Anda di halaman 1dari 6

Trauma hati akut pada pasien dengan kecanduan alkohol: kasus

yang mencerminkan hepatitis autoimun atau trauma hati yang


diinduksi obat4
Masahiro Hayashi, Tatsuo Kanda, Masato Nakamura, Tatsuo Miyamura, Shin Yasui, Shingo Nakamoto, Shuang Wu, Makoto
Arai, Fumio Imazeki, Osamu Yokosuka
2014

Ringkasan
Sejumlah pasien dengan kecanduan alkohol dapat memperlihatkan kelainan
hasil laboratorium dan histology atipik / tidak khas sejak awal yang mencerminkan
hepatitis imun atau trauma hati yang diinduksi obat. Meski dengan biopsi hati, ini
dapat menjadi kesulitan dalam mendiagnosa pasien tertentu dengan kecanduan
alkohol. Meski demikian, pemeriksaan berkelanjutan yang teliti / berhati-hati pada
pasien kami dan konsultasi berulang dengan dokter spesialis jiwa sukses
mendiagnosa kecanduan alkohol dan trauma hatinya. Mekanisme imun dari penyakit
hati pecandu alkohol, hepatitis autoimun, dan trauma hati yang diinduksi obat dapat
saling bertumpang tindih. Pasien tertentu mengalami hepatitis autoimun dengan flare
di latar belakang penyalahgunaan alkohol. Pasien tertentu dengan penyalahgunaan
alkohol dapat memiliki riwayat trauma hati yang diinduksi obat. Hal ini mungkin
sejalan dengan fakta bahwa kecanduan alkohol menunjukkan kelainan hasil
laboratorium sejak awal yang berhubungan dengan hepatitis autoimun atau trauma
hati yang diinduksi obat. Dengan pemeriksaan yang teliti, klinisi sebaiknya
mengingatkan dirinya sendiri bahwa kecanduan alkohol adalah tidak selalu ada untuk
menimbulkan penyakit hati, karena banyak pasien dengan penyakit hati yang tidak
memenuhi kriteria kecanduan alkohol.

Pendahuluan
Penyakit hati diluar hepatitis autoimun dapat memperlihatkan hasil
laboratorium seperti hepatitis autoimun. Trauma hati karena kecanduan alkohol
sebagaimana trauma hati yang diinduksi obat kadang mencerminkan hepatitis kronik.
Telah dilaporkan bahwa aktifasi sel imun yang telah ada sejak lahir dan proses
inflamasi memainkan peran penting dalam patologi penyakit hati karena kecanduan
alkohol. Reseptor gerbang 4 (sejenis reseptor pada sel kupfer dan makrofag limpa
yang bertugas mengenal material asing, bakteri, dll) mencul pada sel imun yang telah
ada sejak lahir dan sel hati untuk mengenali racun dalam tubuh yang dibawa usus,
dan aliran hilir reseptor gerbang 4 dapat diaktifkan melalui faktor regulator interferon
3. Obat-obatan dan/atau hasil metabolismenya dan faktor pertahanan inangnya adalah
jarang terlibat dalam keanehan trauma hati yang diinduksi obat dan memicu
penghancuran sel yang diperantarai oleh sel T atau respon imunitas sel B. hasil ini
menunjukkan

bahwa

mekanisme

penyakit-penyakit

hati

ini

mungkin

bertumpangtindih.
Kami melaporkan seorang perempuan dengan kecanduan alkohol yang
awalnya menunjukkan kelainan laboratorium yang mencerminkan hepatitis autoimun
atau trauma hati yang diinduksi obat. Meski dengan biopsi hati, sulit untuk
mendiagnosisnya. Perhatian harus diberikan pada fakta bahwa trauma hati karena
kecanduan alkohol pada sejumlah kasus mencerminkan hepatitis autoimun atau
trauma hati yang diinduksi obat.

Laporan kasus
Wanita jepang berumur 50 tahun dirujuk ke rumah sakit universitas Chiba
pada bulan April 2012 karena kekuningan dan hasil pemeriksaan hati yang tidak

normal. Wanita ini mengkonsumsi sejumlah obat untuk depresi dan hipertensinya,
juga mengkonsumsi alkohol (90 gram perhari). Setahun sebelum rujukan, wanita ini
mengalami trauma hati yang diinduksi obat karena Mianserin yang digunakan untuk
depresinya. Tinggi dan berat badannya adalah 152 cm dan 55 kg secara berturutan.
Wanita ini tidak mengalami kelainan fungsi hati yang berasal dari otak. Penemuan
laboratorium adalah sebagai berikut: jumlah sel darah putih 7.100/L dengan
eosinofil 0,8%, keping darah 155.000/L, waktu protrombin 18% dengan
perbandingan internasional yang dinormalkan 2,36, protein total 5,3 g/dL, bilirubin
total 21,9 mg/dL dengan bilirubin langsung 15,0 mg/dL, fosfatase basa 313 IU/L,
aminotransferase aspartat 314 IU/L, aminotransferase alanin 112 IU/L, dan
transpeptidase glutamil 190 IU/L. Imunoglobulin G serum 1.695 mg/dL dan
imunoglobulin M 116 mg/dL adalah normal, tapi antibodi inti sel tidak terdeteksi
(x80). Pemeriksaan serologis virus untuk infeksi akut virus hepatitis A, B, C dan E,
sitomegalovirus, dan virus Epstein-Barr tidak terdeteksi. Penemuan CT scan dan
USG perut menunjukkan hati yang tidak mengalami atrofi/pengerutan dengan sedikit
ascites/cairan bebas di rongga perut. Kami mencurigainya sebagai hepatitis autoimun
atau trauma hati yang diinduksi obat, meski nilainya rendah untuk hepatitis autoimun,
dan diberikan kortikosteroid. Wanita ini diistirahatkan dan diberikan nutrisi diluar
saluran cerna melalui sirkulasi perifer.
Setelah dua minggu, aminotransferase aspartat 73 IU/L, aminotransferase
alanin 136 IU/L, bilirubin total 3,4 mg/dL dan waktu protrombin 92% yang membaik
banyak, dan biopsi hati dilakukan untuk mendiagnosis penyakitnya. Susunan sel hati
didapatkan tanpa sirosis (pembentukan jaringan parut pada hati), dan peradangan
daerah periportal yang nyata dengan kematian sel lobulus sentral. Ada sel
mononuklear di daerah hati, tapi infiltrasi sel plasma yang nyata tidak ditemukan.
Hasil pemeriksaan ini mungkin dipengaruhi oleh terapi kortikosteroid. Kami
mendiagnosa wanita ini dengan hepatitis kronik eksaserbasi akut dengan penyebab
yang tidak diketahui. Setelah kira-kira 1 bulan, wanita ini dipulangkan dengan

aminotransferase aspartat 22 IU/L, aminotransferase alanin 56 IU/L, bilirubin total


1,8 mg/dL dan waktu protrombin 98%. Dua bulan kemudian, hasil pemeriksaan
hatinya mendadak menjadi tidak normal aminotransferase aspartat 76 IU/L,
aminotransferase alanin 249 IU/L, dan transpeptidase glutamil 1.262 IU/L). Pada
saat yang sama, kami menjadi mewaspadai konsumsi alkoholnya dan wanita ini
didiagnosa dengan kecanduan alkohol oleh dokter spesialis jiwa.

Diskusi
Kami memberikan pasien dengan penemuan biopsi hati yang tidak
menunjukkan keterlibatan alkohol dan konsentrasi transpeptidase glutamil saat
masuk rumah sakit pertama kalinya yang jauh lebih rendah dibandingkan yang kedua
kalinya. Yang tidak menguntungkan, kami tidak mewaspadai kecanduan alkoholnya
saat wanita itu sedang dirawat. Pasien ini memiliki riwayat trauma hati yang dipicu
obat, dan biopsi hati menunjukkan hepatitis kronik aktif tapi tidak ada sirosis hati.
Konsumsi alkohol dan penyakit hati kronik lainnya adalah kondisi pemberat umum
dan dapat menimbulkan trauma hati ulangan dalam bentuk penyakit hati autoimun
atau hepatitis virus kronik. Hasil yang sejalan ini dapat menyebabkan peningkatan
peradangan hati dan peningkatan kecepatan pembentukan jaringan parut, meskipun
keterlibatan konsumsi alkohol pada pasien dengan trauma hati akut ini masih belum
jelas. Hal ini dapat menjelaskan kenapa pasien kami mengalami trauma hati berat
dengan gangguan pembekuan darah.
Konsumsi alkohol telah diperkenalkan sebagai faktor resiko trauma hati yang
dipicu obat, meski masih kekurangan bukti pendukung. Kami memperkirakan
konsumsi alkohol mungkin memperburuk trauma hati kronik yang telah ada
sebelumnya dengan cara yang belum diketahui. Ada beberapa mekanisme dari
konsumsi alkohol yang mungkin dapat menjelaskan flare pada hepatitis. Ada laporan

terbaru mengenai penghapusan gen Sirtuin 1, yaitu nukleotid adenine kembar


nikotinamid tergantung protein deasetilase yang mengatur metabolisme lemak pada
sel hati dengan merubah histon dan faktor transkripsi, menghasilkan steatosis
(kenampakan histologik yang menyertai temuan kematian sel hati, trauma saluran
empedu, sumbatan saluran empedu, terhalangnya jalur pemindahan lemak,
terhambatnya pembentukan protein, atau ketidakseimbangan oksidasi asam lemak di
mitokondria yang mengyebabkan asidosis laktat dan penumpukan trigliserid dalam
sel), peradangan, dan pembentukan jaringan parut sebagai tanggapan untuk
keberadaan etanol. Pada penyakit hati yang diinduksi alkohol, ketergantungan
MyD88 tapi diperantarai IRF3 untuk mengirimkan sinyal reseptor gerbang 4
memainkan peranan dalam peradangan hati yang berkaitan dengan alkohol dan
kerusakan hati. Lipopolisakarida yang dibawa usus, pengikat reseptor gerbang 4,
memainkan peranan penting dalam memicu dan mempertahankan keaktifan sel
Kupffer pada hepatitis pada pecandu alkohol. Sinyal sel imunitas yang telah ada sejak
lahir mungkin penting dalam kematian sel hati.
Pada kasus saat ini, pemeriksaan fungsi hati, pemeriksaan histologi, jenis
kelamin perempuan, dan keberadaan antibodi anti inti sel (salah satu kriteria
peradangan lupus sistemik) dan perbaikan signifikan penyakit dengan pemberian
kortikosteroid adalah poin penting untuk mendiagnosis hepatitis autoimun
(eksaserbasi akut maupun kronik) meski nilai untuk hepatitis autoimunnya rendah.
Hasil pemeriksaan hati yang memburuk dua bulan kemudian mungkin menjadi
penanda pasti untuk hepatitis autoimun. Pemeriksaan histologi hati untuk kasus ini
terlihat tenang sebagai hal penting untuk hepatitis pada pecandu alkohol: steatosis,
fibrosis disekitar sel dan vena halus yang bermakna, degnerasi yang mengembang
dengan inflamasi yang dipenuhi neutrofil, dan badan Mallory tanpa mengindahkan
berapapun peningkatan kadar transpeptidase glutamil . Transferin yang kekurangan
karbohidrat, salah satu penanda biologis pecandu alkohol, mungkin dapat berguna.

Biasanya hepatitis autoimun didiagnosa setelah menyingkirkan keterlibatan


alkohol, virus hepatitis B dan C sebagai penyebab trauma hati. Sejumlah pasien
mengalami hepatitis autoimun dengan flare, dan riwayat kecanduan atau
penyalahgunaan alkohol. Hal ini mungkin sejalan dengan fakta bahwa kecanduan
alkohol memperlihatkan hasil laboratorium tidak khas dari hepatitis autoimun atau
trauma hati yang diinduksi obat sejak awal.
Sebagai kesimpulan, adalah penting untuk mengingatkan dirinya sendiri
bahwa kecanduan alkohol tidak diperlukan untuk menghasilkan penyakit hati, karena
banyak pasien dengan penyakit hati tapi tidak memenuhi kriteria untuk kecanduan
alkohol. Pada beberapa kasus, sulit untuk mendiagnosa trauma hati karena kecanduan
alkohol bahkan dengan biopsi hati. Pada kasus manapun, pasien harus diperingati
untuk berhenti mengkonsumsi minuman beralkohol meski telah dipulangkan. Meski
demikian, pemeriksaan berkelanjutan yang teliti pada pasien dan konsultasi dengan
dokter spesialis jiwa adalah berguna untuk mendiagnosa kecanduan alkohol dan
trauma hati yang berhubungan dengannya.

Anda mungkin juga menyukai