Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Seks merupakan sesuatu hal yang mudah, tetapi sekaligus sering merupakan

permasalahan mencolok serta cukup kompleks. Seks meerupakan energi psikis yang
menghantrkkan manusia untuk melakukan tindakan yang bersifat seksual dalam
bentuk persetubuhan (coitus), baik dengan tujuan reproduksi maupun tidak, serta
disertai dengan suatu penghayatan yang menyenangkan.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dikemukakan bahwa seksualitas
adalah ciri, sifat, atau peran seks. Dari artinya saja sudah jelas bahwa seksualitas
menunjuk kepada sesuatu yang kompleks yang ada dalam diri manusia. Orang sering
memandang seksualitas dalam arti yang sempit yakni terbatas pada alat genital saja.
Dengan kata lain seksualitas dalam arti yang dipersempit menjadi seks yaitu apa yang
kita alami dan kita lakukan dengan alat kelamin kita. Padahal seksualitas mempunyai
arti yang sangat luas dan mendalam dalam perilaku seksual.
Perilaku skesual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrta seksual,
baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis. Bentuk-bentuk tingkah laku
ini dapat beraneka ragam, mulai dari perasaan tertarik hingga tingkah laku berkencan,
bercumbu, berimajinasi, senggama. Objek seksual berupa orang, baik maupun lawan
jenis. Sebagian tingkah laku ini memang tidak memeliki dampak terhadap fisik dan
lingkunagn seksual. Tetapi sebagian perilaku seksual berdampak terhadap kesehatan
seksual itu sendiri.
Kesehatan seksual merupakan suatu hal yang sulit dijelaskan karena
kebanyakan masyarakat menganggap kesehatan seksual adalah suatu peristiwa yang
sulit untuk dijelaskan sehingga menimbulkan suatu anggapan yang salah pelaksanaa
kegiatan seksual yang tidak baik atau tidak sesuai dengan yang diinginkan dapat
menyebabkan terjadinya perubahan terhadap pola seksualitas.
Perubahan pola seksualitas adalah suatu kondisi dimana seorang individu
mengalalmi perubahan kesehatan seksual. Kesehatan seksual adalah integrasi dari
aspek somatik, emosional, rasa cinta, komunikasi, dan kepribadian. (Notoatmodjo, S.
2003 dan Yanti.2011).
1

Rumusan Masalah
Mengapa Obat-obatan dapat mempengaruhi fungsi seksual?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
1. Untuk memenuhi penugasan sebagai prasyarat ujian akhir semeter mata kuliah
seksual and health.
2. Untuk mengetahui pengaruh obat-obatan terhadap fungsi seksual.
1.
2.
3.
1.

1.3.2 Tujuan Khusus


Untuk mengetahui maksud dari seksualitas.
Untuk mengetahui jenis obat-obatan yang dapat mempengaruhi fungsi seksual.
Untuk mengetahui pengaruh obat-obatan tertentu terhadap fungsi seksual.
1.4 Manfaat
Untuk mengetahui hasil penulisan karya ilmiah ini dapat digunakan sebagai salah
satu referensi bagi mahasiswa serta sebagai perbendaharaan kepustakaan di

Universitas Baiturrahmah.
2. Untuk mengetahui hasil penelitian diharapkan dapat memberikan salah satu
pengertian pengaruh obat-obatan terhadap fungsi seksual.
3. Untuk mengetahui gangguan-gangguan yang dapat ditimbulkan obat yang dpat
mempengaruhi fungsi seksual.
4. Untuk mengetahui obat-obat yang mana saja dari satu golongan obat yang dapat
mempengaruhi fungsi seksual tersebut.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.1

2.1 Anatomi Genitalia


Organ Genitalia Masculina
2.1.1.1 Scrotum
Scrotum dapat dianggap sebagai kantong yang menonjol keluar dari bagian
bawah dinding anterior abdomen. Scrotum berisi testis, epididymis, dan ujung bawah
funiculus spermaticus. Dinding scrotum mempunyai lapisan sebagai berikut : (1)
cutis; (2) fascia superficialis, musculus dartos; (3) fascia spermatica externa; (4)
fascia cremasterica; (5) fascia spermatica interna; (6) tunica vaginalis

Gambar 1. Skrotum
2.1.1.2 Testis
Testis merupakan organ kuat mudah bergerak, dan terletak di dalam skrotum.
Testis sinistra biasanya terletak lebih rendah dibandingkan testis dextra. Masingmasing testis dikelilingi oleh tunica albuginea. Spermatogenesis normal hanya dapat
terjadi bila testis berada pada suhu yang lebih rendah daripada suhu di dalam cavitas
abdominalis.

Gambar 2. Testis
2.1.1.3 Epididymis
Epididymis merupakan struktur kuat yang terletak posterior terhadap testis,
dengan ductus deferens pada sisi medialnya. Epididymis mempunyai ujung atas yang
melebar, caput, corpus, dan cauda yang arahnya ke inferior. Epididymis merupakan
saluran yang sangat berkelok-kelok yang panjangnya hampir 20 kaki (6 meter) dan
tertanam di dalam jaringan ikat. Saluran yang panjang ini merupakan tempat

penyimpanan spermatozoa untuk menjadi matang. Salah satu fungsi utama


epididymis adalah mengabsorbsi cairan. Fungsi lainnya adalah menambah zat cairan
semen untuk memberikan makanan pada spermatozoa yang sedang mengalami proses
pematangan.

Gambar 3. Epididymis
2.1.1.4 Vas Deferens
Vas deferens merupakan saluran berdinding tebal dengan panjang kurang
lebih 18 inci (45 cm), yang menyalurkan sperma matang dari epididymis ke ductus
ejaculatorius dan urethra. Vas deferens berasal dari cauda epididymis dan berjalan di
dalam canalis inguinalis.

Gambar 4. Vas deferenns


2.1.1.5 Vesicula Seminalis
Vesicula seminalis merupakan dua buah organ yang berlobus dengan panjang
kurang lebih 2 inci (5 cm) dan terletak pada facies posterior vesicae. Fungsi vesicula
seminalis adalah menghasilkan sekret yang ditambahkan pada cairan semen.
Sekretnya mengandung zat yang penting sebagai makanan spermatozoa.

Gambar 5. Vesicula seminalis

2.1.1.6 Ductus Ejaculatorius


Masing-masing ductus ejaculatorius panjangnya kurang dari satu inci serta
dibentuk oleh persatuan ductus deferens dan ductus seminalis. Ductus ejaculatorius
menembus facies posterior prostatae dan bermuara ke uretra pars prostatica, dekat
pinggir utriculus prostaticus. Fungsinya adalah mengalirkan cairan semen ke uretra.

Gambar 6. Ductus ejaculatorius


2.1.1.7 Prostat
Prostat merupakan organ kelenjar fibromuskular yang mengelilingi uretra pars
prostatica. Prostat terdiri atas 5 lobus, yaitu lobus anterior, lobus medius, lobus
posterior, lobi prostatae dexter dan sinister. Fungsi prostate adalah menghasilkan
cairan tipis seperti susu yang mengandung asam sitrat dan fosfatase asam. Cairan ini
ditambahkan ke semen pada waktu ejakulasi. Secret prostat bersifat alkalis dan
membantu menetralkan suasana asam di dalam vagina. (Snell, Richard S. 2006).

Gambar 7. Prostat
2.1.1.8 Urethra Pars Prostatica
Urethra pars prostatica merupakan bagian yang paling lebar dan berdiameter
terbesar di seluruh uretra. Urethra pars prostatica mempunyai panjang kurang
lebih1 inci (3 cm) dan berasal dari collum vesicae. Uretra pars prostatica berjalan

dari basis prostatae sampai ke apex prostatae, selanjutnya di apex prostatae diteruskan
sebagai urethra pars membranacea. (Snell, Richard S. 2006).

Gambar 8. Urethra Pars Prostatica


2.1.2

Organ Genitalia Feminina


2.1.2.1 Ovarium
Masing-masing ovarium berbentuk oval, berukuran 1 x inci (4 x 2 cm),
dan dilekatkan pada bagian belakang ligamentum latum oleh mesovarium. Ovarium
dikelilingi oleh capsula fibrosa tipis, disebut tunica albuginea. Ovarium merupakan
organ yang bertanggung jawab terhadap produksi sel benih perempuan yang disebut
ovum, dan hormone sex perempuan, estrogen dan progesterone, pada wanita dewasa.

Gambar 9. Ovarium
2.1.2.2 Tuba Uterina
Terdapat dua buah tuba uterine, setiap tuba uterine mempunyai panjang
sekitar 4 inci (10 cm) dan terletak pada pinggir atas ligamentum latum. Tuba uterine
terbagi menjadi empat bagian, yaitu (1) infundibulum tubae uterinae, (2) ampula
tubae uterinae, (3) isthmus tubae uterinae, (4) pars uterine. Tuba uterine menerima
ovum dari ovarium dan merupakan tempat terjadinya fertilisasi. Tuba uterine
menyediakan makanan untuk ovum yang telah difertilisasi dan membawa ovum yang
telah difertilisasi ke dalam cavitas uteri. Tuba uterine juga merupakan saluran yang
dilalui oleh spermatozoa untuk mencapai ovum.

Gambar 10. Tuba uterina


2.1.2.3 Uterus
Uterus merupakan organ berongga yang berbentuk buah pir dan berdinding
tebal. Uterus terbagi menjadi fundus, corpus, dan servix uteri. Uterus berfungsi

sebagai

tempat

untuk menerima,

mempertahankan, dan memberi makan ovum yang telah dibuahi. Pada sebagian besar
perempuan, posisi uterusnya adalah anteversio.

Gambar 11. Uterus


2.1.2.4 Vagina
Vagina adalah saluran otot yang terbentang ke atas dan belakang dari vulva
sampai uterus. Panjang vagina kurang lebih 3 inci (8cm). vagina tidak hanya sebagai
saluran kelamin perempuan, tetapi juga merupakan saluran eksresi untuk menstruasi
dan membentuk sebagian jalan lahir. . (Snell, Richard S. 2006).
Gambar 12. Anatomi Genitalia Feminina
2.2 Fisiologi Sistem Reproduksi
2.2.1
Fisiologi Sistem Reproduksi Laki-Laki
Tindakan seks pria melibatkan 2 komponen : (1) ereksi atau mengerasnya
penis yang normalnya lunak agar penis dapat masuk ke dalam vagina, dan (2)
ejakulasi, atau penyemprotan kuat semen ke dalam uretra dan keluar dari penis.

Selain komponen-komponen yang berkaitan erat dengan reproduksi ini, siklus


respons seks mencakup respons fisiologik yang lebih luas yang dapat dibagi menjadi
4 fase :
-

Fase eksitasi yang mencakup ereksi dan peningkatan perasaan seksual


Fase plato yang ditandai oleh intensifikasi respon-respon ini, ditambah respon
yang lebih menyeluruh misalnya peningkatan kecepatan jantung, tekanan

darah, pernapasan dan ketegangan otot


Fase plato yang ditandai oleh intensifikasi respon-respon ini, ditambah respon
yang lebih menyeluruh misalnya peningkatan kecepatan jantung, tekanan

darah, pernapasan dan ketegangan otot


Fase orgasme yang mencakup ejakulasi serta respon lain yang menjadi puncak
eksitasi seksual dan secara kolektif dialami sebagai kenikmatan fisik yang

intens
Fase resolusi yaitu kembalinya genitalia dan sistem tubuh ke keadaan sebelum
rangsangan.

2.1.1.1 Ereksi
Ereksi dicapai melalui pembengkakan penis oleh darah. Penis hampir
seluruhynya terdiri dari jaringan erektil yang dibentuk oleh 3 kolom rongga-rongga
vaskular mirip spons yang terdapat di sepanjang organ ini. Tanpa rangsangan seks,
jaringan erektil hanya mengandung sedikit darah karena arteriol yang mendarahi
rongga-rongga vaskular ini berkontraksi.
Akibatnya penis tetap kecil dan lunak. Selama rangsangan seks, arteriolarteriol ini secara refleks melebar dan jaringan erektil terisi oleh darah sehingga penis
bertambah panjang dan besar serta menjadi kaku. Vena-vena yang mengalirkan darah
dari jaringan erektil penis tertekan secara mekanis oleh pembengkakan dan ekspansi
rongga

vaskular ini sehingga aliran keluar vena berkurang dan hal ini ikut

berkontribusi dalam penumpukan darah atau vasokongesti.


Di medula spinalis bagian bawah baru-baru ini ditemukan adanya pusat
pembentuk ereksi. Melalui pusat ini, stimulasi taktil pada glans akan secara refleks
memicu peningkatan aktivitas vasodilatasi parasimpatis dan penurunan aktivitas
vasokontriksi simpatis dan penurunan aktivitas vasokontriksi simpatis ke arteriol-

10

arteriol penis. Akibatnya adalah vasodilatasi hebat dan cepat arteriol-arteriol tersebut
dan ereksi. Selama lengkung refleks spinal utuh maka ereksi tetap dapat terjadi
bahkan pada pria yang lumpuh akibat cedera medula spinalis yang lebih tinggi.
2.1.1.2 Ejakulasi
Respon ejakulasi keseluruhan terjadi dalam 2 fase : emisi dan ekspulsi
-

Emisi
Pertama, impuls simpatis menyebabkan rangkaian kontraksi otot polos di

prostat, saluran reproduksi dan vesikuloseminalis. Aktivitas kontraktil ini


mengalirkan cairan prostat, kemudian sperma dan akhirnya cairan vesikula seminalis
(secara kolektif disebut semen) ke dalam uretra. Fase refleks ejakulasi ini disebut
emisi.
-

Ekspulsi
Kedua, pengisian uretra oleh semen memicu impuls saraf yang mengaktifkan

serangkaian otot rangka di pangkal penis. Kontraksi ritmik otot-otot ini terjadi pada
interval 0,8 detik dan peningkatan tekanan di dalam penis, memaksa semen keluar
melalui uretra ke eksterior.
-

Orgasme
Kontraksi ritmik yang terjadi selama ekspulsi semen disertai oleh denyut

ritmik involunter otot-otot panggul dan memuncaki intensitas respon tubuh


keseluruhan yang naik selama fase-fase sebelumnya. Respon panggul dan sistemik
yang memuncaki tindakan seks ini berkaitan dengan rasa nikmat intens yang ditandai
oleh perasaan lepas atau puas, suatu pengalaman yang dikenal sebagai orgasme.
-

Resolusi
Selama fase resolusi setelah orgasme, impuls vasokonstriktor memperlambat

aliran darah ke dalam penis, menyebabkan ereksi mereda. Kemudian terjadi relaksasi
dalam, sering disertai rasa lelah. Tonus otot kembali ke normal sementara sistem
kardiovaskular dan pernapasan kembali ketingkat sebelum rangsangan. Setelah terjadi
ejakulasi timbul periode refrakter temporer dengan durasi bervariasi sebelum
rangsangan seks memicu kembaliereksi.

11

2.1.1.3 Transpor Sperma Ke Tuba Uterina


Setelah diendapkan di vagina saat ejakulasi sperma harus berjalan melewati
kanalis servikalis, lalu uterus dan kemudian sampai ke sel telur di sepertiga atas tuba
uterina. Sperma pertama tiba di tuba uterina setengan jam setelah ejakulasi. Sperma
bermigrasi naik melewati kanalis servikalis dengan kemampuannya sendiri.
Setelah sperma masuk ke uterus, kontraksi miometrium mengaduk-aduk
sperma seperti mesin cuci dengan cepat menyebabkan sperma tersebar ke seluruh
rongga uterus. Ketika mencapai tuba uterina. Sperma terdorong ke tempat pembuahan
di ujung atas tuba uterina yang mengarah ke atas. (Sherwood, Lauralee. 2012).
Riset-riset baru menunjukkan bahwa ketika sperma mencapai ampula, ovum
bukan merupakan mitra pasif dalam konsepsi. Sel telur matang mengeluarkan alurin,
suatu bahan kimia yang menarik sperma dan meyebabkan sperma bergerak menuju
gamet wanita yang telah menunggu. Para ilmuwan juga baru-baru ini menemukan
adanya reseptor sperma yang mendeteksi dan berespon terhadap kemoatraktan yang
dikeluarkan oleh ovum. Yang menarik, reseptor ini, yang dinamai hOR17-4 adalah
reseptor olfaktorius (RO), serupa dengan yang ditemukan di hidung untuk persepsi
bau. Menurut anggapan yang sekarang dianut pengaktifan reseptor hOR17-4 pada
pengikatan dengan alurin (sinyal lainnya) dari sel telur memicu suatu jalur pembawa
pesan kedua di sperma yang menyebabkan pelepasan Ca2+ intrasel. Ca2+ ini
selanjutnya mengaktifkan pergeseran mikrotubulus yang menyebakan gerakan ekor
dan berenangya sperma menuju arah sinyal kimiawi.
2.1.1.4 Fertilisasi
Untuk membuahi sebuah ovum, sebuah sperma mula-mula harus melewati
korona radiata dan zona pelusida yang mengelilingi sel telur. Enzim-enzim akrosom,
yang terpajan ketika membran akrosom pecah setelah berkontak dengan korona
radiata, memungkinkan sperma membuat saluran menembus sawar-sawar protektif
ini. Sperma dapat menembus zona pelusida hanya setelah berikatan dengan reseptor

12

spesifik di permukaan lapisan ini. Fertilin, suatu protein yang terdapat di membran
plasma sperma, berikatan dengan integrin sel telur. (Sherwood, Lauralee. 2012).
Kepala sperma yang menyatu tersebut secara perlahan tertarik ke dalam
sitoplasma ovum oleh suatu kerucut yang tumbuh dan membungkusnya. Ekor sperma
sering lenyap dalam proses ini, tetapi kepala membawa informasi genetik yang
penting. Bukti-bukti terakhir menunjukkan bahwa sperma mengeluarkan nitrat oksida
setelah berhasil masuk seluruhnya ke dalam sitoplasma sel telur. Nitrat oksida ini
mendorong pelepasan Ca2+ yang tersimpan di dalam sel telur. Pelepasan Ca2+
intrasel ini memicu pembelahan meitotik akhir oosit sekunder. Dalam satu jam,
nukleus sperma dan sel telur menyatu, berkat adanya suatu kompleks molekul yang
diberikan oleh sperma yang memungkinkan kromosom pria dan wanita menyatu.
(Sherwood, Lauralee. 2012).
2.2.2

Fisiologi Sistem Reproduksi Wanita Untuk Kehamilan


Selama 3-4 jam pertama setelah pembuahan, zigot tetap berada di dalam

ampula, karena penyempitan antara ampula dan saluran tuba uterina, sisanya
menghambat pergerakan lebih lanjut zigot menuju uterus. Namun, selama tahap ini
zigot tidak tinggal diam. Zigot cepat mengalami sejumlah pembelahan sel mitotik
utnuk membentuk suatu bola pedar sel-sel yang disebut morula.
Sekitar 3-4 hari setelah ovulasi, progesteron diproduksi dalam jumlah
memadai untuk melemaskan kontriksi tuba uterina sehingga morula dapat dengan
cepat terdorong ke dalam uterus oleh kontraksi peristaltik tuba uterina dan aktivitas
silia. Penundaan sementara mudigah yang baru terbentuk masuk ke dalam uterus
untuk menunjang mudigah sampai implantasi berlangsung. Jika tuba terlalu cepat di
uterus morula akan mati.
Pada saat endometrium siap menerima implantasi (sekitar seminggu setelah
ovulasi), morula telah turun ke uterus dan terus berproliferasi dan berdiferensiasi
menjadi blastokista.
Blastokista adalah suatu bola berongga berlapis tunggal dan terdiri dari sekitar
50 sel mengelilingi sebuah rongga berisi cairan, dengan suatu massa padat sel-sel

13

berkelompok di satu sisi. Massa padat ini, yang dikenal sebagai massa sel dalam,
berkembang menjadi mudigah/ janin itu sendiri. Blastokista sisanya tidak membentuk
janin tetapi memiliki peran suportif selama kehidupan intrauteri. Lapisan tipis paling
luar. Trofoblas, melaksanakan implantasi dan kemudian berkembang menjadi
plasenta bagian janin.
Implantasi dimulai ketika, setelah berkontak dengan endometrium. Sel-sel
trofoblastik yang menutupi massa sel dalam mengeluarkan enzim-enzim pencernaan
protein. Enzim-enzim ini mencerna sel-sel endometrium dan membentuk jalan
sehingga genjol-genjol sel trofoblas mirip jari dapat menembus dalam endometrium.
Melalui efek kanibalistiknya, trofoblas melakukan fungsi ganda (1)
menyelesaikan implantasi dengan membuat lubang di endometrium untuk blastokista
dan (2) menyediakan bahan mentah dan bahan bakar metabolik untuk mudigah yang
sedang berkembang sewaktu tonjolan-tonjolan trofoblastik menguraikan jaringan
endometrium kaya nutrien.
Jaringan endometrium mengalami modifikasi sedemikian rupa di tempat
implantasi disebut desidua. Ke dalam jaringan desidua inilah blastokista terbenam.
Lapisan trofoblas terus mencerna sel-sel desidua sekitar, menghasilkan energi untuk
mudigah sampai plasenta terentuk.
Untuk mempertahankan pertumbuhan mudigah/janin selama kehidupan
intrauterinnya, segera terbentuk plasenta, suatu organ khusus pertukaran antara darah
ibu dan janin.
Pada hari ke-12, mudigah telah terbenam di dalam desidua. Pada saat itu
lapisan trofoblas telah memiliki ketebalan 2 lapisan sel dan disebut korion. Seiring
dengan terus berkembangnya dan dihasilkannya enzim-enzim oleh korion, terbentuk
anyaman-anyaman rongga-rongga yang ektensif di dalam desidua. Korion yang
meluas menggerus dinding kapiler desidua, menyebabkan darah itu bocor dari kapiler
dan mengisi rongga-rongga ini. Darah dicegah membeku oleh suatu antikoagulan
yang dihasilkan korion. Segera mudigah yang sedang tumbuh ini mengirim kapiler ke
dalam tonjolan korion untuk membentuk vilus plasenta. (Ganong. W.F. 1992).

14

Setiap vilus plasenta berisi kapiler mudigah (kemudian janin) yang dikelilingi
oleh suatu lapisan tipis jaringan korion, yang memisahkan darah mudigah/ janin dari
darah ibu di ruang antara vilus. Semua pertukaran antara kedua aliran darah
berlangsung menembus sawar yang sangat tipis ini. Keseluruhan sistem struktur ibu
(desidua) dan janin (korion) yang saling terkait ini membentuk plasenta.
Sepanjang gestasi, darah janin secara terus-menerus mengalir antara virus
plasenta dan sistem sirkulasi janin melalui arteri umbilikalis dan vena umbilikalis,
yang terbungkus di dalam korda umbilikalis (tali pusat), suatu penghubung antara
janin dan plasenta.
Sementara itu, selama waktu implantasi dan awal perkembangan plasenta,
massa sel dalam membentuk rongga amnion berisi cairan di antara korion dan bagian
massa sel dalam yang ditakdirkan menjadi janin. Lapisan epitel yang membungkus
rongga

amnion

disebut

kantung

amnion

atau

amnion.

Seiring

dengan

perkembangannya, kantong amnion akhirnya menyatu dengan korion membentuk


suatu membran kombinasi yang mengelilingi mudigah/ Janin. Cairan rongga amnion,
cairan amnion (cairan ketuban), yang komposisinya serupa dengan CES (Cairan
Ekstra Seluler) normal, mengelilingi dan menjadi bantahan bagi janin sepanjang
kehamilan. (Ganong. W.F. 1992).
2.3 Definisi Seksualitas
Seks adalah alat kelamin, mengacu pada sifat-sifat biologis yang secara kasat
mata berbentuk fisik yang mendefinisikan manusia sebagai perempuan atau laki-laki.
Istilah seks seringkali diartikan sebagai kegiatan seksual tetapi dalam konteks
perbincangan tentang seksualitas seks diartikan sebagai jenis kelamin. Penggolongan
jenis kelamin terdiri atas laki-laki, perempuan dan interseks (seseorang memiliki
karakteristik jenis kelamin laki-laki dan perempuan).
Pengertian seksualitas tidak bisa begitu saja diwakili oleh sebuah kalimat yang
bisa langsung menjelaskan tentang makna dari seksualitas tersebut. Berikut ini bisa
membantu kita memaknai seksualitas:

15

1. Salah satu aspek dalam kehidupan manusia sepanjang hidupnya yang berkaitan
dengan alat kelaminnya. Seksualitas dialami dan diungkapkan dalam pikiran,
khayalan, gairah, kepercayaan, sikap, nilai, perilaku, perbuatan, peran dan
hubungan.
2. Seksualitas lebih dari sekedar perbuatan seksual atau siapa melakukan apa dengan
siapa.
3. Seksualitas merupakan salah satu bagian dari kehidupan seseorang, bukan
keseluruhannya. (Dariyo, 2004).
2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Fungsi Seksual dalam Kebutuhan
2.4.1

Seksual
Faktor fisik
Seseorang dapat mengalami penurunan seksual karena alasan fisik. Aktiviatas seksual
dapat mengakibatkan nyeri dan ketidaknyamana. Bahwa dengan membayangkan
berhubungan seks dapat menyakitkan sudah menurunkan keinginan seks. Penyakit
minor dan keletihan adalah alasan seseorang untuk tidak merasakan seksual.
Medikasi dapat mempengaruhi keinginan seksual. Citra tubuh yang buruk, terutama
diperburuk dengan perasaan penolakan, atau pembeahan yang mengubah bentuk
tubuh, dapat menyebabkan seseorang kehilangan perasaan secara seksual.
2.4.2 Faktor hubungan
Masalah dalam berhubungan dapat mengalihkan perhatian seseorang dari keingina
seks. Setelah kemesraan hubungan telah memudar, pasagan mungkin mendapati
bahwa merekan dihadapkan pada perbedaan yang sangat besar dalam nilai atau gaya
hidup mereka. Tingkat seberapa jauh mereka merasa dekat satu sama lain dan
berinteraksi pada tingkat intim bergantung pada kemampuan mereka untuk
bernegosiasi dan berkompromi. Keterampilan seperti ini memainkan peran yang
sangat penting ketika menghadapi keinginan seksual dalam berhubungan. Penurunan
minatdalam aktivitas seksual dapat mengakibatkan anxietashanya karena haus
mengatakan kepada pasangan perilaku seksual apa yang diterima dan menyenangkan.
2.4.3 Faktor gaya hidup
Faktor gaya hidup seperti , pengguanaan atau penyalahgunaan alkohol atau tidak
punya waktu untuk mencurahkan perasaan dalam brhubungan, dapart mempengaruhi

16

keinginan secara seksual. Dahulu perilaku seksual yang dikaitkan dengan terutama
dalam periklanan, alkohol dapat menyebabkan rasa sejatera atau gairah palsu dalam
tahap awal seks. Namun demikian, banyak bukti sekarang ini menunjukkan bahwa
efek negatif alkohol terhadapa seksualitas jauh melebihi euforia yang munkin
dihaslkan pada awlanya.
2.4.4 Faktor harga diri
Tingkat harga diri seseorang juga dapat menyebabkan konflik yang melibatkan
seksualitas. Jika harga diri seksual tidak pernah dipelihara dengan mengembangkan
perasaan yang kuat tentang seksual diri dan dengan mempelajari keterampilan
seksual, seksualitas mungkin menyebabkan perasaan negatif atau menyebabkan
tekanan perasaan negatif atau menyebabkan tekanan perasaan seksual. Harga diri
seksual dapat menurun dalam banyak cara. Perkosaan, incest, dan penganiayaan fisik
atau emosi yang meninggalkan luka yang dalam. Rendahnya harga diri seksual dapat
juga diakibatkan oleh kurang adekuatnya pendidikan seks, model peran yang negatif,
dan upaya untuk hidup dalam penghargaan pribadi atau kultural yang tidak realistik.
(Hidayana, I. M. 2004).
2.5 Jenis Obat-Obatan yang Berpengaruh Terhadap Seksualitas
Ada sejumlah besar obat, baik yang harus diresepkan maupun yang dapat dibeli
bebas, mempunyai pengaruh terhadap fungsi seksual manusia. Penelitian mengenai
hal ini masih amat terbatas sehingga tidak banyak diketahui tentang peranan
sesungguhnya obat-obat tersebut dalam pengaturan fungsi seksual manusia. Berikut
daftar obat-obat nonpsikotropik atau nonpsikoaktif, yang dapat mempengaruhi fungsi
seksual manusia.
1. Obat Anti Hipertensi. Obat yang dapat menurunkan libido dan fungsi seks:
- Diuretika, seperti thiazide, ethacrynic acid, furosemide, dan spironolactone.
- Non-diuretika, seperti alpha-methy1dopa, guanethidine, hydralazine,
reserpine, propranolol, nimodipin, dan penghambat ganglion seperti
pentolinium dan mecamy1amine.
2. Hormon
- Hormon androgen: testosterone.
- Hormon anti androgen: estrogen.
- Cyprosterone acetate.
- Medroxy Progesterone Acetate/MPA.
17

- Kortikosteroid.
- Prednison.
- Prednisolon. (Wahyu, Raharjo.2000).
3. Psikotropika ( bahan psikoaktif)
- Sedatif dan hipnotik, seperti : meprobamate, benzodiazepine, barbiturate, dan
-

methaqualone.
Antipsikotika, seperti : phenothiazine, haloperidol, Monoamine-Oxidase
Inhibitor (MAO-I), Tricyclic Antidepressants (TCAs), Lithium Carbonate, dan

Anticholinergics.
Alkohol/minuman beralkohol.
Nikotin (tembakau, sigaret).
Marijuana (gelek, ganja, hasish, cimeng).
Opioid (heroin).
Amfetamin (MDMA, Ecstasy).
Kokain.
Halusinogen (LSD/acid, mushroom). (M. Arief Hakim. 2009 ).

2.6 Pembahasan Hubungan Obat-Obatan dengan Seksualitas


Salah satu alasan menggunakan zat atau obat untuk fungsi seksual adalah
anggapan bahwa potensi seksual dapat ditingkatkan dengan meminum zat atau obat
tersebut. Sudah berabad lamanya orang mencari obat yang dapat meningkatkan
kemampuan atau kenikmatan seksualnya. Beberapa zat , obat, atau makanan telah
disebut-sebut memiliki khasiat aphrodisiac disebut sex enhancers tetapi perlu
diketahui bahwa penggunaan saat tertentu justru dapat mengakibatkan berkurangnya
kemampuan bahkan juga kenikmatan seksual, selain efek samping lain. (Yanti. 2011).
Penggunaan obat/zat untuk maksud ini tidak hanya pada orang dewasa saja
tetapi sejalan dengan meluasnya gangguan penggunaan zat, makin banyak dijumpai
orang-orang muda, remaja yang terlibat dalam eksperimen menggunakan obat-obat
untuk menunjang perilaku seksualnya, suatu hal yang sebetulnya tidak wajar atau
tidak diperlukan.
Penggunaan obat dalam kaitannya dengan perilaku seksual manusia dapat
terjadi dalam beberapa keadaan. Dalam keadaan normal dapat dijumpai pada pria
yang mulai lanjut usia, yang fungsi dan kemampuan seksnya telah mulai
berkurang/mundur, misalnya minum kopi beberapa saat sebelum melakukan aktivitas
seksual dapat membantu meningkatkan kemampuan seksualnya. Demikian juga
beberapa zat/bahan lain yang mengandung kafein (coklat, kakao). Mereka yang
18

sering gugup bila berhadapan dengan lawan jenisnya dapat dibantu dengan obat
penenang dalam dosis tertentu, tetapi jika dosis ini dilampaui maka yang terjadi justru
kemunduran kemampuan.
Mereka yang kurang yakin mengenai kemampuan seksualnya, merasa rendah
diri atau malu, kadang-kadang juga menggunakan obat atau minuman beralkohol.
Seorang wanita yang menyadari perbuatannya adalah terlarang, tetapi tak berdaya
menolaknya, dapat meminum sejenis pil tidur untuk membius dirinya sesaat sebelum
berkencan, agar tidak merasakan penderitaan (merasa tertekan karena malu).
Ketika melakukan hubungan yang terlarang itu, remaja yang mengalami
hambatan atau penyimpangan dalam perkembangan psikoseksualnya

dapat

bereksperimentasi dengan obat-obatan untuk mendapatkan perasaan mantap dalam


hal seksual. Seseorang yang dorongan seksnya terlalu besar sehingga sulit
dikendalikan kadang-kadang meminta pertolongan dokter untuk mendapatkan obat
penekan nafsu seks.
Demikian juga isteri atau suami yang kewalahan melayani permintaan teman
hidupnya dalam hal seks, mungkin secara diam-diam meminta pertolongan dokter
atau dukun agar diberi obat pelemah seks untuk partnernya itu. Obat-obat yang
digunakan bukan hanya yang tergolong dapat merangsang atau menekan seks saja,
melainkan juga obat yang sebetulnya untuk penyakit jantung misalnya vasodi1atansia
atau obat untuk infeksi alat kemaluan, atau salep pelicin. Bahaya yang dapat timbul
selain penyalahgunaan dan atau ketergantungan zat / obat, dapat berupa efek samping
obat yang dipakai (insomnia, gastritis, impotensi, tekanan darah rendah, reaksi
psikotik, radang saluran kemih dan sebagainya).
Saat usia seseorang bertambah lanjut, kemungkinan penggunaan obat-obatan
akan lebih tinggi. Pada saat yang sama respon seksual menjadi lebih rapuh dan
mudah terganggu oleh efek samping obat. Walau tidak semua, kebanyakan obat
obatan yang diberikan kepada manula memiliki pengaruh negatif terhadap
seksualitas. Efek samping sebagian obat adalah hilangnya atau menurunnya gairah,
hilangnya responsifitas rangsangan, tidak mampu ereksi, ejakulasi dini atau ketidak
mampuan mencapai orgasme.

19

Seorang pria tengah baya misalnya, dengan kemampuan ereksi yang agak
terganggu oleh proses ketuaan, mungkin sama sekali tidak dapat mencapai ereksi,
saat mulai menggunakan suatu obat. Jika perubahan pola gairah dan respon terjadi
saat seseorang mulai menggunakan obat-obatan, kemungkinan obat-obatan tersebut
sebagai penyebabnya. Hal tersebut semakin dipersulit saat tidak adanya informasi
tentang obat spesifik dan pengaruhnya terhadap seksualitas. Kadang-kadang, obat
telah dipasarkan, sebelum efek sampingnya dapat dibuktikan. Apalagi jika pasien dan
dokter sama sama merasa malu untuk membicarakan masalah.
Pada sebagian kasus, kombinasi obat, atau alkohol dan obat, dapat
menyebabkan masalah seksual. Obat dapat mengganggu fungsi seksual pada setiap
usia, tetapi statistik menyatakan bahwa keadaan ini lebih sering terjadi ada usia
lanjut. Sering pembuat obat hanya menuliskan gangguan ereksi dalam daftar efek
samping obat dan tidak menuliskan efek sampingnya terhadap seksualitas wanita. Ini
tidak berarti obat tersebut tidak menimbulkan efek samping pada wanita, melainkan
lebih karena tidak diuji pada wanita. (Herudiyanto MS, indrianto S. 2010).
2.6.1 Seks dan Alkohol
Alkohol dosis rendah dapat meningkatkan fungsi dan perilaku seksual, tetapi
dalam dosis tinggi dan lama akan menimbulkan disfungsi seksual, bahkan
kemandulan. Faktor kepribadian atau kondisi mental mereka yang sedang dalam
suasana jiwa gembira, dengan minum alkohol akan bertambah gembira, tetapi jika
dalam suasana murung, malah akan makin murung, fungsi seksnyapun akan makin
buruk. (M. Arief Hakim. 2009).
Alkohol akan mendepresi system syaraf pusat dengan efek euphoria, rasa
berani, rasa percaya diri yang bertambah dan selanjutnya akan kehilangan perhatian,
kehilangan konsentrasi, kebijaksaan dan control diri.
2.6.2 Seks dan Nikotin
Pada mereka yang tidak terbiasa merokok, mengisap rokok sebelum coitus
mungkin akan memperburuk fungsi/perilaku seksualnya akibat intoksikasi nikotin.
Banyak perokok mengisap rokok dulu sebelum melakukan hubungan intim karena
sudah terbiasa dan karena nikotin memberikan sedikit rangsangan, sedikit
menyegarkan (nikotin mempunyai sifat stimulan).

20

2.6.3 Seks dan Marijuana


Pemakaian sekali-sekali mungkin dapat meningkatkan fungsi seks dan
fantasinya; dan seperti alkohol, bersifat melancarkan (to facilitate). Penggunaan
kronis, sama seperti heroin/opioida akan menurunkan fungsi seks atau menyebabkan
kemandulan karena menurunkan kadar hormon testosteron dalam darah. Sebagian
pemakai menceritakan kenikmatan seks yang meninggi jika sebelum coitus mereka
mengisap ganja. Sebagian lagi tidak merasakan efek tersebut.
2.6.4 Seks dan Opiat / Opioida
Dosis rendah dan sekali-sekali dapat memperlambat ejakulasi, dosis tinggi
dan kronis akan menyebabkan kemandulan dan penurunan fungsi seks karena
menyebabkan penurunan testosteron serum. Wanita pecandu banyak yang
menggunakan seks untuk mendapatkan uang pembeli heroin atau dimanfaatkan
secara seksual oleh pria pengedar atau pacarnya yang ketergantungan heroin.
2.6.5 Seks dan Obat Antidepresan
Obat-obat antidepresan dapat menyebabkan kesulitan orgasme pada wanita
dan kesulitan ejakulasi pada pria yang merupakan efek samping utama. Untuk
golongan

antidepresan

atipikal:

trazodone

menyebabkan

anorgasmia/inhibisi

ejakulasi sertraline menyebabkan kelambatan ejakulasi, dan fluoxetine menyebabkan


kesulitan orgasme atau orgasme spontan. Cyproheptadine dapat memulihkan
disfungsi ejakulasi/orgasme akibat antidepresan. (Wahyu, Raharjo. 2000).
Antidepresan diperlukan dan efektif untuk disfungsi seksual yang merupakan
gejala depresi. Vilaxazine dan trazodone dilaporkan lebih efektif daripada yang
lainnya untuk memperbaiki ereksi dan minat seksual pada pasien depresi.
Antidepresan juga efektif untuk sexual phobia dan premature ejaculation. (yang
terakhir ini memanfaatkan efek samping antikholinergik) untuk ini yang tersering
dipakai adalah imipramine. Clomipramine terkenal karena mempunyai efek
paradoksal : menginduksi atau menghambat orgasme wanita. (M. Arief Hakim.
2009).
2.6.6 Seks dan Lithium
Menurunkan dorongan seks dan menyebabkan disfungsi ereksi.

21

2.6.7 Seks dan Antipsikotika


Efek antipsikotika terhadap fungsi seks sulit dipastikan, karena beberapa
faktor harus dipertimbangkan. Terhapuskannya gejala psikotik dapat memperbaiki
fungsi seks secara keseluruhan. Pada pasien skizofrenia memang sudah terdapat
penurunan fungsi seksual sebelum onset psikosis. Efek sedatif (dan berkurangnya
mobilitas/pergerakan sebagai efek samping ekstrapiramidal) cenderung mengurangi
aktivitas /perilaku seksual.
Begitu juga chlorprothixene dapat mengeleminasi kesulitan ejakulasi/orgasme
akibat chlorpromazine. Trif1uoperazine malah dapat menimbulkan ejakulasi spontan
pada satu kasus. Keterlambatan ejakulasi terjadi pada dosis rendah. Hambatan
ejakulasi total terlihat pada dosis thioridazine 25- 600 mg sehari.Tampaknya ada
kesamaan di antara pria dan wanita dalam hal efek samping fungsi seksual akibat
medikasi antipsikotika. Pada kebanyakan kasus, disfungsi seksual dialami satu
sampai dua minggu sesudah medikasi antipsikotika pada semua kasus, fungsi seksual
kembali normal dalam 3 hari penghentian medikasi. (Wahyu, Raharjo. 2000).
2.6.8 Seks Dan Stimulansia Dan Kokain
Perlu dipertimbangkan beberapa faktor sebagai berikut :
1. Pada pecandu amfetamin dapat dijumpai insidens yang lebih tinggi kasus
kepribadian antisosial, skizoid dan paranoid juga cenderung terdapat insidens
problem identitas seksual yang lebih tinggi.
2. Perubahan-perubahan nafsu seks akibat penggunaan amfetamin tampaknya
berhubungan erat dengan penyesuaian seksual (sexual adjustment) yang sudah ada :
1. Sexually inhibited mengalami pengurangan inhibisi.
2. Praktek seksual atipikal mengalami peningkatan perilaku.
Efek samping seksual stimulansia sangat bervariasi, kadang-kadang agak
saling bertentangan. Dapat terjadi peningkatan dan penurunan nafsu seks, ereksi
spontan dan impotensi. Baik dosis dan lamanya pemakaian, cara pemakaian (mode of
use), riwayat kehidupan seks individu, setting sosial dan bahkan harapan si pemakai
merupakan faktor-faktor yang menentukan. Dosis rendah akan memperlancar, dosis
tinggi akan menghambat perilaku seksual.
Berkurangnya inhibisi akibat pemakaian stimulansia dapat meningkatkan
dorongan seks dan kenikmatan. Euphoria dan perasaan mengambang/melayang
22

(floating sensation) akibat pemakaian stimulansia dapat meningkatkan atau


mengimitasi pengalaman orgasme.
Efek samping seksual tersering adalah keter1ambatan atau inhibisi ejakulasi.
Tampaknya ada perbedaan mencolok dalam sikap pria dan wanita pemakai
stimulansia: para pemakai pria berpandangan positif terhadap seks, sedangkan para
pemakai wanita lebih banyak berpandangan negatif dan tidak puas. (M. Arief Hakim.
2009).
2.6.9 Seks Dan Buspiron
Buspiron mernpengaruhi sistem neurotransimter serotonergik, dopaminergik
dan noradrenergic. Pasien disfungsi seksual yang memperoleh buspiron maksimum
60 mg/hari sampai 4 minggu menunjukkan perbaikan fungsi seksual.

2.6.10 Seks Dan Fenfluramin


Obat ini bersifat anti obesitas, anorektik dan mendepresi SSP, meningkatkan
pelepasan serotonin dan menghambat ambilan kembali serotonin. Dapat menurunkan
dorongan/nafsu seks pada dosis 120 mg/hari dan 240 mg/hari, mungkin karena efek
sampingnya (disforia, perut kembung, kramp perut, konstipasi dan anxietas. (Wahyu,
Raharjo. 2000).
2.6.11 Seks Dan Anksiolitik
Bensodiazepin dapat bermanfaat untuk mendatangkan keadaan relaks yang
diperlukan untuk aktivitas seksual dan dapat mengganggu respons seksual karena itu
harus diberikan secara hati-hati, dimulai dengan dosis rendah, disesuaikan dengan
kebutuhan dan dihentikan segera setelah cara lain sudah dikuasai oleh pasien. Jika
disfungsi seksual rnerupakan bagian dari gangguan cemas, pemberian anti anksietas
harus menuruti prinsip pengobatan neurosis.
Alprazolam yang dikenal bermanfaat untuk serangan panik ternyata lebih
efektif dibandingkan antianksietas lain untuk mengurangi sexual phobia atau
anticipatory anxiety selama coitus.
2.6.12 Seks Dan Barbiturat

23

Barbiturat kadang-kadang digunakan o1eh seks terapi untuk hipnosis agar


mengatasi hambatan psikologis pasien dalam hal seks. Harus ada informed consent.
Kadang-kadang digunakan juga pada kasus vaginismus untuk mendatangkan tidur
sehingga dapat dilakukan dilatasi vagina, tetapi jarang efektif dan dapat menimbulkan
trauma psikologis lebih lanjut. (Herudiyanto MS, indrianto S. 2010).

BAB III
PEMBAHASAN
Obat-obatan yang mempengaruhi seksualitas adalah:
1. Obat antihipertensi
Obat hipertensi sangat mempengaruhi fungsi seksual seseorang. Pada pria
dapat muncul masalah seksual seperti disfungsi ereksi dan ejakulasi dini sedangkan
pada wanita dapat ditemukan penurunana gairah seksual dan kesulitan mencapai
orgasme. Tidak semua obat antihipertensi menimbulkan gangguan fungsi pada
seksualitas.
Obat-obat antihipertensi yang dapat menyebabkan gangguan fungsi seksual
diantaranya thiazide dengan efek gangguan fungsi seksual, spironolakton dengan efek
ginekomastia, mastodinia dengan gangguan menstruasi dan penurunan libido pada
pria, beta blocker menimbulkan gangguan fungsi seksual, metildopa; klonin;
guanfasin mengakibatkan impotensi dan gangguan fungsi seksual, guanetidin dan
guanadrel mengakibatkan kegagalan ejakulasi.
2.

Hormon
Hormon testosteron memiliki fungsi meningkatkan libido, energi, fungsi

imunitas tubuh, dan perlindungan terhadap osteoporosis. Apabila terjadi penurunan

24

hormon testosteron dapat mempengaruhi fungsi seksual yaitu: rendahnya gairah seks,
kesulitan ereksi, rendahnya produksi cairan semen, mudah lelah, mood tidak stabil.
Bagi wanita kelainan genetik, kehamilan, melahirkan, dan penuaan dapat
mempengaruhi kadar estrogen dan menyebabkan gejala tidak nyaman, termasuk
menurunnya gairah seksual, mudah marah, sulit tidur, dan cemas.

3. Antidepresan
Obat antidepresan menyebabkan wanita sulit untuk orgasme dan pada pria
sulit untuk ejakulasi. Sertraline menyebabkan kelambatan ejakulasi, fluoxetine
menyebakan kesulitan orgasme, cryproheptadine dapat memulihkan disfungsi
ejakulasi atau orgasme akibat antidepresan.
4. Antihistamin
Antihistamin dapat mempengaruhi fungsi seksual seperti menghambat saraf
parasimpatis pada organ seks, efek sedative menurunkan keinginan untuk
berhubungan seksual dan menurunkan pelumas vagina.
5. Antispasmodik
Efek samping yang ditimbulkan antispasmodik terhadap fungsi seksual adalah
mengahambat persyarafan parasimpatis pada organ seks dan juga dapat menyebabkan
impotensi.
6. Amil nitrat
Efek samping yang ditimbulkan oleh amil nitrat adalah vasodilatasi perifer
yang menyebabkan intensifikasi orgasme ketika dihirup pada saat orgasme dan dapat
juga menyebabkan hilangnya ereksi serta hipotensi.
7. Psikotropika

25

Gangguan seksual juga dapat ditimbulkan akibat penggunaan psikotropika


seperti pengguanaan sedative dan hipnotik, antipsikotik, alkohol, nikotin, marijuana,
heroin, amfetamin, kokain, dan stimulans, serta penggunaan halusinogen. Bentukbentuk gangguan seksual yang ditimbulkan tergantung terhadap jenis-jenis
psikotropika yang digunakan.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1

Kesimpulan
Perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual,

baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis. Pelaksanaan kegiatan seksual
yang tidak baik atau tidak sesuai dengan yang diinginkan dapat menyebabkan
terjadinya perubahan terhadap pola seksualitas. Perubahan pola seksualitas ini terjadi
sebagai respon terhadap berbagai masalah kesehatan, situasi dan konflik yang
biasa/sering terjadi seperti salah satunya yang berhubungan dengan pengguanaan
obat-obatan.
Perubahan-perubahan

yang

terjadi

pada

pola

seksualitas

ini

dapat

mempengaruhi perubahan atau gangguan dari fungsi seksual. Ada beberapa obat
yang dapat mempengaruhi fungsi seksual diantaranya obat antihipertensi, hormon,
antidepresan, psikotropika, histamin, anti spasmodik, amil nitrat. Dengan gangguangangguan yang dapat ditimbulkan diantaranya penurunan gairah seksual, kesulitan
mencapai orgasme, gangguan menstruasi pada wanita, sedangkan pada pria dapat
ditemukan disfungsi ereksi, ejakulasi dini, penurunan libido serta gangguan seksual
lainnya.
4.2 Saran
Penulis menyadari dalam penulisan karya tulis ilmiah ini banyak mengalami
kekurangan, dan penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun,
semoga karya ilmiah ini dapat memberikan informasi serta semangat bagi penulis
khususnya dan bagi pembaca umumnya.

26

DAFTAR PUSTAKA
Budianto. 1989. Narkoba dan Pengaruhnya. Bandung: Ganesa Exact
Dariyo.
2004.
Pengertian
Seksualitas.
Diakses

di

http://www.psychologymania.com/2014/02/15/pengertian-seksualitas.html. Pada
tanggal 18 Februari 2014
Ganong. W.F. 1992. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC
Herudiyanto MS, indrianto S. 2010. Pengaruh Obat-Obatan Terhadap
Seksualitas. Bandung
Hidayana, I. M. 2004. Seksualitas dan Gender. Jakarta: FISIP UI
M. Arief Hakim. 2009. Narkoba dan Alkohol. Jakarta
Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan Seksual. Jakarta:
Rineka Cipta
Purnomo B. 2003. Dasar-dasar Urologi. Jakarta
Sherwood, Lauralee. 2012. Fisiologi Manusia. Jakarta: EGC
Snell, Richard S. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Jakarta:
EGC
Wahyu, Raharjo. 2000. Komsumsi Alkohol, obat-obatan terlarang dan
perilaku seks beresiko: suatu studi analisis. Volume 35. No. 180-100. Jurnal
Psikologi Universitas Gajah Mada
Yanti. 2011. Buku Ajar Kesehatan Reproduksi Pustaka Rihama :Yogyakarta

27

Anda mungkin juga menyukai