MAKALAH
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP LAKI-LAKI YANG MENJADI
KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
(studi kasus Marsiyati)
NAMA
: ERIK SOSANTO
NIM
LEMBAR PENGESAHAAN
DISUSUN OLEH :
NAMA
NIM
TTD
ERIK SOSANTO
............
ii
ii
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan Puji dan Syukur atas limpahan berkat dan Rahmat-Nya
dari Tuhan Yang Maha Esa karena atas izinnyalah penulis masih diberikan
kesempatan atas selesainya penyusunan makalah ini sebagai tambahan ilmu, tugas
dan pedoman yang berjudul Perlindungan Hukum Terhadap Laki-Laki Yang Menjadi
Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga (Studi Kasus Marsiyati).
Dalam penyusunan makalah ini saya mengumpulkan dari berbagai sumber
buku-buku dan sumber lainnya yang berhubungan dengan Perlindungan Hukum
Terhadap Laki-Laki Yang Menjadi Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga (Studi
Kasus Marsiyati).yang memudahkan saya dalam menyelesaikan tugas ini.
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memberikan pemahaman
dan menambah wawasan bagi orang yang membacanya.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak sekali
kekurangan-kekurangan baik dalam penulisan, pemakaian kata, redaksional kalimat
dan bahkan dalam penggunaan aturan-aturan tata bahasa Indonesia yang baik dan
benar, hal mana ini disebabkan terbatasanya kemampuan dan pengetahuan penulis
miliki, Untuk itu dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat membangun dari semua pihak sangat penulis harapkan untuk
penyempurnaan penulisan makalah lebih lanjut.
Akhir kata penulis berharap semoga penyusunan dan penulisan makalah ini
dapat memberikan manfaat bagi kita semua.
iii
iii
Palangka Raya,
Penulis,
ERIK SOSANTO
EAA 110 039
iv
Oktober 2013
iv
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL.............................................................................................
ii
iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang .............................................................................................
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1
2.2
12
BAB 3 PENUTUP
3.1. Kesimpulan ..................................................................................................
20
21
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu kekerasan yang berbasis gender yang sering terjadi saat ini adalah
tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga. Tindak pidana tersebut memiliki
karakteristik tersendiri, terletak pada subjeknya yang spesifik yaitu pelaku sekaligus
korbannya berada pada lingkup rumah tangga. Diatur dalam pasal 2 UU No. 23
Tahun 2004. Makna sesungguhnya penghapusan kekerasan dalam rumah tangga
menurut UU No. 23 Tahun 2004 adalah mencegah segala bentuk kekerasan dalam
rumah tangga, melindungi korban kekerasan dalam rumah tangga, menindak pelaku
kejahatan dalam rumah tangga, memelihara rumah tangga yang harmonis dan
sejahtera yang merupakan perwujudan prinsip persamaan hak dan penghargaan
terhadap martabat manusia.
Makna sesungguhnya penghapusan kekersan dalam rumah tangga dalam
undang-undang ini adalah mencegah segala bentuk kekerasan dalam rumah tangga
(tujuan preventif), melindungi korban kekerasan dalam rumah tangga (tujuan
Protektif), menindak pelaku kejahatan dalam rumah tangga (tujuan Represif), dan
memelihara keutuhan rumah tangga yang harmonis dan sejahtera (tujuan konsolidatif)
yang merupakan perwujudan prinsip persamaan hak dan penghargaan terhadap
martabat manusia.
Tindak kekerasan dalam masyarakat sebenarnya bukan suatu hal yang baru.
Kekerasan sering dilakukan bersama dengan salah satu bentuk tindak pidana, seperti
yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) misalnya pencurian
dengan kekerasan (Pasal 365 KUHP, penganiayaan (Pasal 351 KUHP), perkosaan
(Pasal 285).Tindak pidana tersebut dilakukan dengan kekerasan atau ancaman
kekerasan, sedangkan cara bagaimana kekerasan dilakukan atau alat apa yang
dipakai, masing-masing tergantung pada kasus yang timbul.
Jadi, sifatnya kasuistis. Perbuatan tersebut dapat menimpa siapa saja, baik
laki-laki maupun perempuan, dari anak-anak sampai dewasa. Namun, yang menarik
perhatian publik adalah kekerasan yang menimpa kaum laki-laki (suami). Apalagi
kalau kekerasan tersebut terjadi dalam ruang lingkup rumah tangga. Seringkali tindak
kekerasan ini disebut hidden crime (kejahatan yang tersembunyi). Disebut demikian,
karena baik pelaku maupun korban berusaha untuk merahasiakan perbuatan tersebut
dari pandangan publik. Kadang juga disebut domestic violence (kekerasan domestic),
karena terjadinya kekerasan di ranah domestic. Dalam kenyataannya sangat sulit
untuk mengukur secara tepat luasnya kekerasan terhadap laki-laki, karena ini berarti
harus memasuki wilayah peka kehidupan laki-laki, yang mana laki-laki sendiri
enggan membicarakannya.Namun demikian, terdapat banyak studi yang melaporkan
mengenai jenis kekerasan yang sangat meluas yaitu kekerasan dalam rumah tangga,
khususnya kekerasan yang dilakukan oleh Istri atau pasangan terhadap suaminya dan
sebaliknya.
Hal ini menjadi sangat menarik untuk dibicarakan yang mana kasus kekerasan
dalam rumah tangga tidak lagi didominasi oleh kaum laki-laki saja tetapi kaum
perempuan pun dapat melakukan tindak perbuatan yang melawan hukum. Seperti
kasus Marsiyati (33), warga Dusun Langsar Laok, Desa Langsar, Kecamatan
Saronggi, Sumenep, Madura, Jawa Timur, nekat memotong alat vital suaminya
sendiri, Hasanah Riyadi (38). Kejadian tersebut membuka mata kita khususnya kaum
laki-laki yang biasanya lebih berkuasa atau bisa disebut kuat dalam segala hal, Dibuat
tidak percaya dengan tindakan kaum perempuan. Perempuan tidak lagi seperti yang
kita bayangkan dengan sikap yang lembut hatinya. Semua itu membalikkan fakta
bahwa tidak semua laki-laki yang selalu merupakan pelaku kekerasan dalam rumah
tangga.
Berdasarkan uraian singakt diatas tadi, maka penulis mencoba untuk sedikit
menguraikan Permasalahan-Permasalahan yang berkaitan dengan kekerasan dalam
rumah
tangga
yang
tidak
lagi
korbannya
perempuan,
Dengan
judul
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan bebes
dari segala bentuk kekerasan sesuai dengan falsafah Pancasila dan
Undang-undang Republik Indonesia tahun 1945.
b.
c.
2.1.2
Kekerasan fisik
Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh
sakit atau luka berat. Prilaku kekerasan yang termasuk dalam golongan
ini antara lain adalah menampar, memukul, meludahi, menarik rambut
(menjambak), menendang, menyudut dengan rokok, memukul/melukai
dengan senjata, dan sebagainya. Biasanya perlakuan ini akan nampak
seperti bilur-bilur, muka lebam, gigi patah atau bekas luka lainnya.
b.
psikologis
atau
emosional
adalah
perbuatan
yang
Kekerasan seksual
Kekerasan jenis ini meliputi pengisolasian (menjauhkan) istri dari
kebutuhan batinnya, memaksa melakukan hubungan seksual, memaksa
selera seksual sendiri, tidak memperhatikan kepuasan pihak istri.
Kekerasan seksual berat, berupa:
1.
2.
3.
Pemaksaan
hubungan
seksual
dengan
cara
tidak
disukai,
5.
6.
10
Kekerasan ekonomi
Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah
tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena
persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan
atau pemeliharaan kepada orang tersebut. Contoh dari kekerasan jenis ini
adalah tidak memberi nafkah istri, bahkan menghabiskan uang istri.
Kekerasan Ekonomi Berat, yakni tindakan eksploitasi, manipulasi dan
pengendalian lewat sarana ekonomi berupa:
1. Memaksa korban bekerja dengan cara eksploitatif termasuk pelacuran.
2. Melarang korban bekerja tetapi menelantarkannya.
3. Mengambil tanpa sepengetahuan dan tanpa persetujuan korban,
merampas dan atau memanipulasi harta benda korban.
Kekerasan Ekonomi Ringan, berupa melakukan upaya-upaya sengaja
yang menjadikan korban tergantung atau tidak berdaya secara ekonomi
atau tidak terpenuhi kebutuhan dasarnya.
11
2.1.3
b.
c.
12
d.
2.2
12
13
kekerasan dalam Rumah Tangga dapat menimpa siapa saja, bahkan bisa jadi
dia dapat berposisi sebagai pelaku juga sekaligus korban. Seperti kasus Marsiyati
(33), warga Dusun Langsar Laok, Desa Langsar, Kecamatan Saronggi, Sumenep,
Madura, Jawa Timur, nekat memotong alat vital suaminya sendiri, Hasanah Riyadi
(38). Berikut kita kaji kasus posisinya sebagai berikut :
Bahwa pelaku Marsiyati (33), warga Dusun Langsar Laok, Desa Langsar,
Kecamatan Saronggi, Sumenep, Madura, Jawa Timur, Cemburu
suaminya berselingkuh, nekat memotong alat vital suaminya sendiri,
Hasanah Riyadi (38). Celakanya lagi, alat vital yang sengaja dipotong
oleh sang istri, hilang entah kemana. Kini, korban kekerasan dalam rumah
tangga (KDRT) yang tengah menjalani perawatan intensif di unit bedah
RSUD dr H Moh Anwar, Sumenep, itu hanya bisa meratapi nasib. Ini
dikarenakan 'kelelakiannya' itu tak bisa dioperasi untuk disambung
apalagi tumbuh kembali. Karena tak ditemukan, tim dokter RS Haji Moh
Anwar, Sumenep, terpaksa akan membuatkan alat kelamin palsu atau
dalam istilah medis disebut proteasa. (GORIAU.COM)
Kejadian memilukan ini terjadi pada Kamis (21/2) pagi sekitar pukul
04.00 WIB dini hari. Ceritanya, istri korban yang dibakar api cemburu itu
mendekati korban yang sedang tertidur lelap di kursi panjang yang
terletak di ruang tamunya. Tanpa pikir panjang, perempuan berusia 33
14
tahun itu nekat memotong alat kelamin suaminya dengan pisau dapur
yang telah dipersiapkannya. Kress dan korban pun menjerit.
tersebut,
dia
memergoki
suaminya
saat
meloud
speaker
b.
15
2.2.1
b.
c.
16
d.
e.
pemeriksaan
sesuai
dengan
ketentuan
peraturan
perundang-
undangan.dan
f.
Tenaga kesehatan;
b.
Pekerja sosial;
c.
d.
Pembimbing rohani.
Melalui Undang-Undang ini pemerintah bertanggung jawab dalam
b.
c.
d.
17
e.
b.
c.
wajib
melakukan
upaya-upaya
sesuai
dengan
batas
b.
c.
d.
kekerasan seksual yang terjadi dalam relasi antar suami istri, maka yang
berlaku adalah delik aduan. Maksudnya adalah korban sendiri yang
melaporkan secara langsung kekerasan dalam rumah tangga kepada
18
b.
c.
d.
dari pasal 44 - Pasal 53. Lama waktu penjara dan juga besarnya denda
berbeda-beda sesuai dengan tindak kekerasan yang dilakukan. Dalam
proses pengesahan UU ini, bab mengenai ketentuan pidana sempat
dipermasalahkan karena tidak menentukan batas hukuman minimal,
melainkan hanya mengatur batas hukuman maksimal. Sehingga
dikhawatirkan seorang pelaku dapat hanya dikenai hukuman percobaan
saja. Meskipun demikian, ada dua pasal yang mengatur mengenai
19
hukuman minimal dan maksimal yakni pasal 47 dan pasal 48. Kedua
pasal tersebut mengatur mengenai kekerasan seksual.
Pasal 47:
Setiap orang yang memaksa orang yang menetap dalam rumah
tangganya melakukan hubungan seksual sebagaimana dimaksud dalam
pasal 8 huruf b dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 tahun dan
pidana penjara paling lama 15 tahun atau denda paling sedikit Rp
12.000.000 atau denda paling banyak Rp 300.000.000.
Pasal 48:
Dalam hal perbuatan kekerasan seksual yang mengakibatkan korban
mendapatkan luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali,
mengalami gangguan daya pikir atau kejiwaan sekurang-kurangnya
selama 4 minggu terus menerus atau 1 tahun tidak berturut-turut, gugur
atau matinya janin dalam kandungan, atau mengakibatkan tidak
berfungsinya alat reproduksi, dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 5 tahun dan pidana penjara paling lama 20 tahun atau denda
paling sedikit Rp 25.000.000 dan denda paling banyak Rp 500.000.000.
3) Pembuktian
Mengenai pembuktian kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga
dalam UU ini dikatakan bahwa sebagai salah satu alat bukti yang sah,
keterangan seorang saksi korban saja sudah cukup untuk membuktikan
bahwa terdakwa bersalah, apabila disertai dengan suatu alat bukti yang
sah lainnya (Pasal 55). Alat bukti yang sah lainnya itu adalah:
a.
Keterangan saksi;
b.
Keterangan ahli;
c.
Surat;
d.
20
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan.
Kekerasan dalam rumah tangga tidak lagi hanya dilakukan oleh laki-laki,
tetapi laki-laki pun dapat menjadi korban dari tindak kekerasan terutama oelh
perempuan. Banyak laki-laki malu menceritakan kekerasan yang mereka alami
Penelitian baru tentang kekerasan rumah tangga mengungkapkan bahwa ini adalah
bentuk kekerasan paling tidak lazim dalam kehidupan laki-laki. Dan kekerasan itu
juga mempunyai dampak jangka panjang yang sangat serius terhadap terutama
kesehatan fisik dari korban.
Dengan kita memahami bentuk-bentuk kekerasan dalam rumah tangga, kita
bisa mengantisipasi dan bisa melakukan advokasi sepenuhnya. Sehingga hak-hak
korban bisa terlindungi dengan baik. Bahkan bisa meminimalisir segala bentuk
kekerasan, sehingga tercipta ketenangan dan ketertiban di tengah masyarakat.
Terkait dengan kasus Marsiyati (33) warga Dusun Langsar Laok, Desa
Langsar Kecamatan Saronggi, Sumenep yang memotong penis suaminya sendiri,
telah divonis penjara selama empat tahun, Selasa (16/07/2013). Vonis majelis itu,
lebih rendah tiga tahun dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Teddy Roomius
yang menuntut Marsiyati 7 tahun penjara.
21
22
23
DAFTAR PUSTAKA
Marlyn Jane Alputila, Peran Kepolisian Dalam Proses Penyidikan Kasus Kekerasan
Dalam Rumah Tangga Di Polres Ambon, Jurnal Fakultas Hukum, Universitas
Hasanuddin, Makassar, 2012
Midwifejaniezt
(2012),
Makalah
Kdrt,
midwifejaniezt.blogspot.com/2012/12