Kodein
Kodein
DAN MEDIKOLEGAL
INTOKSIKASI KODEIN
0961050xxx
Ressy Hastoprajo
0961050xxx
Glen Jacob
0961050xxx
Enis Rahmanik
0961050xxx
Penguji:
Saebani, SKM, M.Kes
LEMBAR PENGESAHAN
Nama
NIM
1.
0961050xxx
2.
Ressy Hastoprajo
0961050xxx
3.
Glen Jacob
0961050xxx
4.
Enis Rahmanik
0961050xxx
5.
1061050180
Fakultas
: Kedokteran Umum
Universitas
: UKI
Bagian
Penguji
Pembimbing
: dr.Donald Rinaldi K.
Penguji,
Pembimbing,
dr.Donald Rinaldi K.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT Yang Maha Kuasa atas segala
rahmat-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan referat dengan judul Intoksikasi
Kodein tepat pada waktunya.
Referat ini disusun untuk memenuhi syarat menempuh Kepaniteraan di bagian
Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro Semarang.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Saebani,SKM, M.Kes selaku penguji dalam referat ini.
2. dr.Donald Rinaldi K. selaku pembimbing yang telah memberikan saran dan
koreksi dalam penyusunan referat ini.
3. Teman-teman coas dan semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan referat ini.
Semoga referat ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman Judul.......
1
Lembar Pengesahan...... .
2
Kata
Pengantar...
.....3
Daftar
Isi...
.....................4
Daftar
Tabel...............7
Daftar
Gambar..
.........8
BAB I PENDAHULUAN.
..
1.1
Latar
belakang.........9
1.2
Rumusan
masalah.......10
1.3
Tujuan
penelitian....10
1.4
Manfaat
penelitian.
....10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA......
2.1 Intoksikasi. .......12
DAFTAR TABEL
Table 1. Dosis arang aktif
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Struktur Kimia Kodein
BAB I
PENDAHULUAN
analisisnya. Toksikologi forensik mencakup tiga hal, yaitu terapan ilmu alam dalam
analisis racun sebagai bukti dalam tindak criminal, mendeteksi dan mengidentifikasi
konsentrasi dari racun dan metabolitnya dalam materi biologi, serta menginterpretasi
temuan analisis ke dalam suatu argumentasi tentang penyebab keracunan.
Kasus-kasus yang memerlukan Pemeriksaan forensik dalam kasus keracunan
dapat dibagi dalam dua kelompok, yang pertama bertujuan untuk mencari penyebab
kematian, misalnya kematian akibat keracunan morfin, sianida, CO, dan insektisida,
akan tetapi belum banyak disadari adalah untuk mengetahui mengapa suatu peristiwa
misalnya peristiwa pembunuhan, kecelakaan lalu lintas, perkosaan terjadi. Dengan
demikian tujuan kedua adalah untuk membuat suatu rekaan rekonstruksi atas peristiwa
yang terjadi.15
Dalam menggunakan suatu obat, tidak hanya manfaat terapi dari obat itu yang
dipertimbangkan tetapi juga efek samping yang ditimbulkannya. Salah satu golongan
obat yang harus diberikan perhatian lebih adalah obat golongan opioid, di antaranya
kodein. Kodein merupakan obat yang biasanya digunakan untuk meredakan batuk
(antitusif). Efek samping yang dapat ditimbulkan antara lain dapat mengenai sistem
saraf pusat: mengantuk, sakit kepala, depresi mental, insomnia, halusinasi,
kebingungan; efek gastrointestinal: konstipasi; efek kardiovaskular: takikardi,
bradikardi; efek dermatologik: urtikaria; dan efek neuromuskuloskeletal: kelelahan.
Telah dilaporkan kasus keracunan obat bahkan kematian yang ditimbulkan oleh kodein.
Oleh karena itu, dalam refertat ini akan dijelaskan mengenai salah satu bahaya
penggunaan obat yang salah yaitu intoksikasi kodein atau keracunan kodein. 2,3,4
1.2. Rumusan Masalah
1.2.1. Apakah yang dimaksud dengan intoksikasi kodein?
1.2.2. Bagaimana kodein dapat menyebabkan intoksikasi?
1.2.3. Apakah akibat intoksikasi kodein?
1.3. Tujuan
Tujuan dari penyusunan referat ini adalah menjelaskan pengertian dari intoksikasi
kodein, bagaimana kodein dapat menyebabkan intoksikasi, dan akibat intoksikasi
kodein.
10
1.4. Manfaat
1.4.1. Mahasiswa
Penyusun referat ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan wawasan kepada
mahasiswa/mahasiswi yang sedang menjalani Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran
Forensik dan Medikolegal mengenai intoksikasi kodein yang meliputi pengertian dari
intoksikasi kodein, bagaimana kodein dapat menyebabkan intoksikasi, dan akibat
intoksikasi kodein.
1.4.2. Masyarakat
Referat ini diharapkan mampu memberikan manfaat dan pengetahuan kepada
masyarakat luas, khususnya masyarakat Semarang mengenai segala sesuatu yang
berhubungan dengan kodein, termasuk bahaya-bahay yang dapat ditimbulkan sehingga
masyarakat dapat lebih berhati-hati dalam menggunakan obat-obatan, khususnya
kodein.
1.4.3. Pemerintah
Dengan penyusunan referat ini diharapkan pemerintah dapat meningkatkan pelayanan
kesehatan msyarakat, khususnya tentang peredaran obat-obatan yang ada di dalam
masyarakat. Pemerintah perlu membuat kebijakan agar masyarakat tidak dapat
membeli obat yang seharusnya dengan resep dokter sesuai dengan kemauannya sendiri.
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Intoksikasi
12
tanpa kekuatan mekanis, tetapi hanya dengan kekuatan daya kimianya, akan
menimbulkan efek yang besar, yang dapat menyebabkan sakit, bahkan kematian.5
2.1.2 Etiologi Intoksikasi
Penyebab intoksikasi ada beberapa macam yaitu :7
1. Bunuh diri
2. Pembunuhan
3. Kecelakaan
Agen intoksikasi terjadi pada semua umur remaja : obat-obat psikotropik,
sedatif, antidepresan, dan obat-obat narkotik, dewasa umumnya karena kecelakaan
kerja (pestisida,keracunan makanan).7
Keracunan dapat disebabkan oleh beberapa hal, berdasarkan wujudnya, zat yang
dapat menyebabkan keracunan antara lain : zat padat (obat-obatan, makanan), zat gas
(CO2), dan zat cair (alkohol, bensin, minyak tanah, zat kimia, pestisida, bisa/ racun
hewan).5
Racun racun tersebut masuk ke dalam tubuh manusia melalui beberapa cara,
diantaranya:5
1.
Melalui kulit
2.
3.
4.
Melalui suntikan
5.
6.
B. Herbisida
1. Chloropheoxy
2. Ikatan Dinitrophenal
3. Ikatan Karbonat: Prepham, Barbave
4. Ikatan Urea
5. Ikatan Triasine: Atrazine
6. Amide: Propanil
7. Bipyridye
C. Fungisida
1. Caplan
2. Felpet
3. Pentachlorphenal
4. Hexachlorphenal
D. Rodentisida
1. Warfarin
2. Red Squill
3. Norbomide
4. Sodium Fluoroacetate dan Fluoroacetamide
5. Aepha Naphthyl Thiourea
6. Strychnine
7. Pyriminil
8. Anorganik:
-
Zinc Phosfat
Thallium Sulfat
Phosfor
Barium Carbamat
Phosfat
Arsen Trioxyde
pusat.
Digitalis, asam oksalat terutama berpengaruh terhadap jantung.
Strychine terutama berpengaruh terhadap sumsum tulang belakang.
CO, dan HCN terutama berpengaruh terhadap darah dan enzim pernafasan.
Cantharides dan HgCl2 terutama berpengaruh terhadap ginjal.
15
3.
Misalnya:
o Asam oksalat
o Asam karbol
Selain menimbulkan rasa nyeri (efek lokal) juga akan menimbulkan depresi pada
susunan syaraf pusat (efek sistemik). Hal ini dimungkinkan karena sebagian dari
asam karbol tersebut akan diserap dan berpengaruh terhadap otak (Nawawi,
1989).
o Arsen
o Garam Pb
2.1.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi kerja racun5
1.
Cara pemberian
Setiap racun baru akan menimbulkan efek yang maksimal pada tubuh jika cara
pemberiannya tepat. Misalnya jika racun-racun yang berbentuk gas tentu akan
memberikan efek maksimal bila masuknya ke dalam tubuh secara inhalasi. Jika racun
tersebut masuk ke dalam tubuh secara ingesti tentu tidak akan menimbulkan akibat
yang sama hebatnya walaupun dosis yang masuk ke dalam tubuh sama besarnya.
Berdasarkan cara pemberian, maka umumnya racun akan paling cepat bekerja
pada tubuh jika masuk secara inhalasi, kemudian secara injeksi (i.v, i.m, dan s.c),
ingesti, absorbsi melalui mukosa, dan yang paling lambat jika racun tersebut masuk ke
dalam tubuh melalui kulit yang sehat.
2. Keadaan tubuh
a.
Umur
Pada umumnya anak-anak dan orang tua lebih sensitif terhadap racun bila
dibandingkan dengan orang dewasa. Tetapi pada beberapa jenis racun seperti
barbiturate dan belladonna, justru anak-anak akan lebih tahan.
b.
Kesehatan
Pada orang-orang yang menderita penyakit hati atau penyakit ginjal, biasanya
akan lebih mudah keracunan bila dibandingkan dengan orang sehat, walaupun racun
yang masuk ke dalam tubuhnya belum mencapai dosis toksis. Hal ini dapat dimengerti
karena pada orang-orang tersebut, proses detoksikasi tidak berjalan dengan baik,
16
demikian pula halnya dengan ekskresinya. Pada mereka yang menderita penyakit yang
disertai dengan peningkatan suhu atau penyakit pada saluran pencernaan, maka
penyerapan racun pada umumnya jelek, sehingga jika pada penderita tersebut terjadi
kematian, kita tidak boleh terburu-buru mengambil kesimpulan bahwa kematian
penderita disebabkan oleh racun. Dan sebaliknya pula kita tidak boleh tergesa-gesa
menentukan sebab kematian seseorang karena penyakit tanpa melakukan penelitian
yang teliti, misalnya pada kasus keracunan arsen (tipe gastrointestinal) dimana disini
gejala keracunannya mirip dengan gejala gastroenteritis yang lumrah dijumpai.
c.
Kebiasaan
Faktor ini berpengaruh dalam hal besarnya dosis racun yang dapat menimbulkan
gejala-gejala keracunan atau kematian, yaitu karena terjadinya toleransi. Tetapi perlu
diingat bahwa toleransi itu tidak selamanya menetap. Menurunnya toleransi sering
terjadi misalnya pada pencandu narkotik, yang dalam beberapa waktu tidak
menggunakan narkotik lagi. Menurunnya toleransi inilah yang dapat menerangkan
mengapa pada para pencandu tersebut bisa terjadi kematian, walaupun dosis yang
digunakan sama besarnya.
d.
Jenis kelamin
Jenis kelamin sangat mempengaruhi aktifitas kolinesterase dalam darah. Jenis
kelamin laki-laki memiliki aktifitas kolinesterase lebih rendah dari perempuan karena
kandungan kolinesterase dalam darah lebih banyak pada perempuan.22
3.
Racunnya sendiri
a. Dosis
Besar-kecilnya dosis racun akan menentukan berat-ringannya akibat yang
ditimbulkan. Dalam hal ini tidak boleh dilupakan akan adanya faktor toleransi, dan
17
intoleransi individual. Pada intoleransi, gejala keracunan akan tampak walaupun racun
yang masuk ke dalam tubuh belum mencapai level toksik. Keadaan intoleransi tersebut
dapat bersifat bawaan / kongenital atau intoleransi yang didapat setelah seseorang
menderita penyakit yang mengakibatkan gangguan pada organ yang berfungsi
melakukan detoksifikasi dan ekskresi.
b. Konsentrasi
Untuk racun-racun yang kerjanya dalam tubuh secara lokal misalnya zat-zat
korosif, konsentrasi lebih penting bila dibandingkan dengan dosis total. Keadaan
tersebut berbeda dengan racun yang bekerja secara sistemik, dimana dalam hal ini
dosislah yang berperan dalam menentukan berat-ringannya akibat yang ditimbulkan
oleh racun tersebut.
c. Bentuk dan kombinasi fisik
Racun yang berbentuk cair tentunya akan lebih cepat menimbulkan efek bila
dibandingkan dengan yang berbentuk padat. Seseorang yang menelan racun dalam
keadaan lambung kosong, tentu akan lebih cepat keracunan bila dibandingkan dengan
orang yang menelan racun dalam keadaan lambungnya berisi makanan.
d.
CO, dapat menyebabkan kematian, walaupun dosis barbiturate yang diberikan jauh di
bawah dosis letal. Dari segi hukum kedokteran kehakiman, kemungkinan-kemungkinan
terjadinya hal seperti itu tidak boleh dilupakan, terutama jika menghadapi kasus dimana
kadar racun yang ditemukan rendah sekali, dan dalam hal demikian harus dicari
kemungkinan adanya racun lain yang mempunyai sifat aditif (sinergitik dengan racun
yang ditemukan), sebelum kita tiba pada kesimpulan bahwa kematian korban
disebabkan karena reaksi anafilaksi yang fatal atau karena adanya intoleransi.
e.
Susunan kimia
Ada beberapa zat yang jika diberikan dalam susunan kimia tertentu tidak akan
menimbulkan gejala keracunan, tetapi bila diberikan secara tersendiri terjadi hal yang
sebaliknya.
f.
`
Antagonisme
Kadang-kadang dijumpai kasus dimana seseorang memakan lebih dari satu
macam racun, tetapi tidak mengakibatkan apa-apa, oleh karena reaksi-reaksi tersebut
saling menetralisir satu sama lain. Dalam klinik adanya sifat antagonis ini
18
dimanfaatkan untuk pengobatan, misalnya nalorfin dan kaloxone yang dipakai untuk
mengatasi depresi pernafasan dan oedema paru-paru yang terjadi pada keracunan akut
obat-obatan golongan narkotik.
yang
sulit
ditemukan
hanya
berdasar
inspeksi
warna keputihan pada mukosa mulut atau keabuan pad bibir dan dagu menunjukkan
akibat bahan kausatif dan korosif baik yang bersifat asam kuat maupun basa kuat.
Perbedaan pada dampak luka bakarnya yaitu nekrosis koagulatif akibat paparan asam
kuat sedangkan basa kuat menyebabkan nekrosis likuitatif.6
1.
2.
Tanda dan gejala-gejala yang sesuai dengan tanda / gejala keracunan zat yang
diduga.
19
Adanya tanda / gejala klinis biasanya hanya terdapat pada kasus yang bersifat
darurat dan pada prakteknya lebih sering kita terima kasus-kasus tanpa disertai
dengan data-data klinis tentang kemungkinan kematian karena kematian sehingga
harus dipikirkan terutama pada kasus yang mati mendadak, non traumatik yang
sebelumnya dalam keadaan sehat.
3.
Secara analisa kimia dapat dibuktikan adanya racun di dalam sisa makanan /
obat / zat yang masuk ke dalam tubuh korban.
Kita selamanya tidak boleh percaya bahwa sisa sewaktu zat yang digunakan korban
itu adalah racun (walaupun ada etiketnya) sebelum dapat dibuktikan secara analisa
kimia, kemungkinan-kemungkinan seperti tertukar atau disembunyikannya barang
bukti, atau si korban menelan semua racun kriteria ini tentunya tidak dapat
dipakai.
4. Ditemukannya kelainan-kelainan pada tubuh korban, baik secara makroskopik
atau mikroskopik yang sesuai dengan kelainan yang diakibatkan oleh racun
yang bersangkutan.
Bedah mayat (otopsi) mutlak harus dilakukan pada setiap kasus keracunan, selain
untuk menentukan jenis-jenis racun penyebab kematian, juga penting untuk
menyingkirkan kemungkinan lain sebagai penyebab kematian. Otopsi menjadi lebih
penting pada kasus yang telah mendapat perawatan sebelumnya, dimana pada kasuskasus seperti ini kita tidak akan menemukan racun atau metabolitnya, tetapi yang
dapat ditemukan adalah kelainan-kelainan pada organ yang bersangkutan.
5. Secara analisa kimia dapat ditemukan adanya racun atau metabolitnya di dalam
tubuh / jaringan / cairan tubuh korban secara sistemik.
Pemeriksaan toksikologi (analisa kimia) mutlak harus dilakukan. Tanpa pemeriksaan
tersebut, visum et repertum yang dibuat dapat dikatakan tidak memiliki arti dalam
hal penentuan sebab kematian. Sehubungan dengan pemeriksaan toksikologis ini,
kita tidak boleh terpaku pada dosis letal sesuatu zat, mengingat faktor-faktor yang
dapat mempengaruhi kerja racun. Penentuan ada tidaknya racun harus dibuktikan
secara sistematik, diagnosa kematian karena racun tidak dapat ditegakkan misalnya
hanya berdasar pada ditemukannya racun dalam lambung korban.
Dari kelima kriteria diagnostik dalam menentukan sebab kematian pada kasus-kasus
keracunan seperti tersebut di atas, maka kriteria keempat dan kelima merupakan
kriteria yang terpenting dan tidak boleh dilupakan.5
20
khas)
Perhatikan warna organ
- R. Korosif : Lambung (hiperemi, perlunakan, ulcerasi, perforasi)
- R. Gas : saluran pernafasan
- Urine : dapat terjadi perubahan warna, misal : salisilat urine warna
hijau.
3. Pemeriksaan Toksikologi14
Tujuannya untuk menegakkan diagnosa keracunan. Pada korban hidup terapi
cepat dan tepat, sedangkan pada orang mati didapatkan kesimpulan pasti sebab
kematian. Ada 3 langkah dalam pemeriksaan toksikologi, yaitu :
a) Pengambilan dan pengumpulan bahan
Harus dijaga syarat medicolegal dan Chain of evidence. Bahan-bahan tersebut
adalah :
Sertakan contoh bahan pengawet (100ml) dalam botol bersih, dilabel, dan
segel.
Dikirim segera setelah bahan diambil
Diantar (via kurir)
Via paket
Jaga keutuhan supaya layak diperiksa sebagai barang bukti.
Isi label :
-
Identitas korban
Jenis dan jumlah bahan pemeriksaan
Bahan pengawet yang dipakai
Tempat dan saat pengambilan bahan, pembungkusan dan penyegelan
Tanda tangan dan nama terang penyegel dokter yang otopsi
22
jenazah
Masing-masing dimasukkan dalam wadah sendiri
konsentrasi racun hasil analisis dengan efek fisiologis sangat dipengaruhi faktor
tertentu. Misal untuk racun bekerja sistemik, distribusi dan metabolisme efek
fisiologis.
Interpretasi hasil dipengaruhi oleh :14
Normal konsentrasi
Dosis terapi
Dosis toksis
Dosis letalis
23
Cara kerja :
Periksa pada logam Cu tersebut apakah terdapat noda-noda atau perubahan warna yang
menunjukkan adanya logam yang berhasil dipancing yaitu As atau Hg.
2. Marsh Test
Sifat : spesifik untuk arsen. Harus dilakukan dialmari asam.
Cara kerja :
24
Alat Marsh disiapkan lengkap dengan butir-butir Zn dan H 2SO4 yang bebas
dari As. Ujung tabung pemanas yang bebas disambung dengan pipa karet,
sedangkan ujung yang lain dimasukkan ke dalam larutan AgNO 3 3%.
Gunanya untuk menghilangkan udara dalam labu Erlenmeyer agar tidak
terjadi letusan dan untuk mengetahui bahwa alat marsh itu termasuk
reagennya bebas As, bila ada As akan terjadi endapan hitam pada larutan
AgNO3.
Biarkan alat ini selama jam kalaupun terjadi endapan pada larutan AgNO 3
setelah pemanasan.
3. Metoda Gutzeit
Indikator : AgNO3 kristal dan larutan AgNO3 1%
4. Sanger Black Test
Cara kerja :
pemeriksaan.
Pada ujung cerobong dipasangi pipa kaca yang diisi dengan kertas saring
25
Bila warna yang sudah terjadi tidak bertambah panjang lagi, berarti As dalam
labu sudah habis.
kematian.
Jika hasil tes positif, harus diperhitungkan kemungkinan kontaminasi
pada beberapa kasus bahan lain seperti vitreus/ otot dapat dianalisa
untuk mengevaluasi.
2.
3.
4.
26
5.
bukan merupakan komponen normal dalam material biologis yang didapatkan dalam
otopsi. Guna toksikologi adalah menolong menentukan sebab kematian. Kadangkadang material didapatkan dari pasien yang masih hidup, misalnya darah, rambut,
potongan kuku atau jaringan hasil biopsi. Hasil toksikologi disini membantu dalam
menentukan kasus-kasus yang diduga keracunan.5
Pada pengiriman material untuk analitikal toksikologi, diharapkan dokter
mengirimkan material sebanyak mungkin, dengan demikian akan memudahkan
pemeriksaan dan hasilnya akan lebih sempurna.
Jaringan tubuh masing-masing memiliki afinitas yang berbeda terhadap racunracun tertentu, misalnya:5
Jaringan otak adalah material yang paling baik untuk pemeriksaan racun-racun
organis, baik yang mudah menguap maupun yang tidak mudah menguap.
Hepar dan ginjal adalah material yang paling baik untuk menentukan keracunan
logam berat yang akut.
Darah dan urin adalah material yang paling baik untuk analisa zat organik non
volatile, misalnya obat sulfa, barbiturate, salisilat dan morfin.
Darah, tulang, kuku, dan rambut merupakan material yang baik untuk
pemeriksaan keracunan logam yang bersifat kronis.
Untuk racun yang efeknya sistemik, harus dapat ditemukan dalam darah atau
organ parenkim ataupun urin. Bila hanya ditemukan dalam lambung saja maka belum
cukup untuk menentukan keracunan zat tersebut. Penemuan racun-racun yang efeknya
sistemik dalam lambung hanyalah merupakan penuntun bagi seorang analis toksikologi
untuk memeriksa darah, organ, dan urin ke arah racun yang dijumpai dalam lambung
tadi. Untuk racun-racun yang efeknya lokal, maka penentuan dalam lambung sudah
cukup untuk dapat dibuat diagnosa.6
Adapun penyebab keracunan dapat dikenali melaui bau racun tersebut atau
warna urin setelah terkontamiasi denga racun tersebut antara lain :6
Karakteristik bau racun
Bau
Penyebab
27
Aseton
Almond
Bawang putih
Telur busuk
Karakteristik warna urin
Warna urine
Hijau/ biru
Kuning-merah
Coklat tua
Butiran keputihan
Coklat
ginjal, tanda-tanda korosif, bau khas dari hidung mulut, lebam mayat yang khas.
Kematian yang berlangsung lambat menimbulkan kelainan khas sesuai jenis
racun seperti :
- Arsen akan menunjukkan pigmentasi, hyperkeratosis, dan rontoknya rambut
- CO akan terjadi perlunakan atau gambaran honey comb appearance pada
globus palidus, perdarahan berbintik,dan adanya ring haemorrhages pada otak
- Alkohol akan mmenimbulkan sirosis hati, perdarahan saluran cerna.
Pemeriksaan dalam
-
Dapat tercium bau khas amandel ketika membuka rongga dada, perut, otak serta
terang
Ditemukan tanda-tanda asfiksia
3. Mata : miosis
2.1.12. Aspek Medikolegal
Pemeriksaan forensik dalam kasus keracunan dapat dibagi dalam dua
kelompok, yaitu atas dasar dari tujuan pemeriksaan itu sendiri. Yang pertama bertujuan
untuk mencari penyebab kematian, yang kedua untuk mengetahui suatu peristiwa.18
Biasanya racun bisa digunakan untuk membunuh tapi keracunan bisa terjadi secara
tidak sengaja. 20
Pasal 133 (1) KUHP : Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani
seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang
merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli
kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya.18
2.2.
Kodein
29
Sebagian besar kodein yang ada disintesa dari morfin melalui proses O-methylation
karena kadar morfin dalam opium jauh lebih besar daripada kadar kodein dalam
opium.8,9
Kodein memiliki efek analgesik yang lemah, sekitar dari keuatan analgesik morfin.
Oleh karena itu, kodein tidak dipakai untuk menghilangakan rasa nyeri. Kodein adalah
antitusif (antibatuk) yang kuat. Kodein dijumpai dalam air seni sampai dua hari sesudah
penggunaan terakhir.9
2.2.2. Struktur kimia dan sifat kodein
30
pada orang normal seringkali menimbulkan disforia berupa perasaan kuatir atau takut
disertai mual dan muntah.12
B. Analgesik
Efek analgetik yang ditimbulkan oleh opioid terutama terjadi sebagai akibat
kerja opioid pada reseptor, reseptor dan dapat juga ikut berperan dalam menimbulkan
analgesia terutama pada tingkat spinal. Sangat selektif dan tidak disertai oleh hilangnya
fungsi sensorik lain seperti rasa raba, rasa getar, (vibrasi), penglihatan, dan
pendengaran. Pengaruh morfin dan opioid terhadap modalitas nyeri yang tidak tajam
(dull pain) dan berkesinambungan lebih nyata dibandingkan dengan pengaruh morfin
terhadap nyeri tajam dan intermiten. Efek analgesik morfin timbul berdasarkan 3 faktor
: morfin meninggikan ambang rangsang nyeri, morfin dapat mempengaruhi emosi
artinya morfin dapat mengubah reaksi yang timbul dikorteks serebri dari talamus,
morfin memudahkan tidur dan pada waktu tidur ambang rangsang nyeri meningkat.12
Antara nyeri dan efek analgesic morfin dan opioid lain terdapat antagonism
artinya nyeri merupakan antagonis faalan bagi efek analgesic dan efek depresi napas
morfin. Bila nyeri sudah dialami beberapa waktu sebelum pemberian morfin,maka efek
analgesiknya tidak begitu besar. Tetapi bila stimulus nyeri ditimbulkan setelah efek
analgesic morfin mencapai maksimum.12
C. Eksitasi
Morfin dan opoid lain sering menimbulkan mual dan muntah, sedangkan
delirium dan konvulsi lebih jarang timbul. Faktor yang dapat mengubah efek eksitasi
morfin ialah idiosinkrasi dan tingkat eksitasi reflex (reflex excitatory level) SSP. Pada
beberapa spesies efek eksitasi morfin jauh lebih jelas. Misalnya pada kucing morfin
menimbulkan mania dan hipertermia, konvulsi tonik dan klonik yang dapat berakhir
dengan kematian. Kodein tidak menyebabkan depresi progresif bila dosisnya
dibesarkan, tetapi justru menyebabkan eksitasi.12
D. Miosis
31
Penetesan larutan morfin langsung pada mata tidak menimbulkan miosis, tetapi
pemberian secara sistemik menimbulkan miosis dengan mekanisme yang belum jelas.
Miosis ini dapat dilawan oleh atropin dan skopolamin. Morfin dalam dosis terapi
mempertinggi daya akomodasi dan menurunkan tekanan intraokuler, baik pada orang
normal maupun pada penderita glaucoma.12
E. Depresi napas
Morfin menimbulkan depresi napas secara primer dam bersinambung
berdasarkan efek langsung terhadap pusat napas. Pada dosis kecil morfin sudah
menimbulkan depresi napas tanpa menyebabkan tidur atau kehilangan kesadaran.
Morfin dan analgesic opioid lain berguna untuk menghambat refleks batuk. Depresi
refleks batuk ini ternyata tidak berjalan sejajar dengan depresi napas.12
F. Mual dan muntah
Efek emetic morfin terjadi berdasarkan stimulasi langsung pada emetic
chemoreceptor trigger zone, bukan oleh stimulasi pusat emetic sendiri. Apomorfin
menstimulasi CTZ paling kuat. Beberapa derivate fenotiazin yang merupakan penyekat
dopamine yang kuat dapat mengadakan antagonisme terhadap efek mual dan muntah
morfin. Dengan dosis terapi (15mg morfin subkutan) pada penderita yang berbaring,
jarang terjadi mual dan muntah, tetapi pada penderita berobat jalan mual dan muntah
terjadi masing-masing 40% dan 15% penderita. Efek mual dan muntah akibat morfin
diperkuat oleh stimulasi vestibuler, sebaliknya analgesik opoid sintetik meningkatkan
sensitivitas vestibuler.12
G. Saluran cerna
Penyelidikan manusia telah membuktikan bahwa morfin berefek langsung pada
saluran cerna, bukan melalui efeknya pada SSP.12
H. Lambung
Morfin menghambat sekresi HCl, tetapi efek ini lemah dan dapat ditiadakan
oleh rangsang kimia atau psikik. Selanjutnya morfin menyebabkan pergerakan lambung
32
33
34
jumlah relatif kecil, tetapi dengan dosis toksis, bila masuk atau mengenai tubuh, tanpa
kekuatan mekanis, tetapi hanya dengan kekuatan daya kimianya, akan menimbulkan
efek yang besar, yang dapat menyebabkan sakit, bahkan kematian, sedangkan kodein
sendiri adalah alkaloid alamiah yang ditemukan dalam opium, sekitar 0,3-3,0%. Kodein
merupakan opioida alamiah yang paling banyak digunakan dalam pengobatan. Kodein
bisa diekstrak dari opium tetapi kadar kodein dalam opium sangat kecil sehingga
kodein tidak langsung diperoleh dari opium dengan cara ekstraksi. Sebagian besar
kodein yang ada disintesa dari morfin melalui proses O-methylation karena kadar
morfin dalam opium jauh lebih besar daripada kadar kodein dalam opium. Kodein
memiliki efek analgesik yang lemah, sekitar dari keuatan analgesik morfin. Oleh
karena itu, kodein tidak dipakai untuk menghilangakan rasa nyeri. Kodein adalah
antitusif (antibatuk) yang kuat. Kodein dijumpai dalam air seni sampai dua hari sesudah
penggunaan terakhir.
Intoksikasi akut morfin atau opioid lain biasanya terjadi akuibat percobaan
bunuh diri atau kelebihan dosis. Pasien akan tidur, sopor atau koma jika intoksikasi
cukup berat. Frekuensi napas lambat, 2-4 kali permenit, dan pernapasan mungkin
berupa Cheyne Stokes. Pasien sianotik, kulit muka merah tidak merata dan agak
kebiruan. Tekanan darah yang mula-mula baik akan menurun sampai terjadi syok bila
napas memburuk, dan ini dapat diperbaiki dengan memberikan oksigen. Pupil sangat
kecil (pin point pupils), kemudian midriasis jika telah terjadi anoksia. Pembentukan
urin sangat kurang karena terjadi penglepasan ADH dan turunnya tekanan darah. Suhu
badan rendah, kulit terasa dingin, tonus otot rangka rendah, mandibular dalam keadaan
relaksasi dan lidah dapat menyumbat jalan napas. Pada bayi mungkin timbul konvulsi.
Kematian biasanya disebabkan oleh depresi napas.
2.3.2.
35
Kemungkinan penyebab
Opoioid, inhibitor kolinesterase
(organofosfat, carbamate insektidida),
klonidin, fenotiazin
Benzodiazepin
Antidepresan trisiklik, amfetamin,
ekstasi,kokain, antikolonergik (benzeksol,
Sianosis
benztropin), antihistamin
Obat depresan SSP, bahan penyebab
Hipersalivasi
Nistagmus, ataksia, tanda serebral
methaemoglobinemia
Organofosfat/ karbamat, insektisida
Antikonvulsan (frenitoin, karbamazepin),
Gejala ekstrapiramidal
Seizures
alcohol
Fenotiazin, haloperidol, metoklopramid
Antidepresan trisiklik, antikonvulsan,
teofilin, antihistamin, OAINS, fenothiazin,
Hipertemia
Hipertemia dan hipertensi, takikardi,
isoniazid
Litium, antidepresan trisiklik, antihistamin
Amfetamin, ekstasi, kokain
agitasi
Hipertemia dan takikardi, asidosis
Salsilat
metabolic
Bradikardia
36
takikardi, halusinasi.
2.3.3.
37
Resusitasi - ABC
Eliminasi - hambat absorbsi melalui pencernaan
38
3. Perawatan Jiwa
Dengan Masalah:
1. Kelainan kepribadian
2. Reaksi depresi
3. Psikosis
4. Neurosis
5. Retardasi Mental
Pertolongan Pertama Intoksikasi Tergantung Cara Masuk Tertelan8
1. Baringkan Pasien di tempat datar
2. Muntahkan racun:
Rangsang farings
Beri syrup Ipecac 15 30 cc dengan air gelas
3. Beri Norit : 25 40 mg Anak: 1 mg/KgBB
Kontra Indikasi
1. Kejang koma
2. Tertelan bahan korosif + minyak
Dihirup
Bawa ke udara bebas
Beri oksigen
Kulit
Cuci dengan air mengalir
Sabun keramas
Mata
-
39
Sindroma Simpatomimetik
Delusi
Paranoia
Nadi, Tensi
Medriasis
Kejang
EKG
Radiologi
Elektrolit
Anion
Osmolaritas
Dekontaminasi
lambung
tidak
menjamin
semua
bahan
racun
yang
masuk bisa dikeluarkan, oleh karena itu tindakan dekontaminasi lambung tidak rutin
dilakukan pada kasus keracunan. 13
Periksa anak apakah ada tanda kegawatan dan periksa gula darah (hipoglikemia)
Identifikasi bahan racun dan keluarkan bahan tersebut sesegera mungkin. Ini akan
sangat efektif jika dilakukan sesegera mungkin setelah terjadinya keracunan,
idealnya dalam waktu 1 jam pertama pajanan.
40
Jika anak tertelan minyak tanah, premium atau bahan lain yang
mengandung premium/minyak tanah/solar (pestisida pertanian berbahan pelarut
minyak tanah) atau jika mulut dan tenggorokan mengalami luka bakar (misalnya
karena bahan pemutih, pembersih toilet atau asam kuat dari aki), jangan rangsang
muntah tetapi beri minum air.
Tabel 1. Jika menggunakan pipa nasogastrik, pastikan dengan seksama pipa nasogastrik
berada di lambung.
Tabel 1: Dosis arang aktif 13
Anak sampai umur 1 tahun
1 g/kg
25-50 g
25-100 g
Larutkan arang aktif dengan 8-10 kali air, misalnya 5 g ke dalam 40 ml air
Jika mungkin, berikan sekaligus, jika sulit (anak tidak suka), dapat diberikan
secara bertahap
Efektifitas arang aktif bergantung pada isi lambung (lambung kosong lebih
efektif)
Jika arang aktif tidak tersedia, rangsang muntah (hanya pada anak sadar) yaitu
dengan merangsang dinding belakang tenggorokan dengan menggunakan spatula
atau gagang sendok.
Bilas lambung
Lakukan hanya di fasilitas kesehatan dengan petugas kesehatan terlatih yang
mempunyai pengalaman melakukan prosedur tersebut dan keracunan terjadi kurang
dari 1 jam (waktu pengosongan lambung) dan mengancam nyawa. Bilas lambung tidak
boleh dilakukan pada keracunan bahan korosif atau hidrokarbon. Bilas lambung bukan
41
prosedur rutin pada setiap kasus keracunan. Pastikan tersedia mesin pengisap untuk
membersihkan muntahan di rongga mulut. Tempatkan anak dengan posisi miring ke
kiri dengan kepala lebih rendah. Ukur panjang pipa nasogastrik yang akan dimasukkan.
Masukkan pipa nasogastrik ukuran 24-28 F melalui mulut ke dalam lambung
(menggunakan ukuran pipa nasogastrik lebih kecil dari 24 tidak dapat mengalirkan
partikel besar seperti tablet). Pastikan pipa berada dalam lambung. Lakukan bilasan
dengan 10 ml/kgBB garam normal hangat. Jumlah cairan yang diberikan harus sama
dengan yang dikeluarkan, tindakan bilas lambung dilakukan sampai cairan bilasan yang
keluar jernih.13
Catatan: Intubasi endotrakeal dengan pipa endotrakeal (cupped ET) diperlukan untuk
mengurangi risiko aspirasi.13
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Intoksikasi atau keracunanan adalah masuknya substansi kimia, yang dalam
jumlah relatif kecil, tetapi dengan dosis toksis, bila masuk atau mengenai tubuh, tanpa
kekuatan mekanis, tetapi hanya dengan kekuatan daya kimianya, akan menimbulkan
42
efek yang besar, yang dapat menyebabkan sakit, bahkan kematian, sedangkan kodein
sendiri adalah alkaloid alamiah yang ditemukan dalam opium, sekitar 0,3-3,0%. Kodein
merupakan opioida alamiah yang paling banyak digunakan dalam pengobatan. Kodein
bisa diekstrak dari opium tetapi kadar kodein dalam opium sangat kecil sehingga
kodein tidak langsung diperoleh dari opium dengan cara ekstraksi. Sebagian besar
kodein yang ada disintesa dari morfin melalui proses O-methylation karena kadar
morfin dalam opium jauh lebih besar daripada kadar kodein dalam opium. Kodein
memiliki efek analgesik yang lemah, sekitar dari keuatan analgesik morfin. Oleh
karena itu, kodein tidak dipakai untuk menghilangakan rasa nyeri. Kodein adalah
antitusif (antibatuk) yang kuat. Kodein dijumpai dalam air seni sampai dua hari sesudah
penggunaan terakhir.
Intoksikasi akut morfin atau opioid lain biasanya terjadi akuibat percobaan
bunuh diri atau kelebihan dosis. Pasien akan tidur, sopor atau koma jika intoksikasi
cukup berat. Frekuensi napas lambat, 2-4 kali permenit, dan pernapasan mungkin
berupa Cheyne Stokes. Pasien sianotik, kulit muka merah tidak merata dan agak
kebiruan. Tekanan darah yang mula-mula baik akan menurun sampai terjadi syok bila
napas memburuk, dan ini dapat diperbaiki dengan memberikan oksigen. Pupil sangat
kecil (pin point pupils), kemudian midriasis jika telah terjadi anoksia. Pembentukan
urin sangat kurang karena terjadi penglepasan ADH dan turunnya tekanan darah. Suhu
badan rendah, kulit terasa dingin, tonus otot rangka rendah, mandibular dalam keadaan
relaksasi dan lidah dapat menyumbat jalan napas. Pada bayi mungkin timbul konvulsi.
Kematian biasanya disebabkan oleh depresi napas.
Kelainan khas pada racun tidak selalu didapatkan. Diagnose keracunan sering
sukar dalam menentukan sebab kematian. Harus dibutuhkan pemeriksaan toksikologi.
3.2. Saran
Kodein adalah sejenis obat batuk yang digunakan oleh dokter, namun dapat
menyebabkan ketergantungan/efek adiksi dan keracunan jika pemakaiannya tidak
sesuai dosis atau disalahgunakan. Keracunan ini dapat menimbulkan berbagai gejala
dari mulai yang ringan sampai kematian, sehingga peredarannya dibatasi, diawasi
secara ketat dan sesuai resep dokter.
43
DAFTAR PUSTAKA
44
45