Anda di halaman 1dari 15

2.1.

DEFINISI
Sinonim

: Neuroleptics,

Major

Transquillizers,

Ataractis

Antipsychotics,

Antipsychotic Drugs, Neuroleptik.


Obat acuan : Chlorpromazine (CPZ)
Obat antipsikotik bermanfaat pada terapi psikosis akut maupun kronis. Ciri terpenting
obat antipsikotik ialah :
1. Berefek anti psikosis, yaitu berguna untuk mengatasi agresivitas, hiper aktivitas
dan labilitas emosional pada pasien psikosis.
2. Dosis besar tidak menyebabkan koma yang dalam ataupun anesthesia.
3. Dapat menimbulkan gejala ekstra piramidal yang reversible atau ireversibel.
4. Tidak ada kecenderungan untuk menimbulkan ketergantungan psikis atau fisik.
2.2. PENGGOLONGAN
Secara garis besar, obat antipsikotik dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu:
1. Obat Anti-Psikosis Tipikal (Typical Anti Psychotics)
a. Phenothiazine
- rantai Aliphatic
: Chlorpromazine (Largactil)
- rantai Piperazine
: Perphenazine (Trilafon)
Trifluoperazine (Stelazine)
Fluphenazine (Anatensol)
- rantai Piperidine
: Thioridazine (Melleril)
b. Butyrophenone
: Haloperidol (Haldol, Serenace, dll)
c. Diphenyl-butyl-piperidine : Pimozide (Orap)
2. Obat Anti-Psikosi Atipikal (Atypical Anti Psychotics)
a. Benzamide
: Supiride (Dogmatil)
b. Dibenzodiazepine
: Clozapine (Clozaril)
Olanzapine (Zyprexa)
Quetiapine (Seroquel)
Zotepine (Ludopine)
c. Benzisoxale
: Risperidone (Risperdal)
Aripiprazole (Ability)

2.3.

FARMAKOKINETIK
Obat-obat anti psikotik dapat diserap pada pemberian peroral, dan dapat memasuki

sistem saraf pusat dan jaringan tubuh yang lain karena obat anti psikotik adalah lipidsoluble. Kebanyakan obat-obatan antipsikotik bisa diserap tapi tidak seluruhnya. Obatobatan ini juga mengalami first-pass metabolism yang signifikan. Oleh karena itu, dosis
oral chlorpromazine and thioridazine mempunyai availability sistemik 25 35%.
Haloperidol dimetabolisme lebih sedikit, dengan availability sistemik rata-rata 65%.
Kebanyakan obat antipsikotik bergabung secara intensif dengan protein plasma (92
99%) sewaktu distribusi dalam dalam darah. Volume distribusi obat-obatan ini juga
besar, biasanya lebih dari 7L/kg.
Obat-obatan ini memerlukan metabolisme oleh hati sebelum eliminasi dan
mempunyai waktu paruh yang lama dalam plasma sehingga memungkinkan once-daily
dosing. Walaupun setengah metabolit tetap aktif, seperti 7-hydroxychloropromazine dan
reduced haloperidol, metabolit dianggap tidak penting dalam efek kerja obat tersebut.
Terdapat satu pengecualian, yaitu mesoridazine, yang merupakan metabolit utama
thioridazin, lebih poten dari senyawa induk dan merupakan kontributor utama efek obat
tersebut. Sediaan dalam bentuk parenteral untuk beberapa agen, seperti fluphenazine,
thioridazine dan haloperidol, bisa dipakai untuk terapi inisial yang cepat.
Sangat sedikit obat-obatan psikotik yang diekskresi tanpa perubahan. Obat-obatan
tersebut hampir dimetabolisme seluruhnya ke substansi yang lebih polar. Waktu paruh
eliminasi (ditentukan oleh clearance metabolic) bervariasi, bisa dari 10 sampai 24 jam.
2.4. MEKANISME KERJA
Secara umum, terdapat beberapa hipotesis tentang cara kerja antipsikotik, yang
dapat digolongkan berdasarkan jalur reseptor dopamin atau reseptor non-dopamine.
Hipotesis dopamin untuk penyakit psikotik mengatakan bahwa kelainan tersebut
disebabkan oleh peningkatan berlebihan yang relatif dalam aktifitas fungsional
neurotransmiter dopamin dalam traktus tertentu dalam otak. Hipotesis ini berlandaskan
observasi berikut:

Sebagian besar obat antipsikotik memblok reseptor postsinaps pada SSP, terutama
pada sistem mesolimbik-frontal.

Penggunaan obat yang meningkatkan aktivitas dopamin, seperti levodopa (prekursor


dopamin), amfetamin (merangsang sekresi dopamin), apomorfin (agonis langsung

reseptor dopamin) dapat memperburuk skizofrenia ataupun menyebabkan psikosis


de novo pada pasien.

Pemeriksaan dengan positron emission tomography (PET) menunjukkan bahwa


terjadi peningkatan reseptor dopamin pada pasien skizofrenia (baik yang menjalani
terapi ataupun tidak) bila dibandingkan dengan orang yang tidak menderita
skizofrenia.

Pada pasien skizofrenia yang terapinya berhasil, telah ditemukan perubahan jumlah
homovallinic acid (HVA) yang merupakan metabolit dopamin, pada cairan
serebrospinal, plasma, dan urin.

Telah ditemukan peningkatan densitas reseptor dopamin dalam region tertentu di


otak penderita skizofren yang tidak diobati. Pada pasien sindroma Tourette, tic klinis
lebih jelas jika jumlah reseptor D2 kaudatus meningkat.
Hipotesis dopamin untuk penyakit skizofren tidak sepenuhnya memuaskan karena

obat-obatan antipsikotik hanya sebagian yang efektif pada kebanyakan pasien dan obatobatan tertentu yang efektif mempunyai afinitas yang jauh lebih tinggi untuk reseptorreseptor selain reseptor D2.
Lima reseptor dopamin yang berbeda telah ditemukan, yaitu D 1 D5. Setiap satu
reseptor dopamin adalah berpasangan dengan protein G dan mempunyai tujuh domain
transmembran. Reseptor D2, ditemukan dalam kaudatus-putamen, nukleus accumbens,
kortek serebral dan hipotalamus, berpasangan secara negatif kepada adenyl cyclase.
Efek terapi relatif untuk kebanyakan obat-obatan antipsikotik lama mempunyai korelasi
dengan afinitas mereka terhadap reseptor D2. Akan tetapi, terdapat korelasi dengan
hambatan reseptor D2 dan disfungsi ekstrapiramidal.
Beberapa antipsikotik yang lebih baru mempunyai afinitas yang lebih tinggi
terhadap reseptor-reseptor selain reseptor D2. Contohnya, tindakan menghambat alfaadrenoseptor mempunyai korelasi baik dengan efek antipsikotik kebanyakan obat baru
ini. Inhibisi reseptor serotonin (S) juga merupakan cara kerja obat-obatan antipsikotik
baru ini. Clozapin, satu obat yang mempunyai tindakan menghambat reseptor D 1, D4, 5HT2, muskarinik dan alfa-adrenergik yang signifikan, mempunyai afinitas yang rendah
terhadap reseptor D2. Kebanyakan obat-obatan atipikal yang baru (seperti olanzapin,
quetiapin, resperidon dan serindole) mempunyai afinitas yang tinggi terhadap reseptor
5-HT2A, walaupun obat-obat tersebut juga bisa berinteraksi dengan reseptor D2 atau

reseptor lainnya. Kebanyakan obat atipikal ini menyebabkan disfungsi ekstrapiramidal


yang kurang kalau dibandingkan dengan obat-obatan standar.
2.5.

EFEK KERJA

Penghambatan reseptor dopamin adalah efek utama yang berhubungan dengan


keuntungan terapi obat-obatan antipsikotik lama. Terdapat beberapa jalur utama
dopamin diotak, antara lain :
1. Jalur dopamin nigrostriatal
Jalur ini berproyeksi dari substansia nigra menuju ganglia basalis. Fungsi jalur
nigrostriatal adalah untuk mengontrol pergerakan. Bila jalur ini diblok, akan terjadi
kelainan pergerakan seperti pada Parkinson yang disebut extrapyramidal reaction
(EPR). Gejala yang terjadi antara lain akhatisia, dystonia (terutama pada wajah dan
leher), rigiditas, dan akinesia atau bradikinesia.
2. Jalur dopamin mesolimbik
Jalur ini berasal dari batang otak dan berakhir pada area limbic. Jalur dopamin
mesolimbik terlibat dalam berbagai perilaku, seperti sensasi menyenangkan,
euphoria yang terjadi karena penyalahgunaan zat, dan jika jalur ini hiperaktif dapat
menyebabkan delusi dan halusinasi. Jalur ini terlibat dalam timbulnya gejala positif
psikosis.
3. Jalur dopamin mesokortikal
Jalur ini berproyeksi dari midbrain ventral tegmental area menuju korteks limbic.
Selain itu jalur ini juga berhubungan dengan jalur dopamine mesolimbik. Jalur ini
selain mempunyai peranan dalam memfasilitasi gejala positif dan negative psikosis,
juga berperan pada neuroleptic induced deficit syndrome yang mempunyai gejala
pada emosi dan sistem kognitif.
4. Jalur dopamin tuberoinfundibular
Jalur ini berasal dari hypothalamus dan berakhir pada hipofise bagian anterior. Jalur
ini bertanggung jawab untuk mengontrol sekresi prolaktin, sehingga kalau diblok
dapat terjadi galactorrhea.

Tindakan-tindakan penghambatan relatif pada reseptor oleh obat-obatan antipsikotik


terdapat pada tabel berikut.
Tindakan penghambatan relatif pada reseptor oleh obat-obatan neuroleptik
Obat
Kebanyakan

D2
++

D4
-

Alfa1
++

5-HT2
+

M
+

H1
+

++
+++
++
+
+
++
++

++
-

++
+
++
+
+
+
+
+

+
++
++
++
++
+++

+++
++
+
+
+
+
-

+
+
+
+
+
+
-

phenothiazin
e

dan

thioxanthene
Thiordazine
Haloperidol
Clozapin
Molindone
Olazapin
Quetiapin
Risperidon
Sertindole

2.6. INDIKASI PENGGUNAAN


Gejala sasaran antipsikosis (target syndrome) : SINDROM PSIKOSIS, yaitu :
-

Hendaya berat dalam kemampuan daya menilai realitas (reality testing ability),
bermanifestasi dalam gejala : kesadaran diri (awareness) yang terganggu, daya nilai
norma sosial (judgement) terganggu, dan insight terganggu.

Hendaya berat dalam fungsi-fungsi mental, bermanifestasi dalam gejala : gangguan


asosiasi pikiran (inkoherensi), isi pikiran yang tidak wajar (waham), gangguan
persepsi (halusinasi), gangguan perasaan (tidak sesuai dengan situasi), dan perilaku
yang aneh atau tidak terkendali (disorganized).

Hendaya berat dalam fungsi kehidupan sehari-hari, bermanifestasi dalam gejala :


tidak mampu bekerja, hubungan sosial dan melakukan kegiatan rutin.

Sindroma psikosis dapat terjadi pada :


- Sindrom psikosis fungsional

: Skizofrenia, psikosis paranoid, psikosis afektif,


psikosis reaktif singkat, dll.

- Sindrom psikosis organik


2.7.

: delirium, dementia, intoksikasi alkohol, dll.

PENGGUNAAN OBAT ANTIPSIKOSIS

A. Pengobatan skizofrenia
Antipsikosis merupakan satu-satunya pengobatan efektif untuk skizofrenia.
Tetapi tidak semua pasien responsif dan normalisasi tingkah laku yang komplit jarang
dicapai. Antipsikosis tradisional (tipikal) paling efektif dalam pengobatan gejala
skizofrenia yang positif (delusi, halusinasi, dan gangguan pemikiran). Obat-obat baru
dengan aktifitas penghambat serotonin (atipikal) efektif untuk pasien-pasien yang
resisten dengan obat tradisional, terutama pengobatan dengan gejala

negatif dari

skizofrenia (menarik diri, emosi buntu, kemunduran dalam komunikasi dengan orang
lain.
Klorpromazin (CPZ) berefek antipsikosis dan bersifat sedasi. Indikasi utama
fenotiazin adalah skizofrenia, dengan gangguan psikosis. Gejala psikosis yang
dipengaruhi oleh fenotiazin dan antipsikosis lain adalah ketegangan, hiperaktivitas,
combativeness, hostality, halusinasi, delusi akut, susah tidur, anoreksia, perhatian diri
yang buruk, negativisme dan kadang-kadang mengatasi sifat menarik diri. Sedangkan
pengaruh fenotiazin kurang terhadap insight, judgement, daya ingat dan orientasi.

Butirofenon diantaranya adalah haloperidol berguna untuk menenangkan


keadaan mania penderita psikosis yang karena hal tertentu tidak dapat diberi fenotiazin.
Buirofenon merupakan obat pilihan untuk mengobati sindrom Gilles de la Tourette,
suatu kelainan neurologik yang ditandai dengan kejang otot hebat, menyeringai
(grimacing) dan explosive utterances of foul expletives (koprolalia, mengeluarkan katakata jorok).
Dibenzodiazepin bersifat atipikal, diantaranya klozapin efektif untuk mengontrol
gejala-gejala psikosis dan skizofrenia baik yang positif (iritabilitas) maupun yang
negatif (social disinterest, incompetence, dan personal neatness).
Pemberian antipsikosis sangat memudahkan perawatan pasien. Walaupun
antipsikosis sangat bermanfaat untuk mengatasi gejala psikosis akut, namun penggunaan
antipsikosis saja tidak cukup untuk merawat pasien psikotik. Perawatan, perlindungan
dan dukungan mental-spiritual terhadap pasien sangatlah penting.
B. Pencegahan mual dan muntah yang hebat
Antipsikosis (umumnya proklorperazin) berguna untuk pengobatan mual akibat
obat. Semua antipsikosis kecuali mesoridazin, molindon, tioridazin, dan klozapin
mempunyai efek antiemetik.
Domperidon diindikasikan untuk mengatasi mual dan muntah, efek obat ini
secara klinis sangat mirip metoklopramid, yaitu mencegah refluks esofagus berdasarkan
efek peningkatan tonus sfingter bagian bawah.
C. Penggunaan lain
Antipsikosis dapat digunakan sebagai tranquilizer untuk mengatur tingkah laku
yang agitatif dan disruptif. CPZ merupakan obat terpilih untuk pengobatan cegukan
yang menetap yang berlangsung berhari-hari dan sangat mengganggu. Prometazin
digunakan untuk pengobatan pruritus karena sifat-sifat antihistaminnya.
Apabila antipsikosis tertentu tidak memberikan respon klinis dalam dosis yang
sudah optimal setelah jangka waktu yang memadai, dapat diganti dengan antipsikosis
lain (sebaiknya dari golongan yang tidak sama), dengan dosis ekuivalennya, dimana
profil efek samping belum tentu sama.

Apabila dalam riwayat penggunaan antipsikosis sebelumnya, jenis antipsikosis


tertentu yang sudah terbukti efektif dan ditolerir dengan baik efek sampingnya, dapat
dipilih kembali untuk pemakaian sekarang.
2.8. SEDIAAN ANTIPSIKOSIS DAN DOSIS ANJURAN
No Nama Generik
1
Chlorpromazine

Nama Dagang
LARGACTIL

Sediaan
Tab. 25 mg, 100 mg

Dosis Anjuran
150-600 mg/h

PROMACTIL
MEPROSETIL
2

Haloperidol

ETHIBERNAL
SERENACE

Amp.25 mg/ml
Tab. 0,5 mg, 1,5&5 5-15 mg/h
mg
Liq. 2 mg/ml

3
4

5
6
7
8
9
10

11
12

HALDOL

Amp. 5 mg/ml

GOVOTIL

Tab. 0,5 mg, 2 mg

LODOMER

Tab. 2 mg, 5 mg

HALDOL DECA-

Tab. 2 mg, 5 mg

50 mg / 2-4

Perphenazine
Fluphenazine

NOAS
TRILAFON
ANATENSOL

Amp. 50 mg/ml
Tab. 2 mg, 4&8 mg
Tab. 2,5 mg, 5 mg

minggu
12-24 mg/h
10-15 mg/h

Fluphenazine-

MODECATE

Vial 25 mg/ml

25 mg / 2-4

decanoate
Levomepromazine

NOZINAN

Tab.25 mg

minggu
25-50 mg/h

Trifluoperazine
Thioridazine
Sulpiride

STELAZINE
MELLERIL
DOGMATIL

Amp. 25 mg/ml
Tab. 1 mg, 5 mg
Tab. 50 mg, 100 mg
Tab. 200 mg

10-15 mg/h
150-600 mg/h
300-600 mg/h

Pimozide
Risperidone

FORTE
ORAP FORTE
RISPERDAL

Amp. 50 mg/ml
Tab. 4 mg
Tab. 1,2,3 mg

2-4 mg/h
Tab 2-6 mg/h

NERIPROS

Tab. 1,2,3 mg

NOPRENIA

Tab. 1,2,3 mg

PERSIDAL-2

Tab. 2 mg

RIZODAL
CLOZARIL
SEROQUEL

Tab. 1,2,3 mg
Tab. 25 mg, 100 mg
25-100 mg/h
Tab. 25 mg, 100 mg, 50-400 mg/h

Clozapine
Quetiapine

200 mg

13

Olanzapine

ZYPREXA

Tab. 5 mg, 10 mg

10-20 mg/h

2.9. PENGATURAN DOSIS DAN LAMA PEMBERIAN


Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan :
- Onset efek primer (efek klinis)
Onset efek sekunder (efek samping)
- Waktu paruh

: sekitar 2 4 minggu
: sekitar 2 6 jam
: 12 24 jam (pemberian obat 1-2 x

perhari)
- Dosis pagi dan malam dapat berbeda untuk mengurangi dampak dari efek samping
(dosis pagi kecil, dosis malam lebih besar) sehingga tidak begitu mengganggu kualitas
hidup pasien.
Pengobatan dimulai dengan dosis awal sesuai dengan dosis anjuran dinaikkan
setiap 2 3 hari sampai mencapai dosis efektif (mulai timbul peredaan Sindrom
Psikosis)

dievaluasi setiap 2 minggu dan bila perlu dinaikkan dosis optimal

dipertahankan sekitar 8 12 minggu (stabilisasi) diturunkan setiap 2 minggu


dosis maintenance dipertahankan 6 bulan sampai 2 tahun (diselingi drug holiday 1- 2
hari/minggu tappering off (dosis diturunkan tiap 2 4 minggu) stop
Untuk pasien dengan serangan Sindrom Psikosis yang multi episode, terapi
pemeliharaan (maintenance) diberikan paling sedikit selama 5 tahun. Pemberian yang
cukup lama ini dapat menurunkan derajat kekambuhan 2,5 5 kali.
Efek antipsikosis secara relatif berlangsung lama, sampai beberapa hari setelah
dosis terakhir masih mempunyai efek klinis. Sehingga tidak langsung menimbulkan
kekambuhan setelah obat dihentikan, biasanya satu bulan kemudian baru gejala Sindrom
Psikosis kambuh kembali. Hal tersebut disebabkan metabolisme dan ekskresi obat
sangat lambat, metabolit-metabolit masih mempunyai keaktifan antipsikosis.
Pada umumnya pemberian antipsikosis sebaiknya dipertahankan selama 3 bulan
sampai 1 tahun setelah semua gejala psikosis mereda sama sekali. Untuk Psikosis
Reaktif Singkat penurunan obat secara bertahap setelah hilangnya gejala dalam kurun
waktu 2 minggu 2 bulan.
Antipsikosis tidak menimbulkan gejala lepas obat yang hebat walaupun diberikan
dalam jangka waktu lama, sehingga potensi ketergantungan obat kecil sekali. Pada
penghentian yang mendadak dapat timbul gejala Cholinergic Rebound, yaitu :
gangguan lambung, mual, muntah, diare, pusing, gemetar, dll. Keadaan ini akan mereda

dengan pemberian anticholinergic agent (injeksi Sulfas Atropin 0,25 mg (IM), tablet
Trihexyphenidyl 3 x 2 mg/h).
Oleh karena itu, pada penggunaan bersama antipsikosis + antiparkinson, bila
sudah tiba waktu penghentian obat, antipsikosis dihentikan lebih dahulu, kemudian baru
menyusul obat antiparkinson yang dihentikan.
Pada penggunaan parenteral, antipsikosis long-acting (Fluphenazine Decanoate
25 mg/ml atau Haloperidol Decanoas 50 mg/ml, IM, untuk 2 4 minggu) sangat
berguna untuk pasien yang tidak mau atau sulit teratur makan obat ataupun yang tidak
efektif terhadap medikasi oral.
Sebaiknya sebelum penggunaan parenteral diberikan per oral dahulu beberapa
minggu untuk melihat apakah terdapat efek hipersensitivitas.
Dosis mulai dengan ml setiap 2 minggu pada bulan pertama, kemudian baru
ditingkatkan menjadi 1 ml setiap bulan.
Pemberian antipsikosis long-acting hanya untuk terapi stabilisasi dan
pemeliharaan (maintenance therapy) terhadap kasus Skizofrenia. 15-25% kasus
menunjukkan toleransi yang baik terhadap efek samping ekstrapiramidal.

2.10. EFEK SAMPING DAN PENANGANAN


1. KLORPROMAZIN DAN DERIVAT FENOTIAZIN
Efek samping
Batas keamanan CPZ cukup lebar, sehingga obat ini cukup aman. Efek samping
umumnya merupakan perluasan efek farmakodinamiknya. Gejala idiosinkrasi
mungkin timbul, berupa ikterus, dermatitis dan leukopenia. Reaksi ini disertai
eosinofilia dalam darah perifer.
Efek endokrin
CPZ menghambat ovulasi dan menstruasi, juga menghambat sekresi ACTH. Hal ini
dikaitkan dengan efeknya terhadap hipotalamus.
Semua fenotiazin, kecuali klozapin menimbulkan hiperprolaktinemia lewat
penghambatan efek sentral dopamin.
Kardiovaskular
Dapat menimbulkan hipotensi berdasarkan :

Refleks presor yang penting untuk mempertahankan tekanan darah yang


dihambat oleh CPZ.

Berefek bloker

Menimbulkan efek inotropik negatif pada jantung

Toleransi dapat timbul terhadap efek hipotensif CPZ


Neurologik
Dapat menimbulkan gejala ekstra piramidal seperti parkinsonisme pada dosis
berlebihan. Dikenal 6 gejala sindrom neuroleptik yang karakteristik pada obat ini,
empat diantaranya terjadi sewaktu obat diminum, yaitu distonia akut, akatisia,
parkinsonisme dan sindroma neuroleptik malignant, sedangkan dua gejala lain
timbul setelah pengobatan berbulan-bulan sampai bertahun-tahun, berupa tremor
perioral dan diskinesia tardif.
2. BUTYROPHENONE
Efek samping dan intoksikasi
Menimbulkan reaksi ekstra pyramidal terutama pada pasien usia muda. Dapat terjadi
depresi akibat reversi keadaan mania atau sebagai efek samping. Leukopenia dan
agranulositosis ringan dapat terjadi. Haloperidol sebaiknya tidak diberikan pada
wanita hamil.
Susunan saraf pusat
Haloperidol menenangkan dan menyebabkan tidur pada orang yang mengalami
eksitasi, menurunkan ambang rangsang konvulsif, menghambat sistem dopamin dan
hypothalamus, juga menghambat muntah yang ditimbulkan oleh apomorfin.
Sistem saraf otonom
Dapat menyebabkan pandangan kabur. Obat ini menghambat aktifitas reseptor
yang disebabkan oleh amin simpatomimetik.
Sistem kardiovaskular dan respirasi
Menyebabkan hipotensi, takikardi, dan dapat menimbulkan potensiasi dengan obat
penghambat respirasi.
Efek endokrin
Menyebabkan galaktore
3. DIBENZODIAZEPIN

Efek samping dan intoksikasi


Agranulositosis merupakan efek samping utama pada pengobatan dengan klozapin.
Gejala ini timbul paling sering 6-18 minggu setelah pemberian obat, dengan resiko
1,2% pada penggunaan setelah 4 minggu. Penggunaan obat ini tidak boleh lebih dari
6 minggu kecuali bila terlihat ada perbaikan. Dapat pula terjadi hipertermia,
takikardia, sedasi, pusing kepala, hipersalivasi, kantuk, letargi, koma, disorientasi,
delirium, depresi pernapasan, aritmia dan kejang.

EFEK SAMPING OBAT ANTIPSIKOSIS


EFEK
OBAT ANTI PSIKOSIS

EKSTRA
PIRAMI
DAL

EFEK
ANTIEMETIK

EFEK
SEDATIF

EFEK
HIPOTEN
SIF

A. DERIVAT FENOTIAZIN
1. Senyawa dimetilaminopropil :
Klorpromazin

++

++

+++

++

Promazin

++

++

++

+++

Triflupromazin

+++

+++

+++

Mepazin

++

++

+++

++

Tioridazin

++

++

Asetofenazin

++

++

Karfenazin

+++

+++

++

++

Flufenazin

+++

+++

++

Perfenazin

+++

+++

Proklorperazin

+++

+++

++

Trifluoperazin tiopropazat

+++

+++

++

++

++

+++

++

2. Senyawa piperidil :

3. Senyawa piperazin :

B. NON-FENOTIAZIN
Klorprotiksen
C. BUTYROPHENONE

Haloperidol

+++

+++

EFEK SAMPING NEUROLOGIK


WAKTU
EFEK

Distonia akut

GAMBARAN

RESIKO

MEKANIS

KLINIS

MAKSIMA

ME

L
1-5 hari

Belum

Spasme
lidah,

otot
wajah,

diketahui

Dapat

diberikan

berbagai pengobatan,

leher, punggung

obat anti Parkinson

bersifat

dapat

menyerupai

diagnostik

dan kuratif

bangkitan
Akatisia

PENGOBATAN

bukan histeria
Ketidak-

5-60 hari

tenangan,

Belum

Kurangi dosis atau

diketahui

ganti obat; obat anti

motorik, bukan

Parkinson,

ansietas

benzodiazepin,

atau

Parkinsonism

agitasi
Bradikinesia,

rigiditas,

5-30 hari

dengan

macam-macam
tremor,

Antagonisme

atau

propanolol
Obat anti Parkinson
menolong

dopamin

wajah

topeng, suffling
Sindroma

gait
Katatonik,

malignan

Berminggu-

Ada

Hentikan antipsikotik

stupor, demam, minggu,

kontribusi

segera;

tekanan

darah dapat

antagonisme

atau

tidak

stabil, bertahan

dengan

dapat menolong; obat

dantrolene
bromokriptin

mioglobinemia,

beberapa hari dopamin

anti

; dapat fatal

setelah

lainnya tidak efektif

obat

Parkinson

Tremor

dihentikan
Tremor perioral Setelah

Belum

Obat

perioral

(mungkin

berbulan-

diketahui

sering menolong

(sindroma

sejenis

bulan

atau

antiparkinson

kelinci)

perkinsonisme
yang

bertahun-

dating tahun

terlambat)
Diskinesia

pengobatan
Diskinesia

Setelah

Diduga

tardif

mulut-wajah;

berbulan-

kelebihan

koreoatetosis

bulan

atau
meluas

atau efek

distonia bertahun-

: Sulit
pengobatan

dicegah,
tidak

memuaskan

dopamine

tahun
(memburuk
dengan
penghentian)

Efek samping yang ireversibel seperti tardif diskinesia (gerakan berulang


involunter pada lidah, wajah, mulut/rahang dan anggota gerak dimana saat tidur gejala
menghilang) yang timbul akibat pemakaian jangka panjang dan tidak terkait dengan
besarnya dosis. Bila gejala tersebut timbul maka obat anti psikotik perlahan-lahan
dihentikan, bias dicoba pemberian Reserpine 2,5 mg/h (dopamine depleting agent).
Penggunaan L-dopa dapat memperburuk keadaan. Obat anti psikotik hampir tidak
pernah menimbulkan kematian sebagai akibat overdosis atau keinginan untuk bunuh
diri.

DAFTAR PUSTAKA
1. Ganiswarna SG, Setiabudy R, Suyatna FD, Purwantyastuti, Nafrialdi.
Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Jakarta: Bagian Farmakologi Fakultas
Kedokteran- Universitas Indonesia; 1995.
2. Kaplan HI, Sadock BJ. Kaplan and Saddocks Synopsis of Psychiatry:
Behavioral Science/ Clinical Psychiatry. 8th ed. Maryland: William & Wilkins;
1998.
3. Katzung BG. Basic & Clinical Pharmacology. 8th ed. New York: McGraw-Hill;
2001.
4. Maslim R, Panduan Praktis Penggunaan Klini, Obat Psikotropik. Edisi 3.
Jakarta: 2001.
5. Mycek MJ, Harvey RA, Champe PC. Lippincotts Illustatrated Reviews:
Pharmacology. 2nd ed. Philadelphia: Lippincott Williams&Wilkins; 2000.
6. Ganiswarna SG, Setiabudy R, Suyatna FD, Purwantyastuti, Nafrialdi.
Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Jakarta: Bagian Farmakologi Fakultas
Kedokteran- Universitas Indonesia; 1995.

Anda mungkin juga menyukai