Anda di halaman 1dari 38

9

BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Penyakit Skabies


2.1.1. Definisi Penyakit Skabies
Penyakit Skabies adalah penyakit kulit menular yang disebabkan oleh infestasi
dan sensitisasi terhadap Sarcoptes sabies varian hominis dan produknya. Penyakit ini
sering juga disebut dengan nama lain kudis, The itch, Seven year itch, Gudikan, Gatal
Agogo, Budukan atau Penyakit Ampera (Handoko, 2009).
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh tungau (mite) Sarcoptes
scabei, yang termasuk dalam kelas Arachnida. Tungau ini berukuran sangat kecil dan
hanya bisa dilihat dengan mikroskop atau bersifat mikroskopis. Penyakit skabies sering
disebut kutu badan. Penyakit ini juga mudah menular dari manusia ke manusia, dari
hewan ke manusia dan sebaliknya. Skabies mudah menyebar baik secara langsung
atau melalui sentuhan langsung dengan penderita maupun secara tak langsung
melalui baju, seprai, handuk, bantal, air, atau sisir yang pernah dipergunakan
penderita dan belum dibersihkan dan masih terdapat tungau sarcoptesnya (Yosefw,
2007).

2.1.2. Etiologi Penyakit Skabies


Sarcoptes Scabei termasuk filum Arthopoda, kelas Arachnida, ordo Ackarina,
superfamili Sarcoptes. Pada manusia disebut Sarcoptes scabei var. hominis (Handoko,

2009). Secara morfologi merupakan tungau kecil, berbentuk oval, punggungnya


cembung dan bagian perutnya rata. Tungau ini berwarna putih kotor, dan tidak
bermata. Ukurannya yang betina berkisar antara 330-450 mikron x 250-350 mikron,
sedangkan jantan lebih kecil, yakni 200-240 mikron x 150-200 mikron. Bentuk dewasa
mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang kaki di depan sebagai alat untuk melekat dan 2
pasang kaki kedua pada betina berakhir dengan rambut, sedangkan pada yang jantan
pasangan kaki ketiga berakhir dengan rambut dan keempat berakhir dengan alat
perekat (Handoko, 2009).
Siklus hidup tungau ini sebagai berikut, setelah kopulasi (perkawinan) yang
terjadi di atas kulit, yang jantan akan mati, kadang-kadang masih dapat hidup dalam
terowongan yang digali oleh yang betina. Tungau betina yang telah dibuahi menggali
terowongan dalam stratum korneum, dengan kecepatan 2-3 milimeter sehari dan
sambil meletakkan telurnya 2 atau 4 butir sehari sampai mencapai jumlah 40 atau 50.
Bentuk betina yang telah dibuahi ini dapat hidup sebulan lamanya. Telurnya akan
menetas, biasanya dalam waktu 3-5 hari dan menjadi larva yang mempunyai 3 pasang
kaki. Larva ini dapat tinggal dalam terowongan, tetapi dapat juga keluar. Setelah 2-3
hari larva akan menjadi nimfa yang mempunyai 2 bentuk, jantan dan betina, dengan 4
pasang kaki. Seluruh siklus hidupnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa
memerlukan waktu antara 8-12 hari (Handoko, 2009).
Telur menetas menjadi larva dalam waktu 3-4 hari, kemudian larva
meninggalkan terowongan dan masuk ke dalam folikel rambut. Selanjutnya larva
berubah menjadi nimfa yang akan menjadi parasit dewasa. Tungau scabies betina
10

membuat liang di epidermis dan meletakkan telur-telurnya didalam liang yang


ditinggalkannya, sedangkan tungau scabies jantan hanya mempunyai satu tugas dalam
kehidupannya, yaitu kawin dengan tungau betina setelah melaksanakan tugas mereka
masing-masing akan mati (Graham-Brown dan Burns, 2005).

2.1.3. Patogenesis Penyakit Skabies


Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau scabies, tetapi juga
oleh penderita akibat garukan. Penularan juga dapat terjadi karena bersalaman atau
bergandengan tangan yang lama dengan penderita sehingga terjadi kontak kulit yang
kuat, menyebabkan kuman skabies berpindah ke lain tangan. Kuman skabies dapat
menyebabkan bintil (papul, gelembung berisi air, vesikel dan kudis) pada pergelangan
tangan.
Gatal yang terjadi disebabkan oleh sensitisasi terhadap tungau yang
memerlukan waktu kira-kira sebulan setelah infestasi. Pada saat ini kelainan kulit
menyerupai dermatitis dengan ditemukannya papul, vesikel, urtikaria dan lain-lain.
Dengan garukan dapat menimbulkan erosi, ekskoriasi, krusta dan infeksi sekunder.
Kelainan kulit dan gatal-gatal yang terjadi dapat lebih luas dari lokasi tungau (Handoko,
2009).

2.1.4. Gejala Klinis Penyakit Skabies


Gatal merupakan gejala utama sebelum gejala klinis lainnya muncul, rasa gatal
biasanya hanya pada lesi tetapi pada scabies kronis gatal dapat dirasakan pada seluruh
tubuh. Gejala yang timbul antara lain ada rasa gatal yang hebat pada malam hari, ruam
11

kulit yang terjadi terutama dibagian sela-sela jari tangan, bawah ketiak, pinggang, alat
kelamin, sekeliling siku, aerola mammae (area sekeliling puting susu) dan permukaan
depan pergelangan (Sungkar, 2000)
Sampai besar, berwarna kemerahan yang disebabkan garukan keras. Bintikbintik itu akan menjadi bernanah jika terinfeksi, dimana ada empat tanda kardinal
yaitu : (Handoko, 2009)
1. Pruritus nokturna, yaitu gatal pada malam hari yang disebabkan karena aktifitas
tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas. Penyakit ini
menyerang secara kelompok, mereka yang tinggal di asrama, barak-barak
tentara, pesantren maupun panti asuhan berpeluang lebih besar terkena
penyakit ini. Penyakit scabies amat mudah menular melalui pemakaian handuk,
baju maupun seprai secara bersama-sama. Penyakit Skabies mudah menyerang
daerah yang tingkat kebersihan diri dan lingkungan masyarakatnya rendah.
2. Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang berwarna
putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata panjang
1 cm, pada ujung terowongan ini ditemukan papul atau vesikel. Jika timbul
infeksi sekunder ruam kulitnya menjadi polimorf (pustul, ekskoriasi, dan lainlain). Tempat predileksinya biasanya merupakan tempat dengan stratum
komeum yang tipis, yaitu: sela-sela jari tangan, pergelangan tangan bagian
volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, areola mammae (wanita),
umbilikus, bokong, genitalia ekstema (pria), dan perut bagian bawah. Pada bayi
dapat menyerang telapak tangan dan telapak kaki.
12

3. Menemukan tungau merupakan hal yang paling diagnostik, dapat ditemukan


satu atau lebih stadium tungau ini. Diagnosis dapat dibuat dengan menemukan
2 dari 4 tanda kardinal tersebut.

2.1.5. Penularan Skabies


Penularan penyakit skabies dapat terjadi secara langsung maupun tidak
langsung, adapun cara penularannya adalah:
1. Kontak langsung (kulit dengan kulit)
Penularan skabies terutama melalui kontak langsung seperti berjabat tangan,
tidur bersama dan hubungan seksual. Pada orang dewasa hubungan seksual
merupakan hal tersering, sedangkan pada anak-anak penularan didapat dari
orang tua atau temannya.
2. Kontak tidak langsung (melalui benda)
Penularan melalui kontak tidak langsung, misalnya melalui perlengkapan tidur,
pakaian atau handuk dahulu dikatakan mempunyai peran kecil pada penularan.
Namun demikian, penelitian terakhir menunjukkan bahwa hal tersebut
memegang peranan penting dalam penularan skabies dan dinyatakan bahwa
sumber penularan utama adalah selimut. Skabies norwegia, merupakan
sumber utama terjadinya wabah skabies pada rumah sakit, panti jompo,
pemondokkan/asrama dan rumah sakit jiwa, karena banyak mengandung
tungau (Djuanda, 2007)
Penularan skabies terjadi ketika orang-orang tidur bersama di satu

13

tempat tidur yang sama di lingkungan rumah tangga, sekolah-sekolah yang


menyediakan fasilitas asrama dan pemondokan, serta fasiltas-fasilitas
kesehatan yang dipakai oleh masyarakat luas. Di Jerman terjadi peningkatan
insidensi, sebagai akibat kontak langsung maupun tak langsung seperti tidur
bersama. Faktor lainnya fasilitas umum yang dipakai secara bersama-sama di
lingkungan padat penduduk (Meyer, 2000).

2.1.6. Bentuk-bentuk Skabies


Skabies adalah penyakit kulit yang sering menyerupai penyakit kulit lainnya
sehingga disebut sebagai The great imitator. Terdapat beberapa bentuk-bentuk
skabies yang mana bentuk-bentuk tersebut mempunyai ciri-ciri yang berbeda antara
lain : (Sungkar, 2001)
1. Skabies pada orang bersih (scabies of cultivated)
Bentuk ini ditandai dengan lesi berupa papul dan terowongan yang sedikit
jumlahnya sehingga sangat sukar ditemukan. Dalam penelitian dari 1000 orang
penderita skabies menemukan hanya 7 % terowongan.
2. Skabies in cognito
Bentuk ini timbul pada skabies yang diobati dengan kortikosteroid sehingga
gejala dan tanda klinis membaik, tetapi tungau tetap ada dan penularan masih bisa
terjadi. Skabies incognito sering juga menunjukkan gejala klinis yang tidak biasa,
distribusi atipik, lesi luas dan mirip penyakit gatal lain.

14

3. Skabies nodular
Pada bentuk ini lesi berupa nodus coklat kemerahan yang gatal. Pada nodus
biasanya terdapat di daerah tertutup, terutama pada genitalia laki-laki, inguinal
dan aksila. Nodusini timbul sebagai reaksi hipersensitivitas terhadap tungau
skabies. Pada nodus yang berumur lebih dari satu bulan tungau jarang ditemukan.
Nodus mungkin dapat menetap selama beberapa bulan sampai satu tahun
meskipun telah diberi pengobatan anti skabies dan kortikosteroid.
4. Skabies yang ditularkan melalui hewan
Di Amerika, sumber utama skabies adalah anjing. Kelainan ini berbeda
dengan scabies manusia yaitu tidak dapat terowongan, tidak menyerang sela jari
dan genitalia eksterna.Lesi biasanya terdapat pada daerah dimana orang sering
kontak/memeluk binatang kesayangan yaitu paha, perut, dada, dan lengan. Masa
inkubasi lebih pendek dan transmisi lebih mudah. Kelainan ini bersifat sementara
(4-8 minggu) dan dapat sembuh sendiri karena S. scabiei var. Binatang tidak dapat
melanjutkan siklus hidupnya pada manusia.
5. Skabies Norwegia
Skabies Norwegia atau skabies krustosa ditandai oleh lesi yang luas dengan
krusta, skuama generalisata dan hyperkeratosis yang tebal. Tempat predileksi
biasanya kulit kepala yang berambut, telinga bokong, siku, lutut, telapak tangan
dan kaki yang dapat disertai distrofi kuku. Berbeda dengan scabies biasa, rasa gatal
pada penderita skabies Norwegia tidak menonjol tetapi bentuk ini sangat menular
Karena jumlah tungau yang menginfestasi sangat banyak (ribuan). Skabies
15

Norwegia terjadi akibat defisiensi imunologik sehingga system imun tubuh gagal
membatasi proliferasi tungau dapat berkembang biak dengan mudah.
Pada penderita kusta, skabies Norwegia mungkin terjadi akibat defisiensi
imunologi, terutama pada tipe kusta lepromatosa. Selain itu terjadi gangguan
neurologik yang menyebabkan gangguan persepsi gatal dan anestasi terutama
pada jari tangan dan kaki. Pada penderita kusta juga terjadi kontraktur pada jari-jari
tangan sehingga penderita tidak dapat membersihkan dirinya dengan baik.
6. Skabies pada bayi dan anak
Lesi skabies pada anak dapat mengenai seluruh tubuh, termasuk seluruh
kepala, leher, telapak tangan, telapak kaki, dan sering terjadi infeksi sekunder
berupa impetigo, ektima sehingga terowongan jarang ditemukan, sedangkan pada
bayi lesi di muka sering terjadi.
7. Skabies terbaring di tempat tidur (bed ridden)
Penderita penyakit kronis dan orang tua yang terpaksa harus tinggal di
tempat tidur dapat menderita skabies yang lesinya terbatas.

2.1.7. Pengobatan Penyakit Skabies


Semua keluarga yang berkontak dengan penderita harus diobati termasuk
pasangan hidupnya. Beberapa obat yang dapat dapat dipakai pada pengobatan skabies
yaitu (Harahap, 2013).

16

1. Permetrin
Merupakan obat pilihan dalam bentuk salep untuk saat ini, tingkat
keamanannya cukup tinggi, mudah pemakaiannya dan tidak megiritasi kulit. Dapat
digunakan di kepala dan di leher anak usia kurang dari 2 tahun. Penggunaannya
dengan cara dioleskan ditempat lesi kurang 8 jam kemudian dicuci bersih
(Harahap, 2013).
2. Malation
Malation 0,5% dengan dasar air dalam bentuk salep digunakan selama 24
jam. Pemberian berikutnya diberikan beberapa hari kemudian.
3. Emulsi Benzil-benzoas (20-25 %)
Efektif terhadap semua stadium, diberikan setiap malam selama tiga hari.
Sering terjadi iritasi dan kadang-kadang makin gatal setelah dipakai.
4. Sulfur
Dalam bentuk parafin lunak, sulfur 10% secara umum aman dan efektif
digunakan. Dalam konsentrasi 2,5 % dapat digunakan pada bayi. Obat ini
digunakan pada malam hari selama 3 hari.
5. Monosulfiran
Tersedia dalam bentuk lotion 25 %, yang sebelum digunakan harus
ditambah 2-3 hari.
6. Gama Benzena Heksa Klorida (gameksan)
Kadarnya 1% dari krim atau lotion, termasuk obat pilihan karena efektif
terhadap semua stadium, mudah digunakan dan terjadi iritasi. Tidak dianjurkan
17

pada anak dibawah 6 tahun dan wanita hamil karena toksik terhadap susunan saraf
pusat. Pemberian cukup sekali, kecuali jika masih ada gejala ulangi seminggu
kemudian (Handoko, 2009). Krotamiton 10 % dalam krim atau lotion, merupakan
obat pilihan. Mempunyai 2 efek sebagai antiskabies dan antigatal

2.1.8. Pencegahan Penyakit Skabies


Menurut Agoes (2009) mengatakan bahwa penyakit skabies sangat erat
kaitannya dengan kebersihan dan lingkungan yang kurang baik, oleh sebab itu untuk
mencegah penyebaran penyakit skabies dapat dilakukan dengan cara:
a. Mandi secara teratur dengan menggunakan sabun
b. Mencuci pakaian, sprai, sarung bantal, selimut dan lainnnya secara teratur
minimal 2 kali dalam seminggu
c. Menjemur kasur dan bantal minimal 2 minggu sekali
d. Tidak saling bertukar pakaian dan handuk dengan orang lain
e. Hindari kontak dengan orang-orang atau kain serta pakaian yang dicurigai
terinfeksi skabies
f. Menjaga kebersihan rumah dan berventilasi cukup
Menjaga kebersihan tubuh sangat penting untuk menjaga infestasi parasit.
Sebaiknya mandi dua kali sehari, serta menghindari kontak langsung dengan
penderita, mengingat parasit mudah menular pada kulit. Walaupun penyakit ini hanya
merupakan penyakit kulit biasa, dan tidak membahayakan jiwa, namun penyakit ini
sangat mengganggu kehidupan sehari-hari.
18

Bila pengobatan sudah dilakukan secara tuntas, tidak menjamin terbebas dari
infeksi. Dariansyah, 2006 yang mengutip pendapat Azwar mengatakan langkah-langkah
yang dapat diambil dalam pencegahan penyakit skabies adalah sebagai berikut :
a. Suci hamakan sisir, sikat rambut dan perhiasan rambut dengan cara merendam
di cairan antiseptik
b. Cuci semua handuk, pakaian, sprai dalam air sabun hangat dan gunakan setrika
panas untuk membunuh semua telurnya, atau dicuci kering (dry-cleaned)
c. Keringkan topi dan jaket
d. Hindari pemakaian bersama sisir atau alat cukur dan lainnya
Kementrian Kesehatan RI, 2011, memberikan beberapa cara pencegahan
dengan melakukan penyuluhan kepada masyarakat dan komunitas kesehatan tentang
cara penularan penyakit skabies. Diagnosis dini dan cara pengobatan penderita skabies
dan orang-orang yang kontak meliputi:
a. Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya
b. Laporkan kepada Dinas Kesehatan setempat namun laporan resmi jarang
dilakukan
c. Isolasi penderita yang terinfeksi penyakit skabies. Yang terinfeksi penyakit
skabies sampai dilakukan pengobatan. Penderita yang dirawat di Rumah Sakit
di isolasi sampai dengan 24 jam setelah dilakukan pengobatan yang efektif
Disinfeksi serentak yaitu pakaian dan sprai yang digunakan oleh penderita
dalam 48 jam pertama sebelum pengobatan dicuci dengan menggunakan

19

sistem pemanasan pada proses pencucian dan pengeringan, hal ini membunuh
kutu dan telur. Tindakan ini tidak dibutuhkan pada infestasi yang berat.
Mencuci sprai, sarung bantal dan pakaian pada penderita (Ruteng, 2007).
Penanggulangan wabah yang terjadi dapat dilakukan dengan beberapa cara
diantaranya:
a. Berikan pengobatan dan penyuluhan kepada penderita dan orang yang berisiko
b. Pengobatan dilakukan secara massal
c. Penemuan kasus dilakukan secara serentak baik di dalam keluarga, di dalam
unit atau institusi militer, jika memungkinkan penderita dipindahkan Sediakan
sabun, sarana pemandian, dan pencuci umum, jika ada sangat membantu
dalam pencegahan infeksi.

2.1.9. Epidemiologi Skabies


Faktor yang menunjang perkembangan penyakit ini antara lain sosial
ekonomi yang rendah, higiene yang buruk, hubungan seksual dan sifatnya
promiskuitas

(ganti-ganti

pasangan),

kesalahan

diagnosis

dan perkembangan

demografi serta ekologi (Djuanda, 2007).


Faktor yang berperan pada tingginya prevalensi skabies di negara berkembang
terkait dengan kemiskinan yang diasosiasikan dengan rendahnya tingkat kebersihan,
akses air yang sulit, dan kepadatan hunian. Tingginya kepadatan hunian dan interaksi
atau kontak fisik antar individu memudahkan transmisi dan infestasi tungau skabies.

20

Oleh karena itu, prevalensi skabies yang tinggi umumnya ditemukan di lingkungan
dengan kepadatan penghuni dan kontak interpersonal tinggi seperti penjara, panti
asuhan, dan pondok pesantren. Pondok pesantren adalah sekolah Islam dengan sistem
asrama dan pelajarnya disebut santri. Pelajaran yang diberikan adalah pengetahuan
umum dan agama tetapi dititikberatkan pada agama Islam. Di Indonesia, sebagai
negara dengan jumlah penduduk muslim terbanyak di dunia, terdapat 14.798 pondok
pesantren dengan prevalensi skabies cukup tinggi (Amajida & Saleha, 2014)
Pada tahun 2003, prevalensi skabies di 12 pondok pesantren di Kabupaten
Lamongan adalah 48,8% dan di Pesantren An Najach Magelang pada tahun 2008
prevalensi skabies adalah 43%. Santri yang mengidap skabies terganggu kualitas
hidupnya karena keluhan gatal yang hebat serta infeksi sekunder. Keluhan tersebut
menurunkan kualitas hidup dan prestasi akademik. Pada tahun 2008 sebanyak 15,5%
santri penderita skabies di Provinsi Aceh menurun nilai rapornya. Hal tersebut sesuai
dengan penelitian Sudarsono di Medan pada tahun 2011 yang menunjukkan prestasi
belajar santri menjadi lebih rendah dibandingkan sebelum menderita skabies (Amajida
& Saleha, 2014).
Di Jakarta Timur, terdapat pesantren padat penghuni dan santrinya banyak
yang mengeluh kudisan. Untuk mengetahui apakah keluhan tersebut adalah skabies,
perlu dilakukan survei dan jika penyakit kulit yang diderita adalah skabies, santri perlu
diobati. Pengobatan skabies, mudah dilakukan dengan cure rateyang tinggi, namun jika
tidak secara masal dan serentak, maka rekurensi segera terjadi. Dengan demikian,

21

pengobatan skabies harus diikuti dengan penyuluhan kesehatan agar santri dapat
mencegah rekurensi skabies. Agar penyuluhan kesehatan memberikan hasil yang baik,
penyuluhan harus disesuaikan dengan karakteristik demografi santri antara lain jenis
kelamin dan pendidikan (Amajida & Saleha, 2014).
2.2

Pengetian Personal Hygiene


Personal Hygiene berasal dari bahasa Yunani, Personal Artinya perorangan dan

Hygiene Berarti sehat. Personal Hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara
kebersihan dan kesehatan seseorang atau kebersihan diri untuk mensejahterakan fisik
dan psikologis (Tarwoto & Wartonah, 2010).
Adapun pentingnya Personal Hygiene dalam kehidupan manusia yaitu
meningkatkan derajat seseorang, memelihara kebersihan diri, memperbaiki

yang

kurang, pencegah penyakit, meningkatkan percaya diri dan menciptakan keindahan


(Tarwoto & Wartonah, 2010).
Ukuran kebersihan diri seseorang, tergantung bagaimana orang tersebut secara
fisik maupun psikologis mampu melakukan dan menampilkan perawatan pada dirinya.
Manusia perlu menjaga kebersihan lingkungan dan kebersihan diri agar sehat, tidak
bau, tidak malu, tidak menyebarkan kotoran atau menularkan kuman penyakit bagi diri
sendiri (Poter dan Perry, 2010)
Kebersihan diri atau Personal Hygiene bertujuan untuk mempertahankan
perawatan diri, membuat rasa aman dan relaksasi, menghilangkan kelelahan,

22

mencegah infeksi, mencegah gangguan sirkulasi darah, mempertahankan integritas


pada jaringan dan untuk kesejahteraan fisik dan psikis. Namun dalam pemenuhan
Personal Hygiene tersebut, setiap individu berbeda-beda (Alimul, 2006).
Pemenuhan Personal Hygiene dipengaruhi berbagai factor seperti budaya,
pendapatan, nilai social pada individu atau keluarga, pengetahuan terhadap Personal
Hygiene serta persepsi terhadap perawatan diri (Alimul, 2006).
Dalam kehidupan sehari-hari kebersihan merupakan hal yang sangat penting
dan harus diperhatikan, karena kebersihan akan mempengaruhi kesehatan dan
psikologis seseorang. Kebersihan sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai individu dan
kebisaan. Hal ini sangat dipengaruhi diantaranya kebudayaan, social, kluarga,
pendidikan, pendapatan, sikap seseorang terhadap kesehatan, serta tingkat
perkembangan. Jika seorang sakit, biasanya disebabkan oleh kebersihan yang kurang
diperhatikan. Hal ini terjadi karena kita menggangap masalah kebersihan adalah
masalah yang kurang penting, padahal jika hal tersebut dibiarkan terus dapat
mempengaruhi kesehatan secara umum (Mubarak & Chayatin, 2008).
Pemeliharaan personal hygiene sangat menentukan status kesehatan, dimana
individu secara sadar dan atas inisiatif pribadi menjaga kesehatan dan mencegah
terjadinya penyakit. Upaya kebersihan diri ini mencakup tentang kebersihan
rambut, mata, telinga, gigi, mulut, kulit, kuku, serta kebersihan dalam berpakaian.
Salah satu upaya personal hygiene adalah merawat kebersihan kulit karena kulit
berfungsi untuk melindungi permukaan tubuh, memelihara suhu tubuh dan
23

mengeluarkan kotoran-kotoran tertentu. Mengingat kulit penting sebagai pelindung


organorgan tubuh, maka kulit perlu dijaga kesehatannya. Penyakit kulit dapat
disebabkan oleh jamur, virus, kuman, parasit. Salah satu penyakit kulit yang
disebabkan oleh parasit adalah Skabies (Akmal, dkk. 2013).
Di dalam dunia keperawatan, Personal Hygiene merupakan kebutuhan dasar
manusia yang harus senantiasa terpenuhi. Personal Hygiene termasuk kedalam
tindakan pencegahan primer yang spesifik. Personal Hygiene menjadi penting karena
Personal Hygiene yang baik akan meminimalkan pintu masuk ( Portal of entry)
mikroorganisme yang ada dimana-mana dan pada akhirnya mencegah seseorang
terkena penyakit. Personal Hygiene yang tidak baik akan memepermudah tubuh
terserang berbagai penyakit seperti, penyakit kulit, infeksi, mulut dan penyakit saluran
cerna atau bahkan dapat menghilangkan fungsi bagian tubuh tertentu seperti halnya
kulit (Sudarto, 2005).
Pemeliharaan diri sangat menentukan dimana individu secara sadar dan atas
inisiatif pribadi menjaga kesehatan dan mencegah terjadinya penyakit. Upaya ini lebih
menguntungkan bagi individu karena lebih hemat biaya, tenaga dan waktu dalam
mewujudkan kesejahteraan dan kebersihan. Waktu yang paling tepat untuk melatih
kemandirian anak adalah usia sekolah. Memasuki masa sekolah ini sebenarnya anak
sudah bias menangkap keinginan orang tua dan kemandirian lama-kelamaan akan
terbentuk. Kemandirian anak dapat terlihat dalam berbagai hal seperti bersosialisasi,
belajar, dan berprilaku hidup bersih dan sehat (Soetjiningsih, 2008).

24

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dalah satu nya dalah PHBS sekolah,
yakni perilaku yang dipraktikkan oleh peserta didik, guru dna masyarakat lingkungan
sekolah atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran. Berbagai penyakit yang
sering menyerang anak usia sekolah ummunya berkaitan dengan PHBS. Perilaku Hidup
Bersih dan Sheta sangat erat kaitannya dengan upaya atau kegiatan seseorang untuk
mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya yang meliputi makan dengan menu
seimbang, olah raga, istirahat yang cukup dan kebersihan diri (Notoadmodjo, 2007).
Higiene perseorangan diperlukan untuk kenyamanan individu, keamanan, dan
kesehatan. Higiene personal adalah perawatan diri dengan cara melakukan beberapa
fungsi seperti mandi, toileting, higiene tubuh umum, cuci tangan pakai sabun dan
berhias. Higiene adalah persoalan yang sangat pribadi dan ditentukan oleh berbagai
faktor, termasuk nilai-nilai dan praktik individual. Higiene meliputi perawatan kulit dan
badan, rambut, kuku, gigi, rongga mulut, mata, telinga, dan area perineum-genital
(Alimul, 2006).

2.2.1.

Kebersihan Kulit dan Badan


Kulit merupakan salah satu aspek vital yang perlu diperhatikan dalam

hygiene perorangan. Kulit sebagai organ terberat dalam tubuh memiliki peranan
yang sangat sentral dalam menjaga keutuhan badan. Kulit merupakan lapisan
terluar dari tubuh dan bertugas melindungi jaringan tubuh dibawahnya dan organorgan yang lainnya terhadap luka, dan masuknya berbagai macam mikroorganisme

25

kedalam tubuh. Untuk itu diperlukan perawatan terhadap kesehatan dan


kebersihan kulit. Menjaga kebersihan kulit dan perawatan kulit ini bertujuan untuk
menjaga kulit tetap terawat dan terjaga sehingga bisa meminimalkan setiap
ancaman dan gangguan yang akan mengakibatkan berbagai dampak baik fisik
maupun psiko sosial. Dampak fisik yang sering dialami seseorang tidak terjaga
dengan baik adalah gangguan integritas kulit (Tarwato & Wartonah, 2010).
Kulit yang pertama kali menerima rangsangan seperti rangsangan sentuhan,
rasa sakit, maupun pengaruh garukan dari luar. Kulit berfungsi untuk melindungi
permukaan tubuh, memelihara suhu tubuh dan mengeluarkan kotoran-kotoran
tertentu. Kulit juga penting bagi produksi vitamin D oleh tubuh yang berasal dari
sinar ultraviolet. Mengingat pentingnya kulit sebagai pelindung organ-organ tubuh
didalamnya, maka kulit perlu dijaga kesehatannya. Penyakit kulit dapat disebabkan
oleh jamur, virus, kuman , parasit hewani dan lain-lain. Salah satu penyakit yang
disebabkan oleh parasit adalah Scabies (Djuanda, 2010).
Sabun dan air adalah hal yang penting untuk mempertahankan kebersihan
kulit. Mandi yang baik adalah :
1. Mandi dua kali sehari, khususnya di daerah tropis.
2. Setelah melaksanakan kegiatan olah raga atau kegiatan lain yang
mengeluarkan banyak keringat di anjurkan untuk segera mandi setelah
selesai kegiatan tersebut.

26

3. Menggunakan sabun yang lembut, Germicidal atau sabun antiseptic tidak


dianjurkan untuk mandi sehari-hari.
4. Membersihkan anus dan genitalia dengan baik karena pada kondisi tidak
bersih, sekresi normal dari anus dan genitalia akan menyebabkan iritasi dna
infeksi.
5. Membersihkan badan dengan air setelah memakai sabun dan handuk yang
tidak sama dengan orang lain (Martin, 2010).

2.2.2. Kebersihan Kepala dan Rambut


Rambut adalah mahkota tubuh, sehingga penampilan dan kesejahteraan
seseorang seringkali tergantung dari cara penampilan dan perasaan mengenai
rambutnya. Sepanjang hidup, perubahan dalam perkembangan, distribusi, dan
kondisi rambut dapat mempengaruhi hygiene yang dibutuhkan seseorang. Memiliki
rambut dan kulit kepala yang bersih dan sehat, untuk mencapai rasa nyaman dan
harga diri, dan dapat berpartisipasi dalam melakukan perawatan rambut.
Rambut yang terpelihara dengan baik, subur dan indah sehingga akan
menimbulkan kesan cantik dan tidak berbau apek. Dengan selalu memelihara
kebersihan rambut dan kulit kepala, maka perlu diperhatikan sebagai berikut :
1. Memperhatikan kebersihan rambut dengan mencuci rambut sekurangkurangnya 2x seminggu.
2. Mencuci rambut memakai shampoo atau bahan pencuci rambut lainnya.

27

3. Sebaiknya menggunakan alat-alat pemeliharaan rambut sendiri.

2.2.3. Kebersihan Kuku dan Tangan


Indonesia adalah Negara yang sebagian besar masyarakatnya menggunakan
tangan untuk makan, mempersiapkan makanan, bekerja dan lain sebagainya. Bagi
penderita scabies akan sangat mudah penyebaran penyakit ke wilayah tubuh yang
lain. Oleh karena itu, butuh perhatian ekstra untuk kebersihan tangan dan kuku
sebelum dan sesudah beraktivitas.
1. Mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, setelah ke kamar mandi
dengan menggunakan sabun. Menyabuni dan mencuci harus meliputi area
antara jari tangan, kuku dan punggung tangan.
2. Handuk yang digunakan untuk mengeringkan tangan sebaiknya dicuci dan
diganti setiap hari.
3. Pada saat menyiapkan makanan Jangan mengaruk atau menyentuh bagian
tubuh seperti telinga, hidung, dan lain-lain.
4. Memelihara kuku agar tetap pendek, jangan memotong kuku terlalu pendek
sehingga mengenai pinch kulit (Martin, 2010).
Seperti halnya kulit, tangan, kaki dan kuku harus dipelihara dan ini tidak
terlepas dari kebersihan lingkungan sekitar dan kebiasaan hidup sehari-hari.
Selain indah dipandang mata, tangan, kaki, dan kuku yang bersih juga
menghindarkan kita dari berbagai penyakit. Kuku dan tangan yang kotor dapat

28

menyebabkan bahaya kontaminasi dan menimbulkan penyakit-penyakit


tertentu. Untuk menghindari hal tersebut perlu diperhatikan sebagai berikut :
1. Membersihkan tangan sebelum makan
2. Memotong kuku secara teratur
3. Membersihkan lingkungan
4. Mencuci kaki sebelum tidur

2.2.4. Kebersihan Mulut dan Gigi


Personal Hygiene mulut dan gigi mempunyai peranan yang sangat penting
dalm kehidupan sehari-hari. Personal Hygiene mulut dan gigi yang tidak baik akan
mengakibatkan berbagai macam penyakit seperti bau mulut, stomatitis, glositis
(Peradangan lidah), gengikitis (peradangan gusi), yang biasanya terjadi karena
hygiene mulut yang buruk. Kemampuan menyikat gigi secara baik dan benar
merupakan factor yang cukup penting untuk pemeliharaan kesehatan gigi dan
mulut juga dipengaruhi oleh factor penggunaan alat, metode penyikatan gizi, serta
frekuensi dan waktu penyikatan yang tepat (Wendari, 2001).
Mulut merupakan bagian pertama dari saluran makanan. Didalam mulut
terdapat gigi dan lidah yang merupakan organ tambahan dalam mulut dna
memainkan peranan penting dalam pencernaan awal dengan menghancurkan
pertikel-partikel makanan dan mencampurkan dengan liur/saliva. Mengingat
pentingnya peranan mulut dan organ tambahan didalamnya, maka menjaga

29

hygiene mulut merupakan aspek yang sangat penting dalam perawatan menggosok
gigi, lidah tidak cukup untuk mencapai kesehatan mulut. Dibutuhkan pemeriksaan
dan intervensi yang teliti bagi yang tidak mampu mencapai kesehatan mulut (Isroin
& Andarmoyo, 2012).
Plak pada gigi adalah lapisan tipis lunak yang melekat pada permukaan
enamel gigi (sisa makanan yang sudah mengeras). Plak bila tidka di bersihkan dapat
mengalami pengerasan atau mineralisasi membentuk karang gigi yang melekat
pada permukaan gigi (Roper, 2002).

2.2.5. Kebersihan Telinga


Telinga merupakan bagian tubuh yang menerima rangsangan berupa suara/
getaran udara, dalam membersihkan telinga digunakan alat pembersih yang lunak
dan bersih misalnya dengan kain, sedangkan yang dibersihkan bagian luarnya saja,
jangan membersihkan telinga dengan benda-benda keras dan tajam karena
mengakibatkan luka pada telinga bagian dalam (Soenarjo, 2002).
Telinga berguna antara lain sebagai alat pendengaran, sebagai alat
keseimbangan (alat keseimbangan tubuh berada didalam telinga bagian dalam),
membantu alat penglihatan (dengan mata tertutup bisa menentukan posisi atau
arah benda-benda tertentu), dan memberi keindahan (Soenarjo, 2002).

30

Adapun cara-cara pemeliraan telinga agar fungsi telinga tetap optimal,


maka telinga harus selalu dibersihkan secara teratur. Tetapi dalam membersihkan
telinga sangat tidak dibenarkan menggunakan benda-benda yang runcing.
Pergunakanlah alat pembersih telinga khusus (cotton buds) yang banyak dijual di
toko-toko kelontong atau dalam membersihkan telinga tidak boleh terlalu bersih
selama tidak mengganggu pendengaran atau menimbulkan bau. Karena kotoran
telinga yang basah dapat membunuh serangga yang masuk ke telinga. Tetapi
kotoran telinga yang kering harus dikeluarkan semua. Kalau merasa ada gangguan
pendengaran, segeralah periksakan ke dokter agar tidak terjadi gangguan lebih
jauh.
2.2.6. Kebersihan Mata
Mata sebagai indera penglihat, sudah tentu mempunyai tugas untuk
melihat. Kita bisa mengenal sesuatu benda, baik ukuran, bentuk maupun keindahan
suatu obyek. Disamping tugas mata untuk melihat, masih banyak lagi tugas-tugas
yang lain, diantaranya :
1. Membantu ALat Keseimbangan Tubuh
Alat keseimbangan tubuh seorang berada didalam telinga bagian dalam.
Walapun alat keseimbangan seseorang berfungsi dengan baik tanpa dibantu
oleh kedua belah mata, keseimbangan seseorang akan terganggu. Karena itu
fungsi mata juga menyempurmakan alat keseimbangan seseorang.

31

2. Memberikan keindahan
Seseorang akan kelihatan baik menarik, apabila orang tersebut memilki mata
yang indah. Mata yang indah adalah mata yang cerah, bening, lebar dan sehat.
3. Mendeteksi kesehatan
Beberapa penyakit dapat diketahui dengan melihat keadaan mata pemiliknya,
misalnya kekurangan vitamin A, anemia (kekurangan darah merah), mata
bagian bawah kelihatan pucat, tekanan mental (stress), pandangannya kosong,
orang dalam keadaan pingsan, pupil mengecil dan gerakan mata sangat lemah.
Agar fungsi mata selalu optimal, maka mata harus selalu dijaga dan dipelihara
kesehatannya seperti menggunakan kaca mata khususnya (bewarna gelap)
untuk mengurangi rangsangan dari luar seperti debu atau sinar matahari yang
kuat. Kalau mata kemasukan benda-benda asing, seperti debu atau sejenisnya,
pergunakanlah boorwater pada gelas mata, rendam mata sambil dikedipkedipkan sampai terasa bersih jangan sekali-kali membersihkan mata dengan
sapu tangan bekas penderita sakit mata (Sylavia, 2002).

2.2.7. Cuci tangan pakai sabun


Tangan adalah anggota tubuh yang paling banyak berhubungan dengan apa
saja. Kita menggunakan tangan untuk menjamah makanan setiap hari. Selain itu,
sehabis memengan sesuatu yang kotor atau mengandung kuman penyakit, selalu
tangan langsung menyentuh mata, hidung, mulut, makanan serta minuman. Hal ini

32

dapat menyebabkan pemindahan sesuatu yang dapat berupa penyebab


terganggunya kesehatan karena tangan merupakan perantara penularan kuman
(Irianto, 2014).
Berdasarkan penelitian WHO dalam National campaign for Handwashing
with Soap (2007) telah menunjukkan mencuci tangan pakai sabun dengan benar
pada 5 waktu penting yaitu sebelum makan, sesudah buang air besar, sebelum
memegang bayi, sesudah menceboki anak, dan sebelum menyiapkan makanan
dapat mengurangi angka diare sampai 47%. Cuci tangan pakai sabun dengan benar
juga dapat mencegah penyakit menular lainnya seperti penyakit kulit scabies
ataupun tifus dan flu burung.
Langkah yang tepat cuci tangan pakai sabun adalah seperti berikut (National
campaign for Handwashing with Soap, 2007) :
1. Basuh tangan dengan air mengalir dan gosokkan kedua tangan dengan
sabun secara merata, dan jangan lupakan sela-sela jari.
2. Bilas kedua tangan sampai bersih dengan air yang mengalir.
3. Keringkan tangan dengan menggunakan kain lap yang bersih dan kering.

2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian Scabies


2.3.1. Karakteristik Individu Dalam Kejadian Skabies
Perbedaan sifat atau keadaan karakteristik individu secara tidak langsung dapat
memberikan perbedaan pada sifat atau keadaan keterpaparan maupun derajat risk
33

(relative exposure) dan reaksi individu terhadap setiap keadaan keterpaparan, sangat
berbeda atau dapat di- pengaruhi oleh berbagai sifat karakteristik tertentu. Pertama,
faktor genetis yang lebih bersifat tetap, seperti jenis kelamin, ras, data kelahiran, dan
lain-lain. Kedua, faktor biologis yang berhubungan erat dengan kehidupan biologis
seperti umur. Ketiga, faktor perilaku yang berpengaruh seperti tingkat pendidikan,
daerah tempat tinggal dan sebagainya.
a. Umur
Adapun hubungan antara kejadian frekuensi penyakit dengan umur
biasanya dinyatakan dalam bentuk age specific incidence maupun prevalence
(angka kejadian umur khusus) yakni jumlah kejadian suatu penyakit pada suatu
kelompok umur tertentu.
Selain faktor tersebut di atas, umur merupakan salah satu sifat karakteristik
yang sangat utama karena umur juga mempunyai hubungan yang erat dengan
keterpaparan. Umur juga mempunyai hubungan dengan besarnya resiko terhadap
penyakit tertentu dan sifat resistensi pada berbagai kelompok umur tertentu.
Dengan demikian maka dapat di mengerti bahwa adanya perbedaan pengalaman
terhadap penyakit menurut umur sangat mempunyai kemaknaan (pengaruh) yang
berhubungan dengan adanya perbedaan tingkat keterpaparan dan kerentanan
menurut umur, adanya perbedaan dalam proses kejadian patogenesis, maupun
adanya perbedaan pengalaman terhadap penyakit tertentu.
Beberapa penyakit menular tertentu menunjukkan bahwa umur muda
mempunyai resiko yang tinggi, bukan saja karena tingkat kerentanannya ,
34

melainkan juga pengalaman terhadap penyakit tersebut yang biasanya sudah


dialami oleh mereka yang berumur lebih tinggi (Noor, 2008).
Dalam kaitannya dengan kejadian skabies pada seseorang, pengalaman
keterpaparan sangat berperan karena mereka yang berumur lebih tinggi dan
mempunyai pengalaman terhadap skabies tentu mereka akan lebih tahu cara
pencegahan serta penularannya (Muin, 2009).
b. Jenis kelamin
Perbedaan insiden penyakit menurut jenis kelamin, dapat timbul karena
bentuk anatomis, fisiologis dan faktor hormonal yang berbeda. Selain itu perlu
diperhitungkan pula bahwa sifat karakteristik jenis kelamin mempunyai hubungan
tersendiri yang cukup erat dengan sifat keterpaparan dan tingkat kerentanan
terhadap penyakit tertentu.
Orang dengan jenis kelamin perempuan akan lebih kecil resiko terpapar
skabies karena perempuan cenderung lebih selalu merawat dan menjaga
penampilan, dengan begitu kebersihan diri perempuan juga lebih terawat.
Sedangkan laki-laki cenderung tidak memperhatikan penampilan diri, hal itu
tentunya akan berpengaruh terhadap perawatan kebersihan diri, dan kebersihan
diri yang buruk tersebut yang akan sangat berpengaruh terhadap kejadian skabies (
Muin, 2009).
c. Tingkat pendidikan
Pendidikan adalah proses pengembangan diri dari individu dan kepribadian
seseorang yang dilaksanakan secara sadar dan penuh tanggung jawab untuk
35

meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan sikap serta nilai-nilai sehingga


mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya, pada umumnya semakin tinggi
pendidikan formal yang dicapai, maka semakin baik pula proses pemahaman
seseorang dalam menerima sebuah informasi baru (Notoatmodjo, 2007). Dalam hal
ini khususnya penerimaan informasi tentang skabies .
d. Kelompok etnik
Kelompok etnik meliputi kelompok homogen berdasarkan kebiasaan hidup
maupun homogenitas biologis/genetis. Dari segi epidemiologi kelompok orangorang yang tinggal dan hidup bersama dalam waktu yang cukup lama dan
membutuhkan karakteristik tertentu baik secara biologis maupun dalam hal
mekanisme sosial merupakan salah satu hal yang harus diperhatikan. Perbandingan
sifat karakteristik meliputi keadaan frekuensi penyakit/kematian pada etnik
tertentu dan pengalaman terhadap penyakit tertentu. Dalam hal ini, pengaruh
lingkungan harus di perhitungkan dengan seksama.
Santri di pondok merupakan kelompok orang yang hidup bersama dalam
waktu yang cukup lama. Pengaruh lingkungan, baik lingkungan fisik maupun
lingkungan sosial sangat berpengaruh terhadap kejadian atau penyebaran penyakit
ini (Handri, 2008).

2.3.2. Lingkungan
2.3.2.1.

Pengertian
Lingkungan adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya keadaan dan
36

makhluk

hidup termasuk

di dalamnya

manusia

dan perilakunya

yang

mempengaruhi perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup


lainnya (UU RI No. 23 tahun 1977 tentang Pengelolaan lingkungan hidup).
Lingkungan merupakan semua kondisi internal dan eksternal yang
mempengaruhi dan berakibat terhadap perkembangan dan perilaku seseorang dan
kelompok. Lingkungan eksternal dapat berupa fisik, kimiawi, ataupun psikologis
yang diterima individu dan dipersepsikan sebagai suatu ancaman. Sedangkan
lingkungan internal adalah keadaan proses mental dalam tubuh individu (berupa
pengalaman, kemampuan emosional, kepribadian) dan proses stressor biologis (sel
maupun molekul) yang berasal dari tubuh individu (Nursalam, 2003).
Kesehatan lingkungan adalah suatu kondisi atau keadaan lingkungan yang
optimal, sehingga berpengaruh positif terhadap terwujudnya status kesehatan
yang optimal pula (Mubarak, 2009).
2.3.2.2.

Lingkungan yang mendukung kejadian skabies

Lingkungan memegang peranan yang cukup penting dalam menentukan


terjadinya proses penyakit. Secara garis besar, unsur lingkungan dapat dibagi
dalam tiga bagian utama (Noor, 2008).
a.

Lingkungan biologis
Segala flora dan fauna yang berada di sekitar manusia yang meliputi

berbagai mikroorganisme baik patogen maupun yang tidak patogen, serta berbagai
binatang dan tumbuhan yang dapat mempengarui kehidupan manusia, baik
sebagai sumber kehidupan (bahan makanan dan obat-obatan), maupun sebagai
37

reservoir/sumber penyakit atau pejamu antara (host intermedia).


Lingkungan biologis tersebut sangat berpengaruh dan memegang peranan
penting dalam interaksi antara manusia sebagai pejamu dengan unsur penyebab,
baik sebagai unsur lingkungan yang menguntungkan maupun yang mengancam
kehidupan/kesehatan manusia.
b. Lingkungan fisik
Keadaan fisik sekitar manusia yang berpengaruh terhadap manusia baik
secara langsung, maupun terhadap lingkungan biologis dan lingkungan sosial
manusia. Lingkungan fisik meliputi: udara, keadaan cuaca, geografis dan geologis,
air, baik sebagai sumber kehidupan maupun sebagai sumber penyakit serta
berbagai unsur kimiawi serta berbagai bentuk pencemaran pada air.
c. Lingkungan sosial
Meliputi semua bentuk kehidupan sosial budaya, ekonomi, sistem
organisasi, serta institusi/peraturan yang berlaku bagi setiap individu yang
membentuk masyarakat tersebut.
Adapaun cara penularan penyakit skabies dapat melalui 2 cara, yaitu:
a.

Kontak langsung (direct contact)


Bibit skabies menular karena kontak badan dengan badan antara penderita
dengan orang yang ditulari.

b.

Kontak tidak langsung (indirect contact)


Bibit penyakit menular dengan perantara benda-benda terkontaminasi
karena telah berhubungan dengan penderita, misalnya: melalui handuk,
38

pakaian, sapu tangan, dan lain sebagainya (Entjang, 2000).

Komponen perilaku menurut Bloom dalam Notoatmodjo (2007) dibagi menjadi tiga
komponen, yakni:
a.

Pengetahuan (knowledge)
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi
melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh
melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2007).
Faktor yang berpengaruh terhadap pengetahuan seseorang menurut
Notoatmodjo (2007) antara lain yaitu:
1. Tingkat Pendidikan
Tingkat pengetahuan seseorang mempengaruhi pengetahuan. Semakin tinggi
tingkat pendidikan seseorang, maka seseorang tersebut akan makin mudah
menerima dan memahami setiap informasi yang masuk dari luar.
2. Informasi
Seseorang yang mempunyai banyak informasi dapat memberikan peningkatan
terhadap tingkat pengetahuan seseorang tersebut. Informasi dapat diperoleh
melalui media masa seperti majalah, koran, berita televisi dan salah satunya
juga dapat diperoleh dari penyuluhan atau pendidikan kesehatan.

39

3. Budaya
Budaya sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan seseorang. Hal ini
dikarenakan informasi yang baru akan disaring sesuai dengan budaya dan
agama yang dianut.
4. Pengalaman
Pengalaman merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
pengetahuan yang berkaitan dengan umur dan pendidikan individu. Hal ini
mengandung maksud bahwa semakin bertambahnya umur dan pendidikan
yang tinggi, maka pengalaman seseorang akan jauh lebih luas.
5. Sosial Ekonomi
Dalam mendapatkan informasi yang memerlukan biaya (misal sekolah), tingkat
sosial ekonomi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat
pengetahuan seseorang. Semakin tinggi tingkat sosial ekonomi seseorang,
maka orang tersebut akan lebih mudah untuk mendapatkan informasi.

2.3.3. Sikap (attitude)


Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi dari sikap itu tidak bisa langsung
dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap
secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus
tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional
terhadap stimulus sosial (Notoatmodjo, 2007).
40

2.3.4. Praktik atau tindakan


Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior).
Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata di perlukan faktor pendukung
atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Disamping faktor
fasilitas, juga diperlukan faktor dukungan (support) dari pihak lain.
Skabies sangat erat hubungannya dengan perilaku, terutama dalam hal
personal hygiene yang buruk. Dalam kehidupan sehari-hari kebersihan merupakan hal
yang sangat penting dan harus diperhatikan karena kebersihan akan mempengaruhi
kesehatan dan psikis seseorang (Hidayat, 2009). Faktor-faktor yang mempengaruhi
personal hygiene adalah sebagai berikut:
a. Body image, gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi
kebersihan diri misalnya karena adanya perubahan fisik sehingga individu tidak
peduli terhadap kebersihannya.
b. Praktik sosial, pada anak-anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka
kemungkinan akan terjadi perubahan pola Personal Hygiene
c.

Status sosial-ekonomi, personal Hygiene memerlukan alat dan bahan seperti


sabun, pasta gigi, sikat gigi, sampo, alat mandi yang semuanya memerlukan
uang untuk menyediakannya

d. Pengetahuan, pengetahuan Personal Hygiene sangat penting karena


pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien
penderita skabies ia harus menjaga kebersihan dirinya.
e. Budaya, disebagian masyarakat jika individu sakit tertentu maka tidak boleh
41

dimandikan.
f.

Kebiasaan seseorang, ada kebiasaan seseorang yang menggunakan produk


tertentu dalam perawatan dirinya seperti penggunaan sabun, sampo, dan
lain-lain.

g. Kondisi fisik, pada keadaan sakit tertentu kemampuan untuk merawat diri
berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya.
Dampak yang Sering Timbul pada Masalah Personal Hygiene
a.

Dampak Fisik
Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak
terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik. Gangguan fisik yang
sering terjadi adalah gangguan integritas kulit, gangguan membrane
mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga, dan gangguan fisik pada
kuku.

b.

Dampak Psikososial
Masalah sosial yang berhubungan dengan Personal Hygiene adalah
gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencinta,
kebutuhan harga diri, aktualisasi diri dan gangguan interaksi sosial.

2.3.5. Sosial Ekonomi


Penyebab skabies antara lain disebabkan oleh

rendahnya

faktor

sosial

ekonomi, kebersihan yang buruk seperti mandi, pemakaian handuk, mengganti


pakaian dan melakukan hubungan seksual. Penyakit ini biasanya banyak ditemukan
di tempat seperti di asrama, panti asuhan, penjara, pondok pesantren yang kurang
42

terjaga

personal

hygienenya.

Terdapat banyak

faktor

yang

menunjang

perkembangan penyakit skabies antara lain turunnya imunitas tubuh akibat HIV,
sosial ekonomi yang rendah, higiene yang buruk, hubungan seksual yang sifatnya
promiskuitas (Murtiastutik, 2009)
Personal Hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat
gigi, sampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya.
Yang menjadi penghambat saat pencegahan penyakit skabies adalah keterlambatan
atau kurangnya uang kebutuhan yang dikirim orangtua untuk para santri selama
diasrama tiap bulannya. Dan banyak para santri yang saling tukar alat mandi sampai
kiriman tiba. Sebagian dari santri apabila belum mendapatkan kiriman dari
orangtuanya mereka mandi tanpa menggunakan sabun atau sampo. Apabila saat
mandi kurang bersih maka penyakit scabies akan semakin mudah menyerang tubuh
para santri.
Tingkat ekonomi masyarakat pada dasarnya dipengaruhi oleh pendapatam yang
dimilikinya, makin rendah pendapatan seseorang maka akan sangat berpengaruh
terhadap rendah ekonominya, sebaliknya semakin tinggi pendapatan seseorang maka
makin baik pula keadaan ekonominya. Bagi keluarga yang berpenghasilan tinggi,
pemanfaatan pelayanan kesehat9an dan penecegahan peneyakit dapat dilakukan
dengan baik (Notoadmodjo, 2003)
Faktor pendapatan tidak disangsikan lagi mempunyai pengaruh dalam
meningkatkan kemampuan masyarakat untuk berperan serta dalam berbagai aspek.
43

Dalam keluarga untuk pemenuhan kebutuhan anggota keluarganya, baik itu kebutuhan
sandang, pangan, maupun kesehatannya. Hal ini juga mempengaruhi derajat kesehatan
seseorang dan mempengaruhi cara penggunaan pelayanan kesehatan (Notoadmodjo,
2005).
Upah minimum provinsi (UMP) Aceh tahun 2015 adalah Rp. 1.900.000/bulan.
Ini mengambarkan bahwa pengasilan keluarga minimal untuk memenuhi kebutuhan
dasar keluarga di Aceh adalah Rp. 1.900.000/ bulan. Bila penghasian keluarga tidak
mencapai target tersebut, maka akan sangat sulit untuk memenuhi kebutuhan dasar
keluarga termasuk dalam memanfaatkan jasa pelayanan kesehatan (Peraturan
Gubernur No.81 Tahun 2015, Tentang UMP 2015)
Dalam kebutuhan akan kesehatan, ekonomi atau pendapatan mempunyai
peranan penting. Misalnya dalam pemenuhan personal hygiene keluarga, bila
pencegahan keluarga mencukupi akan sangat mudah memenuhi segala kebutuhan
akan pemeliharaan personal hygiene seluruh anggota keluarga, misalnya untuk
penyediaan sabun, odol, kebutuhan air bersih, bahkan pemeriksaan rutin ketempta
pelayanan kesehatan. Namun jika penghasilan keluarga tidak mencukupi maka akan
sulit memenuhi semua kebutuhan dasar termasuk kebutuhanm akan kesehatan
(Notoadmodjho, 2005)
2.3.6. Hubungan karakteristik, faktor lingkungan dan perilaku terhadap kejadian
skabies
Penyakit skabies dapat ditularkan melalui kontak langsung maupun kontak tak
44

langsung, yang paling sering adalah kontak langsung dan erat atau dapat pula melalui
alat-alat seperti tempat tidur, handuk, dan pakaian. Bahkan penyakit ini dapat pula
ditularkan melalui hubungan seksual antara penderita dengan orang yang sehat.
Penyakit ini sangat erat kaitannya dengan kebersihan perseorangan dan
lingkungan, atau apabila banyak orang yang tinggal secara bersama-sama disatu
tempat yang relatif sempit. Apabila tingkat kesadaran yang dimiliki oleh banyak
kalangan masyarakat masih cukup rendah, derajat keterlibatan penduduk dalam
melayani kebutuhan akan kesehatan yang masih kurang, kurangnya pemantauan
kesehatan oleh pemerintah, faktor lingkungan terutama masalah penyediaan air
bersih, serta kegagalan pelaksanaan program kesehatan yang masih sering kita jumpai,
akan menambah panjang permasalahan kesehatan lingkungan yang telah ada.
(Benneth, 1997).
Penularan skabies terjadi ketika orang-orang tidur bersama disatu tempat tidur
yang sama di lingkungan rumah tangga, sekolah-sekolah yang menyediakan fasilitas
asrama dan pemondokan, serta fasiltas-fasilitas kesehatan yang dipakai oleh
masyarakat luas (Meyer, 2000).

45

2.3

Kerangka Teoritis
Berdasarkan pendapat yang dikemukakan Tarwoto & Wartonah 2006, Irianto,
2014, Djuanda, 2010, Notoatmojho 2007, Meyer 2000, Noor 2008 , Muin 2009,
Hendri 2008 dan Kepmenkes RI 2011, Hubungan Personal Hygiene dengan
kejadian Penyakit Scabies.
Tarwoto & Wartonah,
2010, Djuanda, 2010,
Irianto, 2014
Personal Hygiene

Notoatmojho, 2007
- Sikap
- Pengetahuan
- Pendidikan
- Sosial Ekonomi

Siregar, 2012, Noor, 2008


dan Meyer, 2000
Lingkungan

Penyakit Scabies

Muin, 2009 dan Hendri,


2000

Kemenkes RI, 2011

Karakteristik individu
-

Umur

Jenis Kelamin

Pengetahuan

Kelompok Etnik

Status sosial ekonomi

Pengetahuan

Budaya

kebiasaan

Gambar 2.1 Kerangka Teoritis


46

Anda mungkin juga menyukai