Anda di halaman 1dari 17

Referat

PENENTUAN USIA SAAT KEMATIAN DARI SEBUAH JENAZAH


BERDASARKAN KERANGKA TUBUHNYA
Tugas
Kepaniteraan Klinik Senior Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal

Disusun oleh :
Ribka Renaldi, S.Ked
Ristania, S.Ked
Annisa Ginar Indrarsi, S.Ked

Pembimbing :
Dr, Ramli Baschin

DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2011

HALAMAN PENGESAHAN

Referat dengan judul

PENENTUAN USIA SAAT KEMATIAN DARI SEBUAH JENAZAH


BERDASARKAN KERANGKA TUBUHNYA

oleh:

Ribka Renaldi, S.Ked


Ristania, S.Ked
Annisa Ginar Indrarsi, S.Ked

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat untuk mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior
di Bagian Ilmu Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.

Palembang, Juli 2011


Dosen Pembimbing

dr. Ramli Baschin

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan karunia dan rahmat-Nya serta kesehatan dan kesempatan sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan
Klinik Senior di Departemen Ilmu Kedokteran Forensik Palembang, Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya.
Seiring dengan selesainya penulisan makalah yang berjudul Penentuan Usia Saat
Kematian dari sebuah Jenazah Berdasarkan Kerangka Tubunya, penulis
mengucapkan terima kasih dan rasa hormat kepada dr. Ramli Baschin selaku pembimbing
referat ini.
Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan demi tercapainya hasil yang
lebih baik dan membawa manfaat bagi semua.
Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat serta dapat dijadikan
pertimbangan dan sumber informasi bagi pihak yang membutuhkan

Palembang, Juli 2011

Penulis

DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN............................................................................ ii
KATA PENGANTAR...................................................................................... iii
DAFTAR ISI................................................................................................. iv
BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Biologi Tulang Manusia...........................................................
2.2. Anatomi Tulang.......................................................................
2.3. Struktur molekuler tulang.......................................................
2.4

Histologi

dan

Molekuler

Tulang...................................................................
2.4

Pertumbuhan

Tulang..................................................................................
2.5

Identifikasi

Forensik....................................................................................
2.6

Identifikasi

Kerangka

Untuk

memperkirakan

umur......................................
BAB III PENUTUP
6.1. Kesimpulan............................................................................. 29
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

Seperti diketahui bersama dalam kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa
ini, perkembangan di segala bidang kehidupan yang membawa kesejahteraan bagi umat
manusia, pada kenytaannya juga menimbulkan berbagai akibat yang tidak diharapkan.
Salah satu diantaranya akibat yang tidak diharapkan tersebut adalah meningkatnya
kuantitas maupun kualitas mengenai cara atau teknik pelaksanaan tindak pidana,

khususnya yang berkaitan dengan upaya pelaku tindak pidana dalam usaha meniadakan
sarana bukti sehingga tidak jarang dijumpai kesulitan bagi para petugas hukum untuk
mengetahui korban dan atau pelakunya. Akhir-akhir ini terlihat peningkatan kualitas
kejahatan dimana pelakunya sering berusaha menyembunyikan korbannya yang bertujuan
untuk menghilangkan jejak serta barang bukti agar pelaku dan korbannya tidak dikenal
lagi, dengan demikian sering korban ditemukan sudah tinggal tulang belulang.
Dalam proses penyidikan suatu tindak pidana mengetahui identitas korban
merupakan suatu hal yang mempunyai arti sangat penting, yaitu sebagai langkah awal
penyidikan yang harus dibuat lebih dahulu sebelum dapat dilakukan langkah-langkah
selanjutnya dalam proses penyidikan tersebut. Apabila identitas korban tidak dapat
diketahui, maka sebenarnya penyidikan menjadi tidak mungkin dilakukan. Selanjutnya
apabila penyidikan tidak sampai menemukan identitasnya identitas korban, maka dapat
dihindari adanya kekeliruan dalam proses peradilan yang dapat berakibat fatal.
Dalam ilmu kedokteran forensik dikenal pemeriksaan identifikasi yang merupakan
bagian tugas yang mempunyai arti cukup penting. Disebutkan bahwa yang dimaksud
identifikasi adalah salah satu usaha untuk mengetahui identitas seseorang melalui sejumlah
ciri yang ada pada orang tak dikenal, sedemikian rupa sehingga dapat ditentukan bahwa
orang itu apakah sama dengan orang yang hilang yang diperkirakan sebelumnya juga
dikenal dengan ciri-ciri itu. Disitulah semua, identifikasi mempunyai arti penting baik
ditinjau dari segi untuk kepentingan forensik maupun non-forensik.
Antropologi adalah studi tentang umat manusia, budaya dan fisik, disemua waktu
dan tempat. Antopologi forensik adalah aplikasi pengetahuan antopologis dan teknik dalam
konteks hukum. Hal ini melibatkan pengetahuan rinci osteologi (anatomi budaya tulang
dan biologi) unutk membantu dalam identifikasi dan penyebab kematian sisa-sisa
kerangka, serta pemulihan tetap menggunakan teknik arkeologi. Antropologi fisik forensik
mengkhususkan diri dalam penelitian dan penerapan teknik yang digunakan unutk
menentukan usia saat kematian, seks, afinitas populasi, perawakannya, kelainan dan atau
patologi, dan keistimewaan untuk (biassanya) bahan tulang modern.
Jika rangka menunjukkan bukti bahwa telah dimakamkan dalam waktu lama atau
dengan peti mati, maka ini biasanya hanya menunjukkan riwayat pemakaman daripada
waktu

kematian. Walaupun tugas utama dari antropologi adalah untuk menentukan identitas dari
jasad, namun pada pengembangannya dapat juga untuk menentukan pendapat mengenai
tipe dan ukuran senjata yang digunakan dan jumlah dari pukulan yang terdapat pada
korban kekerasan. Kebanyakan antropologis memiliki kemampuan antropologi yang tinggi
dan telah memeriksa banyak sisa-sisa dari rangka. Beberapa di antaranya juga memiliki
pengalaman di bidang kepolisian dan medis, seperti halnya di bidang serologi, toksikologi,
senjata api dan identifikasi jejas akibat alat, investigasi kejadian kejahatan, penanganan
bukti kejahatan dan
fotografi. Dan hanya sedikit antropologis yang menangani analisis jejak kaki dan
identifikasi spesies dalam kaitannya dengan perkiraan waktu kematian yang sudah lewat.
Antropologi forensik selalu berhubungan dengan patologi forensik, odontologi dan
investigasi pembunuhan, cara kematian dan atau interval postmortem. Perlu diingat,
walaupun sebagian besar rangka manusia dewasa terdiri dari jumlah tulang yang sama
(206), namun tidak ada dua rangka yang sama. Karena itu observasi dari pola atau rangka
yang khas sering menunjukkan identifikasi pasti.
Osteologi forensik adalah subdisiplin dari antropologi forensik dan secara garis
besar memfokuskan pada analisa dari rangka manusia untuk tujuan medikologal. Osteologi
forensik paling sering dibutuhkan saat investigasi sisa-sisa dari tubuh manusia akibat dari
kematian wajar yang tidak dapat dijelaskan, pembunuhan, bunuh diri, atau bencana alam.
Meskipun begitu, seiring meningkatnya frekuensi tersebut, osteolog forensik seringkali
diminta untuk mendampingi dokter spesialis forensik dalam mengkonfirmasi usia dari
makhluk hidup maupun jenazah untuk keperluan peradilan. Pada referat kami ini, akan
dibahas tentang bagaimana menentukan usia saat kematian dari sebuah jenazah dinilai dari
kerangkanya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Sangatlah bermanfaat untuk mengetahui perubahan-perubahan yang terjadi pada


tulang sehubungan dengan bertambahnya usia ke dalam tiga fase yang berbeda di
sepanjang hidup seorang individu : pertumbuhan dan perkembangan, kesetimbangan atau
menetap, dan proses penuaan. Fase pertama secara luas berada di bawah pengaruh genetik
dan pengaruh lingkungan serta meliputi anak-anak dan dewasa muda yang mengalami
perubahan yang berlangsung dalam suatu pola yang terdokumentasikan relatif lebih baik
pada suatu kecepatan sedang yang dapat diperkirakan. Penggandaan dari komposisi tulang
pada remaja memberikan suatu susunan memanjang sehingga menjadi suatu parameter
berhubungan dengan pertumbuhan yang mana memiliki keakuratan yang tinggi.

2.1. Biologi Tulang Manusia


Tulang manusia berbeda dengan tulang hewan dalam hal struktur, ketebalan,
ukuran dan umur penulangan (osifikasi). Setiap manusia memiliki 190 tulang, dan tulang
ini dibedakan menjadi tulang panjang, pendek, pipih dan tidak teratur. Tulang panjang kita
dapati pada tangan dan kaki seperti humerus, radius, ulna, femur, tibia dan fibula. Tulang
pendek meliputi tulang belikat / klavikula, metacarpal dan metatarsal (jari tangan dan
kaki). Tulang pipih terdapat pada tulang-tulang atap tengkorak seperti frontal, parietal dan
occipital. Tulang tidak teratur adalah tulang vertebra dan basis cranii. (Indriati, 2004)
2.1.1. Anatomi Tulang
Secara umum, rangka orang

dewasa memiliki dua komponen struktur yang

mendasar yaitu tulang spongiosa dan kompakta/kortikal. Struktur kompakta/kortikal


terdapat pada bagian tepi tulang panjang meliputi permukaan eksternal. Pada bagian
internal tulang, terdapat struktur spongiosa seperti jala-jala sedangkan bagian tengah
tulang panjang kosong atau disebut cavitas medullaris untuk tempat sumsum tulang.
(Indriati, 2004) Pada persendian, tulang kompakta ditutupi oleh kartilago/tulang rawan
sepanjang hidup yang disebut tulang subchondral. Tulang subchondral pada persendian

ini lebih halus dan mengkilap dibanding tulang kompakta yang tidak terletak pada
persendian. Contohnya adalah pada bagian distal humerus atau siku.Selain itu, tulang
subchondral pada sendi juga tidak memiliki kanal Haversi. (Indriati, 2004)
Pada tulang vertebra, strukturnya porus dan dinamakan tulang trabecular atau
cancellous. Daerah tulang trabecular pada rangka yang sedang tumbuh memiliki tempattempat sumsum merah, jaringan pembuat darah atau hemopoietic yang memproduksi selsel darah merah, putih dan platelet. Sumsum kuning berfungsi terutama sebagai penyimpan
sel-sel lemak di kavitas medullaris pada tulang panjang, dikelilingi oleh tulang kompakta.
Selama pertumbuhan, sumsum merah digantikan secara progresif oleh sumsum kuning di
sebagian besar tulang panjang. (Indriati, 2004)
Bagian-bagian tulang panjang yang panjang dan silindris disebut
sedangkan ujung proksimal dan distalnya terdapat

epiphysis dan

diaphysis,

metaphysis. Jadi,

diaphysis adalah batang tulang panjang, epiphysis adalah ujung akhir tulang panjang
sedangkan metaphysis adalah ujung tulang panjang yang melebar ke samping Semasa
hidup, bagian eksternal tulang yang tidak berkartilago dilapisi oleh periosteum. Periosteum
adalah membran dengan vaskularisasi yang memberi nutrisi pada tulang. Bagian internal
tulang dilapisi oleh endosteum/membran seluler. Baik periosteum maupun endosteum
adalah jaringan osteogenik yang berisi sel-sel pembentuk tulang. Pada periosteum yang
mengalami

trauma,

sel-sel

pembentuk

tulang

jumlahnya

bertambah.

Pada

periostitis/trauma pada periosteum ditandai dengan pembentukan tulang baru di


permukaan eksternal tulang yang tampak seperti jala/trabekular. (Indriati, 2004)
2.1.2 Struktur Molekuler Tulang
Tulang manusia dan hewan sama-sama terdiri atas kolagen, molekul protein yang
besar, yang merupakan 90% elemen organik tulang. Molekul-molekul kolagen membentuk
serabut-serabut elastik pada tulang tapi pada tulang dewasa, kolagen mengeras karena
terisi bahan anorganik hydroxyapatite. Kristal-kristal mineral ini dalam bentuk calcium
phosphate mengisi matriks kolagen. Serabut-serabut protein dan mineral ini membuat
tulang memiliki dua sifat, yaitu melunak seperti karet bila mineral anorganiknya rusak atau
mengeras

(bila

direndam

dalam

larutan

asam)

atau

retak

kolagen/organiknya rusak (bila direbus/dipanasi). (Indriati, 2004)

dan

hancur

bila

2.1.3 Histologi dan Metabolisme Tulang


Histologi adalah studi jaringan pada tingkat mikroskopik. Tulang imatur dan matur
berbeda strukturnya. Tulang imatur lebih primitif dalam istilah evolusi phylogenetiknya,
berupa jaringan ikat yang kasar dan seperti jala kolagen, polanya random dan tidak teratur
orientasinya. Tulang imatur lebih banyak memiliki osteocyte, biasanya terdapat pada
tulang

yang

menderita

tumor,

pada

penyembuhan

fraktur

dan

pada

rangka

embrionik.Tulang kompakta tidak bisa diberi nutrisi melalui difusi permukaan pembuluhpembuluh darah, sehingga memerlukan sistem Haversi. Tulang trabekular lebih porus dan
menerima nutrisi dari pembuluh darah di sekitar ruang sumsum. Tulang dewasa baik yang
kompakta maupun trabekular secara histologis adalah tulang lamela. (Indriati, 2004)
Pemeriksaan makroskopik potongan melintang tulang kompakta umumnya
menunjukkan 4 sampai dengan 8 cincin konsentris yang dinamakan lamella haversi.
Pemeriksaan setiap lamella menunjukkan tumpukan paralel serabut kolagen. Serabut
kolagen pada lamela berikutnya berorientasi ke arah yang berbeda. Perbedaan arah
serabut-serabut kolagen ini menambah kekuatan struktur tulang. (Indriati, 2004)Setiap
batang potongan melintang tulang kompakta lamelar disebut sistem Haversi atau osteon
berukuran 0,3 mm diameternya dan 3-5 mm panjangnya. Inti sistem Haversi adalah kanal
Haversi dimana darah, limfe dan serabut saraf lewat. Kanal-kanal kecil tambahan disebut
kanal-kanal Volkmann membelah jaringan tulang secara oblique pada sudut runcing di
permukaan

periosteal dan

endosteal untuk menghubungkan kanal-kanal Haversi,

membentuk jaringan yang menyuplai darah dan limfe ke sel-sel tulang panjang. (Indriati,
2004)Lubang-lubang kecil di dalam setiap lamela disebut lacunae. Setiap lacunae
mempunyai sel-sel tulang disebut osteocyte. Nutrisi ditransport ke sel-sel ini melalui
kanalikuli. Osteoblast adalah sel-sel tulang yang berfungsi untuk membentuk, sintesis dan
deposit materi tulang, biasanya terkonsentrasi di bawah periosteum. Osteoblast membuat
osteoid, matriks organik tak terkalsifikasi yang kaya kolagen. Kalsifikasi tulang terjadi
sebagai kristal-kr istal hydroxyapatite, komponen anorganik tulang. Ketika osteoblast
dikelilingi matriks tulang, disebut osteocyte, sel-sel yang terletak di dalam lacunae dan
bertanggung jawab memelihara tulang. (Indriati, 2004) Osteoklas bertugas mereabsorbsi
tulang. Pembentukan kembali atau remodeling tulang terjadi pada tingkat seluler dimana
osteoklas mereabsorbsi jaringan tulang dan osteoblast membangun jaringan tulang.

2.1.4 Pertumbuhan Tulang


Osteogenesis atau osifikasi terjadi pada dua lokasi: intramembraneous(contohnya
pada tulang frontal dan parietal) dan endochondral (contohnya pada tulang iga, vertebra,
basis cranii, tulang tangan dan kaki)., dimana osifikasinya melalui fase kartilago.
Pertumbuhan tulang meluas dari lokasi penetrasi awal, yang menjadi foramen nutrisi.
Membrana tipis bernama

perichondrium mengelilingi kartilago pada tulang panjang.

Osteoblast di bawah perichondrium pada tulang panjang fetus mulai mendeposit tulang di
sekitar bagian luar batang kartilago. Sekali hal ini terjadi, membran ini disebut
periosteum, jaringan ikat berserabut yang mendeposit tulang selapis demi selapis.
Diameter tulang panjang meningkat, dan osteoklas pada permukaan endosteal
mereabsorbsi tulang sedangkan osteoblas pada periosteum mendeposit tulang. Proses
pertumbuhan pada tulang melebar (diametrik) tulang panjang ini disebut pertumbuhan
aposisional. (Indriati, 2004)Pertumbuhan memanjang tulang panjang terjadi pada bidang
epiphyseal oleh karenanya lokasi ini disebut bidang pertumbuhan yang terletak di antara
metaphysis(pusat osifikasi primer) dan epiphysis (pusat osifikasi sekunder). Pertumbuhan
memanjang ini menjauhi bagian tengah tulang yakni menuju proksimal dan menuju distal.
Pertumbuhan memanjang tulang panjang berhenti ketika metaphysis menyatu dengan
epiphysis. (Indriati, 2004)Pada sebelas minggu sebelum lahir, biasanya terdapat kurang
lebih 800 pusat osifikasi. Pada waktu lahir terdapat 450 pusat osifikasi. Pusat osifikasi
primer muncul sebelum lahir dan pusat osifikasi sekunder muncul sesudah lahir. Setelah
dewasa, semua pusat osifikasi primer dan sekunder menyatu dan jumlah tulang menjadi
206 elemen. (Indriati, 2004)

2.2 Identifikasi Forensik


Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan tujuan membantu
penyidik untuk menentukan identitas seseorang. Identifikasi personal sering merupakan
suatu masalah dalam kasus pidana maupun perdata. Menentukan identitas personal dengan
tepat amat penting dalam penyidikan karena adanya kekeliruan dapat berakibat fatal dalam
proses peradilan. (Budiyanto, 1997)Peran ilmu kedokteran forensik dalam identifikasi
terutama pada jenazah tidak dikenal, jenazah yang telah membusuk, rusak, hangus terbakar
dan pada kecelakaan masal, bencana alam atau huru-hara yang mengakibatkan banyak

korban mati, serta potongan tubuh manusia atau kerangka. Selain itu identifikasi forensik
juga berperan dalam berbagai kasus lain seperti penculikan anak, bayi yang tertukar, atau
diragukan orangtuanya.

(Budiyanto, 1997). Penentuan identitas personal dapat

menggunakan metode identifikasi sidik jari, visual, dokumen, pakaian dan perhiasan,
medik, gigi, serologik dan secara eksklusi. Akhir-akhir ini dikembangkan pula metode
identifikasi DNA. (Budiyanto, 1997). Namun dalam referat ini akan dikhususkan peng
identifikasi untuk mengetahui umur berdasarkan rangka/ tulang jenazah.
2.4 Identifikasi Kerangka untuk perkiraan umur
Walaupun umur sebenarnya tidak dapat ditentukan dari tulang, namun perkiraan
umur seseorang dapat ditentukan. Biasanya pemeriksaan dari os pubis, sakroiliac joint,
cranium, artritis pada spinal dan pemeriksaan mikroskopis dari tulang dan gigi
memberikan informasi yang mendekati perkiraan umur. Untuk memperkirakan usia,
bagian yang berbeda dari rangka lebih berguna untuk menentukan perkiraan usia pada
range usia yang berbeda. Range usia meliputi usia perinatal, neonatus, bayi dan anak kecil,
usia kanak-kanak lanjut, usia remaja, dewasa muda dan dewasa tua.
Pemeriksaan terhadap pusat penulangan (osifikasi) dan penyatuan epifisis tulang
sering digunakan untuk perkiraan umur pada tahun-tahun pertama kehidupan. Pemeriksaan
ini dapat dilakukan menggunakan foto radiologis atau dengan melakukan pemeriksaan
langsung terhadap pusat penulangan pada tulang. (Budiyanto, 1997)
Pemeriksaan terhadap penutupan sutura pada tulang-tulang atap tengkorak guna
perkiraan umur sudah lama diteliti dan telah berkembang berbagai metode, namun pada
akhirnya hampir semua ahli menyatakan bahwa cara ini tidak akurat dan hanya dipakai
dalam lingkup dekade (umur 20-30-40 tahun) atau mid-dekade (umur 25-35-45 tahun)
saja. (Budiyanto, 1997)
Umur dalam tiga tahapan :
1. Bayi baru dilahirkan
Neonatus, bayi yg belum mempunyai gigi, sangat sulit untuk menentukan
usianya karena pengaruh proses pengembangan yang berbeda pada masingmasing individu. Bayi dan anak kecil biasanya telah memiliki gigi.
Pembentukan gigi sering kali digunakan untuk memperkirakan usia. Gigi
permanen mulai terbentuk saat kelahiran, dengan demikian pembentukan

dari gigi permanen merupakan indikator yang baik untuk menentukan usia.
Beberapa proses penulangan mulai terbentuk pada usia ini, ini berarti
bagian-bagian yang lunak dari tulang mulai menjadi keras. Namun, ini
bukan faktor penentuan yg baik. Pengukuran tinggi badan diukur :
Streeter : tinggi badan dari puncak kepala sampai tulang ekor
Haase : tinggi badan diukur dari puncak kepala sampai tumit
Umur
1 bulan
2 bulan
3 bulan
4 bulan
5 bulan

Panjang
1 cm
4 cm
9 cm
16 cm
25 cm

Umur
6 bulan
7 bulan
8 bulan
9 bulan
10 bulan

Panjang
30 cm
35 cm
40 cm
45 cm
50 cm

2. Anak dan dewasa sampai umur 30 tahun


Masa kanak-kanak lanjut dimulai saat gigi permanen mulai tumbuh.
Semakin banyak tulang yang mulai mengeras. Masa remaja menunjukkan
pertumbuhan tulang panjang dan penyatuan pada ujungnya. Penyatuan ini
merupakan teknik yang berguna dalam penentuan usia. Masing-massing
epifisis akan menyatu pada diafisis pada usia-usia tertentu. Dewasa muda
dan dewasa tua mempunyai metode-metode yang berbeda dalam penentuan
usia; penutupan sutura cranium; morfologi dari ujung iga, permukaan
aurikula dan simfisis pubis; struktur mikro dari tulang dan gigi.
Persambungan speno-oksipital terjadi pada umur 17 25 tahun.
Tulang selangka merupakan tulang panjang terakhir unifikasi.
Unifikasi dimulai umur 18 25 tahun.
Unifikasi lengkap 25 30 tahun, usia lebih dari 31 tahun sudah lengkap
Tulang belakang sebelum 30 tahun menunjukkan alur yang dalam dan
radier pada permukaan atas dan bawah.
3. Dewasa > 30 tahun
Sutura kranium (persendian non-moveable pada kepala) perlahan-perlahan
menyatu. Walaupun ini sudah diketahui sejak lama, namun hubungan
penyatuan sutura dengan penentuan umur kurang valid. Morfologi pada
ujung iga berubah sesuai dengan umur. Iga berhubungan dengan sternum
melalui tulang rawan. Ujung iga saat mulai terbentuk tulang rawan awalnya
berbentuk datar, namun selama proses penuaan ujung iga mulai menjadi
kasar dan tulang rawan menjadi berbintik-bintik. Iregularitas dari ujung iga
mulai ditemukan saat usia menua.

Gambar : Perkembangan Tengkorak Berdasar Umur


Pemeriksaan tengkorak :
Pemeriksaan sutura, penutupan tabula interna mendahului eksterna
Sutura sagitalis, koronarius dan sutura lambdoideus mulai menutup
umur 20 30 tahun
Sutura parieto-mastoid dan squamaeus 25 35 tahun tetapi dapat tetap
terbuka sebagian pada umur 60 tahun.
Sutura spheno-parietal umumnya tidak akan menutup sampai umur 70
tahun.

Pemeriksaan permukaan simfisis pubis dapat memberikan skala umur dari 18 tahun
hingga 50 tahun, baik yang dikemukakan oleh Todd maupun oleh Mokern dan Stewart.
Mokern dan Stewart membagi simfisis pubis menjadi 3 komponen yang masing-masing
diberi nilai. Jumlah nilai tersebut menunjukkan umur berdasarkan sebuah tabel.Schranz
mengajukan cara pemeriksaan tulang humerus dan femur guna penentuan umur.
Demikian pula tulang klavikula, sternum, tulang iga dan tulang belakang
mempunyai ciri yang dapat digunakan untuk memperkirakan umur.Nemeskeri, Harsanyi
dan Ascadi menggabungkan pemeriksaan penutupan sutura endokranial, relief permukan
simfisis pubis dan struktur spongiosa humerus proksimal/epifise femur, dan mereka dapat
menentukan umur dengan kesalahan sekitar 2,55 tahun.Perkiraan umur dari gigi dilakukan
dengan melihat pertumbuhan dan perkembangan gigi (intrauterin, gigi susu 6 bulan-3
tahun, masa statis gigi susu 3-6 tahun, geligi campuran 6-12 tahun).Selain itu dapat juga
digunakan metode Gustafson yang memperhatikan atrisi (keausan), penurunan tepi gusi,
pembentukan

dentin

sekunder,

semen

sekunder,

transparasi

dentin

dan

penyempitan/penutupan foramen apikalis.


Ketika tidak ada yang dapat diidentifikasi, gigi dapat membantu untuk
membedakan usia seseorang, jenis kelamin,dan ras. Hal ini dapat membantu untuk
membatasi korban yang sedang dicari atau untuk membenarkan/memperkuat identitas

korban. Perkembangan gigi secara regular terjadi sampai usia 15 tahun. Identifikasi
melalui pertumbuhan gigi ini memberikan hasil yang yang lebih baik daripada
pemeriksaan antropologi lainnya pada masa pertumbuhan. Pertumbuhan gigi desidua
diawali pada minggu ke 6 intra uteri. Mineralisasi gigi dimulai saat 12 16 minggu dan
berlanjut setelah bayi lahir. Trauma pada bayi dapat merangsang stress metabolik yang
mempengaruhi pembentukan sel gigi. Kelainan sel ini akan mengakibatkan garis tipis yang
memisahkan enamel dan dentin di sebut sebagai neonatal line. Neonatal line ini akan tetap
ada walaupun seluruh enamel dan dentin telah dibentuk. Ketika ditemukan mayat bayi, dan
ditemukan garis ini menunjukkan bahwa mayat sudah pernah dilahirkan sebelumnya.
Pembentukan enamel dan dentin ini umumnya secara kasar berdasarkan teori dapat
digunakan dengan melihat ketebalan dari struktur di atas neonatal line. Pertumbuhan gigi
permanen diikuti dengan penyerapan kalsium, dimulai dari gigi molar pertama dan
dilanjutkan sampai akar dan gigi molar kedua yang menjadi lengkap pada usia 14 16
tahun. Ini bukan referensi standar yang dapat digunakan untuk menentukan umur,
penentuan secara klinis dan radiografi juga dapat digunakan untuk penentuan
perkembangan gigi.

Gambar : x ray gigi pada anak - anak


Gambar diatas memperlihatkan gambaran panoramic X ray pada anak-anak.

a) Gambaran yang menunjukkan suatu pola pertumbuhan gigi dan perkembangan


pada usia 9 tahun (pada usia 6 tahun terjadi erupsi dari akar gigi molar atau gigi 6
tapi belum tumbuh secara utuh).
b) Dibandingkan dengan diagram yang diambil dari Schour dan Massler pada gambar
(b) menunjukkan pertumbuhan gigi pada anak usia 9 tahun.
Penentuan usia antara 15 dan 22 tahun tergantung dari perkembangan gigi molar tiga yang
pertumbuhannya bervariasi. Setelah melebihi usia 22 tahun, terjadi degenerasi dan
perubahan pada gigi melalui terjadinya proses patologis yang lambat dan hal seperti ini
dapat digunakan untuk aplikasi forensik.

BAB III
KESIMPULAN

Pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta perkembangan social


budaya mengakibakan tingginya angka kecelakaan, pembunuhan dan peristiwa peristiwa
lain yang kadang kadang mengakibatkan kesulitan dikenalinya korban tersebut. Di lain
pihak adanya tuntutan untuk segera dilakukannya identifikasi secara tepat pada korban
tersebut. Dan salah satu identifikasi yang paling penting adalah umur.
Penentuan umur dapat dilakukan dengan pemeriksaan penutup sutura, inti
penulangan, penyatuan tulang serta pemeriksaan gigi.

BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

1. Idris AM. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi pertama. Jakarta. Bina Rupa
Aksara:1997.44
2. Forensic Anthropology. http://www.journals.uchicago.edu [diakses 4 juli 2011]
3. Stimson, P. G, Mertz, C. A, 1997. Forensic Dentistry, CNC Press Boca Raton, New

York.
4. Clark, D. H, 1992, Practical Forensic Odontology, Butterworth-Heinemann Ltd,
Melksham, Great Britain.

Anda mungkin juga menyukai