Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Kepadatan lalu lintas bisa terjadi karena mobilitas yang tinggi. Mobilitas yang tinggi
menuntut masyarakat agar tidak tertinggal oleh kemajuan jaman, salah satunya
yaitu dengan memiliki kendaraan. Tidak bisa kita pungkiri lagi, dampak negatif
kendaraan bermotor menjadi pembicaraan serius bagi masyarakat modern, yaitu
selain mengurangi keuangan, tidak sedikit orang terbunuh di jalanan akibat
kepadatan lalu lintas. Sejak ditemukannya kendaraan bermotor lebih dari seabad
lalu, diperkirakan sekitar 30 juta orang telah terbunuh akibat kecelakaan jalan. Dari
fenomena tersebut bisa dipastikan bahwa kendaraan bermotor menjadi penyebab
terbunuhnya banyak orang di dunia. Bahkan orang yang mati di jalan raya akibat
kecelakaan kendaraan bermotor lebih banyak dibandingkan dengan korban
kecelakaan angkutan udara, laut, danau, maupun kereta api.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa di tahun 2020 penyebab
terbesar ketiga kematian adalah kecelakaan jalan raya, tepat dibawah penyakit
jantung dan depresi. WHO mencatat bahwa 1 juta orang di seluruh dunia meninggal
setiap tahunnya di jalan raya akibat kecelakaan, dimana 40% diantaranya berusia
25 tahun. Sementara itu, jutaan orang lainnya mengalami luka parah dan cacat fisik
akibat kecelakaan. (www.google.com)
Angka kecelakaan di Indonesia menunjukkan tren peningkatan setiap tahunnya.
Data Departemen Perhubungan RI menunjukkan bahwa tahun 2003 terdapat 13.399
kecelakaan lalu lintas di seluruh Indonesia, kemudian tahun 2004 terdapat 17.734
kecelakaan dan pada tahun 2005 terdapat 33.827 kasus kecelakaan dan 36%
diantaranya (12.178 orang) meninggal dunia. Menurut data Korps Lalu Lintas Mabes
Polri, pada 2011 total korban kecelakaan jalan mencapai sekitar 177 ribu orang.
Sebanyak 31.185 korban atau 17,64% adalah korban tewas. (Kompas Cyber Media,
Jumat 4 Mei 2007)
Melihat fakta bahwa manusia merupakan 85% penyebab kecelakaan lalu-lintas,
maka yang diperlukan adalah pembinaan dan pengembangan SDM pelaksana
transportasi (sopir, kernet, mekanik, dan lain lain). Jika ketiga komponen
transportasi ini berkumpul untuk membicarakannya, ketiga instansi itu pasti akan
geleng kepala dan berkata ini bukan urusan instansi kami. (artikel online Karyadi
Sum)
1.2.
Identifikasi Masalah
1.
Kurangnya kematangan masyarakat dalam berkendara di jalan raya.
a.
Banyaknya calon pengemudi yang gagal dalam ujian SIM A. Dari hasil
kuisoner menunjukkan 70% (17 responden) dari 23 responden yang mengikuti ujian
pernah gagal dalam ujian untuk mendapatkan SIM A. (www.ngobrolaja.com)
b.
Cara mendapatkan SIM C dengan menggunakan calo ataupun sogokkan.
Biasanya orang yang ingin mendapatkan SIM C dengan cara yang mudah dan cepat
adalah menggunakan calo, bahkan terkadang ada yang rela merogoh kantung
sakunya untuk memberi sogokkan kepada aparat yang bertugas di pembuatan SIM.
c.
Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang rambu lalu lintas atau tandatanda yang ada di jalan raya.
2.
Kurangnya persiapan sebelum berkendara.

3.
Sosialisasi tentang keselamatan berkendara yang belum sepenuhnya
terlaksana.
4.
Suasana alam yang kurang mendukung pengendara dalam berkendara di
jalan raya.
1.3.
Rumusan Masalah
Berdasarka latar belakang dan identifikasi masalah di atas maka penulis
merumuskan masalah sebagai berikut. Bagaimana membudayakan cara berkendara
yang baik kepada masyarakat modern di Indonesia?
1.4.
Ruang Lingkup
Dalam karya tulis ini, penulis membahas hal-hal yang berkaitan dengan
keselamatan berkendara yang meliputi:
1.
Safety riding.
2.
Safety driving.
3.
Rambu-rambu lalu lintas dan masyarakat sebagai pengguna jalan.
1.5.
Tujuan
1.
Memberi pengetahuan kepada masyarakat Indonesia tentang cara berkendara
yang baik untuk meminimalisir kematian akibat kecelakaan di jalan raya.
2.
Memberi pengetahuan kepada pengendara kendaraan tentang rambu-rambu
lalu lintas.
3.
Mendukung program pemerintah yaitu safety riding dan safety driving sebagai
upaya untuk mengurangi jumlah kecelakaan lalu lintas.
1.6.
Manfaat
1.
Sebagai bentuk pembelajaran bagi masyarakat Indonesia untuk lebih disiplin
dan berpikir matang apabila akan mengendarai kendaraan.
2.
Diharapkan masyarakat Indonesia mendapatkan informasi yang relevan
dengan judul karya tulis ini.
1.7.
Metode Penelitian
Penulis mengambil metode karya tulis dengan tinjauan pustaka, sebagai landasan
teori dan data untuk memperkuat data penulis.
Untuk mendapatkan data yang mendukung, penulis juga mengambil data dari
internet, serta melalui wawancara dengan pihak yang bersangkutan.

BAB II
PEMBAHASAN
A.
Safety Riding
1. Pengertian
Mengingat banyaknya korban jiwa dan besarnya kerugian ekonomi serta sosial yang
ditimbulkan oleh kecelakaan jalan, maka mendesak perlu dibangun budaya
keselamatan jalan (road safety culture) di Indonesia. Bermacam upaya dilakukan
agar mengurangi tingkat kecelakaan yang tinggi, salah satunya adalah Safety
Riding. Istilah Safety Riding mengacu kepada perilaku berkendara yang secara ideal
harus memiliki tingkat keamanan yang cukup bagi diri sendiri maupun orang lain.
Pengetahuan dapat menekan tingginya kecelakaan di jalan raya, untuk itu para
pengguna jalan harus mempunyai pengetahuan yang cukup. Sosialisasi tentang

seputar keselamatan berkendara, pentingnya pemanasan tubuh saat hendak


berkendara, kesiapan kendaraan, posisi berkendara yang ideal, dan lain-lain juga
diperlukan. Dalam hal ini polisi sebagai aparat pengatur keamanan dan ketertiban
jelas menjadi oknum yang paling penting untuk mensosialisasikan hal tersebut
kepada masyarakat.
Pihak Kepolisian mempunyai sebuah buku, yaitu Vademikum Polisi Lalu Lintas yang
berisi pengetahuan keselamatan berkendara baik itu safety driving untuk
pengendara mobil maupun safety riding untuk pengendara sepeda motor serta
pengguna jalan yang lain, hanya saja buku ini tidak dapat dikonsumsi secara umum.
Ukuran buku ini sangat tebal karena tidak hanya berisi tentang materi lalu lintas
tetapi juga tentang polisi lalu lintas itu sendiri, baik sejarah maupun profilnya, selain
itu buku ini tidak untuk diperjual belikan kepada masyarakat umum. Dengan buku
panduan tersebut, polisi bisa menyebarluaskan kepada masyarakat tentang
keamanan berkendara yang tujuannya sudah jelas yaitu untuk mengurangi angka
kematian akibat kecelakaan di jalan raya.
2. Generasi Muda sebagai Pengguna Jalan
Usia 17 tahun adalah usia remaja untuk mendapatkan SIM, dimana mereka sudah
mendapat izin untuk berkendara di jalan raya. Hal yang paling utama untuk remaja
yang sudah mendapatkan SIM adalah pengetahuan dalam berkendara. Akan tetapi,
karena kurangnya pengetahuan mengendarai kendaraan sering menyebabkan
kecelakaan lalu lintas yang berakibat fatal. Bagi mereka keselamatan berkendara
bukanlah suatu hal yang perlu dipelajari, mereka pikir hati-hati saja sudah cukup
untuk melakukan perjalanan di jalan raya. Kurang tanggapnya remaja akan
kecelakaan di jalan bisa disebabkan karena berkendara merupakan suatu hal yang
baru bagi mereka. Persiapan sebelum mengendarai kendaraan juga mutlak
diperlukan agar dalam perjalanan pengendara merasa nyaman.
Kesiapan berkendara yang diperlukan untuk sepeda motor antara lain:
a.
Sarung Tangan, sebaiknya memiliki lapisan yang dapat menutupi kedua belah
tangan dan bahan yang dapat menyerap keringat serta tidak licin saat memegang
grip/handle motor.
b.
Jaket, sebaiknya mampu melindungi seluruh bagian tubuh baik dari terpaan
angin maupun efek negatif kala terjadi benturan baik kecil maupun besar.
c.
Helm (minimal Half Face), sebaiknya mampu memberikan proteksi lebih
kepada kepala, poin inilah yang selalu dilewatkan oleh tipikal bikers pengguna helm
catok dan sejenisnya.
d.
Sepatu, haruslah mampu memberikan kenyamanan serta keamanan bagi
seluruh lapisan kaki.
Masyarakat yang bepergian menggunakan sepeda motor di jalan raya harus taat
pada peraturan lalu lintas. Tidak kalah penting juga masyarakat perlu bimbingan
dalam berkendara yaitu dengan program safety riding. Pembelajaran safety riding
inilah yang harus benar-benar dicermat oleh pengendara kendaraan.
Secara umum untuk pelatihan praktek safety riding diajarkan:
a.
Teknik pengereman dengan hanya mengandalkan rem depan, rem belakang,
dan kombinasi keduanya. Teknik ini untuk membiasakan bikers untuk membedakan
fungsi dua sisi rem saat hendak berhenti berakselerasi. Selain itu, apabila
pengendara telah terbiasa dengan teknik ini pengereman mendadak juga bisa
teratasi dengan mudah tanpa harus takut tergelincir.

b.
Teknik slalom dengan cone di lintasan. Teknik ini untuk melihat kemampuan
pengendara menikung dengan cepat dari sisi kiri ke kanan dan sebaliknya.
Kemampuan membelok pengendara juga bisa dilihat melalui teknik ini.
c.
Teknik berjalan di lintasan ala bumpy-road , teknik ini untuk membiasakan
bikers untuk memberi kenyamanan saat jalan tidak mulus atau bergelombang.
d.
Teknik berkendara di lintasan lurus dan sempit berupa bilah dengan asumsi
kendaraan berjalan di jalan kecil dan diliputi kemacetan. Teknik ini untuk
membiasakan diri bagi bikers untuk tetap dapat melakukan handling tanpa
menurunkan kaki dalam kecepatan rendah.
Perangkat keamanan semacam decker lutut dan siku, serta helm wajib digunakan
untuk peserta pelatihan safety riding. Dari materi-materi seperti inilah diharapkan
muncul niatan dari para pengendara untuk membiasakan diri sendiri memberi
upaya keselamatan berkendara.
Menurut Agung Surya, Chief Instructor PT Astra Honda Motor yang merupakan
lulusan Rainbow Saitama Japan, tahapan safety riding yaitu:
1.
Jika sepeda motor disandarkan oleh standar pinggir (standar miring),
janganlah duduk terlebih dahulu melainkan bebaskan standar miring dengan
menggunakan kaki kiri, setelah itu kendaraan siap digunakan.
2.
Bila kendaraan distandar dua, melepaskannya gunakanlah kaki kiri.
3.
Disaat melakukan perjalanan maka pastikan empat jari kanan dan kiri telah
berada dituas rem depan dan kopling (jika terdapat kopling).
4.
Disaat ingin melakukan pemberhentian utamakanlah rem depan, karena
beban berat anda akan berada di depan dan ini membuat kendaraan lebih cepat
berhenti. Cara melakukan pengereman depan yang baik adalah dengan meremas
secara perlahan yang diawali jari kelingking dan diakhiri jari telunjuk, tidak dengan
menekan secara bersamaan.
5.
Rem belakang hanya digunakan sebagai penyeimbang rem depan saja agar
tidak terjatuh.
6.
Setelah kendaraan sudah mulai berhenti barulah anda menarik kopling
dengan cara meremasnya pula. Hal ini pun bertujuan agar mesin kendaraan tidak
mati.

B.
Safety Driving
1. Pengertian
Sama halnya dengan safety riding, safety driving juga mengacu pada keamanan
saat berkendara di jalan raya, sehingga menekan jumlah kematian akibat
kecelakaan. Safety driving dikhususkan untuk para pengguna mobil, sedangkan
safety riding dikhususkan untuk pengguna motor. Safety driving dianggap sebagai
metode aman berkendara di jalan raya bagi para pemula.
Manfaat dari training safety driving yaitu:
1.
Meningkatkan kesadaran peserta akan pentingnya sopan santun berlalu-lintas
di jalan raya, khususnya yang mengendarai mobil roda empat.
2.
Mengetahui apa saja yang bisa menyebabkan kecelakaan lalu-lintas serta
bagaimana mencegahnya.
3.
Mengerti tata cara mengendarai kendaraan di jalan tol.
Apabila pengemudi sadar akan bahaya yang bisa terjadi sewaktu-waktu ketika
pengemudi sedang mengendarai mobil di jalan raya, maka kecelakaan dapat
diminimalisir. Kesadaran itulah yang harus dimiliki oleh setiap pengemudi.

Pengetahuan safety driving berkaitan dengan prinsip dasar dari safety driving yang
terdiri dari menguasai cara berkendara dengan baik, mengenali karakter
berkendara dengan baik di semua kondisi jalan, memahami rambu-rambu lalu
lintas, memahami peraturan dan etika berlalu lintas serta mengutamakan
keselamatan berkendara baik keselamatan pengendara, penumpang maupun
pengendara lain.
2. Remaja Sebagai Pengguna Jalan
Remaja identik mengikuti hal-hal yang sedang menjadi tren saat ini. Mobil
merupakan salah satu tren yang sedang digemari remaja, dengan ruangan dalam
mobil yang cukup nyaman digunakan ketika berkendara di jalanan, serta biaya
mobil yang terbilang mahal, menuntut mereka untuk tampil menarik di depan
teman-teman mereka. Sehingga mereka lebih percaya diri apabila berangkat ke
sekolah dengan menggunakan mobil pribadi. Oleh karena itu, mereka harus
memiliki SIM A. Untuk mendapatkan SIM A tidak semudah membalikkan telapak
tangan.
Membuat SIM A memerlukan kesiapan dan kematangan dalam mengendarai mobil,
karena kedua hal itu akan diujikan dalam tes praktek, selain terdapat tes teori.
Namun, banyak remaja yang ingin mendapatkan SIM secara mudah tanpa melalui
tes tersebut. Mereka bahkan memberi sogokkan kepada aparat yang bertugas di
pembuatan SIM, parahnya lagi aparat yang bersangkutan menerima sogokkan
tersebut. Akibatnya ketidakmatangan remaja dalam berkendara menyebabkan
kecelakaan lalu lintas terjadi di mana-mana.
C.
Keselamatan di Jalan Raya
1. Rambu Lalu Lintas
a. Pengertian
Rambu lalu lintas adalah perangkat yang memuat lambang, huruf, angka, kalimat
dan/atau perpaduan diantaranya, dan digunakan sebagai peringatan, larangan,
perintah atau penunjuk bagi pemakai jalan.
Rambu terbagi menjadi 5 macam yaitu sebagai berikut:
1.
Rambu Peringatan
Rambu ini berisi peringatan bagi para pengguna jalan bahwa di depan ada
kemungkinan bahaya atau tempat berbahaya. Rambu ini didesain dengan dasar
berwarna kuning dengan lambang atau tulisan berwarna hitam dan umumnya
berbentuk belah ketupat.
2.
Rambu Larangan
Rambu ini berisi larangan-larangan yang tidak boleh dilakukan oleh pengguna jalan
(pengemudi). Rambu ini dirancang dengan latar putih dan warna lambang atau
tulisan merah atau hitam.
3.
Rambu Perintah
Rambu yang berisi tentang perintah yang harus dikerjakan pengguna jalan. Rambu
perintah ini didesain dengan bentuk bundar berwarna biru dengan lambang
berwarna putih dan merah untuk garis serong sebagai batas akhir perintah.
4.
Rambu Petunjuk.
Rambu yang dibuat untuk menunjukkan sesuatu.
5.
Papan Tambahan
Papan tambahan digunakan untuk memuat keterangan yang diperlukan untuk
menyatakan hanya berlaku untuk waktu-waktu tertentu, jarak-jarak dan jenis

kendaraan tertentu ataupun perihal lainnya sebagai hasil manajemen dan rekayasa
lalu lintas.
2. Upaya Menekan Jumlah Kecelakaan di Jalan Raya
Kecelakaan memang terjadi tanpa pandang bulu, tetapi pengendara bisa
mengantisipasinya dengan mengambil tindakan jitu dalam berkendara, yaitu siap
kendaraan dan pengemudinya.
Teknik Sipil Universitas Widyagama Malang mengemukakan tentang metode
penganggulangan kecelakaan.
a.
Metode Pre-Emptif
Metode pre-emptif sebagai upaya penangkalan di dalam menanggulangi kecelakaan
lalu lintas, pada dasarnya meliputi perekayasaan berbagai bidang yang berkaitan
dengan masalah transportasi, yang dilaksanakan melalui koordinasi yang baik antar
instansi terkait, maka pengemudi akan lebih mampu mengantisipasi dan
mengeliminasi secara dini dampak-dampak negative yang mungkin akan timbul.
Metode pre-emptif dalam menanggulangi kecelakaan lalu lintas secara arbitrasi
dapat diimplementasikan melalui tindakan terpadu di dalam:
1)
Perencanaan pengembangan kota.
2)
Perencanaan tata guna lahan.
3)
Perencanaan pengembangan transportasi.
4)
Perencanaan pengembangan angkutan umum.
5)
Perencanaan yang menyangkut komponen-komponen system lalu lintas.
b.
Metode Preventif
Metode preventif adalah upaya-upaya yang ditujukan untuk mencegah terjadinya
kecelakaan lalu lintas, yang dalam bentuk konkretnya berupa kegiatan-kegiatan
pengaturan lalu lintas, penjagaan tempat-tempat rawan, patrol, pengawalan dan
lain sebagainya.
Mengingat bahwa kecelakaan lalu lintas itu dapat terjadi karena faktor jalan, faktor
manusia dan faktor lingkungan secara simultan (dalam satu sistem, yaitu sistem
lalu lintas) maka upaya-upaya pencegahannya pun dapat ditujukan kepada
pengaturan komponen-komponen lalu lintas tersebut serta sistem lalu lintasnya
sendiri.
Secara garis besar, upaya-upaya tersebut diuraikan sebagai berikut:
1)
Upaya pengaturan faktor jalan
a)
Karakteristik prasarana jalan akan mempengaruhi intensitas dan kualitas
kecelakaan lalu lintas, maka dalam pembangunan setiap jaringan jalan harus
disesuaikan dengan pola tingkah laku dan kebiasaan pemakai jalannya.
b)
Lebar jalan yang cukup, permukaan yang nyaman dan aman, rancangan yang
tepat untuk persimpangan dengan jarak pandang yang cukup aman, dilengkapi
dengan rambu-rambu, marka jalan dan tanda jalan yang cukup banyak dan cukup
jelas dapat dilihat (informatif), lampu penerangan jalan yang baik, serta koefisien
gesekan permukaan jalan yang sesuai dengan standar geometrik.
2)
Upaya pengaturan faktor kendaraan
a)
Faktor karakteristik kendaraan juga sering membawa dampak tingginya
intensitas dan kualitas kecelakaan lalu lintas, kendaraan harus dirancang,
dilengkapi dan dirawat sebaik-baiknya. Kecelakaan lalu lintas dapat dihindari
apabila kondisi kendaraan prima (stabil).
b)
Kepakeman rem dan berfungsinya lampu-lampu adalah erat kaitannya dengan
perawatan. Karena itu perlu pemeriksaan rutin melalui pengujian berkala yang
dilaksanakan tanpa ada toleransi.
3)
Upaya pengaturan faktor manusia

a)
Faktor pemakai jalan merupakan elemen yang paling krisis dalam sistem lalu
lintas, karena kesalahan pejalan itu sendiri yang pada umumnya lengah,
ketidakpatuhan pada peraturan dan mengabaikan sopan santun berlalu lintas.
b)
Metode yang diterapkan dalam meningkatkan unjuk kerja pengemudi adalah
dengan tes kesehatan fisik dan psikis dengan pendidikan dan latihan.
c)
Pendidikan dan latihan harus mencakup pelajaran tentang sopan santun
berlalu lintas. Penelitian tentang penyebab kecelakaan adalah mereka yang
berpendidikan Sekolah Dasar sampai dengan Sekolah Menengah Atas. Fakta ini
menunjukkan adanya hubungan yang erat antara manusia dan tingkat pendidikan
dengan kecelakaan lalu lintas di jalan.
d)
Penegakkan hukum, pengawasan dan pemberian sanksi hukuman harus tetap
diterapkan seefektif mungkin agar pemakai jalan selalu menaati peraturan.

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan
Keselamatan lalu lintas terjadi karena ulah dari pengemudi itu sendiri.
Pengemudi harus tahu tentang cara berkendara yang baik, agar kecelakaan lalu
lintas bisa diminimalisir.
Rambu-rambu lalu lintas pun menjadi hal pokok yang harus dicermati
pengemudi dalam berkendara di jalan raya.
Sebagai pengguna jalan yang mengerti akan peraturan, sudah sewajarnya
kita tunduk dan patuh terhadap ketentuan tersebut.
B. Saran
1.
Safety riding dan safety driving yang merupakan program pemerintah harus
lebih disosialisasikan kepada masyarakat, khususnya remaja agar remaja memiliki
rasa aman dalam berkendara di jalan raya.
2.
Rambu-rambu lalu lintas seharusnya lebih diperjelas untuk mempermudah
pengemudi dalam membaca atau melihat rambu tersebut.
3.
Kesiapan dan kematangan berkendara mutlak diperlukan remaja apabila akan
membuat SIM. Hal itu bertujuan agar remaja tidak terkejut lagi ketika berkendara di
jalanan bebas.
Diposkan oleh Falah Al Ghozali di 20.34

Anda mungkin juga menyukai