Anda di halaman 1dari 11

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi dan Klasifikasi


Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta yang letaknya normal pada
korpus uteri sebelum janin lahir. Biasanya terjadi dalam triwulan ketiga, walaupun
dapat pula terjadi setiap saat dalam kehamilan.
Klasifikasi solusio plasenta adalah : (1) Solusio plasenta ringan, (2) Solusio
plasenta sedang, (3) Solusio plasenta berat. Klasifikasi ini dibuat berdasarkan tanda
tanda kliniknya, hal ini sesuia dengan derajat terlepasnya (Sumapraja &
Rachimhadhi, 2008).

B. Frekuensi
Solusio plasenta terjadi kira - kira 1 diantara 50 persalinan. Di RS. Dr. Cipto
Mangunkusumo antara tahun 1968 - 1971 solusio plasenta terjadi pada kira - kira
2,1% dari seluruh persalinan, yang terdiri dari 14% solusio plasenta sedang, dan
86% solusio plasenta berat. Solusio plasenta ringan jarang didisgnosis,
mungkinkarena penderita selalu terlambat datang ke rumah sakit; atau, tanda -

tanda dan gejalanya terlampau ringan, sehingga tidak menarik perhatian penderita
maupun dokternya (Sumapraja & Rachimhadhi, 2008).
C. Etiologi
Etiologi solusio plasenta hingga kini belum diketahui dengan jelas, walaupun
beberapa keadaan tertentu dapat menyertainya, seperti umur ibu yang tua,
multiparitas, penyakit hipertensi menahun, pre-eklampsia, trauma, tali pusat yang
pendek, tekanan pada vena kava inferior, dan defisiensi asam folik.
Pengalaman di RS. Dr. Cipto Mangunkusumo menunjukkan bahwa kejadian
solusio plasenta meningkat dengan meningkatnya umur dan paritas ibu. Hali ini
dapat diterangkan karena makin tua umur ibu, making tinggi frekuensi penyakit
hipertensi menahun. Demikian pula, makin tinggi paritas ibu, makin kurang baik
endometriumnya. di RS. Dr. Cipto Mangunkusumo 16,3% solusio plasenta disertai
penyakit hiprtensi menahun, 15,5% disertai pre eklampsi, dan 1,2% disertai
trauma.

D. Patofisiologi
Solusio plasenta diawali dengan terjadinya perdarahan kedalam desidua basalis
menyebabkan hematoma retroplasenta. Hematoma dapat semakin mengarah ke
pinggir plasenta sehingga jika amniokhorion sampai terlepas, perdarahan akan
keluar melalui ostium uteri, sebaliknya jika amniokharion tidak terlepas berarti

perdarahan tertampung dalam uterus. Terlepasnya plasenta sebelum waktunya


menyebabkan timbunan darah antara plasenta dinsing uterus yang menimbulkan
gangguan penyulit terhadap ibu dan janinnnya (Hutahaean, Serri, 2009).
E. Gambaran klinik
1. Solusio plasenta ringan
Ruptur sinus marginalis atau terlepasnya sebagian kecil plasenta yang tidak
berdarah banyak, sama sekali tidak mempengaruhi keadaan ibu atau pun
janinnya. Apabila terjadi perdarahan pervaginam, warnannya akan kehitaman
dan sedikit sekali. Perut mungkin terasa agak sakit dan terus menerus agak
tegang. Walaupun demikian, bagian - bagian janin masih mudah teraba. Salah
satu tanda yang menimbulkan kecurigaan akan kemungkinan solusio plasenta
ringan adalah perdarahan pervaginam yang berwarna kehitam - hitaman, yang
berbeda dengan perdarahan pada plasenta previa yang berwarna merah segar.
2. Solusio plasenta sedang
Dalam hal ini plasenta telah terlepas lebih dari seperempatnya, tetapi belum
sampai dua pertiga luas permukaannya. Tanda dan gejalanya dapat timbul
perlahan - lahan seperti solusio plasenta ringan, atau mendadak dengan gejala
sakit perut terus menerus, yang tidak lama kemudian disusul dengan
perdarahan pervaginam. Perdarahan pervaginam mungkin tampak sedikit
namun telah mecapai 1000 mL.
3. Solusio plasenta berat
Plasenta telah terlepas lebih dari dua pertiga permukaannya. Terjadi sangat tiba
- tiba, biasanya ibu telah jatuh dalam syok, dan janinya telah meninggal.
Uterus sangat tegang seperti papan dan sangat nyeri. Perdarahan pervaginam
tidak sesuia dengan keadaan syok ibu, terkadang perdarahan pervagianam
belum sempat terjadi. Besar kemungkinan telah tejadi kelinan pembekuan
darah dan kelainan ginjal.
Klasifikasi Berdasarkan tanda-tanda Klinik Sesuai dengan
Derajat Terlepasnya Plasenta
Evaluasi

Solusio plasenta

Klinik
Nadi

Ringan
Tidak berubah

Sedang
Meningkat

Berat
Meningkat

Tekanan darah

Tak berubah

Menurun

Menurun sampai syok.

Syok

Tidak Pernah

Kadang - kadang

Selalu Syok

Hipofibrinogen

Normal (antara Kadang-kadang


400-450 mg%)
(antara 250 - 300 mg%).

Selalu hipofibrinogen

Normal

Sedikit tegang

Tegang-keras sehingga

Dapat meninggal

sulit palpasi
Selalu meninggal

Uterus
Janin

Hidup

Perdarahan

Kurang
1000 cc

dari Antara 1500 - 2500 cc

(kurang dari 150 mg%)

Diatas 2500 cc

( Buku Saku Obstetri dan Ginekologi, 2009)


F. Diagnosis
Tanda dan gejala solusio plasenta berat ialah sakit perut terus menerus, nyeri
tekan pada uterus, uterus tegang terus menerus, perdarahan pervaginam, syok, dan
bunyi jantung janin tidak terdengar lagi. Air ketuban mungkin telah berwarna
kemerahan karena bercampur darah.
Pada solusio plasenta sedang tidak semua tanda dan gejala perut itu lebih
nyata, seperti sakit perut terus - menerus, nyeri tekan pada uterus, dan uterus
tegang terus menerus. Akan tetapi dapat dikatakan, tanda ketegangan uterus yang
terus menerus ini merupakan merupakan tanda satu - satunya yang selalu ada pada
solusio plasenta; juga pad solusio plasenta ringan.
Tidak disangkal bahwa mengakkan diagnosisi solusio plasenta kadang - kadang
sukar sekali, apalagi diagnosis solusio plasenta ringan. Pemeriksaan ultrasonografi
sangat membantu dalam hal keragu - raguan diagnostik solusio plasenta.
G. Komplikasi
Komplikasi pada ibu dan janin tergantung pada luasnya plasenta yang terlepas
dan lamanya solusio plasenta berlangsung. Komplikasi yang dapat terjadi ialah :
1. Perdarahan, perdarahan antepartum dan intrapartum pada solusio plasenta
hampir tidak dapat dicegah kecuali dengan meenyelesaikan persalinan segera,

bila persalinan telah selesai penderita belum bebas dari bahaya perdarahan
post partum karena kontraksi uterus yang tidak kuat untuk mengentikan
perdarahan pada kala III, dan kelianan pembekuan darah.
Kontraksi uterus yang tidak kuat itu disebabkan oleh ekstravasasi darah
diantara otot - otot miometrium seperti yang terjadi pada uterus Couvelaire.
Paabila perdarahn postpartum tidak diatasi dengan kompresi bimanual uterus,
pemberian uterotonika maupun pengobatan kelainan pembekuan darah maka
tindakan terakhir

untuk mengatasi perdarah postpartum itu adalah

histerektomia atau pengangkatan arteria hipogastrika.


2. Kelainan pembekuan darah, kelainan pembekuan darah pada solusio plasenta
biasanya disebabkan oleh hipofibrinogenemi terjadi kira - kira 10%;
sedangkan di RS. Cipto Mangunkusumo terjadi pada 46% dari 134 kasus.
Terjadinya hipofibrinogenemi dengan masuknya tromboplastin ke dalam
peredaran darah ibu akibat terjadinya pembekuan darah retroplasenter,
sehingga terjadi pembekuan darah intravaskuler dimana - mana yang akan
menghabiskan faktor - faktor pembekuan darah lainnya terutama fibrinogen.
3. Oliguria, pada tahap oliguria keadaan umum penderita biasanya masih baik oleh
karena itu oliguria hanya dapat diketahui dengan pengukuran teliti pengeluaran
air kencing yang harus secara rutin dilakukan pada solusio plasenta sedang dan
solusio plasenta berat, apalagi disertai perdarahan tersembunyi, pre eklampsia
atau hipertensi menahun. Gawat janin sampai kematian janin, pada kasus
solusio plasenta yang datang ke rumah sakit kemungkinan janin masih hidup
sangat sedikit, kalaupun didapatkan janin masih hidup kondisinya sudah
sedemikian gawat kecuali pada kasus solusio plasenta ringan.
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan ditentukan oleh jumlah perdarahan, apakah perdarahan
berlanjut, keadaan ibu dan janin, usia gestasi kehamilan serta riwayat obstetrik
sebelumnya.
1. Perdarahan ringan
a. Masukkan keruang perawatan dan lakukan observasi setelah melakukan
prosedu umum

b.Jika ibu dalam persalinan dan janin matur, pecahkan selaput ketuban untuk
memeriksa keadaan cairan dan memberikan kemudahan bagi janin untuk
dilakukan pemantauan denyut jantung janin secara langsung.
c. Lakukan observasi ketat. Mencakup juga kardiotokografi tambahan jika
dilakuakan penatalaksanaan konservatif. Pemisahan plasenta kemudian dapat
terjadi.
2. Perdarahan Sedang
a.Ganti kehilangan darah
b.Lakukan penapisan koagulasi dan koreksi defek
c.Pecahkan ketuban, berikan oksitosik jika persalinan terlambat
d.Lakukan seksio sesaria untuk distress janin. Defek koagulasi harus
disingkirkan pertama kali.
e.Drain menetap untuk abdomen dan luka setelah seksio sesaria disarankan
f. Diperlukan dokter obstetri dan dokter anastesi yang berpengalaman
g.Pastikan keseimbangan cairan yang ketat dan pantau haluran renal (> 20
ml/jam)
h.Anastesia epidural dikontraindikasikan jika ibu hipotensi atau ada bukti
koagulopati
i. Adanya pre-eklampsia memerlukan pemantauan fluktasi tekanan darah yang
ketat, henti renal dan gangguan elektrolit. Ibu sebaiknya diobservasi di bangsal
persalinan sampai stabil secara klinis.
j. Pertahankan kontraksi uterus dengan infus sintosinon intravena setelah
kelahiran
k.Seorang dokter neonatologi harus mendampingi kelahiran. Kehilangan darah
janin (asfiksia pallida) akan memerlukan resusitasi segera.
3. Perdarahan berat
a.Sering terjadi kematian janin
b.Koreksi defek koagulasi
c.Diperluskan tranfusi darah
d.Kendalikan penggantian cairan dengan menggunakan jalur sentral (singkirkan
koagulopati).

e.Pecahkan selaput ketuban dan dorong persalinan


f. Lihat perubahan tekanan darah secara ketat dan awitan koagulopati.
g.Persalinan biasanya terjadi tiba - tiba atau setelah pemberian infus sintosinon.
Jika tidak terjadi, seksio sesaria dibenarkan bila kondisi stabil, serviks tidak
diharapkan dan tidak ada defek koagulasi. Keterlambatan memungkinkan
dekompensasi persalinan lebih lanjut dan awitan koagulopati.
h.Pertahankan kontraksi uterus setelah kelahiran untuk mencegah risiko
perdarahan pascamelahirkan. Uterus Couvelaire tidak dapat berkontraksi
dengan baik.
I. Prognosis
Prognosis ibu tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dari dinding
uterus, banyaknya perdarahan, derajat kelainan pembekuan darah, ada tidaknya
hipertensi menahun atau pre eklampsi, tersembunyi tidaknya perdarahannya, dan
jarak waktu antara terjadinya solusio plasenta sampai pengosongan uterus.
Prognosis janin pada solusio plasenta berat hampir 100% mengalami
kematian. Pada solusio plasenta ringan dan sedang kematian janin tergantung dari
luasnya plasenta yang terlepas dari dinding uterus dan tuanya kehamilan.
Perdarahan lebih dari 2000 mL biasanya menyebabkan kematian janin. Pada kasus
solusio plasenta tertentu seksio sesarea dapat mengurangi angka kematian janin.
Sebagaimana pada setiap kasus perdarahan , persediaan darah secukupnya akan
sangat membantu memperbaiki prognosis ibu dan janin.

BAB II
MANAJEMEN KEBIDANAN PADA SOLUSIO PLASENTA

A. Data Subjektif
1. Usia dan paritas ibu, kasus pada RS. Cipto Mangunkusuomo menunjukkan
bahwa kejadian solusio plasenta meningkat dengan meningkatnya umur dan
paritas ibu. Hal ini dapat diterangkan karena makin tua umur ibu, makin
tinggi frekuensi penyakit hipertensi menahun. Demikian pula, makin tinggi
paritas ibu, makin kurang baik endometriumnya.
2. Perdarahan pervaginam
Perdarahan pervaginam yang disertai nyeri uterus adalah gejala khas
pelepasan plasenta premature. Perdarahan dapat minimal sampai banyak,
biasanya terjadi secara tiba-tiba dan diluar dugaan pada trimester ketiga.
Perdarahan sering berwarna lebih gelap dari darah merah segar yang
berkaitan dengan plasenta previa. Darah gelap ini menunjukkan suatu
bekuan retroplasenta dari dinding uterus yang mengelupas dan mengalir
melalui serviks.,
3. Nyeri abdomen
Bersifat konstan, biasanya disertai dengan perdarahan eksternal. Nyeri yang
tiba-tiba dan berat merupakan suatu tanda perdarahan retroplasenta yang
menginfiltrasi otot uterus. Nyeri abdomen mungkin merupakan satu-satunya
gejala ketika perdarahan retroplasenter dan tersembunyi. Kontraksi uterus
dapat ada atau tidak ada.
4. Riwayat Obstetrik, wanita dengan riwayat solusio plasenta memiliki
peninkatan resiko kekambuhan sekitar 10 kali lipat pada kehamialn
berikutnya (Leveno, 2009).
5. Riwayat penyakit dahulu.
Pasien dengan penyakit hipertensi kehamilan memiliki suatu kenaikan
resiko pelepasan plasenta premature. Pada RS. Cipto Mangunkusumo 16,3%
solusio plasenta disertai penyakit hipertensi menahun, 15, 5 % disertai
preeklampsi dan 1,2% disertai trauma. Pada penilitian oleh Blumenfeld dkk.
Faktor resiko tertinggi dari solusio plsenta adalah hipertensi pada
kehamilan.
6. Pola hidup sehari - hari
B. DATA OBJEKTIF.
1. Pemeriksaan Umum

Tekanan darah dapat meningkat apabila pasien memiliki ikatan dengan


penyakit hipertensi kehamilan. Takikardia dan hipotensi menunjukkan
adanya hipovolemia karena kehilangan darah yang banyak. Apabila gejala
syok tidak disetai dengan kehilangan darah eksterna, harus dicurigai adanya
perdarahan tersembunyi. Bahkan tekanan darah yang normalpun dapat
merupakan suatu penurunan yang bermakna dari tekanan hipertensif
sebelumnya.
2. Pemeriksaan Abdomen.
Pada pemerikssaan abdomen terdapat ketegangan ringan sampai bert, bagian
janin masih dapat diraba sampai sulit ditemukan.
Temuan-temuan yang berkaitan dengan uterus dapat memberi kesan adanya
pelepasan plasenta. Pada abrupsio ringan, iritabilitas uterus sedikit dan
peningkatan tonusnya dapat terpalpasi diantara kontraksi. Pada abrupsio
yang lebih berat, pada palpasi uterus teraba tegang keras dan dapat terasa
hipertonik, tegang kontraksinya ketat dan kaku.
Karena perdarahan yang tersembunyi dapat menyebabkan uterus membesar,
pada pemeriksaan awal tinggi fundus uteri perlu dicatat. Sering tinggi
fundus uteri ditandai dengan membuat garis pada dinding abdomen.
Pada abrupsio ringan sampai berat, bunyi jantung janin biasanya terdengar
walaupun bradikardi dan deselerasi lanjut merupakan tanda-tanda hipoksia
janin. Pada pelepasan plasenta, terjadi fetal distress atau DJJ mungkin tak
terdengar.
3. Pemeriksaan Genetalia, pada solusio plasenta perlu dikaji ada tidaknya
perdarahan pervaginam biasanya kehitam - hitaman.
4. Pemeriksaan Pelvis.
Apabila perdarahannya banyak dan terdapat berbagai kemungkinan adanya
plasenta previa, pemeriksaan per-vaginam perlu ditunda sampai pasien
berada disuatu ruangan operasi dan dipersiapkan untuk seksio sesarea
segera. Dalam kasus plasenta previa ini akan menjadi sangat penting.
Apabila

dengan

pemeriksaan

menggunakan

ultrasonografi

berhasil

diketahui lokasi plasenta dan kemungkinan plasenta previa sudah


disingkirkan, pemeriksaan vagina diindikasikan untuk menilai status dari
serviks ( konsistensi, dilatasi, dan penipisan ), juga stasi dari bagian

presentasi. Pelepasan plasenta dapat terjadi sebelum persalinan ketika


serviks masih tertutup atau pada persalinan, setelah serviks berdilatasi.
5. Data Pendukung.
Tes Laboratorium.
a. Hitung darah lengkap dan apusan darah.
Halini dapat mengidentifikasi adanya anemia dan kehilangan darah.
Penurunan nilai hematokrit pada serangkaian pemeriksaan dapat
member kesan adanya perdarahan yang tersembunyi.
b.Urinalisis.
Biasanya normal. Proteinuria member kesan adanya kaitan dengan preeklampsia.
c. Golongan Darah dan Rhesus.
Darah harus dicocok silang (cross-matched) untuk tujuan transfusi
apabila diindikasikan.
C. ASSESTMENT
Dx : Ny Q G4 P1201 Ab000 UK 30- 32 minggu T/H/I dengan Solusio
Plasenta Disertai Anemia Sedang.
Masalah :
1.

Ganguan Pola aktivitas


Gejala awal abrupsio plasenta sering kali disangka sebagai sebagai
tanda persalinan premature atau palsu. Persepsi wanita tersebut
terhadap nyeri dapat melebihi proporsi yang disangka pemeriksa;
dapat terjadi peningkatan diantara apa yang dirasa sebagai kontraksi,
dan wanita tersebut merasakan nyeri tekan local atau menyeluruh

pada uterus.
2. Ganguan rasa nyeri
Salah satu gambaran klinis dari solusio plasenta adalah nyeri pada
abdomen, khusunya pada kasus solusio plasenta berat nyeri akan

semakin bertambah.
Dx Potensial : IUFD, PERDARAHAN POST PARTUM, SYOK
Masalah Potensial :-

D. PLANNING
1. Melakukan Rujukan ke fasilitas kesehatan yang lengkap.
2. Beri cairan dekstrosa 5% dan RL melalui intra vena dengan kateter
ukuran 16.

3.
4.
5.
6.
7.
8.

Atur supaya Ibu mengambil posisi Trendelenburg.


Pantau tanda-tanda vital (tekanan darah, denyut nadi).
Pantau denyut jantung janin (gunakan monitor eksternal).
Berikan oksigen.
Selubungi ibu dengan selimut hangat.
Berikan IV kedua, infus dengan dua rute diperlukan : satu untuk cairan
elektrolit, yang lain untuk transfusi darah. pertahankan jalur untuk

transfusi tetap terbuka sampai darah diperoleh.


9. Berikan informasi kepada ibu dan suami/ keluargan tentang sifat
kedaruratan terapi, termasuk juga kemungkinan seksio cesaria, mungkin
SC , transfusi darah dan resusitasi neonatus.
10. Menyertakan keterangan tentang apa yang telah dilakukan untuk
memberikan pertolongan pertama.
11. Motivasi ibu untuk selalu berdoa demi keselamatan ibu sendiri dan
bayinya.

Anda mungkin juga menyukai