PENDAHULUAN
Latar Belakang
Seks merupakan sesuatu hal yang mudah, tetapi sekaligus sering merupakan
permasalahan mencolok serta cukup kompleks. Seks meerupakan energi psikis yang
menghantrkkan manusia untuk melakukan tindakan yang bersifat seksual dalam
bentuk persetubuhan (coitus), baik dengan tujuan reproduksi maupun tidak, serta
disertai dengan suatu penghayatan yang menyenangkan.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dikemukakan bahwa seksualitas
adalah ciri, sifat, atau peran seks. Dari artinya saja sudah jelas bahwa seksualitas
menunjuk kepada sesuatu yang kompleks yang ada dalam diri manusia. Orang sering
memandang seksualitas dalam arti yang sempit yakni terbatas pada alat genital saja.
Dengan kata lain seksualitas dalam arti yang dipersempit menjadi seks yaitu apa yang
kita alami dan kita lakukan dengan alat kelamin kita. Padahal seksualitas mempunyai
arti yang sangat luas dan mendalam dalam perilaku seksual.
Perilaku skesual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrta seksual,
baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis. Bentuk-bentuk tingkah laku
ini dapat beraneka ragam, mulai dari perasaan tertarik hingga tingkah laku berkencan,
bercumbu, berimajinasi, senggama. Objek seksual berupa orang, baik maupun lawan
jenis. Sebagian tingkah laku ini memang tidak memeliki dampak terhadap fisik dan
lingkunagn seksual. Tetapi sebagian perilaku seksual berdampak terhadap kesehatan
seksual itu sendiri.
Kesehatan seksual merupakan suatu hal yang sulit dijelaskan karena
kebanyakan masyarakat menganggap kesehatan seksual adalah suatu peristiwa yang
sulit untuk dijelaskan sehingga menimbulkan suatu anggapan yang salah pelaksanaa
kegiatan seksual yang tidak baik atau tidak sesuai dengan yang diinginkan dapat
menyebabkan terjadinya perubahan terhadap pola seksualitas.
Perubahan pola seksualitas adalah suatu kondisi dimana seorang individu
mengalalmi perubahan kesehatan seksual. Kesehatan seksual adalah integrasi dari
aspek somatik, emosional, rasa cinta, komunikasi, dan kepribadian. (Notoatmodjo, S.
2003 dan Yanti.2011).
1
Rumusan Masalah
Mengapa Obat-obatan dapat mempengaruhi fungsi seksual?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
1. Untuk memenuhi penugasan sebagai prasyarat ujian akhir semeter mata kuliah
seksual and health.
2. Untuk mengetahui pengaruh obat-obatan terhadap fungsi seksual.
1.
2.
3.
1.
Universitas Baiturrahmah.
2. Untuk mengetahui hasil penelitian diharapkan dapat memberikan salah satu
pengertian pengaruh obat-obatan terhadap fungsi seksual.
3. Untuk mengetahui gangguan-gangguan yang dapat ditimbulkan obat yang dpat
mempengaruhi fungsi seksual.
4. Untuk mengetahui obat-obat yang mana saja dari satu golongan obat yang dapat
mempengaruhi fungsi seksual tersebut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1
Gambar 1. Skrotum
2.1.1.2 Testis
Testis merupakan organ kuat mudah bergerak, dan terletak di dalam skrotum.
Testis sinistra biasanya terletak lebih rendah dibandingkan testis dextra. Masingmasing testis dikelilingi oleh tunica albuginea. Spermatogenesis normal hanya dapat
terjadi bila testis berada pada suhu yang lebih rendah daripada suhu di dalam cavitas
abdominalis.
Gambar 2. Testis
2.1.1.3 Epididymis
Epididymis merupakan struktur kuat yang terletak posterior terhadap testis,
dengan ductus deferens pada sisi medialnya. Epididymis mempunyai ujung atas yang
melebar, caput, corpus, dan cauda yang arahnya ke inferior. Epididymis merupakan
saluran yang sangat berkelok-kelok yang panjangnya hampir 20 kaki (6 meter) dan
tertanam di dalam jaringan ikat. Saluran yang panjang ini merupakan tempat
Gambar 3. Epididymis
2.1.1.4 Vas Deferens
Vas deferens merupakan saluran berdinding tebal dengan panjang kurang
lebih 18 inci (45 cm), yang menyalurkan sperma matang dari epididymis ke ductus
ejaculatorius dan urethra. Vas deferens berasal dari cauda epididymis dan berjalan di
dalam canalis inguinalis.
Gambar 7. Prostat
2.1.1.8 Urethra Pars Prostatica
Urethra pars prostatica merupakan bagian yang paling lebar dan berdiameter
terbesar di seluruh uretra. Urethra pars prostatica mempunyai panjang kurang
lebih1 inci (3 cm) dan berasal dari collum vesicae. Uretra pars prostatica berjalan
dari basis prostatae sampai ke apex prostatae, selanjutnya di apex prostatae diteruskan
sebagai urethra pars membranacea. (Snell, Richard S. 2006).
Gambar 9. Ovarium
2.1.2.2 Tuba Uterina
Terdapat dua buah tuba uterine, setiap tuba uterine mempunyai panjang
sekitar 4 inci (10 cm) dan terletak pada pinggir atas ligamentum latum. Tuba uterine
terbagi menjadi empat bagian, yaitu (1) infundibulum tubae uterinae, (2) ampula
tubae uterinae, (3) isthmus tubae uterinae, (4) pars uterine. Tuba uterine menerima
ovum dari ovarium dan merupakan tempat terjadinya fertilisasi. Tuba uterine
menyediakan makanan untuk ovum yang telah difertilisasi dan membawa ovum yang
telah difertilisasi ke dalam cavitas uteri. Tuba uterine juga merupakan saluran yang
dilalui oleh spermatozoa untuk mencapai ovum.
sebagai
tempat
untuk menerima,
mempertahankan, dan memberi makan ovum yang telah dibuahi. Pada sebagian besar
perempuan, posisi uterusnya adalah anteversio.
intens
Fase resolusi yaitu kembalinya genitalia dan sistem tubuh ke keadaan sebelum
rangsangan.
2.1.1.1 Ereksi
Ereksi dicapai melalui pembengkakan penis oleh darah. Penis hampir
seluruhynya terdiri dari jaringan erektil yang dibentuk oleh 3 kolom rongga-rongga
vaskular mirip spons yang terdapat di sepanjang organ ini. Tanpa rangsangan seks,
jaringan erektil hanya mengandung sedikit darah karena arteriol yang mendarahi
rongga-rongga vaskular ini berkontraksi.
Akibatnya penis tetap kecil dan lunak. Selama rangsangan seks, arteriolarteriol ini secara refleks melebar dan jaringan erektil terisi oleh darah sehingga penis
bertambah panjang dan besar serta menjadi kaku. Vena-vena yang mengalirkan darah
dari jaringan erektil penis tertekan secara mekanis oleh pembengkakan dan ekspansi
rongga
vaskular ini sehingga aliran keluar vena berkurang dan hal ini ikut
10
arteriol penis. Akibatnya adalah vasodilatasi hebat dan cepat arteriol-arteriol tersebut
dan ereksi. Selama lengkung refleks spinal utuh maka ereksi tetap dapat terjadi
bahkan pada pria yang lumpuh akibat cedera medula spinalis yang lebih tinggi.
2.1.1.2 Ejakulasi
Respon ejakulasi keseluruhan terjadi dalam 2 fase : emisi dan ekspulsi
-
Emisi
Pertama, impuls simpatis menyebabkan rangkaian kontraksi otot polos di
Ekspulsi
Kedua, pengisian uretra oleh semen memicu impuls saraf yang mengaktifkan
serangkaian otot rangka di pangkal penis. Kontraksi ritmik otot-otot ini terjadi pada
interval 0,8 detik dan peningkatan tekanan di dalam penis, memaksa semen keluar
melalui uretra ke eksterior.
-
Orgasme
Kontraksi ritmik yang terjadi selama ekspulsi semen disertai oleh denyut
Resolusi
Selama fase resolusi setelah orgasme, impuls vasokonstriktor memperlambat
aliran darah ke dalam penis, menyebabkan ereksi mereda. Kemudian terjadi relaksasi
dalam, sering disertai rasa lelah. Tonus otot kembali ke normal sementara sistem
kardiovaskular dan pernapasan kembali ketingkat sebelum rangsangan. Setelah terjadi
ejakulasi timbul periode refrakter temporer dengan durasi bervariasi sebelum
rangsangan seks memicu kembaliereksi.
11
12
spesifik di permukaan lapisan ini. Fertilin, suatu protein yang terdapat di membran
plasma sperma, berikatan dengan integrin sel telur. (Sherwood, Lauralee. 2012).
Kepala sperma yang menyatu tersebut secara perlahan tertarik ke dalam
sitoplasma ovum oleh suatu kerucut yang tumbuh dan membungkusnya. Ekor sperma
sering lenyap dalam proses ini, tetapi kepala membawa informasi genetik yang
penting. Bukti-bukti terakhir menunjukkan bahwa sperma mengeluarkan nitrat oksida
setelah berhasil masuk seluruhnya ke dalam sitoplasma sel telur. Nitrat oksida ini
mendorong pelepasan Ca2+ yang tersimpan di dalam sel telur. Pelepasan Ca2+
intrasel ini memicu pembelahan meitotik akhir oosit sekunder. Dalam satu jam,
nukleus sperma dan sel telur menyatu, berkat adanya suatu kompleks molekul yang
diberikan oleh sperma yang memungkinkan kromosom pria dan wanita menyatu.
(Sherwood, Lauralee. 2012).
2.2.2
ampula, karena penyempitan antara ampula dan saluran tuba uterina, sisanya
menghambat pergerakan lebih lanjut zigot menuju uterus. Namun, selama tahap ini
zigot tidak tinggal diam. Zigot cepat mengalami sejumlah pembelahan sel mitotik
utnuk membentuk suatu bola pedar sel-sel yang disebut morula.
Sekitar 3-4 hari setelah ovulasi, progesteron diproduksi dalam jumlah
memadai untuk melemaskan kontriksi tuba uterina sehingga morula dapat dengan
cepat terdorong ke dalam uterus oleh kontraksi peristaltik tuba uterina dan aktivitas
silia. Penundaan sementara mudigah yang baru terbentuk masuk ke dalam uterus
untuk menunjang mudigah sampai implantasi berlangsung. Jika tuba terlalu cepat di
uterus morula akan mati.
Pada saat endometrium siap menerima implantasi (sekitar seminggu setelah
ovulasi), morula telah turun ke uterus dan terus berproliferasi dan berdiferensiasi
menjadi blastokista.
Blastokista adalah suatu bola berongga berlapis tunggal dan terdiri dari sekitar
50 sel mengelilingi sebuah rongga berisi cairan, dengan suatu massa padat sel-sel
13
berkelompok di satu sisi. Massa padat ini, yang dikenal sebagai massa sel dalam,
berkembang menjadi mudigah/ janin itu sendiri. Blastokista sisanya tidak membentuk
janin tetapi memiliki peran suportif selama kehidupan intrauteri. Lapisan tipis paling
luar. Trofoblas, melaksanakan implantasi dan kemudian berkembang menjadi
plasenta bagian janin.
Implantasi dimulai ketika, setelah berkontak dengan endometrium. Sel-sel
trofoblastik yang menutupi massa sel dalam mengeluarkan enzim-enzim pencernaan
protein. Enzim-enzim ini mencerna sel-sel endometrium dan membentuk jalan
sehingga genjol-genjol sel trofoblas mirip jari dapat menembus dalam endometrium.
Melalui efek kanibalistiknya, trofoblas melakukan fungsi ganda (1)
menyelesaikan implantasi dengan membuat lubang di endometrium untuk blastokista
dan (2) menyediakan bahan mentah dan bahan bakar metabolik untuk mudigah yang
sedang berkembang sewaktu tonjolan-tonjolan trofoblastik menguraikan jaringan
endometrium kaya nutrien.
Jaringan endometrium mengalami modifikasi sedemikian rupa di tempat
implantasi disebut desidua. Ke dalam jaringan desidua inilah blastokista terbenam.
Lapisan trofoblas terus mencerna sel-sel desidua sekitar, menghasilkan energi untuk
mudigah sampai plasenta terentuk.
Untuk mempertahankan pertumbuhan mudigah/janin selama kehidupan
intrauterinnya, segera terbentuk plasenta, suatu organ khusus pertukaran antara darah
ibu dan janin.
Pada hari ke-12, mudigah telah terbenam di dalam desidua. Pada saat itu
lapisan trofoblas telah memiliki ketebalan 2 lapisan sel dan disebut korion. Seiring
dengan terus berkembangnya dan dihasilkannya enzim-enzim oleh korion, terbentuk
anyaman-anyaman rongga-rongga yang ektensif di dalam desidua. Korion yang
meluas menggerus dinding kapiler desidua, menyebabkan darah itu bocor dari kapiler
dan mengisi rongga-rongga ini. Darah dicegah membeku oleh suatu antikoagulan
yang dihasilkan korion. Segera mudigah yang sedang tumbuh ini mengirim kapiler ke
dalam tonjolan korion untuk membentuk vilus plasenta. (Ganong. W.F. 1992).
14
Setiap vilus plasenta berisi kapiler mudigah (kemudian janin) yang dikelilingi
oleh suatu lapisan tipis jaringan korion, yang memisahkan darah mudigah/ janin dari
darah ibu di ruang antara vilus. Semua pertukaran antara kedua aliran darah
berlangsung menembus sawar yang sangat tipis ini. Keseluruhan sistem struktur ibu
(desidua) dan janin (korion) yang saling terkait ini membentuk plasenta.
Sepanjang gestasi, darah janin secara terus-menerus mengalir antara virus
plasenta dan sistem sirkulasi janin melalui arteri umbilikalis dan vena umbilikalis,
yang terbungkus di dalam korda umbilikalis (tali pusat), suatu penghubung antara
janin dan plasenta.
Sementara itu, selama waktu implantasi dan awal perkembangan plasenta,
massa sel dalam membentuk rongga amnion berisi cairan di antara korion dan bagian
massa sel dalam yang ditakdirkan menjadi janin. Lapisan epitel yang membungkus
rongga
amnion
disebut
kantung
amnion
atau
amnion.
Seiring
dengan
15
1. Salah satu aspek dalam kehidupan manusia sepanjang hidupnya yang berkaitan
dengan alat kelaminnya. Seksualitas dialami dan diungkapkan dalam pikiran,
khayalan, gairah, kepercayaan, sikap, nilai, perilaku, perbuatan, peran dan
hubungan.
2. Seksualitas lebih dari sekedar perbuatan seksual atau siapa melakukan apa dengan
siapa.
3. Seksualitas merupakan salah satu bagian dari kehidupan seseorang, bukan
keseluruhannya. (Dariyo, 2004).
2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Fungsi Seksual dalam Kebutuhan
2.4.1
Seksual
Faktor fisik
Seseorang dapat mengalami penurunan seksual karena alasan fisik. Aktiviatas seksual
dapat mengakibatkan nyeri dan ketidaknyamana. Bahwa dengan membayangkan
berhubungan seks dapat menyakitkan sudah menurunkan keinginan seks. Penyakit
minor dan keletihan adalah alasan seseorang untuk tidak merasakan seksual.
Medikasi dapat mempengaruhi keinginan seksual. Citra tubuh yang buruk, terutama
diperburuk dengan perasaan penolakan, atau pembeahan yang mengubah bentuk
tubuh, dapat menyebabkan seseorang kehilangan perasaan secara seksual.
2.4.2 Faktor hubungan
Masalah dalam berhubungan dapat mengalihkan perhatian seseorang dari keingina
seks. Setelah kemesraan hubungan telah memudar, pasagan mungkin mendapati
bahwa merekan dihadapkan pada perbedaan yang sangat besar dalam nilai atau gaya
hidup mereka. Tingkat seberapa jauh mereka merasa dekat satu sama lain dan
berinteraksi pada tingkat intim bergantung pada kemampuan mereka untuk
bernegosiasi dan berkompromi. Keterampilan seperti ini memainkan peran yang
sangat penting ketika menghadapi keinginan seksual dalam berhubungan. Penurunan
minatdalam aktivitas seksual dapat mengakibatkan anxietashanya karena haus
mengatakan kepada pasangan perilaku seksual apa yang diterima dan menyenangkan.
2.4.3 Faktor gaya hidup
Faktor gaya hidup seperti , pengguanaan atau penyalahgunaan alkohol atau tidak
punya waktu untuk mencurahkan perasaan dalam brhubungan, dapart mempengaruhi
16
keinginan secara seksual. Dahulu perilaku seksual yang dikaitkan dengan terutama
dalam periklanan, alkohol dapat menyebabkan rasa sejatera atau gairah palsu dalam
tahap awal seks. Namun demikian, banyak bukti sekarang ini menunjukkan bahwa
efek negatif alkohol terhadapa seksualitas jauh melebihi euforia yang munkin
dihaslkan pada awlanya.
2.4.4 Faktor harga diri
Tingkat harga diri seseorang juga dapat menyebabkan konflik yang melibatkan
seksualitas. Jika harga diri seksual tidak pernah dipelihara dengan mengembangkan
perasaan yang kuat tentang seksual diri dan dengan mempelajari keterampilan
seksual, seksualitas mungkin menyebabkan perasaan negatif atau menyebabkan
tekanan perasaan negatif atau menyebabkan tekanan perasaan seksual. Harga diri
seksual dapat menurun dalam banyak cara. Perkosaan, incest, dan penganiayaan fisik
atau emosi yang meninggalkan luka yang dalam. Rendahnya harga diri seksual dapat
juga diakibatkan oleh kurang adekuatnya pendidikan seks, model peran yang negatif,
dan upaya untuk hidup dalam penghargaan pribadi atau kultural yang tidak realistik.
(Hidayana, I. M. 2004).
2.5 Jenis Obat-Obatan yang Berpengaruh Terhadap Seksualitas
Ada sejumlah besar obat, baik yang harus diresepkan maupun yang dapat dibeli
bebas, mempunyai pengaruh terhadap fungsi seksual manusia. Penelitian mengenai
hal ini masih amat terbatas sehingga tidak banyak diketahui tentang peranan
sesungguhnya obat-obat tersebut dalam pengaturan fungsi seksual manusia. Berikut
daftar obat-obat nonpsikotropik atau nonpsikoaktif, yang dapat mempengaruhi fungsi
seksual manusia.
1. Obat Anti Hipertensi. Obat yang dapat menurunkan libido dan fungsi seks:
- Diuretika, seperti thiazide, ethacrynic acid, furosemide, dan spironolactone.
- Non-diuretika, seperti alpha-methy1dopa, guanethidine, hydralazine,
reserpine, propranolol, nimodipin, dan penghambat ganglion seperti
pentolinium dan mecamy1amine.
2. Hormon
- Hormon androgen: testosterone.
- Hormon anti androgen: estrogen.
- Cyprosterone acetate.
- Medroxy Progesterone Acetate/MPA.
17
- Kortikosteroid.
- Prednison.
- Prednisolon. (Wahyu, Raharjo.2000).
3. Psikotropika ( bahan psikoaktif)
- Sedatif dan hipnotik, seperti : meprobamate, benzodiazepine, barbiturate, dan
-
methaqualone.
Antipsikotika, seperti : phenothiazine, haloperidol, Monoamine-Oxidase
Inhibitor (MAO-I), Tricyclic Antidepressants (TCAs), Lithium Carbonate, dan
Anticholinergics.
Alkohol/minuman beralkohol.
Nikotin (tembakau, sigaret).
Marijuana (gelek, ganja, hasish, cimeng).
Opioid (heroin).
Amfetamin (MDMA, Ecstasy).
Kokain.
Halusinogen (LSD/acid, mushroom). (M. Arief Hakim. 2009 ).
sering gugup bila berhadapan dengan lawan jenisnya dapat dibantu dengan obat
penenang dalam dosis tertentu, tetapi jika dosis ini dilampaui maka yang terjadi justru
kemunduran kemampuan.
Mereka yang kurang yakin mengenai kemampuan seksualnya, merasa rendah
diri atau malu, kadang-kadang juga menggunakan obat atau minuman beralkohol.
Seorang wanita yang menyadari perbuatannya adalah terlarang, tetapi tak berdaya
menolaknya, dapat meminum sejenis pil tidur untuk membius dirinya sesaat sebelum
berkencan, agar tidak merasakan penderitaan (merasa tertekan karena malu).
Ketika melakukan hubungan yang terlarang itu, remaja yang mengalami
hambatan atau penyimpangan dalam perkembangan psikoseksualnya
dapat
19
Seorang pria tengah baya misalnya, dengan kemampuan ereksi yang agak
terganggu oleh proses ketuaan, mungkin sama sekali tidak dapat mencapai ereksi,
saat mulai menggunakan suatu obat. Jika perubahan pola gairah dan respon terjadi
saat seseorang mulai menggunakan obat-obatan, kemungkinan obat-obatan tersebut
sebagai penyebabnya. Hal tersebut semakin dipersulit saat tidak adanya informasi
tentang obat spesifik dan pengaruhnya terhadap seksualitas. Kadang-kadang, obat
telah dipasarkan, sebelum efek sampingnya dapat dibuktikan. Apalagi jika pasien dan
dokter sama sama merasa malu untuk membicarakan masalah.
Pada sebagian kasus, kombinasi obat, atau alkohol dan obat, dapat
menyebabkan masalah seksual. Obat dapat mengganggu fungsi seksual pada setiap
usia, tetapi statistik menyatakan bahwa keadaan ini lebih sering terjadi ada usia
lanjut. Sering pembuat obat hanya menuliskan gangguan ereksi dalam daftar efek
samping obat dan tidak menuliskan efek sampingnya terhadap seksualitas wanita. Ini
tidak berarti obat tersebut tidak menimbulkan efek samping pada wanita, melainkan
lebih karena tidak diuji pada wanita. (Herudiyanto MS, indrianto S. 2010).
2.6.1 Seks dan Alkohol
Alkohol dosis rendah dapat meningkatkan fungsi dan perilaku seksual, tetapi
dalam dosis tinggi dan lama akan menimbulkan disfungsi seksual, bahkan
kemandulan. Faktor kepribadian atau kondisi mental mereka yang sedang dalam
suasana jiwa gembira, dengan minum alkohol akan bertambah gembira, tetapi jika
dalam suasana murung, malah akan makin murung, fungsi seksnyapun akan makin
buruk. (M. Arief Hakim. 2009).
Alkohol akan mendepresi system syaraf pusat dengan efek euphoria, rasa
berani, rasa percaya diri yang bertambah dan selanjutnya akan kehilangan perhatian,
kehilangan konsentrasi, kebijaksaan dan control diri.
2.6.2 Seks dan Nikotin
Pada mereka yang tidak terbiasa merokok, mengisap rokok sebelum coitus
mungkin akan memperburuk fungsi/perilaku seksualnya akibat intoksikasi nikotin.
Banyak perokok mengisap rokok dulu sebelum melakukan hubungan intim karena
sudah terbiasa dan karena nikotin memberikan sedikit rangsangan, sedikit
menyegarkan (nikotin mempunyai sifat stimulan).
20
antidepresan
atipikal:
trazodone
menyebabkan
anorgasmia/inhibisi
21
23
BAB III
PEMBAHASAN
Obat-obatan yang mempengaruhi seksualitas adalah:
1. Obat antihipertensi
Obat hipertensi sangat mempengaruhi fungsi seksual seseorang. Pada pria
dapat muncul masalah seksual seperti disfungsi ereksi dan ejakulasi dini sedangkan
pada wanita dapat ditemukan penurunana gairah seksual dan kesulitan mencapai
orgasme. Tidak semua obat antihipertensi menimbulkan gangguan fungsi pada
seksualitas.
Obat-obat antihipertensi yang dapat menyebabkan gangguan fungsi seksual
diantaranya thiazide dengan efek gangguan fungsi seksual, spironolakton dengan efek
ginekomastia, mastodinia dengan gangguan menstruasi dan penurunan libido pada
pria, beta blocker menimbulkan gangguan fungsi seksual, metildopa; klonin;
guanfasin mengakibatkan impotensi dan gangguan fungsi seksual, guanetidin dan
guanadrel mengakibatkan kegagalan ejakulasi.
2.
Hormon
Hormon testosteron memiliki fungsi meningkatkan libido, energi, fungsi
24
hormon testosteron dapat mempengaruhi fungsi seksual yaitu: rendahnya gairah seks,
kesulitan ereksi, rendahnya produksi cairan semen, mudah lelah, mood tidak stabil.
Bagi wanita kelainan genetik, kehamilan, melahirkan, dan penuaan dapat
mempengaruhi kadar estrogen dan menyebabkan gejala tidak nyaman, termasuk
menurunnya gairah seksual, mudah marah, sulit tidur, dan cemas.
3. Antidepresan
Obat antidepresan menyebabkan wanita sulit untuk orgasme dan pada pria
sulit untuk ejakulasi. Sertraline menyebabkan kelambatan ejakulasi, fluoxetine
menyebakan kesulitan orgasme, cryproheptadine dapat memulihkan disfungsi
ejakulasi atau orgasme akibat antidepresan.
4. Antihistamin
Antihistamin dapat mempengaruhi fungsi seksual seperti menghambat saraf
parasimpatis pada organ seks, efek sedative menurunkan keinginan untuk
berhubungan seksual dan menurunkan pelumas vagina.
5. Antispasmodik
Efek samping yang ditimbulkan antispasmodik terhadap fungsi seksual adalah
mengahambat persyarafan parasimpatis pada organ seks dan juga dapat menyebabkan
impotensi.
6. Amil nitrat
Efek samping yang ditimbulkan oleh amil nitrat adalah vasodilatasi perifer
yang menyebabkan intensifikasi orgasme ketika dihirup pada saat orgasme dan dapat
juga menyebabkan hilangnya ereksi serta hipotensi.
7. Psikotropika
25
4.1
Kesimpulan
Perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual,
baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis. Pelaksanaan kegiatan seksual
yang tidak baik atau tidak sesuai dengan yang diinginkan dapat menyebabkan
terjadinya perubahan terhadap pola seksualitas. Perubahan pola seksualitas ini terjadi
sebagai respon terhadap berbagai masalah kesehatan, situasi dan konflik yang
biasa/sering terjadi seperti salah satunya yang berhubungan dengan pengguanaan
obat-obatan.
Perubahan-perubahan
yang
terjadi
pada
pola
seksualitas
ini
dapat
mempengaruhi perubahan atau gangguan dari fungsi seksual. Ada beberapa obat
yang dapat mempengaruhi fungsi seksual diantaranya obat antihipertensi, hormon,
antidepresan, psikotropika, histamin, anti spasmodik, amil nitrat. Dengan gangguangangguan yang dapat ditimbulkan diantaranya penurunan gairah seksual, kesulitan
mencapai orgasme, gangguan menstruasi pada wanita, sedangkan pada pria dapat
ditemukan disfungsi ereksi, ejakulasi dini, penurunan libido serta gangguan seksual
lainnya.
4.2 Saran
Penulis menyadari dalam penulisan karya tulis ilmiah ini banyak mengalami
kekurangan, dan penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun,
semoga karya ilmiah ini dapat memberikan informasi serta semangat bagi penulis
khususnya dan bagi pembaca umumnya.
26
DAFTAR PUSTAKA
Budianto. 1989. Narkoba dan Pengaruhnya. Bandung: Ganesa Exact
Dariyo.
2004.
Pengertian
Seksualitas.
Diakses
di
http://www.psychologymania.com/2014/02/15/pengertian-seksualitas.html. Pada
tanggal 18 Februari 2014
Ganong. W.F. 1992. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC
Herudiyanto MS, indrianto S. 2010. Pengaruh Obat-Obatan Terhadap
Seksualitas. Bandung
Hidayana, I. M. 2004. Seksualitas dan Gender. Jakarta: FISIP UI
M. Arief Hakim. 2009. Narkoba dan Alkohol. Jakarta
Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan Seksual. Jakarta:
Rineka Cipta
Purnomo B. 2003. Dasar-dasar Urologi. Jakarta
Sherwood, Lauralee. 2012. Fisiologi Manusia. Jakarta: EGC
Snell, Richard S. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Jakarta:
EGC
Wahyu, Raharjo. 2000. Komsumsi Alkohol, obat-obatan terlarang dan
perilaku seks beresiko: suatu studi analisis. Volume 35. No. 180-100. Jurnal
Psikologi Universitas Gajah Mada
Yanti. 2011. Buku Ajar Kesehatan Reproduksi Pustaka Rihama :Yogyakarta
27