir 3000 gram,
panjang badan 49 cm, lahir langsung menangis, riwayat biru-biru (-), kuning
(-).
Riwayat Postnatal
Postnatal anak periksa di dokter dan dinyatakan sehat.
No
1

Kehamilan & kelahiran


Laki-laki, aterm, spontan, bidan, rumah,
BBL 3000 g, PBL 49 cm

Umur
5 bulan

Pohon Keluarga

VII.

Riwayat

Imunisasi

BCG

: 1x (1 bulan), Scar BCG (+)

HepB

: 4x (0, 2, 3, 4 bulan)

DPT

: 3x (2, 3, 4 bulan)

Polio

: 4x (0, 2, 3, 4 bulan)

Campak

:-

Kesan: Imunisasi dasar lengkap sesuai umur.


VIII. Riwayat Makan dan Minum

ASI diberikan sejak umur 0 bulan sampai sekarang


Usia 1- sekarang : susu formula SGM I, 8 x 150 cc, habis, 3 x porsi

nasi, ayam/ikan/telur/daging, sayur, kadang habis


Kebutuhan kalori harian 814 kkal
Angka kecukupan kalori harian 756 kkal (93%)
Kesan: ASI tidak eksklusif
Kualitas dan kuantitas kurang.
IX. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan anak

Riwayat Pertumbuhan :
Berat badan lahir 3000 gram, panjang badan lahir 49 cm.
Berat badan 1 bulan yang lalu 12 kg.
BB saat ini 11 kg. TB 112 cm
LK 62 cm, LILA 14 cm.
Kesan :
Cross-sectional: berat badan normal, perawakan normal, gizi baik,
mesosefal
Longitudinal : arah garis pertumbuhan loss of growth.

Weight for Age

Height for Age

Weight for Height

Head Circumference for Age

Riwayat Perkembangan :
-

Tersenyum

2 bulan

Miring

3 bulan

Mengangkat kepala 3 bulan

Tengkurap

4 bulan

Merangkak
Duduk

6 bulan
7 bulan

Berdiri

9 bulan

- Berjalan
12 bulan
Kesan: Perkembangan sesuai usia.
5

X. Riwayat Keluarga Berencana


Ibu menggunakan KB suntik 3 bulan.
XI. Pola Asuh
Demokratis
C. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan dilakukan tanggal 25 Juni 2016 jam 16.00, hari perawatan ke-2.
Seorang anak laki-laki, umur 2 tahun, berat badan 11 kg, tinggi badan 112 cm.
Keadaan umum : Sadar, kurang aktif, nafas spontan (+) adekuat
Tanda vital

HR

: 118 x/menit

Nadi

: isi dan tegangan cukup

RR

: 28 x/menit

Suhu

: 36,8C (axiler)

Tekanan darah : 100/60 mmHg

Status Internus
Kepala

: lingkar kepala 62 cm, mesosefal

Rambut

: hitam, mudah dipilah, tidak mudah dicabut.

Mata

: conjungtiva palpebra anemis -/-, sklera ikterik -/-, edema


palbebra -/-

Telinga

: discharge (-)

Hidung

: nafas cuping (-), epistaksis (-), sekret (-)

Mulut

: sianosis (-), lidah kotor (-), tepi hiperemis (-)

Tenggorok : T1-1, faring hiperemis (-), kripte melebar (-)


Leher

: simetris, pembesaran nnll (-), kaku kuduk (-)

Aksila

: rambut aksila (-), pembesaran nnll (-)

Dada
Paru
- Inspeksi

Simetris statis dinamis, retraksi (-), iga

gambang (-)
- Palpasi :

stem fremitus kanan=kiri

- Perkusi

sonor seluruh lapangan paru.


6

- Auskultasi :

suara dasar vesikuler normal

suara tambahan : hantaran -/ronkhi -/-, wheezing -/-

vesikuler,
RBH -/hantaran -/-

Vesikuler,
RBH -/Hantaran -/-

vesikuler,
RBH -/hantaran -/-

Jantung
- Inspeksi

Iktus kordis tidak tampak.

- Palpasi

Iktus

kordis

teraba

di

linea

medioclavicularis sinistra SIC V linea medioclavicular


sinistra, tidak kuat angkat, tidak melebar.
- Perkusi

Konfigurasi jantung dalam batas normal

- Auskultasi :

BJ I - II normal, gallop (-), bising (-).

Abdomen
- Inspeksi

datar, venektasi (-)

- Auskultasi

bising usus (+) normal

- Palpasi

lemas, nyeri tekan epigastrium (-), hepar

tak teraba, rata, lien S0.


- Perkusi

timpani, pekak hepar (+) normal, pekak

sisi (+) normal, pekak alih (-)


Inguinal

: pembesaran nnll (-/-)

Genitalia

: laki-laki, phimosis (-)

Ekstremitas

superior

inferior

Sianosis

- /-

- /-

Akral dingin

- /-

- /-

Anemis

- /-

- /-

Petekie

- /-

- /7

Capillary refill
R. fisiologis

< 2 /< 2

< 2/< 2

+N/+N

+N/+N

R. Patologis
Tonus

-/+N/+N

Klonus
Kekuatan

+N/+N
-/-

5-5-5/5-5-5

5-5-5/5-5-5

Pemeriksaan nervus kranialis:


N. I

: Penciuman sulit dinilai

N. II

: reflex cahaya (+/+), visus kesan dalam batas normal

N. III, IV, VI : gerak bola mata (+) ke segala arah, strabismus (-)
N. V

: reflex kornea (-)

N. VII : lipatan nasolabial simetris


N. VIII: pendengaran kesan dalam batas normal
N. IX, X : menelan (+)
N. XI : menoleh (+)
N. XII : deviasi lidah (-)
Pemeriksaan Antropometri
Anak perempuan, 2 tahun, BB : 11 kg, TB : 112 cm, LK 62 cm, LILA 14 cm
WAZ

: 0,22 SD

HAZ

: 0,74 SD

WHZ

: -0,19 SD

Kesan : Gizi baik, perawakan normal

Kurva demam

Kurva Demam
41.0
40.0
39.0
38.0
37.0
36.0
35.0

Suhu C

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium Darah

Pemeriksaan

Nilai Rujukan

25/6

26/6

27/6

12.00

07.00

07.00

Hb (gr%)

9,5-12,5

11,2

10,5

11,3

Ht (%)

32,0-44,0

33,1

31,2

33,4

Leu (rb/mmk)

6,0-17,5

5400

4500

4700

Tro (rb/mmk)

150-400

116.000

97.000

99.000

E. DAFTAR MASALAH
Masalah Aktif

Tanggal

1. Demam
2. Trombositopenia
3. ISPA

Masalah Pasif

25/6/2016

Tanggal

1. Kualitas dan

25/6/2016

25/6/2016

kuantitas makan
kurang
2. Sosial ekonomi

25/6/2016

kurang
F. DIAGNOSIS
1. Diagnosis utama :

Demam berdarah dengue

derajat I
2. Diagnosis komorbid

ISPA

3. Diagnosis komplikasi

4. Diagnosis gizi

Gizi

baik,

Imunisasi

perawakan

normal
5. Diagnosis imunisasi

dasar

lengkap sesuai umur


6. Diagnosis pertumbuhan :

BB

normal,

perawakan normal, mesosefal, normogrowth


7. Diagnosis perkembangan

Perkembangan sesuai usia


8. Diagnosis sosial ekonomi:

Sosial

ekonomi

kurang
G. RENCANA PENGELOLAAN
a) Rencana Pengobatan dan Diet
Infus RL 5 cc/kg/jam 20 tetes per menit mikro
Per oral : Paracetamol 180 mg/4-6 jam (bila suhu >38 C)
Ambroxol syr cth/8 jam
b) Saran/Rencana Pemeriksaan
o Pemeriksaan darah rutin serial

10

c) Rencana Perawatan
o Merawat penderita di bangsal, ruang biasa.
o Menjaga kebersihan penderita, makan minum dan ruangan.
d) Rencana Pemantauan
o Pemantauan keadaan umum, tanda vital, tanda perdarahan spontan,
tanda kebocoran plasma, warning sign, hematokrit, trombosit, tanda
overload cairan
o Pemantauan akseptabilitas diet
e) Rencana Edukasi
o Menjelaskan tentang penyakit dan prognosis.
o Menjelaskan tentang tindakan dan pengobatan yang dilakukan.
o Menjelaskan pentingnya kebersihan dan pencegahan terhadap
penyakit
H. PROGNOSIS
Quo ad vitam

: ad bonam

Quo ad sanam

: ad bonam

Quo ad fungsionam

: ad bonam

11

PEMBAHASAN
I. DEMAM BERDARAH DENGUE
a. Definisi
Penyakit DBD adalah penyakit infeksi oleh virus Dengue yang ditularkan melalui
gigitan nyamuk Aedes, dengan ciri demam tinggi mendadak disertai manifestasi
perdarahan dan bertendensi menimbulkan renjatan. DBD disebabkan oleh salah
satu dari empat serotipe virus dari genus Flavivirus, famili Flaviviridae, yang
mempunyai 4 serotipe yaitu den 1, den 2, den 3, dan den 4. Setiap serotipe cukup
berbeda sehingga tidak ada proteksi-silang dan wabah yang disebabkan beberapa
serotipe (hiperendemisitas) dapat terjadi. Virus ini ditularkan ke manusia melalui
gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang tersebar luas di seluruh
Indonesia.1-3
b. Epidemiologi
Infeksi dengue merupakan potensi ancaman terhadap kesehatan global sekarang
diakui secara global, dengan 2,5 miliar orang yang berisiko di seluruh dunia.4
Infeksi virus dengue endemis di beberapa daerah tropis dan subtropis, dan lebih
dari 100 negara di Afrika, Amerika, Mediterania, Asia Selatan, dan Pasifik Barat.
Sekitar 2,5 juta penduduk di daerah tersebut pernah terinfeksi virus dengue.
Menurut WHO terdapat kira-kira 50 100 juta kasus infeksi virus dengue setiap
tahunnya, dengan 250.000500.000 demam berdarah dengue (DBD) dan 24.000 di
antaranya meninggal dunia.3
Di Indonesia DBD merupakan masalah kesehatan, karena hampir seluruh
wilayah Indonesia mempunyai risiko untuk terjangkit infeksi dengue. Virus
penyebab dan nyamuk sebagai vektor pembawa tersebar luas di perumahan
penduduk maupun fasilitas umum.3, 5
Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya epidemi dengue, meliputi
faktor lingkungan, biologi dan demografis memainkan peran sentral. Pola
epidemiologi sepanjang tahun menunjukkan kejadian puncak infeksi virus dengue
selama bulan Oktober sampai April, biasanya bertepatan dengan musim hujan.5

12

Gambar: Peta epidemiologi infeksi virus dengue dan area vektornya6

Gambar: Insidensi demam berdarah dengue5


c. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis infeksi virus dengue bermacam-macam sesuai dengan
perjalanan alamiahnya. Pada demam dengue, gambaran klinis yang didapat
adalah demam 2 7 hari, disertai 2 atau lebih gejala sakit kepala, nyeri retro
orbital, mialgia atau arthralgia, ruam, manifestasi perdarahan, tourniquet test dan
petechiae. Demam berdarah dengue menampakkan gejala seperti diatas,
disertai:7
Manifestasi perdarahan yang lebih nyata, seperti:
Test tourniquet positif.
Petechiae, echimosis atau purpura.
Perdarahan mukosa, epistaksis atau perdarahan gusi .
Trombositopenia
Kebocoran plasma disebabkan oleh meningkatnya permeabilitas kapiler, dengan
ditandai oleh :
Meningkatnya hematokrit sebesar 20 %
13

Efusi pleura dan atau ascites.


Berikut adalah skema manifestasi klinis berdasarkan hari sakit terhitung sejak
demam pertama kali sesuai dengan perjalanan alamiah demam berdarah
dengue.7,8

Dari skema perjalanan penyakit tersebut, sangat penting untuk


mengetahui sejak kapan pasien mulai demam. Pada umumnya demam reda pada
hari sakit ke 3-4. Setiap fase mempunyai masalah berbeda, pola kinetik kadar
hematokrit dan trombosit pada setiap fase berbeda. Oleh karena itu, uji diagnostik
perlu diperhatikan pada setiap fase.
Sebuah penelitian kohort di Sri Lanka menggambarkan pola manifestasi
klinis yang terdapat pada pasien yang dirawat di RS dengan infeksi virus
dengue.9 (Level of evidence 3)

14

d. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis
demam berdarah dengue sesuai kriteria WHO adalah kadar hematokrit dan
trombosit. Pemeriksaan tersebut juga dapat digunakan untuk memantau respon
terapi.
Pemeriksaan serologi dilakukan pada hari ke 4 sampai hari ke 6 (fase akut).
Apabila hasil pemeriksaan pertama negatif, diulang pada saat berobat untuk
kontrol (fase konvalesen). Infeksi primer apabila pada fase akut IgM positif dan
infeksi sekunder bila pada fase akut IgM dan IgG positif atau hanya IgG positif. 3,
10-13

15

WHO memaparkan pemeriksaan laboratorium yang diperlukan untuk


diagnostik demam berdarah dengue, yang diringkas dalam tabel berikut ini:8

Peeling dkk meninjau masing-masing uji diagnostik tersebut di atas dan


menunjukkan keuntungan dan keterbatasan tiap uji diagnostik tersebut, yang
dirangkum dalam tabel di bawah ini.13

16

Selain pemeriksaan tersebut, terdapat pemeriksaan radiologi untuk


menunjang diagnosis yang dapat dilakukan atas indikasi tertentu. Indikasi klinis
untuk melakukan pemeriksaan foto thoraks right lateral decubitus adalah sebagai
berikut:
Indikasi Klinis RLD :
1. Dengue shock syndrome
2. Pasien berusia kurang dari 1 tahun, laboratorium menunjukkan tidak ada
hemokonsentrasi, tetapi terdapat tanda leakage.
3. Perjalanan klinis, anak makin sesak.
Bukan merupakan indikasi foto RLD:
1. Pasien demam berdarah dengue saja
2. Evaluasi pasca foto pertama PEI (+), kemudian ingin melakukan evaluasi
ulang dengan klinis yang baik
Pada kasus ini, dilakukan pemeriksaan penunjang untuk menegakkan
diagnosis demam berdarah dengue selain dari manifestasi klinis, yaitu dengan
pemeriksaan darah rutin serial, pemeriksaan foto thorax RLD. Darah rutin
menunjukkan adanya penurunan trombosit secara tajam yang merupakan salah
satu warning sign yang mengarahkan ke dugaan demam berdarah dengue. Dari
17

pemeriksaan foto thoraks RLD tidak menunjukkan adanya efusi pleura, yang
menjadi salah satu parameter terjadinya kebocoran plasma. Pemeriksaan serologi
dilakukan pada hari sakit keempat berupa pemeriksaan dengue blot dan
didapatkan hasil IgM anti dengue dan IgG anti dengue didapat hasil positif. Hal
ini menunjukkan bahwa pada pasien terjadi infeksi sekunder virus dengue.
e. Diagnosis
Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis menurut WHO.
Hingga saat ini terdapat beberapa pembaruan pada kriteria diagnosis menurut
WHO. Tabel di bawah ini menjelaskan perbedaan kriteria diagnosis pada kriteria
WHO tahun 1997, 2009, 2011, dan 2012.

Kriteria WHO tahun 1997 terdiri dari kriteria klinis dan laboratoris.1
Kriteria Klinis :
a. Demam tinggi mendadak dan terus-menerus selama 2 7 hari.
b. Tanda-tanda perdarahan
c. Pembesaran hati (hepatomegali)
18

d.

Syok

Kriteria Laboratoris :
a. Trombositopeni (100.000/L atau kurang)
b. Hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit 20 % atau lebih dibandingkan nilai
hematokrit pada masa konvalesen).
Dua kriteria klinis pertama ditambah trombositopenia dan hemokonsentrasi cukup
untuk menegakkan diagnosis klinis DBD. Efusi pleura dan atau hipoalbuminemia
dapat memperkuat diagnosis terutama pada pasien anemi dan atau terjadi perdarahan.
Derajat penyakit DBD menurut WHO tahun 1997 diklasifikasikan dalam 4 derajat:
1. Derajat I

: Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi


perdarahan adalah uji torniquet

2. Derajat II

: Seperti derajat I disertai perdarahan spontan di kulit atau


perdarahan lain

3. Derajat III

: Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah,


tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang), atau hipotensi,
sianosis sekitar mulut, kulit dingin dan lembab, dan anak tampak
gelisah

4. Derajat IV

: Syok berat (profound shock), nadi tidak teraba dan tekanan


darah tidak terukur

Kriteria WHO tahun 2011 menggunakan istilah warning sign untuk


mendeteksi syok secara dini:14

19

Berdasarkan skema kriteria WHO tahun 2011, kasus ini merupakan kasus
infeksi virus dengue simtomatik, yang mengarah pada tipe demam berdarah dengue
yang disertai syok.
Kriteria WHO tahun 2009 dan 2012 menggunakan warning sign untuk
menjaring lebih banyak kasus, dirangkum dalam skema berikut.8, 15

Berdasarkan kriteria WHO tahun 2009 dan 2012, kasus ini merupakan
tersangka infeksi dengue yang didapat dari pasien tinggal di daerah endemis dan
telah dikonfirmasi dengan tes laboratosis. Warning sign yang terdapat pada
pasien ini berupa penurunan trombosit secara cepat. Berdasarkan kriteria
tersebut, pasien termasuk ke dalam tipe pasien dengue yang disertai warning
sign.
f. Tatalaksana
Pasien yang pada waktu masuk rumah sakit dalam keadaan baik sewaktuwaktu dapat jatuh ke dalam keadaan syok (DSS), oleh karena itu kecepatan
menentukan diagnosis, monitor, dan pengawasan yang ketat menjadi kunci
keberhasilan penanganan DBD.3 Tatalaksana demam berdarah dengue mengalami
perubahan dari waktu ke waktu. WHO menerbitkan panduan untuk tatalaksana
infeksi virus dengue pada tahun 1997, yang terus diperbarui pada tahun 2009,
2011, dan 2012.

20

Berikut ini adalah tatalaksana infeksi virus dengue berdasarkan kriteria


terbaru yang diterbitkan oleh WHO pada tahun 2012.8

21

Kriteria memulangkan pasien adalah sebagai berikut.

Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik.

Tampak perbaikan secara klinis

Hematokrit stabil

3 hari setelah syok teratasi

Jumlah trombosit 50,000/mm3

Tidak ada distress respirasi akibat efusi pleura atau asites.

g. Pencegahan
Oleh karena penyakit ini ditularkan oleh vektor, tindakan pencegahan
yang dapat dilakukan adalah memutuskan rantai penularan yaitu dengan
pengendalian vektor. Berdasarkan penelitian Fathi dan kawan-kawan, beberapa
aspek dapat berperan untuk dapat mencegah penularan infeksi virus dengue,
yaitu:2 (Level of evidence 3)

Kepadatan penduduk
Mobilitas penduduk
Sanitasi lingkungan
22

Keberadaan kontainer air


Kepadatan vektor
Tingkat pengetahuan akan DBD
Sikap dan perilaku penduduk
Tindakan pembersihan sarang nyamuk
Pengasapan (fogging)
Penyuluhan DBD
h. Prognosis
Pasien yang pada waktu masuk rumah sakit dalam keadaan baik sewaktuwaktu dapat jatuh ke dalam keadaan syok (SSD).3
Berdasarkan hasil penelitian Setiati dkk, status gizi kurang dan obesitas
mempunyai risiko terjadinya syok lebih besar secara bermakna dibandingkan
dengan gizi baik. Pada beberapa penelitian terdahulu, penderita dengan obesitas
mempunyai risiko lebih besar untuk mengalami syok. Status gizi sering dikaitkan
dengan respon sistem imun yang berpengaruh terhadap beratnya DBD. Status
gizi kurang belum ada penelitian lain, diduga berhubungan dengan depresi sistem
imun, sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut.16 (Level of evidence 2)
Penelitian tersebut menghasilkan sebuah formulasi skor kebocoran
vaskuler yang digunakan untuk memprediksi kemungkinan terjadinya syok pada
demam berdarah dengue.

Formulasi SKV (SKV = 23 x skor hematokrit + 21 x skor IEP + 33 x skor


protein total + 10 x skor albumin) dapat dipergunakan dalam penatalaksanaan
DBD untuk meningkatkan kewaspadaan dan antisipasi terjadinya syok. Penilaian
23

SKV harus dilakukan pada saat penderita masuk rumah sakit dan diulang selama
fase akut DBD (72 jam berikutnya). Penilaian SKV dapat dilakukan di semua
rumah sakit tipe C.16 (Level of evidence 2)
Pada demam berdarah dengue yang tidak dapat tertangani dengan baik,
dapat terjadi komplikasi berupa overload cairan, gagal ginjal akut, ensefalopati,
DIC, dan bahkan kematian.
Dari penelitian di Sri Lanka oleh Kularatne dan kawan-kawan, berikut
adalah komplikasi yang diamati pada pasien infeksi virus dengue:17

II. GIZI BAIK PERAWAKAN NORMAL


Dalam menilai status gizi seseorang dapat ditentukan dengan melakukan
anamnesis untuk menilai riwayat diet yang tepat, Klinis dengan melihat adanya tandatanda malnutrisi, serta penilaian antropometri. Baku antropometri di Indonesia adalah
WHO-NCHS (World Health Organization - National Center for Health Statistics,
USA).18
Indeks antropometri yang umum digunakan dalam menilai status gizi adalah
berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), dan berat
badan menurut tinggi badan (BB/TB). Pada tahun 1978, WHO menganjurkan
penggunaan BB/TB, karena menghilangkan faktor umur yang menurut pengalaman
sulit didapat secara benar, khusunya di daerah terpencil di mana terdapat masalah
tentang pencatatan kelahiran anak. Indeks BB/TB juga menggambarkan keadaan
kurang gizi akut waktu sekarang, walaupun tidak dapat menggambarkan keadaan gizi
24

waktu lampau.18

Tabel . Klasifikasi status gizi menurut Standart Z- score

WAZ

HAZ

WHZ

>+2 SD

Berat badan lebih

Jangkung

Gemuk

-2 SD s/d +2 SD

Berat badan normal

Normal

Normal

<-2 s/d -3 SD

Berat badan rendah

Pendek

Kurus

<-3 SD

Berat badan sangat rendah

Sangat pendek

Sangat kurus

BB/U yang rendah dan PB/U yang normal menunjukkan indikator status gizi fase
akut, sedangkan BB/U yang rendah dan PB/U yang rendah menunjukkan indikator
status gizi fase kronis.

WAZ yang rendah dan HAZ yang normal menunjukkan indikator status gizi fase
akut, sedangkan WAZ yang rendah dan HAZ yang rendah menunjukkan indikator
status gizi fase kronis.

25

DAFTAR PUSTAKA
1.

Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS, Satari HI. Infeksi virus dengue.
Buku ajar infeksi dan pediatri tropis. Jakarta: UKK Infeksi dan Pediatri Tropis
IDAI; 2008. p. 155-81.

2.

Fathi, Keman S, Wahyuni CU. Peran faktor lingkungan dan perilaku terhadap
penularan demam berdarah dengue di kota Mataram. Jurnal Kesehatan
Lingkungan. 2005;2(1):1-10.

3.

Hartoyo E. Spektrum klinis demam berdarah dengue pada anak. Sari Pediatri.
2008;10(3):145-50.

4.

Bhatia R, Dash AP, Sunyoto T. Changing epidemiology of dengue in South-East

A. Changing epidemiology of dengue haemorrhagic fever in Indonesia. Dengue


Bulletin. 2006;30:1-14. Asia. WHO South-East Asia Journal of Public Health.
2013;2(1):23-6.
5.

Setiati TE, Wagenaar JFP, Kruif MDd, Mairuhu ATA, Gorp ECMv, Soemantri

6.

Teixeira MG, Barreto ML. Diagnosis and management of dengue. BMJ.


2009;339:1189-93.

7.

Kalayanarooj S. Clinical manifestations and management of dengue/DHF/DSS.


Tropical Medicine and Health 2011;39(4):83-7.

8.

Handbook for clinical management of dengue (2012).

9.

Malavige GN, Ranatunga PK, Velathanthiri VGNS, Fernando S, Karunatilaka


DH, Aaskov J, et al. Patterns of disease in Sri Lankan dengue patients. Arch Dis
Child 2006;91:396-400.

10.

Pancharoen C, Mekmullica J, Thisyakorn U. Primary dengue infection: what are


the clinical distinctions from secondary infection? Southeast Asian J Trop Med
Public Health. 2001;32(3):476-80.

26

11.

Karyana IPG, Santoso H, Arhana BNP. The value of IgG to IgM ratio in
predicting secondary dengue infection. Paediatr Indones. 2006;46:113-7.

12.

Arhana BNP. Rasio IgM/IgG fase akut untuk menentukan infeksi dengue
sekunder. Sari Pediatri. 2006;8(1):2-8.

13.

Peeling RW, Artsob H, Pelegrino JL, Buchy P, Cardosa MJ, Devi S, et al.
Evaluation of diagnostic tests: dengue. Nature Review: Micobiology. 2010;530538.

14.

Comprehensive guidelines for prevention and control of dengue and dengue


haemorrhagic fever, (2011).

15.

Soegijanto s, Budiyanto, Kartika, Taufik, Amor. Update management of dengue


complicatons in pediatric. Indonesian Journal of Tropical and Infectious
Disease. 2011;2(1):1-11.

16.

Setiati TE, Retnaningsih A, Supriatna M, Soemantri A. Skor kebocoran vaskuler


sebagai prediktor awal syok pada demam berdarah dengue. Jurnal Kedokteran
Brawijaya. 2005;21(1).

17.

Kularatne SAM, Gawarammana IB, Kumarasiri PRV. Epidemiology, clinical


features, laboratory investigations and early diagnosis of dengue fever in adults:
a descriptive study in Sri Lanka. Southeast Asian J Trop Med Public Health.
2005;36(3):686-92.

18.

Sjarif DR. Prinsip asuhan nutrisi pada anak. In: Sjarif DR, Lestari ED,
Mexitalia M, Nasar SS, editors. Buku ajar nutrisi dan penyakit metabolik.
Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2011. p. 36-62.

27

Anda mungkin juga menyukai