Anda di halaman 1dari 7

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Menurut The Glossary of Prostodontics Term prostodonsia adalah cabang
ilmu kedokteran gigi yang mempelajari tentang pemulihan, pemeliharaan fungsi
mulut, kenyamanan, penampilan, dan kesehatan pasien dengan memperbaiki gigi
asli dan atau menggantikan gigi atau jaringan kraniofasial yang hilang dengan
pengganti tiruan. Protesa gigi didefinisikan sebagai pengganti satu gigi atau lebih
dan atau struktur yang berhubungan dengan gigi. Elemen gigi tiruan meliputi gigi
artifisial, basis, penahan, penghubung, dan sandaran. Basis gigi tiruan lepasan
adalah bagian protesa yang berhadapan dengan jaringan lunak mulut di
bawahnya, berfungsi untuk memperbaiki kontur jaringan sebagai tempat bagi
elemen gigi tiruan, dan menerima dukungan dari gigi pendukung atau jaringan
sisa tulang alveolar (Gunadi dkk., 1995).
Bahan basis gigi tiruan yang ideal sebaiknya memenuhi persyaratan antara
lain tidak toksis dan tidak mengiritasi, tidak larut dan tidak mengabsorbsi cairan
mulut, mempunyai sifat mekanis dan fisik yang memadai, mempunyai estesis
yang baik, bersifat radio-opacity sehingga mudah dideteksi, dan mudah
pembuatannya (Combe, 1992).
Resin akrilik mulai diperkenalkan pada tahun 1936 dipakai sebagai bahan
plat gigi tiruan sebagian dan gigi tiruan lengkap karena mudah pembuatannya,
penghantar panas yang baik, mempunyai permeabilitas rendah terhadap cairan
mulut, dan warna yang stabil (Skinner, 1973). Selain itu kelebihan dari resin

akrilik menurut Combe (1992), yaitu tidak toksis dan tidak mengiritasi jika
dikerjakan dengan benar, tidak larut dan tidak aktif dalam cairan mulut meskipun
sedikit menyerap air, dan mudah diproses dengan menggunakan alat yang
sederhana.
Menurut Combe (1992) ketebalan basis gigi tiruan dari logam dapat dibuat
sangat tipis yaitu 0,11 mm, ringan, dan tidak mudah patah. Pada umumnya pasien
yang memerlukan gigi tiruan pada seluruh tingkatan usia memilih untuk
menghindari pemakaian gigi tiruan logam untuk menghasilkan estetik yang baik,
dan pemakaian thermoplastic resin seringkali menjadi pilihan. Beberapa tipe
thermoplastic resin dapat digunakan dengan keuntungan secara estetik dan
menghindari potensi terjadinya reaksi alergi terhadap logam (Takabayashi, 2010).
Thermoplastic resin telah digunakan dibidang kedokteran gigi lebih dari lima
puluh tahun. Pada saat ini pemakaian thermoplastic resin telah menyebar dan
tumbuh secara signifikan karena kelebihan sifatnya. Teknologi thermoplastic
resin didasarkan pada plastisisasi bahan hanya dengan menggunakan proses
pemanasan tanpa adanya reaksi kimia. Kemampuan injeksi bahan themoplastik
resin yang telah dipanaskan ke dalam cetakan telah membuka perspektif baru
dalam pembuatan gigi tiruan (Shamnur dkk., 2011). Berdasarkan ISO-1567,
menurut komposisinya thermoplastic resin dapat dibedakan menjadi golongan
resin asetal, resin polikarbonat, resin akrilik, dan poliamida atau nilon.
Pada kasus-kasus tertentu yang memerlukan penanganan khusus seperti
penanganan jaringan lunak mulut dan gerong tulang, berbagai kesulitan arah
pemasangan, kemiringan gigi, dan maloklusi, flexible denture merupakan

alternatif pilihan perawatan yang lebih memberikan harapan dalam berbagai


keadaan kehilangan gigi. Saat ini telah dikembangkan dan dipopulerkan
mengenai flexible resin system antara lain thermoplastic nylon, thermoplastic
acetal, thermoplastic acrylic, dan thermoplastic polycarbonate. Thermoplastic
nylon termasuk golongan plastics superpolyamida. Bentuk asli nylon terbuat dari
sintesa linier calcium polyamida dan derifat karbon. Nama-nama produk dagang
flexible resin yang bebas monomer antara lain valplast, duraflek, proflek,
lucitone, impak, dan aulen (Shamnur dkk., 2011). Thermoplastic nylon pertama
diperkenalkan tahun 1950, terdiri dari berbagai kelas polyamida yang berbeda.
Pada tahun 1962 dibuat dengan system injeksi cepat, yang menghasilkan salah
satu produk dagangnya yaitu valplast. Kemudian pada tahun 1992 mulai
diperkenalkan pembuatan cengkeram dari thermoplastic nylon yang warnanya
menyerupai warna gigi (Takabayashi, 2010). Shamnur dkk., (2004), Katsumata
dkk., (2007) juga melaporkan penggunaan non-metal clasp gigi tiruan sebagian
lepasan pada pasien yang alergi terhadap logam.
Menurut DiTolla (2004) indikasi pemakaian bahan thermoplastic nylon,
yaitu gigi tiruan sebagian valplast tanpa logam, gigi tiruan sebagian kombinasi
dengan logam, dan gigi tiruan sebagian nylon satu sisi dengan atau tanpa logam.
Sedangkan kontra indikasinya yaitu ruang interoklusal posterior kurang dari 4
mm (all nylon ) atau 6 mm, bilateral free-end perluasan ke distal dengan knifeedge ridges atau tori lingual rahang bawah, bilateral free-end perluasan ke distal
rahang atas dengan atropi berat, tonjolan pada alveolar, dan kasus deep overbite
(4mm atau lebih). Beberapa keuntungan bahan ini diantaranya bersifat tembus

pandang, warna menyerupai jaringan mulut , lebih tipis dari resin akrilik,
memiliki elastisitas tinggi sehingga mempermudah mengatasi gerong atau
undercut jaringan lunak dan jaringan keras mulut, tidak menimbulkan alergi
seperti logam atau sisa monomer methylmetacrylate, tidak menimbulkan arus
galvanic seperti pada logam, dan lebih nyaman dipakai (Katsumata dkk., 2007;
Goiato dkk., 2010). Kerugian thermoplastic nylon adalah mudah berubah warna
(Dhiman dan Chomdurry, 2009), biaya pemrosesannya lebih mahal dibandingkan
dengan bahan resin akrilik, proses relining dan penambahan gigi artificial tidak
bisa dilakukan di klinik tetapi harus dikirim ke laboratorium gigi, mudah abrasi
sehingga cara pembersihannya tidak boleh disikat, dan bersifat menyerap air
sehingga mudah terjadi pewarnaan (Katsumata dkk., 2007).
Basis protesa gigi harus memiliki ketahanan yang cukup terhadap
deformasi permukaan sehingga tidak mudah menjadi kasar untuk menghindari
terjadinya akumulasi plak (Negrutiu dkk., 2005). Microhardness didefinisikan
sebagai daya tahan terhadap indentasi permukaan yang permanen. Pada level
mikroskopis microhardness meliputi morfologi permukaan dan tekanan komplek
pada bahan yang di tes. Kekerasan permukaan adalah ukuran ketahanan terhadap
perubahan bentuk dan diukur sebagai gaya dibagi unit area indentasi. Kekerasan
permukaan diukur dengan instrumen yang ujungnya menekan kedalam
permukaan bahan yang diukur. Ujung alat pengukur mempunyai sifat bahan yang
terbuat dari materi yang sangat keras, seperti baja atau intan, bentuk indentasi
kemudian diukur (Gladstone, 2012).

Musanje dan Darvell (2003) berpendapat bahwa kondisi saliva di dalam


mulut merupakan cairan elektrolit yang sangat mempengaruhi bahan plat gigi
tiruan lepasan. Saliva sangat bervariasi dalam komposisi dan konsentrasi, bahkan
variasi ini tidak hanya terjadi antar individu tetapi pada individu yang sama bisa
terjadi perubahan setiap saat. Derajat keasaman saliva dapat berubah-ubah, hal ini
bisa dipengaruhi oleh adanya enzim, bakteri, hormon, dan pengaruh dari luar.
Derajat keasaman (pH) dalam mulut bervariasi antara pH 4 sampai pH 8,5
(McCabe dan Wall, 2008). Menurut Glickman (1973) dan Carranza (1984) pH
saliva antara pH 6,2 sampai pH 7,4 dengan rata-rata pH 6,8. Barnes dan Walls
(1994) menuliskan tentang derajat keasaman saliva, bahwa setiap orang
mempunyai kemampuan buffer atau pendaparan yang berbeda. Apabila
kemampuan buffer atau pendamparan kurang maka derajat keasaman saliva
menjadi tidak stabil, hal ini disebabkan produksi saliva setiap orang berbedabeda.

B. Perumusan masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut timbul permasalahan yaitu, apakah
derajat keasaman saliva berpengaruh terhadap microhardness plat gigi tiruan
polyamide dan polycarbonate?

C. Tujuan penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji pengaruh derajat keasaman
saliva terhadap microhardness plat gigi tiruan polyamide dan polycarbonate.

D. Manfaat penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Memberi informasi pengetahuan tentang pengaruh derajat keasaman saliva
terhadap microhardness plat gigi tiruan polyamide dan polycarbonate.
2. Sebagai pertimbangan dalam menentukan indikasi pemakaian bahan plat gigi
tiruan sebagian lepasan polyamide dan polycarbonate.

E. Keaslian penelitian
Goiato dkk. (2010) pada penelitiannya yang berjudul Effect of accelerated
aging on the microhardnes and color stability of flexible resins for dentures
menyimpulkan bahwa terjadi peningkatan nilai microhardnes pada bahan
thermoplastic nylon setelah dilakukan accelerated agging. Gladstone (2012) pada
penelitiannya yang berjudul Evaluation of the hardness of flexible Denture Base

Resins, menyimpulkan bahwa nilai microhardness Trevalon dua kali lebih besar
dibandingkan dengan Lucitone. Sepengetahuan penulis penelitian mengenai
pengaruh derajat keasaman saliva terhadap microhardness plat gigi tiruan
sebagian

lepasan

thermoplastic

resin

belum

pernah

dilakukan.

Anda mungkin juga menyukai