Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
memusatkan pelayanannya kepada keluarga sebagai suatu unit, dimana tanggung jawab dokter
terhadap pelayanan kesehatan tidak dibatasi oleh golongan umur, jenis kelamin pasien, organ
tubuh atau jenis penyakit tertentu. Tujuan pelayanan dokter keluarga adalah untuk
menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama serta pelayanan kesehatan menyeluruh
yang dibutuhkan setiap anggota dalam satu keluarga. Metode field study yang dilakukan adalah
dengan mengunjungi rumah keluarga Pak Nasan, melakukan anamnesis terhadap anggota
keluarga yang mengalami masalah kesehatan serta memberikan intervensi secara langsung
kepada mereka lalu melihat hasil intervensi tersebut setelah beberapa hari kemudian. Hasil field
study menunjukkan bahwa ada respon positif dari keluarga Pak Nasan dalam hal kesadaran dan
keinginan untuk berobat secara rutin agar dapat menyembuhkan atau setidaknya meminimalisasi
dampak buruk yang dapat terjadi akibat penyakit yang mereka derita.
Kata Kunci: Dokter keluarga, Intervensi keluarga, Peningkatan kesehatan keluarga.
Abstract: Family doctor service is a comprehensive medical services that centralize services to
the family as an unit in which the doctors responsibility to health care is not limited by age
group, gender, body organs, or certain diseases. The aim of family doctor service is to organize
the first level of health services and comprehensive health services which is required of each
member in the family. Method is by visiting the family home Mr. Nasan to make an anamnesis to
family members who suffer from health problems as well as providing direct intervention to
them and see the results of the intervention within a few days later. The results showed that there
was a positive response of Mr. Nasan family in terms of awareness and desire for treatment on a
regular basis in order to cure or at least minimize the adverse effects that can occur as a result of
their disease.
Key words: Family doctor, Family intervention, Improving the health of family.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Terwujudnya keadaan sehat merupakan kehendak semua pihak. Tidak hanya oleh
perorangan atau keluarga, tetapi juga oleh kelompok dan bahkan oleh seluruh anggota
masyarakat. Adapun yang dimaksudkan dengan sehat ialah kesejahteraan dari badan, jiwa dan
sosial yang memungkinkan orang hidup secara produktif secara sosial dan ekonomi (UU no 23
tahun 1992).
Untuk dapat mewujudkan keadaan sehat tersebut , banyak upaya yang harus
dilaksanakan . salah satu diantaranya yang mempunyai peranan penting yaitu penyelengaraan
pelayanan kesehatan. (Prasetyawati, 2010).
Pelayanan dokter keluarga adalah pelayanan kedokteran yang menyeluruh yang dimana
memusatkan pelayanan kepada keluarga sebagai suatu unit, dimana tanggung jawab dokter
terhadap pelayanan kesehatan tidak dibatasi oleh golongan umur atau jenis kelamin pasien juga
tidak boleh organ tubuh atau jenis penyakit tertentu. Dokter keluarga adalah dokter yang dapat
memberikan pelayanan kesehatan yang berorientasi komunitas dengan titik berat kepada
keluarga, ia tidak hanya memandang penderita sebagai individu yang sakit tetapi sebagai bagian
dari unit keluarga dan tidak hanya menanti secara pasif tetapi bila perlu aktif mengunjungi
penderita atau keluarganya (Sari, 2003).
Dokter yang memiliki tanggung jawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat
pertama serta pelayanan kesehatan menyeluruh yang dibutuhkan setiap anggota dalam satu
keluarga, dan apabila berhadapan dengan suatu masalah kesehatan yang tidak mampu
ditanggulangi, meminta bantuan konsultasi dari dokter ahli yang sesuai ( The American Board of
Family Practice, 1969)
Dokter keluarga adalah dokter yang bertugas sebagai care provider, decision maker,
community leader, communicator dan manager, oleh karena itu, pelayanan dokter keluarga yang
berkualitas harus mampu mengungguli pelayanan kesehatan lain di tingkat pelayanan primer
serta dapat berperan sebagai gate keeper yang mampu mengatur pelayanan kesehatan bagi
keluarga, sekaligus bertanggung jawab dalam rujukan pelayanan kesehatan lanjutan apabila
dibutuhkan pasien (Nurkholiq, 2011)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Landasan Teori
II.1. KEDOKTERAN KELUARGA
II.1.1. Batasan
Pada saat ini, batasan dokter keluarga banyak macamnya. Beberapa di antaranyayang
dipandang cukup penting adalah :
1. Dokter keluarga adalah dokter yang mengutamakan penyediaan pelayanan komprehensif
bagi semua orang yang mencaripelayanan kedokteran, dan mengatur pelayanan oleh
provider lain bila diperlukan. Dokter ini adalah seorang generalis yang menerima semua
orang yang membutuhkan pelayanan kedokteran tanpa adanya pembatasan usia, gender,
ataupun jenis penyakit. Dikatakan pula bahwa dokter keluarga adalah dokter yang
mengasuh individu sebagai bagian dari keluarga dan dalam lingkup komunitas dari
individu tersebut. Tanpa membedakan ras, budaya, dan tingkatan sosial. Secara klinis,
dokter
ini
berkompeten
untuk
menyediakan
pelayanan
dengan
sangat
3.
4.
5.
6.
i. Saraf
j. Kedokteran Komunitas
Ketrampilan Klinis Layanan Primer Lanjut
a. Ketrampilan melakukan health screening
b. Menafsirkan hasil pemeriksaan laboratorium lanjut
c. Membaca hasil EKG
d. Membaca hasil USG
e. BTLS, BCLS, dan BPLS
Ketrampilan Pendukung
a. Riset
b. Mengajar kedokteran keluarga
Ilmu dan Ketrampilan Klinis Layanan Primer Cabang Ilmu Pelengkap
a. Semua cabang ilmu kedokteran lainnya
b. Memahami dan menjembatani pengobatan alternatif
Ilmu dan Ketrampilan Manajemen Klinik
1. Manajemen klinik dokter keluarga
Standar Kompetensi Dokter Keluarga menurut Deklarasi WONCA WHO tahun 2003
meliputi :
1. Melaksanakan asuhan bagi pasien dalam kelompok usia tertentu
a. Bayi baru lahir
b. Bayi
c. Anak
d. Remaja
e. Dewasa
f. Wanita hamil dan menyusui
g. Lansia wanita dan pria
2. Mengintegrasikan komponen asuhan komprehensif
a. Memahami epidemiologi penyakit
b. Melakukan anamnesis dan pemeriksaan jasmani secara memadai
c. Memahami ragam perbedaan faali dan metabolisme obat
d. Menafsirkan hasil pemeriksaan laboratorium dan radiologi
e. Menyelenggarakan penilaian risiko khusus usia tertentu
f. Menyelenggarakan upaya pencegahan, penapisan, dan panduan serta penyuluhan
gizi
g. Memahami pokok masalah perkembangan normal
h. Menyelenggarakan konseling psikologi dan perilaku
i. Mengkonsultasikan atau merujuk pasien tepat pada waktunya bila diperlukan
j. Menyelenggarakan layanan paliatif dan jelang ajal
k. Menjunjung tinggi aspek etika pelayanan kedokteran
3. Mengkoordinasikan layanan kesehatan
a. Dengan keluarga pasien
a. Penilaian keluarga
b. Menyelenggarakan pertemuan keluarga (pasien)
c. Pembinaan dan konseling keluarga
b. Dengan masyarakat
1. Penilaian kesehatan masyarakat dan epidemiologi
2. Pemeriksaan / penilaian masyarakat
3. Mengenali dan memanfaatkan sumber daya masyarakat
4. Program pencegahan dan pendidikan bagi masyarakat
5. Advokasi / pembelaan kepentingan kesehatan masyarak
4. Menangani masalah masalah kesehatan yang menonjol
a. Kelainan alergik
b. Anestesia dan penanganan nyeri
c. Kelainan yang mengancam jiwa dan kegawatdaruratan
d. Kelainan kardiovaskular
e. Kelainan kulit
f. Kelainan mata dan telinga
g. Kelainan saluran cerna
h. Kelainan perkemihan dan kelamin
i. Kelainan obstetrik dan ginekologi
j. Penyakit infeksi
k. Kelainan muskuloskeletal
l. Kelainan neoplastik
m. Kelainan neurologi
n. Psikiatri
5. Melaksanakan profesi dalam tim penyedia kesehatan
a. Menyusun dan menggerakkan tim
b. Kepemimpinan
c. Ketrampilan manajemen praktik
d. pemecahan masalah konflik
e. Peningkatan kualitas
(Ikatan Dokter Indonesia, Kolegium Dokter dan Dokter KeluargaIndonesia, Kolegium Ilmu
Kedokteran Keluarga Indonesia,2007)
II.2.BPJS
II.2.1.Definisi dan Dasar Hukum
UndangUndang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(UU BPJS), secara tegas menyatakan bahwa BPJS yang dibentuk dengan UU BPJS adalah badan
hukum publik. BPJS yang dibentuk dengan UU BPJS adalah BPJS Kesehatan dan BPJS
Ketenagakerjaan.
Kedua BPJS tersebut pada dasarnya mengemban misi negara untuk memenuhi hak
konstitusional setiap orang atas jaminan sosial dengan menyelenggarakan program jaminan yang
bertujuan memberi kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
Penyelenggaraan jamianan sosial yang adekuat dan berkelanjutan merupakan salah satu
pilar Negara kesejahteraan, disamping pilar lainnya, yaitu pendidikan bagi semua, lapangan
pekerjaan yang terbuka luas dan pertumbuhan ekonomi yang stabil dan berkeadilan.
Mengingat pentingnya peranan BPJS dalam menyelenggarakan program jaminan sosial
dengan cakupan seluruh penduduk Indonesia, maka UU BPJS memberikan batasan fungsi, tugas
dan wewenang yang jelas kepada BPJS. Dengan demikian dapat diketahui secara pasti batasbatas tanggung jawabnya dan sekaligus dapat dijadikan sarana untuk mengukur kinerja kedua
BPJS tersebut secara transparan
II.2.2.Fungsi
UU BPJS menetukan bahwa BPJS Kesehatan berfungsi menyelenggarakan
program jaminan kesehatan. Jaminan Kesehatan menurut UU SJSN diselenggarakan
secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas, dengan tujuan
menjamin agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan
dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan.
BPJS Ketenagakerjaan menurut UU BPJS berfungsi menyelenggarakan 4
program, yaitu program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun,
dan jaminan kematian.
Menurut UU SJSN program jaminan kecelakaan kerja diselenggarakan secara
nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial, dengan tujuan menjamin agar peserta
memperoleh manfaat pelayanan kesehatan dan santunan uang tunai apabila seorang
pekerja mengalami kecelakaan kerja atau menderita penyakit akibat kerja.
Selanjutnya program jaminan hari tua diselenggarakan secara nasional
berdasarkan prinsip asuransi sosial atau tabungan wajib, dengan tujuan untuk menjamin
agar peserta menerima uang tunai apabila memasuki masa pensiun, mengalami cacat
total tetap, atau meninggal dunia.
Kemudian program jaminan pensiun diselenggarakan secara nasional berdasarkan
prinsip asuransi sosial atau tabungan wajib, untuk mempertahankan derajat kehidupan
yang layak pada saat peserta kehilangan atau berkurang penghasilannya karena
memasuki usia pensiun atau mengalami cacat total tetap.
Jaminan pensiun ini diselenggarakan berdasarkan manfaat pasti, sedangkan
program jaminan kematian diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi
sosial dengan tujuan untuk memberikan santuan kematian yang dibayarkan kepada ahli
waris peserta yang meninggal dunia.
A. Tugas
Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana tersebut diatas BPJS bertugas untuk:
a. Melakukan dan/atau menerima pendaftaran peserta
b. Memungut dan mengumpulkan iuran dari peserta dan pemberi
kerja
c. Menerima bantuan iuran dari Pemerintah
d. Mengelola Dana Jaminan Sosial untuk kepentingan peserta
e. Mengumpulkan dan mengelola data peserta program jaminan
sosial
f. Membayarkan manfaat dan/atau membiayai pelayanan kesehatan
sesuai dengan ketentuan program jaminan sosial dan
g. Memberikan informasi mengenai penyelenggaraan program
jaminan sosial kepada peserta dan masyarakat.
Dengan kata lain tugas BPJS meliputi pendaftaran kepesertaan dan pengelolaan
data kepesertaan, pemungutan, pengumpulan iuran termasuk menerima
B. Peserta
Peserta BPJS Kesehatan adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja
paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran, meliputi :
1. Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBI) : fakir miskin dan orang tidak
mampu, dengan penetapan peserta sesuai ketentuan peraturan perundangundangan.
2. Bukan Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (Non PBI), terdiri dari :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
Investor
b)
Pemberi Kerja
c)
hak pensiun
Penerima pensiun lain dan
Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun lain yang
mendapat hak pensiun.
d)
Veteran
e)
Perintis Kemerdekaan
f)
Janda, duda, atau anak yatim piatu dari Veteran atau Perintis Kemerdekaan dan
g)
Bukan Pekerja yang tidak termasuk huruf a sd e yang mampu membayar iuran
Keluarga inti meliputi istri/suami dan anak yang sah (anak kandung, anak tiri dan/atau
anak angkat), sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang.
Anak kandung, anak tiri dari perkawinan yang sah, dan anak angkat yang sah, dengan
kriteria:
a. Tidak atau belum pernah menikah atau tidak mempunyai penghasilan sendiri
b. Belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau belum berusia 25 (dua puluh lima)
tahun yang masih melanjutkan pendidikan formal.
2. Pekerja Bukan Penerima Upah dan Bukan Pekerja : Peserta dapat mengikutsertakan anggota
keluarga yang diinginkan (tidak terbatas).
3. Peserta dapat mengikutsertakan anggota keluarga tambahan, yang meliputi anak ke-4 dan
seterusnya, ayah, ibu dan mertua.
4. Peserta dapat mengikutsertakan anggota keluarga tambahan, yang meliputi kerabat lain
seperti Saudara kandung/ipar, asisten rumah tangga, dll.
II.3. ULKUS
II.3.1. Pengertian
Ulkus adalah rusaknya barier kulit sampai ke seluruh lapisan (full thickness) dari
dermis. Pengertian ulkus kaki diabetic termasuk nekrosis atau gangren. Gangren
diabetikum adalah kematian jaringan yang disebabkan oleh penyumbatan pembuluh
darah karena adanya mikroemboli aterotrombosis akibat penyakit vascular perifer oklusi
yang menyertai penderita diabetes sebagai komplikasi menahun dari diabetes itu sendiri.
Ulkus kaki diabetic dapat diikuti oleh invasi bakteri
pembusukan, dapat terjadi di setiap bagian tubuh terutama dibagian distal tungkai bawah.
II.3.2. Patofisiologi Ulkus Kaki Diabetik
Ada beberapa komponen penyebab sebagai pencetus timbulnya ulkus kaki diabetikum
pada pasien diabetes. Komponen tersebut dibagi dalam 2 faktor besar, yaitu:
1. Faktor Kausatif
a. Neuropati perifer
Merupakan factor kausatif utama dan terpenting. Neuropati sensorik
biasanya cukup dalam (>50%) sebelum mengalami kehilangan sensasi proteksi
yang berakibat pada kerentanan terhadap trauma fisik dan termal sehingga
meningkatkan resiko ulkus kaki. Tidak hanya sensasi nyeri dan tekanan yang
hilang, tetapi juga propriosepsi yaitu sensasi posisi kaki juga menghilang.
Neuropati motorik mempengaruhi semua otot-otot di kaki, mengakibatkan
penonjolan tulang-tulang abnormal, arsitektur normal kaki berubah, deformitas
yang khas seperti hammer toe dan hallux rigidus. Sedangakan neuropati autonom
ditandai dengan kulit kering, tidak berkeringat, dan peningkatan pengisian kapiler
sekunder akibat pintasan arteriovenosus di kulit, hal ini mencetuskan timbulnya
fisura, kerak kulit, semuanya menjadikan kaki rentan terhadap trauma yang
minimal.
b. Tekanan plantar kaki yang tingi
Merupakan factor kausatif kedua terpenting. Keadaan ini berkaitan
dengan dua hal, yaitu keterbatasan mobilitas sendi dan deformitas kaki. Pada
pasien dengan neuropati perifer, 28% dengan tekanan plantar yang tinggi dalam
2,5 tahun kemudian timbul ulkus di kaki disbanding dengan tanpa tekanan plantar
tinggi.
c. Trauma
Terutama trauma yang berulang, 21% trauma akibat gesekan dari alas
kaki, 11% karena cedera kaki (kebanyakan karena jatuh), 4% selulitis akibat
komplikasi tinea pedis, dan 4% karena kesalahan memotong kuku jari kaki.
2. Faktor kontributif
a. Aterosklerosis
Terjadi karena penyakit vaskuler perifer terutama mengenai pembuluh
darah femoropoplitea dan pembuluh darah kecil dibawah lutut, merupakan factor
kontributif terpenting. Resiko ulkus menjadi dua kali lebih tinggi pada pasien
diabetes disbanding dengan pasien non-diabetes.
b. Diabetes
Diabetes menyebabkan gangguan penyembuhan luka secara intrinsic,
termasuk diantaranya gangguan collagen cross-linking, gangguan fungsi
metalloproteinase, dan gangguan imunologi terutama gangguan fungsi PMN.
Disamping itu penderita diabetes memiliki angak onikomikosis dan infeksi tinea
yang lebih tinggi, sehingga kulit mudah mengelupas dan mengalami infeksi. Pada
DM, ditandai dengan hiperglikemia yang berkelanjutan serta peningkatan
mediator-mediator inflamasi, memicu respon inflamasi, menyebabkan inflamasi
kronis, namun keadaan ini dianggap sebagai inflamasi derajat rendah, karena
hiperglikemia sendiri menimbulkan gangguan mekanisme pertahanan seluler.
Inflamasi dan neovaskularisasi penting dalam penyembuhan luka, tetapi harus
sekuensial, self-limited, dan dikendalikan secara ketat pleh interaksi sel molekul.
Pada DM respon inflamasi akut dianggap lemah dan angiogenesis terganggu
sehingga terjadi gangguan penyembuhan luka.
maka
perlu
mengetahui
akar
penyebabnya.
Untuk
Klasifikasi Wagner
Grade 0
Tidak ada ulkus pada penderita kaki resiko tinggi
Grade 1
Ulkus superfisial terlokalisir
Grade 2
Ulkus lebih dalam, mengenai tendon, ligament, otot, sendi, belum
Grade 3
Grade 4
Grade 5
II.4. OSTEOMYELITIS
11.4.1. Pengertian
Osteomyelitis adalah proses inflamasi akut atau kronik pada tulang dan struktur
sekundernya karena infeksi oleh bakteri piogenik.
II.4.2.Patofisiologi
Infeksi pada osteomyelitis dapat terjadi lokal atau dapat menyebar melalui
periosteum, korteks, sumsum tulang, dan jaringan retikular. Jenis bakteri bevariasi
berdasarkan pada umur pasien dan mekanisme dari infeksi itu sendiri.
Terdapat dua kategori dari osteomyelitis akut:
1.
Hematogenous osteomyelitis
Infeksi disebabkan bakteri melalui darah. Acute hematogenous
osteomyelitis, infeksi akut pada tulang disebabkan bekteri yang berasal dari sumber infeksi
lain. Kondisi ini biasanya terjadi pada anak-anak. Bagian yang sering terkena infeksi adalah
bagian yang sedang bertumbuh pesat dan bagian yang kaya akan vaskularisasi dari
metaphysis. Pembuluh darah yang membelok dengan sudut yang tajam pada distal
metaphysis membuat aliran darah melambat dan menimbulkan endapan dan trombus, tulang
itu sendiri akan mengalami nekrosis lokal dan akan menjadi tempat berkembang biaknya
bakteri. Mula-mula terdapat fokus infeksi didaerah metafisis, lalu terjadi hiperemia dan
udem. Karena tulang bukan jaringan yang bisa berekspansi maka tekanan dalam tulang ini
menyebabkan nyeri lokal yang sangat hebat.
Infeksi dapat pecah ke subperiost, kemudian menembus subkutis dan menyebar
menjadi selulitis atau menjalar melalui rongga subperiost ke diafisis. Infeksi juga dapat pecah
kebagian tulang diafisis melalui kanalis medularis.
Penjalaran subperiostal kearah diafisis akan merusak pembuluh darah yang kearah
diafisis, sehingga menyebabkan nekrosis tulang yang disebut sekuester. Periost akan
membentuk tulang baru yang menyelubungi tulang baru yang disebut involukrum
(pembungkus). Tulang yang sering terkena adalah tulang panjang yaitu tulang femur, diikuti
oleh tibia, humerus ,radius , ulna, dan fibula.
2.
Disebabkan kontak langsung antara jaringan tulang dengan bakteri, biasa terjadi
karena trauma terbuka dan tindakan pembedahan. Manisfestasinya terlokalisasi dari pada
hematogenous osteomyelitis.
Osteomyelitis sering menyertai penyakit lain seperti diabetes melitus, sickel cell
disease, AIDS, IV drug abuse, alkoholism, penggunaan steroid yang berkepanjangan,
immunosuppresan dan penyakit sendi yang kronik. Pemakaian prosthetic adalah salah satu
faktor resiko, begitu juga dengan pembedahan ortopedi dan fraktur terbuka.
Kelelahan.
Iritabilitas.
Malaise.
Terbatasnya gerakan.
Onsetnya bertahap.
Malaise.
Edem.
Terasa hangat.
Berfluktuasi.
Pada bayi baru lahir : S. aureus, Enterobacter Sp, dan Stretococcus Sp group A dan B.
Pada anak umur 4 bulan sampai 4 tahun : S. aureus, Enterobacter Sp, Stretococcus Sp
group A dan B dan H influenzae.
II.4.4.Differensial diagnosis :
Selulitis.
Gangren gas.
Osteosarkoma.
Tumor Ewing.
CRP meningkat
biakan darah dan pemeriksaa pencitraan. Aspirasi dilakukan untuk memperoleh pus dari
subkutis, subperiost, atau lokus radang dimetafisis. Untuk punksi tersebut digunakan jarum
khusus untuk membor tulang.
Pada sintigrafi dipakai Thenectium 99. sensitivitas pemeriksaan ini terbatas pada
minggu pertama, dan sama sekali tidak spesifik. Pada minggu kedua gambaran radiologi logis
mulai menunjukkan dekstrusi tulang dan reaktif periostal pembentukkan tulang baru.
II.4.6.Terapi
Begitu diagnosis secara klinis ditegakkan, ekstremitas yang terkena diistirahatkan dan
segera berikan antibiotik. Bila dengan terapi intensif selama 24 jam tidak didapati perbaikan,
dianjurkan untuk mengebor tulang yang terkena. Bila ada cairan yang keluar perlu dibor
dibeberapa tampat untuk mengurang tekanan intraostal. Cairan tersbut perlu dibiakkan untuk
menentuka jenis kuman dan resistensinya. Bila terdapat perbaikan, antibiotik parenteral
diteruskan sampai 2 minggu, kemudian diteruskan secara oral paling sedikit empat minggu.
Penyulit berupa kekambuhan yang dapat mencapai 20%, cacat berupa dekstruksi
sendi, gangguan pertumbuhan karena kerusakan cakram epifisis, dan osteomyelitis kronik.
Pada dasarnya penanganan yang dilakukan adalah :
II.4.7.Prognosis
Prognosis bevariasi, tergantung pada kecepatan dalam mendiagnosa dan melakukan
penanganan.
BAB III
ILUSTRASI KASUS
Pasien I
III.1. dentitas Pasien
Nama
Jenis Kelamin
Usia
Suku
Agama
Pendidikan
Pekerjaan
Alamat
: Nasan
: Laki-laki
: 62 tahun
: Betawi
: Islam
: Hanya sampai kelas 2 SD
: Buruh lepas ( sekarang tidak bekerja )
: Kampung Parung Serab no.4, RT 01, RW 04, Kelurahan
pindah. Sebulan lalu Pak Nasan berobat ke RS Kota kembang karena tidak tahan
dengan nyeri dan bau yang sering meresahkan tetangga karena mencium
aromanya yang tidak sedap. Sekarang setiap timbul keluhan nyeri, beliau hanya
mengompresnya dan meminum obat warung seperti puyer bintang tujuh dan neo
rheumacyl untuk menghilangkan rasa nyeri.
Pak Nasan dahulu bekerja sebagai buruh di Pabrik, namun semenjak Pabrik itu
beralih fungsi, sekarang hanya bekerja sebagai buruh lepas. Selama ini Pak Nasan
berobat dengan menggunakan Askes, karena Pabrik tempat beliau bekerja telah
tutup, Pak nasan tidak lagi melanjutkan pengobatannya, hanya berobat ketika ada
pengobatan gratis di lingkungan RT dan jika rasa nyeri tidak tertahankan barulah
beliau ke RS. Pak Nasan tidak mempunyai BPJS, anak beliau mengatakan tidak
memiliki BPJS karena malas mengantri.Selain Pak Nasan ternyata ada
tetangganya yaitu Pak Asad, 35 tahun mengidap penyakit seperti ini namun baru
beberapa bulan dan tidak terlalu meluas lukanya. Pak Nasan tinggal bersama istri,
mertua lelaki, dua anak ( Pak Nasan mempunyai delapan orang anak, empat
hidup, dan empat lagi meninggal) dan empat cucu. Pendidikan Pak Nasan tidak
tamat SD, dan anak-anak beliau hanyalah tamatan SD dan SMP. Pak Nasan
terkadang merokok 4 batang seminggu.
4) Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit dahulu
:
Berikut hasil diagnosa di Rumah Sakit Umum Cibinong :
10/7/2006 : diagnosa : Gangren di periksa oleh dokter umum.
10/7/2006 : diagnosa : Ulkus at regio pedi digiti ,di periksa oleh
dokter spesialis penyakit dalam.
13/7/2006 : diagnosa : Ca pada punggung kaki kanan, di periksa
oleh dokter spesialis kulit kelamin.
25/7/2006 : diagnosa : Ulkus (catatan khusus ganggren) di periksa
Rumah Sakit
Riwayat Operasi
: disangkal
tahun mengidap penyakit seperti ini namun baru beberapa bulan dan tidak terlalu
meluas lukanya.
6) Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien tinggal bersama dengan istri, cucu, anak dan mertuanya yang sudah berusia
lanjut. Dalam hal perekonomian, keluarga pasien termasuk ke dalam keluarga
menengah kebawah. Perekeonomian pasien dibantu oleh istri, anak dan cucunya,
istrinya bekerja sebagai buruh cuci, anaknya bekerja sebagai buruh lepas dan
cucunya bekerja sebagai pelayan di Toko. Penghasilan Istri sekitar Rp
1.500.000,00 per bulan dan anaknya sekitar Rp 1.000.000,00 per bulan , serta
cucunya sekitar Rp 2.000.000,00 per bulan.
7) Riwayat Kebiasaan
Menu makanan yang sering pasien makan adalah sayuran dengan lauk pauk tempe
dan tahu, sangat jarang mengonsumsi daging, ayam, dan ikan serta buah-buahan.
Dalam sehari pasien makan dapat dua atau tiga kali sehari.Pasien terkadang
merokok 4 batang seminggu. Pasien jarang berolahraga karena terbatas aktivitas
geraknya karena luka tersebut.
Kadang
kadang
hampir
selalu
TOTAL : 9 (SEHAT)
Keterangan nilai APGAR, hasil penilaian :
0 : tidak pernah / kurang 0-3 : sakit
1 : kadang-kadang / cukup 3-6 : kurang sehat
2 : hamper selalu / baik 7-10 : sehat
Kesimpulan : hasil nilai APGAR pada pasien adalah 9 menunjukkan
fungsi keluarga pasien dari sudut pandang setiap anggota keluarga terdapat
hubungan yang sehat antara keluarga yang satu dengan anggota keluarga
yang lain.
Family Screem
SCREEM
RESOURCES
Social
Cultural
Religius
Economy
Education
Medical
PATOLOGI
Pasien
pasrah
dengan
keadaannya, ketika dia berobat
ke dokter dan penyakitnya tidak
kunjung sembuh, maka pasien
mencoba berobat ke alternative
seperti dukun dengan meminum
ramuan. Ramuan ini tidak tepat
untuk gejala pasien sehingga
penyakit masih berkelanjutan.
Keluarga terdiri atas tiga generasi dengan satu kepala keluarga (KK) dalam
satu rumah. Seorang kepala keluarga yaitu anak pasien ( Pak Iwan, 40
tahun),anaknya yang belum menikah, cucu-cucu, mertua, pasien sendiri ( Pak
Nasan, 62 tahun) dan istri pasien. Bentuk keluarga adalah keluarga majemuk.
1. Awal perkawinan
Baru kawin, belum punya anak
2. Dengan bayi
Punya bayi 1-2 orang sampai umur 12 bulan
3. Anak usia prasekolah
Anak umur 12 bulan sampai 5 tahun
4. Anak usia sekolah
Anak umur 6-12 tahun
5. Anak usia remaja
Anak umur 13 tahun sampai 20 tahun
6. Anak-anak meninggalkan keluarga
Satu persatu anak meninggalkan keluarga
7. Orangtua usia menengah
Orangtua sampai dengan masa pension,
semua
anak
telah
meninggalkan keluarga
8. Usia lanjut
Usia lanjut sampai meninggal dunia
Family Mapping
Keterangan :
No
1
2
Nama
Kedudukan
Iwan
Kepala
Nasan
Keluarga
Orangtua
Gender
L
L
Umur
Pendidika
Pekerjaan
40
n
SMP
Buruh
62
SD
(hanya
lepas
Tidak
bekerja
sampai
3
Indun
Orangtua
56
kelas 2)
SD
(hanya
Buruh cuci
sampai
4
Arwan
Adik
30
kelas 3 )
SD
Ibrahim
Kakek
95
SD
toko
Tidak
SMP
bekerja
Pelayan
toko
Tidak
Indri
Anak
22
Irma
Anak
18
SMP
8
9
Irwan
Diva
Anak
Anak
L
P
15
7,5
SMP
SD
(sedang
Pelayan
bekerja
pelajar
pelajar
kelas 2 SD)
yang berkaitan dengan masalah fisik, psikologis, sosial dan ligkungan keluarga,
maka dilakukan kunjungan rumah sebagai bentuk penerapan pelayanan
kedokteran keluarga secara holistik, komprehensif, berkesinambugan,terpadu dan
paripaurna yang memandang pasien sebagai bagian dari keluarga dan
lingkungannya pada tanggal 25 November 2015, 7 Desember 2015 ,16 Desember
2015.
Fungsi biologi-reproduksi
Pak Nasan memiliki delapan orang anak, namun hanya empat yang
masih hidup. Ke empat anak beliau yang meninggal di akui karena demam
tinggi di usia bawah lima tahun. Pasien menderita penyakit yang terduga
osteomyelitis dan telah dialami selama 9 tahun. Pasien tampak mengeluh
nyeri pada kakinya dan sulit untuk berjalan. Pasien jarang kontrol ke
dokter karena pasien takut di amputasi. Pasien minum obat dengan teratur,
keluarga selalu mengingatkan pasien untuk minum obat secara
rutin.Keluarga tidak ada yang mengalami keluhan seperti ini, namun
tetangga pasien ada yang memiliki gejala serupa.
Fungsi psikologis
Hubungan antar keluarga yang tinggal bersama baik, kepribadian anak
dan cucu yang terbentuk sopan dan harmonis.Komunikasi pasien dengan
keluarga berjalan lancar dan tampak akrab.
Fungsi sosial
Hubungan dengan masyarakat sekitar baik, keluarga Pak Nasan masih
mempercayai pengobatan alternative seperti ke dukun.
Fungsi ekonomi
Pemenuhan kebutuhan untuk keluarga masih terbilang kurang, untuk 9
jumlah anggota keluarga. Penopang ekonomi dari istri, anak dan cucu
pasien, tidak cukup untuk kebutuhan pangan sempurna seperti susu dan
daging, dari segi edukasi masih sangat kurang.
Fungsi adaptasi
b) Aspek klinis
Kusta
Osteomielitis
c) Aspek Individual
Kepatuhan kontrol cukup buruk, terkendala oleh biaya dan pengetahuan.
Kepatuhan minum obat baik.
d) Aspek psikososial dan lingkungan
Kesadaran Pak Nasan terhadap penyakit masih sangat kurang, walaupun
keluarga mengingatkan berobat dan minum obat, namun karena keterbatasan
pengetahuan dan biaya, pengobatan tidak berjalan lancar.
e) Derajat Fungsional
Skala 2, pasien mampu melakukan pekerjaan ringan sehari-hari di dalam dan
luar rumah (sedikit kesulitan).Pasien butuh dukungan emosional dari keluarganya
karena penyakit pasien terbilang parah dan telah berlangsung lama.
Diagnosis Keluarga
Keluarga majemuk dengan kepala keluarga berpenghasilan kurang dan beban
keluarga di tanggung bersama oleh istri, anak, dan cucunya. Pasien tidak bekerja
sehingga selalu berada dirumah, sehingga tidak dapat menunjang perekonomian
keluarga. Selam ini kebutuhan keluarga untuk pangan dan kesehatan terbilang cukup.
Keluarga pasien tidak mempunyai dana untuk menunjang kesehatan pasien, mereka
memanfaatkan kartu askes yang sekarang sudah tidak aktif lagi, beruntung ada Kartu
Indonesia Sehat, sebelumnya pasien tidak memiliki kartu ini karena beranggapan
sistem BPJS itu lama, dan mereka tidak mengerti cara mendaftarkannya. Tingakt
pengetahuan pasien tentang penyakit pasien sangat rendah. Lingkungan tempat
tinggal kurang baik, ventilasi, pencahayaan, sanitasi terbialng kurang. Pasien sendiri
merokok 4 batang perminggu.
Pasien dan keluarga pasien di motivasi agar melakukan pola hidup sehat dengan
mengedukasi makanan yang cocok untuk mencukupi gizi keluarga, menjaga pencahayaan
rumah, dan berolahraga yang teratur.
Perilaku kesehatan
Berobat jika
keluhan timbul
Pelayanan kesehatan jauh
dari rumah
Faktor biologi :
Keluarga tidak ada
yang
menderita
seperti ini, namun
tetangga
pasien
ada yang bergejala
serupa
Gaya hidup
Konsumsi makanan yang
kurang bergizi seimbang
Jarang berolah raga
keluarga
Lingkungan
psikososio-ekonomi
Tinggal
bersama
mertua,
istri,
anak
dan cucu
Tidak
bekerja,
Lingkungan
biaya kerja
hidup
tergantung,
Pasienistri, tidak
anak
bekerja
dan cucu
Lingkungan Fisik
Ventilasi dan
penerangan
kurang
Komunitas
denganPasien
Alur
Penatalaksanaan
pemukiman yang tidak
padat
Pak Nasan. Berusia 62 tahun
Mengeluh luka di kaki yang ttidak kunjung
sembuh selama Sembilan tahun, sulit untuk
berjalan
Pemeriksaan Fisik :
RPS : Pasien didiagnosis osteomyelitis
sejak Sembilan tahun yang lalu, tidak
KU : CM
rajin kontrol karena keterbatasan biaya
dan takut akan diamputasi.
TD : 130/70 mmHg
Faktor risiko internal : tidak ada
keluarga yang menderita seperti ini,
namun tetangga ada. Pasien sering
menutup luka dengan kaos kaki
sehingga menambah luka semakin
basah. Pasien merokok 4 batang
perminggu.
Ostemielitis Kronis
Faktor risiko eksternal : tidak ada
Penatalaksanaan Farmakologi
Edukasi tentang :
Pasien dapat berobat ke Rumah sakit atau Puskesmas lagi, mengonsumsi makanan
yang seimbang, mempunyai kartu berobat. Pasien dan keluarga memiliki wawasan
tentang penyakit pasien sehingga pola penanganan pasien tepat.
III.10. Tindakan Terhadap Keluarga
Pengobatan pasien membutuhkan dukukungan seluruh anggota keluarga, baik segi
dana maupun moril. Keluarga pasien di jelaskan tentang keadaan pasien yang
sesungguhnya, sehingga mereka paham apa dan bagaimana penyakit pasien
tersebut.Pelaku rawat diberikan edukasi mengenai pentingnya menjaga kebersihan
gangrene pasien dan mengingatkan pasien untuk kontrol.
1. Kopping Score
Penilaian dilaksanakan terhadap penguasaan masalah dan kemampuan beradaptasi
yang terdapat pada Tabel. Penilaian kemampuan dalam mengatasi masalah secara utuh
dan kemampuan adaptasi dengan skala :
5 : dapat diselesaikan sepenuhnya oleh pasien dan keluarganya
4 : penyelesaian hampir seluruhnya oleh keluraga dengan sedikit petunjuk dari
pelayanan kesehatan.
1 : Tidak ada partisispasi, menolak, tidak ada penyelesaian walaupun saranan
tersedia
99 : tidak dapat dinilai
Masalah
Rencana Intervensi
Hasil
Nilai
Koping
Awal
Akhir
Fungsi Biologis :
menderita Farmakologi :
Pasien
Kami
osteomyelitis
sudah
Pasien
hanya
dapat memiliki
9 memotivasi
selama
telah
Kartu
gangrene
basah,
kesulitan penanganan
untuk berjalan
Non farmologi :
Edukasi
tentang
membersihkan
luka,
PHBS,
intervensi
gizi,
Pasien
sehat.
kurang Edukasi
memahami
penyakit
edukasi,
namun
pasien
masih
diderita olehnya
enggan
untuk
melepas
kaos
nyaman
dengan
aroma
yang ditimbulkan
pentingnya Pasien
sudah
dapat ditangani
penyakitnya
Pasien
jarang Menjelaskan
berolahraga karena berolahraga
keterbatasan gerak
merasa
untuk berobat
Pasien mulai aktif
tidak
untuk
aktivitas
sehari-hari
sudah cukup
Faktor
Perilaku
kesehatan keluarga :
Keluarga
pasien Edukasi
dan
keluarga
mulai
aktif
dalam
pengecekan kesehatan
keluhan saja
Pasien
Pelaku
mengingatkan
pasien
saling keluarga
berobat
dan kembali
menjalani
obat teratur
pengobatan
18/6=3
Rata-rata
dan
untuk untuk
pengobatan
25/6=4,2
Kesan dari kemampuan menyelesaian masalah awal keluarga yaitu 3 yang berarti ada
keinginan untuk penyelesaian, terdapat sumber namun perlu penggalian yang belum di
manfaatkan, hanya sedikit atas partisipasi keluarga dan sebagian besar masih dilakukan
provider kesehatan. Pada akhir kunjungan dilakukan penilaian kembali tentang kemampuan
keluarga terhdapa penyelesaian masalah. Nilai akhir koping score yang di dapat adalah 4,2
berarti penyelesaian hampir seluruhnya oleh keluraga dengan sedikit petunjuk dari orang lain/
dokter/ pelayanan kesehatan.
2. Hasil Pembinaan
o Pasien termotivasi untuk kembali berobat ke puskesmas/ rumah sakit, pasien telah
mendapatkan Kartu Indonesia Sehat sehingga pasien mempunyai fasilitas untuk
pengobatan.
o Anggota keluarga dan pasien terbuka wawasannya tentang pentingnya menjaga
kesehatan.
o Keluarga mulai mengonsumsi buah-buahan.
o Pasien mulai beraktivitas dan ekspresi wajahnya tampak bersemangat.
Pasien II
III.11. Identitas Pasien
Nama
Jenis Kelamin
Usia
Suku
Agama
Pendidikan
Pekerjaan
Alamat
: Iwan
: Laki-laki
: 40 tahun
: Betawi
: Islam
: SMP
: Buruh lepas
: Kampung Parung Serab no.4, RT 01, RW 04, Kelurahan
pusing dan lemas.. Tampak sianosis pada bagian bibir Pak Iwan.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit dahulu
: Beliau mengaku pernah koma selama 2
Riwayat Kebiasaan
Menu makanan yang sering pasien makan adalah sayuran dengan lauk pauk tempe
dan tahu, sangat jarang mengonsumsi daging, ayam, dan ikan serta buah-buahan.
Dalam sehari pasien makan dapat dua atau tiga kali sehari.
III.13. Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan umum
Baik, kesadaran compos mentis
b) Tanda vital
d. Tekanan darah
: 80/60 mmHg
e. Nadi
: 80x/menit, regular
f. RR
: 20x/menit
c) Status Generalis
Kulit
: sianosis (+), turgor kulit kembali <1 detik, ikterus (-)
Kepala
: Normocephale, rambut tidak mudah dicabut
Mata
: Edema palpebral (-/-), konjunctiva anemis (+/+), sclera ikterik
(-)
Telinga: Bentuk normal, secret (-/-)
Hidung
: Napas cuping gidung (-), secret (-/-)
Mulut
: Bibir sianosis (+)
Leher
: Deviasi trakea (-), pembesaran kelenjar limfe (-)
Pemeriksaan Tenggorokan, Thoraks, Punggung, Genitalia, Anorektal tidak
dilakukan
Ekstremitas :
Superior
Inferior
TOTAL : 9 (SEHAT)
Keterangan nilai APGAR, hasil penilaian :
0 : tidak pernah / kurang 0-3 : sakit
1 : kadang-kadang / cukup 3-6 : kurang sehat
2 : hamper selalu / baik 7-10 : sehat
Kesimpulan : hasil nilai APGAR pada pasien adalah 9 menunjukkan
fungsi keluarga pasien dari sudut pandang setiap anggota keluarga terdapat
hubungan yang sehat antara keluarga yang satu dengan anggota keluarga
yang lain.
Family Screem
SCREEM
RESOURCES
Social
PATOLOGI
Religius
Economy
Education
SMP
Medical
Pasien
pasrah
dengan
keadaannya,
karena
keterbatasan biaya pasien
tidak berobat kembali ke
dokter
Genogram
Keluarga terdiri atas tiga generasi dengan satu kepala keluarga (KK) dalam
satu rumah. Seorang kepala keluarga yaitu pasien ( Pak Iwan, 40 tahun), adiknya
yang belum menikah, anak, kakek, ayah ( Pak Nasan, 62 tahun) dan ibu pasien.
Bentuk keluarga adalah keluarga majemuk.
semua
anak
telah
meninggalkan keluarga
8. Usia lanjut
Usia lanjut sampai meninggal dunia
Pada keluarga
Kriteria :Pada keluarga ini, siklus kehidupan keluarga menempati keluarga
dengan anak usia sekolah,anak usia remaja, anak meninggalkan keluarga,
orang tua usia menengah dan usia lanjut, maka siklus kehidupan keluarga
berada di urutan 4,5,6,7, dan 8
Family Mapping
Keterangan :
Hu
Karakteristik Demografi Keluarga
Nama Kepala Keluarga : Iwan
Nama Responden
: Nasan (Pasien I) dan Iwan (Pasien II)
Alamat lengkap
: Kampung Parung Serab no.4, RT 01, RW 04,
Kelurahan Tirtajaya, Kecamatan Sukmajaya, Depok
Bentuk keluarga
: Keluarga majemuk
Daftar anggota keluarga yang tinggal satu rumah
No
Nama
Kedudukan
Gender
Umur
Pendidika
Pekerjaan
1
2
Iwan
Kepala
Nasan
Keluarga
Orangtua
L
L
40
62
n
SMP
SD
(hanya
Buruh
lepas
Tidak
bekerja
sampai
3
Indun
Orangtua
56
kelas 2)
SD
(hanya
Buruh cuci
sampai
4
Arwan
Adik
30
kelas 3 )
SD
Pelayan
Ibrahim
Kakek
95
SD
toko
Tidak
SMP
bekerja
Pelayan
toko
Tidak
Indri
Anak
22
Irma
Anak
18
SMP
8
9
Irwan
Diva
Anak
Anak
L
P
15
7,5
SMP
SD
(sedang
bekerja
pelajar
pelajar
kelas 2 SD)
Fungsi psikologis
Hubungan antar keluarga yang tinggal bersama baik, kepribadian
orangtua dan anak yang terbentuk sopan dan harmonis. Komunikasi pasien
dengan keluarga berjalan lancar dan tampak akrab.
Fungsi sosial
Hubungan dengan masyarakat sekitar baik.
Fungsi ekonomi
Pemenuhan kebutuhan untuk keluarga masih terbilang kurang,
sempurna seperti susu dan daging, dari segi edukasi masih sangat
kurang.
Fungsi adaptasi
Lingkungan hidup keluarga dan perilaku kesehatan keluarga masih sangat kurang, Pak
Iwan sering tidak menggunakan alas kaki, sehingga predisposisi terinfeksi cacing tinggi.
Pasien berobat jika keluhan timbul saja sehingga tidak tepat penanganan.
III.16. Keadaan Rumah dan Lingkungan Sekitar
Pasien tinggal di perumahan dengan lingkungan yang lembab, sinar matahari tidak
dapat memasuki rumah. Keluarga memelihara beberapa burung yang sangkarnya di
gantung dilangit-langit rumah, sehingga air atau kotoran burung tersebut dapat jatuh ke
lantai yang dapat menjadi sumber penyakit. Pasien tinggal di tempat yang jauh dari
keramaian, tidak terletak di pinggir jalan, sehingga masih dapat menghirup udara segar.
Rumah berukuran sedang, kebersihan cukup terjaga namun ventilasi, sanitasi dan
pencahayaan kurang terjaga. Luas rumah sekitar 200m2 dengan empat kamar tidur untuk
Sembilan anggota keluarga, satu kamar mandi, ruang keluarga, teras depan, dan dapur.
Penerangan rumah pada siang hari terbatas pada jendela sisi depan,hanya kamar pak
Nasan (ayanhnya) yang mempunyai jendela samping, untuk malam hari penerangan
memanfaatkan lampu listrik. Ventilasi rumah memanfaatkan pintu dan jendela depan.
Limbah rumah tangga di alirkan ke septic tank yang berjarak 10 m dari sumber air.
Sumber utama air berasal dari pompa listrik yang di manfaatkan untuk mandi, memasak,
dan mencuci pakaian. Tata letak perabotan rumah tangga terbilang baik. Kesan kebersihan
tempat tinggal cukup layak.
Derajat Fungsional
Skala 1, pasien tidak terganggu aktivitasnya. Pasien butuh dukungan
emosional dari keluarganya karena penyakit pasien terbilang parah dan telah
berlangsung lama.
III.18. Diagnosis Keluarga
Keluarga majemuk dengan kepala keluarga berpenghasilan kurang dan beban
keluarga di tanggung bersama oleh ibu, anak, dan adiknya. Pasien bekerja, sehingga
membantu perekonomian keluarga. Selama ini kebutuhan keluarga untuk pangan dan
kesehatan terbilang cukup. Keluarga pasien tidak mempunyai dana untuk menunjang
kesehatan pasien, mereka memanfaatkan Kartu Indonesia Sehat (baru memiliki),
sebelumnya pasien tidak memiliki kartu ini karena beranggapan sistem BPJS itu lama,
dan mereka tidak mengerti cara mendaftarkannya. Tingkat pengetahuan pasien
tentang penyakit pasien sangat rendah. Lingkungan tempat tinggal kurang baik,
ventilasi, pencahayaan, sanitasi terbilang kurang.
III.19.Rencana Intervensi
Sadarnya masalah kesehatan pasien,tercapainya keluarga ini memiliki kartu sehat,
membuka pandangan pasien dan keluarga tentang penyakit pasien dan penanganannya.
Untuk permasalahan klinis pasien, diberikan tablet Fe, membuat kartu penunjang berobat,
menjelaskan fungsinya, dan menjelaskan tentang perilaku hidup bersih (PHBS).
Pasien dan keluarga pasien di motivasi agar melakukan pola hidup sehat dengan
mengedukasi makanan yang cocok untuk mencukupi gizi keluarga, menjaga pencahayaan
rumah, dan berolahraga yang teratur.
Perilaku kesehatan
Berobat jika
keluhan timbul
Pasien
menderita
anemia
kronis,
dan
suspectGaya
sirosis
hidup hati,
pasien
kekurangana
Konsumsi
makanan
yang
asupan
Fe
sehingga
kurang bergizi seimbang
tampakberolah
lemas,
Jarang
raga bibir
sianosis
dan
sering
keluarga
mengeluh pusing.
Lingkungan
psikososio-ekonomi
Tinggal
bersama
kakek,
ibu,ayah
dan anak
Pasien
bekerja,
biaya hidup
dibantu oleh
ibu,
anak
dan adik.
Faktor biologi :
Ventilasi dan
penerangan
kurang
Komunitas dengan
pemukiman yang tidak
padat
Alur Penatalaksanaan
Pasien
Pemeriksaan Fisik :
KU : CM
TD : 80/60 mmHg
Edukasi tentang :
Anemia
gizi seimbang
PHBS
Pembuatan kartu berobat
pelayanan kesehatan.
1 : Tidak ada partisispasi, menolak, tidak ada penyelesaian walaupun saranan
tersedia
99 : tidak dapat dinilai
Masalah
Rencana Intervensi
Hasil
Nilai
Koping
Awal
Akhir
Fungsi Biologis :
Pasien
menderita Farmakologi :
kronis, Kami
anemia
hanya
sering memotivasi
pasien
Gejala
lemas
dapat pasien
sudah
telah
Kartu
pemberian tablet Fe
termotivasi untuk
Non farmologi :
berobat.
Edukasi
tentang
penyakit
pasien
sehat.
kurang Edukasi
Pasien
tentang Pasien
penyakit
memahami
sudah
mulai
memikirkan
diderita olehnya
seimbang
gizi
untuk
anemia
dideritanya
pentingnya Pasien
sudah
mengecek
yang
dapat ditangani
penyakitnya
Pasien
jarang Menjelaskan
berolahraga
berolahraga
untuk berobat
Pasien mulai aktif
tidak
untuk
aktivitas
sehari-hari
sudah cukup
2
Faktor
Perilaku
kesehatan keluarga :
Keluarga
pasien Edukasi
keluarga Pasien
keluarga
dan
mulai
aktif
keluhan saja
pengobatan
Pelaku
pasien
pengecekan kesehatan
dalam
ibu agar
yaitu
saling keluarga
dan
mengingatkan
pasien
dan
untuk
berobat
dan kembali
menjalani
pengobatan
obat teratur
Rata-rata
18/6=3
27/6=4,5
Kesan dari kemampuan menyelesaian masalah awal keluarga yaitu 3 yang berarti ada
keinginan untuk penyelesaian, terdapat sumber namun perlu penggalian yang belum di
manfaatkan, hanya sedikit atas partisipasi keluarga dan sebagian besar masih dilakukan
provider kesehatan. Pada akhir kunjungan dilakukan penilaian kembali tentang kemampuan
keluarga terhdapa penyelesaian masalah. Nilai akhir koping score yang di dapat adalah 4,2
berarti penyelesaian hampir seluruhnya oleh keluraga dengan sedikit petunjuk dari orang lain/
dokter/ pelayanan kesehatan.
Hasil Pembinaan
o Pasien termotivasi untuk kembali berobat ke puskesmas/ rumah sakit, pasien telah
mendapatkan Kartu Indonesia Sehat sehingga pasien mempunyai fasilitas untuk
pengobatan.
o Anggota keluarga dan pasien terbuka wawasannya tentang pentingnya menjaga
kesehatan.
o Keluarga mulai mengonsumsi buah-buahan.
o Pasien mulai beraktivitas dan ekspresi wajahnya tampak bersemangat.
o Keluhan pasien yaitu lemas dan pusing sudah mulai teratasi dengan table Fe.
BAB IV
PEMBAHASAN
Pembahasan
Pada penanganan kasus ini dilakukan pendektan kedokteran keluarga untuk
memberikan pelayanan kesahatan yang holistic, berkesinambungan, terpadu, komprehensif,
dan paripurna dengan menganggap pasien sebagai bagian dari dirinya sendiri, keluarga dan
lingkungannya.
Studi kasus kedokteran keluarga dilakukan pada responden Pak Nasan 62 tahun dan
Pak Iwan 40 tahun. Pak Nasan memiliki keluhan luka ganggren yang telah berlangsung lama
yaitu sembilan tahun, keluhan tidak mereda, pasien sering mengeluh kaki terasa seperti di
tusuk paku dan sulit berjalan. Gangren itu sendiri merupakan proses atau keadaan yang
ditandai dengan adanya jaringan mati atau nekrosis, namun secara mikrobiologis adalah
proses nekrosis yang disebabkan oleh infeksi.
Keluarga tidak mempunyai penyakit seperti ini, namun tetangga pasien mempunyai
keluhan serupa, kemungkinan penyakit pasien bersifat menular. Pada pemeriksaan fisik
pasien didapatkan keadaan umum baik, kesadaran kompos mentis. Tanda vital didapatkan
130/70 mmHg, nadi 80 kali/menit,pernapasan 20x/menit.
Status generalis, kepala : rambut warna hitam, pemeriksaan mata : konjungtiva tidak
anemis dan sclera tidak ikterik, pemeriksaaan THT, thoraks dan abdomen tidak dilakukan.
Ekstremitas inferior tampak luka ganggren dari jari hingga lutut. Pasien sebelumnya di
diagnosis osteomyelitis.
Penatalaksanaan yang diberikan untuk pasien adalah kami menyarankan agar segera
berobat ke dokter guna mendapat penanganan yang tepat. Penatalaksanaan non farmakologi
edukasi tentang gangrene dan perawatannya, gizi seimbang, PHBS dan pembuatan kartu
BPJS/ kartu berobat.
Pak Iwan berusia 40 tahun, mengeluh sering lemas dan pusing, pasien mengalami
anemia kronis, konsumsi makanan penunjang Fe kurang, tidak ada keluarga yang menderita
seperti ini, pasien sering tidak menggunakan alas kaki.
Pada pemeriksaan fisik pasien didapatkan keadaan umum baik, kesadaran kompos
mentis. Tanda vital didapatkan 80/60 mmHg, nadi 80 kali/menit,pernapasan 20x/menit. Status
generalis, kepala : rambut warna hitam, pemeriksaan mata : konjungtiva anemis dan sclera
tidak ikterik, pemeriksaaan THT, thoraks dan abdomen tidak dilakukan. ekstremitas normal.
Pasien sebelumnya di diagnosis anemia kronis dan suspect sirosis hati.
Penatalaksanaan yang diberikan untuk pasien adalah kami menyarankan agar segera
berobat ke dokter guna mendapat penanganan yang tepat.dan kami memberikan tablet Fe.
Segi edukasi kami menjelaskan tentang penyakit pasien itu sendiri yaitu anemia, gizi
seimbang, PHBS dan pembuatan kartu BPJS/kartu berobat.
LAMPIRAN
Teras
Garasi
R.Tidur
R.Keluarga
Dapur
Kamar Mandi
DAFTAR PUSTAKA
Martiningsih dwi. 2009. Pengaruh Variasi Metode Pembayaran Kapitasi Kepada Dokter Keluarga
Terhadap Efisiensi Biaya Dan Kualitas Pelayanan, Jurnal Kedokteran Indonesia, Vol. 1/No. 2/Juli
,Hal 185
Prasetyawati eka ,A. 2010. Kedokteran Keluarga. Fakultas kedokteran universitas sebelas maret, hal
1
Nurkholiq ,S. 2011. Perbandingan Tingkat Kepuasan Pasien Umum Dengan Pengguna Kartu Askes
Di Pelayanan Dokter Keluarga Pt. Askes. Semarang
Wahyuni sari ,A. 2003. Pelayanan Dokter Keluarga. Sumatera utara. fakultas kedokteran sumatera
utara
http://bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/index.php/pages/detail/2014/11
http://www.jamsosindonesia.com/cetak/printout/268
Sjamsuhidajat.R De Jong.W, Editor. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi, Cetakan Pertama,
Penerbit EGC Jakarta.1997. 1058-1064.
Sabiston. DC alih bahasa: Andrianto.P Editor Ronardy DH. Buku Ajar Bedah Bagian 2.
Penerbit EGC Jakarta.
Schwartz.SI Shires.GT Spencer.FC alih bahasa: Laniyati Kartini.A Wijaya.C Komala.S
Ronardy.DH Editor Chandranata.L Kumala.P. Intisari Prinsip Prinsip Ilmu Bedah. Penerbit
EGC Jakarta.2000.
Reksoprojo.S: Editor Pusponegoro.AD Kartono.D Hutagalung.EU Sumardi.R Luthfia.C
Ramli.M Rachmat. KB Dachlan.M. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Penerbit Bagian Ilmu
Bedah FKUI/RSCM Jakarta.1995.