Anda di halaman 1dari 3

7 Langkah Mencuci

Hati
ketika memulai shalat aku merasa kabah di depanku, surga di kananku,
neraka di kiriku, shirathal mustaqim di telapk kakiku, dan izrail telah
menunggu di belakangku yang siap menyabut nyawa

,
,
,
,
.
.

.
Maasyiral Muslimin Rahimakumullah
Pada kesempatan kali ini, khatib hendak mengisi khutbah jumat ini dengan dua buah kisah
teladan dari sayyidina Umar bin Khattab radhiallahu anhu dan Hatim al-Asham. Kisah ini
semoga dapat menjadi inspirasi kita bersama dalam beramal dan menjalankan ibadah keseharian.
Sehingga kita benar-benar menjadi seorang muslim yang sehat lahir dan bathin.
Jamaah Jumah yang Berbahagia
Suatu ketika seorang sufi ahli ibadah bernama Hatim al-Asham (w. 237 M) diminta penjelasan
oleh Ashim bin Yusuf setelah pengajian majlis talimnya. Ashim bin Yusuf adalah seorang ahli
fiqih yang melihat segalanya dari kacamata syariah. Ashim bertanya kepada Hatim ya Syaikh
bagaimanakah cara kamu melaksanakan shalat?
Hatim al-Asham sebagai ahli tarekat dan syariat menjawab ketika masuk waktu shalat aku
berwudhu dengan dua wudhu, wudhu lahir dan wudhu bathin. Wudhu lahir itu syariat dan wudhu
bathin adalah haqiqat. Ashim bin Yusuf sebagai santri yang berkonsentrasi pada fiqih agak
terkejut. Sebelum memperpanjang keterkejutannya Hatim al-Asham segera menerangkan bahwa
wudhu lahir dilakukan dengan membersihkan anggota badan menggunakan air. Kalau wudhu
bathin itu harus mencuci hati (salamatush shadri) dengan tujuh hal. 1) Dicuci dengan rasa
penyesalan an-nadamah. Menyesali dari berbagai kesalahan dan menyesali karena meninggalkan
kebaikan. Mengenai an-nadamah ini, kisah Sayyidina Umar bin Khattab ra patut didengarkan.
Jamaah Jum'ah yang Dimuliakan Allah

Sayyidina Umar bin Khattab ra memiliki kebun kurma di Madinah. Pohon-pohon kurmanya
berbuah dengan kwalitas bagus, manis dan legit. Tidak hanya itu saja, bahkan di dalam kebun itu
terdapat satu sumber air, padahal sudah maklum sulitnya sumber air di Madinah. Betapa
bahagianya hati Sayyidina Umar memiliki kebun tersebut, hingga seringkali beliau berjalan
mengelilingi dan memeriksa hasil perkebunannya. Hingga suatu saat sepulang dari kebun itu
beliau berjumpa dengan para sahabat yang berjalan bersamaan. Kemudian Sayyidina Umar
bertanya dari manakah gerangan kalian berjalan bersama-sama? para sahabat menjawab ini
dari pulang berjamaah ashar kontan saja sayyidina umar berucap innalilahi wa inna ilaihi
rojiun, jadi ini tadi habis jamaah ashar? Masyaallah saksikanlah para sahabat, karena aku
ketinggalan jamaah karena kebun kurma ini, maka kebun ini aku wakafkan kepada fakir miskin
Demikianlah selayaknya contoh yang harus kita teladani dalam hal penyesalan meninggalkan
satu ibadah kebaikan. Bacaan taroji yang berbunyi innalilahi wa inna ilaihi rojiun, sebenarnya
merupakan ungkapan ketika seseorang mendapatkan cobaan dan musibah. Jadi suburnya kebun
dan sumber air bagi sayyidina Umar tidak lain hanyalah cobaan yang menimpa dirinya. Dan
kalimat innalilahi wa inna ilaihi rojiun menunjukkan betapa penyesalan yang luar bisa dari
beliau akibat ketinggalan shalat jamaah ashar.
Apakah demikian keadaan kita, pernahkan kita berucap innalilahi wa inna ilaihi rojiun ketika
ketinggalan satu shalat jamaah? Ada juga kita innalilahi wa inna ilaihi rojiun ketika gelas
ditangan kita terjatuh, ketika makanan tertumpah dari tangan. Bukankah itu sama artinya kita
lebih menghargai gelas dan maknan dari pada shalat jamaah?
Selanjutnya, Jamaah Jum'ah Rahimakumullah
Yang ke-2, hati harus dicuci dengan taubat. Taubat nashuha sesungguh-sungguhnya. Bertekad
tidak akan mengulanginya lagi. Jika perlu taubat itu disertai dengan puasa tiga hari sebagai bukti
kesungguhan dan membiasakan shalat di malam hari. Yang ke- 3, hati harus dicuci dengan
meninggalkan cinta dunia atau tarku hubbid dunya, mengapa? liannahu rasu kulli khatiathin.
Karena cinta dunia mengakibatkan kesalahan. Mengapa menipu? Karena hubbid dunya, mengapa
selingkuh? Karena hubbid dunya, mengapa korupsi? Karena hubbid dunya.
Yang ke-4 hati dicuci dengan menjauhkan diri dari suka kekuasaan hubbur riyasah sesunggunya
kekuasaan sering menyibukkan manusia dan memalingkannya dari Allah Yang Maha Kuasa.
yang ke-5, hati harus dicuci dengan meninggalkan suka dipuji hubbul mahmadah. Pujian
seringkali menenggelamkan manusia dalam ke-Aku-annya yang mengakibatkan kesombongan
yang luar biasa. Dan ke-6, baiknya hati dicuci dari dendam tarkul hiqdi. Meninggal dan
melupaka dendam yang secara otomatis akan membawa seseorang tabah dan sabar menghadapi
cobaan dan rasa sakit dari orang lain yang disebut hamlul adza. Dan terakhir, yang ke-7 baiknya
hati dicuci dengan Tarkul Hasad, meninggalkan hasud yang sangat berbahaya. Sebagaimana
bahayanya api yang dengan cepat membakar kayu.
Demikian Maasyiral Muslimin
Hatim memaknai wudhu secara bathin. Lalu bagaimanakah cara beliau melaksanakan shalat.
Kemudian lanjut Hatim al-Asham, ketika memulai shalat aku merasa kabah di depanku, surga
di kananku, neraka di kiriku, shirathal mustaqim di telapk kakiku, dan izrail telah menunggu di
belakangku yang siap menyabut nyawa. Inilah praktik Qashrul amal (pendek angan-angannya).
yaitu semangat yang mampu mendorong untuk beribadah lebih ditingkatkan. Selalu merasa
psimis sehingga menjadikan semangat ibadah yang tinggi.
Jamaah yang Berbahagia

Demikianlah khutbah jumah kali ini yang disampaikan melalui kisah dan cerita. Sesungguhnya
dalam kisah itu terdapat hikmah yang dapat dijadikan uswah bagi kita semua. Ya Allah
jadikanlah kami semua bagian dari orang-orang yang beruntung yang mampu menjalankan
perintahmu secara benar dan meninggalkan laranganmu dengan benar pula, amin.





Khutbah II



.







.









.


. .
!

Anda mungkin juga menyukai