PENYEBAB KEKAMBUHAN
Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya kekambuhan
gangguan jiwa menurut Keliat, 2006 adalah :
pada penderita
1. Faktor penderita.
Penderita yang tidak teratur dalam meminum obat dapat menyebabkan
kekambuhan gangguan jiwa. Menurut penelitian, 25%-50% penderita yang pulang
dari rumah sakit jiwa tidak meminum obat secara teratur.
2. Faktor dokter.
Pemakaian obat secara teratur dapat mengurungi kekambuhan, tetapi pemakain
obat neuroleptik dalam jangka lama dapat menyebabkan efek samping
berupaTardive Diskinesia (gerakan tidak terkontrol)yang dapat mengganggu
hubungan social.
3. Faktor penanggung jawab klien ( case manajer)
Setelah klien pulang kerumah setelah dirawat di Rumah sakit, maka perawat
Puskesmas bertanggung jawab terhadap adaptasi klien dirumah
4.
Faktor keluarga.
Menurut penelitian (di Inggris dan Amerika), keluarga dengan ekspresi emosi yang
tinggi seperti bermusuhan, mengkritik, tidak ramah, banyak menekan dan
menyalahkan, menyebabkan 57% penderita kembali kambuh dalam waktu 9 bulan.
Sebaliknya keluarga dengan ekspresi emosi yang rendah, hanya 17% penderita
yang kambuh. Selain itu faktor yang berpengaruh juga adalah perubahan stres, baik
yang menyenangkan maupun yang menyedihkan.
5. Faktor masyarakat.
Faktor masyarakat lebih banyak berkaitan dengan stigma negatif yang tertuju
kepada penderita gangguan kejiwaan. Penderita dijuluki orang gila atau stres,
dianggap membahayakan, menakutkan, dan menjadi bahan olok-olokan. Semua
stigma itu, justru mempersempit kehidupan sosial mereka yang semestinya dibantu
dan diperbaiki. Mereka menjadi sulit mendapat pekerjaan, merasa malu bergaul,
takut salah, dan merasa tidak berguna (Keliat, 2006).
Menurut Murphy,MF & Moller, MD (1993), faktor resiko yang menyebabkan
kekambuhan pasien gangguan jiwa adalah :
1. Faktor resiko kesehatan.
1. Gangguan sebab dan akibat berpikir.
yang
menimbulkan
stress
dengan
peristiwa
Faktor pencetus sering jelas dan secara psikodinamik berhubungan dengan faktorfaktor yang menahun seperti amarah yang dipresi atau impuls untuk melampiaskan
hal seks. Biasanya urut-urutan kejadian sebagai berikut:
Ketakutan (kecemasan akut) represi dan konflik kecemasan menahun stress
pencetus penurunan daya tahan dan mekanisme mengatasinya cemas
(Maramis, 2005).
Dapat disimpulkan bahwa cemas dapat dipicu berbagai hal hingga terjadi
kekambuhan. Jika merujuk pada kasus pada skenario maka kecemasan ditandai
adanya preokupasi pasien terhadap kesehatannya yang ia sulit merepresi
preokupasinya sehingga terjadi kecemasan. Kecemasan itu bias terus terulang jika
stressor (pencetus stres) tidak dihindari oleh pasien.
Agorafobia (F40.0)
2)
Fobia sosial adalah perasaan takut terhadap hal-hal yang tidak termasuk
dalam kriteria agoraphobia atau fobia khas seperti takut akan binatang, kilat, sakit,
kecelakaan atau kematian. Ketika situasi ketakutan muncul mereka dapat saja
mengalami gejala somatic sebagai akibat dari kecemasan. Beberapa penderita
tidak mengeluh akan gejala somatik tetapi mengalami ketakutan.
Situasi umum yang dianggap sebagai fobia sosial berhadapan dengan hal-hal
sebagai berikut.
a) Perkenalan
b) Menemui seseorang
c) Menggunakan telepon
d) Mendapat kunjungan
e) Diperhatikan ketika melakukan sesuatu
f) Digoda
g) Makan bersama kenalan dirumah
h) Makan bersama keluarga dirumah
i) Menulis di depan orang lain
j) Berbicara didepan umum
Sedangkan kriteria diagnosis fobia sosial antara lain.
a)
gejala psikologis, perilaku atau otonomik yang timbul harus merupakan
manifestasi primer dari ansietasnya dan bukan sekunder dari gejala-gejala lain
seperti misalnya waham atau pikiran obsesif;
b)
ansietas harus mendominasi atau terbatas pada situasi sosial tertentu
(outside the family circle); dan
c)
menghindari situasi fobik harus atau sudah merupakan gejala yang menonjol.
3)
Fobia khas lebih umum daripada fobia sosial, lebih besar dialami oleh wanita
daripada laki-laki. Objek yang ditakuti dalam dalam fobia khas antara lain binatang,
petir, penyakit, dan kematian. Sedangkan kriteria diagnostik untuk fobia spesifik ini
yaitu :
a)
gejala psikologis, perilaku atau otonomik yang timbul harus merupakan
manifestasi primer dari ansietasnya dan bukan sekunder dari gejala-gejala lain
seperti misalnya waham atau pikiran obsesif;
b)
ansietas harus terbatas pada adanya objek atau situasi fobik tertentu (highly
specific situations); dan
c)
Terapi yang paling efektif adalah kombinasi farmakoterapi dan terapi kognitifperilaku. Untuk farmakoterapi dapat digunakan obat-obat seperti yang digunakan
untuk mengatasi gangguan panik.
Terapi kognitif mengintervensi kepercayaan yang salah. Pasien dapat
diajarkan untuk melakukan relaksasi otot dan bagaimana mengendalikan dorongan
untuk melakukan hiperventilasi dengan pernapasan yang teratur (Manjsoer, 2009).
B.
Gangguan panik ditandai dengan adanya serangan panik yang tidak diduga
dan spontan yang terdiri atas periode rasa takut intens yang hati-hati dan bervariasi
dari sejumlah serangan sepanjang hari sampai hanya sedikit serangan selama satu
tahun.
Serangan tidak dapat diduga muncul dalam bentuk kecemasan akut, yang
berlangsung selama 10 menit. Kepanikan merupakan episode kecemasan ekstrem
dalam merespon suatu ancaman nyata. Kepanikan memperlihatkan gejala :
palpitasi, keluhan sakit di dada, berkeringat, demam, nafas pendek, nausea, sakit
kepala atau perasaan aneh dan takut kehilangan pengawasan pada dirinya.
Misalnya Phobia (bentuk ketakutan terhadap objek atau situasi tertentu/spesifik,
sering dsertai dengan gejala-gejala kecemasan ekstrem).
Gangguan panik biasanya muncul dalam masa remaja akhir atau masa
dewasa awal. Biasanya kronik dan bervariasi tiap individu. Depresi dapat
mempersulit. Walaupun pasien tidak cenderung berbicara tentang ide bunuh diri,
mereka cenderung berisiko tinggi (Mansjoer, 2009).
Untuk diagnosis pasti, harus ditemukan adanya beberapa kali serangan
dalam masa kira-kira satu bulan :
a.
Pada keadaan-keadaan di mana sebenarnya secara obyektif tidak ada
bahaya.
b.
Tidak terbatas pada situasi yang telah diketahui atau yang dapat diduga
sebelumnya.
c.
Dengan keadaan yang relatif bebas dari gejala-gejala ansietas pada periode
di antara serangan-serangan panik (Mansjoer, 2009)
Penatalaksanaan meliputi farmakoterapi dan psikoterapi. Perlu diketahui
bahwa gejala panik baru tampak berkurang setelah minum obat 2-4 minggu.
Psikoterapi meliputi terapi kognitif dan perilaku. Terapi psikososial lain yang dapat
digunakan adalah terapi keluarga dan psikoterapi berorientasi tilikan (Mansjoer,
2009).
C.
a.
Kecemasan
b.
Ketegangan motorik
c.
Overaktivitas otonomik
3)
Pada anak-anak sering terlihat adanya kebutuhan berlebihan untuk
ditenangkan (reassurance) serta keluhan-keluhan somatik berulang yang menonjol.
4)
Adanya gejala-gejala lain yang sifatnya sementara (untuk beberapa hari),
khususnya depresi, tidak membatalkan diagnosis utama gangguan ansietas
menyeluruh, selama hal tersebut tidak memenuhi kriteria lengkap dari episode
depresif, gangguan ansietas fobik, gangguan panik atau gangguan obsesifkompulsif.
D.
Gangguan ini mencakup pasien yang memiliki gejala kecemasan dan depresi,
tetapi tidak memenuhi kriteria diagnostik untuk suatu gangguan kecemasan
maupun suatu gangguan mood. Kombinasi gejala depresi dan kecemasan
menyebabkan gangguan fungsional yang bermakna pada orang yang terkena
(Mansjoer, 2009).
Manifestasi klinis berupa kombinasi dari beberapa gejala gangguan
kecemasan dan beberapa gejala gangguan depresi. Selama perjalanan penyakit,
gejala kecemasan atau depresi mungkin bergantian muncul (Mansjoer, 2009).
Kriteria diagnosis pasti adalah :
1)
Terdapat gejala-gejala ansietas maupun depresi, di mana masing-masing
tidak menunjukkan rangkaian gejala yang cukup berat untuk menegakkan diagnosis
tersendiri. Untuk ansietas, beberapa gejala otonomik harus ditemukan walaupun
tidak terus menerus, di samping rasa cemas atau kekhawatiran berlebihan.
2)
Bila ditemukan ansietas berat disertai depresi yang lebih ringan, maka harus
dipertimbangkan kategori gangguan ansietas lainnya atau gangguan ansietas fobik.
3)
Bila ditemukan sindrom depresi dan ansietas yang cukup berat untuk
menegakkan masing-masing diagnosis, maka kedua diagnosis tersebut harus
dikemukakan, dan diagnosis gangguan campuran tidak dapat digunakan. Jika
karena sesuatu hal yang dapat dikemukakan satu diagnosis maka gangguan
depresif harus diutamakan.
4)
Bila gejala-gejala tersebut berkaitan erat dengan stres kehidupan yang jelas,
maka harus digunakan kategori F43.2 gangguan penyesuaian.
Penatalaksanaan berupa pendekatan psikoterapi dapat berupa terapi kognitif atau
modifikasi perilaku. Farmakoterapi dapat termasuk obat antiansietas atau obat
antidepresan
atau
keduanya.
Di
antara
obat
ansiolitik,
penggunaan
trazolobenzodiazepin mungkin diindikasikan karena efektivitas obat tersebut dalam
mengobati depresi yang disertai kecemasan. Suatu obat yang memengaruhi
reseptor serotonin tipe-1A seperti buspiron, dapat diindikasikan. Di antara
antidepresan, antidepresan serotonergik mungkin yang paling efektif (Mansjoer,
2009)
E.
2.
Sedikitnya ada satu pikiran atau tindakan yang tidak berhasil dilawan,
meskipun ada lainnya yang tidak lagi dilawan oleh pasien
3.
Pikiran untuk melakukan tindakan tersebut di atas bukan merupakan hal
yang memberi kepuasan atau kesenangan
4.
Gagasan, bayangan pikiran, atau
pengulangan yang tidak menyenangkan.
impuls
tersebut
harus
merupakan
F.
1.
b)
1.
Terdapat gambaran gejala campuran yang biasanya berubah-ubah; selain
gejala permulaan berupa keadaan terpaku (daze), semua hal berikut dapat
terlihat : depresi, ansietas, kemarahan, kecewa, overaktif dan penarikan diri.
Akan tetapi tidak satupun dari gejala tersebut yang mendominasi gambaran
klinisnya untuk waktu yang lama
2.
Pada kasus-kasus yang dapat dialihkan dari lingkup stresornya, gejala-gejala
dapat menghilang dengan cepat (dalam beberapa jam); dalam hal di mana stres
menjadi berkelanjutan atau tidak dapat dialihkan, gejala-gejala biasanya baru
mereda setelah 24-48 jam dan biasanya hampir menghilang setelah 3 hari.
c)
Diagnosis ini tidak boleh digunakan untuk keadaan kambuhan mendadak dari
gejala-gejala pada individu yang sudah menunjukkan gangguan psikiatrik lainnya.
d)
Kerentanan individual dan kemampuan menyesuaikan
peranan dalam terjadinya atau beratnya suatu reaksi stres akut.
diri
memegang
1.
2.
3.
b)
Adanya faktor ketiga di atas harus jelas dan bukti yang kuat bahwa gangguan
tersebut tidak akan terjadi seandainya tidak mengalami hal tersebut
c)
Manifestasi dari gangguan bervariasi, dan mencakup afek depresif, ansietas,
campuran ansietas-depresif, gangguan tingkah laku, disertai adanya disabilitas
dalam kegiatan rutin sehari-hari. Tidak ada satupun dari gejala tersebut yang
spesifik untuk mendukung diagnosis.
d)
Onset biasanya terjadi dalam 1 bulan setelah terjadinya kejadian yang
stresful, dan gejala-gejala biasanya tidak bertahan melebihi 6 bulan, kecuali
dalam hal reaksi depresif berkepanjangan (F43.21).
Untuk penatalaksanaan, psikoterapi tetap merupakan pengobatan terpilih untuk
gangguan penyesuaian. Terapi kelompok dapat sangat berguna. Tipe terapi singkat,
intervensi krisis ditujukan untuk membantu orang dengan gangguan penyesuaian
memecahkan situasi dengan cepat dengan teknik suportif, sugesti, penentraman,
modifikasi lingkungan, dan bahkan perawatan di rumah sakit. Fleksibilitas penting
dalam pendekatan ini. Pasien mungkin berespons terhadap obat antiansietas atau
antidepresan, tergantung jenis gangguan. Bila cemas berat mungkin dapat
digunakan dosis kecil medikasi antipsikotik. Pasien dengan manifestasi menarik diri
mungkin mendapat manfaat dari medikasi psikostimulan singkat (Mansjoer, 2009).
PENGOBATAN
Secara umum, gangguan kecemasan diterapi dengan obat, psikoterapi jenis
tertentu, atau keduanya. Pilihan pengobatan tergantung pada masalah dan latar
belakang seseorang (Tol, 2013).
A.
Psikoterapi
kemudian tatap muka. Seringkali terapis akan menemani orang ke situasi yang
ditakuti untuk memberikan dukungan dan bimbingan.
CBT dilakukan ketika orang memutuskan bahwa mereka siap untuk itu dan
dengan ijin dan kerjasama mereka. Agar efektif, terapi harus diarahkan pada
kecemasan tertentu dan harus disesuaikan dengan kebutuhan. Tidak ada efek
samping selain ketidaknyamanan karena peningkatan kecemasan sementara.
CBT atau terapi perilaku sering berlangsung sekitar 12 minggu. Ini dapat
dilakukan secara individu atau dengan sekelompok orang yang memiliki masalah
yang sama. Terapi kelompok sangat efektif untuk fobia sosial. "Pekerjaan rumah"
sering diberikan bagi peserta untuk pada kesempatan antar sesi. Ada beberapa
bukti bahwa manfaat CBT bertahan lebih lama dibandingkan dengan obat-obatan
untuk orang dengan gangguan panik, dan hal yang sama mungkin juga terjadi
untuk gangguan obsesif kompulsif, PTSD, dan fobia sosial. Jika gangguan berulang
di kemudian hari, terapi yang sama dapat digunakan untuk mengobati untuk kedua
kalinya (Tol, 2013).
B.
MEDIKAMENTOSA
1.
Antidepresan
Antidepresan trisiklik
Imipramin tersedia dalam bentuk tablet berlapis gula 10 dan 25 mg. Biasanya
dimulai dengan 75 atau 100 mg terbagi dalam beberapa kali pemberian untuk 2
hari pertama, kemudian 50 mg tiap hari sampai dicapai dosis total harian 200-250
mg.
Fluoksetin dosis awal dewasa 20mg/hari diberikan setiap pagi, bila tidak diperoleh
efek terapi setelah beberapa minggu, dosis dapat ditingkatkan 20mg/hari hingga 30
mg/hari (Gan, 2007).
Sertralin serupa fluoksetin namun lebih selektif terhadap transporter serotonin dan
kurang selektif terhadap transporter dopamin (Gan, 2007).
Flufoksamin efek sedasi dan efek antimuskarinik kurang dari fluoksetin (Gan, 2007).
c.
MAO inhibitor
2.
Anti ansietas
Obat yang digunakan untuk pengobatan ansietas adalah sedatif, atau obatobat yang secara umum memiliki sifat yang sama dengan sedatif. Anti ansietas
yang utama adalah golongan benzodiazepin. Beberapa obat depresan SSP saat ini
sudah ditinggalkan seperti golongan barbiturat dan meprobamat karena lebih toksik
(Gan, 2007).
a.
Golongan benzodiazepin
Buspiron
Beta- blocker
DAFTAR PUSTAKA
Gan S, Arozal W. 2007. Psikotropik dalam : Farmakologi dan Terapi. Jakarta : FKUI
Keliat, B.A. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Maharatih GA, Nuhriawangsa I, Sudiyanto A. 2010. Psikiatri Komprehensif. Jakarta :
EGC
Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R. 2009. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media
Aesculapius
Maramis, WF. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University
Press
Maslim R. 2001. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Jakarta
Maslim R. 2002. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa. Jakarta
Sadock B, Sadock V. 2010. Buku Ajar Psikiatri Klinis. Jakarta : EGC
Tol WA, Barbui C, van Ommeren M. 2013. Management of acute stress, PTSD, and
bereavement: WHO recommendations. JAMA. 2013 Aug 7;310(5):477-8. doi:
10.1001/jama.2013.166723.