Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Medan :
Jl. Setiabudi No. 65 G, Medan
Phone Number : 061 8229229
Pin BB : 24BF7CD2
www.optimaprep.com
Manifestasi Klinis
Asimtomatik
Acute Retroviral Syndrome
Clinical Stage 1
Asimtomatik
Limfadenopati generalisata persisten
Clinical Stage 2
Clinical Stage 3
Clinical Stage 4
HIV wasting syndrome (penurunan berat badan >10% BB asal) yang terkait dengan diare kronis (2 atau lebih BAB dengan perubahan konsistensi feses 1 bulan
atau kelemahan tubuh dan panas badan 1 bulan
Pneumocystis pneumonia
Recurrent severe bacterial pneumonia
Chronic herpes simplex infection (orolabial, genital, or anorectal site for >1 month or visceral herpes at any site)
Esophageal candidiasis (or candidiasis of trachea, bronchi, or lungs)
Extrapulmonary tuberculosis
Kaposi sarcoma
Cytomegalovirus infection (retinitis or infection of other organs)
Central nervous system toxoplasmosis
3. Artritis Reumatoid
Artritis reumatoid adalah penyakit inflamasi autoimun sistemik, kronis, dan
eksaserbatif yang menyerang persendian dengan target jaringan sinovia.
Gejala khas artritis reumatoid adalah kaku sendi pada bangun pagi, artirtis
simetris, kebanyakan pada jari tangan dan dapat menyerang sendi kaki, bahu,
dan vertebra pada stadium lanjut. Dapat terjadi manifestasi ekstraartikuler
seperti nodul reumatoid, vaskulitis, dan menyerang organ vital.
Diagnosis dini bersifat penting oleh karena kerusakan yang terjadi bersifat
ireversibel.
Diagnosis merupakan kombinasi dari pemeriksaan klinis, laboratorium, dan
radiologis.
Pemeriksaan laboratorium yang digunakan adalah LED, CRP, darah lengkap,
faktor reumatoid, ANA test, dan anti-CCP (Cyclic citrullinated peptide).
Pemeriksaan radiologi meliputi radiologi sendi, MRI, dan USG sendi.
Ikterus
Spider nevi
Ginekomastia
Hipoalbuminemia
Malnutrisi kalori protein
Bulu ketiak rontok
Asites
Eritema Palmaris
white nail
Gangguan proses pembekuan darah
5. Leptospirosis
Leptospirosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Leptospira
icterohemorrhagica. Masa inkubasi 7-12 hari dan dapat
bermanifestasi dari asimtomatik hingga fulminan (sindroma weil)
Faktor risiko adalah daerah tropik, lingkungan berair, adanya
binatang liar atau peliharaan. Reservoir dari leptospira adalah
binatang liar atau domestik yaitu tikus. Infeksi biasanya terjadi
akibat kontak dengan urine binatang reservoir. Leptospira hidup
bersimbiosis pada ginjal tikus.
Perjalanan infeksi leptopsira dimulai dari masa inkubasi
leptopspiremia multiplikasi adherensi vaskulitis kebocoran
sel terjadi perubahan organ tubuh: ginjal, otak, hepar, dan paru.
7. Cardiac Marker
9. Anafilaksis
Anafilaksis adalah reaksi tipe segera yang dimediasi oleh
interaksi antara alergen dengan IgE yang terikat pada
permukaan sel mast atau basofil. Interaksi tersebut akan
menimbulkan berbagai manifestasi klinis yaitu gejala sistemik.
Susah dibedakan dengan reaksi anafilaktoid namun
anafilaktoid secara mekanisme tidak melibatkan IgE.
Manifestasi klinis yang timbul meliputi gejala pada kulit,
pernapasan, kardiovaskuler, gastrointestinal, dan gejala pada
sistem organ lain seperti rinitis, konjungtivitis.
Tatalaksana anafilaksis
Segera berikan suntikan epinefrin 1:1000 0,3 ml i.m di daerah deltoid
atau vastus lateralis. Dapat diulang 15-20 mg bila diperlukan
Hentikan infus media kontras, antibiotika, dan zat lain yang dicurigai
sebagai alergen.
Berikan difenhidramin 50 mg intravena, ranitidin 50 mg atau cimetidin
300 mg intravena, oksigen, infus cairan garam, metilprednisolon 125
mg intravena
Intubasi bila diperlukan
Bila terdapat hipotensi segera berikan rehidrasi dan dopamin atau
norepinefrine.
Bila terdapat sesak napas berikan salbutamol inhalasi dan oksigen
Postprandial fullness
Early satiation
Epigastric pain
Epigastric Burning
DAN
Tidak ada bukti kelainan struktural yang dapat menjelaskan gejala.
Tatalaksana dispepsia
Hindari obat anti inflamasi non steroid
Hindari makanan yang meningkatkan asam lambung
Tatalaksana farmakologis: antasida, H2 bloker, penghambat
pompa proton, dan mucosal protector
Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan
dapat dinyatakan sbb (terutama pada kasus BTA dahak negatif) :
Lesi minimal, bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan
luas tidak lebih dari volume paru yang terletak di atas chondrostemal junction
dari iga kedua depan dan prosesus spinosus dari vertebra torakalis 4 atau
korpus vertebra torakalis 5 (sela iga 2) dan tidak dijumpai kaviti
Lesi luas bila proses lebih luas dari lesi minimal.
Normal
Defisiensi Fe
Penyakit Kronis
70-90
30
30
TIBC (g/dL)
250-400
% Saturasi
30
15
Kandungan Fe dalam
makrofag
++
+++
20-200
10
150
8-28
> 28
8-28
Bakteriuria Asimptomatik:
Perempuan
Biakan urine 1 kali 105 cfu/ml dengan tes nitrit positif
Biakan kuman 2 kali 105 cfu/ml dengan kuman sama
Laki-laki:
Biakan kuman 2 kali 104 cfu/ml dengan kuman sama
Biakan kuman 1 kali 104 cfu/ml dengan tes nitrit positif
Bakteriuria Simptomatik
Sindroma piuria-disuria
Biakan Kuman 1 kali 103 cfu/ml
Kronis
Biakan urine 1 kali 105 cfu/ml dengan tes nitrit positif
+
2
16. Dislipidemia
LBBB Inkomplit
Kompleks QRS berada di antara 110-119 ms
Didapatkan hipertrofi ventrikel kiri
Puncak R 60 ms pada lead V4, V5, dan V6
Tidak didapatkan gelombang q pada lead I, V5, dan V6
Keracunan ringan: anoreksia, nyeri kepala, rasa lemah, akut, tremor ludah, tremor kelopak mata, pupil
miosis
Keracunan sedang: nausea, muntah, kejang, hipersalivasi, hiperhidrosis, fasikulasi otot, bradikardia.
Keracunan berat: diare, pupil pin point, reaksi cahaya negatif, sesak napas, sianosis, edema paru,
inkontinensia urin dan feses, kejang, koma, blokade jantung, meninggal.
Diagnosis penunjang dengan pengukuran kadar kolinesterase di dalam darah: Keracunan akut
ringan kadarnya 40-70% normal, keracunan akut sedang 20-40% normal, keracunan berat < 20%
normal, dan keracunan kronik 25-50% normal tanpa adanya bukti keracunan insektisida lain.
Tatalaksana berupa infus dekstrosa 5%, oksigen, jaga jalan napas, suction berkala, mandikan
seluruh tubuh dengan sabung, diazepam bila kejang, atropin sulfat, dan reaktivator
kolinesterase.
Atropinisasi diberikan bolus intravena 1-2,5 mg dan dilanjutkan 0,5-1 mg tiap 5 menit hingga
timbul gejala atropinisasi (muka merah, mulut kering, takikardia, midriasis, febris, dan psikosis).
Bila telah terjadi gejala tersebut interval menjadi tiap 15 menit dan tiap 2 jam hingga 12 jam.
Pemberian dihentikan minimal setelah 2 x 24 jam. Pemberian mendadak dapat menyebabkan
rebound effect berupa gagal napas dan edema paru.
Tatalaksana meliputi:
Pemberian cairan dan kalori
Menekan hormon tiroid dengan PTU 200-600 mg/4 jam atau methymazole
20 mg/jam
Menekan pengaruh symphatetic over stimulation dengan:
BEDAH
http://emedicine.medscape.com/article/433779
Flail chest:
Beberapa tulang iga
Beberapa garis fraktur pada
satu tulang iga
http://emedicine.medscape.com/
Treatment
ABCs dengan c-spine control sesuai indikasi
Analgesik kuat
intercostal blocks
Hindari analgesik narkotik
Ventilation membaik tidal volume meningkat, oksigen darah
meningkat
Ventilasi tekanan positif
Hindari barotrauma
Chest tubes bila dibutuhkan
Perbaiki posisi pasien
Posisikan pasien pada posisi yang paling nyaman dan membantu
mengurangi nyeriPasien miring pada sisi yang terkena
Aggressive pulmonary toilet
Surgical fixation rarely needed
Rawat inap24 hours observasion
28.Appendicitis
Pathophysiology
Lymphoid hyperplasia leads to luminal obstruction
Often follows viral illness
Epithelial cells secrete mucus
Appendix distends, bacteria multiply
Visceral pain begins an average of 17 hours after
obstruction
Increased pressure compromises blood supply
Somatic pain develops
Average time to perforation = 34 hrs.
Seen in 60 %
Anorexia
Periumbilical pain, nausea, vomiting
RLQ pain developing over 24 hrs.
Acute Abdomen
General name for presence of signs, symptoms of
inflammation of peritoneum (abdominal lining)peritonitis
Suspect perforation of the appendix
fever
Anorexia
RLQ pain
Rebound tenderness
facweb.northseattle.edu
A. Mekanisme Cedera
Type
Compression
Qualifiers
Lateral Angulasi > 150
Burst
Translational/
Rotational
Distraction
Point
1
1
1
3
4
B. Neurologic Status
Involvement
Intact
Nerve Root
Cord, Conus
Medullaris
Qualifier
Points
Incomplete
Complete
Cauda Equina
0
1
3
2
3
Score
< 3 : Non Operative
4 : Non operative / Operative
> 5 : Operative
Intact
Points
Suspected / Indeterminate
0
2
Injured
Compression Fracture
Failure of anterior
column
Stable:
Tlso, hyperextension
bracing
Posterior instrumented
fusion vs non OR
Progressive deformity
Thoracolumbar Fracture
MANAGEMENT
ConservativeFracture
must be stable
Postural Reduction &
Body Spica
BracingTLSO(Thoracic
lumbar sacral orthosis)
Operative
Definition
Radiologic Findings
Hirschprung
Congenital
aganglionic
megacolon
Intussusception
A part of the
intestine has
invaginated into
another section of
intestine
Duodenal
atresia
Dueodenum
Anal Atresia
birth defects in
Knee chest position/invertogram: to
which the rectum is determined the distance of rectum stump
malformed
to the skin (anal dimple)
http://emedicine.medscape.com/
Intussusception
invertogram
Hirschprung
Classifcation:
A low lesion
colon remains close to the skin
stenosis (narrowing) of the anus
anus may be missing altogether, with the
rectum ending in a blind pouch
A high lesion
the colon is higher up in the pelvis
fistula connecting the rectum and the
bladder, urethra or the vagina
A persistent cloaca
http://emedicine.medscape.com/
Learningradiology.om
Duodenal atresia
Classification
Males
1.
2.
Rectourethral fistula
A.
Bulbar
B.
Prostatic
Females
1.
2.
Vestibular fistula
3.
3.
4.
Rectal atresia
4.
5.
Cloaca
5.
Rectal atresia
6.
A.
B.
Complex malformations
Menurut
Stephen, membagi atresia
ani berdasarkan pada garis
pubococcygeal.
Atresia ani letak tinggi
bagian distal rectum
terletak di atas garis
pubococcygeal.
Atresia ani letak rendah
bila bagian distal rectum
terletak di bawah garis
pubococcygeal.
Management
Newborn Male Anorectal Malformation
Selama 24 jam pertama
Puasa
Antibiotik
Evaluasi adanya defek yang mungkin menyertai dan dapat mengancam nyawa.
NGT exclude esophageal atresia
Echocardiogram exclude cardiac malformations, esophageal atresia.
Setelah 24 jam
Re evaluate
31. DVT
Signs and symptoms of DVT include :
Nyeri pada kaki
Tenderness/nyeri tekan pada betis ( merupakan
tanda yang paling penting )
Tenderness/nyeri tekan pada kaki
Bengkak pada kaki
Kaki terasa hangat
Kaki terlihat merahTanda radang pada kaki +
Bluish skin discoloration
Terasa tidak nyaman saat kaki diangkat keatas
(Homans)
http://www.medical-explorer.com/blood.php?022
Terjadi Oklusi pada arteri muskular, dengan predileksi pada pembuluh darah
tibial
Presentation
Nyeri saat beristirahat
Gangrene
Ulceration
Dewasa muda, perokok berat, tidak ada faktor risiko aterosklerosis yang lain
Buergers treatment
Rawat RS
Memastikan diagnosis dan arterial imaging.
Vasoactive dilation is done during initial admission to hospital,
along with debridement of any gangrenous tissue.
Tatalaksana selanjutnya diberikan bergantung keparahan dan
derajat nyeri
Penghentian rokok menurunkan insidens amputasi dan
meningkatkan patensi dan limb salvage pada pasien yang
melalui surgical revascularisation
Vasoactive drugs
Nifedipine dilatasi perifer dan meningkatkan aliran darah
distal
Diberikan bersamaan dengan penghentian rokok, antibiotik dan
iloprost
History of trauma
Symptoms &
signs:
Compartment Syndrome
Diagnosis
Nyeri yang amat
Pain and the aggravation of pain by
sangat(Pain out of
passive stretching of the muscles in the
proportion)
compartment in question are the most
sensitive (and generally the only) clinical
Kompartemen teraba
finding before the onset of ischemic
tegang
dysfunction in the nerves and muscles.
Nyeri bila diregangkan
Paresthesia/hypoesthesi
a
Paralysis
Pulselessness/pallor
Clinical Evaluation
Pain most important. Especially pain out of
proportion to the injury (child becoming more
and more restless /needing more analgesia)
Most reliable signs are pain on passive
stretching and pain on palpation of the
involved compartment
Other features like pallor, pulselessness,
paralysis, paraesthesia etc. appear very late and
we should not wait for these things.
Willis &Rorabeck OCNA 1990
Compartment Syndrome
Etiology
Compartment Size
tight dressing; Bandage/Cast
localised external pressure; lying on limb
Closure of fascial defects
Compartment Content
Bleeding; Fx, vas inj, bleeding disorders
Capillary Permeability;
Ischemia / Trauma / Burns / Exercise / Snake Bite / Drug
Injection / IVF
Compartment Syndrome
Etiology
optimized by optima
Exertional states
IV/A-lines
Intraosseous IV(infant)
Snake bite
Arterial injury
Surgical Treatment
Fasciotomy
Wagner FW: The diabetic foot and amputations of the foot. In Surgery of the Foot. 5th ed. Mann, R editor. St Louis, Mo. The C.V. Mosby Company.
X-ray
osteomyelitis, osteolysis, fractures,
dislocations
Kalsifikasi arteri medial dan gas pada jar.lunak
gangrene
http://www.annalsofvascularsurgery.com/article/S0890-5096(11)00060-4
soft-tissue gas
osteomyelitis,
osteolysis,
fractures
35. Peritonitis
Peritonitis
Peradangan dari peritoneum
Disebabkan oleh infeksi bakteri atau jamur atau reaksi inflamasi
peritoneum terhadap darah(pada kasus trauma abdomen)
Jenis:
Peritonitis Primer
Disebabkan oleh penyebaran infeksi dari peradaran darah dan
pembuluh limfe ke peritoneumpenyakit hati
Cairaan terkumpul pada rongga peritoneum, menghasilkan lingkungan
yang cocok untuk pertumbuhan bakteri
Jarang terjadi kurang dari 1% dari seluruh kasus peritonitis
Peritonitis Sekunder
Lebih sering terjadi
Terjadi ketika infeksi menyebar dari traktus bilier atau GIT
http://www.umm.edu/altmed/articles/peritonitis-000127.htm#ixzz28YAqqYSG
Peritonitis Sekunder
Bakteri, enzim, atau cairan empedu mencapai
peritoneum dari suatu robekan yang berasal dari
traktus bilier atau GIT
Robekan tersebut dapat disebabkan oleh:
Pancreatitis
Perforasi appendiks
Ulkus gaster
Crohn's disease
Diverticulitis
Komplikasi Tifoid
Tanda
BU berkurang atau absenusus tidak
dapat berfungsi
Perut seperti papan
Peritonitis primerasites
Perforasi Gaster
Faktor RisikoUlkus
Peptikum e.c NSAID
Gejala klasik:
Nyeri seluruh lapang perut
yang timbul mendadak
Menjalar sampai ke bahu
Tanda peritonitis
Peneriksaan Fisik
Nyeri tekan seluruh lapang
perut
rigid abdomen; with rebound
and percussion tenderness,
and guarding (a characteristic
drum-like tender abdomen)
Pekak hepar menghilang
Radiologic Findings
Plain radiograph of abdomen
(AP)
Air under diaphragm
http://en.wikipedia.org/wiki/Burn
Total Body
Surface Area
Dada 9%
Perut 9%
Parkland formula = baxter formula
http://www.traumaburn.org/referring/fluid.shtml
18%
Etiologies
Trauma
Alcohol
Steroids
Diving (Caissons Disease)
Sickle Cell
Idiopathic (up to 30% of cases)
Risk Factor
Alcoholism
Pancreatitis
Diabetes
Gout
Elderly
39. Hemoroid
Hemoroid eksterna
Hemoroid Interna
Internal Hemorrhoids
Internal hemorrhoidal plexus
V. Rectus Inferior
V. Rectus Media
External Hemorrhoids
external hemrroidal plexus
V. Rectus Inferior
Gambaran Histologis
Hemoroid structur vaskular dalam anal
canal
Gambaran Histologis
Epitel skuomosa kolumnar simplex dan eptel
skuomosa bertingkat dengan pelebaran vena
pada lapisan lamina proria dan submukosa
http://www.cghjournal.org/article/S1542-3565%2813%2900017-7/fulltext
Stapled Hemorrhoidectomy
Located retroperitoneally
Lateral to T12L3 vertebrae
Average kidney
12 cm tall, 6 cm wide, 3 cm
thick
Hilus
On concave surface
Vessels and nerves enter
and exit
Symptoms
Staghorn calculi may contain mixed calcium/struvite or all
calcium stones
Often no symptoms directly related to stone
May present with UTI, flank pain, hematuria
Passage of struvite stone is rare
Can rapidly grow and lead to chronic pyelonephritis and
parenchymal scarring
Struvite stones are radiopaque and can be seen on AXR and CT
Surgical management
Open surgery
Percutaneous
nephrolithotomy (PNL)
Shock wave lithotripsy
(SWL)
Retrospective study
112 patients with staghorn calculus with mean
follow up 7.7 years
http://urology.iupui.edu/papers/reconstructive_bph/s0094014305001163.pdf
Uretra Anterior:
Anatomy:
Bulbous urethra
Pendulous urethra
Fossa navicularis
Etiologi:
Straddle type injuries
Intrumentasi
Fractur penis
Prostatic urethra
Membranous urethra
Etiologi:
Fraktur tulang Pelvis
Therapy:
Cystostomi
Immediate Repair
Gejala klinis:
Gejala Klinis:
Disuria, hematuria
Hematom skrotal
Hematom perineal akan timbul bila terjadi robekan pada
fasia Bucks sampai ke dalam fasia Collesbutterfly
hematoma in the perineum
will be present if the injury has disrupted Bucks fascia and
tracks deep to Colles fascia, creating a characteristic
butterfly hematoma in the perineum
Uretra Posterior :
Anatomy
Radiologi:
Pelvic photo
Urethrogram
Therapy:
Cystostomi
Delayed Repair
Retrograde
urethrography
42.Kriptorkismus
Kriptorkismus: testis tidak ada dalam skrotum dan tidak dapat
dimasukkan ke skrotum
Ectopic: tidak melewati jalur turunnya testis
Retraktil: dapat dimanipulasi hingga masuk ke dalam skrotum
dan dapat menetap tanpa tarikan
Gliding: dapat dimanipulasi hingga masuk ke dalam skrotum
namun bila dilepas akan tertarik kembali
Ascended: sebelumnya telah ada dalam skrotum lalu tertarik
ke atas secara spontan
Gejala:
Keluhan infertilitas
benjolan di perut bagian
bawah
testis tersebut dapat
mengalami trauma,
infeksi, torsio, atau
berubah menjadi tumor
testis
Pemeriksaan Fisik:
Pada skrotum dan inguinal,
teraba massa seperti
benang
Jaringan ini biasanya
gubernakulum atau
epididimis dan vas
deferens
bisa bersamaan dengan
testis intraabdominal
12 wk transabdominal descent to
internal inguinal ring
26-28 wk gubernaculum swells to
form inguinal canal, testis descends
into scrotum
Insulin-3 (INSL3) effects gubernacular
growth
Undescended
Testis
119
120
Treatment
Controversial and Various guidelines
Hormonal
Spontaneous testicular descent closely related to postnatal LH
and T surges
HormonhCG, GnRH, hMG, Combined (hCG & GnRH)
Timing for Hormone therapy:
In term boys, 4 mo
In premies, 6 mo
Surgery
Orchidopexy
American Academy of Pediatrics guidelines for the management of cryptorchidism recommend
that orchidopexy be performed when a child is between the ages of 6 months and 1 year
http://www.aafp.org/afp/2000/1101/p203
7.html
Undescended testes: a
consensus on
management
43. Phimosis
Phimosis
Prepusium tidak dapat
ditarik kearah proksimal
Fisiologis pada neonatus
Komplikasiinfeksi
Balanitis
Postitis
Balanopostitis
Treatment
Dexamethasone 0.1% (6
weeks) for spontaneous
retraction
Dorsum incisionbila
telah ada komplikasi
Paraphimosis
Prepusium tidak dapat
ditarik kembali dan
terjepit di sulkus
koronarius
Gawat darurat bila
Obstruksi vena
superfisial edema dan
nyeri Nekrosis glans
penis
Treatment
Manual reposition
Dorsum incision
http://emedicine.medscape.com/article/1015227
44. Hipospadia
Hypospadia
OUE berada pada ventral penis
Three anatomical
characteristics
An ectopic urethral
meatus
An incomplete prepuce
Chordee ventral
shortening and curvature
Induced Vomiting
Activated charcoal
Renal elimination
Pengobatan untuk
menstimulasi urinasi atau
defekasito try to flush the
excess drug out of the body
faster.
Hemodialysis or
haemoperfusion:
Reserved for severe poisoning
Drug should be dialyzable i.e.
protein bound with low
volume of distribution
may also be used temporarily
or as long term if the kidneys
are damaged due to the
overdose.
Delayed
Meningitis
Oropharyngeal infections
Airway Compromise
Blood in airway
Debris in airway
Vomitus, avulsed tissue, teeth or dentures, foreign bodies
Muscles of mouth
floor
Parasymphisis and
symphisis area are origins
and insertions of mouths
floor muscles
Disruption of these
structures In fracture can
cause tongue to fall
posteriorly, closing airway
Mandible Fracture
Sites of fractures
Fraktur Condilus
Intracapsular fracture
Extracapsular fracture
High condyle neck fracture
Low condylar fracture
132
Mandibular Fracture
134
Pemeriksaan fisik
Extroral
Inspectionpenilaian terhadap
asimetris, pembengkakan, ekimosis,
laserasi
Palpation tenderness, pain, step
deformity
Radiographsfracture line
135
Condylar fractures
Fraktur mandibula tersering
Unilateral or bilateral
Intracapsular or extracapsular
Gejala dan Tanda
Bengkak, nyeri, nyeri tekan, keterbatasan pergerakan
Deviasi mandibula kearah sisi yang fraktur
Terhambat saat menggigit(Gagging of occlussion)
Gigi bagian posterior telah kontak sebelum gigi depan bersentuhan pada fraktur kondilus
bilateral atau over-riding fractures
137
139
Radiographs
Plain radiograph
OPG
Lateral oblique
PA mandible
AP mandible (reverse Townes)
Lower occlusal
CT scan
3-D CT imaging
MRI
140
soundnet.cs.princeton.edu
Cedera N. Ischiadikus
Biasanya cabang peroneus yang terkena dengan
sedikit disfungsi dari n. Tibialis
Gejala:
Drop foot
Tidak dapat dorsofleksi kaki
Cedera N. Peroneus
Foot drop :
Complete
sciatic or lateral popliteal nerve injury
Incomplete
superficial or deep peroneal nerve
High lesionstotal foot drop
Low lesionsincomplete foot drop
Type 1 :
Type 2 :
48. Clavus
Klavus
Penebalan dari kulit karena
tekanan yang intermiten
dan gesekan yang berulang
Kedua hal ini akan
menyebabkan terjadinya
hiperkeratosis
Tatalaksana
Relief of symptoms may be achieved by
thinning and cushioning of the involved lesion
Surgical Care
Surgical options should be used when
conservative measures fail.
Chronic foot pain despite conservative
therapy is the number one indication for
surgery.
Diagnosis
Histologic
Lipoma
Atherom cyst
Dermoid Cyst
Epidermal Cyst
Pasien anak
Sama dengan dewasa, namun perbedaan
pada tenaga thrusts
Kekuatan tidak sampai anak terangkat dari kakinya
Ulangi
Finger Sweep
Hanya bila jelas terlihat benda asing di rongga
mulut
Tidak ada data yang mendukung mengenai
efektivitas metode ini
Tidak sadar
Jika bayi menjadi tidak
sadar
Berikan ventilasi, bila tidak
masuk, cek apakah ada
benda asing di mulut lalu
coba 2 kali lagi napas
bantuan
Bila tidak masukmulai RJP
30:2
Setiap memberi napas
bantuan, periksa rongga
mulut
Part 5: Adult Basic Life Support: 2010 American Heart Association Guidelines
Choking
Child choking
Abdominal thrust =
Heimlich manouvre
www.resus.org.uk/pages/pchkalgo.pdf
Gurgling
due to obstruction of
upper airway by liquids
(blood, vomit)
Tx: Suction
Wheezing
due to narrowing of the
lower airways
Oropharyngeal Airway
Semicircular, disposable and
made of hard plastic.
Guedel and Berman are the
frequent types.
Guedel tubular dan
memiliki lubang ditengah.
Berman solid and has
channeled sides.
Menarik lidah menjauh dari
dinding faring posterior
Mencegah lidah untuk
jatuh ke hipofaring
52. Triage
Triage Priorities
1. Red- prioritas utama
memerlukan penanganan
segeraberkaitan dengan kondisi
sirkulasi atau respirasi
4. Black- Meninggal
Akan meninggal dalam penanganan
emergensi memiliki luka yang
mematikan
Yellow
Yellow (Second) Priority:
Pasien yang penanganan
dan traportnya dapat
ditunda sementara waktu
Luka bakar tanpa gangguan
airway
Trauma tulang atau sendi
besar atau trauma multiple
tulang
Trauma tulang belakang
dengan atau tanpa
kerusakan medula spinalis
Green
Green (Low) Priority:
Pasien yang
penanganan dan
transportnya dapat
ditunda sampai yang
terakhir
Fraktur Minor
Trauma jaringan lunak
Minor
Immediate
Patients
Delayed
Deceased
START
NONE
YES
REPOSITION AIRWAY
ASSESS RESPIRATIONS/VENTILATIONS
NONE
DECEASED
Immediate
Patients
Delayed
Deceased
YES
> 30/MINUTE
IMMEDIATE
IMMEDIATE
<30/MINUTE
ASSESS
PERFUSION
<2 SECONDS
ASSESS
MENTAL STATUS
> 2 SECONDS
CONTROL
BLEEDING
IMMEDIATE
Immediate
Patients
Delayed
Deceased
FOLLOWS
SIMPLE
COMMANDS
DELAYED
Immediate
Patients
Delayed
Deceased
FAILS TO FOLLOW
SIMPLE
COMMANDS
IMMEDIATE
53. Konjungtivitis
Conjunctivitis is swelling (inflammation) or infection of
the membrane lining the eyelids (conjunctiva)
Pathology
Etiology
Feature
Bacterial
staphylococci
streptococci,
gonocci
Corynebacter
ium strains
Viral
Adenovirus
herpes
simplex virus
or varicellazoster virus
http://www.cdc.gov/conjunctivitis/about/treatment.html
Treatment
Pathology
Etiology
Feature
Treatment
Fungal
Topical antifungal
Vernal
Allergy
Removal allergen
Topical antihistamine
Vasoconstrictors
Inclusion
Chlamydia
trachomatis
Doxycycline 100 mg PO
bid for 21 days OR
Erythromycin 250 mg
PO qid for 21 days
Topical antibiotics
CHLAMYDIAL
KONJUNGTIVITIS
EPIDEMIOLOGY
Adult chlamydial conjunctivitis is a
sexually transmitted disease (STD)
All ages but particularly young adults
More women than men affected C.
trachomatis serotypes D-K
Histopathology: basophilic intracytoplasmic
epithelial inclusion bodies (on Giemsa
staining)
SYMPTOMS
Unilateral or bilateral involvement
Purulent discharge, crusting of lashes,
swollen lids, or lids "glued together"
Patient may also complain of:
red eyes
irritation
tearing
photophobia
blurred vision
SIGNS
Preauricular lymphadenopathy
Mucopurulent discharge
Conjunctival injection
Chemosis
Follicular reaction (especially bulbar or
plica semilunaris follicles)
Superior micropannus
Fine or coarse epithelial or subepithelial
corneal infiltrates
TREATMENT
Options include one of the following:
Azithromycin 1000mg single dose
Doxycycline 100mg BID for 7 days
Tetracycline 100mg QID x 7 days (avoid in
pregnant women and in children)
Erythromycin 500 mg QID x 7 days
Patient and sexual contacts should be
evaluated and treated for other STDs.
http://www.aao.org/theeyeshaveit/red-eye/chlamydial-conjunctivitis.cfm
54.Conjunctivitis
Follicles
Papillae
Redness
Chemosis
Purulent discharge
Konjungtivitis Alergi
Allergic conjunctivitis may be divided into 5 major
subcategories.
Seasonal allergic conjunctivitis (SAC) and perennial allergic
conjunctivitis (PAC) are commonly grouped together.
Vernal keratoconjunctivitis (VKC), atopic keratoconjunctivitis
(AKC), and giant papillary conjunctivitis (GPC) constitute the
remaining subtypes of allergic conjunctivitis.
Konjungtivitis Atopi
Biasanya ada riwayat atopi
Gejala + Tanda: sensasi terbakar,
sekret mukoid mata merah,
fotofobia
Terdapat papila-papila halus
yang terutama ada di tarsus
inferior
Jarang ditemukan papila raksasa
Karena eksaserbasi datang
berulanga kali
neovaskularisasi kornea,
sikatriks
KONJUNGTIVITIS VERNAL
Nama lain:
spring catarrh
seasonal conjunctivitis
warm weather conjunctivitis
Komplikasi:
Blefaritis & konjungtivitis
stafilokokus
Tatalaksana
Self-limiting
Akut:
Steroid topikal (+sistemik bila perlu), jangka
pendek mengurangi gatal (waspada efek
samping: glaukoma, katarak, dll.)
Vasokonstriktor topikal
Kompres dingin & ice pack
Antihistamin topikal
Stabilisator sel mast Sodium kromolin
4%: sebagai pengganti steroid bila
gejala sudah dapat dikontrol
Tidur di ruangan yang sejuk dengan AC
Siklosporin 2% topikal (kasus berat &
tidak responsif)
VKC
AKC
Age at onset
Sex
No sex predilection
Seasonal variation
Discharge
Conjunctival
scarring
Higher incidence of
conjunctival scarring
Horner-Trantas
dots
Corneal
neovascularization
Not present
Deep corneal
neovascularization tends to
develop
Presence of
eosinophils in
conjunctival
scraping
Presence of eosinophils is
less likely
55-56. Keratitis
Keratitis
Ulkus Kornea
Keratokonjungtivitis
Blefaritis
Konjungtivitis
Fungal keratitis
Diagnosis:
Etiology :
after ocular trauma due to the
introduction of plant materials
into the eye, usually Aspergillus
fusarium and Cephalosporium
species.
Epidemiology :rare
Clinical features:
resembles bacterial keratitis. A
gray-white infiltrate with fine
outliers in the stroma
(satellite lesions). Hypopion.
Condition worsens when
steroid is given.
Treatment :
local natamycin eye ointment. Mydriatics if
there is anterior chamber irritation. Systemic
treatment with ketoconazole.
Prognosis:
show healing process
Bacterial Keratitis
Etiology/pathogenesis :
Staphylococcus aureus,
Staphylococcus epidermidis,
Streptococcus pneumoniae,
Pseudomonas aeruginosa,
Moraxella.
Epidemiology:
Wearers of contact lenses;
patients with diseases of the
corneal surface (previous
trauma, sicca syndrome, lid
deformities, etc.) are
particularly at risk.
Clinical features :
Pain, photophobia, epiphora, blepharospasm,
mucopurulent secretion, corneal ulcer, corneal
infiltrate, reduction in vision, hypopyon.
Diagnosis.
Clinical appearance, conjunctival swab with
antibiotic sensitivity, scrapings.
Fluoresens test
Keratitis
Mengakibatkan gangguan
nutrisi retina pembuluh
darah yang bila
berlangsung lama akan
mengakibatkan gangguan
fungsi penglihatan
Jenis:
Rhegmatogenosa (paling sering) lubang /
robekan pada lapisan neuronal menyebabkan
cairan vitreus masuk ke antara retina sensorik
dengan epitel pigmen retina
Traksi adhesi antara vitreus / proliferasi
jaringan fibrovaskular dengan retina
Serosa / hemoragik eksudasi ke dalam ruang
subretina dari pembuluh darah retina
Sumber: Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan and Asburys General Ophtalmology 17th ed. Philadephia: McGraw-Hill, 2007.
Serosa / hemoragik:
Miopia
Trauma okular
Afakia
Degenerasi lattice
Traksi:
Retinopati DM
proliferatif
Vitreoretinopati
proliferatif
Retinopati prematuritas
Trauma okular
Hipertensi
Oklusi vena retina
sentral
Vaskulitis
Papilledema
Tumor intraokular
Ablasio
Rhegmatogenosa
Sumber: Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan and Asburys General Ophtalmology
17th ed. Philadephia: McGraw-Hill, 2007.
Ablasio Retina
Anamnesis:
Riwayat trauma
Riwayat operasi mata
Riwayat kondisi mata sebelumnya
(cth: uveitis, perdarahan vitreus,
miopia berat)
Durasi gejala visual & penurunan
penglihatan
Tatalaksana
Ablasio retina
kegawatdaruratan mata
Tatalaksana awal:
Puasakan pasien u/ persiapan
operasi
Hindari tekanan pada bola mata
Batasi aktivitas pasien sampai
diperiksa spesialis mata
Segera konsultasi spesialis retina
konservatif (untuk nonregmatogen),
pneumatic retinopexy, bakel sklera,
vitrektomi tertutup
Sumber: Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan and Asburys General Ophtalmology 17th ed. Philadephia: McGraw-Hill, 2007.
http://medical-dictionary.thefreedictionary.com/hemianopia
Tujuan : merendahkan tekanan bola mata secepatnya kemudian bila tekanan normal dan
mata tenang operasi
Supresi produksi aqueous humor
Beta bloker topikal: Timolol maleate 0.25% dan 0.5%, betaxolol 0.25% dan 0.5%,
levobunolol 0.25% dan 0.5%, metipranolol 0.3%, dan carteolol 1% dua kali sehari dan
timolol maleate 0.1%, 0.25%, dan 0.5% gel satu kali sehari (bekerja dalam 20 menit,
reduksi maksimum TIO 1-2 jam stlh diteteskan)
Pemberian timolol topikal tidak cukup efektif dalam menurunkan TIO glaukoma akut
sudut tertutup.
Apraclonidine: 0.5% tiga kali sehari
Brimonidine: 0.2% dua kali sehari
Inhibitor karbonat anhidrase:
Topikal: Dorzolamide hydrochloride 2% dan brinzolamide 1% (2-3 x/hari)
Sistemik: Acetazolamide 500 mg iv dan 4x125-250 mg oral (pada glaukoma akut
sudut tertutup harus segera diberikan, efek mulai bekerja 1 jam, puncak pada 4
jam)
Ilmu Penyakit Mata Ed 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2006
MATA MERAH
VISUS TURUN
struktur yang
bervaskuler
sklera konjungtiva
tidak
menghalangi
media refraksi
Konjungtivitis murni
Trakoma
mata kering,
xeroftalmia
Pterigium
Pinguekula
Episkleritis
skleritis
mengenai media
refraksi (kornea,
uvea, atau
seluruh mata)
Keratitis
Keratokonjungtivitis
Ulkus Kornea
Uveitis
glaukoma akut
Endoftalmitis
panoftalmitis
ANAMNESIS
uveitis posterior
perdarahan vitreous
Ablasio retina
oklusi arteri atau vena
retinal
neuritis optik
neuropati optik akut
karena obat (misalnya
etambutol), migrain,
tumor otak
MATA TENANG
VISUS TURUN
PERLAHAN
Katarak
Glaukoma
retinopati
penyakit sistemik
retinitis
pigmentosa
kelainan refraksi
MYOPIA
JENIS MIOPIA
Simple myopia
Nocturnal Myopia
Pseudomyopia
Degenerative Myopia
Induced Myopia
Sedangkan
lensa
dgn
lensa mata perlu berakomodasi lagi.
kekuatan yg lebih kecil akan
memecah berkas cahaya
dan jatuh tepat di retina
tanpa lensa mata perlu
Endoftalmitis
Uveitis
Perdarahan vitreous
Hifema
Retinal detachment
Glaukoma
Oftalmia simpatetik
Pemeriksaan Rutin :
Visus : dgn kartu Snellen/chart
projector + pinhole
TIO : dgn tonometer
aplanasi/schiotz/palpasi
Slit lamp : utk melihat segmen
anterior
USG : utk melihat segmen
posterior (jika memungkinkan)
Ro orbita : jika curiga fraktur
dinding orbita/benda asing
Tatalaksana :
Bergantung pada berat trauma,
mulai dari hanya pemberian
antibiotik sistemik dan atau
topikal, perban tekan, hingga
operasi repair
HIFEMA
Definisi:
Perdarahan pada bilik mata
depan
Tampak seperti warna
merah atau genangan
darah pada dasar iris atau
pada kornea
Tujuan terapi:
Mencegah rebleeding
(biasanya dalam 5 hari
pertama)
Mencegah noda darah
pada kornea
Mencegah atrofi saraf
optik
Komplikasi:
Perdarahan ulang
Sinekiae anterior perifer
Atrofi saraf optik
Glaukoma
Tatalaksana:
64. Blepharitis
Blepharitis
Blefaritis angularis
Definisi
Gejala
Blefaritis
superfisial
Blefaritis
skuamosa/
blefaritis
seboroik
Etiologi: kelainan
metabolik atau jamur.
Gejala: panas, gatal,
sisik halus dan
penebalan margo
palpebra disertai
madarosis
Membersihkan tepi
kelopak dengan
sampo bayi, salep
mata, dan topikal
steroid
Blefaritis
Angularis
Infeksi Staphyllococcus
pada tepi kelopak di sudut
kelopak atau kantus
Dengan sulfa,
tetrasiklin, sengsulfat
Tatalaksana
65. Konjungtivitis
Conjunctivitis is swelling (inflammation) or infection of
the membrane lining the eyelids (conjunctiva)
Pathology
Etiology
Feature
Bacterial
staphylococci
streptococci,
gonocci
Corynebacter
ium strains
Viral
Adenovirus
herpes
simplex virus
or varicellazoster virus
http://www.cdc.gov/conjunctivitis/about/treatment.html
Treatment
Pathology
Etiology
Feature
Treatment
Fungal
Topical antifungal
Vernal
Allergy
Removal allergen
Topical antihistamine
Vasoconstrictors
Inclusion
Chlamydia
trachomatis
Doxycycline 100 mg PO
bid for 21 days OR
Erythromycin 250 mg
PO qid for 21 days
Topical antibiotics
66. Cataract
Any opacity of the lens or loss of transparency of the lens that causes
diminution or impairment of vision
Classification : based on etiological, morphological, stage of maturity
Etiological classification :
Senile
Traumatic (penetrating, concussion, infrared irradiation, electrocution)
Metabolic (diabetes, hypoglicemia, galactosemia, galactokinase deficiency,
hypocalcemia)
Toxic (corticosteroids, chlorpromazine, miotics, gold, amiodarone)
Complicated (anterior uveitis, hereditary retinal and vitreoretinal disorder, high myopia,
intraocular neoplasia
Maternal infections (rubella, toxoplasmosis, CMV)
Maternal drug ingestion (thalidomide, corticosteroids)
Presenile cataract (myotonic dystrophy, atopic dermatitis)
Syndromes with cataract (downs syndrome, werners syndrome, lowes syndrome)
Hereditary
Secondary cataract
Morphological classification :
Capsular
Subcapsular
Nuclear
Cortical
Lamellar
Sutural
Chronological classification:
Congenital (since birth)
Infantile ( first year of life)
Juvenile (1-13years)
Presenile (13-35 years)
Senile
KATARAK-SENILIS
Katarak senilis adalah kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut, yaitu usia di atas 50 tahun
Epidemiologi : 90% dari semua jenis katarak
Etiologi :belum diketahui secara pastimultifaktorial:
4 stadium: insipien, imatur (In some patients, at this stage, lens may become swollen due to
continued hydration intumescent cataract), matur, hipermatur
Gejala : distorsi penglihatan, penglihatan kabur/seperti berkabut/berasap, mata tenang
Penyulit : Glaukoma, uveitis
Tatalaksana : operasi (ICCE/ECCE)
BEDAH KATARAK
Lensa diangkat dari mata (ekstraksi lensa) dengan prosedur intrakapsular atau
ekstrakapsular:
Ekstraksi Katarak Intrakapsular (EKIK) :
Mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsulnya
Tidak boleh dilakukan pada pasien usia <40thn, yang masih mempunyai
ligamen hialoidea kapsular
Bedah Katarak
Lensa intraokuler salah satu koreksi penglihatan pasca operasi yang paling sering
digunakan.
Tidak perlu melepaskan lensa kontak, mengurangi serta mencegah distorsi lapang
pandang
Indikasi :
Pada katarak monokuler, hemiplegia, memerlukan visus baik, manula
Kontraindikasi :
Tidak dapat dipasang pada gangguan endotel kornea, glaukoma tidak terkontrol, rubeosis iridis,
uveitis berulang, retinopati diabetik proliferatif, penderita yang senang lensa kontak atau
kacamata atau menolak dipasang
69. Sumatriptan
Sumatriptan suatu agen farmakologis yang bekerja terhadap
reseptor 5HT-1 dikembangkan oleh humphrey.
Sifat dari sumatriptan adalah:
Bekerja hanya pada arteri karotis dan percabangannya.
Tidak memiliki dampak pada pembuluh darah perifer baik vasokontriksi
maupun vasodilatasi.
Tidak memiliki aktivitas terhadap platelet.
Bersifat hidrofilik sehingga tidak melekat pada jaringan
Tidak memiliki sifat analgetika dan hanya menghilangkan nyeri pada
migrain melalui vasokontriksi
71. Stroke
Gaze paresis: Lesi di tingkar hemisfer cerebrum,
mata akan terfiksasi ke sisi lesi.
Lesi di tingkat pons, mata akan terfiksasi menjauhi
lesi.
Klasifikasi MG
Sinkop
Epilepsi
Prodromal
Didapatkan aura
Kejang
Wajah
Pucat
Sianosis, merah
Posisi kejadian
Berdiri
Segala posisi
Inkontinensia
Lidah tergigit
Rangkaian gejala
Urut
Sehabis serangan
Sadar, lemah
Disorientasi, tidur
EEG
Normal
Abnormal
81. Skizofrenia
Kriteria umum diagnosis skizofrenia:
Skizofrenia
Paranoid
merasa terancam/dikendalikan
Hebefrenik
Katatonik
Skizotipal
Waham menetap
hanya waham
Psikotik akut
Skizoafektif
Residual
Simpleks
PPDGJ
82. Schizoaffective
Gejala Psikotik
Gangguan Afektif
Skizofrenia
Ada
Durasi singkat
Skizoafektif
83. Ansietas
Diagnosis
Characteristic
Gangguan panik
Gangguan fobik
Rasa takut yang kuat dan persisten terhadap suatu objek atau
situasi, antara lain: hewan, bencana, ketinggian, penyakit,
cedera, dan kematian.
Gangguan
penyesuaian
Gangguan cemas
menyeluruh
Gangguan panik
Serangan ansietas yang intens & akut disertai dengan
perasaan akan datangnya kejadian menakutkan.
Tanda utama: serangan panik yang tidak diduga tanpa
adanya provokasi dari stimulus apapun & ada keadaan
yang relatif bebas dari gejala di antara serangan panik
Tanda fisis:
Takikardia, palpitasi, dispnea, dan berkeringat.
Serangan umumnya berlangsung 20-30 menit, jarang
melebihi 1 jam.
Cognitive-Behavioral Therapy
This is a combination of cognitive
therapy
Cognitive therapymodify or
eliminate thought patterns
contributing to the patients
symptoms
Behavioral therapy aims to help
the patient to change his or her
behavior.
Cognitive-behavioral therapy
generally requires at least eight to 12
weeks
Some people may need a longer time
in treatment to learn and implement
the skills
http://www.aafp.org/afp/2005/0215/p733.html
Medication
SSRIs
the first line of medication treatment for
panic disorder
Tricyclic antidepressants
High-potency benzodiazepines
Ex: Clonazepam
may cause depression and are associated
with adverse effects during use and after
discontinuation of therapy
Poorer outcome and global functioning than
antidepresant
Combination Therapy
Psychodynamic therapy
help to relieve the stress that contributes
to panic attacks, they do not seem to stop
the attacks directly
http://www.currentpsychiatry.com/home/article/panicdisorder-break-the-fearcircuit/990b7a325883ba278cdf8e46222a61f9.html
84. Ansietas
Diagnosis
Characteristic
Gangguan panik
Gangguan fobik
Rasa takut yang kuat dan persisten terhadap suatu objek atau
situasi, antara lain: hewan, bencana, ketinggian, penyakit,
cedera, dan kematian.
Gangguan
penyesuaian
Gangguan cemas
menyeluruh
Gejala-gejala obsesif :
1. Harus disadari sebagai pikiran
atau impuls diri sendiri;
2. Sedikitnya ada 1 pikiran/tindakan
yang tidak berhasil dilawan;
3. Pikiran untuk melakukan tindakan
tsb bukan hal yang memberi
kepuasan atau kesenangan
4. Gagasan, pikiran, atau impuls tsb
harus merupakan pengulangan
yang tidak menyenangkan
Delirium. Ondria C, Gleason MD., University of Oklahoma College of Medicine, Tulsa, Oklahoma. Am Fam
Physician. 2003 Mar 1;67(5):1027-1034.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3160230/
Likely to be widely used because of its global accessibility, marked sedating effect,
and its ability to treat violent patients without causing stupor
http://www.clevelandclinicmeded.com/medicalpubs/diseasemanagement/psychiatry-psychology/schizophrenia-acute-psychosis/
http://www.nel.edu/26-2005_4_pdf/NEL260405R03_Mohr.pdf
88. Psikofarmaka
Antipsikotik:
1st gen: klorpromazin, haloperidol.
2nd gen: klozapin, risperidone, olanzapine
Depresi:
Selective serotonin reuptake inhibitor: Fluoxetine,
sertraline, paroxetine.
Tricyclic: amitriptiline, doxepine, imipramine
Psikofarmaka
Key points for using antipsychotic therapy:
1. An oral atypical antipsychotic drug should be
considered as first-line treatment.
2. Choice of medication should be made on the basis of
prior individual drug response, patient acceptance,
individual side-effect profile and cost-effectiveness,
other medications being prescribed and patient comorbidities.
3. The lowest-effective dose should always be prescribed
initially, with subsequent titration.
4. The dosage of a typical or an atypical antipsychotic
medication should be within the manufacturers
recommended range.
Western Australian Psychotropic Drugs Committee. Antipsychotic Drug Guidelines Version 3 August 2006
Psikofarmaka
Key points for using antipsychotic therapy:
5. Treatment trial should be at least 4-8 weeks before changing antipsychotic
medication.
6. Antipsychotic medications, atypical or conventional, should not be prescribed
concurrently, except for short periods to cover changeover.
7. Treatment should be continued for at least 12 months, then if the disease has
remitted fully, may be ceased gradually over at least 1-2 months.
8. Prophylactic use of anticholinergic agents should be determined on an
individual basis and re-assessment made at 3-monthly intervals.
9. A trial of clozapine should be offered to patients with schizophrenia who are
unresponsive to at least two adequate trials of antipsychotic medications.
Western Australian Psychotropic Drugs Committee. Antipsychotic Drug Guidelines Version 3 August 2006
Psikofarmaka
Efficacy
1. Positive Symptoms:
With the exception of clozapine, no differences have been clearly shown
in the efficacy of typical and atypical agents in the treatment of positive
symptoms (eg, hallucinations, delusions, disorganization). Clozapine is
more effective than typical agents.
2. Negative Symptoms:
Atypical agents may be more effective in the treatment of negative
symptoms (eg, affective flattening, anhedonia, avolition) associated with
psychotic disorders.
Psikofarmaka
Rusdi Maslim:
CPZ & thioridazine yang sedatif kuat terutama digunakan untuk
sindrom psikosis dengan gejala dominan gaduh gelisah, hiperaktif, sulit
tidur.
Trifluoperazine, flufenazin, & haloperidol yg sedatif lemah digunakan
untuk sindrom psikosis dengan gejala dominan apatis, menarik diri,
afek tumpul, hipoaktif, waham, halusinasi.
Dosis Rekomendasi
Haloperidol
Initial dose:
0.5 to 5 mg orally 2 to 3 times a day
Maintenance dose:
1 to 30 mg/day in 2 to 3 divided doses
Trihexyphenidil
4 to 10 mg/day in 2 or three equally separated doses
Karakteristik
Kriteria diagnosis harus memenuhi ketiga hal ini:
1. Preokupasi menetap untuk makan
2. Pasien melawan efek kegemukan (merangsang muntah,
pencahar, puasa, obat-obatan penekan nafsu makan)
3. Rasa takut yang berlebihan akan kegemukan & mengatur
beratnya di bawah berat badan yang sehat.
PPDGJ
90. Skizofrenia
Kriteria umum diagnosis skizofrenia:
Skizofrenia
Paranoid
merasa terancam/dikendalikan
Hebefrenik
Katatonik
Skizotipal
Waham menetap
hanya waham
Psikotik akut
Skizoafektif
Residual
Simpleks
PPDGJ
Mood
Affect
Appearance
Sex, age, ras, nutritional status, posture, motor activity, dress and
grooming, hygiene, eye contact
Consciousness
Concentration
Orientation
Memory
Gejala Umum
Gejala Psikologis
Gejala Fisik
Psikofarmaka
Antipsikotik:
1st gen: klorpromazin, haloperidol.
2nd gen: klozapin, risperidone, olanzapine
Depresi:
Selective serotonin reuptake inhibitor: Fluoxetine,
sertraline, paroxetine.
Tricyclic: amitriptiline, doxepine, imipramine
Primary Insomnia
Insomnia is difficulty initiating or maintaining sleep. It is the
most common sleep complaint and may be transient or
persistent.
Primary insomnia is commonly treated with benzodiazepines.
Insomnia
According to severity:
Mild: almost every night,
minimum impairment of
quality of life (QoL)
Moderate: every night,
moderate impairment
QoL with symptoms
(irritability, anxiety,
fatigue)
Severe: every night,
moderate impairment
QoL with more severe
symptoms of irritability,
anxiety, fatigue
According to form of
presentation:
Sleep onset/early
insomnia (difficulty
falling asleep)
Sleep
maintenance/middle
insomnia (waking
frequently)
End of sleep/late
insomnia (waking too
early)
Psikiatri anak
Autis: gangguan interaksi sosial, komunikasi, perilaku yang terbatas
& berulang.
95. Skabies
Etiologi: Sarcoptes scabiei
Gejala (4 tanda kardinal):
Pruritus nokturna, menyerang sekelompok orang, ditemukan terowongan,
ditemukan s. scabiei
Pengobatan Skabies
Permethrin 5%
Pilihan utama, kontra indikasi pada bayi < 2 bulan , ibu hamil (penggunaan < 2
jam) dan menyusui
Gameksan 1%
Selama 6 jam, kontraindikasi < 6 tahun
Amiruddin MD. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed.1. Makassar: Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin ; 2003. 5-10.
Morfologi Entamoeba histolytica memiliki bentuk trofozoit dan kista. Trofozoitnya memiliki ciri-ciri morfologi :
Ukuran 10 60 m
Sitoplasma bergranular dan mengandung eritrosit, yang merupakan penand penting untuk diagnosisnya
Terdapat satu buah inti entamoeba, ditandai dengan karyosom padat yang terletak di tengah inti, serta
kromatin yang tersebar di pinggiran inti
Bergerak progresif dengan alat gerak ektoplasma yang lebar, disebut pseudopodia.
Multiple
Tidak teratur
Dinding bergaung
Indurasi +
Nyeri (dolen)
Kotor
Ulkus Mole
Etiologi
T. Pallidum
H. Ducreyi
Masa inkubasi
10 90 hari
1 14 hari
Jumlah lesi
Soliter
Multipel
Bentuk
Tepi lesi
Dinding
Tegak lurus
Bergaung
Dasar
Bersih, merah
Isi
Serum
Perabaan / konsistensi
Indurasi (+)
Indurasi (-)
Dolen / nyeri
Pembesaran KGB
Topikal
Kompres dengan larutan normal salin (NaCl 0,9%) 2 kali sehari selama 15 menit.
98. Sifilis
Etiologi
Treponema pallidum, kronik, bersifat sistemik
Dapat menyerang hampir semua organ, dapat menyerupai banyak
penyakit (the great imitator), mempunyai masa laten, dapat
ditularkan dari ibu ke janin
Stadium sifilis
Stadium dini (menular)
Stadium I (sifilis primer)
Papul lentikular yang kemudian menjadi ulkus dinding tidak bergaung, indolen,
teraba indurasi, tidak ada radang akut (ulkus durum) biasanya di genitalia eksterna.
Seminggu setelah afek primer terdapat pembesaran KGB inguinal
Stadium rekuren
Relaps dapat terjadi berupa kelainan kulit mirip sifilis sekunder
Terapi
Penisilin G prokain/penisilin G benzatin
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Keberhasilan terapi
Titer akan turun dengan cepat, dalam 6 minggu titer akan menjadi normal
Treponemal
Bersifat spesifik antigen treponemal
Contoh:
TPHA (Treponemal pallidum Haemoglutination Assay)
Kelebihan: Hasil mudah dibaca, cukup sensitif dan spesifik, menjadi reaktif cukup dini
Kekurangan: tidak dapat dipakai untuk menilai hasil terapitetap positif dalam
waktu yang lama
99. Psoriasis
Psoriasis adalah kelainan autoimun
kronik residif dengan ciri khas bercak
eritem berbatas tegas dengan skuama
kasar, berlapis dan transparan/
berwarna mika.
Etiologi: Faktor genetik, Imunologik,
stress psikis.
Pengobatan: Kortikosteroid, preparat
ter. Pengobatan topikal memberikan
hasil yang cukup baik, diberikan
apabila lesinya terlokalisir.
Lesi Psoriasis
Pada psoriasis terdapat
Fenomena tetesan lilin
Auspitz
Kobner (isomorfik)
Fenomena tetesan lilin dan Auspitz merupakan gambaran khas pada lesi psoriasis dan
merupakan nilai diagnostik, kecuali pada psoriasis inverse (psoriasis pustular), dan
digunakan untuk membandingkan psoriasis dengan penyakit kulit yang mempunyai
morfologi yang sama
Fenomena Kobner: Tidak khas, karena didapati pula pada penyakit lain, misalnya liken
planus, liken nitidus, veruka plana juvenilis, pitiriasis rubra pilaris, dan penyakit Darier.
Fenomena Kobnerdidapatkan insiden yang bervariasi antara 38-76 % pada pasien
psoriasis.
Fenomena Auspitz
Tampak serum atau darah berbintik-bintik yang disebabkan oleh
papilomatosis.
Cara megerjakannya: Skuama yang berlapis-lapis itu dikerok, bisa dengan
pinggir gelas alas. Setelah skuamanya habis, maka pengerokan harus
dilakukan perlahan-lahan, jika terlalu dalam tidak akan tampak perdarahan
yang berbintik-bintik melainkan perdarahan yang merata.
Penjelasan
Pemfigus vulgaris
Pemfigoid bulosa
Pemphigus Vulgaris
Pemphigus Vulgaris
Pemphigus Foliceus
Bullous Pemphigoid
Cicatricial Pemphigoid
Etiopatogenesis
Tidak diketahui : Multi Faktor
Peningkatan koloni Staphylococcus &
Micrococcus
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Gejala Klinis
>> pada laki-laki
awitan 55 th 65 th/ 15 th 25 th
Subjektif
: gatal hebat
Objektif
Lesi awal: vesikel / papulovesikel bergabung : Coin berbatas
tegas, edematosa & eritematosa
vesikel pecah : krusta kekuningan
melebar : ukuran 5 cm
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Lesi lama
Predileksi
punggung
Distribusi
Jumlah
Ukuran
: likenifikasi, skuama
: tungkai bawah, lengan bawah, badan dan
tangan
: bilateral, simetris
: 1 atau lebih tersebar
: bervariasi milier plakat
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Dermatitis Numularis
Perjalanan Penyakit
Papula, makula, vesikula bergabung menjadi bulatan batas tegas,
eritematosa vesikel pecah eksudasi & krusta likenifikasi &
skuama
Pengobatan
UMUM
Cari faktor provokasi
Fokal infeksi
Kulit kering
Hindari bahan iritan / alergen
KHUSUS
Sistemik
Topikal
: Antibiotika
Kortikosteroid
: Kompres PK 1/10.000 (lesi basah)
Kortikosteroid (lesi kering)
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Diagnosis Banding
Bedak
Penetrasi sedikit
Diberikan pada dermatosis yang kering dan superfisial
Berguna untuk mempertahankan vesikel/bula agar tidak pecah
Salep
Diberikan pada dermatosis yang kering dan kronik, berkrusta
Penetrasi paling kuat
Kontraindikasi pada dermatitis madidans (dengan eksudasi), tidak dianjurkan pada bagian tubuh
yang berambut
Krim
Indikasi kosmetik
Dermatosis subakut yang luas, penetrasi >> bedah kocok
Boleh digunakan di daerah berambut
Kontaindikasi: dermatitis madidans
Penyakit
Karakteristik
Herpes zoster
Herpes simpleks
Vesikel yang berkelompok di atas kulit yang sembab dan eritematosa pada
daerah dekat mukokutan
HSV tipe I: predileksi di daerah pinggang ke atas terutama daerah mulut dan
hidung
HSV tipe II: predileksi di daerah pinggang ke bawah terutama daerah genital
Impetigo vesikobulosa
Sindrom Stevens-Johnson
PATOGENESIS
Belum diketahui dg jelas. Diduga diperan oleh reaksi alergi tipe III dan tipe IV
Rx tipe III akibat terbentuk kompleks antigen-antibodi yg membentuk
mikropresipitasi shg aktivasi sistim komplemen. Akb adanya akumulasi sel
neutrofil yg melepaskan lisozim dan kerusakan jaringan organ target
Rx tipe IV akibat sel limfosit T yang telah tersensitisasi, terkontak ulang dg antigen
yg sama. Sel T tsb melepaskan limfokin & rx peradangan
MDL/PKD/Jan/2006
Sindrom Stevens-Johnson
SIMTOMATOLOGI
Dpt anak dan dewasa, jarang pd usia < 3 tahun
KU variasi, ringan sp berat
Kesadaran : kompos mentis soporo / koma
G/ prodromal : demam tinggi, malaise, nyeri kepala, batuk pilek dan nyeri
tenggorokan
Trias kelainan :
a. Kelainan kulit
b. Kelainan selaput lendir di orifisium
c. Kelainan selaput mata dan mata
MDL/PKD/Jan/2006
Sindrom Stevens-Johnson
a. Kelainan kulit
Eritem, papel, vesikel, bula.
Vesikel & bula pecah erosi.
Prognosis buruk bl purpura (+)
bl lesi generalisata
MDL/PKD/Jan/2006
Sindrom Stevens-Johnson
b. Kelainan
Sindrom Stevens-Johnson
c. Kelainan selaput lendir mata
80 % SSJ kelainan selaput lendir mata
Paling sering : konjungtivitis kataralis /
konjungtivitis purulen
Kornea : erosi, perforasi, ulkus, kekeruhan kebutaan
Iritis, uveitis, iridosilitis & udem palpebra
Di samping itu :
Kelainan kuku : onikolisis
Organ tubuh lain : sal. pencernaan, ginjal, : nefritis; hati
MDL/PKD/Jan/2006
Sindrom Stevens-Johnson
MDL/PKD/Jan/2006
Tatalaksana SSJ
105. Giardiasis
Giardia lamblia
Protozoa berflagel yang meninfeksi duodenum dan usus halus
Manifestasi klinis mulai dari kolonisasi asimptomatik, diare aku, diare
kronik sampai malabsorbsi
Lebih sering pada anak
fecal-oral route
Giardiasis
Giardia intestinalis =(lamblia)
Trophozoites
Cysts
CLINICAL MANIFESTATIONS
Masa Inkubasi :12 minggu
Asymptomatic
Diare akut infeksius
Diare kronik dengan kegagalan tumbuh
kembang dan nyeri perut
Symptomatic
Lebih sering pada anak-anak daripada
dewasa
Diare akut
Demam subfebris, mual, anoreksia
Distensi dan nyeri abdominal,
kembung, malaise, flatulence
Stools
profuse and watery and later become
greasy and foul smelling
DIAGNOSIS
PREVENTION
Cuci tangan
Pemurnian sumber air dengan adekuat
klorinasi dan filtrasi
Wisatawan ke daerah endemis
disarankan untuk menghindari makanan
yang belum matang.
Stool enzyme immunoassay (EIA) or
Merebus air minum selama min. 1
direct fluorescent antibody tests
menit
more sensitive
Microscopic
trophozoites or cysts in stool
specimens,
Dibutuhkan 3 spesimen tinja untuk
mendapatkan sensitivitas >90%.
TREATMENT
Yang harus diterapi
Diare akut
failure to thrive
exhibit malabsorption
Therapy
First Line
Tinidazole: >3 yr: 50 mg/kg/day once daily
nitazoxanide
Metronidazole: 15 mg/kg/day in 3 divided doses for 57 days
Day 6
Day 2
Day 4
Day 6
Day 6
Day 10
Center for Food Security and Public Health, Iowa State
University, 2011
The Organism
Bacillus anthracis
Large, gram-positive, non-motile rod,
aerob
Two forms
Vegetative, spore
Identifikasi bakteri
Agar Lowenstein-Jensen
Sebagai media pertumbuhan bakteri mycobacterium, terutama
mycobacterium tuberculosis
Tampak seperti koloni coklat bergranular
LESI
Reaksi
reversal/borderline/upgradi
ng
Fenomena lucio
Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., 2008, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Jakarta: FKUI hal 82-83
L
E.N.L
Lucios phenomenone
Suplemen Besi
Buku Panduan tatalaksana Bayi Baru lahir di Rumah sakit. Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik.
Kementerian Kesehatan 2010.
Memandikan bayi
Saat lahir, bayi belum perlu dimandikan.
Vernix (zat lemak putih)berfungsi untuk
menjaga suhu bayi.
Setelah 6 jam bayi dapat dilap dengan air
hangat saja.
Sebelum tali pusat lepas, bayi dapat
dimandikan dengan kain lap atau spon.
Setelah tali pusat lepas bayi dapat
dimandikan dengan dimasukkan ke dalam
air.
http://idai.or.id/public-articles/klinik/pengasuhan-anak/perawatan-bayi-barulahir.html
http://idai.or.id/public-articles/klinik/pengasuhan-anak/perawatan-bayi-barulahir.html
http://idai.or.id/public-articles/klinik/pengasuhan-anak/perawatan-bayi-barulahir.html
Indikasi Kontra
DTP
Polio Oral
Polio Inactivated
MMR
Hepatitis B
Varisela
Pertimbangan Tambahan
Anak dengan batuk-pilek ringan dengan atau tanpa demam
boleh diimunisasi, kecuali bila bayi sangat rewel, imunisasi
dapat ditunda 1-2 minggu
Tidak dibenarkan memberikan imunisasi dengan pengurangan
dosis atau dengan dosis terbagi
Anak yang sedang minum antibiotik tetapi diperbolehkan
imunisasi
NCB
Ikterus bertahan > 8 hari pada NCB, > 14 hari pada NKB
Tanda penyakit lain
Kramers Rule
Muka
Dada/punggung
4 -8
5 -12
8 -16
11-18
Telapak tangan/kaki
>15
TREATMENT NYSTATIN
Infants
200,000 units PO q6hr (100,000
units in each side of mouth)
Children
Oral suspension: 400,000600,000 units PO q6hr
Intestinal Candidiasis
Oral Tablets: 500,000 units - 1
million units q8hr
Characteristic
Early HDN
Occurs within 2 days and not more than 5 days of life. Baby
born of mother who has been on certain drugs: anticonvulsant,
antituberculous drug, antibiotics, VK antagonist anticoagulant.
Classic HDN
Vit K deficiency
Occurs within 2 days and not more than 5 days of life. Definite
etiology inducing VKP is found in association with bleeding:
malabsorption of VK ie gut resection, biliary atresia, severe liver
disease-induced intrahepatic biliary obstruction.
Diagnosis APCD
Diagnosis
Anamnesis : Bayi kecil yang sebelumnya sehat, tiba-tiba tampak pucat,
malas minum, lemah. Tidak mendapat vitamin K saat lahir, konsumsi ASI,
kejang fokal
PF : Pucat tanpa perdarahan yang nyata. Tanda peningkatan tekanan
intrakranial (UUB membonjol, penurunan kesadaran, papil edema), defisit
neurologis fokal
Pemeriksaan Penunjang : Anemia dengan trombosit normal, PT
memanjang, APTT normal/memanjang. USG/CT Scan kepala : perdarahan
intrakranial
Pada bayi dengan kejang fokal, pucat, disertai UUB membonjol harus
difikirkan APCD sampai terbukti bukan
Buku PPM Anak IDAI
Tatalaksana APCD
Pada bayi dengan kejang fokal, pucat, dan UUB membonjol, berikan tatalaksana
APCD sampai terbukti bukan
Vitamin K1 1 mg IM selama 3 hari berturut-turut
Transfusi FFP 10-15 ml/kgBB selama 3 hari berturut-turut
Transfusi PRC sesuai Hb
Tatalaksana kejang dan peningkatan tekanan intrakranial (Manitol 0,5-1
g/kgBB/kali atau furosemid 1 mg/kgBB/kali)
Konsultasi bedah syaraf
Pencegahan : Injeksi Vitamin KI 1 mg IM pada semua bayi baru lahir
http://imagebank.hematology.org/AssetDetail.aspx?AssetID=9909&AssetType=Asset
Thalassemia-
Penurunan genetik
thalassemia beta jika kedua
orang tua merupakan
thalassemia trait
http://elcaminogmi.dnadirect.com/grc
/patient-site/alpha-thalassemiacarrier-screening/genetics-of-alphathalassemia.html?6AC396EC1151986D
584C6C02B56BBCC0
http://periobasics.com/wp-content/uploads/2013/01/Evaluation-of-bleeding-disorders.jpg
Hemofilia
Hemophilia is the most common inherited
bleeding disorder.
There are:
Hemophilia A : deficiency of factor VIII
Hemophilia B : deficiency of factor IX
Both hemophilia A and B are inherited as Xlinked recessive disorders
Symptoms could occur since the patient
begin to crawl
Epidemiology
Incidence:
hemophilia A ( 85%) 1 : 5,000 10,000 males
(or 1 : 10,000 of male life birth)
hemophilia B ( 15%) 1 : 23,000 30,000 males
(or 1 : 50,000 of male life birth)
Approximately 70% had family history of bleeding
problems
Clinical manifestasion: mild, Moderate, severe
Genetic
Inherited as sex (X)-linked recessive
Genes of factor VIII/IX are located on the
distal part of the long arm (q) of X
chromosome
Female (women) are carriers
http://www.cdc.gov/ncbddd/hemophilia/inheritance-pattern.html
Clinical manifestation
Bleeding:
usually deep (hematoma, hemarthrosis)
spontaneous or following mild trauma
Type:
hemarthrosis
hematoma
intracranial hemorrhage
hematuria
epistaxis
bleeding of the frenulum (baby)
Kuliah Hemofilia FKUI. Pustika A.
Diagnosis
history of abnormal bleeding in a boy
n normal platelet count
n bleeding time usually normal
n clotting time: prolonged
n prothrombin time usually normal
n partial thromboplastin time prolonged
n decreased antihemophilic factor
n
Antenatal diagnosis
factor-IX
(unit/ml)
fresh-frozen plasma
cryoprecipitate
factor-VIII concentrate
factor-IX concentrate
~ 0,5
~ 4,0
25 - 100
-
(ml)
~ 0,6
25 - 35
200
20
10
20
Roni D. Lane and Robert G. Bolte. Pediatric Anaphylaxis in Pediatric Emergency Care. Volume 23, Number 1, January 2007. http://www.library.musc.edu/tree_docs/pem/anaphylaxis-one.pdf
http://www.resus.org.uk/pages/anapost1.pdf
Dose
Oral, IM, IV: 12 mg/kg, every 46 h (100 mg, maximum single dose)
Hydroxyzine
Oral, IM: 0.51 mg/kg, every 46 h (100 mg, maximum single dose)
IV: 5 mg/kg, slowly over a 15-min period, every 68 h (300 mg, maximum single
dose)
IV: 1 mg/kg, slowly over a 15-min period, every 68 h (50 mg, maximum single
dose)
Corticosteroids
Methylprednisolone
Prednisone
Oral: 1.52 mg/kg, single morning dose (60 mg, maximum single dose); use
corticosteroids as long as needed
B2-agonist
Albuterol
Other
Dopamine
IV: 520 g/kg per minute. Mixing 150 mg of dopamine with 250 mL of saline
solution or 5% dextrose in water will produce a solution that, if infused at the rate of
1 mL/kg/h, will deliver 10 g/kg/min. The solution must be free of bicarbonate,
which may inactivate dopamine.
aCetirizine may be considered for oral use, because it is less sedating and, therefore, less likely to lead to
In addition to epinephrine, maintenance of the airway and administration of oxygen are critical.
If agent causing anaphylactic reaction was given by injection, epinephrine can be injected into the same
site to slow absorption.
b
Pemeriksaan Penunjang
Hanya dilakukan untuk membedakan
dengan sepsis atau meningitis
Pungsi lumbal
Darah rutin, kultur, dan sensitivitas
TETANUS
Tatalaksana
Diazepam 10 mg/kg/hari secara IV dalam 24 jam atau bolus IV setiap 3-6 jam (0,1-0,2 mg/kg per
kali), maksimum 40 mg/kg/hari
Human tetanus imunoglobulin 500 U IM atau Antitoksin Tetanus Serum 5000 U IM
Metronidazol 30 mg/kg/hari dengan interval setiap 6 jam selama 7-10 hari
Berikan pengobatan untuk infeksi lokal tali pusat
Bila terjadi spasme berulang atau gagal napas, rujuk ke RS dengan NICU
Langkah promotif/preventif :
Pelaksanaan Pelayanan Neonatal Esensial, lakukan pemotongan tali pusat secara steril
Tidak mengoles atau menabur sesuatu yang tidak higienis pada tali pusat
Bila sudah terjadi infeksi tali pusat, berikan pengobatan yang tepat dengan antibiotik lokal dan sistemik jika
diperlukan
Rotavirus
Norwalk virus
Astrovirus
Adenovirus
E coli
Inflammatory Diarrheas
Enteroinvasive E. coli (EIEC)
Shigatoxin-producing E. coli
(STEC)/EHEC
121. Kernikterus
Kernicterus refers to the neurologic consequences of the deposition of
unconjugated bilirubin in brain tissue
Serum unconjugated bilirubin level exceeds the binding capacity of
albumin unbound lipid-soluble bilirubin crosses the blood-brain barrier
Albumin-bound bilirubin may also cross the blood-brain barrier if damage
has occurred because of asphyxia, acidosis, hypoxia, hypoperfusion,
hyperosmolality, or sepsis in the newborn
The exact bilirubin concentration associated with kernicterus in the healthy
term infant is unpredictable. In the term newborn with hemolysis, a
bilirubin level above 20 mg per dL (342 mol per L) is a concern
Am Fam Physician. 2002 Feb 15;65(4):599-607. Hyperbilirubinemia in the Term Newborn.
Kernikterus
Bilirubin indirek bersifat lipofilik
Peningkatan bilirubin indirek menembus sawar darah otak
ensefalopati bilirubin (kernikterus)
Tahap 1: Letargi, hipotonia, refleks isap buruk
Tahap 2: Demam, hipertonia, opistotonus
Tahap 3: Kondisi terlihat membaik
Sekuele: Kehilangan pendengaran sensorineural
Serebral palsi koreoatetoid
Abnormalitas daya pandang
Kernikterus
Sistem Skoring
Diagnosis oleh dokter
Perhitungan BB saat
pemeriksaan
Demam dan batuk yang tidak
respons terhadap terapi baku
Cut-of f point: 6
Adanya skrofuloderma
langsung didiagnosis TB
Rontgen bukan alat diagnosis
utama
Reaksi cepat BCG harus
dilakukan skoring
Reaksi cepat BCG harus
dievaluasi dengan sistem
skoring
Total nilai 4 pada anak balita
atau dengan kecurigaan
besar dirujuk ke rumah sakit
Profilaksis INH diberikan pada
anak dengan kontak BTA (+)
dan total nilai <5
Terapi
Anak dengan TB paru atau limfadenitis TB dapat diberikan
regimen 2RHZ/4RH
Kecuali pada anak yang tinggal di daerah dengan prevalensi HIV yang
tinggi atau resistensi isoniazid yang tinggi, atau anak dengan TB paru
yang ekstensif diberikan 2RHZE/4RH
Tatalaksana TB
Jika menemukan salah satu tanda di bawah
ini, rujuk ke RS
TB Berat
Pada keadaan TB yang
berat, baik pulmonal
maupun ekstrapulmonal
(TB milier, TB meningitis,
TB tulang, dll):
fase intensif diberikan
minimal 4 macam jenis obat
selama 2 bulan (rifampisin,
INH, pirazinamid, etambutol,
atau streptomisin).
Fase lanjutan diberikan
rifampisin dan INH selama 10
bulan.
Risk Factor of CP
maternal and prenatal
risk factors
perinatal factors
Prematurity
Chorioamnionitis
Nonvertex and face presentation of the
fetus
Birth asphyxia
Clinical Manifestation
CP is generally divided into several major motor syndromes that differ according to
the pattern of neurologic involvement, neuropathology, and etiology
Clinical Manifestation
Spastic hemiplegia: decreased spontaneous movements on the affected side, the arm is often more
involved than the leg. Spasticity is apparent in the affected extremities, particularly the ankle,
causing an equinovarus deformity of the foot
Spastic diplegia is bilateral spasticity of the legs greater than in the arms. Examination: spasticity in
the legs with brisk reflexes, ankle clonus, and a bilateral Babinski sign. When the child is suspended
by the axillae, a scissoring posture of the lower extremities is maintained
Spastic quadriplegia is the most severe form of CP because of marked motor impairment of all
extremities and the high association with mental retardation and seizures
Athetoid CP, also called choreoathetoid or extrapyramidal CP, is less common than spastic cerebral
palsy. Affected infants are characteristically hypotonic with poor head control and marked head lag
Diagnosis
Anamnesis : Bengkak di kedua kelopak mata, perut, tungkai
atau seluruh tubuh. Penurunan jumlah urin. Urin dapat
keruh/kemerahan
Pemeriksaan Fisik : Edema palpebra, tungkai, ascites, edema
skrotum/labia. Terkadang ditemukan hipertensi
Pemeriksaan Penunjang : Proteinuria masif 2+, rasio albumin
kreatinin urin > 2, dapat disertai hematuria. Hipoalbumin
(<2.5g/dl), hiperkolesterolemia (>200 mg/dl). Penurunan
fungsi ginjal dapat ditemukan.
Nefrotik vs Nefritik
Tatalaksana
Peningkatan pemakaian glukosa (hiperinsulin): Neonatus dari ibu DM, Besar masa
dalam peredaran darah
kehamilan, eritroblastosis fetalis
bayi
Penurunan produksi/simpanan glukosa: Prematur, IUGR, asupan tidakuteroplasental
adekuat
Peningkatan pemakaian glukosa: stres perinatal (sepsis, syok, asfiksia,mengatasinya
hipotermia),
melalui hiperplasia
defek metabolisme karbohidrat, defisiensi endokrin, dsb
Hipoglikemia
Diagnosis
Anamnesis: tremor, iritabilitas, kejang/koma, letargi/apatis, sulit menyusui,
apneu, sianosis, menangis lemah/melengking
PF: BBL >4000 gram, lemas/letargi/kejang beberapa saat sesudah lahir
Penunjang: Pemeriksaan glukosa darah baik strip maupun darah vena, reduksi
urin, elektrolit darah
Penatalaksanaan
Bolus 200 mg/kg dengan dextrosa 10% IV selama 5 menit
Hitung Glucose Infusion Rate (GIR), 6-8 mg/kgBB/menit untuk mencapai GD
maksimal. Dapat dinaikkan sampai maksimal 12mg/kgBB/menit
Cek GD per 6 jam
Bila hasil GD 36-47 mg/dl 2 kali berturut-turut + Infus dextrosa 10%
Bila GD >47 mg/dl setelah 24 jam terapi, infus diturunkan bertahap
2mg/kgBB/menit setiap jam
Tingkatkan asupan oral
3% in the larynx
13% in the trachea
52% in the right main bronchus
6% in the right lower lobe
bronchus
fewer than 1% in the right
middle lobe bronchus
18% in the left main bronchus
5% in the left lower lobe
bronchus; 2% were bilateral.
In a child in a supine position,
material is more likely to enter
the right main bronchus.
Imaging Studies
Neck X-Ray lateral and AP:
foreign body in larynx will be
in the anterior and sagittal
planes
Direct Laryngoscopy:
diagnostic and therapeutic
Additional
history/physical:
Complete airway
obstruction
Audible slap
Palpable thud
Asthmatoid wheeze
http://emedicine.medscape.com/article/1001253-workup
129. PNEUMONIA
Inflammation of the parenchyma of the lungs
http://emedicine.medscape.com/article/967822
Bronkopneumonia.
Ditandai dengan bercak-bercak infiltrat pada lapangan paru.
Dapat disebabkan oleh bakteria maupun virus. Sering pada bayi dan
orang tua.
Pneumonia interstisial
Item
Lobar pneumonia
Bronchopneumonia
Age
Extremes of ages
infants, olds and those
suffering
from chronic debilitating illness
or immuno-suppression.
Organism
Grossly
Pneumonia
Tanda utama menurut WHO: fast breathing & lower chest indrawing
Signs and symptoms :
Non respiratory: fever, headache, fatigue, anorexia, lethargy, vomiting and
diarrhea, abdominal pain
Respiratory: cough, chest pain, tachypnea , grunting, nasal flaring,
subcostal retraction (chest indrawing), cyanosis, crackles and rales (ronchi)
Di
samping
batuk
atau
kesulitan
bernapas,
hanya
terdapat
napas
cepat
saja.
SEVERE PNEUMONIA
No
tachypnea,
no chest
indrawing
PNEUMONIA
NO PNEUMONIA
rawat jalan
Kotrimoksasol
(4 mg TMP/kg
BB/kali) 2 kali
sehari selama
3 hari atau
Amoksisilin
(25 mg/kg
BB/kali) 2 kali
sehari selama
3 hari.
Do
not
adm
inist
er
an
anti
bioti
c
PNEUMONIA
NO PNEUMONIA
Tatalaksana Pneumonia
ampisilin/amoksisilin (25-50 mg/kgBB/kali IV atau
IM setiap 6 jam). Bila anak memberi respons yang
baik dlm 24-72 jam, lanjutkan selama 5 hari.
Selanjutnya dilanjutkan dgn amoksisilin PO (15
mg/ kgBB/kali tiga kali sehari) untuk 5 hari
berikutnya.
Bila keadaan klinis memburuk sebelum 48 jam,
atau terdapat keadaan yang berat (tidak dapat
menyusu atau minum/makan, atau memuntahkan
semuanya, kejang, letargis atau tidak sadar,
sianosis, distres pernapasan berat) maka
ditambahkan kloramfenikol (25 mg/kgBB/kali IM
atau IV setiap 8 jam).
Bila pasien datang dalam keadaan klinis berat,
segera berikan oksigen dan pengobatan kombinasi
ampilisin-kloramfenikol atau ampisilin-gentamisin.
Sebagai alternatif, beri seftriakson (80-100
mg/kgBB IM atau IV sekali sehari).
Gunakan nasal prongs, kateter nasal, atau kateter
nasofaringeal.
Bayi yang lahir dari ibu dengan status infeksi HIV yang tidak
diketahui:
Manfaat vaksinasi BCG lebih besar daripada risiko dan bayi harus
divaksinasi.
Bayi yang diketahui terinfeksi HIV, dengan atau tanpa tanda atau
gejala infeksi HIV:
Risiko vaksinasi BCG lebih besar daripada manfaat dan bayi tidak boleh
menerima vaksin, tetapi harus menerima vaksin rutin lain.
Diuretics
Carbamazepine
Chlorpromazine
Analog Vasopressin
Indapamide
SSRI
Teofilin
Amiodarone
ekstasi
4 macam diuretik:
Loop diuretics act in the thick ascending limb
of the loop of Henle
Thiazide-type diuretics in the distal tubule and
connecting segment
Potassium-sparing diuretics in the
aldosterone-sensitive principal cells in the
cortical collecting tubule
Acetazolamide and mannitol act at least in
part in the proximal tubule
http://www.aafp.org/afp/2004/0515/p2387.html#afp20040515p2387-f1
http://www.pathophys.org/wp-content/uploads/2013/02/MPR-nephron.png
Diuretics-induced hyponatremia
Hyponatremia is an occasional but potentially fatal
complication of diuretic therapy.
All cases of severe diuretic-induced hyponatremia have been
due to a thiazide-type diuretic.
A loop diuretic is much less likely to induce hyponatremia
The difference in hyponatremic risk between thiazide-type and
loop diuretics may be related to differences in their tubular site
of action
FUROSEMIDE
Loop diuretics inhibit
FUROSEMIDE
Administration of a loop
diuretic interferes with
this process by
impairing the
accumulation of NaCl in
the medulla.
Thus, although the loop
diuretic can increase
ADH levels by inducing
volume depletion,
responsiveness to ADH
is reduced because of
the impairment in the
medullary gradient.
FUROSEMIDE
As a result, water
retention and the
development of
hyponatremia will
be limited, unless
distal delivery is
very low or water
intake is very high.
MECHANISM
THIAZIDE
The thiazides act in the cortex in the distal
tubule; as a result, they do not interfere
with medullary function or with ADHinduced water retention.
In addition, in vitro data indicate that
thiazides increase water permeability and
water reabsorption in the inner medullary
collecting duct, an effect that is
independent of ADH.
In addition to water retention, the
combination of increased sodium and
potassium excretion (due to the diuretic)
and enhanced water reabsorption (due to
ADH) can result in the excretion of urine
with a sodium plus potassium
concentration higher than that of the
plasma.
THIAZIDE
Loss of this fluid can
directly promote the
development of
hyponatremia
independent of the
degree of water intake.
MECHANISM
Hyponatremia
Hyponatremia is physiologically significant when it indicates a
state of extracellular hyposmolarity and a tendency for free
water to shift from the vascular space to the intracellular
space.
Cellular edema is well tolerated by most tissues, it is not well
tolerated within the rigid confines of the bony calvarium.
Therefore, clinical manifestations of hyponatremia are related
primarily to cerebral edema
Electrolyte: hyponatremia
Natrium concentration is influenced by the balance of natrium
& water in the body.
Electrolyte: hyponatremia
Many symptoms of hyponatremia
are associated with the hypotonic
hydration.
The most common symptoms:
Headache
Nausea
Disorientation
Tiredness
Muscle cramps
Comatose
Kattwinkel J, Perlman JM. Part 15: neonatal resuscitation: 2010 American Heart Association Guidelines for
Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care. Circulation. 2010;122(suppl 3):S909 S919
Tidak ada
aktif
Pulse
Tidak ada
< 100x/menit
Grimace (reflex
irritability)
Tidak ada
respon
Menyeringai
lemah, gerakan
sedikit
Reaksi melawan,
batuk, bersin
Appearance (warna
kulit)
Sianosis
seluruh
tubuh
Kebiruan pada
ekstremitas
Kemerahan di
seluruh tubuh
Respiration (napas)
Tidak ada
Lambat dan
ireguler
Baik, menangis
kuat
135. TORCH
Infeksi TORCH
T=toxoplasmosis
O=other (syphilis)
R=rubella
C=cytomegalovirus (CMV)
H=herpes simplex (HSV)
Diagnosis
IgG maternal bisa akibat
imunisasi atau infeksi lampau
tidak dapat dipegang
Virus dapat diisolasi dari sekret
nasal
Tes Serologik Bayi
IgM = Infeksi baru atau kongenital
Peningkatan titer IgG bulanan
mengarah pada kongenital
Terapi
Pencegahan: Imunisasi
Perawatan suportif dengan
mengedukasi orangtua
Manifestasi Klinis
Toksoplasma
Diagnosis
Gejala-gejalanya tidak spesifik atau bahkan tidak menunjukkan gejala (sub klinik).
Pemeriksaan laboratorium: Anti-Toxoplasma IgG, IgM dan IgA, serta Aviditas Anti-Toxoplasma IgG.
Pemeriksaan tersebut perlu dilakukan pada orang yang diduga terinfeksi Toxoplasma, ibu-ibu sebelum atau selama masa hamil (bila
hasilnya negatif pelu diulang sebulan sekali khususnya pada trimester pertama, selanjutnya tiap trimeter), serta bayi baru lahir dari
ibu yang terinfeksi Toxoplasma.
CYTOMEGALOVIRUS (CMV)
Infeksi CMV disebabkan oleh virus Cytomegalo, dan virus ini temasuk golongan virus
keluarga Herpes. Seperti halnya keluarga herpes lainnya, virus CMV dapat tinggal secara
laten dalam tubuh dan CMV merupakan salah satu penyebab infeksi yang berbahaya bagi
janin bila infeksi yang berbahaya bagi janin bila infeksi terjadi saat ibu sedang hamil.
Jika ibu hamil terinfeksi. maka janin yang dikandung mempunyai risiko tertular sehingga
mengalami gangguan misalnya pembesaran hati, kuning, pengkapuran otak, ketulian,
retardasi mental, dan lain-lain.
Pemeriksaan laboratorium sangat bermanfaat untuk mengetahui infeksi akut atau infeski
berulang, dimana infeksi akut mempunyai risiko yang lebih tinggi. Pemeriksaan laboratorium
yang silakukan meliputi Anti CMV IgG dan IgM, serta Aviditas Anti-CMV IgG.
Bayi yang dilahirkan dari ibu yang terinfeksi HSV II biasanya memperlihatkan
lepuh pada kulit, tetapi hal ini tidak selalu muncul sehingga mungkin tidak
diketahui. Infeksi HSV II pada bayi yang baru lahir dapat berakibat fatal (Pada
lebih dari 50 kasus)
Pemeriksaan laboratorium, yaitu Anti-HSV II IgG dan IgM sangat penting untuk
mendeteksi secara dini terhadap kemungkinan terjadinya infeksi oleh HSV II dan
mencaegah bahaya lebih lanjut pada bayi bila infeksi terjadi pada saat
kehamilan.
Sumber :Pengertian TORCH Berikut Pencegahannya - Bidanku.comhttp://bidanku.com/pengertian-torch-berikut-pencegahannya
Mioma uteri
MYOMA UTERI
GEJALA:
TANDA:
Ginekologi FK Unpad
MYOMA UTERI
Histerektomi merupakan tindakan yang paling ideal karena mioma sering multipel dan mencegah residif.
Pada wanita masa reproduksi, sebaiknya ditinggalkan 1 atau kedua ovarium untuk menjaga jangan
menopause sebelum waktunya
Sebaiknya histerektomi totalis, kecuali bila keadaan tidak memungkinkan dapat dilakukan histerektomi
supravaginalis lalu dilakukan rutin pap smear pada tumpul serviks
a= Subserosa
b= Intramural
c= Submukosa
d= Submukosa bertangkai
e= Fibroid in statu nascendi
F= Fibroid pada ligamen lebar
Candida
Trikomonas
BV
Gonorre
Chlamydia
Warna
Kuning kehijauan
keabuan
Kuning keruh
(pus)
Bau
Asam
Seperti ikan
Purulen
mukopurulen
Serviks
Bercak putih
menempel pada
serviks
Strawberry cervix
Putih homogen,
melekat
Edema serviks
Edema serviks,
rapuh
Px/
Pseudohifa,
blastospora
Parasit berflagel
Clue cell
Diplokokus gram
(-) intrasel
Adneksitis
Vaginitis
Nyeri ovulasi
Nyeri saat ovulasi, pada daerah dekat indung telur di daerah panggul, seperti kram.
Terjadi di tengah-tengah siklus bulanan mens. Nama lain: Misttelschmerz
Servisitis
Trichomonas Vaginalis
Merupakan salah satu etiologi dari keputihan pada perempuan
Penularan melalui hubungan seksual.
Gejala: vaginitis, keputihan yang berbuih, berwarna hijau,
berbau khas, uretritis pada pria.
Tanda khas: strawberry cervix atau colpitis macularis oleh
karena dilatasi kapiler oleh karena inflamasi
Tatalaksana: Metronidazole 2x500 mg selama 7 hari
Kehamilan Ektopik
Kehamilan ektopik yang mengalami ruptur disebut KET.
Nyeri goyang serviks ditemukan pada wanita dengan kehamilan
tuba yang ruptur.
Manifestasi klinis lain adalah adanya perdarahan per vaginam yang
dapatmenimbulkan penonjolan cavum Douglas, kesadaran
menurun, pucat, hipotensi, hipovolemia, nyeri abdomen, dan
serviks tertutup.
Penegakkan diagnosis dibantu dengan pemeriksaan USG.
Faktor predisposisi adalah adanya riwayat kehamilan ektopik,
operasi di daerah tuba, penggunaan AKDR, merokok, infertilitis,
riwaya abortus, dan riwayat persalinan sectio caesarea
Ibu
pembukaan telah lengkap, tetapi bayi tidak kunjung lahir
ibu tidak boleh mengedan
keadaan yang membutuhkan PKII yang singkat
Ibu kelelahan
Syarat
Prosedur
Pencegahan infeksi
Memasang mangkuk vakum di kepala bayi
Jika perlu, dilakukan pelebaran jalan lahir
Pemastian tidak ada jaringan jalan lahir yang terjepit
Pemompaan untuk menghasilkan tekanan negatif (vakum), sehingga kulit kepala
bayi terpegang
Pemeriksaan ulang tidak ada jaringan jalan lahir yang terjepit
Dilakukan penarikan bayi sesuai arah jalan lahir
Pemantauan kondisi bayi selama penarikan
Tindakan
Incorrect
Correct
Kegagalan
Komplikasi Janin
Komplikasi ibu
Robekan jalan lahir
Pemeriksaan: ditemukan pada sel dan dibiak, antibodi, percobaan Tzanck (ditemukan sel
datia berinti banyak dan badan inklusi intranuklear)
Pengobatan: idoksuridin topikal (pada lesi dini), asiklovir
Komplikasi: meningkatkan morbiditas/mortalitas pada janin dengan ibu herpes genitalis
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Indication
Acyclovir
First episode
Recurrent
400 mg bid
500 mg qd
or
1000 mg qd
(if >9 recurrences/y)
250 mg bid
Daily suppression
Valacyclovir
Famciclovir
Tzank Smear
http://emedicine.medscape.com/artic
le/274874-overview#aw2aab6b7
143. Endometriosis
Kelainan ginekologi jinak di mana terdapat kelenjar
endometrium dan stroma di luar lokasi normal
Dapat ditemukan di peritonium pelvis, ovarium, septum
rektovaginal, ureter, vesika, perikardium, dan pleura
Endometriosis di myometrium dinamakan adenomyosis
Gejala utama: nyeri pada pelvis
Endometriosis
Definisi
Terdapatnya Jaringan
endometrium diluar rahim
Endometriosis di
myometrium dinamakan
adenomyosis
Gejala
Nyeri pelvis (akut atau kronis)
Dyspareunia (nyeri saat berhubungan)
Nyeri saat BAB
Spotting premenstrual dan perdarahan
abnormal
Sulit berkemih dan/ darah pada urin
Infertilitas
Patofisiologi
Genetik
Menstruasi retrograde
Penyebaran limfatik atau vaskular
Coelomic metaplasia
Masalah imunitas
Estrogen (alami atau sintetis)
Diagnosis
Klasifikasi
Ringan jarang, lesi kecil, tanpa parut
Moderate- Minimal adhesi dan
implantasi superfisial
Berat Organ reproduksi terikat dan
terbungkus, kandung kemih dan usus
besar dapat terkena
Stages
Treatment
1. Operasi
2. Non-Operasi
Gonadotropin-releasing hormone agonists, Danazol, Norethindrone,
Gestrinone
All acyclic, some high androgen, others high progesterone, all low
estrogen
Efek samping: tulang keropos, peningkatan BB, mual, perdarahan
Pain killers (aspirin, morphine, and codeine)
Siklus Menstruasi
Fase Ovulasi
Pada umumnya pada hari ke 14 terjadi perubahan produksi hormon. Peningkatan
kadar estrogen selama pra ovulasi menimbulkan reaksi umpan balik negative
yaitu penghambatan pelepasan FSH dari hipofisis, karena FSH berkurang maka
hipofisis ganti mengeluarkan LH. LH merangsang pelepasan oosit sekunder daria
folikel de Graaf siap untuk dibuahi sperma.
DEFINISI
Ketidakmampuan wanita untuk
hamil dalam jangka waktu 1
tahun setelah hubungan seksual
teratur dan tanpa pengaman
12. INFERTILITY
Tipe
Infertilitas Primer tidak pernah bisa
hamil
Infertilitas Sekunder Kesulitan hamil
setelah pernah hamil sebelumnya
http://en.wikipedia.org/wiki/Infertility
http://www.lawaonline.com/blog/infertility/
drugs.com
ENDOMETRIOSIS
INFERTILITAS PRIA
1.Spermatocytogenesis
(dipengaruhi hormon
testoteron)
spermatogonia yang
mengalami mitosis berkalikali menjadi spermatosit
primer.
2. Meiois
3. Spermiogenesis
http://www.just.edu.jo/~mafika/733_Reproductive%20Endocrinology/Infertility_MaleInfertility_Treatment.jpg
Definition
Oligospermia
Asthenospermia
Azoospermia
Teratospermia
Tatalaksana Anemia
Tatalaksana umum anemia
Lakukan pemeriksaan apusan darah tepi untuk melihat morfologi sel darah merah.
Bila fasilitas tidak tersedia berikan tablet 60 mg besi elemental dan 250 g asam folat, 3
kali sehari evaluasi 90 hari.
Sumber: Buku pelayanan kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan dasar dan Rujukan
Indikasi :
Letak bokong.
Letak lintang.
Letak kepala dengan talipusat atau tangan terkemuka.
Penempatan dahi.
Kontra indikasi :
Perdarahan antepartum.
Pada plasenta praevia atau plasenta letak rendah, usaha memutar janin dikhawatirkan akan menyebabkan plasenta lepas dari insersionya
sehingga akan menambah perdarahan.
Hipertensi.
Pada penderita hipertensi pada umumnya sudah terjadi perubahan pembuluh arteriole plasenta sehingga manipulasi eksternal dapat semakin
merusak pembuluh darah tersebut sehingga terjadi solusio plasenta.
Cacat uterus.
Jaringan parut akibat sectio caesar atau miomektomi pada mioma intramural merupakan locus minoris resistancea yang mudah mengalami
ruptura uteri.
Kehamilan kembar.
Primitua, nilai sosial anak yang tinggi atau riwayat infertilitas
Insufisiensi plasenta atau gawat janin.
Solusio plasenta
Ruptura uteri
Emboli air ketuban
Hemorrhagia fetomaternal
Isoimunisasi
Persalinan Preterm
Gawat janin dan IUFD
Clinical stage 3
Conditions where a presumptive diagnosis can be made on the basis of clinical
signs or simple investigations
Severe weight loss (>10% of presumed or measured body weight)
Unexplained chronic diarrhoea for longer than one month
Unexplained persistent fever (intermittent or constant for longer than one month)
Oral candidiasis
Oral hairy leukoplakia
Pulmonary tuberculosis (TB) diagnosed in last two years
Severe presumed bacterial infections (e.g. pneumonia, empyema, pyomyositis, bone or
joint infection, meningitis, bacteraemia)
Acute necrotizing ulcerative stomatitis, gingivitis or periodontitis
Conditions where confirmatory diagnostic testing is necessary
Unexplained anaemia (<8 g/dl), and or neutropenia (<500/mm3) and or
thrombocytopenia (<50 000/ mm3) for more than one month
Clinical stage 4
Conditions where a presumptive diagnosis can be made on the basis of clinical
signs or simple investigations
HIV wasting syndrome
Pneumocystis pneumonia
Recurrent severe or radiological bacterial pneumonia
Chronic herpes simplex infection (orolabial, genital or anorectal of more than one months
duration)
Oesophageal candidiasis
Extrapulmonary TB
Kaposis sarcoma
Central nervous system (CNS) toxoplasmosis
HIV encephalopathy
Conditions where confirmatory diagnostic testing is necessary:
Extrapulmonary cryptococcosis including meningitis
Disseminated non-tuberculous mycobacteria infection
Progressive multifocal leukoencephalopathy (PML)
Candida of trachea, bronchi or lungs
Cryptosporidiosis
Isosporiasis
Visceral herpes simplex infection
Cytomegalovirus (CMV) infection (retinitis or of an organ other than liver, spleen or lymph nodes)
Any disseminated mycosis (e.g. histoplasmosis, coccidiomycosis, penicilliosis)
Recurrent non-typhoidal salmonella septicaemia
Lymphoma (cerebral or B cell non-Hodgkin)
Invasive cervical carcinoma
Visceral leishmaniasis
Rekomendasi Pengobatan
Lanjutkan paduan (ganti dengan NVP atau golongan protease inhibitor jika sedang
menggunakan EFV pada trimester I)
Lanjutkan dengan paduan ARV yang sama selama dan sesudah persalinan
ODHA hamil dengan jumlah dalam stadium klinis 1 atau jumlah CD4 > 350/mm3 dan belum
ODHA hamil dengan jumlah CD4 < 350/mm3 atau stadium klinis 2,3,4.
Ibu hamil dalam masa persalinan dan status HIV ibu tidak diketahui
Tawarkan tes HIV dalam masa persalinan atau tes setelah persalinan. Jika hasil tes reaktif
dapat diberikan paduan sesuai ketentuan di atas.
ODHA datang dalam masa persalinan dan belum mendapat terapi ARV
Keterangan:
NVP = Nevirapin, AZT = zidovudin, 3TC = lamivudin, FTC = emtricitabine, EFV = efavirenz, TDF = Tenofovir disiproxil
Nevirapin bila diberikan pada CD4 250 mm3 atau dapat menimbulkan reaksi hipersensitif berat. Efavirenz bersifat teratogenik pada kehamilan trimester I.
Sumber: Buku kesehatan ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan
155. Abortus
DIAGNOSIS
PERDARAHAN
SERVIKS
BESAR UTERUS
GEJALA LAIN
Abortus imminens
Sedikit-sedang
Tertutup lunak
Tes kehamilan +
Nyeri perut
Uterus lunak
Abortus insipiens
Sedang-banyak
Terbuka lunak
Abortus inkomplit
Sedikit-banyak
Terbuka lunak
Abortus komplit
Sedikit-tidak ada
Tertutup atau terbuka Lebih kecil dari usia Sedikit atau tanpa nyeri perut
lunak
kehamilan
Jaringan keluar
Uterus kenyal
Abortus septik
Perdarahan berbau
Lunak
Missed abortion
Tidak ada
Tertutup
Abortus Imminens
Abortus Komplit
Abortus Insipiens
Abortus Inkomplit
Missed Abortion
Hipertensi Kronik
Hipertensi Gestasional
Pre Eklampsia Ringan
Pre Eklampsia Berat
Superimposed Pre Eklampsia
HELLP Syndrome
Eklampsia
Sumber: Buku pelayanan kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan dasar dan
Rujukan
Hipertensi Kronik
Definisi
Hipertensi tanpa proteinuria yang timbul dari sebelum kehamilan dan
menetap setelah persalinan
Diagnosis
Tekanan darah 140/90 mmHg
Sudah ada riwayat hipertensi sebelum hamil, atau diketahui adanya
hipertensi pada usia kehamilan <20 minggu
Tidak ada proteinuria (diperiksa dengan tes celup urin)
Dapat disertai keterlibatan organ lain, seperti mata, jantung, dan ginjal
Sumber: Buku pelayanan kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan dasar dan
Rujukan
Hipertensi Kronik
Tatalaksana
Jika pasien sebelum hamil sudah mendapat obat antihipertensi, dan terkontrol dengan
baik, lanjutkan pengobatan tersebut dengan obat yang sesuai untuk ibu hamil
Jika sistolik >160 mmHg/diastolik > 110 mmHg antihipertensi
Jika terdapat proteinuria atau tanda-tanda dan gejala lain, pikirkan superimposed
preeklampsia dan tangani seperti preeklampsia
Berikan suplementasi kalsium1,5-2 g/hari dan aspirin 75 mg/hari mulai dari usia
kehamilan 20 minggu
Pantau pertumbuhan dan kondisi janin Jika tidak ada komplikasi, tunggu sampai
aterm
Jika DJJ <100 kali/menit atau >180 kali/menit, tangani seperti gawat janin.
Jika terdapat pertumbuhan janin terhambat, pertimbangkan terminasi kehamilan
Sumber: Buku pelayanan kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan dasar dan
Rujukan
Hipertensi Gestasional
Definisi
Hipertensi tanpa proteinuria yang timbul setelah kehamilan 20 minggu dan menghilang setelah
persalinan
Diagnosis
TD 140/90 mmHg
Tidak ada riwayat hipertensi sebelum hamil, tekanan darah normal di usia kehamilan <12 minggu
Tidak ada proteinuria (diperiksa dengan tes celup urin)
Dapat disertai tanda dan gejala preeklampsia, seperti nyeri ulu hati dan trombositopenia
Tatalaksana Umum
Pantau TD, urin (untuk proteinuria), dan kondisi janin setiap minggu.
Jika tekanan darah meningkat, tangani sebagai preeklampsia ringan.
Jika kondisi janin memburuk atau terjadi pertumbuhan janin terhambat, rawat untuk penilaian
kesehatan janin.
Beri tahu pasien dan keluarga tanda bahaya dan gejala preeklampsia dan eklampsia.
Jika tekanan darah stabil, janin dapat dilahirkan secara normal.
Sumber: Buku pelayanan kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan dasar dan
Rujukan
Pre Eklampsia
Preeklampsia Ringan
Tekanan darah 140/90 mmHg pada usia kehamilan > 20 minggu
Tes celup urin menunjukkan proteinuria 1+ atau pemeriksaan protein kuantitatif
menunjukkan hasil >300 mg/24 jam
Preeklampsia Berat
Tekanan darah >160/110 mmHg pada usia kehamilan >20 minggu
Tes celup urin menunjukkan proteinuria 2+ atau pemeriksaan protein kuantitatif
menunjukkan hasil >5 g/24 jam; atau disertai keterlibatan organ lain:
Eklampsia
Kejang umum dan/atau koma
Ada tanda dan gejala preeklampsia
Tidak ada kemungkinan penyebab lain (misalnya epilepsi, perdarahan
subarakhnoid, dan meningitis)
Sumber: Buku pelayanan kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan dasar
dan Rujukan
Tatalaksana Preeklampsia-eklampsia
Tatalaksana umum
Semua ibu dengan preeklampsia maupun eklampsia harus dirawat masuk rumah sakit
Sumber: Buku Kesehatan Ibu di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Dasar dan Rujukan
Tatalaksana Preeklampsia-eklampsia
Antihipertensi
Ibu dengan hipertensi berat perlu mendapat terapi antihipertensi
Ibu dengan terapi antihipertensi di masa antenatal dianjurkan untuk melanjutkan terapi antihipertensi
hingga persalinan.
Terapi antihipertensi dianjurkan untuk hipertensi pasca persalinan berat
Antihipertensi yang diberikan nifedipin, nikardipin, dan metildopa. Jangan berikan ARB inhibitor, ACE
inhibitor dan klortiazid pada ibu hamil
Tatalaksana Khusus
Edema paru
Edema paru dapat diketahui dari adanya sesak napas, hipertensi, batuk berbusa,
ronki basah halus pada basal paru pada ibu dengan preeklampsia berat.
Tatalaksana
Tatalaksana Eklampsia
Pencegahan dan Tatalaksana Kejang
Bila terjadi kejang perhatikan prinsip ABCD
Magnesium sulfat diberikan sebagai tatalaksana kejang pada eklampsia dan
pencegahan kejang pada preeklampsia berat. Dosis pemberian magnesium
sulfat intravena adalah 4 gram selama 20 menit untuk dosis awal dilanjutkan
6 gram selama 6 jam untuk dosis rumatan. Magnesium sulfat dapat diberikan
IM dengan dosis 5 gram pada bokong kiri dan 5 gram pada bokong kanan.
Syarat pemberian magnesium sulfat adalah terdapat refleks patella, tersedia
kalsium glukonas, dan jumlah urin minimal 0,5 ml/kgBB/jam
Fase Luteal
Masa dari ovulasi hingga terjadinya menstruasi
Pada semua wanita hampir sama, berkisar antara 10-16 hari, dengan
rata-rata 14 hari
Tingkat 2 :
apatis, nadi cepat dan kecil, lidah kering dan kotor, mata sedikit ikterik,
kadang suhu sedikit , oliguria, aseton tercium dalam hawa pernafasan.
Tingkat 3 :
KU lebih lemah lagi, muntah-muntah berhenti, kesadaran menurun dari
somnolen sampai koma, nadi lebih cepat, TD lebih turun. Komplikasi fatal
ensefalopati Wernicke : nystagmus, diplopia, perubahan mental.Ikterik
Tatalaksana Medikamentosa
Berikan 10 mg doksilamin dikombinasikan dengan 10 mg piridoksin hingga 4
tablet per hari (2 tablet saat akan tidur, 1 tablet saat pagi dan 1 tablet saat siang)
Dimenhidrinat 50-100 mg per oral atau supositoria 4-6 kali sehari ATAU
prometazine 5-10 mg 3-4 kali sehari per oral atau supositoria dapat diberikan bila
doksilamin tidak berhasil
Bila masih tidak teratasi dapat diberikan Ondansetron 8 mg per oral tiap 12 jam
atau Klorpromazin 10-25 mg per oral atau 50-100 mg IM tiap 4-6 jam bila masih
berlum teratasai dan tidak terjadi dehidrasi.
Sumber: http://emedicine.medscape.com/article/254751-overview
Spina bifida
optimized by optima
optimized by optima
Fletcher RH, Fletcher SW, Wagner EH. Clinical epidemiologythe
essentials. 3rd ed. Baltimore: Williams & Wilkins, 1996
Case control
optimized by optima
Keterangan
pengambilan sampel dari semua anggota populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan
strata/tingkatan yang ada dalam populasi itu
Stratified Sampling
Penentuan tingkat berdasarkan karakteristik tertentu. Misalnya : menurut usia, pendidikan, golongan
pangkat, dan sebagainya
Cluster Sampling
disebut juga sebagai teknik sampling daerah. Teknik ini digunakan apabila populasi tersebar dalam
beberapa daerah, propinsi, kabupaten, kecamatan, dan seterusnya
Keterangan
Systematical Sampling
anggota sampel dipilh berdasarkan urutan tertentu. Misalnya setiap kelipatan 10 atau 100 dari daftar
pegawai disuatu kantor, pengambilan sampel hanya nomor genap atau yang ganjil saja.
Porpusive Sampling
Snowball Sampling
Dari sampel yang sedikit tersebut peneliti mencari informasi sampel lain dari yang dijadikan sampel
terdahulu, sehingga makin lama jumlah sampelnya makin banyak
Quota Sampling
anggota sampel pada suatu tingkat dipilih dengan jumlah tertentu (kuota) dengan ciri-ciri tertentu
Convenience sampling
mengambil sampel secara sembarang (kapanpun dan dimanapun menemukan) asal memenuhi syarat
sebagai sampel dari populasi tertentu
Multistage Sampling
Complex form of cluster sampling. Instead of using all the elements contained in
the selected clusters, the researcher randomly selects elements from each cluster.
The technique is used frequently when a complete list of all members of the
population does not exist and is inappropriate.
Family APGAR
APGAR Keluarga merupakan kuesioner skrining singkat yang
dirancang untuk merefleksikan kepuasan anggota keluarga
dengan status fungsional keluarga dan untuk mencatat
anggota-anggota rumah tangga.
APGAR ini merupakan singkatan dari; Adaptation, Partnership,
Growth, Affection dan Resolve.
Family Genogram
Suatu alat bantu berupa peta skema dari silsilah keluarga pasien yang berguna
untuk mendapatkan informasi mengenai nama anggota keluarga, kualitas
hubungan antar anggota keluarga
Berisi nama, umur, status menikah, riwayat perkawinan, anak-anak, keluarga
satu rumah, penyakit spesifik, tahun meninggal, dan pekerjaan.
Juga mengenai informasi tentang hubungan emosional, jarak/konflik antar
anggota keluarga, hubungan penting dengan profesional yang lain serta
informasi lain yang relevan.
164. Vaksin
Rangkaian sejuk (Cold Chain) adalah satu sistem untuk penyimpanan dan penghantaran
vaksin dalam keadaan daripada pengeluar sehingga kepada individu yang diimunisasikan
Rantai dingin merupakan cara menjaga agar vaksin dapat digunakan dalam keadaan baik
atau tidak rusak, sehingga mempunyai kemampuan atau efek kekebalan bagi penerimanya.
Jika vaksin di luar temperatur yang dianjurkan maka akan mengurangi potensi kekebalannya.
Berdasarkan sensitivitas terhadap suhu, penggolongan vaksin adalah sebagai berikut:
Vaksin sensitive beku (Freeze sensitive = FS), adalah golongan vaksin yang akan rusak terhadap
suhu dingin dibawah 0C (beku) yaitu: Hepatitis B, DPT, DPT-HB, DT, TT
Vaksin sensitive panas (Heat Sensitive = HS), adalah golongan vaksin yang akan rusak terhadap
paparan panas yang berlebih yaitu: BCG, Polio, Campak
Untuk membantu petugas dalam memantau suhu penyimpanan dan pengiriman vaksin ini,
ada berbagai alat dengan indikator yang sangat peka seperti Vaccine Vial Monitor (VVM),
Freeze watch atau Freezetag serta Time Temperatur Monitor (TTM).
Keterangan:
VVM A : bila belum kadaluwarsa, boleh digunakan
VVM B : bila belum kadaluwarsa, SEGERA gunakan vaksin
VVM C dan D : JANGAN digunakan, segera lapor pimpinan
Penyimpanan Vaksin
175.
Memantau perencanaan, proses dan evaluasi pelaksanaan etika kedokteran yang dilakukan oleh
setiap dokter
Melakukan penilaian singkat, penyaringan, pengelompokan dan pemilahan kasus sengketa medik,
kasus dugaan pelanggaran etika kedokteran untuk ditindak lanjuti atau tidak ditindak lanjuti divisi
kemahkamahan
Membantu divisi kemahkamahan dalam menelaah kasus sengketamedik atau etikolegal
menyelesaikan kasus ringan mendahului penyidangan perkara oleh divisi kemahkamahan
Mengeksekusi sanksi etik, pembinaan etika, merekomendasikan pemulihan hak-hak profesi dokter
yang telah menjalani sanksi etik atau tidak terbukti melakukan pelanggaran etik
561
562
563
Apabila kasusnya juga menyangkut pelanggaran disiplin atau hukum yang sedang
dalam proses penanganan, maka persidangan dan pembuatan putusan MKEK
ditunda
Kepada pihak pasien pengadu, putusan dapat disampaikan secara lisan, bukti
tertulisnya disimpan di MKEK
Putusan MKEK dapat dikirim ke MKDKI propinsi, atau ke lembaga resmi yang
bertanggung jawab atas akreditasi, lisensi dan registrasi dokter
Salinan putusan MKEK tidak boleh diberikan kepada penyidik atas alasan apapun
564
167. Puskesmas
Rasio dokter-penduduk bervariasi, muai 1:5000 sampai 1:2500
(rata-rata 1:4000)
1 dokter sebagai kepala puskesmas (dapat merangkap sebagai
dokter di poliklinik umum), 1 dokter bertugas di puskesmas
pembantu dan melakukan kunjungan ke posyandu dibantu
bidan.
Contoh kasus:
Confidentiality and Sexually Transmitted Infections
Three situations that may justify breaching confidentiality:
there is abuse of a vulnerable person, such as a child or older person;
there is public health risk, such as with communicable disease; and
the patient is a substantial danger to himself/herself or to others
STDs in Patients with Multiple Partners: Confidentiality. JANET FLEETWOOD, PH.D., Am Fam Physician. 2006 Dec 1;74(11):1963-1964
Confidentiality: disclosing information about serious communicable diseases. General Medical Council.
September 2009.
optimized by optima
Keterangan
Wawancara
proses komunikasi atau interaksi untuk mengumpulkan informasi dengan cara tanya jawab antara peneliti
dengan informan atau subjek penelitian
Teknik
Keterangan
Observasi partisipasi
adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui
pengamatan dan penginderaan di mana peneliti terlibat dalam keseharian informan
observasi nonpartisipan
yaitu peneliti melakukan penelitian dengan cara tidak melibatkan dirinya dalam interaksi dengan objek
penelitian. Sehingga, peneliti tidak memposisikan dirinya sebagai anggota kelompok yang diteliti
Observasi tidak
terstruktur
ialah pengamatan yang dilakukan tanpa menggunakan pedoman observasi, sehingga peneliti
mengembangkan pengamatannya berdasarkan perkembangan yang terjadi di lapangan
Observasi kelompok
ialah pengamatan yang dilakukan oleh sekelompok tim peneliti terhadap sebuah isu yang diangkat
menjadi objek penelitian
Teknik
Keterangan
Focus Group
Discussion
yaitu upaya menemukan makna sebuah isu oleh sekelompok orang yang dianggap mewakili sejumlah publik
yang berbeda lewat diskusi untuk menghindari diri pemaknaan yang salah oleh seorang peneliti
Hariwijaya, M, Metodologi dan teknik penulisan skripsi, tesis, dan disertasi, elMatera Publishing, Yogyakarta, 2007
Bias seleksi
Distorsi efek berkaitan dengan cara pemilihan subyek kedalam
populasi studi
Bisa terjadi bila status penyakit pada studi kohort
(retrospektif), atau status exposure pada kasus kontrol atau
kedua-duanya pada studi kros-seksional mempengaruhi
pemilihan subyek pada kelompok-kelompok yang
diperbandingkan
Bias informasi
Bias informasi (information bias) atau bias observasi (observation bias)
atau bias pengukuran (measurement bias) adalah bias yang terjadi
karena perbedaan sistematik dalam mutu dan cara pengumpulan data
(misalnya karena menggunakan kriteria atau metode pengukuran yang
tidak sahih) tentang pajanan atau penyakit/masalah kesehatan dari
kelompok-kelompok studi.
Ascertainment Bias disebut juga Information Bias. Merupakan
penyimpangan dalam memperkirakan efek atau pengaruh karena
kesalahan pengukuran atau kesalahan pengelompokan subyek
penelitian menurut satu atau lebih variabel.
Types of bias
1. Sample (subject selection) biases
which may result in the subjects in the sample being
unrepresentative of the population which you are interested in
Selection Bias
Volunteer or referral bias
People who volunteer to participate in a study (or who are referred to it) are often different than
non-volunteers/non-referrals. This bias usually, but not always, favors the treatment group, as
volunteers tend to be more motivated and concerned about their health.
Non-response bias
When those who do not respond to a survey differ in important ways from those who respond or
participate. This bias can work in either direction.
Self-selection bias
Arises in any situation in which individuals select themselves into a group
Prevalence-incidence bias
Happens when mild or asymptomatic cases as well as fatal short disease episodes are missed
when studies are performed late in disease process
http://www.umdnj.edu/idsweb/shared/biases.htm
Measurement Bias
Instrument bias. Calibration errors lead to inaccurate measurements being
recorded
Insensitive measure bias. When the measurement tool(s) used are not sensitive
enough to detect what might be important differences in the variable of interest.
Expectation bias. Occurs in the absence of masking or blinding, when observers
may measuring data toward the expected outcome.
Recall or memory bias. If outcomes being measured require that subjects recall
past events. Often a person recalls positive events more than negative ones.
Attention bias. Occurs because people who are part of a study are usually aware
of their involvement, and as a result of the attention received may give more
favorable responses or perform better than people who are unaware of the
studys intent.
Verification or work-up bias. Associated mainly with test validation studies. In
http://www.umdnj.edu/idsweb/shared/biases.htm
Intervention Bias
Contamination bias. When members of the 'control' group inadvertently receive the
treatment or are exposed to the intervention
Co-intervention bias. When some subjects are receiving other (unaccounted for)
interventions at the same time as the study treatment.
Timing bias(es). If an intervention is provided over a long period of time, maturation alone
could be the cause for improvement. If treatment is very short in duration, there may not
have been sufficient time for a noticeable effect in the outcomes of interest.
Compliance bias. When differences in subject adherence to the planned treatment regimen
or intervention affect the study outcomes.
Withdrawal bias. When subjects who leave the study (drop-outs) differ significantly from
those that remain.
Proficiency bias. When the interventions or treatments are not applied equally to subjects.
This may be due to skill or training differences among personnel and/or differences in
resources
http://www.umdnj.edu/idsweb/shared/biases.htm
Pemecahan Masalah
I. Membuat Prioritas Masalah
Priority = Importance x Technological Feasibility x Resources
Pentingnya masalah (Importancy = I) yang terdiri dari:
Importance = Prevalence + Severity +Rate of Increase + Degree of unmet need + Political Climate + Social Benefit
+ Public Concern
Technology = T . Merupakan kelayakan teknologi . Makin layak teknologi yang tersedia dan
dapat dipakai untuk mengatasi masalah, makin diprioritaskan masalah tersebut.
Sumber daya yang tersedia (Resources = R). Terdiri dari tenaga (man), dana (money), dan
sarana (material). Penyelesaian masalah akan semakin diprioritaskan bila sumber daya
yang diperlukan tersedia.
(P = priority, T = technology, I =importancy, R=resources), dengan memberi nilai antara 1
(tidak penting) sampai dengan 5 (sangat penting).
177. Infanticide
178. KDRT
Kekerasan dalam rumah tangga :
Undang-Undang PKDRT ini menyebutkan bahwa Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah
setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya
kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran
rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau
perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga (Pasal 1
ayat 1).
179. Euthanasia
Dengan sengaja tidak melakukan sesuatu untuk memperpanjang hidup
seorang pasien atau sengaja melakukan sesuatu untuk memperpendek
hidup atau mengakhiri hidup seorang pasien, dan ini dilakukan untuk
kepentingan pasien sendiri
Konsep mati : Jika batang otak telah mati (brain stem death) dapat
diyakini bahwa manusia tersebut telah mati baik secara fisik maupun
sosial. Yang harus diyakini adalah proses kematian tersebut bersifat
irreversible.
EUTHANASIA AKTIF
Perbuatan yang dilakukan secara medik melalui intervensi aktif
oleh seorang dokter dengan tujuan untuk mengakhiri hidup
manusia
MEMATIKAN SECARA SENGAJA
Kondisi sudah sangat parah / stadium akhir
Tidak mungkin sembuh / bertahan lama
Dokter memberikan suntikan yang mematikan
Euthanasia aktif
Eutanasia aktif langsung
Dilakukannya tindakan medik secara terarah yg diperhitungkan
akan mengakhiri hidup pasien, atau memperpendek hidup
pasien.
Eutanasia aktif tidak langsung
Saat dokter atau tenaga kesehatan melakukan tindakan medik
untuk meringankan penderitaan pasien, namun mengetahui
adanya risiko tersebut dapat memperpendek atau mengakhiri
hidup pasien
EUTHANASIA PASIF
Perbuatan menghentikan atau mencabut segala tindakan
atau pengobatan yang perlu untuk mempertahankan
hidup manusia
TINDAKAN DOKTER BERUPA PENGHENTIAN PENGOBATAN PASIEN
Tidak mungkin disembuhkan
Kondisi ekonomi pasien terbatas
Euthanasia
Menurut KODEKI (pasal 9, bab II), dokter tidak diperbolehkan:
Menggugurkan kandungan
Mengakhiri hidup seseorang yang sakit meskipun menurut pengetahuan
tidak akan sembuh lagi.
Tapi, bila pasien telah mengalami mati batang otak, maka secara
keseluruhan pasien tersebut telah mati meskipun jantung masih
berdenyut.
Penghentian tindakan terapeutik dilakukan dengan
mempertimbangkan keinginan pasien & keluarga pasien.
Euthanasia
Ketentuan pidana terkait euthanasia aktif dengan permintaan:
Pasal 344 KUHP:
Barang siapa menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan orang
itu sendiri, yang disebutnya dengan nyata & sungguh-sungguh,
dihukum penjara selama-lamanya dua belas tahun.
Euthanasia
Pendapat sebagian ahli hukum: melakukan perawatan medis
yang tidak ada gunanya dapat dianggap sebagai penganiayaan
dokter seharusnya tidak memberi terapi jika secara medis
hasilnya tidak dapat diharapkan, apalagi jika tanpa izin pasien.
181. Tenggelam
Kematian akibat mati lemas (asfiksia) disebabkan masuknya cairan
ke dalam saluran pernapasan
Mekanisme kematian :
Tenggelam
Perlu ditentukan pada pemeriksaan :
Identitas korban
Apakah korban masih hidup sebelum tenggelam
Pemeriksaan diatom
Kadar elektrolit magnesium darah
Benda asing dalam paru dan saluran pernapasan
Air dalam lambung dengan sifat sama dengan air tempat korban tenggelam
Tenggelam
Faktor yang berperan pada proses kematian (alkohol, obat-obatan)
Tempat korban pertama kali tenggelam
Pemeriksaan diatom dari air tempat korban ditemukan membantu
menentukan apakah korban tenggelam di tempat itu atau tempat lain
Pemeriksaan Diatom : Alga bersel satu, dinding silikat tahan panas dan asam kuat.
Dijumpai dalam air tawar, air laut, air sungai, dan air sumur. Bila seseorang mati
karena tenggelam, maka cairan bersama diatom masuk ke saluran pernapasan
atau pencernaan.
Perbedaan Tenggelam
Air Tawar vs Air Laut
Air Tawar
Air Laut
Hemodilusi
Hemokonsentrasi
Hipervolemi
Hipovolemi
Hiperkalemi
Hipokalemi
Hiponatremia
Hipernatremia
Kasus Pencekikan
Penekanan leher dengan tangan yang menyebabkan dinding
saluran napas bagian atas tertekan dan terjadi penyempitan
saluran nafas sehingga udara pernapasan tidak dapat lewat
Mekanisme:
Asfiksia
Refleks vagal: akibat rangsangan pada reseptor nervus vagus pada
corpus caroticus di percabangan arteri karotis interna dan eksterna
Pencekikan
Ditemukan pembendungan pada muka dan kepala karena
turut tertekan pembuluh darah vena dan arteri superfisial,
arteri vertebralis tidak terganggu
Tanda kekerasan pada leher: luka lecet kecil, dangkal,
berbentuk bulan sabit akibat penekanan kuku jari, luka memar
Fraktur tulang lidah (os hyoid) dan kornu superior rawan
gondok unilateral. Patah tulang lidah terkadang merupakan
satu-satunya bukti adanya kekerasan bila mayat sudah alma
dikubur sebelum diperiksa.
Normal
Tuli Kondukif
Tuli Sensorineural
Positif
Negatif
Positif
Tes Weber
Tidak ada
lateralisasi
Lateralisasi ke
telinga sakit
Lateralisasi ke
telinga sehat
Sama dengan
pemeriksa
Memanjang
Memendek
Tes Swabach
190. Presbiakusis
Tuli SN frekuensi tinggi, simetris
Umumnya mulai usia 65 tahun, laki-laki lebih cepat
Terjadi akibat proses degenerasi perubahan struktur koklea dan N.VIII.
Terjadi atrofi dan degenerasi sel rambut penunjang pada organ Corti pada koklea
Perubahan vaskular pada stria vaskularis
Berkurangnya jumlah dan ukuran sel ganglion dan saraf
191. Audiometri
Tes Bisik
Semi kuantitatif, menentukan derajat ketulian secara kasar. Hal yang perlu diperhatikan ialah
ruangan cukup tenang, panjang minimal 6 meter. Pada nilai normal tes berbisik : 5/6 6/6
Pemeriksaan kualitatif, Jenis pemeriksaan ini adalah tes rinne, schwabach, dan weber.
Untuk menilai kemampuan pasien dalam pembicaraan sehari-hari, dan untuk menilai pemberian alat
bantu dengar. Pada tes ini dipakai kata-kata yang sudah disusun dalam silabus (suku kata). Pasien
diminta untuk mengulangi kata-kata yang didengar melalui kaset tape recorder.
Tes
Audiometri Diperiksa kelenturan membran timpani dengan tekanan tertentu pada meatus akustikus eksternus.
Pada lesi di koklea, ambang rangsang refleks stapedius menurun, sedangkan pada lesi di retrokoklea,
impedans
ambang itu naik.
Tes Audiometri Nada Dilakukan dengan menggunakan audiometer, dan hasil pencatatannya disebut audiogram. Dapat
dilakukan pada anak berusia lebih dari 4 tahun yang kooperatif. Sebagai sumber suara digunakan
Murni
nada murni yaitu bunyi yang hanya terdiri dari 1 frekuensi. Menilai hantaran suara melalui udara (air
conduction) dengan headphone beda frekuensi, serta menilai hantaran tulang (bone conduction)
dengan bone vibrator pada prosesus mastoid.
Pemeriksaan lainnya
Function
Otoacoustic emission
an auditory evoked potential extracted from ongoing electrical activity in the brain and recorded via electrodes
placed on the scalp.;
The resulting recording is a series of vertex positive waves of which I through V are evaluated;
used for newborn hearing screening, auditory threshold estimation, intraoperative monitoring, determining
hearing loss type and degree, and auditory nerve and brainstem lesion detection
Behavioural observation
audiometry
Visual reinforcement
audiometry
The procedure relies on continued cooperation of the child, in particular their ability to stay in the required test
position;
VRA uses lighted and/or animated toys that are flashed on simultaneously with the presentation of an auditory
signal (warble tones, narrow band noise or speech) during a conditioning period.
a subjective, behavioural measurement of hearing threshold, as it relies on patient response to pure tone stimuli.
used on adults and children old enough to cooperate with the test procedure
hearing test used to identify hearing threshold levels of an individual, enabling determination of the degree, type
and configuration of a hearing loss;
192. Pansinusitis
Sinusitis: Inflamasi mukosa sinus paranasal. Umumnya, disertai atau
dipicu oleh rinitis, sehingga sering disebut rinosinusitis
Bila mengenai beberapa sinus, disebut multisinusitis. Bila mengenai
semua sinus, disebut pansinusitis
Keluhan: hidung tersumbat disertai nyeri pada muka dan ingus
purulen, post-nasal drip
Tanda khas: pus di meatus medius atau superior
Penunjang: foto polos Waters, PA, lateral. Gold standard-nya adalah
CT san
Terapi: dekongestan, antibiotik, bedah FEES
Waktu (setelah
akut)
Trismus
Infiltrat peritonsil
tonsilitis 13 hari
Biasanya kurang/ tidak ada
Abses peritonsil
45 hari
Ada
Untuk memastikan infiltrate atau abses peritonsil, dilakukan pungsi percobaan di tempat yang paling
bombans (umumnya pada kutub atas tonsil).
jika pus (+): abses
Jika pus (-): infiltrate
Terapi abses peritonsil:
Stadium infiltrasi
Stadium abses
Antibiotika dosis tinggi
Bila telah terbentuk abses, dilakukan insisi drainase.
penisilin
600.000-1.200.000
unit
atau Kemudian dianjurkan operasi tonsilektomi, paling
ampisilin/amoksisilin 3-4 x 250-500 mg atau
baik 2-3 minggu sesudah drainase abses.
sefalosporin 3-4 x 250-500 mg, metronidazol 3-4 x
250-500 m).
Obat simtomatik
Kumur-kumur dengan air hangat dan kompres
dingin pada leher.
195. Tonsilitis
Acute Tonsilitis
Chronic Tonsilits
Tonsilitis Kronik
Acute tonsillitis:
Viral: similar with acute rhinits + sore throat
Bacterial: GABHS, pneumococcus, S. viridan, S.
pyogenes.
Chronic tonsillitis
Persistent sore throat, anorexia, dysphagia, & pharyngotonsillar
erythema
Lymphoid tissue is replaced by scar widened crypt, filled by
detritus.
Foul breath, throat felt dry.
Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
Diagnostic handbook of otorhinolaryngology.
Tonsilitis akut
Radang akut tonsil oleh Streptokokus beta
hemolitikus grup A
Klinis: nyeri tenggorok, nyeri menelan, demam
dengan suhu tinggi, lesu, nyeri sendi, otalgia.
Tonsil membengkak, hiperemis, dan terdapat
detritus bentuk folikel, lakuna, atau tertutup
membran semu. KGB submandibula bengkak
dan nyeri tekan
Terapi: antibiotika spektrum luas, antipiretik,
obat kumur
Tonsilitis kronik
Faktor predisposisi: rokok menahun, higiene
mulut buruk, pengobatan tonsilitis akut yang
tidak adekuat
Klinis: tonsil membesar dengan permukaan yang
tidak rata, kriptus melebar dan beberapa kripti
terisi detritus. Rasa mengganjal di tenggorok,
rasa kering, dan napas berbau
Terapi: ditujukan pada higiene mulut dengan
berkumur atau obat isap. Tonsilektomi jika
infeksi berulang atau kronik, gejala sumbatan,
atau kecurigaan neoplasma
196. Faringitis
Diagnosis
Characteristic
Dyphteri
Local inflammation & toxin-mediated tissue necrosis causes formation of a fibrinous, patchy,
adherent, gray-black pseudomembrane
Caused by Treponema vincentii and Spirochaeta denticulata and arises most often in
conditions of overcrowding. Sighs: fever, unilateral pain on swallowing, and ipsilateral cervical
lymphadenopathy; unilateral deep ulcer on the upper pole of the tonsil, which is covered by a
white exudative membrane.
Ca tonsil
Syphilitic pharyngitis
Painless ulcer in primary syphillis. Secondary syphilis: headache, malaise, low-grade fever,
sore throat, rhinorrhea, neck mass, and rash. Pharynx : oval, red maculopapules & white
patches. The tonsils (unilateral or bilateral) may be enlarged and red.
Tonsilitis TB
hypertrophic tonsils with ulceration & white exudates. Granulomatous inflammation, ZiehlNeelsen stain (+).
1) Cummings otolaryngology head & neck surgery. 2) Current diagnosis & treatment in otorhinolaryngology.
Diagnosis
Characteristic
Tonsilitis difteri
Tonsil membengkak ditutupi bercak putih kotor membentuk membran semu, dapat meluas ke
palatum mole, uvula, nasofaring, laring, trakea, & bronkus. Bila membran diangkat dapat berdarah.
Kelenjar limfa dapat membesar bull neck atau Burgemeesters hals
Faringitis luetika
Primer:
Bercak keputihan pada lidah, palatum mole, tonsil, & dinding posterior faring. Ulkus faring yg
tidak nyeri & pembesaran KGB mandibula yang tidak nyeri tekan.
Sekunder:
Eritema pada dinding faring yang menjalar ke arah laring.
Tersier:
Terdapat guma pada tonsil & palatum.
Tonsilitis TB
1) Cummings otolaryngology head & neck surgery. 2) Current diagnosis & treatment in otorhinolaryngology.
Faringitis bacterial:
Penyebab paling sering adalah Streptokokus -hemolitikus grup A
Klinis: nyeri tenggorok, demam tinggi, jarang disertai batuk
PF: tonsil membesar, faring dan tonsil hiperemis, dan terdapat
eksudat di permukaannya. Bercak petekhie pada palatum dan
faring. KGB colli anterior membesar, kenyal, NT(+)
Terapi: antibiotik (penisilin G benzatin, amoksisilin, atau
eritromisin), analgetika, kumur dengan air hangat atau antiseptik
Tindakan Penanganan
- Beri kelembaban dingin saat pasien tidur
- Beri antipiretik, misalnya asetaminofen
- Pasien yang mengalami distres respiratorik yang menunggu
hidrasi oral harus dirawat inap dan membutuhkan penggantian
cairan untuk mencegah dehidrasi
- Terapi antibiotik diperlukan untuk infeksi bakteri
- Terapi oksigen juga bisa dibutuhkan
- Epinefrin bisa meringankan stridor untuk sementara waktu,
sedangkan glukokortikoid yang dinebulasi atau parental memberi
keringanan di banyak kasus.
Function
Otoacoustic emission
an auditory evoked potential extracted from ongoing electrical activity in the brain and recorded via
electrodes placed on the scalp.;
The resulting recording is a series of vertex positive waves of which I through V are evaluated;
used for newborn hearing screening, auditory threshold estimation, intraoperative monitoring, determining
hearing loss type and degree, and auditory nerve and brainstem lesion detection
Behavioural observation
audiometry
Visual reinforcement
audiometry
The procedure relies on continued cooperation of the child, in particular their ability to stay in the required
test position;
VRA uses lighted and/or animated toys that are flashed on simultaneously with the presentation of an
auditory signal (warble tones, narrow band noise or speech) during a conditioning period.
a subjective, behavioural measurement of hearing threshold, as it relies on patient response to pure tone
stimuli.
used on adults and children old enough to cooperate with the test procedure
hearing test used to identify hearing threshold levels of an individual, enabling determination of the degree,
type and configuration of a hearing loss;
Batasan
Gejala
Anamnesis: hidung tersumbat progresif, disertai epistaksis masif berulang, dapat disertai rinore,
hiposmia, tuli dan otalgia
Rinoskopi posterior: massa tumor konsistensi kenyal, warna abu-abu sampai merah muda diliputi
selaput lendir keunguan
Penunjang: Foto waters tampak tanda Holman Miller, CT scan, MRI, arteriografi
Terapi
Operasi
Terapi hormonal
Radioterapi
200.Epistaksis
Epistaksis Anterior
Epistaksis Posterior
Sumber
Plexus Kisselbach
Arteri etmoidalis anterior
Arteri sfenopalatina
Arteri etmoidalis posterior
Gejala
Perdarahan ringan
Perdarahan hebat
Etiologi
Terapi
optimized by optima
Epistaksis anterior
Epistaksis anterior
Sumber perdarahan
Pleksus Kiesselbach,
anterior
a.
Gejala
Faktor risiko
Terapi awal
Terapi spesifik
dan