Anda di halaman 1dari 68

Abstrak Pelayanan dokter keluarga adalah pelayanan kedokteran yang menyeluruh yang

memusatkan pelayanannya kepada keluarga sebagai suatu unit, dimana tanggung jawab dokter
terhadap pelayanan kesehatan tidak dibatasi oleh golongan umur, jenis kelamin pasien, organ
tubuh atau jenis penyakit tertentu. Tujuan pelayanan dokter keluarga adalah untuk
menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama serta pelayanan kesehatan menyeluruh
yang dibutuhkan setiap anggota dalam satu keluarga. Metode field study yang dilakukan adalah
dengan mengunjungi rumah keluarga Pak Nasan, melakukan anamnesis terhadap anggota
keluarga yang mengalami masalah kesehatan serta memberikan intervensi secara langsung
kepada mereka lalu melihat hasil intervensi tersebut setelah beberapa hari kemudian. Hasil field
study menunjukkan bahwa ada respon positif dari keluarga Pak Nasan dalam hal kesadaran dan
keinginan untuk berobat secara rutin agar dapat menyembuhkan atau setidaknya meminimalisasi
dampak buruk yang dapat terjadi akibat penyakit yang mereka derita.
Kata Kunci: Dokter keluarga, Intervensi keluarga, Peningkatan kesehatan keluarga.

Abstract: Family doctor service is a comprehensive medical services that centralize services to
the family as an unit in which the doctors responsibility to health care is not limited by age
group, gender, body organs, or certain diseases. The aim of family doctor service is to organize
the first level of health services and comprehensive health services which is required of each
member in the family. Method is by visiting the family home Mr. Nasan to make an anamnesis to
family members who suffer from health problems as well as providing direct intervention to
them and see the results of the intervention within a few days later. The results showed that there
was a positive response of Mr. Nasan family in terms of awareness and desire for treatment on a
regular basis in order to cure or at least minimize the adverse effects that can occur as a result of
their disease.
Key words: Family doctor, Family intervention, Improving the health of family.

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Terwujudnya keadaan sehat merupakan kehendak semua pihak. Tidak hanya oleh
perorangan atau keluarga, tetapi juga oleh kelompok dan bahkan oleh seluruh anggota
masyarakat. Adapun yang dimaksudkan dengan sehat ialah kesejahteraan dari badan, jiwa dan
sosial yang memungkinkan orang hidup secara produktif secara sosial dan ekonomi (UU no 23
tahun 1992).
Untuk dapat mewujudkan keadaan sehat tersebut , banyak upaya yang harus
dilaksanakan . salah satu diantaranya yang mempunyai peranan penting yaitu penyelengaraan
pelayanan kesehatan. (Prasetyawati, 2010).
Pelayanan dokter keluarga adalah pelayanan kedokteran yang menyeluruh yang dimana
memusatkan pelayanan kepada keluarga sebagai suatu unit, dimana tanggung jawab dokter
terhadap pelayanan kesehatan tidak dibatasi oleh golongan umur atau jenis kelamin pasien juga
tidak boleh organ tubuh atau jenis penyakit tertentu. Dokter keluarga adalah dokter yang dapat
memberikan pelayanan kesehatan yang berorientasi komunitas dengan titik berat kepada
keluarga, ia tidak hanya memandang penderita sebagai individu yang sakit tetapi sebagai bagian
dari unit keluarga dan tidak hanya menanti secara pasif tetapi bila perlu aktif mengunjungi
penderita atau keluarganya (Sari, 2003).
Dokter yang memiliki tanggung jawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat
pertama serta pelayanan kesehatan menyeluruh yang dibutuhkan setiap anggota dalam satu
keluarga, dan apabila berhadapan dengan suatu masalah kesehatan yang tidak mampu
ditanggulangi, meminta bantuan konsultasi dari dokter ahli yang sesuai ( The American Board of
Family Practice, 1969)
Dokter keluarga adalah dokter yang bertugas sebagai care provider, decision maker,
community leader, communicator dan manager, oleh karena itu, pelayanan dokter keluarga yang
berkualitas harus mampu mengungguli pelayanan kesehatan lain di tingkat pelayanan primer
serta dapat berperan sebagai gate keeper yang mampu mengatur pelayanan kesehatan bagi
keluarga, sekaligus bertanggung jawab dalam rujukan pelayanan kesehatan lanjutan apabila
dibutuhkan pasien (Nurkholiq, 2011)

Pengembangan dokter keluarga di Indonesia masih menghadapi beberapa kendala,


diantaranya yaitu, belum tertatanya strukturisasi pelayanan kesehatan, system pembiayaan yang
didominasi dengan cara tunai, beragamnya kompetensi dokter di tingkat pelayanan primer, serta
belum jelasnya kedudukan dokter keluarga dalam sistem kesehatan nasional (Matiningsih, 2009)
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka rumusan
maslah dalam penelitian ini bagaimanakah cara menigkatkan mutu pelayanan kesehatan melalui
program kedokteran keluarga?
1.3 Tujuan makalah
1.3.1 Tujuan Umum
pelayanan dokter keluarga adalah sama dengan tujuan pelayanan kedokteran dan atau pelayanan
kesehatan pada umumnya, yakni terwujudnya keadaan sehat bagi setiap anggota keluarga
1.3.2 Tujuan Khusus
1. tercapainya keluarga yang sehat dari jasmani dan rohani
2. Terpenuhinya kebutuhan keluarga akan pelayanan kedokteran yang lebih efektif
3. Terpenuhinya kebutuhan keluarga akan pelayanan kedokteran yang lebih efisien

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
Landasan Teori
II.1. KEDOKTERAN KELUARGA
II.1.1. Batasan
Pada saat ini, batasan dokter keluarga banyak macamnya. Beberapa di antaranyayang
dipandang cukup penting adalah :
1. Dokter keluarga adalah dokter yang mengutamakan penyediaan pelayanan komprehensif
bagi semua orang yang mencaripelayanan kedokteran, dan mengatur pelayanan oleh
provider lain bila diperlukan. Dokter ini adalah seorang generalis yang menerima semua
orang yang membutuhkan pelayanan kedokteran tanpa adanya pembatasan usia, gender,
ataupun jenis penyakit. Dikatakan pula bahwa dokter keluarga adalah dokter yang
mengasuh individu sebagai bagian dari keluarga dan dalam lingkup komunitas dari
individu tersebut. Tanpa membedakan ras, budaya, dan tingkatan sosial. Secara klinis,
dokter

ini

berkompeten

untuk

menyediakan

pelayanan

dengan

sangat

mempertimbangkan dan memperhatikan latar belakang budaya, sosioekonomi, dan


psikologis pasien. Dokter ini bertanggung jawab atas berlangsungnya pelayanan yang
komprehensif dan bersinambung bagi pasiennya (WONCA, 1991).
2. Dokter keluarga adalah dokter yang dapat memberikan pelayanan kesehatan yang
berorientasi komunitas dengan titik berat kepada keluarga, tidak hanya memandang
penderita sebagai individu yang sakit tetapi sebagai bagian dari unit keluarga dan tidak
hanya menanti secara pasif, tetapi bila perlu aktif mengunjungi penderita atau
keluarganya (Ikatan Dokter Indonesia, 1982).
3. Dokter keluarga adalah dokter yang memiliki tanggung jawab menyelenggarakan
pelayanan kesehatan tingkat pertama serta pelayanan kesehatan yang menyeluruh yang
dibutuhkan oleh semua anggota yang terdapat dalam satu keluarga, dan apabila kebetulan
berhadapan dengan suatu masalah kesehatan khusus yang tidak mampu ditanggulangi,
meminta bantuan konsultasi dari dokter ahli yang sesuai (TheAmerican Board of Family
Practice, 1969).
4. Dokter keluarga adalah dokter yang melayani masyarakat sebagai kontak pertama yang
merupakan pintu masuk ke sistem pelayanan kesehatan, menilai kebutuhan kesehatan
total pasien dan menyelenggarakan pelayanan kedokteran perseorangan dalam satu atau
beberapa cabang ilmu kedokteran serta merujuk pasien ke tempat pelayanan lain yang
tersedia, sementara tetap menjaga kesinambungan pelayanan, mengembangkan tanggung
jawab untuk pelayanan kesehatan menyeluruh dan berkesinambungan, serta bertindak

sebagai koordinator pelayanan kesehatan, menerima tanggung jawab untuk perawatan


total pasien termasuk konsultasi sesuai dengan keadaan lingkungan pasien, yakni
keluarga atau unit sosial yang sebanding serta masyarakat (TheAmerican Academic of
General Practice, 1947).
5. Dokter keluarga adalah dokter yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan personal,
tingkat pertama, menyeluruh dan berkesinambungan kepada pasiennya yang terkait
dengan keluarga, komunitas serta lingkungan di mana pasien tersebut berada (Singapore
College of General Practitioners,1987)
Batasan pelayanan dokter keluarga banyak macamnya. Dua di antaranya yang dipandang
cukup penting adalah:
1. Pelayanan dokter keluarga adalah pelayanan kedokteran yang menyeluruh yang
memusatkan pelayanannya kepada keluarga sebagai suatu unit, dimana tanggung jawab
dokter terhadap pelayanan kesehatan tidak dibatasi oleh golongan umur atau jenis
kelamin pasien, juga tidak oleh organ tubuh atau jenis penyakit tertentu saja (The
American Academy of Family Physician, 1969).
2. Pelayanan dokter keluarga adalah pelayanan spesialis yang luas yang bertitik tolak dari
suatu pokok ilmu yang dikembangkan dari berbagai disiplin ilmu lainnya terutama ilmu
penyakit dalam, ilmu kesehatan anak, ilmu kebidanan dan kandungan, ilmu bedah serta
ilmu kedokteran jiwa, yang secara keseluruhan membentuk kesatuan yang terpadu,
diperkaya dengan ilmu perilaku,biologi dan ilmu - ilmu klinik, dan karenanya mampu
mempersiapkan dokter untuk mempunyai peranan yang unik dalam menyelenggarakan
penatalaksanaan pasien, penyelesaian masalah, pelayanan konseling, serta dapat
bertindak sebagai dokter pribadi yang mengkoordinasikan seluruh pelayanan kesehatan
(TheAmerican Academy of Family Physician, 1969).
Kedua batasan ini sekalipun dikemukakan oleh satu organisasi yang sama, yakni
The American Academy of Family Physician, rumusannya tidaklah sama. Rumusan yang
pertama, karena menunjuk pada karakteristik pelayanan, lebih ditujukan untuk
kepentingan penyelenggaraan pelayanan. Sedangkan rumusan yang kedua, karena lebih
menunjuk pada penerapa disiplin ilmu, lebih ditujukan untuk kepentingan pendidikan
dan pelatihan.
Cabang ilmu kedokteran yang diterapkan pada pelayanan dokter
keluarga disebut dengan nama ilmu kedokteran keluarga (family medicine). Batasan tentang
ilmu kedokteran di antaranya adalah :
1. Ilmu kedokteran keluarga adalah ilmu yang mencakup seluruh spektrum ilmu kedokteran
yang orientasinya adalah untuk memberikan pelayanan kesehatan tingkat pertama yang

berkesinambungan dan menyeluruh kepada satu kesatuan individu, keluarga dan


masyarakat dengan memperhatikan faktor - faktor lingkungan, ekonomi dan sosial
budaya (PB IDI, 1983).
2. Ilmu kedokteran keluarga menunjuk pada body of knowledge dari pelayanan dokter
keluarga yang merupakan disiplin baru dari ilmu kedokteran yang dirancang untuk
rnemenuhi kebutuhan kesehatan khalayak secara lebih responsif dan bertanggung jawab
(Charmichael,1973).
3. Ilmu kedokteran keluarga adalah salah satu cabang dari ilmu kedokteran yang ditandai
dengan terdapatnya suatu kelompok pengetahuan kedokteran yang bersifat khusus
(Wonca et al.,1979)
4. Ilmu kedokteran keluarga adalah body of knowledge tentang fenomena yang dihadapi
serta teknik yang dipergunakan oleh para dokter yang menyelenggarakan perawatan
kesehatan perseorangan pada tingkat pertama dan berkelanjutan (Whinney, 1969).
5. Ilmu kedokteran keluarga adalah sebuah pendekatan multidisipliner yang terpadu menuju
perawatan kesehatan yang menyeluruh dari unit keluarga (Sargent, 1967).
Ilmu kedokteran keluarga (family medicine), haruslah dibedakan dengan ilmu kesehatan
keluarga (family health). Sekalipun sasaran keduanya adalah sama, yakni keluarga (family),
tetapi ilmu kedokteran keluarga tidak sama dengan ilmu kesehatan keluarga. Ilmu kedokteran
keluarga lebih mengacu pada aplikasi ilmu kedokteran (medical sciences), sedangkan ilmu
kesehatan keluarga lebih mengacu pada aplikasi ilmu kesehatan masyarakat (Public Health
Sciences).
Karena adanya perbedaan yang seperti ini, tidaklah mengherankan jika ruang lingkup
pelayanan kesehatan keluarga lebih terkait pada masalah - masalah keluarga yang ada
hubungannya dengan masalah kesehatan masyarakat. Misalnya, masalah kesejahteraan ibu dan
anak, keluarga berencana, pencegahan penyakit dan kecelakaan, tumbuh kembang, dan atau
masalah giziibu hamil, bayi dan anak yang terdapat dalam suatu komunitas dan atau masyarakat.
Sedangkan ruang lingkup pelayanan kedokteran keluarga lebih terkait pada masalah - masalah
keluarga yang ada hubungannya dengan masalah kedokteran yakni, masalah sehat - sakit yang
dihadapi oleh perseorangan sebagai bagian dari anggota keluarga.
II.1.2. Standar Kompetensi Kedokteran Keluarga
Perbedaan garis kompetensi yang tegas antara DokterKeluarga dengan Dokter yang
melaksanakan pelayanan dengan pendekatan kedokteran keluarga, memang sangat sulit
dilakukan. Namun demi kepentingan pasien, dokter yang bekerja di pelayanan primer

diharapkan memiliki kemampuan untuk melaksanakan prinsip prinsip pelayanan dokter


keluarga.
Prinsip prinsip pelayanan dokter keluarga di Indonesia mengikuti anjuran WHO dan
WONCA yang mencantumkan prinsip prinsip ini dalam banyak terbitannya. Prinsip prinsip
ini juga merupakan simpulan untuk dapat meningkatkan kualitas layanan dokter primer dalam
melaksanakan pelayanan kedokteran. Prinsip prinsip pelayanan /pendekatan kedokteran
keluarga adalah memberikan / mewujudkan :
1. Pelayanan yang holistik dan komprehensif
2. Pelayanan yang kontinu
3. Pelayanan yang mengutamakan pencegahan
4. Pelayanan yang koordinatif dan kolaboratif
5. Penanganan personal bagi setiap pasien sebagai bagian integral dari keluarganya
6. Pelayanan yang mempertimbangkan keluarga, lingkungan kerja, dan lingkungan tempat
tinggalnya
7. Pelayanan yang menjunjung tinggi etika dan hukum
8. Pelayanan yang dapat diaudit dan dapat dipertanggungjawabkan
9. Pelayanan yang sadar biaya dan sadar mutu
Dengan melihat pada prinsip pelayanan yang harus dilaksanakan, maka disusun kompetensi
yang harus dimiliki oleh seorang dokter untuk dapat disebut menjadi dokter keluarga.
Kompetensi dokter keluarga seperti yang tercantum dalam Standar
Kompetensi Dokter Keluarga yang disusun oleh Perhimpunan
Dokter Keluarga Indonesia tahun 2006 adalah :
1. Kompetensi Dasar
a. Ketrampilan Komunikasi Efektif
b. Ketrampilan Klinik Dasar
c. Ketrampilan menerapkan dasar dasar ilmu biomedik, ilmu klinik, ilmu perilaku,
dan epidemiologi dalam praktek kedokteran keluarga
d. Ketrampilan pengelolaan masalah kesehatan pada individu, keluarga ataupun
masyarakat dengan cara yang komprehensif, holistik, berkesinambungan,
terkoordinir, dan bekerja sama dalam konteks Pelayanan Kesehatan Primer
e. Memanfaaatkan, menilai secara kritis, dan mengelola informasi
f. Mawas diri dan pengembangan diri / belajar sepanjang hayat
g. Etika, moral, dan profesionalisme dalam praktik
2. Ilmu dan Ketrampilan Klinis Layanan Primer Cabang Ilmu Utama
a. Bedah
b. Penyakit Dalam
c. Kebidanan dan Penyakit Kandungan
d. Kesehatan Anak
e. THT
f. Mata
g. Kulit dan Kelamin
h. Psikiatri

3.

4.
5.
6.

i. Saraf
j. Kedokteran Komunitas
Ketrampilan Klinis Layanan Primer Lanjut
a. Ketrampilan melakukan health screening
b. Menafsirkan hasil pemeriksaan laboratorium lanjut
c. Membaca hasil EKG
d. Membaca hasil USG
e. BTLS, BCLS, dan BPLS
Ketrampilan Pendukung
a. Riset
b. Mengajar kedokteran keluarga
Ilmu dan Ketrampilan Klinis Layanan Primer Cabang Ilmu Pelengkap
a. Semua cabang ilmu kedokteran lainnya
b. Memahami dan menjembatani pengobatan alternatif
Ilmu dan Ketrampilan Manajemen Klinik
1. Manajemen klinik dokter keluarga

Standar Kompetensi Dokter Keluarga menurut Deklarasi WONCA WHO tahun 2003
meliputi :
1. Melaksanakan asuhan bagi pasien dalam kelompok usia tertentu
a. Bayi baru lahir
b. Bayi
c. Anak
d. Remaja
e. Dewasa
f. Wanita hamil dan menyusui
g. Lansia wanita dan pria
2. Mengintegrasikan komponen asuhan komprehensif
a. Memahami epidemiologi penyakit
b. Melakukan anamnesis dan pemeriksaan jasmani secara memadai
c. Memahami ragam perbedaan faali dan metabolisme obat
d. Menafsirkan hasil pemeriksaan laboratorium dan radiologi
e. Menyelenggarakan penilaian risiko khusus usia tertentu
f. Menyelenggarakan upaya pencegahan, penapisan, dan panduan serta penyuluhan
gizi
g. Memahami pokok masalah perkembangan normal
h. Menyelenggarakan konseling psikologi dan perilaku
i. Mengkonsultasikan atau merujuk pasien tepat pada waktunya bila diperlukan
j. Menyelenggarakan layanan paliatif dan jelang ajal
k. Menjunjung tinggi aspek etika pelayanan kedokteran
3. Mengkoordinasikan layanan kesehatan
a. Dengan keluarga pasien

a. Penilaian keluarga
b. Menyelenggarakan pertemuan keluarga (pasien)
c. Pembinaan dan konseling keluarga
b. Dengan masyarakat
1. Penilaian kesehatan masyarakat dan epidemiologi
2. Pemeriksaan / penilaian masyarakat
3. Mengenali dan memanfaatkan sumber daya masyarakat
4. Program pencegahan dan pendidikan bagi masyarakat
5. Advokasi / pembelaan kepentingan kesehatan masyarak
4. Menangani masalah masalah kesehatan yang menonjol
a. Kelainan alergik
b. Anestesia dan penanganan nyeri
c. Kelainan yang mengancam jiwa dan kegawatdaruratan
d. Kelainan kardiovaskular
e. Kelainan kulit
f. Kelainan mata dan telinga
g. Kelainan saluran cerna
h. Kelainan perkemihan dan kelamin
i. Kelainan obstetrik dan ginekologi
j. Penyakit infeksi
k. Kelainan muskuloskeletal
l. Kelainan neoplastik
m. Kelainan neurologi
n. Psikiatri
5. Melaksanakan profesi dalam tim penyedia kesehatan
a. Menyusun dan menggerakkan tim
b. Kepemimpinan
c. Ketrampilan manajemen praktik
d. pemecahan masalah konflik
e. Peningkatan kualitas
(Ikatan Dokter Indonesia, Kolegium Dokter dan Dokter KeluargaIndonesia, Kolegium Ilmu
Kedokteran Keluarga Indonesia,2007)

II.2.BPJS
II.2.1.Definisi dan Dasar Hukum
UndangUndang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(UU BPJS), secara tegas menyatakan bahwa BPJS yang dibentuk dengan UU BPJS adalah badan
hukum publik. BPJS yang dibentuk dengan UU BPJS adalah BPJS Kesehatan dan BPJS
Ketenagakerjaan.
Kedua BPJS tersebut pada dasarnya mengemban misi negara untuk memenuhi hak
konstitusional setiap orang atas jaminan sosial dengan menyelenggarakan program jaminan yang
bertujuan memberi kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
Penyelenggaraan jamianan sosial yang adekuat dan berkelanjutan merupakan salah satu
pilar Negara kesejahteraan, disamping pilar lainnya, yaitu pendidikan bagi semua, lapangan
pekerjaan yang terbuka luas dan pertumbuhan ekonomi yang stabil dan berkeadilan.
Mengingat pentingnya peranan BPJS dalam menyelenggarakan program jaminan sosial
dengan cakupan seluruh penduduk Indonesia, maka UU BPJS memberikan batasan fungsi, tugas
dan wewenang yang jelas kepada BPJS. Dengan demikian dapat diketahui secara pasti batasbatas tanggung jawabnya dan sekaligus dapat dijadikan sarana untuk mengukur kinerja kedua
BPJS tersebut secara transparan

II.2.2.Fungsi
UU BPJS menetukan bahwa BPJS Kesehatan berfungsi menyelenggarakan
program jaminan kesehatan. Jaminan Kesehatan menurut UU SJSN diselenggarakan
secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas, dengan tujuan
menjamin agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan
dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan.
BPJS Ketenagakerjaan menurut UU BPJS berfungsi menyelenggarakan 4
program, yaitu program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun,
dan jaminan kematian.
Menurut UU SJSN program jaminan kecelakaan kerja diselenggarakan secara
nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial, dengan tujuan menjamin agar peserta
memperoleh manfaat pelayanan kesehatan dan santunan uang tunai apabila seorang
pekerja mengalami kecelakaan kerja atau menderita penyakit akibat kerja.
Selanjutnya program jaminan hari tua diselenggarakan secara nasional
berdasarkan prinsip asuransi sosial atau tabungan wajib, dengan tujuan untuk menjamin

agar peserta menerima uang tunai apabila memasuki masa pensiun, mengalami cacat
total tetap, atau meninggal dunia.
Kemudian program jaminan pensiun diselenggarakan secara nasional berdasarkan
prinsip asuransi sosial atau tabungan wajib, untuk mempertahankan derajat kehidupan
yang layak pada saat peserta kehilangan atau berkurang penghasilannya karena
memasuki usia pensiun atau mengalami cacat total tetap.
Jaminan pensiun ini diselenggarakan berdasarkan manfaat pasti, sedangkan
program jaminan kematian diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi
sosial dengan tujuan untuk memberikan santuan kematian yang dibayarkan kepada ahli
waris peserta yang meninggal dunia.
A. Tugas
Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana tersebut diatas BPJS bertugas untuk:
a. Melakukan dan/atau menerima pendaftaran peserta
b. Memungut dan mengumpulkan iuran dari peserta dan pemberi
kerja
c. Menerima bantuan iuran dari Pemerintah
d. Mengelola Dana Jaminan Sosial untuk kepentingan peserta
e. Mengumpulkan dan mengelola data peserta program jaminan
sosial
f. Membayarkan manfaat dan/atau membiayai pelayanan kesehatan
sesuai dengan ketentuan program jaminan sosial dan
g. Memberikan informasi mengenai penyelenggaraan program
jaminan sosial kepada peserta dan masyarakat.
Dengan kata lain tugas BPJS meliputi pendaftaran kepesertaan dan pengelolaan
data kepesertaan, pemungutan, pengumpulan iuran termasuk menerima

B. Peserta
Peserta BPJS Kesehatan adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja
paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran, meliputi :
1. Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBI) : fakir miskin dan orang tidak
mampu, dengan penetapan peserta sesuai ketentuan peraturan perundangundangan.
2. Bukan Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (Non PBI), terdiri dari :

Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya

a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.

Pegawai Negeri Sipil


Anggota TNI
Anggota Polri
Pejabat Negara
Pegawai Pemerintah non Pegawai Negeri
Pegawai Swasta dan
Pekerja yang tidak termasuk huruf a sd f yang menerima Upah.
Termasuk WNA yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan.

Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya

a. Pekerja di luar hubungan kerja atau Pekerja mandiri dan


b. Pekerja yang tidak termasuk huruf a yang bukan penerima Upah
i. Termasuk WNA yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan.
Bukan pekerja dan anggota keluarganya
a)

Investor

b)

Pemberi Kerja

c)

Penerima Pensiun, terdiri dari :

Pegawai Negeri Sipil yang berhenti dengan hak pensiun


Anggota TNI dan Anggota Polri yang berhenti dengan hak pensiun
Pejabat Negara yang berhenti dengan hak pensiun
Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun yang mendapat

hak pensiun
Penerima pensiun lain dan
Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun lain yang
mendapat hak pensiun.

d)

Veteran

e)

Perintis Kemerdekaan

f)

Janda, duda, atau anak yatim piatu dari Veteran atau Perintis Kemerdekaan dan

g)

Bukan Pekerja yang tidak termasuk huruf a sd e yang mampu membayar iuran

II.2.3.Anggota Keluarga yang ditanggung


1.

Pekerja Penerima Upah :

Keluarga inti meliputi istri/suami dan anak yang sah (anak kandung, anak tiri dan/atau
anak angkat), sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang.

Anak kandung, anak tiri dari perkawinan yang sah, dan anak angkat yang sah, dengan
kriteria:
a. Tidak atau belum pernah menikah atau tidak mempunyai penghasilan sendiri
b. Belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau belum berusia 25 (dua puluh lima)
tahun yang masih melanjutkan pendidikan formal.

2. Pekerja Bukan Penerima Upah dan Bukan Pekerja : Peserta dapat mengikutsertakan anggota
keluarga yang diinginkan (tidak terbatas).
3. Peserta dapat mengikutsertakan anggota keluarga tambahan, yang meliputi anak ke-4 dan
seterusnya, ayah, ibu dan mertua.
4. Peserta dapat mengikutsertakan anggota keluarga tambahan, yang meliputi kerabat lain
seperti Saudara kandung/ipar, asisten rumah tangga, dll.

II.3. ULKUS
II.3.1. Pengertian
Ulkus adalah rusaknya barier kulit sampai ke seluruh lapisan (full thickness) dari
dermis. Pengertian ulkus kaki diabetic termasuk nekrosis atau gangren. Gangren
diabetikum adalah kematian jaringan yang disebabkan oleh penyumbatan pembuluh
darah karena adanya mikroemboli aterotrombosis akibat penyakit vascular perifer oklusi
yang menyertai penderita diabetes sebagai komplikasi menahun dari diabetes itu sendiri.
Ulkus kaki diabetic dapat diikuti oleh invasi bakteri

sehingga terjadi infeksi dan

pembusukan, dapat terjadi di setiap bagian tubuh terutama dibagian distal tungkai bawah.
II.3.2. Patofisiologi Ulkus Kaki Diabetik
Ada beberapa komponen penyebab sebagai pencetus timbulnya ulkus kaki diabetikum
pada pasien diabetes. Komponen tersebut dibagi dalam 2 faktor besar, yaitu:
1. Faktor Kausatif
a. Neuropati perifer
Merupakan factor kausatif utama dan terpenting. Neuropati sensorik
biasanya cukup dalam (>50%) sebelum mengalami kehilangan sensasi proteksi

yang berakibat pada kerentanan terhadap trauma fisik dan termal sehingga
meningkatkan resiko ulkus kaki. Tidak hanya sensasi nyeri dan tekanan yang
hilang, tetapi juga propriosepsi yaitu sensasi posisi kaki juga menghilang.
Neuropati motorik mempengaruhi semua otot-otot di kaki, mengakibatkan
penonjolan tulang-tulang abnormal, arsitektur normal kaki berubah, deformitas
yang khas seperti hammer toe dan hallux rigidus. Sedangakan neuropati autonom
ditandai dengan kulit kering, tidak berkeringat, dan peningkatan pengisian kapiler
sekunder akibat pintasan arteriovenosus di kulit, hal ini mencetuskan timbulnya
fisura, kerak kulit, semuanya menjadikan kaki rentan terhadap trauma yang
minimal.
b. Tekanan plantar kaki yang tingi
Merupakan factor kausatif kedua terpenting. Keadaan ini berkaitan
dengan dua hal, yaitu keterbatasan mobilitas sendi dan deformitas kaki. Pada
pasien dengan neuropati perifer, 28% dengan tekanan plantar yang tinggi dalam
2,5 tahun kemudian timbul ulkus di kaki disbanding dengan tanpa tekanan plantar
tinggi.
c. Trauma
Terutama trauma yang berulang, 21% trauma akibat gesekan dari alas
kaki, 11% karena cedera kaki (kebanyakan karena jatuh), 4% selulitis akibat
komplikasi tinea pedis, dan 4% karena kesalahan memotong kuku jari kaki.
2. Faktor kontributif
a. Aterosklerosis
Terjadi karena penyakit vaskuler perifer terutama mengenai pembuluh
darah femoropoplitea dan pembuluh darah kecil dibawah lutut, merupakan factor
kontributif terpenting. Resiko ulkus menjadi dua kali lebih tinggi pada pasien
diabetes disbanding dengan pasien non-diabetes.
b. Diabetes
Diabetes menyebabkan gangguan penyembuhan luka secara intrinsic,
termasuk diantaranya gangguan collagen cross-linking, gangguan fungsi
metalloproteinase, dan gangguan imunologi terutama gangguan fungsi PMN.
Disamping itu penderita diabetes memiliki angak onikomikosis dan infeksi tinea

yang lebih tinggi, sehingga kulit mudah mengelupas dan mengalami infeksi. Pada
DM, ditandai dengan hiperglikemia yang berkelanjutan serta peningkatan
mediator-mediator inflamasi, memicu respon inflamasi, menyebabkan inflamasi
kronis, namun keadaan ini dianggap sebagai inflamasi derajat rendah, karena
hiperglikemia sendiri menimbulkan gangguan mekanisme pertahanan seluler.
Inflamasi dan neovaskularisasi penting dalam penyembuhan luka, tetapi harus
sekuensial, self-limited, dan dikendalikan secara ketat pleh interaksi sel molekul.
Pada DM respon inflamasi akut dianggap lemah dan angiogenesis terganggu
sehingga terjadi gangguan penyembuhan luka.

II.3.3.Jenis, Penilaian, Klasifikasi, dan Derajat Ulkus Kaki Diabetik


Ulkus kaki diabetic dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu:
1. Ulkus neuropatik
Kaki teraba hangat dan perfusi masih baik dengan pulsasi masih teraba,
keringat berkurang, kulit kering dan retak.
2. Ulkus neuroiskemik
Kaki teraba lebih dingin, tidak teraba pulsasi, kulit tipis, halus dan tanpa
rambut, ada atrofi jaringan subkutan, klaudikasio intermiten dan rest pain
mungkin tidak ada karena neuropati.
Penilaian ulkus kaki diabetic
Untuk mencegah amputasi kaki dan penyembuhan ulkus yang
berkepanjangan,

maka

perlu

mengetahui

akar

penyebabnya.

Untuk

mendapatkan data ulkus secara menyeluruh yang akan bermanfaat didalam


perencanaan pengobatan, perlu dilakukan pemilaian-penilaian ulkus meliputi:
1. Penilaian neuropati
Riwayat tentang gejala-gejala neuropati, pemeriksaan sensasi tekanan
dengan Semmes-Weinstein monofilament 10gr, pemeriksaan sensasi vibrasi
dengan garpu tala 128Hz
2. Penilaian struktur

Identifikasi kelainan-kelainan struktur atau deformitas seperti penonjolan


tulang di plantar pedis (ex: claw toes, flat toe, hammer toe, callus, rigidus,
charcot foot)
3. Penilaian vaskuler
Riwayat klaudikasio intermoiten, perubahan tropi kulit dan otot,
pemeriksaan pulsasi arteri, ABI, Doppler arteri, dilakukan secara sistematis.
Iskemia berat atau kritis apabila ditemukan tanda infeksi, kaki teraba dingin,
pucat, tidak ada pulsasi, adanya nekrosis, tekanan darah ankle < 50mmHg
(Ankle Brachial Index < 0,5), TcPO2 < 30mmHg, tekanan darah jari <
30mmHg
4. Penilaian ulkus
Penilaian ulkus harus dilakukan secara cermat, teliti dan sistematik.
Inspeksi harus bisa menjawab pertanyaan apakah ulkusnya superficial atau
dalam, apakah mengenai tulang, sehingga dapat ditetapkan derajat ulkus
secara akurat.

Klasifikasi dan Derajat ulkus kaki diabetik

Klasifikasi Wagner
Grade 0
Tidak ada ulkus pada penderita kaki resiko tinggi
Grade 1
Ulkus superfisial terlokalisir
Grade 2
Ulkus lebih dalam, mengenai tendon, ligament, otot, sendi, belum
Grade 3

mengenai tulang, tanpa selulitis atau abses


Ulkus lebih dalam sudah mengenai tulang, sering komplikasi

Grade 4
Grade 5

osteomielitis, abses atau selulitis


Gangren jari kaki atau kaki bagian distal
Gangren seluruh kaki

II.4. OSTEOMYELITIS
11.4.1. Pengertian
Osteomyelitis adalah proses inflamasi akut atau kronik pada tulang dan struktur
sekundernya karena infeksi oleh bakteri piogenik.
II.4.2.Patofisiologi
Infeksi pada osteomyelitis dapat terjadi lokal atau dapat menyebar melalui
periosteum, korteks, sumsum tulang, dan jaringan retikular. Jenis bakteri bevariasi
berdasarkan pada umur pasien dan mekanisme dari infeksi itu sendiri.
Terdapat dua kategori dari osteomyelitis akut:
1.

Hematogenous osteomyelitis
Infeksi disebabkan bakteri melalui darah. Acute hematogenous

osteomyelitis, infeksi akut pada tulang disebabkan bekteri yang berasal dari sumber infeksi
lain. Kondisi ini biasanya terjadi pada anak-anak. Bagian yang sering terkena infeksi adalah
bagian yang sedang bertumbuh pesat dan bagian yang kaya akan vaskularisasi dari
metaphysis. Pembuluh darah yang membelok dengan sudut yang tajam pada distal
metaphysis membuat aliran darah melambat dan menimbulkan endapan dan trombus, tulang
itu sendiri akan mengalami nekrosis lokal dan akan menjadi tempat berkembang biaknya
bakteri. Mula-mula terdapat fokus infeksi didaerah metafisis, lalu terjadi hiperemia dan
udem. Karena tulang bukan jaringan yang bisa berekspansi maka tekanan dalam tulang ini
menyebabkan nyeri lokal yang sangat hebat.
Infeksi dapat pecah ke subperiost, kemudian menembus subkutis dan menyebar
menjadi selulitis atau menjalar melalui rongga subperiost ke diafisis. Infeksi juga dapat pecah
kebagian tulang diafisis melalui kanalis medularis.
Penjalaran subperiostal kearah diafisis akan merusak pembuluh darah yang kearah
diafisis, sehingga menyebabkan nekrosis tulang yang disebut sekuester. Periost akan
membentuk tulang baru yang menyelubungi tulang baru yang disebut involukrum
(pembungkus). Tulang yang sering terkena adalah tulang panjang yaitu tulang femur, diikuti
oleh tibia, humerus ,radius , ulna, dan fibula.
2.

Direct or contigous inoculation osteomyelitis

Disebabkan kontak langsung antara jaringan tulang dengan bakteri, biasa terjadi
karena trauma terbuka dan tindakan pembedahan. Manisfestasinya terlokalisasi dari pada
hematogenous osteomyelitis.
Osteomyelitis sering menyertai penyakit lain seperti diabetes melitus, sickel cell
disease, AIDS, IV drug abuse, alkoholism, penggunaan steroid yang berkepanjangan,
immunosuppresan dan penyakit sendi yang kronik. Pemakaian prosthetic adalah salah satu
faktor resiko, begitu juga dengan pembedahan ortopedi dan fraktur terbuka.

II.4.3. Riwayat Penyakit Sekarang


Gejala hematogenous osteomyelitis biasanya berajalan lambat namun progresif.
Direct ostoemyelitis umumnya lebih terlokalisasi dan jelas.
Gejala pada hematogenous osteomyelitis pada tulang panjang umumnya adalah:

Demam tinggi mendadak.

Kelelahan.

Iritabilitas.

Malaise.

Terbatasnya gerakan.

Edem lokal yang disertai dengan erytem dan nyeri pada


o penekanan.

Pada Hematogenous osteomyelitis pada tulang belakang:

Onsetnya bertahap.

Riwayat episode bekteriemi akut.

Kemungkinan berhubungan dengan insufisiensi vaskular.

Edem lokal, eritem, dan nyeri pada penekanan.

Pada Kronik osteomyelitis :

Ulkus yang tidak kunjung sembuh.

Drainase saluran sinus.

Kelelahan yang berkepanjangan.

Malaise.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan :

Demam ( timbul hanya pada 50 % neonatus ).

Edem.

Terasa hangat.

Berfluktuasi.

Nyeri pada palpasi.

Terbatanya gerakan ekstremitas.

Drainase saluran sinus.

Penyebab: bakteri pada kasus direct osteomyelitis :


Akut hematogenous osteonyelitis.

Pada bayi baru lahir : S. aureus, Enterobacter Sp, dan Stretococcus Sp group A dan B.

Pada anak umur 4 bulan sampai 4 tahun : S. aureus, Enterobacter Sp, Stretococcus Sp
group A dan B dan H influenzae.

Pada anak-anak dan remaja muda : S. aureus ( 80 % ), Enterobacter Sp, Stretococcus


Sp group A dan B dan H influenzae.

Pada orang dewasa S. aureus, dan kadang-kadang Enterobacter Sp atau Stretococcus


Sp group A dan B.

II.4.4.Differensial diagnosis :

Selulitis.

Gangren gas.

Gout dan Pseudogout.

Neoplasma, pada tulang belakang.

Kelumpuhan pada masa anak-anak.

Osteosarkoma.

Tumor Ewing.

Infeksi pada saraf spinal.

II.4.5.Hasil Pemeriksaan Laboratorium

Terjadi pergeseran shif kekiri.

CRP meningkat

Pada kultur hasil aspirasi dari tempat yang terinfeksi


o ditemukan normal pada 25 kasus, dan 50 % positif pada
o hematogenous osteomyelitis.

Peningkatan laju endap darah.


Untuk menentukan diagnosis dapat ndigunakan aspirasi, pemeriksaan sintigrafi,

biakan darah dan pemeriksaa pencitraan. Aspirasi dilakukan untuk memperoleh pus dari
subkutis, subperiost, atau lokus radang dimetafisis. Untuk punksi tersebut digunakan jarum
khusus untuk membor tulang.
Pada sintigrafi dipakai Thenectium 99. sensitivitas pemeriksaan ini terbatas pada
minggu pertama, dan sama sekali tidak spesifik. Pada minggu kedua gambaran radiologi logis
mulai menunjukkan dekstrusi tulang dan reaktif periostal pembentukkan tulang baru.

II.4.6.Terapi
Begitu diagnosis secara klinis ditegakkan, ekstremitas yang terkena diistirahatkan dan
segera berikan antibiotik. Bila dengan terapi intensif selama 24 jam tidak didapati perbaikan,
dianjurkan untuk mengebor tulang yang terkena. Bila ada cairan yang keluar perlu dibor
dibeberapa tampat untuk mengurang tekanan intraostal. Cairan tersbut perlu dibiakkan untuk
menentuka jenis kuman dan resistensinya. Bila terdapat perbaikan, antibiotik parenteral
diteruskan sampai 2 minggu, kemudian diteruskan secara oral paling sedikit empat minggu.
Penyulit berupa kekambuhan yang dapat mencapai 20%, cacat berupa dekstruksi
sendi, gangguan pertumbuhan karena kerusakan cakram epifisis, dan osteomyelitis kronik.
Pada dasarnya penanganan yang dilakukan adalah :

1. Perawatan dirumah sakit.


2. pengobatan suportif dengan pemberian infus dan antibiotika.
3. Pemeriksaan biakan darah.
4. antibiotika yang efektif terhadap gram negatif maupun gram positif diberikan
langsung tanpa menunggu hasil biakan darah, dan dilakukan secara parenteral
selama 3-6 minggu.
5. Imobilisasi anggota gerak yang terkena.
6. Tindakan pembedahan.

Indikasi dilakukannya pembedahan ialah :


1. Adanaya sequester.
2. Adanya abses.
3. Rasa sakit yang hebat.
4. Bila mencurigakan adanya perubahan kearah keganasan (karsinoma Epidermoid).

II.4.7.Prognosis
Prognosis bevariasi, tergantung pada kecepatan dalam mendiagnosa dan melakukan
penanganan.

BAB III
ILUSTRASI KASUS
Pasien I
III.1. dentitas Pasien
Nama
Jenis Kelamin
Usia
Suku
Agama
Pendidikan
Pekerjaan
Alamat

: Nasan
: Laki-laki
: 62 tahun
: Betawi
: Islam
: Hanya sampai kelas 2 SD
: Buruh lepas ( sekarang tidak bekerja )
: Kampung Parung Serab no.4, RT 01, RW 04, Kelurahan

Tirtajaya, Kecamatan Sukmajaya, Depok


Kunjungan
: Kunjungan I 25 November 2015
Kunjungan II 7 Desember 2015
Kunjungan III 16 Desember 2015
III.2. Anamnesa
1) Keluhan Utama :
Sejak Sembilan tahun lalu mengalami luka yang tidak kunjung sembuh dan
semakin memburuk.
2) Keluhan Tambahan :
Tidak dapat berjalan
Kaki terasa seperti terkena paku
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Pak Nasan mengaku sejak tahun 2006 atau sembilan tahun lalu mengalami
luka di kaki yang tidak kunjung sembuh dan semakin memburuk. Luka tersebut
awalnya terdapat di punggung kaki kanan, semakin lama menyebar hingga ke
bagian bawah lutut kanan dan kaki kiri (dari bawah lutut hingga punggung kaki
kiri). Selain luka terdapat pula bula dan mengeluarkan bau yang tidak sedap, tidak
bisa jalan dan terasa seperti terkena paku. Beliau telah berobat ke berbagai dokter
di beberapa Rumah Sakit dan mendapatkan diagnosa yang berbeda-beda.
Bapak Nasan juga terdaftar sebagai pasien di RS Kusta Sitanala, di sana beliau
telah diperiksa sebanyak tiga kali dan hasilnya negative kusta. Selama ini beliau
mengaku hanya di berikan salep sporacid dan obat (tidak tahu obatnya apa).
Selain ke dokter, Pak Nasan juga pernah berobat ke dukun, beliau mengaku
sembuh setelah berobat di dukun, namun terkadang sakitnya masih berpindah-

pindah. Sebulan lalu Pak Nasan berobat ke RS Kota kembang karena tidak tahan
dengan nyeri dan bau yang sering meresahkan tetangga karena mencium
aromanya yang tidak sedap. Sekarang setiap timbul keluhan nyeri, beliau hanya
mengompresnya dan meminum obat warung seperti puyer bintang tujuh dan neo
rheumacyl untuk menghilangkan rasa nyeri.
Pak Nasan dahulu bekerja sebagai buruh di Pabrik, namun semenjak Pabrik itu
beralih fungsi, sekarang hanya bekerja sebagai buruh lepas. Selama ini Pak Nasan
berobat dengan menggunakan Askes, karena Pabrik tempat beliau bekerja telah
tutup, Pak nasan tidak lagi melanjutkan pengobatannya, hanya berobat ketika ada
pengobatan gratis di lingkungan RT dan jika rasa nyeri tidak tertahankan barulah
beliau ke RS. Pak Nasan tidak mempunyai BPJS, anak beliau mengatakan tidak
memiliki BPJS karena malas mengantri.Selain Pak Nasan ternyata ada
tetangganya yaitu Pak Asad, 35 tahun mengidap penyakit seperti ini namun baru
beberapa bulan dan tidak terlalu meluas lukanya. Pak Nasan tinggal bersama istri,
mertua lelaki, dua anak ( Pak Nasan mempunyai delapan orang anak, empat
hidup, dan empat lagi meninggal) dan empat cucu. Pendidikan Pak Nasan tidak
tamat SD, dan anak-anak beliau hanyalah tamatan SD dan SMP. Pak Nasan
terkadang merokok 4 batang seminggu.
4) Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit dahulu
:
Berikut hasil diagnosa di Rumah Sakit Umum Cibinong :
10/7/2006 : diagnosa : Gangren di periksa oleh dokter umum.
10/7/2006 : diagnosa : Ulkus at regio pedi digiti ,di periksa oleh
dokter spesialis penyakit dalam.
13/7/2006 : diagnosa : Ca pada punggung kaki kanan, di periksa
oleh dokter spesialis kulit kelamin.
25/7/2006 : diagnosa : Ulkus (catatan khusus ganggren) di periksa

oleh dokter umum.


Riwayat alergi obat/makanan
: disangkal
Riwayat dirawat di Rumah Sakit : pasien pernah mendapat penanganan di

Rumah Sakit
Riwayat Operasi

: disangkal

5) Riwayat Penyakit Keluarga :


Istri, anak, cucu dan mertua pasien tidak memiliki penyakit serupa dengan pasien,
namun salah satu tetaannga pasien memilik gejala yang sama yaitu Pak Asad, 35

tahun mengidap penyakit seperti ini namun baru beberapa bulan dan tidak terlalu
meluas lukanya.
6) Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien tinggal bersama dengan istri, cucu, anak dan mertuanya yang sudah berusia
lanjut. Dalam hal perekonomian, keluarga pasien termasuk ke dalam keluarga
menengah kebawah. Perekeonomian pasien dibantu oleh istri, anak dan cucunya,
istrinya bekerja sebagai buruh cuci, anaknya bekerja sebagai buruh lepas dan
cucunya bekerja sebagai pelayan di Toko. Penghasilan Istri sekitar Rp
1.500.000,00 per bulan dan anaknya sekitar Rp 1.000.000,00 per bulan , serta
cucunya sekitar Rp 2.000.000,00 per bulan.
7) Riwayat Kebiasaan
Menu makanan yang sering pasien makan adalah sayuran dengan lauk pauk tempe
dan tahu, sangat jarang mengonsumsi daging, ayam, dan ikan serta buah-buahan.
Dalam sehari pasien makan dapat dua atau tiga kali sehari.Pasien terkadang
merokok 4 batang seminggu. Pasien jarang berolahraga karena terbatas aktivitas
geraknya karena luka tersebut.

III.3. Pemeriksaan Fisik


1) Keadaan umum
Baik, kesadaran compos mentis
2) Tanda vital
a. Tekanan darah
: 130/70 mmHg
b. Nadi
: 80x/menit, regular
c. RR
: 20x/menit
3) Status Generalis
Kulit
: sianosis (-), turgor kulit kembali <1 detik, ikterus (-)
Kepala
: Normocephale, rambut tidak mudah dicabut
Mata
: Edema palpebral (-/-), konjunctiva anemis (-/-), sclera ikterik (-)
Telinga
: Bentuk normal, secret (-/-)
Hidung
: Napas cuping gidung (-), secret (-/-)
Mulut
: Bibir sianosis (-)
Leher
: Deviasi trakea (-), pembesaran kelenjar limfe (-)
Pemeriksaan Tenggorokan, Thoraks, Punggung, Genitalia, Anorektal tidak
dilakukan
Ekstremitas :
Superior
Inferior

: edema (-/-), clubbing finger (-/-), akral dingin (-/-)


: terdapat ulkus di kanan dan kiri dimulai dari jari hingga lutut

Usulan Pemeriksaan Penunjang


Kami tidak melakukan Pemeriksaan Penunjang, namun hasil rontgen dan pemeriksaan
rumah sakit terdapat pada lampiran.
Penilaian Keluarga
1) Nilai APGAR Keluarga
Metode ini melakukan penilaian terhadap 5 fungsi pokok keluarga yang
tergantung dari pelaksanaan kelima fungsi keluarga tersebut, sehingga dapat
diketahui tingkat kesehatan keluarga yang dinilai. Kelima fungsi keluarga dalam
APGAR Keluarga tersebut adalah :
a. Adaptasi (Adaptation)
Dinilai dari tingkat kepuasan anggota keluarga dalam menerima bantuan
yang diperlukan dari anggota keluarga yang lain.
b. Kemitraan (Partnership)
Tingkat kepuasan keluarga dalam hal komunikasi, dalam mengambil
keputusan, dan atau penyelesaian masalah dalam keluarga.
c. Pertumbuhan (Growth)
Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kebebasan yang diberikan
keluarga dalam mematangkan pertumbuhan dan atau kedewasaan.
d. Kasih Sayang (Affection)
Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kasih saying serta interaksi
emosional yang berlangsung dalam keluarga.
e. Kebersamaan (Resolve)
Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kebersamaan dalam membagi
waktu, kekayaan, dan ruang antar anggota keluarga sangat memuaskan
dimana waktu kumpul bersama dengan keluarga setiap haru dan minimal
12 jam untuk setiap harinya.

Tabel Kuesioner Apgar Keluarga


PETUNJUK :
Untuk masing-masing pernyataan, berilah tanda pada kolom pilihan
sesuai dengan perasaan anda terhadap keluarga anda
Hampir
tidak pernah

Kadang
kadang

hampir
selalu

Saya puas dengan keluarga saya karena


masing-masing anggota keluarga sudah

menjalankan kewajiban sesuai dengan


seharusnya
Saya puas dengan keluarga saya karena
dapat membantu memberikan solusi terhadap

permasalahan yang saya hadapi


Saya puas dengan kebebasan yang di
berikan keluarga saya untuk meng
embangkan kemampuan yang saya
miliki
saya puas dengan kehangatan / kasih
sayang yang diberikan keluarga saya
Saya puas dengan waktu yang disediakan
Keluarga untuk menjalin kebersamaan
TOTAL

TOTAL : 9 (SEHAT)
Keterangan nilai APGAR, hasil penilaian :
0 : tidak pernah / kurang 0-3 : sakit
1 : kadang-kadang / cukup 3-6 : kurang sehat
2 : hamper selalu / baik 7-10 : sehat
Kesimpulan : hasil nilai APGAR pada pasien adalah 9 menunjukkan
fungsi keluarga pasien dari sudut pandang setiap anggota keluarga terdapat
hubungan yang sehat antara keluarga yang satu dengan anggota keluarga
yang lain.

Family Screem
SCREEM

RESOURCES
Social

Pasien hidup ditengah masyarakat biasa dengan


hubungan yang baik dan tidak menonjol.
Pasien masih percaya dengan dukun.

Cultural

Religius

Pasien beragama Islam dan cukup taat

Economy

Saat ini pasien tidak bekerja, biaya hidup tergantung


oleh keluarganya, namun biaya berobat di tanggung
oleh Askes (dahulu) dan sekarang pasien telah
mempunyai Kartu Indonesia Sehat
Pasien hanya sekolah hingga SD kelas 2
Pasien menggunakan pelayanan kesehatan di
Rumah sakit yang melayani Askes

Education
Medical

PATOLOGI

Pasien
pasrah
dengan
keadaannya, ketika dia berobat
ke dokter dan penyakitnya tidak
kunjung sembuh, maka pasien
mencoba berobat ke alternative
seperti dukun dengan meminum
ramuan. Ramuan ini tidak tepat
untuk gejala pasien sehingga
penyakit masih berkelanjutan.

Keluarga terdiri atas tiga generasi dengan satu kepala keluarga (KK) dalam
satu rumah. Seorang kepala keluarga yaitu anak pasien ( Pak Iwan, 40
tahun),anaknya yang belum menikah, cucu-cucu, mertua, pasien sendiri ( Pak
Nasan, 62 tahun) dan istri pasien. Bentuk keluarga adalah keluarga majemuk.

Siklus Kehidupan Keluarga (Duvall 1967)

1. Awal perkawinan
Baru kawin, belum punya anak
2. Dengan bayi
Punya bayi 1-2 orang sampai umur 12 bulan
3. Anak usia prasekolah
Anak umur 12 bulan sampai 5 tahun
4. Anak usia sekolah
Anak umur 6-12 tahun
5. Anak usia remaja
Anak umur 13 tahun sampai 20 tahun
6. Anak-anak meninggalkan keluarga
Satu persatu anak meninggalkan keluarga
7. Orangtua usia menengah
Orangtua sampai dengan masa pension,

semua

anak

telah

meninggalkan keluarga
8. Usia lanjut
Usia lanjut sampai meninggal dunia

Pada keluarga KKriteria :Pada keluarga ini, siklus kehidupan keluarga


menempati keluarga dengan anak usia sekolah,anak usia remaja, anak
meninggalkan keluarga, orang tua usia menengah dan usia lanjut, maka siklus
kehidupan keluarga berada di urutan 4,5,6,7, dan 8

Family Mapping

Keterangan :

Karakteristik Demografi Keluarga


Nama Kepala Keluarga : Iwan
Nama Responden
: Nasan (Pasien I) dan Iwan (Pasien II)
Alamat lengkap
: Kampung Parung Serab no.4, RT 01, RW 04,
Kelurahan Tirtajaya, Kecamatan Sukmajaya, Depok
Bentuk keluarga
: Keluarga majemuk
Daftar anggota keluarga yang tinggal satu rumah

Karakteristik Demografi Keluarga

No
1
2

Nama

Kedudukan

Iwan

Kepala

Nasan

Keluarga
Orangtua

Gender
L
L

Umur

Pendidika

Pekerjaan

40

n
SMP

Buruh

62

SD
(hanya

lepas
Tidak
bekerja

sampai
3

Indun

Orangtua

56

kelas 2)
SD
(hanya

Buruh cuci

sampai
4

Arwan

Adik

30

kelas 3 )
SD

Ibrahim

Kakek

95

SD

toko
Tidak

SMP

bekerja
Pelayan
toko
Tidak

Indri

Anak

22

Irma

Anak

18

SMP

8
9

Irwan
Diva

Anak
Anak

L
P

15
7,5

SMP
SD
(sedang

Pelayan

bekerja
pelajar
pelajar

kelas 2 SD)

III.4. Identifikasi Fungsi Keluarga


Pada penatalaksanaan penyakit pasien sangat diperlukan peran serta dan peran
aktif seluruh anggota keluarga, terutama pelaku rawat ( anak dan istri) dalam
memberikan perhatian, menemani kontrol, mengawasi minum obat dan perawatan
luka. Keluarga sebaiknya mengetahui tentang penyakit pasien dan mencari
bantuan pengobatan dari pemerintah guna tepat penanganan. Agar penangananan
pasien dengan pelibatan keluarga dalam perawatan serta mendeteksi faktor risiko

yang berkaitan dengan masalah fisik, psikologis, sosial dan ligkungan keluarga,
maka dilakukan kunjungan rumah sebagai bentuk penerapan pelayanan
kedokteran keluarga secara holistik, komprehensif, berkesinambugan,terpadu dan
paripaurna yang memandang pasien sebagai bagian dari keluarga dan
lingkungannya pada tanggal 25 November 2015, 7 Desember 2015 ,16 Desember

2015.
Fungsi biologi-reproduksi
Pak Nasan memiliki delapan orang anak, namun hanya empat yang
masih hidup. Ke empat anak beliau yang meninggal di akui karena demam
tinggi di usia bawah lima tahun. Pasien menderita penyakit yang terduga
osteomyelitis dan telah dialami selama 9 tahun. Pasien tampak mengeluh
nyeri pada kakinya dan sulit untuk berjalan. Pasien jarang kontrol ke
dokter karena pasien takut di amputasi. Pasien minum obat dengan teratur,
keluarga selalu mengingatkan pasien untuk minum obat secara
rutin.Keluarga tidak ada yang mengalami keluhan seperti ini, namun
tetangga pasien ada yang memiliki gejala serupa.

Fungsi psikologis
Hubungan antar keluarga yang tinggal bersama baik, kepribadian anak
dan cucu yang terbentuk sopan dan harmonis.Komunikasi pasien dengan
keluarga berjalan lancar dan tampak akrab.

Fungsi sosial
Hubungan dengan masyarakat sekitar baik, keluarga Pak Nasan masih
mempercayai pengobatan alternative seperti ke dukun.

Fungsi ekonomi
Pemenuhan kebutuhan untuk keluarga masih terbilang kurang, untuk 9
jumlah anggota keluarga. Penopang ekonomi dari istri, anak dan cucu
pasien, tidak cukup untuk kebutuhan pangan sempurna seperti susu dan
daging, dari segi edukasi masih sangat kurang.

Fungsi adaptasi

Pasien sering berkumpul dengan keluarga untuk mendiskusikan


masalah kesehatannya, sehingga menemukan solusi dan mengatasinya
secara bersama.
III.5. Identifikasi Perilaku Kesehatan
Lingkungan hidup keluarga dan perilaku kesehatan keluarga masih sangat kurang, Pak
Nasan sering menutupi luka tersebut dengan kaos kaki, sehingga luka tampak basah.
Pasien berobat jika keluhan timbul saja sehingga tidak tepat penanganan.
III.6. Keadaan Rumah dan Lingkungan Sekitar
Pasien tinggal di perumahan dengan lingkungan yang lembab, sinar matahari tidak
dapat memasuki rumah. Keluarga memelihara beberapa burung yang sangkarnya di
gantung dilangit-langit rumah, sehingga air atau kotoran burung tersebut dapat jatuh ke
lantai yang dapat menjadi sumber penyakit. Pasien tinggal di tempat yang jauh dari
keramaian, tidak terletak di pinggir jalan, sehingga masih dapat menghirup udara segar.
Rumah berukuran sedang, kebersihan cukup terjaga namun ventilasi, sanitasi dan
pencahayaan kurang terjaga. Luas rumah sekitar 200m2 dengan empat kamar tidur untuk
Sembilan anggota keluarga, satu kamar mandi, ruang keluarga, teras depan, dan dapur.
Penerangan rumah pada siang hari terbatas pada jendela sisi depan,hanya kamar pak
Nasan yang mempunyai jendela samping, untuk malam hari penerangan memanfaatkan
lampu listrik. Ventilasi rumah memanfaatkan pintu dan jendela depan. Limbah rumah
tangga di alirkan ke septic tank yang berjarak 10 m dari sumber air. Sumber utama air
berasal dari pompa listrik yang di manfaatkan untuk mandi, memasak, dan mencuci
pakaian. Tata letak perabotan rumah tannga terbilang baik. Kesan kebersihan tempat
tinggal cukup layak

III.7. Diagnostik Holistik


a) Aspek personal
Pak nasan, mengeluh kaki terasa nyeri seperti tertusuk paku dan terdapat luka
yang tampak basah ( ada bula) sejak sembilan tahun yang lalu. Pak Nasa berharap
keluhan pada kakinya dapat hilang, karena beliau telah letih berobat bertahun-tahun
dan telah mengeluarkan biaya yang cukup banyak, namun tak menghasilkan
kesembuhan. Beliau khawatir dengan rasa nyerinya ini, karena beliau tidak dapat
berjalan, dan takut dengan tetangganya karena bau yang di timbulkan oleh lukanya
tersebut.

b) Aspek klinis
Kusta
Osteomielitis
c) Aspek Individual
Kepatuhan kontrol cukup buruk, terkendala oleh biaya dan pengetahuan.
Kepatuhan minum obat baik.
d) Aspek psikososial dan lingkungan
Kesadaran Pak Nasan terhadap penyakit masih sangat kurang, walaupun
keluarga mengingatkan berobat dan minum obat, namun karena keterbatasan
pengetahuan dan biaya, pengobatan tidak berjalan lancar.
e) Derajat Fungsional
Skala 2, pasien mampu melakukan pekerjaan ringan sehari-hari di dalam dan
luar rumah (sedikit kesulitan).Pasien butuh dukungan emosional dari keluarganya
karena penyakit pasien terbilang parah dan telah berlangsung lama.
Diagnosis Keluarga
Keluarga majemuk dengan kepala keluarga berpenghasilan kurang dan beban
keluarga di tanggung bersama oleh istri, anak, dan cucunya. Pasien tidak bekerja
sehingga selalu berada dirumah, sehingga tidak dapat menunjang perekonomian
keluarga. Selam ini kebutuhan keluarga untuk pangan dan kesehatan terbilang cukup.
Keluarga pasien tidak mempunyai dana untuk menunjang kesehatan pasien, mereka
memanfaatkan kartu askes yang sekarang sudah tidak aktif lagi, beruntung ada Kartu
Indonesia Sehat, sebelumnya pasien tidak memiliki kartu ini karena beranggapan
sistem BPJS itu lama, dan mereka tidak mengerti cara mendaftarkannya. Tingakt
pengetahuan pasien tentang penyakit pasien sangat rendah. Lingkungan tempat
tinggal kurang baik, ventilasi, pencahayaan, sanitasi terbialng kurang. Pasien sendiri
merokok 4 batang perminggu.

III.8. Rencana Intervensi


Sadarnya masalah kesehatan pasien,tercapainya keluarga ini memiliki kartu sehat,
membuka pandangan pasien dan keluarga tentang penyakit pasien dan penanganannya.
Untuk permasalahan klinis pasien, dilakukan edukasi tentang cara membersihkan luka,
membuat kartu penunjang berobat, menjelaskan fungsinya, dan menjelaskan tentang
perilaku hidup bersih (PHBS).

Pasien dan keluarga pasien di motivasi agar melakukan pola hidup sehat dengan
mengedukasi makanan yang cocok untuk mencukupi gizi keluarga, menjaga pencahayaan
rumah, dan berolahraga yang teratur.

Perilaku kesehatan
Berobat jika
keluhan timbul
Pelayanan kesehatan jauh
dari rumah

Faktor biologi :
Keluarga tidak ada
yang
menderita
seperti ini, namun
tetangga
pasien
ada yang bergejala
serupa

Gaya hidup
Konsumsi makanan yang
kurang bergizi seimbang
Jarang berolah raga
keluarga

Pasien menderita luka


pada kaki yang tak
kunjung sembuh (sudah
9 tahun) dan telah
berobat
ke
berbagai
dokter. Pasien sudah
pasrah, pasien selalu
mengeluh kaki terasa
seperti di tusuk paku
dan
kesulitan
untuk
berjalan.
Pasien
khawatir kakinya akan di
amputasi,
sehingga
tidak
berani
untuk
berobat lagi.

Lingkungan
psikososio-ekonomi
Tinggal
bersama
mertua,
istri,
anak
dan cucu
Tidak
bekerja,
Lingkungan
biaya kerja
hidup
tergantung,
Pasienistri, tidak
anak
bekerja
dan cucu
Lingkungan Fisik
Ventilasi dan
penerangan
kurang

Komunitas
denganPasien
Alur
Penatalaksanaan
pemukiman yang tidak
padat
Pak Nasan. Berusia 62 tahun
Mengeluh luka di kaki yang ttidak kunjung
sembuh selama Sembilan tahun, sulit untuk
berjalan
Pemeriksaan Fisik :
RPS : Pasien didiagnosis osteomyelitis
sejak Sembilan tahun yang lalu, tidak
KU : CM
rajin kontrol karena keterbatasan biaya
dan takut akan diamputasi.
TD : 130/70 mmHg
Faktor risiko internal : tidak ada
keluarga yang menderita seperti ini,
namun tetangga ada. Pasien sering
menutup luka dengan kaos kaki
sehingga menambah luka semakin
basah. Pasien merokok 4 batang
perminggu.
Ostemielitis Kronis
Faktor risiko eksternal : tidak ada

Head To Toe (baik kecuali


eksteremitas inferior, tampak
luka gangrene dari jari hingga
lutut)

Penatalaksanaan Farmakologi

Pentalaksanaan Non Farmakologi

Kami menyarankan agar segera


berobat
ke
dokter
guna
mendapat
penanganan
yang
tepat

Edukasi tentang :

III.9. Indikator Keberhasilan

gangren dan perawatannya


gizi seimbang
PHBS
Pembuatan kartu berobat

Pasien dapat berobat ke Rumah sakit atau Puskesmas lagi, mengonsumsi makanan
yang seimbang, mempunyai kartu berobat. Pasien dan keluarga memiliki wawasan
tentang penyakit pasien sehingga pola penanganan pasien tepat.
III.10. Tindakan Terhadap Keluarga
Pengobatan pasien membutuhkan dukukungan seluruh anggota keluarga, baik segi
dana maupun moril. Keluarga pasien di jelaskan tentang keadaan pasien yang
sesungguhnya, sehingga mereka paham apa dan bagaimana penyakit pasien
tersebut.Pelaku rawat diberikan edukasi mengenai pentingnya menjaga kebersihan
gangrene pasien dan mengingatkan pasien untuk kontrol.
1. Kopping Score
Penilaian dilaksanakan terhadap penguasaan masalah dan kemampuan beradaptasi
yang terdapat pada Tabel. Penilaian kemampuan dalam mengatasi masalah secara utuh
dan kemampuan adaptasi dengan skala :
5 : dapat diselesaikan sepenuhnya oleh pasien dan keluarganya
4 : penyelesaian hampir seluruhnya oleh keluraga dengan sedikit petunjuk dari

orang lain/ dokter/ pelayanan kesehatan.


3 : Ada keinginan untuk penyelesaian, terdapat sumber namun perlu penggalian
yang belum di manfaatkan, hanya sedikit atas partisipasi keluarga dan sebagian

besar masih dilakukan provider.


4 : Partisipasi keluarga hanya berupa keinginan saja karena tidak mampu, tidak
ada sumber, penyelesaian sepenuhnya dilakukan oleh orang lain/ dokter/

pelayanan kesehatan.
1 : Tidak ada partisispasi, menolak, tidak ada penyelesaian walaupun saranan

tersedia
99 : tidak dapat dinilai

Tabel Koping Score


No

Masalah

Rencana Intervensi

Hasil

Nilai
Koping
Awal

Akhir

Fungsi Biologis :

menderita Farmakologi :

Pasien

Kami

osteomyelitis
sudah

Pasien

hanya

dapat memiliki

9 memotivasi

selama

telah
Kartu

pasien Indonesia Sehat,

tahun, luka tampak untuk segera berobat termotivasi untuk


dan ke dokter agar tepat berobat.

gangrene
basah,

kesulitan penanganan

untuk berjalan

Non farmologi :
Edukasi

tentang

penyakit pasien dan


cara

membersihkan

luka,

PHBS,

intervensi

gizi,

edukasi tentang kartu

Pasien

sehat.
kurang Edukasi

memahami

tentang Walaupun telah di

penyakit

edukasi,

namun

penyakit apa yang

pasien

masih

diderita olehnya

enggan

untuk

melepas

kaos

kaki, karena tidak

Pasien kurang rutin Edukasi


mengecek

nyaman

dengan

aroma

yang ditimbulkan
pentingnya Pasien
sudah

berobat agar penyakit berkeinginan

dapat ditangani
penyakitnya
Pasien
jarang Menjelaskan
berolahraga karena berolahraga
keterbatasan gerak

merasa

untuk berobat
Pasien mulai aktif
tidak

berarti senam namun


bergerak

untuk

aktivitas

sehari-hari

sudah cukup

Faktor

Perilaku

kesehatan keluarga :

Keluarga

pasien Edukasi

dan

berobat ke dokter keluargamengenani

keluarga

mulai

ketika hanya ada pentinganya

aktif

dalam

pengecekan kesehatan

keluhan saja

Pasien

Pelaku

mengingatkan
pasien

saling keluarga
berobat

dan kembali

berobat dan minum meminum obat

menjalani

obat teratur

pengobatan
18/6=3

Rata-rata

dan

mengingatkan pasien termotivasi unutk

untuk untuk

pengobatan

rawat Memotivasi keluarga Pasien

pasien yaitu anak agar

25/6=4,2

Kesan dari kemampuan menyelesaian masalah awal keluarga yaitu 3 yang berarti ada
keinginan untuk penyelesaian, terdapat sumber namun perlu penggalian yang belum di
manfaatkan, hanya sedikit atas partisipasi keluarga dan sebagian besar masih dilakukan
provider kesehatan. Pada akhir kunjungan dilakukan penilaian kembali tentang kemampuan
keluarga terhdapa penyelesaian masalah. Nilai akhir koping score yang di dapat adalah 4,2
berarti penyelesaian hampir seluruhnya oleh keluraga dengan sedikit petunjuk dari orang lain/
dokter/ pelayanan kesehatan.

2. Hasil Pembinaan
o Pasien termotivasi untuk kembali berobat ke puskesmas/ rumah sakit, pasien telah
mendapatkan Kartu Indonesia Sehat sehingga pasien mempunyai fasilitas untuk
pengobatan.
o Anggota keluarga dan pasien terbuka wawasannya tentang pentingnya menjaga
kesehatan.
o Keluarga mulai mengonsumsi buah-buahan.
o Pasien mulai beraktivitas dan ekspresi wajahnya tampak bersemangat.

Pasien II
III.11. Identitas Pasien
Nama
Jenis Kelamin
Usia
Suku
Agama
Pendidikan
Pekerjaan
Alamat

: Iwan
: Laki-laki
: 40 tahun
: Betawi
: Islam
: SMP
: Buruh lepas
: Kampung Parung Serab no.4, RT 01, RW 04, Kelurahan

Tirtajaya, Kecamatan Sukmajaya, Depok


Kunjungan
: Kunjungan I 25 November 2015

Kunjungan II 7 Desember 2015


Kunjungan III 16 Desember 2015
III.12. Anamnesa
Keluhan Utama :
Pasien sering merasa lemas .
Keluhan Tambahan :
Pusing
Riwayat Penyakit Sekarang
Pak Iwan , usia 40 tahun, mengidap anemia berat. Sehingga pasien sering merasa

pusing dan lemas.. Tampak sianosis pada bagian bibir Pak Iwan.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit dahulu
: Beliau mengaku pernah koma selama 2

hari, pasien pernah di diagnosa suspect sirosis hati


Riwayat alergi obat/makanan
: disangkal
Riwayat dirawat di Rumah Sakit : pasien pernah mendapat penanganan di

Rumah Sakit (dirawat selama 2 hari karena koma)


Riwayat Operasi
: disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga :


Anak, orangtua dan kakek pasien tidak memiliki penyakit serupa dengan
pasien.

Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien tinggal bersama dengan anak, orangtua dan kakeknya yang sudah
berusia lanjut. Dalam hal perekonomian, keluarga pasien termasuk ke dalam
keluarga menengah kebawah. Perekeonomian pasien dibantu oleh ibu, anak dan
adiknya, ibunya bekerja sebagai buruh cuci, pasien bekerja sebagai buruh lepas
dan anaknya bekerja sebagai pelayan di Toko. Penghasilan Ibu sekitar Rp
1.500.000,00 per bulan dan belaiu sekitar Rp 1.000.000,00 per bulan , serta
anaknya sekitar Rp 2.000.000,00 per bulan.

Riwayat Kebiasaan
Menu makanan yang sering pasien makan adalah sayuran dengan lauk pauk tempe
dan tahu, sangat jarang mengonsumsi daging, ayam, dan ikan serta buah-buahan.
Dalam sehari pasien makan dapat dua atau tiga kali sehari.
III.13. Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan umum
Baik, kesadaran compos mentis
b) Tanda vital
d. Tekanan darah
: 80/60 mmHg
e. Nadi
: 80x/menit, regular
f. RR
: 20x/menit

c) Status Generalis
Kulit
: sianosis (+), turgor kulit kembali <1 detik, ikterus (-)
Kepala
: Normocephale, rambut tidak mudah dicabut
Mata
: Edema palpebral (-/-), konjunctiva anemis (+/+), sclera ikterik
(-)
Telinga: Bentuk normal, secret (-/-)
Hidung
: Napas cuping gidung (-), secret (-/-)
Mulut
: Bibir sianosis (+)
Leher
: Deviasi trakea (-), pembesaran kelenjar limfe (-)
Pemeriksaan Tenggorokan, Thoraks, Punggung, Genitalia, Anorektal tidak
dilakukan
Ekstremitas :
Superior
Inferior

: edema (-/-), clubbing finger (-/-), akral dingin (-/-)


: edema (-/-), clubbing finger (-/-), akral dingin (-/-)

Usulan Pemeriksaan Penunjang


Kami tidak melakukan Pemeriksaan Penunjang, namun hasil rontgen dan pemeriksaan
rumah sakit terdapat pada lampiran.
III.13. Penilaian Keluarga
o Nilai APGAR Keluarga
Metode ini melakukan penilaian terhadap 5 fungsi pokok keluarga yang
tergantung dari pelaksanaan kelima fungsi keluarga tersebut, sehingga dapat
diketahui tingkat kesehatan keluarga yang dinilai. Kelima fungsi keluarga dalam
APGAR Keluarga tersebut adalah :
1) Adaptasi (Adaptation)
Dinilai dari tingkat kepuasan anggota keluarga dalam menerima
bantuan yang diperlukan dari anggota keluarga yang lain.
2) Kemitraan (Partnership)
Tingkat kepuasan keluarga dalam hal komunikasi, dalam mengambil
keputusan, dan atau penyelesaian masalah dalam keluarga.
3) Pertumbuhan (Growth)
Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kebebasan yang diberikan
keluarga dalam mematangkan pertumbuhan dan atau kedewasaan.
4) Kasih Sayang (Affection)
Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kasih saying serta
interaksi emosional yang berlangsung dalam keluarga.
5) Kebersamaan (Resolve)
Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kebersamaan dalam
membagi waktu, kekayaan, dan ruang antar anggota keluarga sangat

memuaskan dimana waktu kumpul bersama dengan keluarga setiap


haru dan minimal 12 jam untuk setiap harinya
Tabel Kuesioner Apgar Keluarga
PETUNJUK :
Untuk masing-masing pernyataan, berilah tanda pada kolom pilihan
sesuai dengan perasaan anda terhadap keluarga anda
Hampir
Kadang- Hampir
tidak pernah kadang selalu
Saya puas dengan keluarga saya karena
masing-masing anggota keluarga sudah

menjalankan kewajiban sesuai dengan


seharusnya
Saya puas dengan keluarga saya karena
dapat membantu memberikan solusi terhadap

permasalahan yang saya hadapi


Saya puas dengan kebebasan yang di
berikan keluarga saya untuk meng
embangkan kemampuan yang saya
miliki
saya puas dengan kehangatan / kasih
sayang yang diberikan keluarga saya
Saya puas dengan waktu yang disediakan
Keluarga untuk menjalin kebersamaan
TOTAL

TOTAL : 9 (SEHAT)
Keterangan nilai APGAR, hasil penilaian :
0 : tidak pernah / kurang 0-3 : sakit
1 : kadang-kadang / cukup 3-6 : kurang sehat
2 : hamper selalu / baik 7-10 : sehat
Kesimpulan : hasil nilai APGAR pada pasien adalah 9 menunjukkan
fungsi keluarga pasien dari sudut pandang setiap anggota keluarga terdapat
hubungan yang sehat antara keluarga yang satu dengan anggota keluarga
yang lain.

Family Screem
SCREEM

RESOURCES
Social

PATOLOGI

Pasien hidup ditengah masyarakat biasa dengan


hubungan yang baik dan tidak menonjol.

Pasien masih percaya dengan dukun.


Cultural

Religius

Pasien beragama Islam dan cukup taat

Economy

Saat ini pasien bekerja sebagai buruh


lepas,karena keterbatasan biaya pasien tidak
kontrol namun sekarang pasien telah mempunyai
Kartu Indonesia Sehat

Education

SMP

Medical

Pasien menggunakan pelayanan kesehatan di


Rumah sakit yang melayani Askes

Pasien
pasrah
dengan
keadaannya,
karena
keterbatasan biaya pasien
tidak berobat kembali ke
dokter

Karena keterbatasan dana,


konsumsi
gizi
pasien
terbatas, sehingga gizi Fe
yang seharusnya pasien
terima tidak tercukupi.

Genogram
Keluarga terdiri atas tiga generasi dengan satu kepala keluarga (KK) dalam
satu rumah. Seorang kepala keluarga yaitu pasien ( Pak Iwan, 40 tahun), adiknya
yang belum menikah, anak, kakek, ayah ( Pak Nasan, 62 tahun) dan ibu pasien.
Bentuk keluarga adalah keluarga majemuk.

Siklus Kehidupan Keluarga (Duvall 1967)


K
1. Awal perkawinan
Baru kawin, belum punya anak
2. Dengan bayi
Punya bayi 1-2 orang sampai umur 12 bulan
3. Anak usia prasekolah
Anak umur 12 bulan sampai 5 tahun
4. Anak usia sekolah
Anak umur 6-12 tahun
5. Anak usia remaja
Anak umur 13 tahun sampai 20 tahun
6. Anak-anak meninggalkan keluarga
Satu persatu anak meninggalkan keluarga
7. Orangtua usia menengah
Orangtua sampai dengan masa pension,

semua

anak

telah

meninggalkan keluarga
8. Usia lanjut
Usia lanjut sampai meninggal dunia

Pada keluarga
Kriteria :Pada keluarga ini, siklus kehidupan keluarga menempati keluarga
dengan anak usia sekolah,anak usia remaja, anak meninggalkan keluarga,
orang tua usia menengah dan usia lanjut, maka siklus kehidupan keluarga
berada di urutan 4,5,6,7, dan 8

Family Mapping

Keterangan :
Hu
Karakteristik Demografi Keluarga
Nama Kepala Keluarga : Iwan
Nama Responden
: Nasan (Pasien I) dan Iwan (Pasien II)
Alamat lengkap
: Kampung Parung Serab no.4, RT 01, RW 04,
Kelurahan Tirtajaya, Kecamatan Sukmajaya, Depok
Bentuk keluarga
: Keluarga majemuk
Daftar anggota keluarga yang tinggal satu rumah

Karakteristik Demografi Keluarga

No

Nama

Kedudukan

Gender

Umur

Pendidika

Pekerjaan

1
2

Iwan

Kepala

Nasan

Keluarga
Orangtua

L
L

40
62

n
SMP
SD
(hanya

Buruh
lepas
Tidak
bekerja

sampai
3

Indun

Orangtua

56

kelas 2)
SD
(hanya

Buruh cuci

sampai
4

Arwan

Adik

30

kelas 3 )
SD

Pelayan

Ibrahim

Kakek

95

SD

toko
Tidak

SMP

bekerja
Pelayan
toko
Tidak

Indri

Anak

22

Irma

Anak

18

SMP

8
9

Irwan
Diva

Anak
Anak

L
P

15
7,5

SMP
SD
(sedang

bekerja
pelajar
pelajar

kelas 2 SD)

III.14. Identifikasi Fungsi Keluarga


Pada penatalaksanaan penyakit pasien sangat diperlukan peran serta dan peran
aktif seluruh anggota keluarga, terutama pelaku rawat ( anak dan ibu pasien)
dalam memberikan perhatian, menemani kontrol, mengawasi minum obat dan
perawatan luka. Keluarga sebaiknya mengetahui tentang penyakit pasien dan
mencari bantuan pengobatan dari pemerintah guna tepat penanganan. Agar
penangananan pasien dengan pelibatan keluarga dalam perawatan serta
mendeteksi faktor risiko yang berkaitan dengan masalah fisik, psikologis, sosial
dan ligkungan keluarga, maka dilakukan kunjungan rumah sebagai bentuk

penerapan pelayanan kedokteran keluarga secara holistik, komprehensif,


berkesinambugan,terpadu dan paripaurna yang memandang pasien sebagai bagian
dari keluarga dan lingkungannya pada tanggal 25 November 2015, 7 Desember

2015 ,16 Desember 2015.


Fungsi biologi-reproduksi
Pak Iwan memiliki empat anak, istri beliau telah meninggal 7,5 tahun yang
lalu, yang disebabkan oleh perdarahan akut pasca melahirkan, kami
menduga terjadi retensio placenta. Pasien tampak sianosis, pasien tidak
mengonsumsi gizi yang menunjang penyakit anemianya, pasien tidak
mengonsumsi tablet Fe.

Fungsi psikologis
Hubungan antar keluarga yang tinggal bersama baik, kepribadian
orangtua dan anak yang terbentuk sopan dan harmonis. Komunikasi pasien
dengan keluarga berjalan lancar dan tampak akrab.

Fungsi sosial
Hubungan dengan masyarakat sekitar baik.

Fungsi ekonomi
Pemenuhan kebutuhan untuk keluarga masih terbilang kurang,

untuk 9 jumlah anggota keluarga. Penopang ekonomi dari ibu, anak,


adik dan

pasien sendiri, tidak cukup untuk kebutuhan pangan

sempurna seperti susu dan daging, dari segi edukasi masih sangat
kurang.

Fungsi adaptasi

Pasien sering berkumpul dengan keluarga untuk mendiskusikan


masalah kesehatannya, sehingga menemukan solusi dan mengatasinya
secara bersama.
III.15. Identifikasi Perilaku Kesehatan

Lingkungan hidup keluarga dan perilaku kesehatan keluarga masih sangat kurang, Pak
Iwan sering tidak menggunakan alas kaki, sehingga predisposisi terinfeksi cacing tinggi.
Pasien berobat jika keluhan timbul saja sehingga tidak tepat penanganan.
III.16. Keadaan Rumah dan Lingkungan Sekitar
Pasien tinggal di perumahan dengan lingkungan yang lembab, sinar matahari tidak
dapat memasuki rumah. Keluarga memelihara beberapa burung yang sangkarnya di
gantung dilangit-langit rumah, sehingga air atau kotoran burung tersebut dapat jatuh ke
lantai yang dapat menjadi sumber penyakit. Pasien tinggal di tempat yang jauh dari
keramaian, tidak terletak di pinggir jalan, sehingga masih dapat menghirup udara segar.
Rumah berukuran sedang, kebersihan cukup terjaga namun ventilasi, sanitasi dan
pencahayaan kurang terjaga. Luas rumah sekitar 200m2 dengan empat kamar tidur untuk
Sembilan anggota keluarga, satu kamar mandi, ruang keluarga, teras depan, dan dapur.
Penerangan rumah pada siang hari terbatas pada jendela sisi depan,hanya kamar pak
Nasan (ayanhnya) yang mempunyai jendela samping, untuk malam hari penerangan
memanfaatkan lampu listrik. Ventilasi rumah memanfaatkan pintu dan jendela depan.
Limbah rumah tangga di alirkan ke septic tank yang berjarak 10 m dari sumber air.
Sumber utama air berasal dari pompa listrik yang di manfaatkan untuk mandi, memasak,
dan mencuci pakaian. Tata letak perabotan rumah tangga terbilang baik. Kesan kebersihan
tempat tinggal cukup layak.

III.17. Diagnostik Holistik


Aspek personal
Pak Iwan mengeluh terasa lemas dan pusing, bibir tampak sianosis.
Aspek klinis
Anemia kronis
Suspect Sirosis Hati
Aspek Individual
Kepatuhan kontrol cukup buruk, terkendala oleh biaya dan pengetahuan.
Kepatuhan minum obat baik.
Aspek psikososial dan lingkungan

Kesadaran Pak Iwan terhadap penyakit masih sangat kurang, walaupun


keluarga mengingatkan berobat dan minum obat, namun karena keterbatasan
pengetahuan dan biaya, pengobatan tidak berjalan lancar.

Derajat Fungsional
Skala 1, pasien tidak terganggu aktivitasnya. Pasien butuh dukungan

emosional dari keluarganya karena penyakit pasien terbilang parah dan telah
berlangsung lama.
III.18. Diagnosis Keluarga
Keluarga majemuk dengan kepala keluarga berpenghasilan kurang dan beban
keluarga di tanggung bersama oleh ibu, anak, dan adiknya. Pasien bekerja, sehingga
membantu perekonomian keluarga. Selama ini kebutuhan keluarga untuk pangan dan
kesehatan terbilang cukup. Keluarga pasien tidak mempunyai dana untuk menunjang
kesehatan pasien, mereka memanfaatkan Kartu Indonesia Sehat (baru memiliki),
sebelumnya pasien tidak memiliki kartu ini karena beranggapan sistem BPJS itu lama,
dan mereka tidak mengerti cara mendaftarkannya. Tingkat pengetahuan pasien
tentang penyakit pasien sangat rendah. Lingkungan tempat tinggal kurang baik,
ventilasi, pencahayaan, sanitasi terbilang kurang.

III.19.Rencana Intervensi
Sadarnya masalah kesehatan pasien,tercapainya keluarga ini memiliki kartu sehat,
membuka pandangan pasien dan keluarga tentang penyakit pasien dan penanganannya.
Untuk permasalahan klinis pasien, diberikan tablet Fe, membuat kartu penunjang berobat,
menjelaskan fungsinya, dan menjelaskan tentang perilaku hidup bersih (PHBS).
Pasien dan keluarga pasien di motivasi agar melakukan pola hidup sehat dengan
mengedukasi makanan yang cocok untuk mencukupi gizi keluarga, menjaga pencahayaan
rumah, dan berolahraga yang teratur.

Perilaku kesehatan
Berobat jika
keluhan timbul

Pasien
menderita
anemia
kronis,
dan
suspectGaya
sirosis
hidup hati,
pasien
kekurangana
Konsumsi
makanan
yang
asupan
Fe
sehingga
kurang bergizi seimbang
tampakberolah
lemas,
Jarang
raga bibir
sianosis
dan
sering
keluarga
mengeluh pusing.

Lingkungan
psikososio-ekonomi
Tinggal
bersama
kakek,
ibu,ayah
dan anak
Pasien
bekerja,
biaya hidup
dibantu oleh
ibu,
anak
dan adik.

Pelayanan kesehatan jauh


dari rumah
Lingkungan kerja
Pasien bekerja
Lingkungan Fisik

Faktor biologi :

Ventilasi dan
penerangan
kurang

Keluarga tidak ada


yang
menderita
seperti ini.

Komunitas dengan
pemukiman yang tidak
padat
Alur Penatalaksanaan
Pasien

Pak Iwan. Berusia 40 tahun


Mengeluh sering lemas dan pusing

Pemeriksaan Fisik :

RPS : Pasien mengalami anemia kronis,


konsumsi makanan penunjang ( yang
mengandung FE) sangat kurang.

KU : CM
TD : 80/60 mmHg

Faktor risiko internal : tidak ada


keluarga yang menderita seperti ini,
pasien sering tidak menggunakan alas
kaki yang menjadi predisposisi dari
infeksi cacing.

Head To Toe (pada bibir pasien


tampak sianosis)

Faktor risiko eksternal : tidak ada


Anemia Kronis
Suspect Sirosis Hati
Penatalaksanaan Farmakologi

Pentalaksanaan Non Farmakologi

Kami menyarankan agar segera


berobat
ke
dokter
guna
mendapat
penanganan
yang
tepat dan kami memberikan
tablet Fe

Edukasi tentang :

Anemia
gizi seimbang
PHBS
Pembuatan kartu berobat

III.20. Indikator Keberhasilan


Pasien dapat berobat ke Rumah Sakit atau Puskesmas lagi, mengonsumsi makanan
yang seimbang, mempunyai kartu berobat. Pasien dan keluarga memiliki wawasan
tentang penyakit pasien sehingga pola penanganan pasien tepat.
III.21. Tindakan Terhadap Keluarga
Pengobatan pasien membutuhkan dukukungan seluruh anggota keluarga, baik segi
dana maupun moril. Keluarga pasien di jelaskan tentang keadaan pasien yang
sesungguhnya, sehingga mereka paham apa dan bagaimana penyakit pasien
tersebut.Pelaku rawat diberikan edukasi mengenai pentingnya menjaga kebersihan
gangrene pasien dan mengingatkan pasien untuk kontrol.
Kopping Score
Penilaian dilaksanakan terhadap penguasaan masalah dan kemampuan beradaptasi yang
terdapat pada Tabel. Penilaian kemampuan dalam mengatasi masalah secara utuh dan
kemampuan adaptasi dengan skala :
5 : dapat diselesaikan sepenuhnya oleh pasien dan keluarganya
4 : penyelesaian hampir seluruhnya oleh keluraga dengan sedikit petunjuk dari

orang lain/ dokter/ pelayanan kesehatan.


3 : Ada keinginan untuk penyelesaian, terdapat sumber namun perlu penggalian
yang belum di manfaatkan, hanya sedikit atas partisipasi keluarga dan sebagian

besar masih dilakukan provider.


4 : Partisipasi keluarga hanya berupa keinginan saja karena tidak mampu, tidak
ada sumber, penyelesaian sepenuhnya dilakukan oleh orang lain/ dokter/

pelayanan kesehatan.
1 : Tidak ada partisispasi, menolak, tidak ada penyelesaian walaupun saranan

tersedia
99 : tidak dapat dinilai

Tabel Koping Score


No

Masalah

Rencana Intervensi

Hasil

Nilai
Koping

Awal

Akhir

Fungsi Biologis :

Pasien

menderita Farmakologi :
kronis, Kami

anemia

hanya

sering memotivasi

pasien

pusing dan lemas.

Gejala

lemas

dapat pasien

sudah

pasien mulai teratasi.

untuk segera berobat Pasien


ke dokter agar tepat memiliki
penanganan,

telah
Kartu

dan Indonesia Sehat,

pemberian tablet Fe

termotivasi untuk

Non farmologi :

berobat.

Edukasi

tentang

penyakit

pasien

PHBS, intervensi gizi,


edukasi tentang kartu

sehat.
kurang Edukasi

Pasien

tentang Pasien

penyakit

memahami

sudah

mulai

penyakit apa yang

memikirkan

diderita olehnya

seimbang

gizi
untuk

anemia

Pasien kurang rutin Edukasi

dideritanya
pentingnya Pasien
sudah

berobat agar penyakit berkeinginan

mengecek

yang

dapat ditangani
penyakitnya
Pasien
jarang Menjelaskan
berolahraga

berolahraga

untuk berobat
Pasien mulai aktif
tidak

berarti senam namun


bergerak

untuk

aktivitas

sehari-hari

sudah cukup
2

Faktor

Perilaku

kesehatan keluarga :

Keluarga

pasien Edukasi

berobat ke dokter mengenani

keluarga Pasien
keluarga

dan
mulai

ketika hanya ada pentinganya

aktif

keluhan saja

pengobatan

rawat Memotivasi keluarga Pasien

Pelaku
pasien

pengecekan kesehatan

dalam

ibu agar

yaitu

saling keluarga

anak mengingatkan pasien termotivasi unutk

dan
mengingatkan
pasien

dan

untuk

berobat

untuk meminum obat

berobat dan minum

dan kembali
menjalani
pengobatan

obat teratur
Rata-rata

18/6=3

27/6=4,5

Kesan dari kemampuan menyelesaian masalah awal keluarga yaitu 3 yang berarti ada
keinginan untuk penyelesaian, terdapat sumber namun perlu penggalian yang belum di
manfaatkan, hanya sedikit atas partisipasi keluarga dan sebagian besar masih dilakukan
provider kesehatan. Pada akhir kunjungan dilakukan penilaian kembali tentang kemampuan
keluarga terhdapa penyelesaian masalah. Nilai akhir koping score yang di dapat adalah 4,2
berarti penyelesaian hampir seluruhnya oleh keluraga dengan sedikit petunjuk dari orang lain/
dokter/ pelayanan kesehatan.
Hasil Pembinaan
o Pasien termotivasi untuk kembali berobat ke puskesmas/ rumah sakit, pasien telah
mendapatkan Kartu Indonesia Sehat sehingga pasien mempunyai fasilitas untuk
pengobatan.
o Anggota keluarga dan pasien terbuka wawasannya tentang pentingnya menjaga
kesehatan.
o Keluarga mulai mengonsumsi buah-buahan.
o Pasien mulai beraktivitas dan ekspresi wajahnya tampak bersemangat.
o Keluhan pasien yaitu lemas dan pusing sudah mulai teratasi dengan table Fe.

BAB IV
PEMBAHASAN
Pembahasan
Pada penanganan kasus ini dilakukan pendektan kedokteran keluarga untuk
memberikan pelayanan kesahatan yang holistic, berkesinambungan, terpadu, komprehensif,

dan paripurna dengan menganggap pasien sebagai bagian dari dirinya sendiri, keluarga dan
lingkungannya.
Studi kasus kedokteran keluarga dilakukan pada responden Pak Nasan 62 tahun dan
Pak Iwan 40 tahun. Pak Nasan memiliki keluhan luka ganggren yang telah berlangsung lama
yaitu sembilan tahun, keluhan tidak mereda, pasien sering mengeluh kaki terasa seperti di
tusuk paku dan sulit berjalan. Gangren itu sendiri merupakan proses atau keadaan yang
ditandai dengan adanya jaringan mati atau nekrosis, namun secara mikrobiologis adalah
proses nekrosis yang disebabkan oleh infeksi.
Keluarga tidak mempunyai penyakit seperti ini, namun tetangga pasien mempunyai
keluhan serupa, kemungkinan penyakit pasien bersifat menular. Pada pemeriksaan fisik
pasien didapatkan keadaan umum baik, kesadaran kompos mentis. Tanda vital didapatkan
130/70 mmHg, nadi 80 kali/menit,pernapasan 20x/menit.
Status generalis, kepala : rambut warna hitam, pemeriksaan mata : konjungtiva tidak
anemis dan sclera tidak ikterik, pemeriksaaan THT, thoraks dan abdomen tidak dilakukan.
Ekstremitas inferior tampak luka ganggren dari jari hingga lutut. Pasien sebelumnya di
diagnosis osteomyelitis.
Penatalaksanaan yang diberikan untuk pasien adalah kami menyarankan agar segera
berobat ke dokter guna mendapat penanganan yang tepat. Penatalaksanaan non farmakologi
edukasi tentang gangrene dan perawatannya, gizi seimbang, PHBS dan pembuatan kartu
BPJS/ kartu berobat.
Pak Iwan berusia 40 tahun, mengeluh sering lemas dan pusing, pasien mengalami
anemia kronis, konsumsi makanan penunjang Fe kurang, tidak ada keluarga yang menderita
seperti ini, pasien sering tidak menggunakan alas kaki.
Pada pemeriksaan fisik pasien didapatkan keadaan umum baik, kesadaran kompos
mentis. Tanda vital didapatkan 80/60 mmHg, nadi 80 kali/menit,pernapasan 20x/menit. Status
generalis, kepala : rambut warna hitam, pemeriksaan mata : konjungtiva anemis dan sclera
tidak ikterik, pemeriksaaan THT, thoraks dan abdomen tidak dilakukan. ekstremitas normal.
Pasien sebelumnya di diagnosis anemia kronis dan suspect sirosis hati.
Penatalaksanaan yang diberikan untuk pasien adalah kami menyarankan agar segera
berobat ke dokter guna mendapat penanganan yang tepat.dan kami memberikan tablet Fe.
Segi edukasi kami menjelaskan tentang penyakit pasien itu sendiri yaitu anemia, gizi
seimbang, PHBS dan pembuatan kartu BPJS/kartu berobat.

LAMPIRAN

Teras

Garasi

R.Tidur

Kamar Pak Nasan

R.Keluarga

Dapur

Kamar Mandi

DAFTAR PUSTAKA
Martiningsih dwi. 2009. Pengaruh Variasi Metode Pembayaran Kapitasi Kepada Dokter Keluarga
Terhadap Efisiensi Biaya Dan Kualitas Pelayanan, Jurnal Kedokteran Indonesia, Vol. 1/No. 2/Juli
,Hal 185
Prasetyawati eka ,A. 2010. Kedokteran Keluarga. Fakultas kedokteran universitas sebelas maret, hal
1
Nurkholiq ,S. 2011. Perbandingan Tingkat Kepuasan Pasien Umum Dengan Pengguna Kartu Askes
Di Pelayanan Dokter Keluarga Pt. Askes. Semarang

Wahyuni sari ,A. 2003. Pelayanan Dokter Keluarga. Sumatera utara. fakultas kedokteran sumatera
utara

http://bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/index.php/pages/detail/2014/11
http://www.jamsosindonesia.com/cetak/printout/268
Sjamsuhidajat.R De Jong.W, Editor. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi, Cetakan Pertama,
Penerbit EGC Jakarta.1997. 1058-1064.
Sabiston. DC alih bahasa: Andrianto.P Editor Ronardy DH. Buku Ajar Bedah Bagian 2.
Penerbit EGC Jakarta.
Schwartz.SI Shires.GT Spencer.FC alih bahasa: Laniyati Kartini.A Wijaya.C Komala.S
Ronardy.DH Editor Chandranata.L Kumala.P. Intisari Prinsip Prinsip Ilmu Bedah. Penerbit
EGC Jakarta.2000.
Reksoprojo.S: Editor Pusponegoro.AD Kartono.D Hutagalung.EU Sumardi.R Luthfia.C
Ramli.M Rachmat. KB Dachlan.M. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Penerbit Bagian Ilmu
Bedah FKUI/RSCM Jakarta.1995.

Anda mungkin juga menyukai