Anda di halaman 1dari 30

PERPAJAKAN

Pajak :

Kontribusi wajib kepada Negara

Yang terutang oleh Orang Pribadi/Badan

Bersifat memaksa berdasar UU

Tidak memberikan imbalan secara langsung

Digunakan untuk keperluan Negara bagi rakyat

Wajib Pajak

Orang Pribadi

Badan

Yang mempunyai hak & kewajiban perpajakan sesuai UU

Kewajiban perpajakan bagi wajib pajak yang bergerak dalam sektor pengembang
dengan mempertimbangkan sistem perpajakan di Indonesia yang self assessment
system dimana wajib pajak diberi kepercayaan untuk menghitung,
membayar/menyetor, melapor, dan memperhitungkan sendiri pajaknya tanpa harus
menunggu adanya ketetapan dari Direktorat Jenderal Pajak.

Pajak Pada Transaksi Jual Beli Real Estate


Pajak Penjual
Pajak Penghasilan Sehubungan Dengan Pengalihan Hak Atas
Tanah & Bangunan (PPH)
Pajak Bumi Bangunan (PBB )
Pajak Pembeli
Pajak Pertambahan Nilai (PPN )
Pajak Pertambahan Nilai Atas Barang Mewah (PPNBM)
Bea Perolehan Hak Atas Tanah & Bangunan (BPHTB)
Peneriman Negara Bukan Pajak (PNBP)

Page 1

Kewajiban atas penghasilan sehubungan dengan pengalihan hak atas tanah dan/
bangunan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor : PP-71
Tahun 2008, Pajak Penghasilan Final pengalihan hak atas tanah dan bangunan :
Subjek Pajak

Orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan


dari pengalihan hak atas tanah & bangunan.

Objek Pajak

Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau


badan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan wajib
dibayar Pajak Penghasilan.

Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah:


penjualan, tukar-menukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan hak, penyerahan
hak lelang, hibah, atau cara lain yang disepakati dengan pihak lain selain pemerintah;
Tarif PPh
Pajak Penghasilan Final pengalihan hak atas tanah dan bangunan :
Tarif 5% x jumlah bruto nilai pengalihan,
1% x jumlah bruto nilai pengalihan, (untuk rumah sederhana)
Penyetoran

Surat Setoran Pajak (SSP) via bank persepsi atau kantor pos.
sebelum Akte Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan
ditandatangani

Pelaporan

SPT masa PPh Pasal 4 ayat (2)


Max tanggal 20 bulan berikutnya.

Dasar Pengenaan PPh

Page 2

Nilai pengalihan hak adalah nilai yang tertinggi antara nilai berdasarkan Akta
Pengalihan Hak dengan Nilai Jual Objek pajak tanah dan/atau bangunan yang
bersangkutan,kecuali :
1. dalam hal pengalihan hak kepada Pemerintah adalah nilai berdasarkan
keputusan pejabat yang bersangkutan.
2. dalam ha1 pengalihan hak sesuai dengan peraturan lelang adalah nilai
menurut risalah lelang tersebut.
Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) pengalihan hak
adalah Nilai Jual Objek Pajak menurut Surat Pemberitahuan Pajak Terutang
pada Pajak Bumi dan Bangunan tahun ybs atau dalam hal Surat Pemberitahuan
Pajak Teru tang dimaksud belum terbit, adalah Nilai Jual Objek Pajak menurut
Surat Pemberitahuan Pajak Terutang tahun pajak sebelumnya.
Apabila tanah dan/atau bangunan tersebut belum terdaftar pada Kantor
Pelayanan Pajak Pratama, maka Nilai Jual Objek Pajak yang dipakai adalah Nilai
Jual Objek Pajak menurut surat keterangan yang di terbitkan Kepala Kantor yang
wilayah kerjanya meliputi lokasi tanah dan/ atau bangunan yang bersangkutan
berada.
Rumah Sederhana dan Rumah Susun Sederhana
Rumah Sederhana sebagaimana dimaksud di atas terdiri atas Rumah
Scdcrhana Sehat dan Rumah Inti Tumbuh.
Rumah Susun Sederhana sebagaimana dimaksud di atas adalah bangunan
bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang dipcrgunakan sebagai tempat
hunian yang dilengkapi dengan KM/WC dan dapur baik bersatu dengan unit
hunian maupun terpisah dengan penggunaan komunal termasuk Rumah Susun
Sederhana Milik.
Pengecualian
Dikecualikan dari kewajiban pembayaran atau pernungutan Pajak
Penghasilan adalah:
Page 3

1. orang pribadi yang mempunyai penghasilan di bawah Penghasilan Tidak


Kena Pajak yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan
dengan jumlah bruto pengalihannya kurang dari Rp
60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) dan bukan merupakan jumlah yang
dipecahpecah
2. orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan
dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada Pemerintah guna
pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang memerlukan
persyaratan khusus
3. orang pribadi yang melakukan pengalihan tanah dan/atau bangunan dengan
cara hibah kepada derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, pribadi yang
menjalankan usaha mikro dan kecil, Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang
hibah tersebut tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau
penguasaan antara pihak- pihak yang bersangkutan; keluarga sedarah dalam
garis keturunan lurus satu

yang ketentuannya diatur lebih lanjut

dengan badan sosial termasuk yayasan, koperasi atau orang


4. badan yang melakukan pengalihan tanah dan/atau bangunan dengan cara
hibah kepada badan termasuk yayasan, koperasi atau orang pribadi yang
ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang
hibah tersebut tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau
penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan; atau keagamaan, badan
pendidikan, badan sosial menjalankan usaha mikro dan kecil, yang
5. pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan karena warisan.
Example :
Harga jual transaksi Rp 200.000.000
PPh final

5% x Rp 200.000.000

Pajak Bumi Bangunan (PBB )


A. Subjek Pajak
Page 4

Orang atau badan yang secara nyata mempunyai hak atas bumi, dan
atau memperoleh manfaat atas bumi, dan atau memiliki, menguasai,
dan atau memperoleh manfaat atas bangunan.

B. Objek Pajak
Objek PBB adalah bumi dan/atau bangunan.

Bumi adalah seluruh bumi baik permukaan dan tubuh bumi yang
ada di bawahnya;

Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara


tetap pada tanah dan/atau perairan. Termasuk dalam pengertian bangunan
adalah :
-

jalan lingkungan yang terletak dalam suatu kompleks bangunan seperti


hotel, pabrik, dan emplasemennya, dan lain-lain yang merupakan satu
kesatuan dengan kompleks bangunan tersebut;

jalan TOL;

kolam renang;

pagar mewah;

tempat olah raga;

galangan kapal, dermaga;

taman mewah;

tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak;

fasilitas lain yang memberikan manfaat.

2 Objek pajak yang tidak dikenakan PBB ?

Objek Pajak yang digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di


bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan nasional, yang
tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan;

Objek Pajak yang digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang
sejenis dengan itu;

Objek Pajak merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman
nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang
belum dibebani suatu hak;
Page 5

Objek Pajak yang digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan


asas perlakuan timbal balik;

Objek Pajak yang digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional
yang ditentukan oleh Menteri Keuangan.

C. Tarif PBB
Tarif PBB adalah tunggal sebesar 0,5% (lima per sepuluh persen).
D. Dasar Pengenaan Dan Cara Menghitung PBB
1.

Pegurang dalam penghitungan PBB


Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP). NJOPTKP diberikan kepada
setiap Wajib Pajak sebagai pengurang penghitungan PBB terutang.

2.

Besarnya NJOPTKP
NJOPTKP ditetapkan secara regional (setiap kabupaten/kota) paling banyak
sebesar Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) untuk setiap Wajib Pajak oleh
Kepala Kanwil DJP atas nama Menteri Keuangan dengan mempertimbangkan
pendapat Pemda setempat.

3.

Perlakuan pemberian NJOPTKP kepada Wajib Pajak yang

memiliki lebih dari satu Objek PBB


NJOPTKP diberikan hanya sekali untuk Objek PBB yang nilainya paling tinggi untuk
satu tahun pajak.

4.

Dasar pengenaan PBB

Dasar pengenaan PBB adalah Nilai Jual Objek Pajak (sales value = NJOP), yaitu harga
rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar. Bilamana
tidak terdapat transaksi jual beli, NJOP ditentukan melalui perbandingan harga
dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau Nilai Jual Objek Pajak
pengganti. NJOP ditetapkan setiap tiga tahun oleh Menteri Keuangan, kecuali untuk
daerah tertentu ditetapkan setiap tahun sesuai perkembangan daerahnya. Yang
dimaksud dengan :
Page 6

Perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, adalah suatu


pendekatan/metode penentuan nilai jual suatu objek pajak dengan cara
membandingkannya dengan objek pajak lain yang sejenis yang letaknya
berdekatan dan fungsinya sama dan telah diketahui harga jualnya;

Nilai perolehan baru, adalah suatu pendekatan/metode penentuan nilai jual suatu
objek pajak dengan cara menghitung seluruh biaya yang dikeluarkan untuk
memperoleh objek tersebut pada saat penilaian dilakukan, yang dikurangi dengan
penyusutan berdasarkan kondisi fisik objek tersebut;

Nilai jual pengganti, adalah suatu pendekatan/metode penentuan nilai jual suatu
objek pajak yang berdasarkan pada hasil produksi objek pajak tersebut.

Cara untuk memudahkan penghitungan PBB terutang


Cara untuk memudahkan penghitungan PBB terutang adalah dengan membuat
klasifikasi bumi dan bangunan, yaitu pengelompokan bumi dan bangunan
menurut nilai jualnya. Klasifikasi dimaksud sekaligus sebagai pedoman penentuan
NJOP. Faktor-faktor yang diperhatikan dalam dalam penentuan klasifikasi bumi
adalah :
1. letak;
2. peruntukan;
3. pemanfaatan;
4. kondisi lingkungan dan lain-lain.
Faktor-faktor yang diperhatikan dalam dalam penentuan klasifikasi bangunan
adalah :
1. bahan yang digunakan;
2. rekayasa;
3. letak;
4. kondisi lingkungan dan lain-lain.

Dasar penghitungan PBB

Dasar penghitungan PBB adalah Nilai Jual Kena Pajak (assessment value = NJKP) yaitu
suatu persentase tertentu dari NJOP yang dipergunakan sebagai dasar penghitungan
Page 7

PBB. NJKP ditetapkan serendah-rendahnya 20% (dua puluh persen) dan setinggitingginya 100% (seratus persen) dari NJOP.
1) sebesar 40 % dari NJOP apabila NJOP bernilai Rp. 1.000.000.000,- (satu
milyar rupiah) atau lebih;
2) sebesar 20 % dari NJOP apabila NJOP bernilai kurang dari Rp. 1.000.000.000,(satu milyar rupiah).

7.

Cara menghitung PBB terutang

Penghitungan PBB adalah sebagai berikut :

NJOP sebagai dasar pengenaan PBB = Jumlah NJOP bumi dan bangunan

NJOP untuk penghitungan PBB = NJOP sebagai dasar pengenaan PBB


dikurangi dengan NJOPTKP

NJKP = (20% atau 40%)* x NJOP untuk penghitungan PBB

PBB yang terutang = 0,5% x NJKP

NJOP bumi = luas bumi x NJOP bumi per m2 NJOP bangunan = luas bangunan x NJOP
bangunan per-m2*) Besarnya ditentukan berdasarkan jumlah NJOP bumi dan
bangunan dan sektor.
E. Tahun Pajak, Saat, Dan Tempat Yang Menentukan PBB Terutang
1. Saat PBB terutang
Saat PBB terutang adalah keadaan objek PBB pada tanggal 1 Januari untuk suatu
tahun pajak tertentu (jangka waktu satu tahun takwim)
2. Tempat PBB terutang
Tempat PBB terutang adalah : Meliputi letak objek PBB.
F. Pendaftaran, Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP), Surat
Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT), dan Surat Ketetapan Pajak
(SKP)

1. Apa kewajiban subjek PBB dalam rangka pendaftaran Objek PBB ?


Page 8

Mendaftarkan objek PBB-nya dengan mengisi SPOP secara jelas, benar, dan lengkap
serta ditandatangani dan disampaikan ke KPPBB/KP4/tempat lain yang ditunjuk yang
wilayah kerjanya meliputi letak objek PBB, selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari
setelah tanggal diterimanya SPOP oleh subjek PBB. Pelaksanaan dan tata cara
pendaftaran objek pajak sebagaimana diatur lebih lanjut oleh Menteri Keuangan. SPOP
adalah sarana bagi Wajib Pajak untuk mendaftarkan
Objek PBB yang akan dipakai sebagai dasar untuk menghitung PBB yang terutang. Yang
dimaksud dengan jelas, benar, dan lengkap adalah :

Jelas, berarti penulisan data yang diminta dalam SPOP dibuat sedemikian rupa,
sehingga tidak menimbulkan salah tafsir yang dapat merugikan negara maupun
Wajib Pajak sendiri;

Benar, berarti data yang dilaporkan harus sesuai dengan keadaan yang
sebenarnya;

Lengkap berarti seluruh bagian yang harus diisi oleh Wajib Pajak terisi semua dan
ditandatangani.
2.

Sanksi yang dapat dikenakan apabila Wajib Pajak tidak

mengembalikan SPOP atau mengisi SPOP secara jelas, benar, dan lengkap
a. Sanksi Administrasi

Dalam hal WP tidak menyampaikan kembali SPOP pada waktunya dan setelah
ditegur secara tertulis tidak disampaikan sebagaimana ditentukan dalam surat
teguran, maka akan diterbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) dengan sanksi
berupa denda administrasi sebesar 25% dari PBB yang terutang.

Apabila pengisian SPOP setelah diteliti atau diperiksa ternyata tidak benar
(lebih kecil), maka akan diterbitkan SKP dengan sanksi berupa denda
administrasi sebesar 25% dari selisih besarnya PBB yang terutang.

b. Sanksi Pidana

Barang siapa karena kealpaannya tidak mengembalikan SPOP atau


mengembalikan SPOP tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap dan/atau
melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga menimbulkan kerugian

Page 9

bagi negara, dipidana dengan pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam)


bulan atau denda setinggi-tingginya 2 (dua) kali lipat pajak yang terutang;

Barang siapa karena dengan sengaja :


1.

Tidak mengembalikan atau menyampaikan SPOP kepada


Direktorat Jenderal Pajak;

2.

Menyampaikan SPOP tetapi isinya tidak benar atau tidak


lengkap dan atau melampirkan keterangan yang tidak benar;

3.

Memperlihatkan surat palsu atau dipalsukan atau dokumen


yang palsu atau dipalsukan seolah-olah benar;

4.

Tidak memperlihatkan data atau tidak meminjamkan surat atau


dokumen lainnya;

5.

Tidak menunjukkan data atau tidak menyampaikan keterangan


yang diperlukan;

sehingga menimbulkan kerugian pada negara, dipidana dengan pidana


penjara selama-lamanya 2 (dua) tahun atau denda setinggi-tingginya sebesar
5 (lima) kali pajak yang terutang. Sanksi pidana tersebut dilipatkan dua
apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan
sebelum lewat satu tahun, terhitung sejak selesainya menjalani sebagian
atau seluruh pidana penjara yang dijatuhkan atau sejak dibayarnya denda.

3.

SPPT
SPPT adalah Surat Keputusan Kepala KPPBB mengenai besarnya PBB terutang
yang harus dibayar oleh Wajib Pajak pada 1 (satu) tahun pajak tertentu. SPPT
diterbitkan berdasarkan data sebagaimana tertulis pada SPOP.

4. Hak Wajib Pajak atas SPPT

Menerima SPPT PBB setiap tahun pajak.

Mendapatkan penjelasan segala sesuatu yang berhubungan dengan ketetapan PBB.

Mengajukan keberatan dan atau pengurangan.

Mendapatkan Surat Tanda Terima Setoran (STTS) atau Bukti Pelunasan


Pembayaran PBB dari Tempat Pembayaran (TP yaitu Bank/Kantor Pos yang
Page 10

tercantum pada SPPT atau ATM) atau Tanda Terima Sementara (TTS) dari
petugas pemungut PBB Kelurahan/Desa yang ditunjuk resmi dengan SK
Walikota/Bupati.
5. kewajiban Wajib Pajak atas SPPT

Menandatangani bukti tanda terima SPPT dan menyampaikannya kembali


kepada Lurah/Kepala Desa/Dinas Pendapatan Daerah/KP4 untuk diteruskan ke
KPPBB yang menerbitkan SPPT atau menyampaikannya ke KPPBB.

6.

Membayar/melunasi PBB terutang pada tempat yang telah ditentukan.


SKP PBB
SKP PBB adalah Surat Keputusan Kepala KPPBB yang memberitahukan besarnya
PBB yang terutang termasuk denda administrasi kepada Wajib Pajak yang tidak
memenuhi kewajiban perpajakan sebagaimana mestinya.
Apa yang menyebabkan SKP PBB diterbitkan ?
SKP diterbitkan apabila :

Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) tidak disampaikan kembali dalam


jangka waktu 30 hari dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan
sebagaimana ditentukan dalam surat teguran.

Berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain yang ada ternyata jumlah PBB
yang terutang lebih besar dari jumlah PBB yang dihitung berdasarkan SPOP yang
disampaikan oleh WP.

7. Berapakah besarnya PBB terutang dalam SKP PBB?

Jumlah PBB yang terutang dalam SKP yang disebabkan oleh pengembalian SPOP
lewat 30 hari setelah diterima WP adalah sebesar pokok pajak ditambah dengan
denda administrasi sebesar 25% dihitung dari pokok pajak.

Jumlah PBB yang terutang dalam SKP yang disebabkan oleh hasill pemeriksaan atau
keterangan lainnya, dihitung berdasarkan SPOP ditambah denda administrasi 25%
dari selisih PBB yang terutang.
Page 11

G. Tata Cara Pembayaran dan Penagihan


1. Batas waktu pelunasan utang PBB

Berdasarkan SPPT yang diterima, Wajib Pajak harus melunasi utang PBB-nya
selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sejak tanggal diterimanya SPPT.

Berdasarkan SKP yang diterima, Wajib Pajak harus melunasi utang PBB-nya
selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak tanggal diterimanya SKP.

2. Besar denda yang dikenakan kepada Wajib Pajak yang belum melunasi
utang PBB-nya setelah lewat jatuh tempo
PBB terutang yang pada saat jatuh tempo pembayaran tidak dibayar atau kurang
dibayar dikenakan denda administrasi sebesar 2% (dua persen) sebulan, yang
dihitung dari saat jatuh tempo sampai dengan hari pembayaran untuk jangka
waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan bagian dari bulan dihitung
penuh 1 (satu) bulan.
3. Cara membayar PBB
Wajib pajak membayar PBB terutang melalui :

Bank atau Kantor Pos yang tercantum pada SPPT atau

ATM bank-bank tertentu (BCA, BII) atau

Counter/teller bank-bank tertentu (Bank Nusantara Parahyangan) atau

Petugas pemungut PBB Kelurahan/Desa yang ditunjuk resmi dengan SK


Walikota/Bupati.

Catatan : Pembayaran harus dilakukan sekaligus (tidak diperkenankan mencicil).


4. Dasar penagihan PBB
Dasar penagihan PBB adalah SPPT, SKP, dan Surat Tagihan Pajak (STP).
6.

Apa saja yang dapat ditagih dengan STP PBB?

Page 12

7.

Pokok pajak terutang yang belum atau kurang dibayar dan atau denda administrasi.
STP harus dilunasi selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak tanggal diterimanya
STP oleh Wajib Pajak.

6. Dalam hal bagaimana STP PBB diterbitkan ?

Wajib pajak tidak melunasi PBB terutang setelah lewat jatuh tempo pembayaran
SPPT/SKP.

Wajib pajak melunasi PBB terutang setelah lewat jatuh tempo pembayaran
SPPT/SKP, tetapi denda administrasi tidak dilunasi.

7.

Apakah upaya yang dapat dilakukan apabila STP PBB telah lewat jatuh

tempo dan tidak dilunasi ?


Apabila STP PBB tidak dibayar setelah lewat jatuh tempo ditagih dengan Surat
Paksa (SP) berdasarkan UU Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak
dengan Surat Paksa s.t.d.d. UU Nomor 19 Tahun 2000.
H. Keberatan dan Banding
1. Apa saja yang dapat diajukan permohonan keberatan PBB ?
Yang dapat diajukan keberatan PBB adalah besarnya PBB terutang sebagaimana
tercantum dalam SPPT atau SKP. Keberatan dimaksud dapat dikarenakan :

Kesalahan luas bumi dan atau bangunan;

Kesalahan klasifikasi bumi dan atau bangunan;

Kesalahan penetapan/pengenaan

Terdapat perbedaan penafsiran peraturan perundang-undangan PBB antara Wajib


Pajak dan fiskus;

Kesalahan Penetapan Subjek Pajak.


Keberatan atas SPPT atau SKP harus diajukan masing-masing dalam satu surat
keberatan tersendiri untuk setiap tahun pajak.

2. Bagaimana tata cara permohonan keberatan PBB ?

Membuat permohonan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Kepala


KPPBB disertai dengan alasan yang jelas.
Page 13

Menyampaikan permohonan secara lengkap sesuai dengan ketentuan yang


berlaku dalam batas waktu 3 (tiga) bulan sejak diterimanya SPPT atau SKP,
kecuali Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat
dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya.

Diajukan per Objek PBB dan per tahun pajak.

Melampirkan foto kopi sebagai berikut :

Bukti pemilikan hak atas tanah/sertifikat; dan/atau

Bukti Surat Ukur/Rincik; dan/atau

Akta Jual Beli; dan/atau

SPPT/SKP; dan/atau

Izin Mendirikan Bangunan (IMB); dan/atau

Bukti pendukung (resmi) lainnya.

Tanda penerimaan Surat Keberatan yang diberikan oleh pejabat Direktorat


Jenderal Pajak yang ditunjuk untuk itu atau tanda pengiriman Surat Keberatan
melalui pos tercatat menjadi tanda bukti penerimaan Surat Keberatan tersebut
bagi kepentingan Wajib Pajak.

Apabila diminta oleh Wajib Pajak untuk keperluan pengajuan keberatan,


Direktur Jenderal Pajak wajib memberikan secara tertulis hal-hal yang menjadi
dasar pengenaan PBB.

Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar PBB dan


pelaksanaan penagihan.

3. Berapa lama jangka waktu penyelesaian permohonan keberatan PBB ?


Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak
tanggal Surat Permohonan Keberatan diterima, harus memberi keputusan atas
keberatan yang diajukan. Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud telah lewat dan
Direktur Jenderal Pajak tidak memberikan suatu keputusan, maka keberatan yang
diajukan tersebut dianggap diterima.

Page 14

4. Apa yang dapat disampaikan oleh Wajib Pajak sebelum keputusan


keberatan diterbitkan ?
Sebelum surat keputusan keberatan diterbitkan, Wajib Pajak dapat
menyampaikan alasan tambahan atau penjelasan tertulis.
5. Apa bentuk keputusan keberatan ?
Keputusan Keberatan dapat berupa :

menerima seluruhnya, apabila data/bukti-bukti yang dilampirkan dalam


pengajuan keberatan dan/atau diperoleh dalam pemeriksaan terbukti
kebenarannya.

menerima sebagian, apabila data/bukti-bukti yang dilampirkan dalam pengajuan


keberatan dan/atau diperoleh dalam pemeriksaan sebagian terbukti
kebenarannya.

menolak, apabila data/bukti-bukti yang dilampirkan dalam pengajuan keberatan


dan/atau diperoleh dalam pemeriksaan tidak terbukti kebenarannya.

menambah jumlah pajaknya, apabila data/bukti-bukti yang dilampirkan dalam


pengajuan keberatan dan/atau diperoleh dalam pemeriksaan, mengakibatkan
peningkatan jumlah PBB-nya.

6. Yang dapat dilakukan Wajib Pajak jika permohonan keberatannya


ditolak
Wajib pajak yang keberatannya ditolak dapat mengajukan banding ke Badan Pengadilan
Pajak (BPP). Ketentuan banding PBB mengikuti ketentuan dalam UU Nomor 6 Tahun
1983 tentang KUP stdtd UU Nomor 16 Tahun 2000.
7. Bentuk putusan Banding , Putusan Banding dapat berupa :

menolak;

mengabulkan sebagian atau seluruhnya;

menambah pajak yang harus dibayar;

tidak dapat diterima;

Page 15

8. Sifat Putusan Banding


Putusan Banding oleh BPP bukan merupakan putusan final dan dapat diajukan Peninjauan
Kembali (PK) ke Mahkamah Agung.
9. Keputusan Banding menerima sebagian atau seluruhnya ?
Apabila putusan banding menerima sebagian atau seluruhnya, maka kelebihan
pembayaran dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% untuk jangka
waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak tanggal pembayaran
yang menyebabkan kelebihan pembayaran PBB sampai dengan diterbitkannya
Putusan Banding.

I. Pengurangan
1. Pengurangan PBB dapat diberikan kepada :
Pengurangan PBB yaitu pemberian keringanan pembayaran PBB yang terutang
atas Objek PBB dapat diberikan kepada :
Wajib pajak orang pribadi atau badan karena kondisi tertentu Objek PBB yang
ada hubungannya dengan Subjek PBB dan atau karena sebab-sebab tertentu
lainnya, yaitu :

lahan pertanian/perkebunan/perikanan/peternakan yang hasilnya sangat terbatas


yang dimiliki/dikuasai atau dimanfaatkan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi;

Objek PBB yang dimiliki, dikuasai dan atau dimanfaatkan oleh Wajib Pajak Orang
Pribadi yang berpenghasilan rendah yang nilai jualnya meningkat disebabkan
karena adanya pembangunan atau perkembangan lingkungan;

Objek PBB yang dimiliki, dikuasai dan atau dimanfaatkan oleh Wajib Pajak Orang
Pribadi yang penghasilannya semata-mata berasal dari pensiun, sehingga kewajiban
PBB-nya sulit dipenuhi;

Objek PBB yang dimiliki, dikuasai, dan atau dimanfaatkan oleh masyarakat
berpenghasilan rendah, sehingga kewajiban PBB-nya sulit dipenuhi;

Objek Pajak yang dimiliki, dikuasai, atau dimanfaatkan oleh Wajib Pajak Badan
yang mengalami kerugian dan kesulitan likuiditas yang serius sepanjang tahun,
sehingga tidak dapat memenuhi kewajiban rutin perusahaan;
Page 16

Pemberian pengurangan dapat diberikan setinggi-tingginya 75% (tujuh


puluh lima persen) dan ditetapkan berdasarkan kondisi/penghasilan Wajib
Pajak.

Wajib Pajak Orang Pribadi dalam hal objek PBB terkena bencana alam seperti
gempa bumi, banjir, tanah longsor, gunung meletus, dan sebagainya serta sebabsebab lain yang luar biasa seperti kebakaran, kekeringan, wabah penyakit, dan
hama tanaman.
Untuk kondisi Wajib Pajak ini dapat diberikan pengurangan sampai dengan 100%
(seratus persen).

Wajib Pajak anggota veteran pejuang kemerdekaan dan veteran pembela


kemerdekaan termasuk janda/dudanya.

Pemberian pengurangan ditetapkan 75% (tujuh puluh lima persen), akan tetapi
bagi janda/dudanya telah menikah lagi diberikan setinggi-tingginya 75% (tujuh
puluh lima persen) dan ditetapkan berdasarkan kondisi/penghasilan Wajib Pajak.

2. Bagaimana tata cara pengajuan permohonan pengurangan PBB ?

Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Kepala KPPBB yang
menerbitkan SPPT/SKP dengan menyebutkan persentase pengurangan yang
diminta.

Pengajuan permohonan dilakukan dengan ketentuan :


o Untuk ketetapan PBB s/d Rp100.000,- (seratus ribu rupiah) dapat
diajukan secara perseorangan atau kolektif (melalui Kepala Desa/Lurah
dan diketahui oleh Camat).
o Untuk ketetapan PBB di atas Rp100.000,- (seratus ribu rupiah) harus diajukan
oleh WP yang bersangkutan dengan melampirkan :
-

fotokopi SPPT/SKP PBB Tahun Pajak yang dimohonkan;

fotokopi STTS tahun pajak terakhir;

fotokopi KTP/SIM/Tanda Pengenal Diri lainnya.

Untuk WP Badan, melampirkan fotokopi :

SPPT/SKP PBB tahun yang dimohonkan;

fotokopi STTS tahun pajak terakhir;


Page 17

SPT PPh tahun terakhir;

Laporan Keuangan Perusahaan.

o Untuk Objek Pajak yang terkena bencana alam, hama tanaman dan sebab lain
yang luar biasa dan bersifat massal diajukan oleh Kepala Desa/Lurah dengan
diketahui oleh Camat dengan mencantumkan nama-nama Wajib Pajak yang
dimohonkan pengurangannya dengan mempergunakan formulir yang telah
ditentukan.
o Permohonan diajukan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan terhitung sejak
SPPT/SKP diterima Wajib Pajak atau terjadinya bencana alam atau sebab-sebab
lain yang luar biasa.
o Pengurangan atas SKP hanya dapat diberikan atas pokok ketetapan PBB terutang;
o Apabila batas waktu pengajuan tersebut tidak dipenuhi, maka permohonannya
tidak diproses, dan Kepala KPPBB yang bersangkutan harus memberitahukan
secara tertulis kepada WP/Kepala Desa/Lurah, disertai penjelasan seperlunya.
3. Kriteria pengajuan permohonan pengurangan PBB ?

Pengurangan PBB untuk masing-masing kabupaten/kota hanya diberikan untuk 1


(satu) objek PBB yang dimiliki, dikuasai dan atau dimanfaatkan Wajib Pajak;

Dalam hal Wajib Pajak Orang Pribadi memiliki, menguasai dan atau
memanfaatkan lebih dari 1 (satu) objek PBB maka objek yang dapat diajukan
permohonan pengurangan adalah objek PBB yang menjadi tempat domisili
Wajib Pajak;

Dalam hal Wajib Pajak yang memiliki, menguasai dan atau memanfaatkan lebih
dari 1 (satu) objek PBB adalah Wajib Pajak Badan, maka objek yang dapat
diajukan permohonan pengurangan adalah salah satu objek pajak yang dimiliki,
dikuasai, dan atau dimanfaatkan Wajib Pajak.

K. Pengembalian Kelebihan Pembayaran PBB


1. Dalam hal apa terjadi kelebihan pembayaran PBB ?

Page 18

Kelebihan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) terjadi dalam hal pembayaran
yang dilakukan oleh Wajib Pajak (WP) lebih besar dari jumlah PBB yang seharusnya
terutang.
2. Apakah penyebab terjadinya kelebihan pembayaran PBB ?

Perubahahan peraturan;

Surat Keputusan Pemberian Pengurangan;

Surat Keputusan Penyelesaian Keberatan;

Putusan Banding;

Kekeliruan pembayaran.

3. Bagaimanakah perlakuan atas kelebihan pembayaran PBB ?


Kelebihan Pembayaran PBB dapat dikembalikan kepada Wajib Pajak (restitusi),
diperhitungkan dengan utang pajak lainnya, atau disumbangkan kepada Negara.
4. Bagaimana tata cata pengajuan permohonan atas kelebihan
pembayaran PBB ?

WP mengajukan permohonan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan


menyebutkan jumlah kelebihan pembayaran disertai alasan yang jelas kepada
Direktur Jenderal Pajak c.q. Kepala KPPBB yang menerbitkan SPPT/SKP/STP.

Surat permohonan disampaikan langsung atau dikirim melalui pos tercatat;

Surat permohonan dilampiri dengan dokumen yang berkaitan dengan Objek Pajak
yang dimohonkan berupa:
o -fotokopi SPPT/SKP/STP dan Surat Keputusan Keberatan/Banding dan/atau
Surat Keputusan pemberian pengurangan;
o Asli Surat Tanda Terima Setoran (STTS) PBB.

5. Dalam jangka waktu maksimal berapa lama KPPBB harus memberikan


jawaban atas surat permohonan dari Wajib Pajak ?

Page 19

Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak harus diterbitkan dalam jangka waktu 12
(dua belas) bulan sejak diterimanya surat permohonan secara lengkap dari Wajib
Pajak. Apabila dalam jangka waktu tersebut surat keputusan tidak diterbitkan
maka permohonan Wajib Pajak dianggap dikabulkan.
6. Apakah bentuk Surat Keputusan yang dapat diterbitkan atas
pengembalian kelebihan pembayaran PBB ?
Kepala KPPBB atas nama Direktur Jenderal Pajak menerbitkan :

Surat Keputusan Kelebihan Pembayaran Pajak PBB (SKKPP PBB), apabila


jumlah PBB yang dibayar ternyata lebih besar dari yang seharusnya terutang;

Surat Pemberitaan (SPb), apabila jumlah PBB yang dibayar sama dengan jumlah
PBB yang seharusnya terutang;

Surat Ketetapan Pajak (SKP), apabila jumlah PBB yang dibayar ternyata kurang
dari jumlah PBB yang seharusnya terutang.

7. Dalam jangka waktu maksimal berapa lama Kepala KPPBB harus


menerbitkan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak PBB
(SPMKPPBB)
Kepala KPPBB harus menerbitkan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak PBB
(SPMKPPBB) dalam jangka waktu 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKKPPPBB. Dalam
hal KPPBB terlambat menerbitkan SPMKPPBB, maka WP diberikan bunga sebesar 2 %
(dua persen) sebulan sampai dengan diterbitkannya SPMKPPBB. L. LAIN-LAIN
(250304 )

Pejabat yang berkaitan dengan Objek PBB


Page 20

Pejabat yang tugas pekerjaannya berkaitan langsung dengan objek PBB adalah : Camat
sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah, Notaris Pejabat Pembuat Akta Tanah, dan Pejabat
Pembuat Akta Tanah (PPAT).

Kewajiban PAJAK PEMBELI


Pajak Pertambahan Nilai (PPN )
1. Atas penyerahan tanah dan/ bangunan yang terutang Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2000,
Tarif

10% x harga jual,


0% untuk rumah sederhana

Penyetoran

SSP pribadi atau badan ,di setor ke bank persepsi /kantor pos
max tanggal 15 bulan berikunya setelah pengeluaran baiaya

Pelaporan

SPT Masa PPN (1107)


Max tanggal 20 bulan berikuntya.

Perlakuan PPnBM Pada Real Estate


Rumah mewah dikenakan PPnBM 20%, yang termasuk :

Hunian mewah seperti apartemen, kondominium, town house,Luas 150 m2 atau


lebih dan harga jual bangunanya Rp 4.000.000/m2 tidak termasuk nilai tanahnya.

Rumah termasuk rukan atau ruko dengan luas bangunan min. 400 m2 dan
harga jual bangunan/m2 Rp 3.000.000/m2 tidak termasuk nilai tanah

PPnBM hanya berlaku untuk pembelian properti dari developer, tidak untuk
transaksi antar perorangan. Pajak langsung dibayar konsumen saat bertransaksi.

Untuk property yang dibeli dari developer,pemungutan dan pelaporan biasanya


dilakukan developer. Beli kavling dikawasan real estate tetap kena PPN, diluar
kawasan real estate tidak kena PPN.

PPN Atas Kegiatan Membangun Sendiri


Kegiatan membangun sendiri dikenakan PPN apabila :

Page 21

Membangun sendiri tidak dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaan oleh


pribadi atau badan, yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan oleh pihak
lain.

Bangunan diperuntukkan bagi tempat tinggal atau tempat usaha.


o Yang dimaksud dengan bangunan untuk tempat tinggal adalah bangunan
atau konstruksi yang semata-mata diperuntukkan bagi tempat tinggal (tidak
termasuk fasilitas olah raga atau fasilitas lain).
o Yang dimaksud dengan bangunan untuk tempat usaha adalah keseluruhan
bangunan atau konstruksi yang diperuntukkan bagi tempat usaha termasuk
seluruh fasilitas yang ada.

Luas bangunan minimal 300 m2 .

Bangunan bersifat permanent.


o Yang dimaksud bangunan permanent adalah bangunan yang konstruksi
utamanya terdiri dari beton dan/atau kayu dan/atau baja dan/ atau bahan lain
yang umur bangunannya lebih dari 25 (dua puluh lima) tahun.

Tarif dan DPP untuk kegiatan membangun sendiri :

Pajak Pertambahan Nilai = 10 % (sepuluh persen) dari Dasar


Pengenaan Pajak.

DPP atas kegiatan membangun sendiri = 40% (empat puluh persen) x seluruh biaya
yang dikeluarkan atau dibayarkan, tidak termasuk harga perolehan tanah.
Atau PPN terutang = 10% x 40% x jumlah biaya yang dikeluarkan atau dibayarkan,
tidak termasuk harga perolehan tanah pada setiap bulannya.
Termasuk dalam pengertian seluruh biaya yang dikeluarkan atau dibayarkan untuk
membangun sendiri adalah juga jumlah Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar atas
perolehan bahan dan jasa untuk kegiatan membangun sendiri tersebut.

Saat & Tempat Pajak Terhutang Atas Kegiatan Membangun Sendiri :

Saat yang menentukan Pajak Pertambahan Nilai terutang adalah saat dimulainya
secara fisik kegiatan membangun sendiri (menggali fondasi, memasang tiang
pancang dan lain-lain).
Page 22

Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan secara bertahap dianggap


merupakan satu kesatuan kegiatan sepanjang tenggang waktu antara tahapantahapan tersebut tidak lebih dari 2 (dua) tahun.

Tempat pajak terutang atas kegiatan membangun sendiri adalah di tempat


bangunan tersebut didirikan.

Kegiatan Membangun Sendiri Di Kawasan Real Estate :


Membangun sendiri di atas tanah kavling pada Kawasan Real Estate terjadi sesudah
tanggal 1 Januari 1995, maka :

Kegiatan membangun sendiri oleh pemilik Kavling di kawasan Real Estate


dianggap dibangun oleh PKP Real Estate. PPN membangun sendiri terutang untuk
setiap bulan, dimulai dari kegiatan secara fisik,spt penggalian fondasi dan pasang
tiang pancang, dll.

Pada saat ditandatanganinya surat pemesanan tanah/surat perjanjian jual


beli/perjanjian jual beli/akta jual beli atas transaksi penjualan tanah kavling, pembeli
tanah kavling wajib mengisi dan enandatangani form surat pernyataan kesanggupan
membayar PPN atas kegiatan membangun sendiri yang diberikan oleh pihak real
estate.

Jadi PKP Real Estate harus memungut PPN yang terutang kepada pemilik
kavling, kemudian menyetor dan melaporkannya dalam SPT Masa PPN pada
bulan yang bersangkutan.

DPP adalah sebesar nilai bangunan (tidak termasuk harga tanah) yang dihitung oleh
PKP Real Estate seandainya rumah tersebut dibangun oleh PKP Real Estate.

Seluruh biaya yang dikeluarkan oleh pemilik kavling sehubungan dengan


pembangunan rumah tersebut dilaporkan kepada PKP Real Estate setiap bulan dan
dianggap sebagai pembayaran termin.

Apabila rumah tersebut telah selesai dibangun, PKP Real Estate harus menentukan
nilai bangunan rumah tersebut sesuai dengan patokan harga yang berlaku. Dalam
hal nilai bangunan yang dihitung oleh PKP Real Estate lebih besar dari jumlah
pembayaran termin yang telah dilaporkan oleh pemilik kavling, maka atas selisih
tersebut harus dipungut PPN, disetor dan dilaporkan oleh PKP Real Estate dalam
Page 23

SPT Masa PPN bulan yang bersangkutan kavling, maka atas selisih tersebut harus
dipungut PPN, disetor dan dilaporkan oleh PKP Real Estate dalam SPT Masa PPN
bulan yang bersangkutan.

Pengusaha real estate wajib melaporkan penjualan tanah kavling kepada KPP
yang wilyah kerjanya meliputi tempat tanah kavling berada.Bila tidak, yang
dianggap melakukan pembangunan adalah pengusaha real estate.

Tidak ada batasan luas atas pengenaan PPN atas membangun sendiri pada
kawasan real estate, berapapun luasnya kena PPN.
Apabila patokan harga bangunan yang berlaku lebih kecil daripada jumlah
pembayaran termin pajak keluaran atas kegiatan membangun sendiri :

Dalam hal kegiatan sendiri dilakukan oleh PKP, PPN yang tercantum dalam SSP
tersebut tidak dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran, karena pembayaran PPN
untuk kegiatan tidak dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaan.

Faktur Pajak atas perolehan Barang Kena Pajak yang digunakan untuk
membangun rumah oleh pemilik real estate tidak dapat dikreditkan.

Tarif dan DPP untuk kegiatan membangun sendiri :


Pajak Pertambahan Nilai = 10 % (sepuluh persen) dari Dasar Pengenaan Pajak.
DPP atas kegiatan membangun sendiri = 40% (empat puluh persen) x seluruh
biaya yang dikeluarkan atau dibayarkan, tidak termasuk harga perolehan tanah.
Atau PPN terutang = 10% x 40% atau 4% x jumlah biaya yang dikeluarkan atau
dibayarkan, tidak termasuk harga perolehan tanah pada setiap bulannya.
Termasuk dalam pengertian seluruh biaya yang dikeluarkan atau dibayarkan untuk
membangun sendiri adalah juga jumlah Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar atas
perolehan bahan dan jasa untuk kegiatan membangun sendiri tersebut.
Contoh :
Luas tanah 250 m2, dibangun sendiri tanpa jasa konstruksi atau real
estate.Tidak ada pencatatan biaya yang tersistem.Standard harga bangunan
adalah Rp 1.000.000/m2 sesuai ketentuan Dinas Cipta Karya
Page 24

PPN membangun sendiri =


=

40% x Rp 1.000.000. x 250 m2


Rp 10.000.000

Membangun Sendiri Secara Bertahap

Membangun sendiri yang dilakukan secara bertahap dianggap merupakan satu


kegiatan, sepanjang tenggang waktu antar tahapan tersebut tidak lebih dari 2 thn.
Kalau pembangunan dilakukan secara bertahap dan luas bangunan pada tahap awal
kurang dari 200 m2, kemudian tenggang waktu anatara kegiatan membangun
sendiri tsb lebih adri 2 thn, sehingga luas bangunan yang dianggap secara bertahap
tsb menjadi lebih dari 200m2, maka atas kegiatan membangun sendiri tsb tidak
dikenakan PPN.

Example :

Bapak X pada juli 2008 membangun rumah pribadi seluas 150 m2


dengan biaya Rp 300.000.000 . Pada Mei 2010 bangunan diperluas
menjadi 255 m2 dengan tambahan biaya Rp 200.000.000.
PPN terutang = 4% x Rp 500.000.000 = Rp. 20.000.000

Pada Juli 2008 Y membangun rumah pribadi seluas 150 m2 dengan biaya
pembangunan sebesar Rp 300.000.000.Pada agustus 2010, bangunan
diperluas menjadi 255 m2 dengan tambahan biaya Rp 200.000.000.
PPN terutang = nihil ( tidak terutang )

Pertimbangan Membangun Rumah Susun Pada Real Estate


Pengerjaan rumah susun akn terutang PPN, kecuali atas rumah susun sederhana milik.
Rumah susun sederhana milik (RUSUNAMI) adalah bangunan bertingkat yang
dibangun dalam satu lingkungan yang dipergunakan sebagai tempat hunian yang
dilengkapi kamar mandi/wc, dapur baik bersatu dengan unit hunian maupun terpisah
dengan penggunaan komunal, yang perolehanya dibiayai dengan kredit pemilikan
rumah bersubsidi atau tidk bersubsidi yang memiliki ketentuan sbb:

Luas hunian ant 21 m2- 36 m2


Page 25

Harga Jual max Rp 144.000.000

Diperuntukkan bagi orang pribadi yang mempunyai penghasilan max. Rp.


4.500.000/ bln dan memiliki NPWP

Pembangunan mengacu pada peraturan Men PU yang mengatur ketentuan


tekhnis pembangunan rusun sederhana

Merupakan unit hunian pertama yang dimiliki, digunakan sendiri sebagai


tempat tinggal, dan tidak dipindah tangankan dalam jangka waktu 5 thn sejak
kepemilikan.Atas penyerahan RUSUNAMI dibebaskan dari pengenaan PPN.

Membangun Melalui Kontraktor


Kegiatan membangun sendiri lewat kontraktor atau pemborong bukan merupakan
kegiatan membangun sendiri, sepanjang dapat dibuktikan bahwa atas kegiatan
membangun tersebut telah dipungut PPN
Bea Perolehan Hak Tanah & Bangunan (BPHTB)
BPHTB merupakan pajak yang dikenakan atas semua pengalihan hak atas property baik
baru maupun lama,yang dibeli dari developer atau perorangan.
Subjek Pajak
Orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan.
Objek Pajak
adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Perolehan hak atas tanah dan
atau bangunan meliputi:
a. Pemindahan hak karena
1. jual beli;
2. tukar-menukar;
3. hibah;
4. hibah wasiat;
5. waris;
6. pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya;
7. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan;
8. penunjukan pembeli dalam lelang;
Page 26

9. putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap;


10. penggabungan usaha;
11. peleburan usaha;
12. pemekaran usaha;
13. hadiah.
b. Pemberian hak baru karena:
1. kelanjutan pelepasan hak;
2. di luar pelepasan hak.
Hak atas tanah adalah hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak
milik atas satuan rumah susun atau hak pengelolaan
Tarif BPHTB.
Tarif pajak ditetapkan sebesar 5% (lima persen)
Pengenaan BPHTB
a. pengenaan BPHTB karena waris dan Hibah Wasiat BPHTB yang terutang
atas perolehan hak karena waris dan hibah wasiat adalah sebesar 50% dari
BPHTB yang seharusnya terutang.
b. pengenaan BPHTB karena pemberian Hak Pengelolaan. Besarnya BPHTB
karena pemberian Hak Pengelolaan adalah sebagai berikut:
-0% (nol persen) dan BPHTB yang seharusnya terutang terutang dalam
hal penerima Hak Pengelolaan adalah Departemen, Lembaga Pemerintah
Non Departemen, Pemerintah Daerah Propinsi, Pemerintah Daerah
Kabupaten/kota, Lembaga Pemerintah lainnya, dan Perusahaan Umum
Pembangunan Perumahan Nasional (Perum Perumnas);
-50% (lima puluh persen) dari BPHTB yang seharusnya terutang dalam
hal penerima Hak Pengelolaan selain dimaksud diatas.

Page 27

Penghitunagan BPHTB
Besarnya BPHTB terutang adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dikurangi Nilai Perolehan
Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) dikalikan tarif 5 % (lima persen). Secara
matematis adalah;
BPHTB = 5 % X (NJOP/Nilai transaksi NPOPTKP)
Example:
Nilai transaksi Rp 200 juta,
BPHTB yang harus dibayar adalah 5% x (Rp 200 juta - Rp60 juta) = Rp 7 juta.
Bila transaksi hanya Rp60 juta atau kurang, BPHTB-nya nol.
NJOP lebih kecil dibandingkan NPOPTKP, maka perolehan hak tersebut tidak
terutang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
BPHTB = 5 % x (Rp. 50 juta Rp. 60 juta)
= 5 % x (0)
= Rp. 0 (nihil).

Pada tanggal 28 Juli 2006, Tuan S mendaftarkan warisan berupa tanah


dan bangunan yang terletak di Kota BB dengan NJOP PBB Rp.
400.000.000,00. NPOPTKP untuk perolehan hak karena waris untuk Kota
BB ditetapkan sebesar Rp. 300.000.000,00. Besarnya NPOPKP adalah
Rp. 400.000.000,00 dikurangi Rp. 300.000.000,00 sama dengan Rp.
100.000.000,00, maka perolehan hak tersebut terutang Bea Perolehan Hak
atas Tanah dan Bangunan.

BPHTB

= 50% x 5 % x (Rp. 400 Rp. 300) juta


= 50% x 5 % x ( Rp. 100) juta
= Rp. 2,5 juta.

Ketentuan BPHTB
1.

BPHTB atas hak atas tanah yang dimiliki dan dipergunakan dalam perusahaan,
atau dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, dapat
dikurangkan sebagai biaya dalam penghitungan Penghasilan Kena Pajak melalui
Page 28

amortisasi hak atas tanah sepanjang hak atas tanah tersebut dapat diamortisasi
sesuai ketentuan Pasal 11A UU PPh.
2.

BPHTB atas hak atas bangunan yang dimiliki dan dipergunakan dalam
perusahaan, atau dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan dapat dikurangkan sebagai biaya dalam penghitungan Penghasilan
Kena Pajak melalui penyusutan bangunan tersebut sesuai ketentuan Pasal 11 UU
PPh;

3.

PBB atas tanah dan bangunan yang dimiliki dan dipergunakan dalam
perusahaan, atau dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan, dapat dikurangkan sekaligus sebagai biaya dalam penghitungan
Penghasilan Kena Pajak;

Peneriman Negara Bukan Pajak (PnBP)


PnBP

1/mil dari nilai transaksi + Rp 50.000

Page 29

Page 30

Anda mungkin juga menyukai